Anda di halaman 1dari 26

MODUL FIKIH SHALAT

KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH

Dalam Islam selain shalat wajib juga ada syariat shalat sunnah. Shalat sunnah termasuk
amalan yang mesti kita jaga, biasakan dan rutinkan. Di antara keutamaannya, shalat sunnah
akan menutupi kekurangan pada shalat wajib. Kita tahu dengan pasti bahwa tidak ada yang
yakin shalat lima waktunya dikerjakan sempurna. Kadang kita tidak konsentrasi, tidak
khusyu’ (menghadirkan hati), juga kadang tidak tawadhu’ (tenang) dalam shalat. Moga
dengan memahami pembahasan berikut ini semakin menyemangati kita untuk terus menjaga
shalat sunnah.
Sebagaimana kita ketahui bahwa shalat dijadikan sebagai penentram mata batin
Rasulullah, maka Beliau SAW sangatlah menikmati ketika sedang melaksanakan shalat.
Shalat merupakan proses kita beranjangsana (menghadap) kehadirat Ilahi maka sudah
sepantasnya kita tidak disibukkan hal-hal duniawi untuk sementara waktu. Orang-orang yang
ahli dalam bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) senantiasa mengatakan: “Ketika
kami shalat, hati kami merasa damai, nyaman, nikmat, indah, dan sejuk karena shalat kami.”1
Pada dasarnya shalat sunnah (nawafil) sangat dianjurkan dalam Islam, karena sebagian
ulama meng-qiyaskan shalat sunnah sebagai ‘suplemen’ bagi shalat wajib (maktubah) yang
berlaku sebagai makanan pokok yang mengandung, vitamin, mineral serta zat-zat lain agar
tetap sehat dan bugar.

A. MEMAHAMI KEUTAMAAN SHALAT SUNNAH SECARA UMUM


Kita sangat meyakini bahwa setiap perintah baik berupa anjuran atau kewajiban yang
harus dilaksanakan atau berupa larangan yang harus ditinggalkan, itu semua mengandung
mashlahah dan fadhilah (keutamaan). Ada keutamaan yang secara khusus dan spesifik yang
melekat pada setiap perintah atau anjuran tertentu, ada juga keutamaan yang bersifat umum.
Berkenaan dengan shalat sunnah, ada keutamaan secara khusus, spesifik dan melekat pada
setiap shalat sunnah tertentu, namun ada juga keutamaan yang bersifat umum.
Berikut diantara keutamaan shalat sunnah secara umum.
1. Akan Menutupi Kekurangan pada Shalat Wajib
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫الةُ َقا َل يَ ُق و ُل َربُّنَا َج َّل َوعَ َّز لِ َمالَئِكَتِهِ َوه َُو أَعْلَمُ انْظُ ُر وا فِى‬
َ َّ‫اس بِهِ يَ ْومَ الْقِيَا َم ةِ م ِْن أَعْ َمالِ ِهمُ الص‬ ُ َ‫«إِ َّن أَ َّو َل َما يُ َحاس‬
ُ َّ‫ب الن‬
ٍ ‫َص ِمنْهَا شَيْئًا قَا َل انْظُ ُر وا هَ ْل لِعَبْدِى م ِْن تَطَ ُّو‬
‫ع فَإِ ْن‬ َ ‫صَالَةِ عَبْ ِد ى أَتَ َّمهَا أَ ْم نَقَصَهَا فَإِ ْن كَانَتْ تَا َّمةً كُتِبَتْ لَهُ تَا َّمةً َوإِ ْن كَا َن انْتَق‬
».‫كَا َن لَهُ تَطَ ُّوعٌ قَا َل أَتِ ُّم وا لِعَبْدِى ف َِريضَتَهُ م ِْن تَطَ ُّو ِعهِ ثُمَّ تُ ؤْ َخذُ األَعْ َما ُل عَلَى ذَاكُ ْم‬

1
Habib Syarief Muhammad Alaydrus, “79 Macam Shalat Sunnah Ibadah Para Kekasih Allah, Bandung:
Pustaka Hidayah, 2003.

1|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


“Sesungguhnya amalan yang pertama kali dihisab pada manusia di hari kiamat nanti
adalah shalat. Allah ‘azza wa jalla berkata kepada malaikat-Nya dan Dia-lah yang
lebih tahu, “Lihatlah pada shalat hamba-Ku. Apakah shalatnya sempurna ataukah
tidak? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna.
Namun jika dalam shalatnya ada sedikit kekurangan, maka Allah berfirman: Lihatlah,
apakah hamba-Ku memiliki amalan sunnah. Jika hamba-Ku memiliki amalan sunnah,
Allah berfirman: sempurnakanlah kekurangan yang ada pada amalan wa jib dengan
amalan sunnahnya.” Kemudian amalan lainnya akan diperlakukan seperti ini.” (HR.
Abu Daud no. 864, Ibnu Majah no. 1426 dan Ahmad 2: 425. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
2. Dihapuskan Dosa Dan Ditinggikan Derajat
Ma’dan bin Abi Tholhah Al Ya’mariy, ia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban –
bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu aku berkata padanya,
‘Beritahukanlah padaku suatu amalan yang karenanya Allah memasukkanku ke dalam
surga’.” Atau Ma’dan berkata, “Aku berkata pada Tsauban, ‘Beritahukan padaku suatu
amalan yang dicintai Allah’.” Ketika ditanya, Tsauban malah diam.
Kemudian ditanya kedua kalinya, ia pun masih diam. Sampai ketiga kalinya, Tsauban
berkata, ‘Aku pernah menanyakan hal yang ditanyakan tadi pada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda,
ً‫ّلِل سَ ْجدَةً إِالَّ َرفَعَكَ َّللاَّ ُ بِهَا د ََر َجةً َو َحطَّ عَنْكَ بِهَا َخطِيئَة‬ ِ َّ ِ ‫عَلَيْكَ بِكَثْ َرةِ السُّ ُج و ِد‬
ِ َّ ِ ُ‫ّلِل فَإِنَّكَ الَ تَسْ ُجد‬
“Hendaklah engkau memperbanyak sujud (perbanyak shalat) kepada Allah. Karena
tidaklah engkau memperbanyak sujud karena Allah melainkan Allah akan meninggikan
derajatmu dan menghapuskan dosamu’.” Lalu Ma’dan berkata, “Aku pun pernah bertemu
Abu Darda’ dan bertanya hal yang sama. Lalu sahabat Abu Darda’ menjawab sebagaimana
yang dijawab oleh Tsauban padaku.” (HR. Muslim no. 488). Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Hadits ini adalah dorongan untuk memperbanyak sujud dan yang dimaksud ad alah
memperbanyak sujud dalam shalat.” (Syarh Shahih Muslim, 4: 205). Cara memperbanyak
sujud bisa dilakukan dengan memperbanyak shalat sunnah.
3. Akan Dekat Dengan Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Di Surga
Dari Rabiah bin Ka’ab Al-Aslami –radhiyallahu ‘anhu– dia berkata,
‫ت أَسْأَلُكَ ُم َرافَقَتَكَ فِي الْ َجنَّةِ قَا َل أَ ْو‬
ُ ْ‫س ْل فَقُل‬
َ ‫سلَّ َم فَأَتَيْتُهُ ِب َوضُ وئِهِ َو َحا َجتِهِ فَقَا َل لِي‬ َ ُ َّ‫صلَّى َّللا‬
َ ‫علَيْهِ َو‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫ت أَ ِبي‬
ِ َّ ‫ت َم َع َرسُو ِل‬ ُ ْ‫كُن‬
‫علَى نَفْسِكَ ِبكَثْ َرةِ السُّ ُج و ِد‬ َ ‫ت ه َُو ذَاكَ قَا َل فَأَعِنِي‬
ُ ْ‫غَي َْر ذَلِكَ قُل‬
“Saya pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku
membawakan air wudhunya dan air untuk hajatnya. Maka beliau berkata kepadaku,
“Mintalah kepadaku.” Maka aku berkata, “Aku hanya meminta agar aku bisa menjadi teman
dekatmu di surga.” Beliau bertanya lagi, “Adakah permintaan yang lain?” Aku menjawab,
“Tidak, itu saja.” Maka beliau menjawab, “Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu
dengan banyak melakukan sujud (memperbanyak shalat).” (HR. Muslim no. 489)
4. Shalat Adalah Sebaik-Baik Amalan

2|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Dari Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫اسْتَ قِي ُم وا َولَ ْن تُ ْحصُ وا َواعْلَ ُم وا أَ َّن َخي َْر أَعْ َمالِكُمُ الصَّالَةُ َوالَ يُ َحافِظُ عَلَى الْ ُوضُو ِء إِالَّ ُم ْؤ ِم ٌن‬
“Beristiqamahlah kalian dan sekali-kali kalian tidak dapat istiqomah dengan
sempurna. Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling utama adalah shalat. Tidak
ada yang menjaga wudhu melainkan ia adalah seorang mukmin.” (HR. Ibnu Majah no. 277
dan Ahmad 5: 276. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
5. Mendatangkan Keberkahan Pada Rumah
Salah satu manfaat sholat sunnah yaitu mendatangkan keberkahan pada rumah yang
penghuninya sering melakukan sholat sunnah. Seperti dijelaskan dalam hadist berikut, yang
artinya: “Jika seseorang diantara kalian selesai mengerjakan shalat dimasjidnya (secara
berjamaah), maka berikan hak bagian untuk rumah di antara shalat sunnahnya, Karena
sesungguhnya Allah akan menjadikan kebaikan di rumahnya itu lantaran shalat sunnahnya.”
(HR Muslim).
Dalam sabdanya yang lain: “Kerjakanlah dengan teguh shalat sunnah di rumah kalian,
karena shalat seseorang yang terbaik adalah dirumahnya, selain sholat fardhu. ” (HR
Muslim).
6. Menggapai Wali Allah Yang Terdepan
Orang yang rajin mengamalkan amalan sunnah secara umum, maka ia akan menjadi
wali Allah yang istimewa. Lalu apa yang dimaksud wali Allah?
Allah Ta’ala berfirman,
(63)‫) الَّذِي َن آَ َمنُوا َوكَانُوا يَتَّقُ و َن‬62 ( ‫ف عَلَيْ ِه ْم َو َال هُ ْم يَحْزَ نُو َن‬
ٌ ‫أَ َال ِإ َّن أَ ْولِيَا َء َّللاَّ ِ َال َخ ْو‬
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu
bertakwa.” (QS. Yunus: 62-63)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
ِ َّ ِ ‫فَكُ ُّل َم ْن كَا َن ُم ْؤ ِمنًا تَقِيًّا كَا َن‬
‫ّلِل َولِيًّا‬
“Setiap orang mukmin (beriman) dan bertakwa, maka dialah wali Allah.” (Majmu’ Al
Fatawa, 2: 224). Jadi wali Allah bukanlah orang yang memiliki ilmu sakti, bisa terbang,
memakai tasbih dan surban. Namun yang dimaksud wali Allah sebagaimana yang disebutkan
oleh Allah sendiri dalam surat Yunus di atas. “Syarat disebut wali Allah adalah beriman dan
bertakwa” (Majmu’ Al Fatawa, 6: 10). Jadi jika orang-orang yang disebut wali malah orang
yang tidak shalat dan gemar maksiat, maka itu bukanlah wali. Kalau mau disebut wali, maka
pantasnya dia disebut wali setan.
Perlu diketahui bahwa wali Allah ada dua macam: (1) As Saabiquun Al Muqorrobun
(wali Allah terdepan) dan (2) Al Abror Ash-habul yamin (wali Allah pertengahan).
As saabiquun al muqorrobun adalah hamba Allah yang selalu mendekatkan diri pada
Allah dengan amalan sunnah di samping melakukan yang wajib serta dia meninggalkan yang
haram sekaligus yang makruh.

3|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Al Abror ash-habul yamin adalah hamba Allah yang hanya mendekatkan diri pada Allah
dengan amalan yang wajib dan meninggalkan yang haram, ia tidak membebani d irinya dengan
amalan sunnah dan tidak menahan diri dari berlebihan dalam yang mubah.
Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
‫ ) فَ كَانَتْ هَبَاءً مُنْبَثًّا‬5( ‫ت الْ ِجبَا ُل بَسًّا‬
ِ َّ‫) َوبُس‬4( ‫األرْ ضُ َرجًّا‬ َْ ‫ت‬ ِ ‫) إِذَا ُر َّج‬3( ٌ‫) خَافِضَةٌ َرافِ عَة‬2( ٌ‫ْس ل َِوقْ عَتِ هَا كَا ِذبَة‬
َ ‫ ) لَي‬1( ُ‫ت الْ َواقِ عَة‬
ِ َ‫إِذَا َوقَ ع‬
َ ْ
‫ ) َوالسَّابِقُو َن‬9( ِ‫ب ال َمشْأ َمة‬ َ َ ْ
ْ ‫ب ال َمشْأ َمةِ َما أ‬
ُ ‫ص َحا‬ ُ ‫ص َحا‬ َ ْ
ْ ‫ ) َوأ‬8( ِ‫ب ال َميْ َمنَة‬ ُ ‫ص َحا‬ َ ْ
ْ ‫ب ال َميْ َمنَةِ َما أ‬
ُ ‫ص َحا‬ َ ً َ
ْ ‫ ) فَأ‬7( ‫ ) َو كُنْتُمْ أ ْز َواجًا ثَ َالثَة‬6(
(14)‫اْلخِ ِري َن‬ َ ْ ‫ ) َوقَلِي ٌل ِم َن‬13( ‫األ َّولِي َن‬
َ ْ ‫ ) ثُلَّةٌ ِم َن‬12( ‫ت النَّ عِي ِم‬ َ ِ‫) أُولَئ‬10( ‫السَّا ِبقُو َن‬
ِ ‫ ) فِي َجنَّا‬11( ‫ك الْ ُمقَرَّ بُو َن‬
“Apabila terjadi hari kiamat,tidak seorangpun dapat berdusta tentang
kejadiannya.(Kejadian itu) merendahkan (satu golongan) dan meninggikan (golongan yang
lain), apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya,dan gunung-gunung dihancur
luluhkan seluluh-luluhnya,maka jadilah ia debu yang beterbangan, dan kamu menjadi tiga
golongan. Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri.
Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.Dan orang -orang yang beriman paling dahulu.
Mereka itulah yang didekatkan kepada Allah. Berada dalam jannah kenikmatan. Segolongan
besar dari orang-orang yang terdahulu,dan segolongan kecil dari orang-orang yang
kemudian.” (QS. Al Waqi’ah: 1-14) (Lihat Al furqon baina awliyair rohman wa awliyaisy
syaithon, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 51)
7. Allah Akan Beri Petunjuk Pada Pendengaran, Penglihatan, Kaki Dan Tangannya,
Serta Doanya Pun Mustajab
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ َو َما يَزَ ا ُل عَبْدِى‬،ِ‫ت عَلَيْه‬ُ ‫ض‬ َّ َ‫ى ٍء أَ َحبَّ إِل‬
ْ ‫ى ِم َّما افْت ََر‬ َّ ‫ب إِ َل‬
ْ َ‫ى عَبْدِى بِش‬ َ ‫ َو َما تَق ََّر‬،ِ‫َّللا َقا َل َم ْن عَادَى لِى َولِيًّا فَقَدْ آ َذ ْن ُتهُ بِالْ َحرْ ب‬
َ َّ ‫إِ َّن‬
ُ‫ش بِهَا َو ِر ْجلَه‬ ُ َّ
ُ ‫ َويَدَهُ التِى يَبْط‬،ِ‫ْص ُر بِه‬ َّ َّ
ِ ‫ َوبَصَ َرهُ الذِى يُب‬،ِ‫ت سَ ْمعَهُ ال ِذ ى يَسْ َم ُع بِه‬ َ ُ
ُ ْ‫ فَإِذَا أ ْحبَبْتُهُ كُن‬،ُ‫ى بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أحِ بَّه‬
َّ َ‫ب إِل‬
ُ ‫يَتَق ََّر‬
َُّ‫ َولَئِ ِن اسْتَعَاذَنِى ألُعِيذَنه‬،ُ‫طيَنَّه‬ ِ ْ‫ َوإِن سَألنِى ألع‬،‫الَّتِى يَ ْمشِى بِهَا‬
ُ َ َ ْ
“Allah Ta’ala berfirman: Barangsiapa memerangi wali (kekasih)-Ku, maka Aku akan
memeranginya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib yang
Kucintai. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk
pada pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia
gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.
Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no. 2506)
Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) di samping melakukan
amalan wajib, akan mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada
pendengaran, penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini
keutamaan dengan mustajabnya do’a.2

2
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad, Faedah dari Fathul Qowil Matin, hadits ke-38

4|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


B. MACAM-MACAM SHALAT SUNNAH
Rasulullah SAW, melalui teladan dalam kehidupan sehari-hari, sudah menyediakan
fasilitas bagi kita untuk berupaya ke arah penyempurnaan ibadah kita dengan menetapkan
pelbagai pilihan shalat-shalat sunnah yang beragam.
Sebagian ulama mengkategorikan ragam shalat sunnah menjadi dua, yaitu:
1. Shalat sunnah yang mengiringi sholat fardu (shalat sunnah Rawatib), terdiri dari
Shalat Sunnah Qabliyah dan Shalat Sunnah Ba’diyah.
2. Shalat sunnah yang tidak mengiringi shalat fardhu yang muakkad (shalat sunnah
muakkadah) yaitu shalat tahajjud, shalat tahiyyatul masjid, shalat taubat, shalat
lidaf’il bala’, shalat tasbih, shalat hajat, shalat tahjjud, shalat istikharah, shalat
tarawih, shalat dhuha, shalat awwabin, shalat ba’ada akad nikah, shalat qudum,
shalat sunnah muthlaq, shalat witir, shalat Idul Fitri/Adha, shalat gerhana, shalat
istisqo, dan masih banyak lainnya.
Sebagian ulama juga ada yang membagi shalat sunnah kepada dua macam yakni:
muqayyad dan mutlak:3
1. Shalat Sunah Muqayad adalah shalat sunah yang dianjurkan untuk dilakukan pada
waktu tertentu atau pada keadaan tertentu. Seperti tahiyatul masjid, dua rakaat
seusai wudhu, shalat sunah rawatib, dst.
2. Shalat Sunah Mutlak: semua shalat sunah yang dilakukan tanpa terikat waktu,
sebab tertentu, maupun jumlah rakaat tertentu. Sehingga boleh dilakukan kapanpun,
di manapun, dengan jumlah rakaat berapapun, selama tidak dilakukan di waktu atau
tempat yang terlarang untuk shalat.
Semua shalat sunah tersebut, tingkatan keutamaanya berbeda-beda. Berikut rinciannya:
1. Shalat sunah muqayad, lebih utama dibandingkan shalat sunah mutlak.
Meskipun shalat sunah muqayad ini dilakukan di siang hari.
2. Shalat sunah mutlak yang dilakukan di malam hari, lebih utama dibandingkan
shalat sunah mutlak yang dilakukan di siang hari. Sebagai contoh, orang yang
mengerjakan shalat sunah mutlak antara maghrib dan isya, lebih utama
dibandingkan orang yang mengerjakan shalat sunah mutlak antara zuhur dan asar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,
‫ض ُل الصَّالةِ َب ْعدَ ال صَّالةِ ال َمكْتُ و َبةِ الصَّالةُ فِي َج ْوفِ اللَّيْ ِل‬
َ ْ‫أف‬
“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat sunah yang
dikerjakan di malam hari.” (HR. Muslim)
3. Shalat sunah mutlak yang dikerjakan di sepertiga malam terakhir, lebih utama
dibandingkan shalat sunah mutlak di awal malam. Karena sepertiga malam
terakhir adalah waktu mustajab untuk berdoa. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

3
al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154

5|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


َ ‫ َم ْن َيدْعُونِي فَأَسْت َِج‬:ُ‫ فَ َيقُ ول‬،‫ث اللَّيْ ِل ْاْلخِ ُر‬
‫يب‬ ُ ُ‫ حِ ي َن َيبْقَى ثُل‬،‫اركَ َوتَ َعالَى كُ َّل لَيْلَةٍ ِإلَى السَّ َما ِء الدُّنْ َيا‬
َ ‫َي ْن ِز ُل َربُّنَا تَ َب‬
ُ‫ َو َم ْن َيسْتَغْف ُِرنِي فَأَغْف َِر لَه‬،ُ‫ط َيه‬
ِ ْ‫ َو َم ْن َيسْأَلُنِي فَأُع‬،ُ‫لَه‬
“Tuhan kita Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi, turun setia p malam ke langit
dunia, ketika tersisa sepertiga malam yang terakhir. Kemudian Dia berfirman:
‘Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan, siapa yang meminta kepada-
Ku akan Aku beri, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan aku ampuni.”
(HR. Muslim)
Demikian yang dikabarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib
kita imani sebagaimana yang beliau sampaikan. Allah turun ke langit dunia, dengan
cara yang sesuai kebesaran dan keagungannya, dan tidak boleh kita khayalkan.
4. Shalat sunah yang dilakukan di rumah, lebih utama dibandingkan shalat
sunah yang dikerjakan di masjid. Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah menjalankan setiap shalat sunnah di rumah, kecuali jika memang ada
hajat atau faktor lain yang mendorong untuk melakukannya di masjid.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ‫صالَةُ الْ َمرْ ِء فِى َبيْتِهِ ِإالَّ الْ َمكْتُ و َبة‬ َ ْ‫فَ ِإ َّن أَف‬
َ ِ‫ض َل الصَّالَة‬
“Sesungguhnya seutama-utama shalat adalah shalat seseorang di rumahnya selain
shalat wajib.” [HR. Bukhari no. 731 dan Muslim no. 781]
Di antara keutamaan lainnya mengerjakan shalat di rumah, apalagi ketika baru
datang dari masjid atau akan pergi ke masjid terdapat dalam hadits Abu Hurairah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫إذا خرجت من منزلك فصل ركعتين يمنعانك من مخرج السوء وإذا دخلت إلى منزلك فصل ركعتين يمنعانك من‬
‫مدخل السوء‬
“Jika engkau keluar dari rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang
dengan ini akan menghalangimu dari kejelekan yang ada di luar rumah. Jika engkau
memasuki rumahmu, maka lakukanlah shalat dua raka’at yang akan
menghalangimu dari kejelekan yang masuk ke dalam rumah.” [HR. Al Bazzar.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash
Shohihah no. 1323]
5. Kontinu dalam Amalan itu Lebih Baik dari banyak tapi jarang. Dari ’Aisyah –
radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam bersabda,
‫أَ َحبُّ األَعْ َما ِل إِلَى َّللاَّ ِ تَعَالَى أَد َْو ُمهَا َوإِ ْن قَ َّل‬
”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu
walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu
berkeinginan keras untuk merutinkannya. [HR. Muslim no. 783, Kitab shalat para
musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan
amalan lainnya]

6|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit
namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma
sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan
melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan
keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang
Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan
memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang
sedikit namun sesekali saja dilakukan.”4
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
’alaihi wa sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun
melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana
beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ’Abdullah bin ’Umar.” 5

C. BAGAIMANA TATA CARA SHALAT SUNNAH MUTLAK?


Shalat sunah mutlak tata caranya sama dengan shalat biasa. Tidak ada bacaan khusus,
maupun doa khusus. Sama persis seperti shalat pada umumnya. Untuk bilangan rakaatnya,
bisa dikerjakan dua rakaat salam – dua rakaat salam. Bisa diulang-ulang dengan jumlah yang
tidak terbatas.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ada seseorang yang mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Bagaimana cara shalat di malam hari?’ Beliau
menjawab:

َ‫صلَّيْت‬ ْ َ‫ فَإذَا َخ شِيتَ الصُّب َْح ف‬،‫َمثْنَى َمثْنَى‬


َ ْ‫ تُوت ُِر لَكَ َما قَد‬،ٍ‫أوت ِْر ِب َواحِ دَة‬
“Dua rakaat-dua rakaat, dan jika kamu khawatir nabrak subuh, kerjakanlah witir satu
rakaat, sebagai pengganjil untuk semua shalat yang telah anda kerjakan.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Untuk shalat sunah mutlak yang dikerjakan siang hari, bisa juga dikerjakan empat rakaat
dengan salam sekali, tanpa duduk tasyahud awal.

