Anda di halaman 1dari 4

Nama :

Kelas :
Mata pelajaran : bahasa Indonesia

Biografi Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1800 di Abubu Nusalaut,
Maluku. Ia merupakan anak pertama dari Kapitan Paulus Tiahahu salah satu tokoh yang
membantu perjuangan Kapitan Pattimura ketika perang Pattimura meletus. Ibu Martha
diketahui meninggal saat ia masih kecil.

1. Profil
Nama lengkap: Martha Christina Tiahahu
Kategori : pejuang dan pahlawan
Tempat, Tahun lahir : abubu, maluku, 4 Januari 1800
Tempat, Tahun wafat : Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818
Kebangsaan : Indonesia
Pekerjaan : Gerilyawan
Tahun aktif : 1817
Orang tua : Paulus Tiahahu
Penghargaan : pahlawan Nasional Indonesia
Monumen : Karang Panjang, Ambon Maluku (Patung, Monumen yang menghadap laut)
2. Biografi
• awalan
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang
puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara kolonial
Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan masyarakat
sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen terhadap cita-
cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur. Dengan
rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain berang (merah)
ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau Nusalaut maupun di
Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam pembuatan kubu-kubu
pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi semangat kepada kaum
wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap medan pertempuran sehingga
Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau Saparua
yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang rakyat.
Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan
pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang harus
mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu divonis hukum
mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari hukuman mati,
namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi akhirnya tertangkap
dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan
penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818.
Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

• Perjuangan
Martha Christina Tiahahu dilahirkan di Abubu Nusalaut pada tanggal 4 Januari 1800
merupakan anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu dan masih berusia 17 tahun ketika
mengikuti jejak ayahnya memimpin perlawanan di Pulau Nusalaut. Pada waktu yang sama
Kapitan Pattimura sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda di Saparua.
Perlawanan di Saparua menjalar ke Nusalaut dan daerah sekitarnya.
Pada waktu itu sebagian pasukan rakyat bersama para Raja dan Patih bergerak ke Saparua
untuk membantu perjuangan Kapitan Pattimura sehingga tindakan Belanda yang akan
mengambil alih Benteng Beverwijk luput dari perhatian.
Guru Soselissa yang memihak Belanda melakukan kontak dengan musuh mengatas-namakan
rakyat menyatakan menyerah kepada Belanda. Tanggal 10 Oktober 1817 Benteng Beverwijk
jatuh ke tangan Belanda tanpa perlawanan.
Sementara di Saparua pertempuran demi pertempuran terus berkobar. Karena semakin
berkurangnya persediaan peluru dan mesiu pasukan rakyat mundur ke pegunungan Ulath-
Ouw. Diantara pasukan itu terdapat pula Martha Christina Tiahahu beserta para Raja dan
Patih dari Nusalaut.
Tanggal 11 Oktober 1817 pasukan Belanda dibawah pimpinan Richemont bergerak ke Ulath,
namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan rakyat. Dengan kekuatan 100 orang prajurit,
Meyer beserta Richemont kembali ke Ulath. Pertempuran berkobar kembali, korban
berjatuhan di kedua belah pihak. dalam pertempuran ini Richemont tertembak mati. Meyer
dan pasukannya bertahan di tanjakan Negeri Ouw. Dari segala penjuru pasukan rakyat
mengepung, sorak sorai pasukan bercakalele, teriakan yang menggigilkan memecah udara
dan membuat bulu roma berdiri. di tengah keganasan pertempuran itu muncul seorang gadis
remaja bercakalele menantang peluru musuh. Dia adalah putri Nusahalawano, Martha
Christina Tiahahu, srikandi berambut panjang terurai ke belakang dengan sehelai kain berang
(kain merah) terikat di kepala.
Dengan mendampingi sang Ayah dan memberikan kobaran semangat kepada pasukan
Nusalaut untuk menghancurkan musuh, jujaro itu telah memberi semangat kepada kaum
perempuan dari Ulath dan Ouw untuk turut mendampingi kamu laki-laki di medan
pertempuran. baru di medan ini Belanda berhadapan dengan kaum perempuan fanatik yang
turut bertempur. Pertempuran semakin sengit katika sebuah peluru pasukan rakyat mengenai
leher Meyer, Vermeulen Kringer mengambil alih komando setelah Meyer diangkat ke atas
kapal Eversten.
Tanggal 12 Oktober 1817 Vermeulen Kringer memerintahkan serangan umum terhadap
pasukan rakyat, ketika pasukan rakyat membalas serangan yang begitu hebat ini dengan
lemparan batu, para Opsir Belanda menyadari bahwa persediaan peluru pasukan rakyat telah
habis. Vermeulen Kringer memberi komando untuk keluar dari kubu-kubu dan kembali
melancarkan serangan dengan sangkur terhunus. Pasukan rakyat mundur dan bertahan di
hutan, seluruh negeri Ulath dan Ouw diratakan dengan tanah, semua yang ada dibakar dan
dirampok habis-habisan.
Martha Christina dan sang Ayah serta beberapa tokoh pejuang lainnya tertangkap dan dibawa
ke dalam kapal Eversten. Di dalam kapal ini para tawanan dari Jasirah Tenggara bertemu
dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya. Mereka diinterogasi oleh Buyskes dan
dijatuhi hukuman. Karena masih sangat muda, Buyskes membebaskan Martaha Christina
Tiahahu dari hukuman, namun sang Ayah, Kapitan Paulus Tiahahu tetap dijatuhi hukuman
mati. Mendengar keputusan tersebut, Martha Christina Tiahahu memandang sekitar pasukan
Belanda dengan tatapan sayu namun kuat yang menandakan keharuan mendalam terhadap
sang Ayah. Tiba-tiba Martha Christina Tiahahu merebahkan diri di depan Buyskes
memohonkan ampun bagi sang ayah yang sudah tua, namun semua itu sia-sia.
Tanggal 16 Oktober 1817 Martha Christina Tiahahu beserta sang Ayah dibawa ke Nusalaut
dan ditahan di benteng Beverwijk sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati bagi ayahnya.
Martha Christina Tiahahu mendampingi sang Ayah pada waktu memasuki tempat eksekusi,
kemudian Martha Christina Tiahahu dibawa kembali ke dalam benteng Beverwijk dan tinggal
bersama guru Soselissa. Sepeninggal ayahnya Martha Christina Tiahahu masuk ke dalam
hutan dan berkeliaran seperti orang kehilangan akal. Hal ini membuat kesehatannya
terganggu.
Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina Tiahahu
beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau Jawa untuk
dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi. Selama di atas kapal ini kondisi kesehatan
Martha Christina Tiahahu semakin memburuk, ia menolak makan dan pengobatan.
Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1818, selepas Tanjung Alang, Martha Christina Tiahahu
menghembuskan nafas yang terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu disemayamkan
dengan penghormatan militer ke Laut Banda.
Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969,
tanggal 20 Mei 1969, Martha Christina Tiahahu secara resmi diakui sebagai Pahlawan
Nasional.

3. Gambar monumen Martha Christina Tiahahu


Taman komunitas di Teluk Ambon, Maluku (patung Martha Christina Tiahahu)

4. Pesan moral
Nilai keteladanan yang dapat dicontoh dari sosok Martha Christina Tiahahu adalah sosok
yang berani, setia pada ayah dan bangsanya, pantang menyerah, suka membantu orang lain,
dan memiliki jiwa yang semangat. Di antaranya semangat rela berkorban, keadilan dan
kemanusiaan, saling percaya, kerja keras jujur, dan tidak mementingkan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai