Anda di halaman 1dari 122

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK

DENGAN PENDEKATAN MULTIPLE INTELLEGENCES DI


KELAS 4 MI AL FITHRAH SURABAYA

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Memperoleh Gelar


Magister dalam Program Pendidikan Agama Islam

Oleh:
SUKRON ALI IMRON
NIM. F02319086

PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK
DENGAN PENDEKATAN MULTIPLE INTELLEGENCES DI
KELAS 4 MI AL FITHRAH SURABAYA

TESIS

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Dalam Menyelesaikan Salah Satu Persyaratan

Program Magister Pendidikan Agama Islam

Oleh:

SUKRON ALI IMRON

NIM. F02319086

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA

2023
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini saya:

Nama : Sukron Ali Imron

NIM : F02319086

Program : Magister (S-2)

Institusi : Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Dengan sungguh-sungguh menyatakan bahwa TESIS ini secara

keseluruhan merupakan hasil penelitian atau karya saya sendiri,

kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya, 01 Juli 2023

Saya yang menyatakan,

Sukron Ali Imron


PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tesis berjudul “Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak

Dengan Pendekatan Multiple Intellegences Di Kelas 4 Mi Al

Fithrah Surabaya” yang ditulis oleh Sukron Ali Imron (NIM.

F02319086) ini telah diperiksa dan disetujui.

Surabaya, 01 Juli 2023


Oleh

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Dr. Irma Soraya, M. Pd Dr. Iksan, M. Pd. I


NIP. 196709301993032004 NIP. 202111010
ABSTRAK

Multiple Intelligences konsep Howard Gardner,


mengemukakan setiap individu memiliki kecerdasan berbeda-
beda, dikembangkan melalui berbagai cara. Berdasarkan konsep
ini, Desain pembelajaran PAI di MI Al Fithrah Surabaya
dirancang dengan memperhatikan kecerdasan-kecerdasan yang
dimiliki oleh peserta didik, sehingga pembelajaran dapat
disesuaikan. Untuk mencapai tujuan penelitian, metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus diterapkan. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi, dan
wawancara mendalam. Sumber informasi penelitian ini adalah
kepala sekolah, waka kurikulum, waka humas, guru PAI dan
peserta didik. Validasi data penelitian adalah tri angulasi. Teknik
analisis data terdiri dari pengumpulan data, penyajian data,
kondensasi data, dan penarikan kesimpulan.
Temuan penelitian menujukkan peningkatkan keterlibatan
siswa dalam pembelajaran dalam desain pembelajaran PAI di MI
Al Fithrah Surabaya dengan pendekatan konsep Multiple
Iintelligences: (1) Identifikasi kecerdasan linguistik, logika-
matematika, visual-spasial, kinestetik, musikal, interpersonal, dan
intrapersonal. (2) Pemilihan metode pembelajaran yang tepat
untuk setiap kecerdasan tersebut. (3) Integrasi kecerdasan antara
kecerdasan-kecerdasan yang berbeda dalam pembelajaran. (4)
Penggunaan teknologi dalam pembelajaran juga dapat membantu
meningkatkan keterlibatan peserta didik. Hasil penelitian ini
harapannya dapat diadopsi dalam merancang desain pembelajaran
PAI pendekatan konsep multiple intelligences, memahami
kecerdasan-kecerdasan peserta didik dan memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan kecerdasan tersebut. Dengan
demikian, belajar lebih efektif dan keterlibatan siswa dalam
pembelajaran meningkat.

Kata Kunci: Multiple Intellengences, Pendidikan Agama Islam,


Desain Pembelajaran.
ABSTRACT

Howard Gardner's concept of Multiple Intelligences,


suggests that each individual has different intelligence, developed
in various ways. Based on this concept, the design of PAI learning
at MI Al Fithrah Surabaya is designed by taking into account the
intelligences possessed by students, so that learning can be
adjusted. To achieve the research objectives, a qualitative
research method with a case study approach is applied. Data
collection techniques were carried out by observation,
documentation, and in-depth interviews. Sources of information
for this research were school principals, deputy heads of
curriculum, deputy heads of public relations, PAI teachers and
students. Research data validation is tri angulation. Data analysis
techniques consist of data collection, data presentation, data
condensation, and drawing conclusions.
The research findings show an increase in student
involvement in learning in PAI learning design at MI Al Fithrah
Surabaya with the Multiple Intelligences concept approach: (1)
Identification of linguistic, logical-mathematical, visual-spatial,
kinesthetic, musical, interpersonal, and intrapersonal intelligence.
(2) Selection of appropriate learning methods for each of these
intelligences. (3) Intelligence integration between different
intelligences in learning. (4) The use of technology in learning can
also help increase student involvement. It is hoped that the results
of this study can be adopted in designing PAI learning designs
using the multiple intelligences concept approach, understanding
the intelligences of students and choosing learning methods that
are appropriate to these intelligences. Thus, learning is more
effective and student involvement in learning increases.

Keyword: Multiple Intellengences, Islamic education, learning


design
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan


kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan segala nikmat-Nya.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya serta seluruh pengikutnya.
Penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Implementasi
Pembelajaran Aqidah Akhlak Dengan Pendekatan Multiple
Intellegences Di Kelas 4 Mi Al Fithrah Surabaya” dengan lancar
sebagai salah satu persyaratan akademik untuk mendapatkan gelar
Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam pada
Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
atas kesempatan, bimbingan dan dorongan serta bantuan baik
moril maupun materiil kepada pihak- pihak yang telah membantu
terselesaikannya tesis ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
dan rasa syukur kepada pihak yang terkait, khususnya
disampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Akh. Muzakki, M.Ag., Grad.Dip.SEA., M.Phil.,
Ph.D selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.

2. Bapak Prof. H. Masdar Hilmy, S.Ag., MA., Ph.D selaku


Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya.
3. Kepala Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam
UIN Sunan Ampel Surabaya, atas motivasi, koreksi dan
kemudahan pelayanan selama peneliti menempuh studi.

4. Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam


UIN Sunan Ampel Surabaya, atas motivasi dan bimbingan
yang diberikan selama peneliti menempuh studi.

5. selaku dosen pembimbing pertama yang telah meluangkan


waktunya membimbing penulis dalam proses penyelesaian
tesis ini.

6. selaku dosen pembimbing kedua yang telah meluangkan


waktunya membimbing penulis dalam proses penyelesaian
tesis ini.

7. Semua Staff Pengajar, Dosen dan semua Staff Akademik


UIN Sunan Ampel Surabaya yang tidak mungkin disebutkan
satu persatu yang telah banyak memberikan wawasan
keilmuan dan kemudahan selama peneliti menyelesaikan
studi.

8. Kepala Madrasah, Waka Kurikulum, Waka Kesiswaan,


Waka Humas, Guru, Siswa dan Staf Al Fithrah selaku
informan dalam penelitian ini, atas kesediannya untuk
diwawancarai dalam menjawab pertanyaan yang diajukan,
serta membagikan ilmunya kepada peneliti.

9. Kedua Orang Tua, Ayah yang tidak pernah berhenti untuk


memberikan semangat, motivasi, materi dan doa yang
terbaik sehingga menjadi dorongan dalam menyelesaikan
studi dan almarhumah Ibu yang meskipun raganya tidak
disamping penulis tetapi doanya akan selalu mengiringi jalan
penulis.

Peneliti menyadari bahwa Tesis ini masih banyak


kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu peneliti
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan Tesis ini.

Surabaya, 3 Juli 2023

Peneliti,

Sukron Ali Imron


NIM. F02319086
Daftar Isi

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AQIDAH AKHLAK DENGAN PENDEKATAN


MULTIPLE INTELLEGENCES DI KELAS 4 MI AL FITHRAH SURABAYA...................i

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS........................................................................i

PERSETUJUAN PEMBIMBING.........................................................................ii

ABSTRAK...................................................................................................... iii

ABSTRACT.................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR......................................................................................... i

Daftar Isi........................................................................................................ i

DAFTAR TABEL.............................................................................................. 3

DAFTAR GAMBAR......................................................................................... 4

DAFTAR TRANSLITERASI................................................................................5
A. Konsonan...............................................................................................5
B. Vokal......................................................................................................5
C. Ta’ Marbutoh.........................................................................................7
D. Penulisan huruf Kapital.........................................................................7

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................8
A. Latar Belakang Masalah........................................................................8
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah.........................................16
C. Rumusan Masalah................................................................................17
D. Tujuan Penelitian......................................................................................17
E. Kegunaan Penelitian.................................................................................17
F. Kerangka Teoritik.....................................................................................18
G. Penelitian Terdahulu................................................................................20
H. Metode Penelitian................................................................................24
I. Sistematika Pembahasan............................................................................34

BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................36


A. Konsep Multiple Intellengences................................................................36
B. Pengembangan Kecerdasan Multiple Intellengences...............................39
C. Beberapa Indikator upaya meningkatkan Multiple Intellengences..........51
D. Pembelajaran Aqidah Akhlak...................................................................52
1. Pengertian Pembelajaran Aqidah Akhlak........................................53

BAB III HASIL PENELITIAN...........................................................................66


A. Gambaran Umum Al Fithrah Surabaya................................................66
1. Latar Belakang.................................................................................66
2. Data Pendidik dan Pegawai Pesantren Al Fithrah Surabaya............67
3. Lembaga Formal....................................................................................68
4. Lembaga Informal Al Fithrah Surabaya.................................................69
5. Fasilitas dan Inventaris..........................................................................70
B. Gambaran Umum Mi Al Fithrah Surabaya dan MI Kelas 4..................70
C. Penyajian Data Informan.....................................................................81
D. Hasil Penelitian.....................................................................................82

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN.............................................................87


A. Analisis Data hasil belajar siswa kelas 4 MI Al Fithrah Surabaya........87
B. Analisis Strategi Pembelajaran dengan Penerapan Implementasi
Multiple Intellengences pada Mata Pelajaran Aiqdah Akhlak......................90
1. Perbedaan Hasil Belajar.................................................................90
2. Uji Prasyarat Analisis......................................................................91
3. Uji Hipotesis....................................................................................92
C. Analisis peningkatan nilai rata-rata hasil belajar kelas IV...................93

BAB V PENUTUP......................................................................................... 95
A. Kesimpulan...........................................................................................95
B. Saran....................................................................................................96

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................98

LAMPIRAN.........................................................................................................102
DAFTAR TABEL

Data Tabel 1.1 Data dan Sumber Data

Data Tabel 3.1 Data Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya

Data Tabel 3.2 Pendidik dan Pegawai

Data Tabel 3.3 Lembaga Formal

Data Tabel 4.1 Penyajian Data Informan

3
4

DAFTAR GAMBAR

(Gambar 1. Perizinan Peneilitian di MI AL Fihrah Surabaya)

(Gambar 2. Wawancara dengan Waka Kesiswaan)

(Gambar 3. Tabel Struktur Kepengurusan MI Al Fithrah Surabaya)

(Gambar 4. Tabel Identitas, Visi dan Misi MI Al Fithrah)

(Gambar 5. Tabel Jadwal Program Tahunan MI Al Fithrah Surabaya)

(Gambar 6. Kantor Kepala Madrasah MI Al Fithrah Surabaya)

(Gambar 7. Kantor Waka Humas MI Al Fithrah Surabaya)

(Gambar 8. Wawancara dengan Waka Kurikulum dan Guru Aqidah

Akhlak)

(Gambar 9. Pengambilan data di Kelas 4 MI Al Fithrah)

(Gambar 10. Pembagian Kuisoner ke Siswa Kelas 4 MI Al Fithrah

Surabaya)

(Gambar 11. kondisi Sarana dan Prasana MI Al Fithrah Surabaya)


DAFTAR TRANSLITERASI

Naskah tesis ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis

(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan

huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk

penulisan tersebut adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

No Arab Indonesia Arab Indonesia


1 ‫ا‬ „
‫ط‬ ṭ
2 ‫ة‬ bt
‫ظ‬ ẓ
3 ‫د‬ th
‫ع‬ „
4 ‫س‬ jḥ
‫ؽ‬ gh
5 ‫ج‬ kh
‫ف‬ f
6 ‫ح‬ d
‫ق‬ q
7 ‫خ‬ dh
‫ن‬ kl
8 ‫د‬ rz
‫ي‬ m
9 ‫ر‬ s َ n
10 ‫س‬ sh ْ w
11 ‫ص‬ ṣ ٚ h
12 ‫ط‬ ḍ ٖ ‟
13 ‫ش‬ ‫ء‬ Y
14 ‫ص‬ ‫ي‬
15 ‫ع‬

Sumber: Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Termn Papers,


Disertation (Chicago and London: The University of Chicago
Press, 1987).
B. Vokal

1. Vokal tunggal (Monoftong)

5
6

Tanda dan Huruf


Nama Indonesia
Arab
‫ـــــــــــ‬
َ fatḥah A

‫ــــــِــــــ‬ Kasrah I

‫ــــــــــــ‬
ُ ḍammah U
Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostof hanya
berlaku jika hamzah berḥarkat sukun atau didahului
oleh huruf yang berḥarkat sukun.

Contoh: iqtiḍa‟ (‫)الزضبء‬


2. Vokal Rangkap (diftong)

Tanda dan
Nama Indonesia Keterangan
huruf arab
‫ــــــ‬
َ fatḥah dan ya‟ Ay a dan y
‫ْۑ‬
fatḥah dan wawu Aw a dan w
‫ـ‬ٛ ْ ‫ـــَــــ‬
Contoh: Bayna (‫ث‬ ٍٓ )

ٛ ِٛ )
‟mauḍṻ (‫ضع‬

3. Vokal Panjang (mad)

Tanda dan
Nama Indonesia Keterangan
huruf arab
‫ـــــــأ‬
َ fatḥah dan alif ā a dan garis di atas

‫ــــــۑ‬
ِ kasrah dan ya‟ ĭ i dan garis di atas

‫ـ‬ٛ ‫ــــُـ‬ ḍammah dan wawu ū u dan garis di atas


Contoh: al-jamā’ah (‫)اٌجّ بػخ‬

: takhyĭr (‫)ر ٍخش‬


7

: yadūru (ٌ‫)ذس‬ٚ

C. Ta’ Marbutoh

Transliterasi untuk tā‟ marbūṭah ada dua:

1. Jika hidup (menjadi mudāf) transliterasinya adalah t.

2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.

Contoh: sharĭ‟at al-Islām (‫االسال ش ٌشؼخ‬


َ )

islāmĭyah sharĭ‟ah( ‫) ش ٌشؼخ اسالٍِخ‬

D. Penulisan huruf Kapital

Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase

(ungkapan) atau kalimat yang ditulis dengan transliterasi

Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang

berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter)untuk nama

diri, tempat, jdul buku, lembaga dan yang lain ditulis

dengan huruf besar.


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan agama Islam yang ditawarkan di sekolah-
sekolah di Indonesia umumnya mengalami masalah yang
sama, sehingga kurang menarik karena kurangnya metodologi
pengajaran. Oleh karena itu, perlu dilakukan inovasi
pendidikan agama Islam melalui desain pendidikan berbasis
multiple intelligences. Desain instruksional harus selalu
diperbarui dengan ide atau gagasan baru dari guru. Karena
dengan menggunakan ide-ide baru tersebut baik dalam
metode, metode maupun proses pembelajaran, guru dapat
mencapai proses pembelajaran yang menyenangkan sesuai
dengan hasil belajar. Inovasi dalam proses pembelajaran juga
sangat diperlukan. Karena inovasi di kelas membuat siswa
tertarik untuk belajar.
Kegiatan Belajar Guru dan Kegiatan Belajar Siswa yang
selanjutnya disebut Rancangan Pembelajaran adalah kegiatan
atau kegiatan yang menitikberatkan pada kondisi dan minat
belajar (dengan fokus kecil). Kata "sains" menggantikan kata
"mengajar" yang berorientasi pada guru. Pembelajaran dan
interaksi pembelajaran merupakan perpaduan antara faktor
manusia, bahan, perangkat, peralatan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Salahsatu desain pembelajaran menggunakan pendekatan
konsep Multiple Intellengences yang dikembangkan oleh
psikolog Howard Gardner, mengemukakan bahwa individu
memiliki delapan atau lebih kecerdasan yang relatif untuk
menciptakan desain pembelajaran yang kontektual dan
memecahkan problem yang relevan dengan masyarakat di
mana mereka tinggal. Menurut analisis Gardner, hanya dua
kecerdasan linguistik dan matematika logis yang telah
dihargai dan diuji di sekolah-madrasah untuk memikirkan
kombinasi bahasa-logika itu sebagai "akademis" atau
"kecerdasan ilmiah".
Memahami kecerdasan manusia hari ini merupakan
kesatuan teori Multiple Intellenggences berangkatan dari
persepsi tradisional kecerdasan pertama kali dirumuskan pada
awal abad ke-20. Melalui alat ukur variabel tes IQ, dan
dipelajari dengan sangat rinci oleh dan hanya berorientasi
kognitif. Perkembangan selanjutnya teori Multiple

8
9

Intellengences sebaliknya menegaskan bahwa individu yang


menunjukkan bakat partikulat dalam satu kecerdasan tidak
akan selalu menunjukkan bakat yang sebanding dalam
kecerdasan lain. Sebagai contoh seorang individu mungkin
memiliki profil kecerdasan yang tinggi dalam kecerdasan
spasial tetapi sedang atau rendah dalam kecerdasan
interpersonal atau sebaliknya. Konsepsi Multiple
Intellengences sebagai memaksimalkan kecerdasan peserta
didik daripada membentuk perbedaan. Fokus bagaimana
Multiple Intellengeces memberikan satu perangkat desain
pembelajaran yang bisa dikembangkan dalam strategi
meningkatkan kualitas pendidikan dan konsepsi kecerdasan
secara signifikan.
Awalnya bidang psikologi, kecerdasan ganda telah
berkembang menjadi bidang pendidikan. Setidaknya ada tiga
pergeseran paradigma dasar yang dilakukan oleh Gardner.
Pertama, kecerdasan tidak dibatasi oleh tes formal, dan
seseorang tidak dapat dibatasi oleh tingkat tes prestasi atau tes
formal. Karena setelah dilatih, kecerdasan manusia tidak statis,
melainkan selalu dinamis dan berkembang. Sebuah tes yang
dilakukan untuk menilai kecerdasan seseorang. Faktanya, itu
adalah peringkat IQ saat ini, bahkan tidak sebulan, apalagi 10
tahun. Kedua, kecerdasan manusia multidimensi dapat dilihat
dalam beberapa dimensi, antara lain kecerdasan logis dan
kecerdasan linguistik. Gardner memberi istilah “multiple”
dalam arti balas dendam atau balas dendam dalam arti luas
kecerdasan. Gardner tidak mengaitkan pentingnya kecerdasan
dengan label tertentu, seperti yang dilakukan oleh penemu
teori kecerdasan lainnya, misalnya Alfred Binet dari IQ.
Indeks Emosi Daniel Goleman dan Indeks Kesulitan Paul
Schultz.
Gardner menggunakan istilah "pengganda" untuk
membuat dunia kecerdasan berkembang. Ini dibuktikan
dengan fakta bahwa bidang kecerdasan yang ditemukan oleh
Gardner terus berkembang, dimulai dengan enam kecerdasan
yang dirasakan pertama dan terus berlanjut hingga sembilan.
Ketiga, kemampuan menemukan kecerdasan mengacu pada
proses menemukan kemampuan diri sendiri. Metode ini
mengasumsikan bahwa setiap orang harus cenderung pada
jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan ini harus ditemukan
dengan mencari jenis kecerdasan. Di sisi lain, titik lemah harus
ditutup rapat. Kecerdasan ganda menyarankan bagaimana
10

meningkatkan kemampuan atau kekuatan siswa, serta


kelemahan atau kelemahan. Proses penemuan ini adalah
sumber kecerdasan. Untuk menemukan kecerdasan, siswa
membutuhkan bantuan orang tua, guru, sekolah atau
lingkungan seperti sistem pendidikan di negara tertentu.
Ternyata banyak contoh kepribadian yang cerdas, populer dan
suka menolong di masyarakat, namun dengan banyak
kelemahan. Lingkungan di mana kelemahan diri sendiri tidak
dianggap sebagai hambatan untuk belajar lebih lanjut dan
keberhasilan secara efektif mendorong siswa untuk
menciptakan hasil belajar sebaik mungkin. Hasilnya, para
siswa ini mampu mengembangkan kecerdasannya dan banyak
orang yang merasakan manfaatnya.1
Pendidikan bukan hanya akumulasi pengetahuan, tetapi
juga proses mengubah perilaku, itu adalah proses mental yang
terjadi di dalam diri seseorang dan menyebabkan perubahan
perilaku.2 Belajar adalah kegiatan latihan yang menghasilkan
perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang
dapat diamati melalui panca indera, dimulai dengan persiapan
mental/psikologis yang terjadi melalui interaksi aktif dengan
lingkungan. Efektifitas pendidikan hanya dapat diketahui
melalui gejala yang muncul.3
Fenomena yang terjadi pada proyek pembelajaran antara
kegiatan pembelajaran perseptual, afektif dan psikomotorik di
lingkungan sekolah tidak sesuai dengan konsep kecerdasan
majemuk. Dalam uraian tersebut, salah satu tujuan pendidikan
kewarganegaraan adalah mengembangkan potensi peserta
didik secara utuh. Ini menunjukkan bahwa Anda perlu
memperhatikan dan memberi penghargaan kepada siswa untuk
mencapai potensi penuh mereka. Guru berperan sebagai
mediator penunjang tumbuh dan berkembangnya potensi dan
bakat intelektual yang terwujud dalam diri setiap siswa.
Namun sangat disayangkan bahwa dalam praktiknya sebagian
besar proses pembelajaran di kelas bertentangan dengan
undang-undang Negara Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan Nasional untuk mengembangkan potensi peserta
1
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences
di Indonesia (Bandung, Kaifa Mizan Pustaka, 2009), hlm 70.
2
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana, 2012), 112.
3
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi
Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas,
(Jakarta: Kencana, 2009), 5.
11

didik untuk menciptakan manusia yang utuh (complete


people). Proses pembelajaran cenderung membakukan dan
mengintegrasikan satu atau dua aspek kecerdasan dengan
mengabaikan aspek kecerdasan lainnya. Penilaian yang
menitikberatkan pada satu atau dua aspek kecerdasan kognitif,
seperti kecerdasan verbal, logis, dan matematis, dan tidak
mempertimbangkan aspek lain dari kecerdasan dan
kemampuan siswa. Dalam hal ini, semua orang cenderung
cerdas, dan setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda.
Sangat disayangkan bahwa pendidikan di Indonesia
hanya mengukur dua atau tiga jenis kecerdasan, mengabaikan
jenis kecerdasan lainnya. Ketika kelas tumbuh lebih besar
untuk ujian masuk dan sekolah dengan bangga lulus, kegiatan
ini melegitimasi banyak penghargaan siswa. Misalnya, siswa
yang berprestasi di bidang matematika, sains, linguistik
seperti bahasa Inggris dan etika, dan siswa yang berprestasi di
bidang lain seperti salju, seni, atau olah raga tidak diakui oleh
sekolah. Menjadi master di bidang ini.
Kemampuan untuk mengembangkan proyek
pembelajaran yang akan digunakan untuk meningkatkan
kecerdasan berdasarkan pekerjaan masing-masing. Tak perlu
dikatakan bahwa kecerdasan ini diketahui, dipelajari dan
dilengkapi sedemikian rupa sehingga pengembangan
kemampuan kecerdasan global mendorong pemecahan
masalah dan kreativitas kehidupan. Kedua jenis ini tidak dapat
diukur dengan IQ saja atau dengan alat kecerdasan. Selain itu,
ujian masuk tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan dan
kecerdasan siswa. Kecerdasan adalah perilaku berulang dan
dinamis yang berkembang di berbagai bidang dan kebiasaan
hidup.4
Selain itu, konsep desain pembelajaran adalah
memberikan materi dari guru kepada siswa sebagai alat
pengetahuan. Anda akan terlibat dalam kegiatan belajar dan
mempelajari sesuatu dengan cara yang efektif dan efektif.
Beberapa karakteristik pembelajaran adalah: Ini adalah upaya
yang disadari dan disengaja. Pembelajaran hendaknya
memungkinkan siswa untuk belajar memahami beberapa
materi yang disajikan. Tujuan harus ditetapkan sebelum proses

4
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences
di Indonesia (Bandung, Kaifa Mizan Pustaka, 2009), 64.
12

pembelajaran dimulai. Implementasi dapat diukur dan


dikontrol dalam hal isi, waktu, proses, dan hasil.5
Pendidikan adalah proses sadar dan berpikir yang
menciptakan suasana kepedulian dan proses pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh kekuatan
agama dan spiritual, pengendalian diri, budi pekerti, akal budi,
budi pekerti luhur serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, dan bangsa. Ini sebuah usaha. dan negara. ibunya.
Ini memainkan peran penting dalam meningkatkan desain
pembelajaran melalui metode multiple learner intelligence.
Semoga melalui pendidikan Anda akan dapat meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman Anda yang akan
meningkatkan kecerdasan Anda untuk kehidupan yang lebih
baik dalam hidup. Berikut ini adalah fungsi dan peran penting
pendidikan dalam meningkatkan kemampuan siswa:
Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk membantu
siswa yang nantinya membutuhkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Program studi mengajarkan siswa untuk
menambah pengetahuan yang lebih luas dan keterampilan
yang lebih baik.
Proyek pembelajaran yang efektif dan efektif
membutuhkan strategi yang tepat. Strategi pembelajaran
sendiri juga dipahami dalam rumusan Depdiknas, yaitu cara
pandang dan mentalitas guru yang mengajar untuk
mengefektifkan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang
tepat adalah yang cocok dengan metode pembelajaran dalam
proses pembelajaran. Namun, karena banyaknya metode
pembelajaran di dalam kelas, pembelajaran harus penuh
dengan perbedaan untuk mengakomodir metode pembelajaran
yang berbeda.
Selain itu, merancang pembelajaran dengan pendekatan
berbasis kompetensi menciptakan suasana belajar yang dapat
dinikmati siswa. Guru harus menciptakan lingkungan di mana
siswa dapat bermain dan berkreasi, memberikan suasana yang
aman dan bebas mental, menegakkan aturan yang tidak ketat,
dan memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dan
mengekspresikan ide-idenya. Semua ini memungkinkan siswa

5
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2010), 13.
13

untuk mengembangkan potensi kecerdasan mereka secara


optimal.6
Gaya belajar saat ini membutuhkan terobosan dalam
memaksimalkan strategi desain pembelajaran, dan yang
terpenting merancang proyek pembelajaran agar guru dapat
menikmati pembelajaran dengan cara yang menyenangkan.
Salah satu penemuan terbaru yang mulai lepas landas di
Indonesia adalah bagaimana strategi perancangan
pembelajaran berbasis multiple intelligences, atau strategi
pembelajaran apa yang dikembangkan berdasarkan prinsip
multiple intelligences.
Pembelajaran berbasis multiple intelligences
menitikberatkan pada pengembangan potensi siswa, bukan
idealisme guru atau orang tua. Siswa diberdayakan untuk
membuat penilaian dan keputusan yang tepat. Mereka
berorientasi pada kemandirian, kreativitas, percaya diri,
kemampuan bekerjasama dan kemampuan membedakan antara
yang benar dan yang salah. Ada banyak pendekatan dan opsi
untuk proyek pembelajaran ini. Seiring dengan kreativitas
guru, basis data proyek pembelajaran untuk kecerdasan
majemuk juga berkembang sesuai dengan tujuan, kebutuhan,
dan kinerja guru.
Implementasi strategi desain pembelajaran yang formal
dan komprehensif berbasis multiple intelligences masih sangat
jarang di Indonesia. Namun, ada kemungkinan implementasi
yang signifikan telah dilakukan. Penerapan kecerdasan ganda
sebagai proyek pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip
pembelajaran berdasarkan pengembangan kecerdasan
linguistik, personal, dan eksistensial untuk mengembangkan
potensi dan kemampuan pribadi siswa. Dalam program studi,
siswa belajar untuk mengembangkan keterampilan berpikir
kritis, kreatif, komunikasi dan sosial. Hal ini dapat membantu
siswa menjadi lebih mandiri, percaya diri dan kreatif.
Mempersiapkan peserta didik melalui pendidikan untuk
menghadapi tantangan dan tuntutan zaman kehidupan masa
depan. Dalam program studi, siswa belajar tentang kemajuan
teknologi, globalisasi dan perubahan sosial yang terjadi di
sekitar mereka. Ini dapat membantu Anda mengembangkan
keterampilan yang dapat beradaptasi, inovatif, dan kreatif yang
6
Hamzah B, Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan dalam
Pembelajaran: Sebuah Konsep Pembelajaran Berbasis Kecerdasan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), 26.
14

diperlukan untuk memenuhi tuntutan dan perubahan di masa


depan.
Sebuah konsep yang memungkinkan guru untuk lebih
terlibat dalam proses desain pembelajaran, memberikan
kebebasan kepada guru untuk mengembangkan materi yang
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswanya. Berikut
beberapa langkah penerapan multiple intelligences dalam
pembelajaran. Dimulai dengan mengembangkan kurikulum
yang terbuka dan fleksibel, guru harus memperhatikan
kebutuhan dan minat guru ketika mengembangkan kurikulum
yang terbuka dan fleksibel. Jadwal harus memungkinkan
pemilihan mata pelajaran yang akan dipelajari dan memberi
kebebasan kepada guru untuk mengubah gaya dan strategi
belajar sesuai kebutuhan.
Berikut adalah beberapa cara belajar desain yang dapat
meningkatkan kecerdasan majemuk Anda. Pertama,
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif melalui
pendidikan membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif. Dalam proses pembelajaran, siswa
belajar menganalisis informasi, membuat keputusan yang baik,
dan menemukan solusi untuk masalah yang kompleks. Hal ini
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
siswa.
Kedua, melalui pendidikan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi, siswa juga dapat meningkatkan
kemampuan komunikasinya. Sebuah proses di mana siswa
belajar dengan mengajar mereka untuk mengkomunikasikan
informasi secara efektif dan efisien. Keterampilan komunikasi
yang baik dapat membantu orang berkomunikasi lebih baik
dengan orang lain, memperluas jejaring sosial mereka, dan
tetap mendapat informasi lebih banyak.
Ketiga, memperluas pengetahuan dan keterampilan
melalui pendidikan membantu siswa memperoleh pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-
hari. Dalam proses belajar, siswa mempelajari berbagai bidang
seperti Matematika, Sains, Sejarah, dan banyak lagi. Hal ini
memungkinkan orang untuk mendapatkan lebih banyak
pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik.
Keempat, meningkatkan pengalaman dan pemahaman
tentang dunia melalui pendidikan juga membantu siswa
memperoleh pengalaman dan pemahaman tentang dunia di
sekitar mereka. Selama studi, siswa belajar tentang berbagai
15

budaya, agama dan nilai-nilai. Ini memungkinkan siswa untuk


lebih memahami dunia, mengembangkan toleransi, dan lebih
memahami orang lain.
Kelima, meningkatkan adaptasi lingkungan melalui
pendidikan juga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
beradaptasi terhadap perubahan dan tantangan hidup. Dalam
proses pembelajaran, siswa belajar menghadapi dan
memecahkan masalah dengan cara yang lebih kreatif dan
inovatif. Hal ini memungkinkan manusia untuk
mengembangkan kemampuan beradaptasi yang lebih baik dan
lebih tangguh dalam menghadapi tantangan hidup ke depan.
Siswa mempelajari prinsip-prinsip desain harak melalui
ajaran Islam dalam bentuk bimbingan dan pengasuhan,
sehingga nantinya setelah menyelesaikan pendidikan mereka
dapat memahami, memperdalam, mengamalkan dan
mengamalkan ajaran agama Islam secara utuh. Secara
keseluruhan dan penciptaan Islam. Dia religius dan melihat
hidupnya untuk keamanan dan kemakmuran di dunia dan
akhirat.7
Mengacu pada besarnya peran agama dalam aura
kehidupan dalam arah dan fungsi pendidikan nasional, maka
pendidikan agama Islam di sekolah dasar menempati posisi
yang paling strategis sebagai sarana penyampaian ilmu agama
melalui pendidikan agama. . Aspek (dalam hal persepsi) dapat
dicapai dan dipelajari. Norma etika yang mampu membentuk
sikap (dalam artian perasaan) yang berfungsi untuk
mengontrol tingkah laku, dan agama sebagai sarana perubahan
nilai (dalam artian psikologi), terwujud sepenuhnya sebagai
karakter keindonesiaan.8
Studi ini terbatas pada proyek pendidikan yang
menggunakan kecerdasan majemuk untuk mengukur
kecerdasan verbal, interpersonal, dan eksistensial siswa untuk
mengembangkan gaya imajinatif, kreatif, dan inovatif, serta
berhasil mengubah siswa bermasalah menjadi siswa potensial.
Hal ini sangat menggembirakan karena menunjukkan bahwa
kecerdasan bersifat multidimensi dan tidak hanya
diperuntukkan bagi mereka yang berbakat dalam bidang logika

7
Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. VIII; Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2009) 86.
8
Imam Tholkhah, Mereka Bicara Pendidikan Islam (Sebuah Bunga Rampai)
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2009), 111.
16

atau bahasa saja, dan diharapkan dapat mengubah paradigma


lama tentang kecerdasan.
Proses perancangan pendidikan agama Islam dengan
menggunakan kecerdasan majemuk diharapkan dapat
meningkatkan minat belajar siswa dan mengarah pada
pemahaman dan pengamalan yang benar dan benar, dan
keberhasilan proses pembelajaran ini akan memastikan bahwa
materi pendidikan Islam tidak lagi terabaikan.
Berdasarkan gambaran umum dan analisis mendalam
tentang kecerdasan majemuk di atas yang dirumuskan dalam
penelitian “Implementasi Pembelajaran Aqidah Ahlak
Dengan Pendekatan Multiple Intellengences Di Kelas IV
Mi Fithrah Surabaya”. ?

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah


Berdasarkan latar berlakang, terdapat beberapa identifikasi
masalah sebagai berikut
1. konsentrasi desain pembelajaran penerapan strategi
Multiple Intellengences di Madrasah Ibtidaiyah Al Fithrah
Surabaya
2. Strategi pembelajaran yang semakin kreatif dan inovatif
dalam pembelajaran Multiple Intelligences
3. Pengaruh konsep Multiple Intelligences terhadap
penerapan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas 4 MI Al
Fithrah Surabaya
4. Implementasi Multiple Intelligences terhadap penerapan
pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas 4 MI Al Fithrah
Surabaya

Batasan Masalah

Batasan pembahasan penelitian ini yakni, pertama,


konsentrasi desain pembelajaran penerapan strategi Multiple
Intellengences di Madrasah Ibtidaiyah Al Fithrah Surabaya.
Kedua, Strategi pembelajaran yang semakin kreatif dan
inovatif dalam pembelajaran Multiple Intelligences. Ketiga,
Pengaruh dan implementasi dari konsep Multiple Intelligences
terhadap penerapan pembelajaran Aqidah Akhlak di kelas 4
MI Al Fithrah Surabaya batasan masalah dari penelitian ini
berfokus pada implementasi metode pembelajaran melalui
17

Multiple Intelligences agar peserta didik dapat memaksimalkan


potensinya di kelas 4 MI Al Fithrah Surabaya.
C. Rumusan Masalah
Berlandaskan latar belakang yang telah dibahas, ditetapkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Landasan Konsep Multiple Intellengences?
2. Bagaimana Strategi pembelajaran yang semakin kreatif
dan inovatif dalam pembelajaran Multiple Intelligences
pada kelas 4 di mata pelajaran Aqidah Akhlak MI Al
Fithrah Surabaya?
3. Bagaimana Pengaruh dan implementasi dari konsep
Multiple Intelligences terhadap penerapan pembelajaran
Aqidah Akhlak di kelas 4 MI Al Fithrah Surabaya?
D. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan penelitian, maka tujuan utama
penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis Multiple
Intellegences dalam pengembangkan kualitas
pembelajaran.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengaruh dari
penerapan Multiple Intellegences pada mata pelajaran
Aqidah Akhlak terhadap penerapan pembelajaran lebih
kreatif dan inovatif.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi
Multiple Intellegences dalam meningkatkan peserta Studi
Kasus didik di kelas 4 MI Al Fitrah Surabaya.
E. Kegunaan Penelitian
Sejalan dengan rumusan penelitian, maka kegunaan penelitian
ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat
memberikan sebuah sumbangsih yang berguna bagi
pengembangan mata pelajaran Aqidah Akhlak khususnya
dalam pengembangan kualitas Pendidikan di indonesia
melalui dasain pembelajaran dengan konsep Multiple
Inttelegences pada peserta didik dengan lebih inovatif,
kreatif dan responsif dengan budaya lokal. sehingga
terjadinya komunikasi yang terbagun antara guru dan
murid. Dengan demikian, penelitian ini dapat diharapkan
menjadi acuan akan Pendidikan yang lebih kreatif dan
18

Pola Pendidikan yang lebih komperhensif dan


implementatif.
2. Manfaat Praktis
Secara umum, penulis berharap penelitian ini
mampu memberikan kontribusi ataupun masukan
pengetahuan kepada setiap pembaca atau pihak-pihak
terkait, yakni:
a. Untuk Pemerintah, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi informasi untuk mengatasi masalah metode
pembelajaran dengan adanya pengembangan seperti
yang dilakukan dalam studi kasus MI Al Fitrah
Surabaya.
b. Untuk Universitas, penulis mengharapkan jika
penelitian ini mampu menjadi referensi bagi
penelitian sejenis dan penelitian yang lebih mendalam
mengenai metode pembelajaran Aqidah Akhlak
dengan penerapan Multiple Inttelegence pada peserta
didik dalam pembelajaran Aqidah Akhlak.
c. Untuk Penulis, diharapkan penelitian ini mampu saya
terapkan dilapangan dan yang lebih pasti mampu
menambah wawasan pribadi dalam metode
pembelajaran di sekolah.
F. Kerangka Teoritik

Konsep Multiple Intelligences

A. Teori Perkembangan Kognitif

Jean Piaget terkenal karena teori kognisinya, yang


berdampak besar pada perkembangan konsep kecerdasan.
Psikolog asal Swiss yang hidup pada tahun 1896-1980 ini
awalnya tertarik dengan biologi dan filsafat, khususnya
epistemologi. Menurut Piaget, perkembangan kecerdasan
anak meliputi tiga aspek yaitu struktur, isi dan fungsi.
Dengan demikian, kecerdasan anak mengalami
perkembangan, struktur (struktur) dan isi kecerdasan berubah
atau berkembang. Fungsi dan adaptasi diatur sedemikian rupa
sehingga menimbulkan serangkaian perubahan yang masing-
masing memiliki struktur psikologis khusus yang
menentukan kemampuan berpikir anak.
19

Piaget membagi perkembangan kognitif anak menjadi


empat periode utama perkembangan yang berkaitan dengan
usia.
1. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun)
Menurut Piaget, anak-anak dilahirkan dengan refleks
bawaan dan keinginan untuk menjelajahi dunia. Pola
primer dibentuk dengan mengubah reaksi bawaan ini.
Fase sensorimotor adalah yang pertama dari empat
periode.
Tahap sensorik perkembangan kognitif anak akan
terlihat jelas dalam usahanya melakukan gerakan-gerakan
tertentu di lingkungannya. Pada awalnya, gerakan bayi
bersifat spontan. Hampir selalu, keinginan untuk
melakukan suatu tindakan hanya disebabkan oleh faktor
internal. Penyesuaian dan penyesuaian terus-menerus,
baik secara kuantitatif maupun kualitatif, dari proses awal
hingga hasil sebagai pola atau perubahan pemahaman.
Pembentukan pengetahuan anak dimulai dengan proses
yang paling primitif yaitu mencoba mengulang suara yang
mereka dengar.
2. Masa pra operasi (2-7 tahun)
Langkah ini adalah langkah 2 dari 4 langkah. Dengan
mengamati urutan permainan, Piaget mampu
menunjukkan bahwa fungsi mental tipe baru muncul
setelah usia dua tahun. Dalam teori Piaget, (sebelumnya)
manipulasi mental adalah tindakan mental terhadap suatu
objek. Ciri dari tahap ini adalah manipulasi mental yang
langka dan tidak pantas secara logis. Pada tahap ini, anak
belajar menggunakan benda dan merepresentasikannya
dengan gambar dan kata-kata. Pikirannya masih egois.
Anak merasa sulit untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak-anak dapat mengklasifikasikan objek
berdasarkan satu fitur, seperti mengumpulkan semua
objek merah dengan bentuk berbeda atau objek bulat
dengan warna berbeda.
3. Usia yang ditentukan (7-11 tahun)
Langkah ini adalah langkah ke 3 dari 4 langkah. Muncul
antara usia 6 dan 12 tahun dan ditandai dengan
penggunaan logika yang tepat. Pada tahap manipulasi
konkret, perhatian anak tertuju pada manipulasi logis yang
sangat cepat.
4. Masa resmi (11 tahun ~ dewasa)
Tahap operasional formal merupakan tahap akhir
perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahapan ini
mulai dialami oleh anak pada usia 11 tahun (remaja) dan
berlanjut hingga dewasa. Ciri pembeda tahap ini adalah
20

kemampuan berpikir abstrak, berpikir logis, dan menarik


kesimpulan dari informasi yang tersedia. Anda dapat
memahami cinta, bukti logis, nilai, dll. Pada saat ini. Dia
tidak hanya melihat hal-hal dalam hitam dan putih, ada
"derajat abu-abu" di antaranya.

B. Teori Bruner

Psikolog Universitas Harvard Jerome S. Bruner (1915)


memimpin tren psikologi kognitif yang mendorong
pendidikan untuk memperhatikan pentingnya
mengembangkan pemikiran. Bruner menawarkan banyak
perspektif tentang perkembangan kognitif manusia dan
bagaimana orang belajar, memperoleh, dan mengubah
pengetahuan. Asumsi dasar teorinya adalah persepsi manusia
sebagai pengolah informasi, pemikir dan generator. Bruner
mengatakan belajar adalah proses aktif yang memungkinkan
orang menemukan hal-hal baru di luar informasi yang
mereka berikan sendiri. Menurut Brunner, siswa melalui tiga
tahap proses pembelajaran:
1. Tahap information (tahap menerima materi) Pada tahap ini
siswa menjadi akrab dengan materi yang telah
dipelajarinya.
2. Tahap Transformation (tahap transformasi materi) Pada
tahap ini, informasi yang diperoleh dianalisis, diubah atau
ditransformasikan ke dalam bentuk abstrak atau
kontekstual.
3. Fase penilaian (dalam fase penilaian) Pada fase ini, siswa
secara mandiri menilai sejauh mana informasi yang diolah
sebelumnya dapat digunakan untuk memahami gejala atau
masalah yang dihadapinya.

G. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, penulis mengevaluasi hasil
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan subjek
penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk membantu
penulis memecahkan masalah dan menentukan tujuan
penelitian yang akan dicapai.
Wahyudi, Dedi. (2016), Mempelajari Implementasi
Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligence Pada
Mata Pelajaran Agama Islam. Jurnal Direktorat, Jurnal
Riset Pendidikan Islam, Volume 8. No. 2 Desember 2016.
Dalam artikel ini, penulis menggunakan metodologi
pendekatan kualitatif deskriptif, yang dapat diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah yang menggambarkan atau
21

mendeskripsikan fakta-fakta yang tampak atau keadaan


fasilitas penelitian pada keadaan saat ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi belajar
mengajar yang digunakan dalam proses pembelajaran harus
tepat dan sesuai untuk setiap mata pelajaran. Selain itu, guru
harus memilih strategi dengan bijak dan menentukan cara
belajar. Mata pelajaran tidak cukup hanya menggunakan satu
metode, tetapi satu mata pelajaran mencakup banyak mata
pelajaran dan guru dapat menggunakan metode yang berbeda
untuk menyampaikan setiap mata pelajaran dalam satu mata
pelajaran. Selain mengidentifikasi metode dan metode koreksi,
guru perlu lebih memahami kecerdasan setiap siswa, yang
sangat penting untuk pengajaran atau pembelajaran yang
efektif.
Kecerdasan dalam artikel ini adalah multiple intelligence
atau biasa disebut dengan multiple intelligence dan mencakup
banyak jenis kecerdasan. Kecerdasan majemuk meliputi
sembilan jenis kecerdasan yang harus dipahami oleh guru
sebagai pengajar. Walaupun tidak mudah untuk memahami
kecerdasan siswa satu per satu. Ekhlaka Credo Guru harus
mampu memahami kecerdasan siswanya. Andai saja guru bisa
memperhatikan dan memahami semua kecerdasan yang ada
pada anak didiknya.
Terdapat kesamaan dalam kajian strategi pembelajaran
berbasis multiple intelligence untuk SD/SD pada kajian
penelitian sebelumnya, dengan perbedaan antara kajian ini
berfokus pada sekolah dasar dan kajian ini dirancang dengan
gaya Islami. Pendidikan agama dengan spesifikasinya. fokus
padanya. di sekolah dasar.
Muhammad Anas Ma`arif, (2019). Pengembangan
Potensi Peserta Didik Dalam Pembelajaran Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kecerdasan Majemuk (Multiple
Intelligence). Jurnal Al- Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal
Pendidikan Islam. Vol.4, No 2, Desember 2019.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif, yang dapat digambarkan sebagai proses pemecahan
masalah secara mandiri, dengan menggambarkan atau
mendeskripsikan keadaan fasilitas penelitian saat ini
berdasarkan fakta-fakta yang disajikan atau sebagaimana
adanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa di alam Tuhan
menciptakan manusia, dan di dalam kecerdasan Howard
22

Gardner merumuskan kecerdasan sebagai ciri anak dengan


sembilan jenis kecerdasan: (1) kecerdasan verbal dan (2)
kecerdasan. ) kecerdasan logis-matematis, (3) kecerdasan
spasial, (4) kecerdasan kinestetik, (5) kecerdasan musikal, (6)
kecerdasan interpersonal, (7) kecerdasan introspektif, (8)
kecerdasan naturalistik, (9) kecerdasan spiritual dan
eksistensial.
Manusia didorong untuk mengembangkan kecerdasan,
dan potensi ini terikat pada kata-kata yang ditetapkan Tuhan,
sehingga Tuhan menciptakan kecerdasan manusia yang
berbeda, tetapi penerapannya berbeda, sehingga manusia dapat
lebih mudah mengembangkan potensinya dalam kecerdasan
ciptaan Tuhan. Ya. Contoh proses pembelajaran Setelah
menjelaskan secara singkat bagaimana guru mempersiapkan
siswa dan bagaimana mereka menggunakan strategi
pembelajaran untuk menggabungkan satu materi dengan yang
lain untuk membuat pelajaran lebih efektif, tujuannya adalah
untuk mengembangkan siswa. Potensi melalui pendidikan
agama: Islam berbasis kecerdasan majemuk memadukan tidak
hanya IQ, tetapi juga kecerdasan emosional dan kecerdasan
intelektual, dan dapat dikaitkan dengan capaian kurikulum saat
ini, yaitu kurikulum K13. perspektif emosional dan psikologis.
Dalam studi ini, studi-studi ini serupa dalam hal melihat
peningkatan siswa (multiple intelligences), dan sementara
studi ini melihat peningkatan perbedaan dalam pekerjaan guru,
desain pembelajaran multiple intelligences diterapkan pada
siswa sekolah dasar dalam studi ini di MI Al Fithrah Surabaya.
Abidin, Zainal. (2021). Pengembangan Kecerdasan
Majemuk (Multiple Intelligences) Di Madrasah. Jurnal
Elementary: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar. Vol. 3,
No.3, Institut Agama Islam Negeri Metro Lampung.
Penelitian ini menggunakan metodologi pendekatan
kuantitatif deskriptif untuk menjelaskan perkembangan
kecerdasan majemuk di sekolah agama agar dapat
menggambarkan subjek penelitian saat ini berdasarkan fakta-
fakta yang ditemukan sebagaimana adanya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep
multiple intelligence sebagai konsep atau teori yang lahir pada
akhir abad ke-20 sebenarnya bertujuan untuk melihat
kecerdasan manusia secara utuh, bukan sekedar kecerdasan
intelektual. Kecerdasan intelektual otak manusia atau emosi
yang harus berkembang seiring dengan kecerdasan. Dalam
23

konteks ini, pembelajaran di sekolah memang merupakan


kontributor yang baik bagi perkembangan kecerdasan
majemuk.
Sebagai lembaga pendidikan Islam, sekolah mengemban
misi mulia untuk menciptakan manusia muslim yang berguna
bagi pengembangan intelektual, emosional, sosial, spiritual,
pribadi dan akhlak mulia. Dengan mengembangkan
kecerdasan majemuk diharapkan dapat memberikan solusi
atas permasalahan sosial dan masa depan yang lebih baik bagi
umat manusia, khususnya umat Islam dan seluruh umat
manusia.
Pada ulasan sebelumnya ini, penelitian menunjukkan
persamaan dalam membahas perkembangan (multiple
intelligences) di sekolah agama pada lembaga pendidikan dan
berbeda dalam membahas perkembangan multiple
intelligences (kecerdasan ganda) di sekolah pada umumnya
karena topik penelitian ini di Surabaya
Fuji Zakiyatul Fikriyah, Jamil Abdul Aziz (2018).
Penerapan Konsep Multiple Intelligences pada Pembelajaran
PAI. Jurnal Ilmu Al-Quran: Jurnal Pendidikan Islam Vol.
1, No. 02, Fakultas Tarbiyah Institut PTIQ Jakarta.
Penelitian ini mengkaji bagaimana konsep multiple
intelligences yang dikemukakan oleh Howard Gardner dari
SOH (School of Man) dapat diterapkan pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) di Bekasi, Jawa Barat.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan dan
disajikan dalam bentuk deskriptif. Pendekatan yang dilakukan
adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan:
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian
menunjukkan penerapan konsep multiple intelligences dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMP School
of Humanity (SOH) Cibubur kelas VIII dan Sembilan, yaitu
untuk menerapkan multiple intelligences dalam pembelajaran,
guru harus: Kreativitas menggunakan konsep multiple
intelligences.
Hasil penelitian ini menunjukkan penerapan konsep
multiple intelligences pada pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMP School of Humanity (SOH) Cibubur dan
penerapan konsep multiple intelligences pada pembelajaran
PAI di sekolah dasar. SMP. School of Humanities (SOH)
Cibubur diawali dengan Multiple Intelligences Test (MIR)
untuk mahasiswa tahun pertama. Mengimplementasikan
24

multiple intelligences dalam pengajaran Pendidikan Agama


Islam (PAI) dalam aplikasi membutuhkan kreatifitas dari para
pendidik. Kajian Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan
konsep multiple intelligences di SMP School of Humanity
(SOH) Cibubur sangat beragam. Guru menggunakan
visualisasi kreatif dan berbagai strategi dan metode serta
didukung oleh penggunaan media yang kreatif, ada yang
menggunakan strategi visualisasi, kolaborasi tim, berbagai
permainan, presentasi, produksi video atau film dan banyak
lagi. Dalam proses penyampaian materi, siswa langsung
menjadi subjek. Belajar akan menyenangkan dan berharga.
Proses penerapan konsep kecerdasan majemuk dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) sudah berjalan
dan sesuai dengan prinsip pembelajaran konsep kecerdasan
majemuk tidak ada anak yang bodoh, setiap anak memiliki
kecenderungan kecerdasannya masing-masing dan memang
ditonjolkan. proses terbaik dan input terbaik. Anda harus
mempelajari konsep-konsepnya. Proses terbaik berarti bahwa
proses pembelajaran harus berkualitas yang tidak hanya
bergantung pada materi, strategi, dan bagaimana materi atau
media itu disajikan, tetapi juga pada kemampuan guru untuk
menerapkannya kepada siswa. Hasil yang terbaik adalah hasil
belajar, tetapi hasil yang baik akan tercapai jika siswa
menikmatinya, aktif dan mampu mengikuti pembelajaran
dengan gembira dan semangat.
Dalam ulasan penelitian terdahulu ini, terdapat dua
kategori penelitian yang membahas tentang penerapan konsep
multiple intelligences pada pembelajaran PAI dan berbeda
dalam format pembahasannya.
Secara umum baik penelitian ini maupun penelitian
terdahulu sama-sama membahas tentang kecerdasan
majemuk, namun yang membedakan adalah subjek penelitian
pada penelitian sebelumnya berbeda. Subjek penelitian ini
adalah Naluri Sekolah Dasar Surabaya dalam merancang
pembelajaran melalui kecerdasan majemuk siswa, namun
belum ada penelitian yang membahas topik tersebut.
H. Metode Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan


menganalisis desain pendidikan pendidikan agama Islam
dengan kecerdasan majemuk pada siswa MI Al FIthrah
25

Surabaya, dengan fokus pada isu-isu berikut: Perencanaan,


pelaksanaan dan evaluasi. Pendekatan kualitatif digunakan
dalam penelitian ini. Upaya menyediakan data yang konsisten
dengan kondisi dunia nyata dan manusia sebagai sumber data
utama saat melakukan studi pencampuran dengan
menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif.
Metode ini digunakan melibatkan proses pengumpulan,
analisis, dan interpretasi data yang lebih fokus pada
pemahaman dan interpretasi dari pengalaman dan pandangan
sumber data nantinya melalui fakta atau fenomena-fenomena
peninjauan dilapangan dan kemudian menganalisis dan
mencoba mengaitkan dengan teori yang sudah ada. Penelitian
kualitatif melalui langkah-langkah yang ketat dalam
melakukan beberapa tahapan, Pertama, Penentuan masalah
penelitian. Kedua, Penentuan jenis data dan pengumpulan data
mulai dari data wawancara, observasi, dokumen (buku, tesis,
disertasi), dan data Angket. memberikan data yang dibutuhkan
serta dilakukan secara etis dan menghormati hak privasi
narasumber. Ketiga, Interpretasi hasil penelitian setelah data
selesai perlu diolah kemudian melakukan interpretasikan
dengan teori dan kerangka konsep yang relevan dengan tema
Pendidikan Agama Islam dalam menunjang secara objektif dan
akurat ditulis dengan jelas dan sistematis.
1. Data penelitian
Data adalah deskripsi, dokumen, sudut pandang,
dan fakta dalam bentuk corat-coret, gambar, gambar,
dan sebagainya. Studi ini mengumpulkan data langsung
melalui observasi, wawancara dengan
informan/narasumber, dokumen, dan observasi
lapangan.9 Penelitian ini membutuhkan data berformat
Aqidah Akhlak dan data pembelajaran multiple
intelligence siswa MI Al Fithrah Surabaya di lokasi
penelitian.

2. Sumber data
Sumber data juga mencakup sumber data berupa
kata-kata, tindakan atau perilaku, diperkuat dengan
dokumen, dll.10 Sumber data yang dikumpulkan selama
penelitian ini dapat digunakan untuk menafsirkan,
9
Iqbal Hasan, Analisis Penelitian dengan Statistik (Jakarta: Bumi Aksara,
2004), 19.
10
Moleong, Metode Penelitian Kuantitatif, 63.
26

mengkorelasikan, dan menjelaskan masalah dalam kata-


kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau
diwawancarai melalui observasi, rekaman, dan
fotografi. Berikut adalah informasi yang dipilih sebagai
sumber penelitian ini. Dibawah ini infroman yang
dipilih untuk dijadikan sumber penelitian ini sebagai
berikut:
a. Kepala MI Al Fithrah Surabaya
b. Waka Humas MI Al Fithrah Surabaya
c. Waka Kurikulm MI Al Fithrah Surabaya
d. Guru Aqidah Akhlak
e. Peserta didik MI Al Fithrah Surabaya
Adapun gambaran berupa tabel data dan sumber
data nantinya dalam desain pembelajaran dibawah ini
untuk mempermudah proses penelitian sebagai berikut:
Data Sumber Data Teknik

Desain 1. Kepala 1.kuisioner


Pembelajaran Madrasah 2.Studi
Multiple MI Al lapangan
Intellegences Fithrah 3.Pengambilan
Peserta Didik MI 2. Waka sampel dan
Al Fithrah Kurikulum wawancara
Surabaya MI Al
Fitharah
3. Waka
Humas MI
Al Fithrah
4. Guru
Aqidah
Akhlak dan
Peserta
didik
Tabel 1.1 Data dan Sumber Data
Rencana Strategi desain Pembelajaran menggunakan
konsep Multiple Intelengences antara lain:
Strategi desain pembelajaran dari perilaku
(Action Research) . Pertama, memahami kegiatan belajar
dengan meminta siswa merumuskan hipotesis tentang
data. Kemudian data dikumpulkan, dilakukan analisis dan
kesimpulan dirumuskan untuk mendukung hipotesis. Kata
kunci dalam strategi ini adalah hipotesis. Proses belajar
27

yang benar Tanyakan terlebih dahulu: rumuskan hipotesis


atau temukan pertanyaan yang bermasalah. Kedua:
Pengumpulan Data: Mengumpulkan data yang berkaitan
dengan masalah. Ketiga, analisis data: Memecahkan
masalah dengan menganalisis data yang terkumpul.
Keempat: Konsekuensi: Temukan alternatif untuk
memecahkan masalah. Kelima, Rencana Eksekusi:
Jalankan setiap rencana yang ditemukan dalam urutan
prioritas. Deskripsi lebih lanjut tentang proyek
pembelajaran. Haruskah saya memberi persepuluhan?
Mintalah siswa untuk membuat hipotesis berikut:
Haruskah saya membayar zakat atau tidak? Siswa diminta
memilah dan menghitung harga dan barang yang dimiliki
termasuk perhiasan dan pakaian, siswa mempresentasikan
hasil pendataannya, dan siswa menghitung nilai total
barang atau properti berdasarkan data tersebut. Putuskan
apakah zakat termasuk. Termasuk matematika logis
dan metode kecerdasan multibahasa.
Strategi Desain Ilmu Visualisasi. Memahami dan
mampu membuat atau mengingat gambar visual
imajinatif. Strategi pembelajaran yang mengaitkan
konsep pembelajaran dengan gambar, tanda atau simbol
tertentu. Visualisasikan konsep/ide atau gambar
konseptualisasi konsep/ide tersebut. Prosedur desain
instruksional meliputi konsep, gambar visual, dan
interpretasi gambar. CONTOH Guru mendefinisikan
pengertian anggota gerak bawah, meminta siswa untuk
mendeskripsikan dan mendefinisikan anggota gerak
bawah, dan siswa memberikan gambar yang diambil dari
uraian anggota gerak bawah. Ini mencakup metode
kecerdasan ganda spasial, visual dan interpersonal.
Strategi pembelajaran desain peta pikiran
(Mind Map). Pahami, cara termudah untuk memasukkan
dan mengeluarkan informasi dari otak - Peta pikiran
adalah metode pencatatan yang kreatif dan efektif yang
secara harfiah memetakan pikiran Anda. Gunakan kata-
kata, gambar, angka, logika, ritme, warna, dan dimensi
yang disajikan dalam gaya yang unik. Sistem ini
merupakan metode pencatatan kreatif yang mudah
mengingat banyak informasi dan menyajikannya secara
akurat dan menyenangkan. TINDAKAN Membentuk
kertas secara horizontal Tambahkan cabang dari tengah
28

untuk setiap poin utama dari gagasan utama di tengah


kertas Gunakan pena berwarna Tulis kata kunci di setiap
cabang Perluas untuk menambahkan detail Tambahkan
simbol dan gambar. Contoh belajar membuat peta pikiran
untuk sholat, puasa dan sedekah. Ini mencakup metode
kecerdasan ganda spasial, visual dan verbal.

3. Sumber Sekunder

Merupakan data Terlepas dari apakah peneliti telah


mengumpulkan data dari sumber yang ada, data ini
biasanya berasal dari data penelitian lain yang dilakukan
oleh lembaga atau organisasi. Oleh karena itu, data dan
sumber data tambahan untuk penelitian ini adalah studi
Akhlak Doctrine, buku Learning Multiple Intelligences,
dan banyak artikel dan teori.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah data penelitian yang


dapat berupa teks, gambar, tokoh, cerita, foto, dan karya
seni. Fokus teknik pengumpulan data harus selaras dengan
tujuan penelitian. Karena teknik pengumpulan data
merupakan langkah penting dalam penelitian.
Pengumpulan data juga merupakan langkah dalam tujuan
utama penelitian. Pengumpulan data menggunakan
metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik
pengumpulan data adalah langkah-langkah yang dilakukan
ilmuwan saat mengumpulkan data di lapangan. Peneliti
menggunakan tiga teknik untuk mengumpulkan data,
antara lain:

a. Observasi
Observasi adalah seni mengumpulkan informasi
atau data dengan melakukan berbagai pengamatan
tentang kegiatan yang akan diliput. Untuk melakukan
observasi, kita sebagai peneliti perlu merekam dan
mendokumentasikan beberapa peristiwa informasi
dan tindakan yang terjadi dalam situasi tertentu secara
berurutan. Para ilmuwan mengamati fasilitas
penelitian bernama MI Al Fithrah Surabaya melalui
pemantauan dan memperoleh beberapa data antara
29

lain: yang dikumpulkan oleh peneliti dari semua


sumber yang sudah ada, data ini biasanya berasal dari
data penelitian lain yang dilakukan oleh lembaga atau
organisasi.11 Maka data dan sumber data sekunder dari
penelitian ini yakni buku, beberapa artikel dan
mengenai teori tentang kajian pembelajaran Aqidah
Akhlak dan Multiple Intellegences.12

1. Lokasi Penelitian di MI Al Fithrah Surabaya


2. Pelaksanaan Multiplle Intellengences di MI Al
Fithrah Surabaya
3. Keterlibatan guru dan peserta didik dalam
penerapan pembelajaran dengan meningkatkan
Multiplle Intellengences di MI Al Fithrah
Surabaya
b. Wawancara
Pengambilan data melalui wawancara adalah salah
satu metode yang umum digunakan dalam penelitian
atau studi untuk mendapatkan informasi secara
langsung dari responden atau narasumber.
Wawancara dapat dilakukan secara tatap muka atau
melalui telepon, video conference, atau media
komunikasi lainnya. Berikut adalah penjelasan umum
mengenai pengambilan data lewat wawancara:
1. Persiapan: Sebelum melakukan wawancara,
peneliti atau pewawancara perlu melakukan
persiapan yang matang. Ini termasuk merumuskan
pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian,
menentukan target responden atau narasumber
yang akan diwawancarai, dan mempersiapkan
peralatan yang diperlukan, seperti rekaman audio
atau video, catatan, atau perangkat
telekomunikasi.
2. Pendekatan dan Etika: Pewawancara perlu
memilih pendekatan yang sesuai dengan tujuan
penelitian dan karakteristik responden atau
narasumber. Mereka juga harus mengikuti etika

11
Rokhmat Subagiyo, Metode Penelitian Ekonomi Islam: Konsep Dan
Penerapan (Jakarta: Alim‟s Publishing, 2017). 74.
12
Chritine Daymon and Immy Holloway, Metode-Metode Riset Kuantitatif
Dalam Public Relations & Marketing Communications (Yogyakarta: Bentang,
2008). 40.
30

wawancara, seperti menjaga kerahasiaan


informasi, menghormati pendapat dan perspektif
responden, dan memastikan kenyamanan dan
keamanan selama wawancara.
3. Pengenalan: Pewawancara biasanya memulai
wawancara dengan memperkenalkan diri dan
tujuan penelitian kepada responden atau
narasumber. Mereka menjelaskan konteks
penelitian, memberikan informasi tentang
kegunaan data yang akan dikumpulkan, dan
memastikan bahwa responden atau narasumber
memahami proses wawancara.
4. Pertanyaan dan Pendalaman: Pewawancara
mengajukan pertanyaan yang relevan dengan
topik penelitian atau studi. Pertanyaan dapat
bersifat terbuka, meminta narasi atau penjelasan
panjang, atau tertutup, dengan pilihan jawaban
yang sudah ditentukan. Pewawancara juga dapat
melakukan pendalaman dengan mengajukan
pertanyaan tindak lanjut untuk mendapatkan
informasi yang lebih detail atau menjelaskan
konsep yang belum jelas.
5. Mendengarkan dan Catatan: Pewawancara perlu
mendengarkan dengan seksama respons dari
responden atau narasumber. Mereka mencatat
informasi penting, jawaban kunci, atau tema-tema
yang muncul selama wawancara. Mengambil
catatan yang akurat membantu dalam
menganalisis data setelah wawancara selesai.
6. Fleksibilitas dan Penyesuaian: Pewawancara perlu
bersikap fleksibel dalam menjalankan wawancara.
Mereka dapat menyesuaikan pertanyaan atau
pendekatan berdasarkan respons atau kondisi yang
muncul selama wawancara. Hal ini
memungkinkan untuk mendapatkan pemahaman
yang lebih baik dan mengeksplorasi sudut
pandang atau pengalaman yang berbeda.
Setelah wawancara selesai, data yang
dikumpulkan dapat dianalisis dan digunakan dalam
penelitian atau studi sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan. Penting untuk menjaga kerahasiaan
informasi dan menggunakan data dengan etika, serta
31

menghormati hak dan privasi responden atau


narasumber yang telah berpartisipasi dalam
wawancara
Dalam proses pengumpulan data pada penelitian
Narasumber yang akan diwawancara yakni:
Kepala Madrasah : I'is Nurkayanti, S.Pd
Waka Kurikulum : Zumrotul Fauziah, S.pd
Waka Humas : Nur Zaid, M.Pd
Guru Aqidah Akhlak : I'is Nurkayanti dan
Mukhoirum S.Pd. i
c. Dokumentasi
Pengertian dokumentasi adalah rekaman atau
rekaman peristiwa masa lalu. Dokumentasi dapat
berupa teks-teks monumental, karya seni dan gambar.
Dalam penelitian kuantitatif, selain dokumentasi,
metode observasi dan wawancara digunakan sebagai
pelengkap.13 Untuk memperoleh dokumentasi, peneliti
menggunakan metode dokumentasi dengan asumsi
lembaga pendidikan melakukan pencatatan terkait
dengan pusat penelitiannya. Dokumentasi berfungsi
sebagai pelengkap data independen dari observasi dan
hasil wawancara. Dalam penelitian ini beberapa
artikel yaitu;
1. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Al Fithrah
Surabaya
2. Dokumen Profil Sekolah
3. Dokumen data Guru Aqidah Akhlak
4. Dokumen data Peserta didik
5. Dokumen silabus pembelajaran agama islam
6. Rancangan pembelajaran peserta berbasis
7. Rancangan desain pembelajaran dalam
meningkatkan Multiple Intellengences peserta
didik
8. dan dokumen pendukung yang relevan dengan
fokus penelitian

5. Teknik Analisa Data


13
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kuantitatif,
dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 329.
32

Analisis data adalah seni mengidentifikasi dan


memperoleh struktur sejarah melalui observasi,
wawancara, dan dokumentasi, kemudian menyusun,
mensintesis dan mensintesis pola, menentukan apa yang
akan dipelajari dan apa yang dianggap penting, serta
menarik dan menganalisis kesimpulan. Mudah untuk
menjelaskan kepada diri sendiri dan orang lain. Data yang
terkumpul dianalisis melalui analisis kuantitatif berupa
analisis observasi/eksplorasi, wawancara dan dokumen
dari informan utama Akhlak Mi Fitra Surabaya: Kepala
Sekolah, Wakil Direktur Kurikulum, Wakil Direktur
Humas dan Guru. Metode ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penelitian yang diteliti secara terstruktur
sesuai dengan fakta yang ada..14

Gambar 1.1 Teknik Analisis Data Studi Lapangan

Data
Studi lapangan display
(Penyajian
data

Penarikan
Kondensasi
Kesimpulan
data

Pengumpulan data studi lapangan merupakan


metode penelitian yang melibatkan pengamatan
langsung dan pengumpulan informasi secara langsung
dari lokasi atau konteks yang menjadi fokus penelitian.
Studi lapangan sering dilakukan untuk mendapatkan
data yang kaya dan mendalam tentang fenomena atau
masalah yang sedang diteliti. Berikut adalah penjelasan
umum mengenai pengumpulan data studi lapangan:
a. Persiapan: Sebelum melakukan studi lapangan,
peneliti perlu melakukan persiapan yang matang.
Ini meliputi identifikasi tujuan penelitian, pemilihan

14
Hari Wijayta and Jailani, Tehnik Penulisan Sikripsi Dan Tesis (Yogyakarta:
Hangar Creator, 2008). 29.
33

lokasi studi, dan perencanaan metode dan instrumen


pengumpulan data yang akan digunakan. Persiapan
juga mencakup izin dan persetujuan yang
diperlukan, seperti izin dari otoritas setempat atau
persetujuan dari pemilik atau pemangku
kepentingan lokasi studi.
b. Pengamatan dan Observasi: Pengumpulan data
studi lapangan dilakukan melalui pengamatan
langsung terhadap situasi, kegiatan, atau objek yang
menjadi fokus penelitian. Peneliti mengamati secara
seksama dan mencatat apa yang mereka lihat,
dengar, dan alami di lapangan. Observasi dapat
meliputi pengamatan visual, pendengaran, atau
pengamatan partisipatif yang melibatkan interaksi
dengan peserta atau aktor yang terlibat dalam
situasi studi.
c. Wawancara: Selain pengamatan, studi lapangan
juga sering melibatkan wawancara dengan
narasumber yang relevan. Wawancara dapat
dilakukan secara terjadwal atau tidak terjadwal,
bergantung pada kebutuhan penelitian. Wawancara
memungkinkan peneliti untuk mendapatkan
informasi mendalam, memahami perspektif
narasumber, dan menjelaskan aspek-aspek yang
tidak dapat diamati secara langsung.
d. Pengumpulan Data Tambahan: Selain pengamatan
dan wawancara, peneliti juga dapat mengumpulkan
data tambahan melalui pengambilan dokumentasi,
seperti dokumen resmi, laporan, catatan, foto, atau
video. Data tambahan ini dapat memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif dan
mendukung analisis yang lebih baik.
e. Reflexivity dan Triangulasi: Selama studi lapangan,
penting bagi peneliti untuk mempertimbangkan
peran mereka sebagai pengamat dan pengumpul
data. Konsep reflexivity mengacu pada kesadaran
dan refleksi diri peneliti terhadap pengaruh mereka
terhadap data yang dikumpulkan. Selain itu, penting
juga untuk menggunakan triangulasi, yaitu
membandingkan data yang dikumpulkan dari
berbagai sumber atau metode untuk memperkuat
34

keabsahan dan keandalan temuan.


f. Rekaman Data: Peneliti perlu mencatat dan
mendokumentasikan data yang dikumpulkan secara
sistematis. Ini dapat dilakukan melalui catatan
lapangan, rekaman audio atau video, atau
pengambilan gambar. Penting untuk menjaga
kerahasiaan informasi dan menghormati privasi
individu yang terlibat dalam studi.
g. Analisis Data: Setelah pengumpulan data selesai,
peneliti menganalisis data untuk mengidentifikasi
pola, tema, atau aspek penting yang muncul.
Analisis data melibatkan penyusunan, penyaringan,
pengkategorian, dan penginterpretasian data yang
dikumpulkan. Metode analisis data yang digunakan
dapat bervariasi tergantung pada jenis data dan
pendekatan penelitian yang digunakan.
Pengumpulan data studi lapangan memberikan
keuntungan dalam memahami fenomena secara
mendalam, mengakses informasi yang mungkin tidak
terdokumentasi, dan memungkinkan peneliti untuk
mendapatkan wawasan yang lebih kaya tentang konteks
yang diteliti. Namun, diperlukan ketelitian dalam
mengamati, mencatat, dan menganalisis data untuk
memastikan validitas dan keandalan hasil penelitian.
I. Sistematika Pembahasan
Pembahasan ini diulas secara sistematis dan dibagi
menjadi lima bab, yang disusun secara sistematis dan dibagi
menjadi beberapa subbab.
Bab pertama berisi pengantar dan merupakan bibliografi
yang menyertai pembahasan seluruh monografi. Bab ini terdiri
dari latar belakang masalah, identifikasi dan definisi masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penelitian teoritis, penelitian terdahulu, metodologi penelitian,
dan metodologi pembahasan.
Bab kedua membahas tentang strategi penerapan konsep
Multiple Intelligences pada kualitas pembelajaran.
Bab 3 juga menjelaskan bagaimana proyek pendidikan
yang tepat dapat meningkatkan kecerdasan siswa dengan
menggunakan beberapa model kecerdasan.
35

Pada Bab 4, kami akan menganalisis dan membahas data


yang diperoleh peneliti untuk menjelaskan temuan mereka,
khususnya analisis ilmu terapan untuk pengembangan, tentang
bagaimana konsep pembelajaran Multiple Intelligence
diimplementasikan di MI Fithrah Surabaya. Mengenali potensi
kecerdasan majemuk, kredo moral guru, memperkuat
kemampuan siswa.
Terakhir, bab kelima berisi kesimpulan dan saran dari
peneliti. Kepada para pembaca, khususnya pemangku
kepentingan Guru Iman Akhlak saat ini, wakil presiden bidang
kurikulum dan humas sekolah, sponsor utama Kementerian
Agama Surabaya.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Multiple Intellengences

Kecerdasan majemuk adalah teori kecerdasan yang


dikemukakan oleh Howard Gardner, seorang psikolog
perkembangan dan profesor di Universitas Harvard dengan Project
Zero (kelompok penelitian) pada tahun 1983. Hal yang menarik dari
teori kecerdasan ini adalah adanya upaya untuk mendefinisikan
kembali kecerdasan. Sebelum munculnya teori kecerdasan
majemuk, teori kecerdasan diartikan secara sempit. Kecerdasan
siswa selanjutnya ditentukan oleh kemampuan mereka untuk
mengikuti serangkaian tes kecerdasan, dan tes ini kemudian diubah
menjadi angka kecerdasan yang dinormalisasi. Gardner berhasil
mendobrak teori dan tes IQ yang telah banyak digunakan oleh para
psikolog di seluruh dunia sejak tahun 1905.15
Kecerdasan siswa dapat dinilai dengan membiasakan mereka
pada dua hal. Pertama, kebiasaan siswa memecahkan masalah
mereka (problem solving). Kedua, biasanya mahasiswa yang
menciptakan produk baru yang bernilai budaya (kreativitas). Kedua
kebiasaan ini membuktikan kecerdasan siswa. Biasanya setiap orang
memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, sehingga kecerdasan setiap
orang juga berbeda.
Asumsi bahwa kognisi manusia bersifat individual dan
individu hanya memiliki satu kecerdasan adalah salah. Tidak ada
unit aktivitas manusia yang hanya menggunakan satu jenis
kecerdasan. Tapi itu adalah hasil kolaborasi banyak kecerdasan
yang kuat dan saling melengkapi. Terbentuknya integrasi tentu
berbeda-beda pada setiap kebudayaan. Kecerdasan yang paling
menonjol akan mengendalikan kecerdasan lainnya dalam
memecahkan masalah.
Gagasan utama yang dikemukakan Gardner: Pertama, manusia
memiliki kemampuan untuk meningkatkan dan memperkuat
kecerdasannya. Kedua, kecerdasan tidak hanya dapat diubah, tetapi
juga diajarkan kepada orang lain. Ketiga, kecerdasan adalah fakta
kompleks yang muncul di berbagai bagian otak atau sistem mental
manusia. Keempat, dalam kondisi tertentu, semua kecerdasan
manusia bekerja sama sebagai satu kesatuan dan dipadukan untuk
memecahkan masalah atau melakukan tugas tertentu. Kelima,
kecerdasan yang lebih dominan cenderung mengarahkan atau
mendominasi kecerdasan lain yang lebih lemah.

15
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Seklah Berbasis Multiple Intelligences di
Indonesia (Bandung : Kaifa, 2013), 132

36
37

Dalam mendefinisikan kecerdasan, Gardner menggunakan


istilah “berganda” agar tidak membatasi jenis kecerdasan pada
jumlah tertentu. Oleh karena itu, sangat mungkin penelitian lebih
lanjut akan menemukan jenis kecerdasan lain yang belum pernah
ditemukan sebelumnya. Tentu saja, pada awal teori ini, hanya ada
enam jenis kecerdasan yang dikemukakan. Kemudian, di buku
selanjutnya, Multiple Intelligences: Theory in Practice, Gardner
menambahkan satu kecerdasan lagi. Dalam penelitian selanjutnya,
pada tahun 2002, Gardner menambahkan dua jenis kecerdasan
baru.16
Howard Gardner selalu menjelaskan kepada siswa tiga hal
tentang kecerdasan majemuk, yaitu bahan dasar, kemampuan dan
kebugaran jasmani murni. Setiap area otak yang disebut lobus
memiliki komponen penting berupa potensi kerawanan yang akan
berkembang jika diberikan stimulasi yang tepat. Dari kepekaan
inilah yang menerima rangsangan yang tepat akan lahir efisiensi.
Kompetensi yang waspada secara konsisten akan memberikan hasil
terbaik bagi siswa, banyak dari mereka menggambarkan diri mereka
sebagai "guru" yang berbakat.
Definisi kecerdasan Gardner berbeda secara signifikan dari
definisi kecerdasan yang digunakan sebelumnya. Gardner
mengatakan bahwa "kecerdasan adalah kemampuan untuk
memecahkan masalah atau menciptakan produk berharga dalam
satu budaya atau lebih." Menurut Gardner, kecerdasan siswa tidak
diukur dengan standar nilai tes psikologi, tetapi diwujudkan dalam
kebiasaan siswa memecahkan masalah sendiri (problem solving)
dan kebiasaan siswa menciptakan produk baru yang memiliki nilai
budaya (kreativitas).
Stenberg mengatakan sangat terbatas jika kecerdasan siswa
harus ditentukan oleh angka IQ. Ini adalah pengurangan dan
penyederhanaan yang sangat sempit dari makna entitas luas yang
disebut kecerdasan. Bagaimana dengan keterampilan analitis,
kreativitas, dan keterampilan praktis siswa? Angka IQ tidak bisa
menjawabnya. Gardner mendefinisikan kecerdasan "berganda"
(jamak atau majemuk) dalam arti luas kecerdasan. Gardner
menggunakan istilah "banyak" untuk memungkinkan
pengembangan kecerdasan lebih lanjut. Terbukti bahwa bidang
kecerdasan yang ditemukan terus berkembang, dari 6 kecerdasan
(saat konsep ini pertama kali dibuat) menjadi 9 kecerdasan.
Kecerdasan berkembang, dan ada banyak kecerdasan yang
dilewatkan oleh Gardner dan pakar lainnya.
Kecerdasan lebih berfokus pada proses pencapaian akhir yang
terbaik. Kecerdasan majemuk memiliki metode penemuan

16
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Seklah Berbasis Multiple Intelligences
di Indonesia (Bandung : Kaifa, 2013), 132
38

keterampilan, yaitu proses penemuan kemampuan siswa. Metode ini


mengasumsikan bahwa setiap orang pasti memiliki kecenderungan
terhadap jenis kecerdasan tertentu. Kecenderungan ini harus
ditemukan dengan mencari kecerdasan. Dalam teori kecerdasan
majemuk, dia menyarankan kita untuk meningkatkan keterampilan
atau kekuatan kita dan mengubur kelemahan kita. Proses penemuan
inilah yang menjadi sumber kecerdasan anak. Untuk menemukan
kecerdasan, seorang anak harus didukung oleh lingkungan, orang
tua, guru, sekolah, dan sistem pendidikan yang diterapkan di negara
tertentu.17
Thomas Armstrong mendemonstrasikan bahwa teori
kecerdasan majemuk memperluas jangkauan potensi manusia di
luar batas derajat kecerdasan. Saat mengembangkan teori
kecerdasan majemuk, harus berhati-hati agar tidak menggunakan
istilah kecerdasan untuk mengukur IQ. Saat menjelaskan perbedaan
individu, setiap orang memiliki kecerdasan. Tidak menutup
kemungkinan siswa yang dianggap lemah intelektualnya menjadi
kuat ketika diberi kesempatan untuk berkembang. Kunci kecerdasan
majemuk adalah kebanyakan orang dapat mengembangkan
kecerdasan ke tingkat yang relatif dapat mereka kuasai. 18
Muhammad Yaumi menjelaskan bahwa dalam teori kecerdasan
majemuk dibagi menjadi roda-roda domain kecerdasan majemuk
untuk memperjelas hubungan yang tidak stabil antara kecerdasan-
kecerdasan yang berbeda, yang dikelompokkan menjadi tiga ranah
atau domain, yaitu: interaktif, analitis, dan introspektif. Ketiga
bidang ini dirancang untuk menyelaraskan kecerdasan dengan
siswa, yang secara teratur diamati oleh guru di kelas. 19
Teori kecerdasan majemuk adalah konfirmasi akhir dari
gagasan bahwa perbedaan individu itu penting. Penggunaannya
dalam pendidikan sangat bergantung pada pengakuan, pengakuan
dan penilaian semua atau cara yang berbeda di mana siswa belajar,
serta mengenali, mengenali dan menghargai minat dan bakat setiap
siswa. Teori kecerdasan majemuk tidak hanya mengakui perbedaan
individu tersebut untuk tujuan praktis seperti pengajaran dan
penilaian, tetapi juga menganggap dan menerimanya sebagai
sesuatu yang wajar, wajar, bahkan menarik, dan bernilai tinggi.
Teori ini merupakan langkah besar menuju titik di mana individu
dihargai dan keberagaman dibudidayakan.

17
Munif Chatib, Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences.,
74-78.
18
Thomas Armstrong, Multiple Intelligences In The Classroom (Virginia :
ASCD, 2009), 27.
19
Muhammad Yaumi, Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
(Jakarta : Dian Rakyat 2012), 12-14.
39

Teori kecerdasan majemuk berpendapat bahwa perbedaan


individu sangat penting. Penggunaannya dalam pendidikan sangat
tergantung pada pengenalan, pengakuan dan penilaian semua atau
cara yang berbeda dimana siswa belajar, serta mengenali, mengenali
dan menilai minat dan bakat setiap siswa.

B. Pengembangan Kecerdasan Multiple Intellengences

1. Kecerdasan Linguistik Verbal


Kecerdasan linguistik verbal, juga dikenal sebagai
kecerdasan bahasa atau kecerdasan verbal-linguistik, adalah
salah satu dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh
teori kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan
linguistik verbal melibatkan kemampuan seseorang dalam
menggunakan bahasa secara efektif, baik secara lisan maupun
tulisan, dalam berkomunikasi, memahami, dan mengolah
informasi verbal.
Berikut adalah beberapa karakteristik dan kemampuan yang
terkait dengan kecerdasan linguistik verbal:
a. Kemampuan Berbahasa: Orang dengan kecerdasan
linguistik verbal yang tinggi cenderung memiliki
kemampuan berbahasa yang baik. Mereka mampu
menggunakan kata-kata dengan tepat, memiliki kosakata
yang luas, serta memiliki kepekaan terhadap nuansa dan
makna yang terkandung dalam bahasa.
b. Kemampuan Menulis dan Membaca: Individu dengan
kecerdasan linguistik verbal yang kuat biasanya memiliki
kemampuan menulis dan membaca yang baik. Mereka
mampu menyusun kalimat yang baik dan berstruktur,
mengekspresikan ide-ide dengan jelas melalui tulisan, serta
memahami teks dengan baik dan mendapatkan informasi
yang diperlukan melalui membaca.
c. Retorika dan Berbicara Efektif: Kecerdasan linguistik
verbal melibatkan kemampuan seseorang dalam berbicara
secara efektif. Orang dengan kecerdasan linguistik yang
tinggi cenderung memiliki kemampuan berpidato atau
menyampaikan presentasi dengan baik, menggunakan
strategi persuasif, serta mengatur dan menyampaikan
gagasan dengan lancar.
d. Pemahaman Kompleksitas Bahasa: Individu dengan
kecerdasan linguistik verbal yang kuat mampu memahami
dan menganalisis struktur bahasa, tata bahasa, sintaksis,
dan makna yang terkandung dalam kalimat atau teks.
Mereka memiliki kepekaan terhadap nuansa kata, konotasi,
dan makna yang tersembunyi dalam bahasa.
e. Kreativitas dan Penciptaan Karya Bahasa: Orang dengan
40

kecerdasan linguistik verbal yang tinggi sering memiliki


kemampuan kreatif dalam menciptakan karya tulis, puisi,
cerita, atau karya sastra lainnya. Mereka dapat
menggabungkan kata-kata dengan indah, menggunakan
metafora atau perumpamaan dengan cermat, dan
menghasilkan karya yang memiliki pengaruh emosional
atau intelektual.
f. Penguasaan Bahasa Asing: Individu dengan kecerdasan
linguistik verbal yang tinggi cenderung memiliki
kemampuan untuk mempelajari dan menguasai bahasa
asing dengan relatif cepat. Mereka mampu mengenali dan
memahami struktur bahasa yang berbeda, menguasai
kosakata baru, serta berkomunikasi dengan lancar dalam
bahasa asing.
g. Kepekaan terhadap Bunyi dan Ritme Bahasa: Kecerdasan
linguistik verbal juga melibatkan kepekaan terhadap bunyi,
ritme, dan intonasi dalam bahasa. Orang dengan kecerdasan
linguistik yang tinggi sering memiliki kemampuan untuk
mengenali dan meniru suara, aksen, dan irama bahasa
dengan baik.
Kecerdasan linguistik verbal memiliki peran penting
dalam komunikasi verbal, pemahaman teks, penguasaan
bahasa, dan ekspresi ide-ide melalui kata-kata. Orang dengan
kecerdasan ini sering menonjol dalam pekerjaan yang
melibatkan bidang bahasa, seperti penulis, penyiar, pengajar,
editor, pengacara, atau peneliti.20
2. Kecerdasan logis-matematis
Kecerdasan logis-matematis, juga dikenal sebagai
kecerdasan logika atau kecerdasan matematika, adalah salah
satu dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori
kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan logis-
matematis melibatkan kemampuan seseorang dalam berpikir
logis, menganalisis, memecahkan masalah, serta memahami
hubungan matematika dan pola-pola.
Berikut adalah beberapa karakteristik dan kemampuan yang
terkait dengan kecerdasan logis-matematis:
a. Kemampuan Berpikir Logis: Individu dengan kecerdasan
logis-matematis yang kuat cenderung memiliki kemampuan
berpikir logis dan analitis. Mereka dapat menganalisis
informasi dengan cermat, mengidentifikasi pola atau
hubungan, dan membuat kesimpulan yang berdasarkan pada
pemikiran logis.
b. Pemecahan Masalah: Kecerdasan logis-matematis

Julia Jasmine, Metode Mengajar Multiple Intelligences (Bandung : Nuansa


20

Cendikia, 2012), 5-7.


41

melibatkan kemampuan seseorang dalam memecahkan


masalah secara sistematis. Orang dengan kecerdasan ini
mampu menguraikan masalah menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil, mengidentifikasi strategi yang efektif, dan
menggunakan logika serta pemahaman matematika untuk
mencari solusi yang tepat.
c. Kemampuan Matematika: Individu dengan kecerdasan
logis-matematis yang kuat memiliki kemampuan
matematika yang baik. Mereka mampu memahami konsep
matematika, melakukan operasi matematika,
mengidentifikasi pola matematika, dan memecahkan
masalah matematika dengan baik.
d. Pemikiran Abstrak: Kecerdasan logis-matematis melibatkan
kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.
Mereka mampu berpikir di luar konteks konkrit dan
menggunakan konsep-konsep yang lebih abstrak untuk
memahami dan memecahkan masalah.
e. Rasio dan Analisis: Orang dengan kecerdasan logis-
matematis yang tinggi memiliki kemampuan untuk
melakukan analisis, menggunakan angka, dan menerapkan
prinsip-prinsip logika. Mereka cenderung memahami
hubungan kausalitas, melihat pola-pola yang tersembunyi,
dan menggunakan rasio untuk memperoleh pemahaman
yang lebih dalam.
f. Pemecahan Masalah Kreatif: Kecerdasan logis-matematis
juga melibatkan kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalah secara kreatif. Individu dengan kecerdasan ini
dapat mengambil pendekatan yang inovatif dan melihat
solusi dari sudut pandang yang tidak biasa.
g. Pemahaman Konsep Abstrak: Orang dengan kecerdasan
logis-matematis yang tinggi dapat memahami konsep-
konsep abstrak yang kompleks dengan mudah. Mereka
mampu memahami prinsip-prinsip matematika yang rumit,
seperti aljabar, geometri, statistik, dan logika formal.
Kecerdasan logis-matematis sering kali berperan
penting dalam pekerjaan yang melibatkan pemecahan masalah,
analisis data, perancangan sistem, riset ilmiah, matematika
terapan, atau pengembangan teknologi. Orang dengan
kecerdasan ini sering menonjol dalam bidang matematika, ilmu
komputer, teknik, sains, atau profesion lain yang melibatkan
pemikiran logis dan analitis.21
3. Kecerdasan visual spasial
Kecerdasan visual spasial adalah salah satu dari
beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori kecerdasan

21
Muhammad Yaumi, Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences., 15.
42

majemuk Howard Gardner. Kecerdasan ini melibatkan


kemampuan seseorang dalam memahami dan memanipulasi
informasi visual serta ruang secara efektif. Berikut adalah
beberapa karakteristik dan kemampuan yang terkait dengan
kecerdasan visual spasial:
a. Pengenalan Pola: Individu dengan kecerdasan visual spasial
yang kuat memiliki kemampuan untuk mengenali dan
memahami pola-pola visual. Mereka cenderung peka
terhadap detail visual, seperti bentuk, warna, ukuran, dan
posisi objek dalam ruang.
b. Pemahaman Ruang: Kecerdasan visual spasial melibatkan
kemampuan seseorang dalam memahami dan memanipulasi
konsep ruang. Individu dengan kecerdasan ini memiliki
pemahaman yang baik tentang arah, jarak, proporsi, dan
hubungan spasial antara objek-objek dalam lingkungan.
c. Pemetaan dan Navigasi: Orang dengan kecerdasan visual
spasial yang kuat memiliki kemampuan untuk memetakan
lingkungan dengan baik dan melakukan navigasi yang
efektif. Mereka dapat mengingat rute, mengidentifikasi
landmark, dan memahami tata letak objek-objek dalam
ruang.
d. Representasi Visual: Kecerdasan visual spasial melibatkan
kemampuan seseorang dalam membuat dan memanipulasi
representasi visual, seperti gambar, grafik, diagram, atau
peta. Individu dengan kecerdasan ini dapat
mengkomunikasikan ide atau informasi melalui gambar atau
representasi visual lainnya.
e. Pemecahan Masalah Spasial: Kecerdasan visual spasial juga
terkait dengan kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalah yang melibatkan manipulasi ruang atau objek-
objek visual. Individu dengan kecerdasan ini mampu
berpikir secara tiga dimensi, melihat pola-pola tersembunyi,
dan mengidentifikasi solusi yang efektif dalam konteks
visual atau ruang.
f. Kreativitas Visual: Orang dengan kecerdasan visual spasial
yang tinggi cenderung memiliki kemampuan kreatif dalam
menghasilkan karya seni visual atau desain. Mereka mampu
menggabungkan elemen visual dengan baik, menciptakan
komposisi yang menarik, dan menggunakan teknik visual
yang inovatif.
g. Pemahaman Gambar dan Visualisasi: Kecerdasan visual
spasial melibatkan kemampuan seseorang dalam memahami
dan menafsirkan gambar atau visualisasi. Individu dengan
kecerdasan ini dapat memperoleh informasi dari gambar,
grafik, atau ilustrasi, serta menginterpretasikan makna atau
pesan yang terkandung di dalamnya.
43

Kecerdasan visual spasial sering kali berperan penting


dalam bidang seni, desain, arsitektur, ilmu geografi, ilmu
komputer, ilmu biologi, dan profesi lain yang melibatkan
pemahaman dan manipulasi ruang visual. Orang dengan
kecerdasan ini dapat menonjol dalam pekerjaan yang
melibatkan pengenalan pola, pemetaan, pemecahan masalah
visual, atau kreasi karya seni dan desain yang menarik.

4. Kecerdasan Tubuh Kinestetik


Kecerdasan tubuh kinestetik, juga dikenal sebagai
kecerdasan fisik atau kecerdasan kinestetik, adalah salah satu
dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori
kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan ini
melibatkan kemampuan seseorang dalam menggunakan tubuh
mereka dengan baik, memiliki koordinasi yang baik, serta
mampu mengontrol gerakan dan melakukan aktivitas fisik
dengan keahlian. Berikut adalah beberapa karakteristik dan
kemampuan yang terkait dengan kecerdasan tubuh kinestetik:
a. Koordinasi dan Keterampilan Motorik: Orang dengan
kecerdasan tubuh kinestetik yang tinggi memiliki
kemampuan yang baik dalam koordinasi tubuh dan
keterampilan motorik. Mereka dapat melakukan gerakan
dengan keahlian dan presisi, seperti gerakan olahraga,
tarian, atau seni bela diri.
b. Kepekaan terhadap Tubuh: Kecerdasan tubuh kinestetik
melibatkan kepekaan terhadap tubuh sendiri. Individu
dengan kecerdasan ini memiliki kesadaran yang tinggi
tentang posisi tubuh mereka, keseimbangan, dan sensasi
fisik lainnya. Mereka dapat merasakan perubahan kecil
dalam gerakan dan merespons dengan cepat.
c. Keterampilan Atletik: Kecerdasan tubuh kinestetik sering
kali terkait dengan keberhasilan dalam bidang olahraga
atau kegiatan fisik lainnya. Orang dengan kecerdasan ini
dapat memperoleh keterampilan atletik dengan cepat dan
memiliki kemampuan yang baik dalam olahraga seperti
sepak bola, basket, renang, atau lari.
d. Pemahaman Gerakan: Kecerdasan tubuh kinestetik
melibatkan pemahaman yang baik tentang gerakan dan
kinestetika. Individu dengan kecerdasan ini dapat
memvisualisasikan gerakan dalam pikiran mereka dan
memahami bagaimana gerakan mempengaruhi tubuh dan
lingkungan sekitar.
e. Keterampilan Seni Pertunjukan: Orang dengan kecerdasan
tubuh kinestetik yang tinggi sering memiliki bakat dalam
seni pertunjukan, seperti tari, akrobatik, musik, atau teater
fisik. Mereka mampu menggabungkan gerakan dan
44

ekspresi tubuh dengan baik untuk menyampaikan pesan


atau emosi.
f. Pemecahan Masalah Kinestetik: Kecerdasan tubuh
kinestetik juga terkait dengan kemampuan seseorang dalam
memecahkan masalah yang melibatkan gerakan atau
tindakan fisik. Individu dengan kecerdasan ini mampu
memanipulasi objek atau lingkungan secara efektif,
menyelesaikan tantangan yang melibatkan gerakan atau
koordinasi, dan menemukan solusi melalui aksi fisik.
g. Keterampilan Profesional: Kecerdasan tubuh kinestetik
sering kali berguna dalam pekerjaan yang melibatkan
keterampilan fisik atau keterampilan praktis, seperti tukang
kayu, koki, penari, atlet, seniman, ahli bedah, atau pekerja
di bidang lain yang membutuhkan keterampilan motorik
halus atau kasar.
Kecerdasan tubuh kinestetik memainkan peran penting
dalam mengembangkan keterampilan motorik dan
keseimbangan, menghargai gerakan dan aktivitas fisik, serta
mengontrol tubuh dengan keahlian. Orang dengan kecerdasan
ini sering menonjol dalam bidang olahraga, seni pertunjukan,
atau pekerjaan yang melibatkan keterampilan fisik dan
koordinasi yang baik.22
5. Kecerdasan musikal
Kecerdasan musikal, juga dikenal sebagai kecerdasan
musik, adalah salah satu dari beberapa jenis kecerdasan yang
diusulkan oleh teori kecerdasan majemuk Howard Gardner.
Kecerdasan ini melibatkan kemampuan seseorang untuk
mengenali, menghargai, memahami, dan menggunakan musik
dengan baik. Berikut adalah beberapa karakteristik dan
kemampuan yang terkait dengan kecerdasan musikal:
a. Pendengaran Musikal: Orang dengan kecerdasan musikal
yang tinggi memiliki pendengaran yang sensitif terhadap
nada, ritme, dan harmoni. Mereka dapat mengidentifikasi
dan membedakan antara berbagai elemen musik secara
akurat.
b. Pemahaman Musikal: Kecerdasan musikal melibatkan
pemahaman yang baik tentang konsep musik, seperti
melodi, harmoni, ritme, dinamika, dan struktur musik.
Individu dengan kecerdasan ini dapat mengenal dan
memahami teori musik, serta mampu menganalisis dan
mengartikan komposisi musik dengan baik.
c. Keterampilan Bermain Alat Musik: Orang dengan
kecerdasan musikal yang kuat sering memiliki kemampuan

22
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas Yang Dinamis (Yogyakarta : kanisius,
2007), 27.
45

untuk memainkan alat musik dengan baik. Mereka dapat


mempelajari dan menguasai berbagai alat musik, serta
memainkannya dengan keahlian dan ekspresi yang tepat.
d. Kreativitas Musikal: Kecerdasan musikal juga terkait
dengan kemampuan kreatif dalam menciptakan musik.
Individu dengan kecerdasan ini dapat menghasilkan
komposisi musik, mengimprovisasi, atau mengaransemen
musik dengan inovatif dan ekspresif.
e. Penikmat Musik: Orang dengan kecerdasan musikal yang
tinggi biasanya memiliki rasa dan kepekaan yang tinggi
terhadap musik. Mereka dapat menikmati berbagai genre
musik, mengapresiasi kualitas artistik dalam karya musik,
dan merespons secara emosional terhadap musik.
f. Memori Musikal: Kecerdasan musikal melibatkan
kemampuan seseorang untuk mengingat dan mereproduksi
melodi, nada, atau lagu dengan baik. Individu dengan
kecerdasan ini sering memiliki memori musikal yang kuat,
mampu mengingat lagu dengan cepat, dan dapat
menyanyikan atau memainkan musik dengan akurat.
g. Pemahaman Kultural Musikal: Kecerdasan musikal juga
melibatkan pemahaman tentang konteks budaya dan sejarah
dari musik. Individu dengan kecerdasan ini dapat
menghargai dan memahami musik dari berbagai budaya,
serta memahami peran musik dalam konteks sosial dan
kultural.
Kecerdasan musikal memainkan peran penting dalam
bidang musik, seperti komposisi, pertunjukan, pengajaran, dan
produksi musik. Orang dengan kecerdasan ini sering menonjol
dalam profesi seperti musisi, penyanyi, komposer, produser
musik, konduktor, pengajar musik, atau di bidang rekaman
musik.

6. Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal, juga dikenal sebagai
kecerdasan sosial atau kecerdasan emosional, adalah salah satu
dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori
kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan ini
melibatkan kemampuan seseorang dalam memahami dan
berinteraksi dengan orang lain secara efektif, serta memiliki
kepekaan terhadap perasaan, motivasi, dan niat mereka.
Berikut adalah beberapa karakteristik dan kemampuan yang
terkait dengan kecerdasan interpersonal:
a. Empati: Orang dengan kecerdasan interpersonal yang tinggi
cenderung memiliki kemampuan untuk memahami dan
merasakan perasaan, pikiran, dan pengalaman orang lain.
Mereka dapat melihat situasi dari perspektif orang lain dan
46

memperhatikan kebutuhan dan emosi mereka.


b. Keterampilan Komunikasi: Kecerdasan interpersonal
melibatkan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi
dengan baik. Individu dengan kecerdasan ini mampu
mendengarkan dengan aktif, mengungkapkan diri dengan
jelas, dan berkomunikasi secara efektif dalam berbagai
situasi sosial.
c. Keterampilan Sosial: Kecerdasan interpersonal juga terkait
dengan keterampilan sosial yang baik. Orang dengan
kecerdasan ini dapat membentuk hubungan yang kuat dan
sehat, bekerja sama dalam tim, menyelesaikan konflik
dengan baik, dan menunjukkan pemahaman sosial yang
tepat.
d. Kepemimpinan dan Influensi: Kecerdasan interpersonal
melibatkan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi
dan memimpin orang lain. Individu dengan kecerdasan ini
dapat menginspirasi, memotivasi, dan mengarahkan orang
lain dengan baik, serta memahami dinamika kelompok dan
berperan dalam tim dengan efektif.
e. Kesadaran Emosional: Kecerdasan interpersonal juga
melibatkan kesadaran dan pemahaman terhadap emosi, baik
emosi diri maupun emosi orang lain. Individu dengan
kecerdasan ini dapat mengenali dan mengelola emosi
mereka sendiri dengan baik, serta merespons dengan
bijaksana terhadap emosi orang lain.
f. Negosiasi dan Konflik: Orang dengan kecerdasan
interpersonal yang tinggi cenderung memiliki keterampilan
dalam negosiasi dan penyelesaian konflik. Mereka dapat
mencari solusi yang saling menguntungkan, bekerja melalui
perbedaan pendapat dengan bijaksana, dan membangun
hubungan yang harmonis dengan orang lain.
g. Perhatian terhadap Kebutuhan Orang Lain: Kecerdasan
interpersonal melibatkan kepekaan terhadap kebutuhan dan
kepentingan orang lain. Individu dengan kecerdasan ini
dapat mendukung orang lain, memberikan dukungan
emosional, dan merespons secara anggun terhadap
kebutuhan dan harapan mereka.
Kecerdasan interpersonal memainkan peran penting
dalam hubungan sosial, kepemimpinan, kerja tim, dan
keterampilan komunikasi yang efektif. Orang dengan
kecerdasan ini sering menonjol dalam profesi yang melibatkan
interaksi manusia yang intensif, seperti konselor, guru,
pengajar, manajer, pemimpin, atau profesional di bidang
pelayanan sosial.
47

7. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal, juga dikenal sebagai
kecerdasan diri atau kecerdasan introspektif, adalah salah satu
dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori
kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan ini
melibatkan pemahaman dan penghargaan yang mendalam
terhadap diri sendiri, termasuk kesadaran diri, pengaturan
emosi, refleksi, dan pengembangan diri. Berikut adalah
beberapa karakteristik dan kemampuan yang terkait dengan
kecerdasan intrapersonal:
a. Kesadaran Diri: Kecerdasan intrapersonal melibatkan
kemampuan seseorang untuk memiliki pemahaman yang
mendalam tentang diri sendiri, termasuk nilai-nilai,
kekuatan, kelemahan, minat, dan tujuan hidup. Individu
dengan kecerdasan ini dapat mengidentifikasi dan
memahami kebutuhan, preferensi, dan motivasi mereka
sendiri.
b. Pengaturan Emosi: Kecerdasan intrapersonal melibatkan
kemampuan seseorang dalam mengenali, memahami, dan
mengatur emosi mereka sendiri dengan baik. Individu
dengan kecerdasan ini dapat mengelola stres, mengatasi
tantangan emosional, dan menjaga keseimbangan emosional
dalam berbagai situasi.
c. Refleksi Diri: Kecerdasan intrapersonal juga melibatkan
kemampuan seseorang untuk melakukan refleksi diri yang
mendalam. Individu dengan kecerdasan ini dapat
memeriksa pemikiran, perasaan, dan tindakan mereka
sendiri, serta belajar dari pengalaman dan menerima umpan
balik untuk pertumbuhan pribadi.
d. Pengembangan Diri: Kecerdasan intrapersonal melibatkan
komitmen terhadap pengembangan diri. Orang dengan
kecerdasan ini cenderung memiliki kesadaran yang tinggi
tentang potensi diri mereka sendiri, serta mampu mengatur
dan merencanakan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
pribadi dan pengembangan karier.
e. Pemahaman Nilai dan Etika: Kecerdasan intrapersonal
melibatkan pemahaman nilai-nilai dan etika diri sendiri.
Individu dengan kecerdasan ini memiliki pandangan moral
dan etika yang jelas, serta mampu mengambil keputusan
berdasarkan pada prinsip-prinsip yang konsisten dengan
nilai-nilai pribadi mereka.
f. Motivasi Diri: Orang dengan kecerdasan intrapersonal yang
kuat memiliki kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
secara internal. Mereka mampu menetapkan tujuan yang
bermakna, mempertahankan motivasi dalam menghadapi
tantangan, dan mengarahkan diri sendiri untuk mencapai
48

prestasi dan pertumbuhan pribadi.


g. Intuisi dan Kecerdasan Introspektif: Kecerdasan
intrapersonal juga melibatkan kemampuan untuk mengakses
intuisi dan kecerdasan introspektif. Individu dengan
kecerdasan ini mampu memahami diri sendiri dengan lebih
dalam, mengakses pengetahuan yang berasal dari
pengalaman pribadi, serta mengandalkan wawasan internal
untuk pengambilan keputusan dan pemecahan masalah.
Kecerdasan intrapersonal memainkan peran penting
dalam pengembangan pribadi, pengelolaan emosi, kesadaran
diri, dan pencapaian tujuan hidup. Orang dengan kecerdasan ini
sering menonjol dalam pekerjaan yang melibatkan refleksi diri,
pengembangan karier, konseling, kepemimpinan, dan bidang-
bidang yang menekankan pengembangan pribadi dan
kesejahteraan.