D. BERAPA BANYAK JUMLAH DARI MACAM DAN JENIS SHALAT SUNNAH?


Tentang jumlah dari macam dan jenis shalat sunnah terjadi perbedaan pendapat para
ulama, diantara menurut:
• Ada 33 macam jenis shalat sunnah menurut Muhammad Ajib menjelaskan tentang
macam-macam sholat sunnah dalam bukunya "33 Macam Jenis Shalat Sunnah". Dari
berbagai sumber referensi kitab fiqih, paling tidak jumlahnya ada sekitar 33 yang patut
kita ketahui. Dari 33 macam sholat sunnah ini ada yang hukumnya disepakati para
ulama, ada juga yang tidak disepakati. Artinya, ada khilafiyah (perbedaan pendapat) di

4
An Nawawi, Syarh Muslim, 6/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, tahun 1392 H.
5
Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84, Asy Syamilah

7|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


antara ulama dalam hal boleh atau tidak melaksanakannya. Di antara sholat paling
utama (paling afdhol) dari sholat-sholat sunnah ini ialah sholat malam (Tahajud).
• Ada 79 macam shalat sunnah, menurut Habib Syarief Muhammad Alaydrus dalam
bukunya “79 Macam Shalat Sunnah Ibadah Para Kekasih Allah.”
• Sebagiannya lagi berpendapat bahwa shalat sunnah mutlat itu tidak dibatasi jumlahnya.

E. BEBERAPA SHALAT SUNNAH DAN KEUTAMANNYA


Berdasar dalil-dalil yang kuat ada tiga shalat sunnah yang dapat kita lakukan secara
rutin, yakni:
(a) SHALAT SUNNAH RAWATIB
Shalat rawatib adalah shalat yang mengiringi shalat wajib lima waktu, ada shalat
qabliyah dan ada shalat bakdiyah. Shalat qabliyah adalah shalat sunnah yang dilakukan
sebelum shalat wajib. Shalat bakdiyah adalah shalat sunnah yang dilakukan sesudah shalat
wajib, tidak boleh sebelum shalat wajib, yang penting masih di waktunya.
Di antara tujuan disyari’atkannya shalat sunnah qobliyah adalah agar jiwa memiliki
persiapan sebelum melaksanakan shalat wajib. Perlu dipersiapkan seperti ini karena
sebelumnya jiwa telah disibukkan dengan berbagai urusan dunia. Agar jiwa tidak lalai dan
siap, maka ada shalat sunnah qobliyah lebih dulu.
Sedangkan shalat sunnah ba’diyah dilaksanakan untuk menutup beberapa kekurangan
dalam shalat wajib yang baru dilakukan. Karena pasti ada kekurangan di sana-sini ketika
melakukannya.
Shalat rawatib dalam sehari semalam totalnya ada 22 rakaat. Menukil riwayat Al-
Bukhari dan Muslim, ulama Syafi‘i membaginya menjadi dua macam:6
1. Shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), ada 10 rakaat dalam sehari.
2. Shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), ada 12 rakaat dalam
sehari.
Shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari:
• 2 rakaat qabliyah Shubuh
• 2 rakaat qabliyah Zhuhur
• 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
• 2 rakaat bakdiyah Magrib
• 2 rakaat bakdiyah Isya
Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari:
• 2 rakaat qabliyah Zhuhur
• 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
• 4 rakaat qabliyah Ashar

6
Jumlah total shalat sunnah rawatib dan rinciannya diringkas dari Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-
‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:532-536.

8|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


• 2 rakaat qabliyah Magrib
• 2 rakaat qabliyah Isya
Sedangkan dalam Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, memetakan jumlah raka’at shalat
sunnah rawatib tersebut, sebagaimana lampirkan pada tabel berikut. 7

Shalat Shalat Rawatib Muakkad Shalat Rawatib


Qobliyah Ba’diyah Ghoiru Muakkad
Shubuh 2 raka’at – –
Zhuhur 2 atau 4 raka’at 2 raka’at 2 raka’at ba’diyah
Ashar – – 4 raka’at qobliyah
Maghrib – 2 raka’at 2 raka’at qobliyah
‘Isya – 2 raka’at 2 raka’at qobliyah
Sumber: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 1/381 (Hasil kesimpulan dari berbagai
macam hadits yang membicarakan mengenai shalat sunnah rawatib).
Berikut ini pengelompokan shalat sunnah rawatib —sekadar untuk memudahkan kita
memahami— yang didasarkan hadits yang menyebutkannya.
• PILIHAN 1: Shalat sunnah 10 rakaat yang mu’akadah berdasar HR Bukhari dari Ibnu
Umar, Nabi mencontohkan mengerjakan shalat sunnah rawatib sebagai berikut, hadits
dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
ُّ ‫ت َركْعَتَي ِْن قَبْ َل ال‬
،‫ َو َركْعَتَي ِْن بَعْدَهَا‬،‫ظ ْه ِر‬ ٍ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – َعشْ َر َركَعَا‬ ِ ِ‫ظتُ مِ نَ النَّب‬ ْ ِ‫َحف‬
‫صالَةِ الصُّب ِْح‬ َ ‫ َو َركْ َعتَي ِْن قَبْ َل‬،ِ‫ َو َركْ َعتَي ِْن بَعْدَ الْ ِعشَاءِ فِى بَيْتِه‬،ِ‫َو َركْ َعتَي ِْن بَعْدَ الْ َمغْ ِربِ فِى بَيْتِه‬
“Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 10 rakaat (sunnah rawatib),
yaitu 2 rakaat sebelum Zhuhur, 2 rakaat sesudah Zhuhur, 2 rakaat sesudah Maghrib di
rumahnya, 2 rakaat sesudah ‘Isya di rumahnya, dan 2 rakaat sebelum Shubuh.” (HR.
Bukhari, no. 1180)
• PILIHAN 2: Shalat sunnah 12 rakaat yang mu’akadah beberapa hadits Nabi SAW,
yang menguatkan bilangan rakaat di atas, berbunyi sebagai berikut:
a) Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:

‫ضةٍ ِإالَّ َبنَى َّللاَّ ُ لَهُ َبيْتًا فِى‬ َ َ‫ى َعشْ َرةَ َركْ َعةً ت‬
َ ‫ط ُّو عًا َغي َْر فَ ِري‬ ْ َ‫ّلِل كُ َّل َي ْو ٍم ثِنْت‬ َ ُ‫َما مِ ْن َعبْ ٍد ُمسْل ٍِم ي‬
ِ َّ ِ ‫صلِى‬
ُ‫ قَالَتْ أُمُّ َحبِيبَةَ فَ َما بَ ِرحْتُ أُصَلِي ِه َّن بَعْد‬.ِ‫ِى لَهُ بَيْتٌ فِى الْ َجنَّة‬ َ ‫الْ َجنَّةِ أَ ْو ِإالَّ بُن‬
“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena
Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan
baginya sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah
radhiyallahu ‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah
meninggalkan shalat-shalat tersebut.” [HSR Muslim (no. 728)]

7
Shahih Fiqh Sunnah, 1/381.

9|Mo d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


b) Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ِ‫ت فِى الْ َجنَّة‬ ْ َ‫َم ْن صَلَّى اثْنَت‬
َ ِ‫ى عَشْ َرةَ َركْعَةً فِى يَ ْو ٍم َولَيْلَةٍ بُن‬
ٌ ْ‫ى لَهُ بِ ِه َّن بَي‬
“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah (rawatib) dalam sehari-semalam
sebanyak 12 rakaat, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah
rumah di surga.”Ummu Habibah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan
shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut langsung
dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”‘Ambasah mengatakan, “Aku
tidak pernah meninggalkan shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari sejak aku
mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah.”‘Amr bin Aws mengatakan,
“Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari sejak aku
mendengar hadits tersebut dari ‘Ambasah.” An-Nu’man bin Salim mengatakan,
“Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah 12 rakaat dalam sehari sejak aku
mendengar hadits tersebut dari ‘Amr bin Aws.” (HR. Muslim, no. 728)
c) Hadits riwayat At Tirmidzi, dari ‘Aisyah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
‫ت قَبْ َل الظُّ ْه ِر َو َركْعَتَيْ ِن بَعْدَهَا‬
ٍ ‫ى عَشْ َرةَ َركْعَةً ِم َن السُّنَّةِ بَنَى َّللاَّ ُ لَهُ بَيْتًا فِى الْ َجنَّةِ أَرْ بَ ِع َركَعَا‬
ْ َ‫َم ْن ثَابَ َر عَلَى ثِنْت‬
‫َو َركْعَتَيْ ِن بَعْدَ الْ َمغْ ِربِ َو َركْعَتَيْ ِن بَعْدَ ال ِعشَا ِء َو َركْعَتَيْ ِن قَبْ َل الفَج ِْر‬
ْ ْ

“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah 12 raka’at dalam sehari, maka Allah akan
membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. 12 raka’at tersebut adalah 4
raka’at sebelum zhuhur, 2 raka’at sesudah zhuhur, 2 raka’at sesudah maghrib, 2
raka’at sesudah ‘Isya, dan 2 raka’at sebelum shubuh.” [HR. Tirmidz no. 414, dari
‘Aisyah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]
d) Dalam riwayat Muslim yang lain juga ditambahkan keterangan: “Adapun pada
shalat Maghrib, Isya, dan Jum’at, maka Rasulullah mengerjakan shalat sunnahnya
di rumah.”
Dua belas raka’at rawatib yang dianjurkan untuk dijaga adalah: [1] empat raka’at 8
sebelum Zhuhur; [2] dua raka’at sesudah Zhuhur; [3] dua raka’at sesudah Maghrib; [4] dua
raka’at sesudah ‘Isya’; [5] dua raka’at sebelum Shubuh.
Dalam pengungkapan redaksional yang lain, ada hadits yang menyebut 12 rakaat juga
seharinya, digambarkan dalam Pilihan 4 di atas, yang menambah 2 rakaat sebelum Ashar
tetapi tanpa menyebut 2 rakaat setelah Isya. Hadits riwayat Aisyah (dari Muslim, an -Nasai,
Abu Dawud) dan Ali menceritakan bahwa Rasulullah biasa mengerjakan 2 rakaat sebelum
Ashar itu (hadits hasan dari Abu Dawud dan at-Thabrani).
Sedangkan untuk shalat sunnah ghairu mu’akadah adalah sebagai berikut di bawah ini.

8
Dikerjakan dua raka’at salam dan dua raka’at salam.

10 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Pilihan-pilihan di atas tadi adalah pengelompokan atas dasar hadits-hadits tersebut.
Ringkasnya, shalat sunnah rawatib yang muakkadah dan ghairu muakadah adalah sebagai
berikut:
• Penting dicatat bahwa ada waktu-waktu yang tidak diperbolehkan melakukan shalat
sunnah; yakni sesudah shalat Shubuh dan sesudah Ashar. Dasarnya adalah HR Bukhari-
Muslim dari Abu Hurairah dan Umar bin Khaththab: “Sesungguhnya Rasulullah
melarang shalat setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari dan setelah shalat Ashar
hingga terbenamnya matahari”.
• Shalat sunnah rawatib sebelum shalat wajib itu dilaksanakan setelah adzan dan sebelum
iqamat. Sesuai yang dipraktekkan Nabi SAW, untuk shalat-shalat sunnah bakda Magrib,
Isya dan shalat Jumat, itu dilaksanakan di rumah.
• Untuk shalat sunnah rawatib 4 rakaat (bakda Dzuhur dan sebelum Ashar) tatacara
pelaksanaannya dapat dengan 2-2 rakaat atau salam setiap rakaat; atau dengan dua kali
duduk tasyahud (tahiyat) dengan sekali salam. Keduanya memiliki dasar hukum yang
kuat.

Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib


1. Shalat Adalah Sebaik-Baik Amalan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ‫َواعْلَ ُم وا أَ َّن َخي َْر أَعْ َمالِكُمُ الصَّالَة‬
“Ketahuilah, sebaik-baik amalan bagi kalian adalah shalat.” [HR. Ibnu Majah no. 277,
Ad Darimi no. 655 dan Ahmad (5/282), dari Tsauban. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih]
2. Akan meninggikan derajat di surga karena banyaknya shalat tathowwu’ (shalat
sunnah) yang dilakukan
Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah ditanyakan
mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling
dicintai oleh Allah. Kemudian Tsauban mengatakan bahwa beliau pernah menanyakan hal
tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau menjawab,
ً‫ّلِل سَ ْجدَةً إِالَّ َرفَعَكَ َّللاَّ ُ بِهَا د ََر َجةً َو َحطَّ عَنْكَ بِهَا َخطِيئَة‬ ِ َّ ِ ‫عَلَيْكَ بِكَثْ َرةِ السُّ ُج و ِد‬
ِ َّ ِ ُ‫ّلِل فَإِنَّكَ الَ تَسْ ُجد‬
“Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah karena tidaklah engkau
bersujud pada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan meninggikan satu derajatmu
dan menghapuskan satu kesalahanmu.” [HR. Muslim no. 488] Ini baru sekali sujud. Lantas
bagaimanakah dengan banyak sujud atau banyak shalat yang dilakukan?!
3. Menutup Kekurangan Dalam Shalat Wajib
Seseorang dalam shalat lima waktunya seringkali mendapatkan kekurangan di sana-sini
sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ْ ِ‫صالَتِهِ تُسْ ُع َها ثُ ُمنُ َها سُبُ ُع َها سُدُسُ َها ُخ ُمسُ َها ُربُ ُع َها ثُلُثُ َها ن‬
‫صفُ َها‬ َ ‫ِب لَهُ ِإالَّ عُشْ ُر‬
َ ‫ف َو َما كُت‬ َ ْ‫الر ُج َل لَ َين‬
ُ ‫ص ِر‬ َّ ‫ِإ َّن‬

11 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


“Sesungguhnya seseorang ketika selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya
sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat,
sepertiga, separuh dari shalatnya.” [HR. Abu Daud no. 796 dan Ahmad (4/321), dari
‘Ammar bin Yasir. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan]
Untuk menutup kekurangan ini, disyari’atkanlah shalat sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ِ‫صالَة‬َ ‫الئِكَتِهِ َوه َُو َأعْ َل ُم انْظُ ُر وا فِى‬ َ َّ‫اس ِبهِ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َمةِ م ِْن أَعْ َمالِ ِه ُم الص‬
َ ‫الةُ َقا َل يَ ُق و ُل َربُّنَا َج َّل َوعَ َّز لِ َم‬ ُ َّ‫ب الن‬ُ َ‫ِإ َّن َأ َّو َل َما يُ َحاس‬
ٍ ‫َص ِمنْ َها شَيْئًا قَا َل انْظُ ُر وا هَ ْل لِ َعبْدِى م ِْن تَطَ ُّو‬
ُ‫ع فَ ِإ ْن كَا َن لَه‬ َ َ‫عَبْدِى أَتَ َّم َها أَ ْم نَق‬
َ ‫ص َها فَ ِإ ْن كَانَتْ تَا َّمةً كُتِبَتْ لَهُ تَا َّمةً َو ِإ ْن كَا َن انْتَق‬
‫تَطَ ُّوعٌ قَا َل أَتِ ُّم وا لِ َعبْدِى ف َِريضَتَهُ م ِْن تَ طَ ُّو ِعهِ ثُ َّم تُ ْؤ َخذُ األَعْ َما ُل عَلَى ذَاكُ ْم‬
“Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia pada
hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan
pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat
hamba-Ku, apakah sempurna ataukah memiliki kekurangan? Jika shalatnya sempurna, maka
akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun, jika shalatnya terdapat beberapa
kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah? Jika ia
memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi hamba-Ku dikarenakan shalat
sunnah yang ia lakukan. Kemudian amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.” [HR.
Abu Daud no. 864, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih]
4. Rutin mengerjakan shalat rawatib 12 raka’at dalam sehari akan dibangunkan
rumah di surga.
Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, Istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ت فِى‬ َ ِ‫َّللا لَهُ بَ يْتًا فِى الْ َجنَّةِ أَ ْو إِالَّ بُن‬
ٌ ْ‫ى لَهُ بَي‬ ُ َّ ‫ى عَشْ َرةَ َركْعَةً تَطَ ُّوعًا غَي َْر ف َِريضَةٍ إِالَّ بَنَى‬ ْ َ‫ّلِل كُ َّل يَ ْو ٍم ثِنْت‬
ِ َّ ِ ‫َما م ِْن عَبْ ٍد ُمسْل ٍِم يُصَلِى‬
ُ‫ت أصَلِي ِه َّن بَعْد‬ُ ُ ‫ قَالَتْ أُمُّ َحبِيبَةَ فَ َما بَ ِر ْح‬.ِ‫الْ َجنَّة‬
“Seorang hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena
Allah, (sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya
sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah meninggalkan shalat-shalat tersebut.”
[HSR Muslim (no. 728)]
Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan shalat sunnah rawatib, sehingga Imam
an-Nawawi mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama dalam bab: keutamaan
shalat sunnah rawatib (yang dikerjakan) bersama shalat wajib (yang lima waktu), dalam kitab
beliau Riyadhus Shaalihiin.9
Dalam riwayat lainnya, dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ِ‫ت فِى الْ َجنَّة‬ ْ َ‫« َم ْن صَلَّى اثْنَت‬
َ ِ‫ى عَشْ َرةَ َركْعَةً فِى يَ ْو ٍم َولَيْلَةٍ بُن‬
ٌ ْ‫ى لَهُ بِ ِه َّن بَي‬
“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at,
maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.”

9
Riyadhus Shalihin (bab no. 195, hal. 1409)

12 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Coba kita lihat, bagaimana keadaan para periwayat hadits ini ketika menden gar hadits
tersebut. Di antara periwayat hadits di atas adalah An Nu’man bin Salim, ‘Amr bin Aws,
‘Ambasah bin Abi Sufyan dan Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam–
yang mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung.
Ummu Habibah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas
raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut langsung dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.”
‘Ambasah mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas
raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari Ummu Habibah.”
‘Amr bin Aws mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua belas
raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari ‘Ambasah.”
An Nu’man bin Salim mengatakan, “Aku tidak pernah meninggalkan shalat sunnah dua
belas raka’at dalam sehari sejak aku mendengar hadits tersebut dari ‘Amr bin Aws.” [HR.
Muslim no. 728]
5. Keutamaan khusus Shalat Qobliyah Shubuh
Shalat sunnah qobliyah shubuh atau shalat sunnah fajr memiliki keutamaan sangat luar
biasa. Di antaranya disebutkan dalam hadits ‘Aisyah,

‫َركْعَتَا الْفَج ِْر َخي ٌْر مِ نَ الدُّنْيَا َو َما فِيهَا‬


“Dua raka’at sunnah fajar (qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.”
[HR. Muslim no. 725]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat melakukan shalat ini, sampai-
sampai ketika safar pun beliau terus merutinkannya. ‘Aisyah mengatakan,

‫ى الْفَج ِْر‬
ِ َ‫ىءٍ مِ نَ النَّ َوافِ ِل أَشَدَّ مِ نْهُ تَعَاهُدًا َعلَى َركْعَت‬
ْ َ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – َعلَى ش‬
ُّ ِ‫لَ ْم يَكُ ِن النَّب‬
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memiliki perhatian yang luar biasa untuk
shalat sunnah selain shalat sunnah fajar.” [HR. Bukhari no. 1169]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat
sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan
shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan
kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” 10
6. Keutamaan khusus yang dimiliki shalat sunnah rawatib adalah empat rakaat
sebelum dan setelah dhuhur, berdasarkan riwayat berikut:
ِ َّ‫ظ ْه ِر َوأَ ْربَ ٍع بَعْدَهَا َح َّر َمهُ َّللاَّ ُ َعلَى الن‬
‫ار‬ ُّ ‫ت قَبْ َل ال‬
ٍ ‫ظ َعلَى أَ ْربَ ِع َركَعَا‬
َ َ‫َم ْن َحاف‬
“Siapa saja yang menjaga empat rakaat sebelum dhuhur dan dua rakaat setelahnya,
maka Allah mengharamkannya atas siksa neraka,” (HR. At-Tirmidzi).

10
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Zaadul Ma’ad, 1/456, Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, 1407 H. [Tahqiq:
Syu’aib Al Arnauth, ‘Abdul Qadir Al Arnauth.

13 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


7. Masih dalam riwayat At-Tirmidzi disebutkan, empat rakaat sebelum shalat ashar
mengundang rahmat Allah subhanahu wata’ala.
‫َرحِ مَ هللاُ ا ْم َرأً صَلَّى قَبْ َل الْعَص ِْر أَ ْربَعًا‬
“Allah merahmati seseorang yang shalat sunnah empat rakaat sebelum ashar.”
8. Sementara shalat sunnah rawatib ghair muakkad dua rakaat sebelum shalat magrib dan
sebelum shalat isya, dalilnya adalah:
‫صالَةٌ )ثَالَثًا( لِ َم ْن شَا َء‬
َ ‫بَيْنَ كُ ِل أَذَانَي ِْن‬
“Di antara dua adzan itu ada shalat sunnah (3 kali) bagi dia yang menghendaki,” (HR.
Al-Bukhari).
9. Kemudian, shalat sunnah rawatib Jumat diqiyaskan kepada shalat dhuhur, baik dalam
muakkad maupun ghair muakkad-nya, yakni dua rakaat muakkad sebelum dan
setelahnya, dan dua rakaat ghair muakkad sebelum dan setelahnya, sebagaimana dalam
riwayat Muslim:
‫إذَا صَلَّى أَ َحدُكُ ْم الْ ُج ُمعَةَ فَلْيُصَ ِل بَعْدَهَا أَ ْربَعًا‬
“Jika salah seorang kalian shalat Jumat, maka shalatlah setelahnya empat rakaat.”
Tiga Model untuk Pelaksanaan Shalat Rawatib Zhuhur
Dalam melakukan shalat sunnah rawatib zhuhur ada tiga model yang bisa dilakukan:
1. Empat raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur sebagaimana telah
dikemukakan dalam hadits ‘Aisyah di atas.
2. Empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat raka’at sesudah zhuhur. Hal ini
sebagaimana terdapat dalam hadits Ummu Habibah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

ِ ‫ظ ْه ِر َوأَ ْربَ ٍع بَعْدَهَا َح ُرمَ َعلَى ال َّن‬


‫ار‬ ُّ ‫ت قَبْ َل ال‬
ٍ ‫ظ َعلَى أَ ْربَ ِع َركَعَا‬
َ َ‫َم ْن َحاف‬
“Barangsiapa merutinkan shalat sunnah empat raka’at sebelum Zhuhur dan empat
raka’at sesudah Zhuhur, maka akan diharamkan baginya neraka.” [HR.Abu Daud
no. 1269, An Nasa-i no. 1816, dan At Tirmidzi no. 428. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih]
3. Dua raka’at sebelum Zhuhur dan dua raka’at sesudah Zhuhur. Dari Ibnu ‘Umar,
beliau mengatakan,
ُّ ‫ت َركْعَتَي ِْن قَبْ َل ال‬
،‫ َو َركْعَتَي ِْن بَعْدَهَا‬،‫ظ ْه ِر‬ ٍ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – َعشْ َر َركَعَا‬ ِ ِ‫ظتُ مِ نَ النَّب‬ ْ ِ‫ف‬
‫صالَةِ الصُّب ِْح‬ َ ‫ َو َركْ َعتَي ِْن قَبْ َل‬،ِ‫ َو َركْ َعتَي ِْن بَعْدَ الْ ِعشَاءِ فِى بَيْتِه‬،ِ‫َو َركْ َعتَي ِْن بَعْدَ الْ َمغْ ِربِ فِى بَيْتِه‬
“Aku menghafal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepuluh raka’at (sunnah
rawatib), yaitu dua raka’at sebelum Zhuhur, dua raka’at sesudah Zhuhur, dua
raka’at sesudah Maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua raka’at sebelum
Shubuh.” [HR. Bukhari no. 1180]

14 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Beberapa Catatan Tentang Shalat Sunnah Rawatib
Pertama: Shalat rawatib (yang mengiringi shalat wajib) minimalnya adalah 10
rakaat, maksimalnya adalah 16 rakaat. Rawatib 16 rakaat ini adalah 2 rakaat qabliyah
Shubuh, 4 rakaat qabliyah Zhuhur, 2 rakaat bakdiyah Zhuhur, 4 rakaat qabliyah Ashar
(sebagaimana dianut dalam madzhab Syafii dan jadi pendapat sebagian ulama Hambali), 2
rakaat bakdiyah Maghrib, dan 2 rakaat bakdiyah Isya.
Dalil tentang shalat qabliyah Zhuhur 4 rakaat adalah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata,
ُّ ‫ي صَلى هللاُ َعلَيْهِ وسَلَّم كَانَ الَ يَدَعُ أَ ْربعا ً قَبْ َل ال‬
‫ظ ْه ِر‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum
Zhuhur.” (HR. Bukhari, no. 1182)
Dalil tentang shalat qabliyah Ashar 4 rakaat adalah hadits dari ‘Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
ِ‫ص ُل بَيْنَ ُه َّن ِبالتَّسْل ِِيم َعلَى ال َمالئِكَة‬
ِ ْ‫ يَف‬، ‫ت‬ ْ ‫صلِي قَبْ َل ال َعص ِْر‬
ٍ ‫أربَ َع َركَ َعا‬ َ ُ‫سلَّ َم – ي‬
َ ‫ص َّلى هللاُ َعلَيْهِ َو‬ َ –‫ي‬ ُّ َّ‫كَانَ النب‬
َ‫ َو َم ْن تَبِعَهُ ْم مِ نَ ال ُمسْلِمِينَ َوال ُمؤْ مِ نِين‬، َ‫ال ُمقَ َّربِين‬
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat empat rakaat sebelum
Ashar. Beliau memisahkan di antara empat rakaat itu dengan salam terhadap para malaikat
yang didekatklan serta kepada kaum muslimin dan mukminin yang mengikuti mereka.” (HR.
Tirmidzi, no. 429; Ibnu Majah, no. 1161; Ahmad, 1:58. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat
rawatib ketika mukim.
Aisyah radhiyallahu ‘anha, di mana ia berkata,

‫ى الْفَج ِْر‬
ِ َ‫ىءٍ مِ نَ النَّ َوافِ ِل أَشَدَّ مِ نْهُ تَعَاهُدًا َعلَى َركْعَت‬
ْ َ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – َعلَى ش‬
ُّ ِ‫لَ ْم يَكُ ِن النَّب‬
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah memiliki perhatian yang luar biasa untuk
shalat sunnah selain shalat sunnah fajar.” (HR. Bukhari, no. 1169)
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqashar shalat fardhu dan beliau tidak
mengerjakan shalat sunnah rawatib qabliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan
adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak
pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar”.11
Adapun shalat malam (tahajud), shalat Dhuha, shalat tahiyyatul masjid dan shalat
sunnah mutlak lainnya, masih boleh dilakukan ketika safar. Sebagaimana penjelasan Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Majmu’ Fatawa-nya (15:258).

11
Zaad Al-Ma’ad, 1:456

15 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Ketiga: Shalat Sunnah bakdiyah Maghrib setelah surah Al-Fatihah membaca
surah Al-Kafirun pada rakaat pertama dan membaca surah Al-Ikhlas pada rakaat
kedua. Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

َّ ‫ يَقْ َرأُ فِى‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ َّ‫سمِ عْتُ مِ ْن َرسُو ِل َّللا‬
َّ ‫الركْ َعتَي ِْن بَعْدَ الْ َمغْ ِربِ َوفِى‬
‫الركْ َعتَي ِْن‬ َ ‫ْصى َما‬ ِ ‫َما أُح‬
ٌ‫قَبْ َل صَالَةِ الْفَج ِْر بِ (قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَاف ُِرونَ ) َو (قُلْ ه َُو َّللاَّ ُ أَ َحد‬
“ Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surah pada shalat dua rakaat bakdiyah Maghrib dan
pada shalat dua rakaat qabliyah shubuh yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surah Al-Kafirun)
dan qul huwallahu ahad (surah Al-Ikhlash).” (HR. Tirmidzi, no. 431. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih).
Keempat: Shalat Sunnah Fajar dilakukan ringan.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

ِ ‫ كَانَ يُصَلِي َركْعتَي ِْن َخفِيفَتَي ِْن بَيْنَ النِدَاءِ َو‬،‫ي صَلى هللاُ َعلَيْهِ وسَلَّم‬
‫اإلقَامةِ مِ ْن صَالة الصُّب ِْح‬ َّ ِ‫أَ َّن النَّب‬
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat dua rakaat yang
ringan di antara azan dan iqamah shalat Shubuh. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 618
dan Muslim, no. 724)
Kelima: Ada anjuran tidur setelah shalat Sunnah Fajar.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
‫صلَّى َركْ َعتَي ِْن‬
َ ‫طلَ َع الْفَج ُْر‬
َ ‫ فَ ِإذَا‬، ً‫صلِى مِ نَ اللَّيْ ِل ِإ ْحدَى َعشْ َرةَ َركْ َعة‬ َ ُ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – ي‬ ُّ ‫كَانَ ال َّن ِب‬
ُ‫ َحتَّى يَ ِجىءَ الْ ُم َؤ ِذنُ فَيُؤْ ِذنَه‬، ‫ط َج َع َعلَى ِشقِهِ األَيْ َم ِن‬ ْ ‫ ثُمَّ ا‬، ‫َخفِيفَتَي ِْن‬
َ ‫ض‬
“ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam sebanyak 11
raka’at. Jika telah terbit Fajar Shubuh (masuk azan Shubuh, -pen), beliau mengerjakan shalat
dua raka’at yang ringan. Setelah itu beliau berbaring pada sisi kanan hingga muazin
mengumandangkan iqamah.” (HR. Bukhari, no. 6310 dan Muslim, no. 736)
Imam Nawawi rahimahullah katakan dalam Riyadhus Sholihin,
َ‫س َواءٌ كَانَ تَ َه َّجدَ ِباللَّيْ ِل أَ ْم ال‬ ِ ‫اع بَعْدَ َركْ َعتَي الفَج ِْر َعلَى َجنْ ِبهِ األَيْ َم ِن َوال َح‬
َ ِ‫ث َعلَيْه‬ ِ ‫بَابُ اسْتِ ْحبَابِ االضْطِ َج‬
“Bab 198. Sunnahnya Berbaring Setelah Dua Rakaat Qabliyah Shubuh dengan Sisi
Tubuh yang Kanan, Baik Itu Setelah Shalat Tahajud maupun Tidak.”
Keenam: Shalat Sunnah rawatib tidak disyariatkan berjamaah dan dianjurkan
dilakukan di rumah.
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َ‫أَفْضَ ُل صَالَةِ الْ َم ْرءِ فِى بَيْتِهِ إِالَّ الْ َمكْتُوبَة‬
“ Sebaik-baik shalat seseorang adalah di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR.
Bukhari, no. 731 dan Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)

16 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
melaksanakan hampir seluruh shalat sunnahnya–yaitu shalat sunnah yang tidak memiliki
sebab–di rumahnya, lebih-lebih shalat sunnah maghrib. Tidak dinukil sama sekali dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam kalau beliau melaksanakan shalat sunnah tersebut di masjid”.12
Shalat rawatib terkait dengan shalat Magrib, Isya dan shalat Jumat, lebih afdol
dilaksanakan di rumah. Itu jika masjid/surau tempat shalat wajib berjamaah itu dilakukan
letaknya dekat rumah. Jika letaknya cukup jauh, atau misalnya di tempat kerja atau saat
bepergian, tentu saja tidak perlu menunggu pulang ke rumah dulu, melainkan dikerjakan di
masjid/mushala itu juga. Jika kita sedang bepergian, maka tidak disunnahkan shalat sunnah
rawatib kecuali shalat sunat fajar dan witir sebagaimana hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Keenam, Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang yang
menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara kontinyu,
sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha, perawi
hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama.
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan secara kontinyu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah
Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu dikerjakan meskipun sedikit.” [HSR al-Bukhari (no.
6099) dan Muslim (no. 783)]
Ketujuh, Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada waktunya
karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia boleh mengqadha
(menggantinya) di waktu lain. Ini ditunjukkan dalam banyak hadits shahih.13
Masalah mengqodho shalat sunnah rawatib adalah suatu yang diperselisihkan para
ulama. Ulama Hanafiyah, ulama Malikiyah serta pendapat yang masyhur di kalangan
Hambali, shalat rawatib tersebut tidak diqodho selain shalat sunnah Fajr (2 raka’at sebelum
Shubuh). Shalat tersebut boleh diqodho’ setelah waktunya.
Sedangkan ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat sunnah ada dua macam, ada
yang muaqqot (dibatasi waktunya) dan ada yang ghoiru muaqqot (tidak dibatasi waktunya).
Shalat sunnah yang tidak dibatasi waktunya -seperti shalat kusuf (gerhana), shalat istisqo’
(minta hujan), dan shalat tahiyatul masjid-, tidak ada qodho’ pada shalat sunnah tersebut.
Adapun shalat sunnah yang dibatasi waktunya –seperti shalat ‘ied, shalat Dhuha, shalat
rawatib (yang mengiringi shalat wajib), maka menurut pendapat terkuat di kalangan
Syafi’iyah, shalat seperti itu diqodho’. Pendapat ini juga masyhur di kalangan Hambali.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pendapat terkuat menurut ulama Syafi’iyah
adalah qodho dalam shalat sunnah rawatib tetap disunnahkan. Demikianlah yang menjadi
pendapat Muhammad Al Muzani dan Ahmad dalam salah satu pendapat. Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, dan Abu Yusuf dalam salah satu pendapat mereka menyatakan bahwa shalat
sunnah rawatib tersebut tidak perlu diqodho’. (Al Majmu’, 4/43)

12
Zaad Al-Ma’ad, 1:298
13
Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 29, 33-34)

17 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Namun pendapat yang menyatakan boleh diqodho’ itulah yang lebih kuat (rojih).
Alasannya adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫طلُ ُع الشَّ ْم‬


‫س‬ ْ َ‫صلِ ِه َما بَعْدَ َما ت‬
َ ُ‫ى الْفَج ِْر فَلْي‬
ِ َ‫ص ِل َركْ َعت‬
َ ُ‫َم ْن لَ ْم ي‬
“ Barangsiapa yang tidak shalat dua raka’at sebelum Shubuh, maka hendaklah ia
shalat setelah terbitnya matahari.” (HR. Tirmidzi no. 423, kata Syaikh Al Albani hadits ini
shahih)
Begitu pula hadits Ummu Salamah dalam Bukhari dan Muskim bahwa Nabi shallalahu
‘alaihi wa sallam mengqodho’ dua raka’at setelah Zhuhur dilakukan setelah ‘Ashar. Beliau
melakukan demikian karena beliau sibuk mengurus urusan Bani ‘Abdil Qois.
Juga ada hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

ُ‫صالَّه َُّن بَعْدَه‬ ُّ ‫ص ِل أَ ْربَعًا قَبْ َل ال‬


َ ‫ظ ْه ِر‬ َّ ‫أَ َّن النَّ ِب‬
َ ُ‫ كَانَ ِإذَا لَ ْم ي‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬
“ Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat rawatib 4 raka’at
sebelum Zhuhur, beliau melakukannya setelah shalat Zhuhur.” (HR. Tirmidzi no. 426. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Juga ada hadits dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ َ‫َم ْن نَامَ َع ِن الْ ِوتْ ِر أَ ْو نَ ِسيَهُ فَلْيُصَ ِل إِذَا ذَك ََر َوإِذَا اسْتَيْق‬
‫ظ‬
“ Barangsiapa yang ketiduran dan keluputan shalat witir atau lupa mengerjakannya,
maka kerjakanlah shalat tersebut ketika ingat atau ketika terbangun.” (HR. Tirmidzi no. 465
dan Ibnu Majah no. 1188. Kata Syaikh Al Albani, hadits ini shahih)

(b) SHALAT TAHAJJUD

Tahajud secara bahasa berarti berupaya melawan atau meninggalkan tidur; sementara
secara istilah fiqih adalah shalat sunnah malam hari yang dilakukan setelah tidur. Hukum
shalat tahajud adalah sunnah berdasarkan ijmâ’ ulama. Kesunnahannya bersifat muakkad atau
sangat kuat karena selalu dilakukan oleh Nabi Muhammad ‫ﷺ‬.14
Keutamaan shalat Tahajud disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits yang sangat banyak,
di antaranya sebagai berikut:
‫َو ِم َن اللَّيْ ِل فَتَهَ َّجدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَ ْن يَبْعَثَكَ َربُّكَ َمقَا ًما َم ْح ُم ودًا‬
"Dan dari sebagian malam shalat tahajudlah kamu (Muhammad ‫ )ﷺ‬dengan membaca
Al-Qur’an (di dalamnya) sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu
menempatkanmu pada tempat yang terpuji" (QS al-Isra: 79).

14
Al-Bakri bin as-Sayyid Muhammad Syattha ad-Dimyathi, Hâsyiyyah I’ânatuth Thâlibîn, I: 267; Muhammad
as-Syirbini al-Khatib, al-Iqnâ’ fî Halli Alfazhi Abî Syujâ’, I: 116

18 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


َ ‫يال َو ِم َن اللَّيْ ِل فَاسْ ُجدْ لَهُ َو‬
ً ‫س ِب ْحهُ لَي ًْال طَ ِو‬
‫يال‬ ً ‫ص‬ِ َ‫َواذْكُ ِر اسْ َم َر ِبكَ بُكْ َر ًة َوأ‬
“Dan sebutlah nama Rabb-mu pada (waktu) pagi dan petang. Dan pada sebagian dari
malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang
di malam hari.” [Al-Insaan/76: 25-26].
َ َ‫َو ِم َن اللَّيْ ِل فَسَ ِب ْحهُ َو َأدْب‬
‫ار السُّجُو ِد‬
“Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat.”
[Qaaf/50: 40].
‫وم‬ َ َ‫ص ِبرْ لِ ُحكْ ِم َر ِبكَ فَ ِإنَّكَ ِبأَعْيُنِنَا ۖ َوسَ ِب ْح ِب َح ْم ِد َر ِبكَ حِ ي َن تَقُ و ُم َو ِم َن اللَّيْ ِل فَسَ ِب ْحهُ َو ِإدْب‬
ِ ‫ار النُّ ُج‬ ْ ‫َوا‬
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Rabb-mu, maka sesungguhnya kamu
berada dalam penglihatan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabb -mu ketika kamu
bangun berdiri, dan bertasbihlah kepada-Nya pada be-berapa saat di malam hari dan waktu
terbenam bintang-bintang (di waktu fajar).” [Ath-Thuur/52: 48-49]
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun memuji para hamba-Nya yang shalih yang senantiasa
melakukan shalat malam dan bertahajjud, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ ْ ‫ِيال ِم َن اللَّيْ ِل َما َي ْه َج ُع و َن َو ِب‬
‫األسْ َح ِار هُ ْم َيسْتَغْف ُِر و َن‬ ً ‫كَانُوا قَل‬

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir-akhir malam mereka
memohon ampun (kepada Allah).” [Adz-Dzaariyaat/51: 17-18]
Dari Asma’ binti Yazid Radhiyallahu anha, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
،‫ سَيَعْلَمُ أَهْ ُل الْ َج ْم ِع اَلْيَ ْومَ َم ْن أَ ْولَى بِالْك ََر ِم‬:‫ق‬
ُ ِ‫ت يَسْ َم ُع الْ َخالَئ‬ ٍ ‫ َجاءَ ُمنَا ٍد فَنَادَى بِصَ ْو‬،ِ‫إِذَا َج َم َع هللاُ اْألَ َّولِيْ َن َواْْلخِ ِريْ َن يَ ْومَ الْقِيَا َمة‬
.‫ لِيَقُمَ الَّ ِذيْ َن كاَنَتْ (تَتَ َجافَى ُجن ُْوبُهُ ْم) فَيَقُ ْو ُم ْو َن َوهُ ْم قَلِيْ ٌل‬:‫ثُمَّ يَرْ ِج ُع فَيُنَادِي‬
“Bila Allah mengumpulkan semua manusia dari yang pertama hingga yang terakhir
pada hari Kiamat kelak, maka datang sang penyeru lalu memanggil dengan suara yang
terdengar oleh semua makhluk, ‘Hari ini semua yang berkumpul akan tahu siapa yang pantas
mendapatkan kemuliaan!’ Kemudian penyeru itu kembali seraya berkata, ‘Hendaknya orang-
orang yang ‘lambungnya jauh dari tempat tidur’ bangkit, lalu mereka bangkit, sedang jumlah
mereka sedikit.”15
:‫الصيَ ِام أَفْضَ ُل بَعْدَ شَ ْه ِر َر َمضَانَ؟ فَقَا َل‬ِ ‫ي‬ ُّ َ‫ي الص ََّالةِ أَفْضَ ُل بَعْدَ الْ َمكْتُ وبَةِ وأ‬ُّ َ‫ سُئِ َل أ‬:‫ قَا َل‬.ُ‫ي هللاُ عَنْهُ يَرْ فَعُه‬ ِ ‫عَ ْن أَبِى ه َُري َْرةَ َر‬
َ ‫ض‬
. ‫هللا الْ ُم َح َّر ِم‬
ِ ‫ص َيا ُم شَ ْه ِر‬
ِ ‫ضا َن‬
َ ‫الص َي ِام َب ْعدَ شَ ْه ِر َر َم‬
ِ ‫ض ُل‬ َ ْ‫ي َج ْوفِ اللَّيْ ِل َوأَف‬ ْ ِ‫ض ُل الص ََّالةِ َب ْعدَ الص ََّالةِ الْ َمكْتُ و َبةِ الصَّالَةُ ف‬
َ ْ‫أَف‬
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dan ia marfu’kan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, ia
berkata: ‘Nabi ‫ ﷺ‬ditanya shalat apa yang paling utama setelah shalat Maktubah dan puasa
apa yang paling utama setelah puasa bulan Ramadhan?’ Lalu Nabi ‫ ﷺ‬menjawab: ‘Shalat
paling utama setelah shalat Maktubah adalah shalat di tengah malam dan puasa paling
utama setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa bulan Allah, Muharam’,” (HR Muslim).
ُ ْ‫ عَلَيْكُ ْم ِبقِيَ ِام اللَّيْ ِل فَ ِإنَّهُ دَأ‬:‫صلَّى هللاُ عَلَيْهِ َوسَلَّ َم قَا َل‬
‫ َوه َُو قُرْ بَةٌ لَ ُك ْم‬.‫ب الصَّالِحِ ي َن قَبْلَكُ ْم‬ َ ِ‫ عَ ْن َرسُو ِل هللا‬،‫ِي‬ ِ ‫عَ ْن أَ ِبي أُ َما َمةَ الْبَاهِل‬
‫ هذا حديث صحيح على شرط البخاري‬:‫ رواه الحاكم وقال‬.‫اإلثْ ِم‬ ِ ْ ‫ت َو َمنْ َهاةٌ عَ ِن‬
ِ ‫ِإلَى َر ِبكُ ْم َو ُمكَف ٌِر لِلس َِّيئَا‬

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam al-Musnadul Kabiir (IV/373) dari hadits Asma’ binti Yazid
15

Radhiyallahu anha. Juga diriwayatkan oleh al-Mundziri dalam at-Targhiib wat-Tarhiib, (I/215)

19 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


“Diriwayatkan dari Abu Umamah al-Bahili ra, dari Rasulullah ‫ﷺ‬, beliau bersabda:
‘Kalian lakukanlah terus qiyâmyul lail (dengan melakukan shalat Tahajud), karena hal itu
merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian. Qiyâmul lail (dengan
melakukan shalat Tahajud) merupakan ibadah kalian kepada Tuhan kalian, melebur
berbagai kesalahan dan mencegah dari dosa’,” (HR al-Hakim dan ia berkata, “Ini adalah
hadits shahih sesuai syarat al-Bukhari).
Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.ٍ‫ َو َذلِكَ كُ َّل لَيْلَة‬،ُ‫ الَ ي َُوافِقُ َها َرجُـ ٌل ُمسْلِ ٌم يَسْأَ ُل هللاَ َخي ًْرا م ِْن أَ ْم ِر الدُّنْيَا َواْْلخِ َر ِة ِإالَّ أَعْطَاهُ ِإيَّاه‬،ً‫ِإ َّن فِي اللَّيْ ِل لَسَاعَـة‬
“ Sesungguhnya di malam hari terdapat waktu tertentu, yang bila seorang muslim
memohon kepada Allah dari kebaikan dunia dan akhirat pada waktu itu, maka Allah pasti
akan memberikan kepadanya, dan hal tersebut ada di setiap malam.” [HR. Muslim dalam
kitab Shalaatul Musaafiriin, bab Fil Laili Saa’tun Mustajaabun fii had Du’aa’, (hadits no.
757)]
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Hadits ini menetapkan adanya waktu
dikabulkannya do’a pada setiap malam, dan mengandung dorongan untuk selalu berdo’a di
sepanjang waktu malam, agar mendapatkan waktu itu.” 16
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‫ قَا َمتْ ِم َن اللَّيْ ِل‬،ً‫ َو َرحِ َم هللاُ اِ ْم َرأَة‬،‫ي َو ْج ِه َها الْ َما َء‬
ْ ِ‫ فَ ِإ ْن أَبَتْ نَضَ َح ف‬، ْ‫صلَّت‬ َ َ‫ َوأَيْقَظَ اِ ْم َرأَتَهُ ف‬،‫صلَّى‬
َ َ‫ قَا َم ِم َن اللَّيْ ِل ف‬،ً‫َرحِ َم هللاُ َرجُـال‬
.‫ي َو ْج ِههِ الْ َما َء‬
ْ ِ‫ فَ ِإ ْن أَبَى نَضَ َحتْ ف‬،‫ َو أَيْقَظَتْ زَ ْو َج َها‬، ْ‫صلَّت‬ َ َ‫ف‬
“ Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di waktu malam lalu shalat
dan ia pun membangunkan isterinya lalu sang istri juga shalat. Bila istri tidak mau bangun
ia percikkan air ke wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun di waktu
malam lalu ia shalat dan ia pun membangunkan suaminya. Bila si suami enggan untuk
bangun ia pun memercikkan air ke wajahnya.” [HR. Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah, Ibnu
Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim]
Dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ‫ كُتِبَا ِم َن الذَّاك ِِريْ َن هللاَ كَثِي ًْرا َوالذَّاك َِرا‬،‫َم ِن اسْتَيْقَظَ ِم َن اللَّيْ ِل َوأَيْقَظَ أَهْلَهُ فَصَلَّيَا َركْعَتَيْ ِن َج ِميْعًا‬
.‫ت‬
“ Barangsiapa yang bangun di waktu malam dan ia pun membangunkan isterinya lalu
mereka shalat bersama dua raka’at, maka keduanya akan dicatat termasuk kaum laki-laki
dan wanita yang banyak berdzikir kepada Allah.” [HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban]
Dan masih banyak lagi hadits tentang keutamaan shalat Tahajjud atau atau malam
lainnya.

16
Lihat Shahiih Muslim bi Syarhin Nawawi (VI/36)

20 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Ketentuan Rakaat dan Bacaan Surat
Shalat Tahajud dapat dilakukan setelah bangun tidur di malam hari. Tidak ada batas
maksimal jumlah rakaatnya. Hendaknya setiap malam tidak dikosongkan dari shalat Tahajjud,
meskipun dua rakaat.
Adapun bacaan surat setelah al-Fatihah dapat memilih surat mana saja dalam Al-
Qur’an. Baik surat pendek maupun surat panjang. Namun menurut Al-Habib Abdullah Al-
Haddad, hendaknya yang dibaca adalah Al-Qur’an mulai awal dan seterusnya, sehingga tiap
bulan, tiap 40 hari, atau jangka waktu yang lebih banyak atau sedikit dari waktu tersebut orang
dapat mengkhatamkan Al-Qur’an dalam shalat Tahajud, sesuai kadar kesemangatannya. Hal
ini seiring firman Allah,
‫فَاقْ َرءُ وا َما تَيَس ََّر ِم َن الْقُرْ آ ِن‬
“ … Maka bacalah apa yang mudah dari Al-Qur’an.” (QS al-Muzammil: 20)17

Tata Cara, Niat, dan Doa


Shalat Tahajud dapat dilaksanakan sebagaimana shalat-shalat sunnah lainnya, yaitu dua
rakaat salam sebagaimana berikut:
1. Mengucapkan niat shalat Tahajud, boleh diawali dengan usholli boleh tidak, yang
penting tetap niat. Dan tempatnya niat di hati. Jika pakai usholli, berikut
contohnya:
‫ّلِل تَعَا َلى‬ ْ ِ‫أُصَل‬
ِ ٰ ِ ‫ي سُنَّةَ التَهَ ُّج ِد َركْعَتَي ِْن‬
Ushallî sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillâhi ta‘âlâ.
Artinya, “Aku menyengaja shalat sunnah Tahajud dua rakaat karena Allah
ta’ala.”
2. Niat dalam hati bersamaan takbîratul ihrâm, dan seterusnya sampai salam setelah
dua rakaat.
3. Setelah salam atau selesai seluruh shalat kemudian membaca doa yang dianjurkan
dibaca seusai shalat tahajud dengan doa Rasulullah ‫ ﷺ‬ini diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari dan Muslim, berikut:

‫ض َو َم ْن‬ ِ ‫ت واْأل َ ْر‬ ِ ‫ َولَكَ الْ َح ْمدُ أَنْتَ َملِكُ السَّ َم َوا‬.‫ض َو َم ْن فِيْ ِه َّن‬ ِ ‫ت َواْأل َ ْر‬ ِ ‫اَللهم َربَّنَا لَكَ الْ َح ْمدُ أَنْتَ قَيِمُ السَّ َم َوا‬
َ‫ َولِقَا ُءك‬،‫ َو َو ْعدُكَ الْ َح ُّق‬،‫ َولَكَ الْ َح ْمدُ أَنْتَ الْ َح ُّق‬.‫ض َو َم ْن فِيْ ِه َّن‬ ِ ‫ت َواْأل َ ْر‬ ِ ‫ َولَكَ الْ َح ْمدُ أَنْتَ نُ ْو ُر السَّ َم َوا‬.‫فِيْ ِه َّن‬
.‫ َوالسَّا َعةُ َح ٌّق‬،‫ َو ُم َح َّمدٌ صَلَّى هللاُ َعلَيْهِ َوسَلَّمَ َح ٌّق‬،‫ َوالنَّبِي ُّْو نَ َح ٌّق‬،‫ار َح ٌّق‬ ُ َّ‫ َوالن‬،‫ َوالْ َجنَّةُ َح ٌّق‬،‫ َوقَ ْولُكَ َح ٌّق‬،‫َح ٌّق‬
‫ي َما‬ ْ ِ‫ فَا ْغف ِْر ل‬، ُ‫ َو ِإلَيْكَ َحاكَ ْمت‬، ُ‫ص ْمت‬ َ ‫ َو ِبكَ خَا‬، ُ‫ َو ِإلَيْكَ أَنَبْت‬، ُ‫ َو َعلَيْكَ ت ََوكَّلْت‬، ُ‫ َو ِبكَ آ َمنْت‬، ُ‫اَللهم لَكَ أَسْلَ ْمت‬
. َ‫ أَنْتَ الْ ُمقَ ِدمُ َوأَنْتَ الْ ُم َؤخِ ُر ْل اِلَهَ ِإ َّال أَنْت‬. ‫قَدَّ ْمتُ َو َما أَ َّخ ْرتُ َو َما أَس َْر ْرتُ َو َما أَ ْعلَنْتُ َو َما أَنْتَ أَ ْعلَمُ بِهِ مِ نِي‬
ِ‫َو َال َح ْو َل َو َال قُ َّوةَ إِ َّال بِالل‬

17
Ad-Dimyathi, Hâsyiyyah I’ânatuth Thâlibîn, juz I, halaman 267

21 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Allâhumma rabbanâ lakal hamdu. Anta qayyimus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna.
Wa lakal hamdu anta mâlikus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu anta
nûrus samâwâti wal ardhi wa man fî hinna. Wa lakal hamdu antal haqq. Wa wa‘dukal haqq.
Wa liqâ’uka haqq. Wa qauluka haqq. Wal jannatu haqq. Wan nâru haqq. Wan nabiyyûna
haqq. Wa Muhammadun shallallâhu alaihi wasallama haqq. Was sâ‘atu haqq. Allâhumma
laka aslamtu. Wa bika âmantu. Wa ‘alaika tawakkaltu. Wa ilaika anabtu. Wa bika khâshamtu.
Wa ilaika hâkamtu. Fagfirlî mâ qaddamtu, wa mâ akhkhartu, wa mâ asrartu, wa mâ a‘lantu,
wa mâ anta a‘lamu bihi minnî. Antal muqaddimu wa antal mu’akhkhiru. Lâ ilâha illâ anta.
Wa lâ haula, wa lâ quwwata illâ billâh.
Artinya, “Ya Allah, Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Engkau penegak langit, bumi,
dan makhluk di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau penguasa langit, bumi, dan makhluk
di dalamnya. Segala puji bagi-Mu, Engkau cahaya langit, bumi, dan makhluk di dalamnya.
Segala puji bagi-Mu, Engkau Maha Benar. Janji-Mu benar. Pertemuan dengan-Mu kelak itu
benar. Firman-Mu benar adanya. Surga itu nyata. Neraka pun demikian. Para nabi itu benar.
Demikian pula Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬itu benar. Hari Kiamat itu benar. Ya Tuhanku, hanya
kepada-Mu aku berserah. Hanya kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah.
Hanya kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya pada-Mu dasar
putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah lalu dan yang terkemudian, dosa yang
kusembunyikan dan yang kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku.
Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha Terkemudian. Tiada Tuhan selain
Engkau. Tiada daya upaya dan kekuatan selain pertolongan Allah.”

(c) SHALAT DHUHA


Kata dhuha secara bahasa adalah nama untuk awal siang hari (pagi); sedangkan shalat
Dhuha dalam fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan di waktu dhuha. Yaitu, mulai
matahari terbit seukuran satu tombak (tujuh hasta atau 2,5 meter) sampai waktu zawâl (saat
matahari tergelincir ke arah barat), yang jika dikonversi dalam pengertian sekarang kira-kira
sejak pukul 7 hingga waktu dzuhur.Hukumnya sunnah muakkadah.18
Abu Hurairah berkata: Kekasihku Nabi SAW mewasiatkan kepada saya tiga perkara :
“Berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, shalat dhuha dua rakaat dan shalat witir sebelum
saya tidur”. (HR. Bukhari-Muslim dari Anas)
Berapa rakaat jumlah shalat dhuha? Jumlah rakaat shalat dhuha bisa dua, empat,
delapan atau 12 rakaat; dilakukan dengan dua rakaat sekali salam.
Sejumlah hadits sahih yang sampai kepada kita menunjukkan bahwa Nabi
melaksanakan shalat dhuha 12 rakaat manakala malam sebelumnya beliau tidak sempat shalat
malam lantaran ketiduran, kelelahan atau sakit. Hal ini menegaskan betapa Rasulullah
memperbanyak shalat-shalat sunnah secara proaktif. Karena malam sebelumnya tidak sempat

Al-Bakri bin as-Sayyid Muhammad Syattha ad-Dimyathi, Hâsyiyyah I’ânatut Thâlibîn, juz I: 253; dan Abu
18

Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, juz IV: 36

22 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


shalat sunnah tahajud, maka seolah-olah beliau menggantinya dengan memperbanyak jumlah
rakaat pada saat shalat dhuha.
Banyak yang belum memahami keutamaan shalat yang satu ini. Ternyata shalat Dhuha
bisa senilai dengan sedekah dengan seluruh persendian. Shalat tersebut juga akan
memudahkan urusan kita hingga akhir siang. Ditambah lagi shalat tersebut bisa menyamai
pahala haji dan umrah yang sempurna. Juga shalat Dhuha termasuk shalat orang-orang yang
kembali taat.
Di antara keutamaan shalat Dhuha adalah:
Pertama: Mengganti sedekah dengan seluruh persendian
Shalat dhuha juga dipahami sebagai bentuk syukur kepada Allah. Syukur yang sunnah
yaitu melaksanakan hal-hal yang sunnah setelah yang wajib. Syukur yang sunnah bisa
diwakili dengan mengerjakan shalat dhuha dua rakaat. Hal itu tercermin dari hadits riwayat
Muslim sebagai berikut:
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
‫يرةٍ صَدَقَةٌ َوأَ ْم ٌر‬
َ ِ‫صبِ ُح عَلَى كُ ِل سُالَ َمى م ِْن أَ َح ِدكُ ْم صَدَقَةٌ فَكُ ُّل تَسْبِي َحةٍ صَدَقَةٌ َوكُ ُّل تَ ْحمِيدَةٍ صَدَقَةٌ َوكُ ُّل تَ ْهلِيلَةٍ صَدَقَةٌ َوكُ ُّل تَكْب‬
ْ ُ‫ي‬
‫ئ م ِْن ذَلِكَ َركْعَتَا ِن يَرْ كَعُهُ َما ِم َن الضُّ َحى‬ ُ ‫بِالْ َمعْ ُر وفِ صَدَقَة َونَ ْهىٌ عَ ِن ال ُمنْك َِر صَدَقَة َويُج ِْز‬
ٌ ْ ٌ

“ Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk
bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setia p bacaan tahmid
(alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai
sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula
amar ma’ruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran)
adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha
sebanyak 2 raka’at” (HR. Muslim no. 720).
Padahal persendian yang ada pada seluruh tubuh kita sebagaimana dikatakan dalam
hadits dan dibuktikan dalam dunia kesehatan adalah 360 persendian. ‘Aisyah pernah
menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ِ ْ‫ق كُ ُّل إِنْسَا ٍن م ِْن بَنِى آدَمَ عَلَى ِستِي َن َوثَالَثِ َمائَةِ َمف‬
‫ص ٍل‬ َ ِ‫إِنَّهُ ُخل‬
“ Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan dalam keadaan memiliki
360 persendian” (HR. Muslim no. 1007).
Hadits ini menjadi bukti selalu benarnya sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun sedekah dengan 360 persendian ini dapat digantikan dengan shalat Dhuha
sebagaimana disebutkan pula dalam hadits dari Abu Buraidah, beliau mengatakan bahwa
beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َّللا‬ ُ ‫ قَالُ وا فَ َم ِن الَّذِى يُطِي‬.» ً‫صدَقَة‬
ِ َّ ‫ق ذَلِكَ َيا َرسُو َل‬ َ ‫ص ٍل ِمنْ َها‬ ِ ْ‫ع ْن كُ ِل َمف‬َ ‫ق‬ َ َ‫ص ٍل فَ َعلَيْهِ أَ ْن َيت‬
َ َّ‫صد‬ ِ ْ‫سا ِن ِس ُّت و َن َوثَالَثُمِائَةِ َمف‬
َ ‫فِى ا ِإل ْن‬
ِ ‫ىءُ تُنَحِ يهِ عَ ِن الطَّ ِري‬
ُ ‫ق فَ ِإ ْن لَ ْم تَقْدِرْ ف ََركْ َعتَا الضُّ َحى تُج ِْز‬
َ‫ئ عَنْك‬ ْ َّ‫قَا َل « النُّخَاعَةُ فِى الْ َمس ِْج ِد تَدْفِنُ َها أَ ِو الش‬
“ Manusia memiliki 360 persendian. Setiap persendian itu memiliki kewajiban untuk
bersedekah.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu siapa yang mampu bersedekah dengan
seluruh persendiannya, wahai Rasulullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas

23 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


mengatakan, “Menanam bekas ludah di masjid atau menyingkirkan gangguan dari jalanan.
Jika engkau tidak mampu melakukan seperti itu, maka cukup lakukan shalat Dhuha dua
raka’at.” (HR. Ahmad, 5: 354. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
shahih ligoirohi)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits dari Abu Dzar adalah dalil yang
menunjukkan keutamaan yang sangat besar dari shalat Dhuha dan menunjukkannya
kedudukannya yang mulia. Dan shalat Dhuha bisa cukup dengan dua raka’at” (Syarh Muslim,
5: 234).
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Hadits Abu Dzar dan
hadits Buraidah menunjukkan keutamaan yang luar biasa dan kedudukan yang mulia dari
Shalat Dhuha. Hal ini pula yang menunjukkan semakin disyari’atkannya shalat tersebut. Dua
raka’at shalat Dhuha sudah mencukupi sedekah dengan 360 persendian. Jika memang
demikian, sudah sepantasnya shalat ini dapat dikerjakan rutin dan terus menerus” (Nailul
Author, 3: 77)
Kedua: Akan dicukupi urusan di akhir siang
Dari Nu’aim bin Hammar Al Ghothofaniy, beliau mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ُ‫ت م ِْن أَ َّو ِل النَّهَ ِار أَكْفِكَ آخِ َره‬
ٍ ‫قَا َل َّللاَّ ُ عَ َّز َو َج َّل يَا ابْ َن آدَمَ الَ تَعْ ِج ْز عَ ْن أَرْ بَ ِع َركَعَا‬
“ Allah Ta’ala berfirman: Wahai anak Adam, janganlah engkau tinggalkan empat
raka’at shalat di awal siang (di waktu Dhuha). Maka itu akan mencukupimu di akhir siang.”
(HR. Ahmad (5/286), Abu Daud no. 1289, At Tirmidzi no. 475, Ad Darimi no. 1451 . Syaikh
Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Penulis ‘Aunul Ma’bud –Al ‘Azhim Abadi- menyebutkan, “Hadits ini bisa mengandung
pengertian bahwa shalat Dhuha akan menyelematkan pelakunya dari berbagai hal yang
membahayakan. Bisa juga dimaksudkan bahwa shalat Dhuha dapat menjaga dirinya dari
terjerumus dalam dosa atau ia pun akan dimaafkan jika terjerumus di dalamnya. Atau
maknanya bisa lebih luas dari itu.” (‘Aunul Ma’bud, 4: 118)
At Thibiy berkata, “Yaitu engkau akan diberi kecukupan dalam kesibukan dan
urusanmu, serta akan dihilangkan dari hal-hal yang tidak disukai setelah engkau shalat hingga
akhir siang. Yang dimaksud, selesaikanlah urusanmu dengan beribadah pada Allah di awal
siang (di waktu Dhuha), maka Allah akan mudahkan urusanmu di akhir siang.” (Tuhfatul
Ahwadzi, 2: 478).
Ketiga: Mendapat pahala haji dan umrah yang sempurna
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ قَا َل قَا َل‬.» ٍ‫س ثُمَّ صَلَّى َركْعَتَيْ ِن كَانَتْ لَهُ كَأَج ِْر َح َّجةٍ َوعُ ْم َرة‬
ُ ‫« َم ْن صَلَّى الْغَدَاةَ فِى َج َماعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُ ُر َّللاَّ َ َحتَّى تَطْلُ َع الشَّ ْم‬
ٍ‫ « تَا َّمةٍ تَا َّمةٍ تَا َّمة‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ َّ‫َرسُو ُل َّللا‬
“ Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk
sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua
raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala

24 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi no. 586. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Al Mubaarakfuri rahimahullah dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At Tirmidzi
(3: 158) menjelaskan, “Yang dimaksud ‘kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at’ yaitu
setelah matahari terbit. Ath Thibiy berkata, “Yaitu kemudian ia melaksanakan shalat setelah
matahari meninggi setinggi tombak, sehingga keluarlah waktu terlarang untuk shalat. Shalat
ini disebut pula shalat Isyroq. Shalat tersebut adalah waktu shalat di awal waktu.”
Keempat: Termasuk shalat awwabin (orang yang kembali taat)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
‫ وهي صالة األوابين‬،‫ال يحافظ على صالة الضحى إال أواب‬
“ Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali
taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah, dihasankan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 1: 164). Imam Nawawi rahimahullah berkata,
“Awwab adalah muthii’ (orang yang taat). Ada pula ulama yang mengatakan bahwa
maknanya adalah orang yang kembali taat” (Syarh Shahih Muslim, 6: 30).
Kelima: Dibuatkan Istana di Surga
Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain:
“Barang siapa shalat dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana di
surga”. (HR. Tirmidzi dan Abu Majah)
Demikian, semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan ‘afiyah dan salamah kepada
pembaca sekalian, dan semoga Allah senantiasa menolong kita untuk tetap dapat meruntinkan
dan membiasakan shalat sunnah setiap harinya. Wallahu waliyyu dzalika wal qadiru ‘alaihi.
Akhirnya, semoga Allah SWT sentiasa membimbing kita semuanya dengan hidayah
dan taufiq sehingga kita semuanya dapat melaksanakan shalat secara istiqomah kap anpun dan
dimanapun berada, dengan berusaha untuk menjaga kualitas shalat. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Quranul Kariim
Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Edisi Indonesia Panduan
Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama
Ramadhan 1428 – September 2007M)
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Ash-sholah 'alaa madzaahib al-arba'ah, judul terjemah: Fikih Shalat Empat
Madzhab, oleh: Abu Firly Bassam Taqly, Jogjakarta: Hikam Pustaka, 2008.
Abdul Wahhab Khallaf, Al-Fiqhu ‘ala Al-Madzahib Al-Arba’ah, terjemah: Fikih Empat Madzhab Praktis
oleh Tim Ummul Qurro, Jakarta: Ummul Qurro, cet.II, 2021

25 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at


Abu Abdirrahman Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman, Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As-Salikin.
Cetakan pertama, Penerbit Dar Ibnul Jauzi, Tahun 1434 H.
Abu Malik, Shahih Fiqh Sunnah, 1/381.
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, juz IV: 36
Ahmad Syarwat, Lc., Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat, Jakarta: DU Publishing, 2011.
Al-‘Allamah Al-Faqih As-Sayyid Ahmad bin ‘Umar Asy-Syatiri, Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah An-Naja.
Cetakan pertama, Tahun 1439 H. Penerbit Dar Al-Minhaj.
Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fath Al-Qarib Al-Mujib, Penerbit Thaha Semarang.
Al-Bakri bin as-Sayyid Muhammad Syattha ad-Dimyathi, Hâsyiyyah I’ânatuth Thâlibîn, I: 267;
al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 27:154
An Nawawi, Syarh Muslim, 6/71, Dar Ihya’ At Turots, cetakan kedua, tahun 1392 H.
Habib Syarief Muhammad Alaydrus, “79 Macam Shalat Sunnah Ibadah Para Kekasih Allah, Bandung: Pustaka
Hidayah, 2003.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Zaadul Ma’ad, 1/456, Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, 1407 H. [Tahqiq:
Syu’aib Al Arnauth, ‘Abdul Qadir Al Arnauth.
Ibnu Rajab, Fathul Baari lii Ibni Rajab, 1/84, Asy Syamilah
Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Baajuri, Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-
Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Penerbit Daar Al-Minhaj.
Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Baijuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-
Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Penerbit Dar Al-Minhaj.
Imam Nawawi, Riyadh Ash-Shalihin
Kutub At-Tis’ah: Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-
Nasai, Sunan Thabrani, Sunan Ibnu Majah, Musnad Imam Ahmad, Al- Muwattha Imam Malik.
Majmu Fatawa war Rasail Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin (15/229), Asy Syamilah
Muhammad Ajib, 33 Macam Jenis Shalat Sunnah, Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2020.
Muhammad as-Syirbini al-Khatib, al-Iqnâ’ fî Halli Alfazhi Abî Syujâ’, I: 116
Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shifatu Shalat An-Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam: Min At-Takbir Ila
At Taslim Ka’ Annaka Taraha, terjemah: Sifat Shalat Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallam: Seakan-Akan
Anda Menyaksikannya, (Jakarta: Darul Haq, 2013)
Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair, Syarh Manhaj As–Salikin. Cetakan kedua, Tahun 1435 H. Penerbit
Maktabah Dar Al-Minhaj.
Sulaiman bin Ahmad bin Yahya Al-Faifi, Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah, judul terjemah: Ringkasan Fikih
Sunnah Sayyid Sabiq, terjemah oleh Abdul Majid, Lc, Umar Mujtahid, Arif Mahmudi, Jakarta: Beirut
Publishing, 2018.
Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad, Faedah dari Fathul Qowil Matin, hadits ke-38
Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Saalim Bazmul, Bughyah Al-Mutathawwi’ fii Shalah At-Tathowwu’. Cetakan
pertama, Tahun 1431 H. Penerbit Daar At-Tauhid.

26 | M o d ul Pe mbi naan EMAS – Mate ri Fi ki h Shal at

Anda mungkin juga menyukai