8. Kecerdasan alami (Naturalistik)


Kecerdasan naturalistik, juga dikenal sebagai
kecerdasan alam atau kecerdasan lingkungan, adalah salah satu
dari beberapa jenis kecerdasan yang diusulkan oleh teori
kecerdasan majemuk Howard Gardner. Kecerdasan ini
melibatkan kemampuan seseorang untuk mengenali,
menghargai, memahami, dan berinteraksi dengan alam serta
lingkungan alamiah. Berikut adalah beberapa karakteristik dan
kemampuan yang terkait dengan kecerdasan naturalistik:
a. Observasi dan Identifikasi: Orang dengan kecerdasan
naturalistik yang tinggi cenderung memiliki kemampuan
yang baik dalam mengamati dan mengidentifikasi berbagai
aspek alam, termasuk flora, fauna, geologi, cuaca, dan
lingkungan alamiah lainnya.
b. Pemahaman Ekosistem: Kecerdasan naturalistik melibatkan
pemahaman yang mendalam tentang ekosistem dan
hubungan antara organisme hidup dengan lingkungan
mereka. Individu dengan kecerdasan ini dapat memahami
rantai makanan, interaksi antara spesies, serta dampak
manusia terhadap ekosistem.
c. Keterampilan Identifikasi Flora dan Fauna: Orang dengan
kecerdasan naturalistik yang kuat memiliki kemampuan
untuk mengenali dan mengklasifikasikan berbagai jenis
tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya dalam alam.
Mereka dapat memahami karakteristik dan adaptasi spesies,
serta memahami peran mereka dalam ekosistem.
d. Pengamatan Pola Alami: Kecerdasan naturalistik juga
melibatkan kemampuan untuk mengamati dan
mengidentifikasi pola alami dalam alam, seperti pola cuaca,
perubahan musiman, atau pola migrasi hewan. Individu
49

dengan kecerdasan ini cenderung peka terhadap perubahan


dan pola-pola yang terjadi dalam alam.
e. Konservasi dan Keberlanjutan: Kecerdasan naturalistik
melibatkan kepedulian dan kesadaran terhadap konservasi
alam dan keberlanjutan lingkungan. Orang dengan
kecerdasan ini dapat memahami pentingnya menjaga dan
melindungi alam, serta mempertimbangkan dampak
lingkungan dalam pengambilan keputusan.
f. Pengetahuan tentang Alam dan Sumber Daya: Kecerdasan
naturalistik juga terkait dengan pengetahuan yang luas
tentang alam dan sumber daya alam. Individu dengan
kecerdasan ini dapat memahami manfaat dan penggunaan
sumber daya alam, serta memiliki pengetahuan yang kaya
tentang lingkungan dan fenomena alam.
g. Keterlibatan dalam Aktivitas Lingkungan: Orang dengan
kecerdasan naturalistik yang kuat sering terlibat dalam
aktivitas lingkungan, seperti hiking, camping, menjaga
taman, atau terlibat dalam proyek konservasi. Mereka
merasa terhubung dengan alam dan merasa bahagia ketika
berinteraksi dengan lingkungan alamiah.
Kecerdasan naturalistik memainkan peran penting
dalam pemahaman dan konservasi alam, serta hubungan
manusia dengan lingkungan. Orang dengan kecerdasan ini
sering menonjol dalam pekerjaan yang melibatkan penelitian
alam, konservasi lingkungan, peternakan, peternakan,
pendidikan lingkungan, dan profesi lain yang berhubungan
dengan pelestarian alam dan sumber daya alam.

9. Kecerdasan spiritual eksistensial


Kecerdasan spiritual eksistensial, juga dikenal sebagai
kecerdasan rohani, adalah salah satu dari beberapa jenis
kecerdasan yang diusulkan oleh teori kecerdasan majemuk
Howard Gardner. Kecerdasan ini melibatkan pemahaman dan
eksplorasi tentang makna hidup, eksistensi diri, nilai-nilai,
tujuan hidup, serta pemahaman tentang hubungan manusia
dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Berikut adalah beberapa karakteristik dan kemampuan yang
terkait dengan kecerdasan spiritual eksistensial:
a. Pencarian Makna: Orang dengan kecerdasan spiritual
eksistensial yang tinggi cenderung memiliki dorongan yang
kuat untuk mencari dan memahami makna hidup. Mereka
berpikir secara mendalam tentang tujuan hidup, eksistensi,
nilai-nilai, dan hubungan mereka dengan sesuatu yang
lebih besar dari diri mereka sendiri.
b. Refleksi dan Kontemplasi: Kecerdasan spiritual eksistensial
melibatkan kemampuan untuk melakukan refleksi dan
50

kontemplasi tentang pengalaman hidup, eksistensi diri, dan


nilai-nilai yang mendalam. Individu dengan kecerdasan ini
sering merenung, mempertanyakan, dan mencari
pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat kehidupan.
c. Keterbukaan terhadap Beragam Keyakinan: Kecerdasan
spiritual eksistensial melibatkan keterbukaan terhadap
beragam keyakinan dan pandangan keagamaan atau
filosofis. Individu dengan kecerdasan ini mampu
menghargai dan memahami perspektif spiritual yang
berbeda, serta dapat mengeksplorasi dan mengintegrasikan
nilai-nilai yang beragam dalam pemahaman mereka tentang
kehidupan.
d. Keterhubungan dengan Sesuatu yang Lebih Besar: Orang
dengan kecerdasan spiritual eksistensial yang kuat merasa
terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka
sendiri, seperti alam semesta, alam spiritual, energi kosmik,
atau prinsip-prinsip transcendental. Mereka memiliki
kesadaran akan keberadaan sesuatu yang lebih dalam dan
bermakna di luar realitas fisik.
e. Pemahaman Kematian dan Ketidakpastian: Kecerdasan
spiritual eksistensial melibatkan pemahaman yang
mendalam tentang kematian dan ketidakpastian hidup.
Individu dengan kecerdasan ini mampu menghadapi
ketidakpastian dengan ketenangan, memahami sementara
dan keabadian, serta memiliki perspektif yang luas tentang
kehidupan dan kematian.
f. Etika dan Kebijaksanaan Hidup: Kecerdasan spiritual
eksistensial juga terkait dengan pengembangan etika dan
kebijaksanaan hidup. Orang dengan kecerdasan ini sering
memiliki pandangan etis yang kuat, memegang nilai-nilai
moral yang tinggi, dan mengintegrasikan prinsip-prinsip
spiritual dalam tindakan dan keputusan mereka sehari-hari.
g. Kepemimpinan dan Pelayanan: Kecerdasan spiritual
eksistensial sering terkait dengan pemahaman yang
mendalam tentang kepemimpinan dan pelayanan. Individu
dengan kecerdasan ini cenderung memiliki kemampuan
untuk memimpin dengan integritas, menginspirasi orang
lain secara spiritual, dan melayani masyarakat atau tujuan
yang lebih besar dari diri mereka sendiri.
Kecerdasan spiritual eksistensial memainkan peran
penting dalam pengembangan diri yang holistik, eksplorasi
makna hidup, koneksi dengan sesuatu yang lebih besar, dan
pengembangan nilai-nilai etis. Orang dengan kecerdasan ini
sering menonjol dalam bidang-bidang seperti rohaniawan,
pemimpin spiritual, penulis, pembicara motivasional, peneliti
tentang makna hidup, konselor, dan profesi lain yang terkait
51

dengan pertumbuhan pribadi dan pemahaman yang mendalam


tentang eksistensi manusia.23

C. Beberapa Indikator upaya meningkatkan Multiple Intellengences

Berikut adalah beberapa indikator yang dapat membantu


meningkatkan multiple intelligences atau kecerdasan majemuk:
1. Eksplorasi: Berikan kesempatan kepada individu untuk
menjelajahi berbagai bidang pengetahuan dan aktivitas. Dorong
mereka untuk mencoba hal-hal baru dan mengembangkan minat
yang beragam.
2. Pembelajaran yang Beragam: Gunakan pendekatan
pembelajaran yang beragam yang melibatkan berbagai jenis
kecerdasan. Gunakan metode yang melibatkan aktivitas fisik,
musik, seni visual, logika matematika, dan lainnya.
3. Pemberian Umpan Balik: Berikan umpan balik yang konstruktif
kepada individu untuk membantu mereka memahami kekuatan
dan kelemahan di berbagai kecerdasan. Dorong mereka untuk
mengembangkan kecerdasan yang kurang berkembang.
4. Kolaborasi dan Diskusi: Fasilitasi kerja kelompok dan diskusi
yang mendorong kolaborasi antarindividu dengan kecerdasan
yang berbeda. Hal ini dapat membantu mereka belajar dari satu
sama lain dan memperkaya pemahaman mereka tentang
berbagai jenis kecerdasan.
5. Pembelajaran Berbasis Proyek: Libatkan individu dalam proyek-
proyek yang memungkinkan mereka menerapkan berbagai jenis
kecerdasan dalam konteks nyata. Misalnya, proyek seni, proyek
penelitian alam, atau proyek pemecahan masalah.
6. Pemberian Kesempatan Berlatih: Berikan kesempatan bagi
individu untuk terus melatih dan mengembangkan kecerdasan
yang berbeda. Dorong mereka untuk terlibat dalam aktivitas
yang relevan dengan kecerdasan yang ingin ditingkatkan.
7. Lingkungan Stimulatif: Ciptakan lingkungan belajar yang
memfasilitasi perkembangan berbagai jenis kecerdasan.
Sediakan bahan-bahan, alat, dan sumber daya yang mendukung
eksplorasi dan pengembangan berbagai kecerdasan.
8. Pembelajaran Kontekstual: Sambungkan pembelajaran dengan
konteks kehidupan nyata dan minat individu. Hal ini dapat
membantu mereka melihat relevansi dan nilai dari berbagai jenis
kecerdasan dalam kehidupan sehari-hari.
9. Dukungan dan Pemahaman: Berikan dukungan, pengakuan, dan
pemahaman kepada individu terkait dengan kecerdasan mereka.
Dorong mereka untuk merasa dihargai dan termotivasi untuk
terus mengembangkan kecerdasan yang mereka miliki.

23
Muhammmad Yaumi, Pembelajaran berbasis Multiple Intellengences, 232.
52

10. Evaluasi yang Holistik: Gunakan evaluasi yang holistik yang


mempertimbangkan berbagai jenis kecerdasan. Jangan hanya
fokus pada kecerdasan linguistik atau logis-matematis, tetapi
juga pertimbangkan perkembangan kecerdasan lainnya.

D. Pembelajaran Aqidah Akhlak


Berdasarkan pada perbedaan materi untuk setiap mata
pelajaran, yang pada akhirnya mempengaruhi komponen
pembelajaran lainnya. Namun, terkadang perbedaan tersebut tidak
begitu kentara sehingga tampak sama atau hampir sama. Adapun
hal-hal terkait, misalnya. Kelompok tematik religi, dll.
Pembelajaran aqidah akhlak adalah proses pendidikan dan
pengajaran yang bertujuan untuk mengembangkan pemahaman dan
penerapan nilai-nilai aqidah (keyakinan) dan akhlak (moral) yang
baik dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa hal yang
terkait dengan pembelajaran aqidah akhlak24:
1. Pemahaman Konsep Aqidah: Pembelajaran dimulai dengan
pemahaman konsep dasar aqidah, seperti keyakinan kepada
Allah, risalah (kenabian), kitab-kitab suci, malaikat, hari kiamat,
dan qadar (takdir). Tujuan utamanya adalah membangun
pemahaman yang kuat tentang prinsip-prinsip keyakinan dalam
agama.
2. Pembelajaran Nilai-nilai Moral: Pembelajaran aqidah akhlak
juga melibatkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai moral
yang baik, seperti kejujuran, keadilan, kerjasama, kasih sayang,
dan pengampunan. Tujuan utamanya adalah membentuk
karakter yang baik dan bertanggung jawab dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Studi Kasus dan Analisis: Melalui studi kasus dan analisis, siswa
diajak untuk menerapkan prinsip-prinsip aqidah dan akhlak
dalam situasi nyata. Mereka mempelajari contoh-contoh dari
kehidupan Rasulullah, para sahabat, dan tokoh-tokoh lain dalam
sejarah Islam untuk memahami bagaimana nilai-nilai tersebut
diterapkan dalam kehidupan praktis.
4. Diskusi dan Refleksi: Pembelajaran aqidah akhlak melibatkan
diskusi dan refleksi tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
dipelajari. Siswa diajak untuk berpikir kritis, berbagi pandangan,
dan merenungkan pengalaman pribadi mereka dalam konteks
aqidah dan akhlak.
5. Penerapan dalam Tindakan: Penting untuk menghubungkan

24
Ahmad jayadi & Abdul majid, tadzikirah pembelajaran pendidikan agama
islam, (PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 26
53

pembelajaran aqidah akhlak dengan tindakan nyata dalam


kehidupan sehari-hari. Siswa didorong untuk mengaplikasikan
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dipelajari dalam hubungan
dengan orang lain, di sekolah, di rumah, dan dalam masyarakat.
6. Contoh Peran Model: Guru dan tokoh-tokoh yang menjadi
panutan merupakan contoh peran model yang baik dalam
pembelajaran aqidah akhlak. Mereka menunjukkan contoh nyata
tentang bagaimana aqidah dan akhlak dipraktikkan dalam
kehidupan mereka sendiri.
7. Evaluasi dan Umpan Balik: Evaluasi terkait dengan
pembelajaran aqidah akhlak tidak hanya berfokus pada
pemahaman konsep, tetapi juga pada penerapan nilai-nilai
tersebut dalam perilaku siswa. Guru memberikan umpan balik
yang konstruktif untuk membantu siswa dalam mengembangkan
karakter yang baik.
Pembelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk membentuk
individu yang beriman, berakhlak mulia, dan bertanggung jawab
dalam menjalani kehidupan mereka. Dalam prosesnya, siswa diberi
pemahaman yang mendalam tentang keyakinan dan nilai-nilai
moral Islam serta diajak untuk mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.25

1. Pengertian Pembelajaran Aqidah Akhlak

Pembelajaran aqidah akhlak adalah proses pendidikan yang


bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan pemahaman
tentang keyakinan (aqidah) dan perilaku moral (akhlak) yang baik
dalam diri individu. Aqidah mengacu pada keyakinan dan doktrin
dalam agama yang dianut, sedangkan akhlak berkaitan dengan
tindakan moral dan perilaku yang baik. 26
Pembelajaran aqidah akhlak melibatkan pemahaman dan
penerapan nilai-nilai etika, moral, dan spiritual dalam kehidupan
sehari-hari. Tujuan utamanya adalah membantu individu untuk
memperoleh pemahaman yang benar tentang keyakinan agama
yang dianutnya serta mengembangkan perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai moral yang diajarkan dalam agama tersebut. Dalam
pembelajaran aqidah akhlak, biasanya dilakukan melalui beberapa
metode, seperti kajian teori aqidah dan akhlak, diskusi kelompok,
ceramah, pembacaan teks agama, serta contoh-contoh praktis dan
simulasi. Pendidik atau guru memiliki peran penting dalam

25
Rustana Adiwinata, perencanaan pengajaran, (Dirjen pembinaan
kelembagaan agama islam : 2000), h. 3
26
Abdul Azis dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta : 2006), Cet. 7. h. 78
54

membimbing dan mendampingi siswa dalam memahami dan


mengaplikasikan nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran aqidah akhlak penting dilakukan karena
membantu individu memperoleh pemahaman yang mendalam
tentang agama yang dianutnya, memperkuat hubungan dengan
Tuhan, serta membentuk perilaku yang baik dan bermoral. Dengan
pemahaman aqidah yang kuat dan perilaku akhlak yang baik,
individu diharapkan dapat menjalani kehidupan dengan integritas,
kejujuran, dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, sesama
manusia, dan Tuhan.
1. Ruang Lingkup Pembelajaran Aqidah Akhlak
Ruang lingkup pembelajaran aqidah akhlak meliputi
berbagai aspek yang terkait dengan pemahaman dan
pengembangan aqidah dan akhlak dalam konteks agama yang
dianut. Berikut adalah beberapa ruang lingkup utama
pembelajaran aqidah akhlak: :
a. Konsep Aqidah: Pembelajaran aqidah mencakup
pemahaman tentang konsep dasar agama, seperti
keberadaan Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan hubungan
antara manusia dan Tuhan. Ini melibatkan
pemahaman tentang konsep iman, keyakinan, dan
doktrin agama yang dianut.
b. Nilai-Nilai Moral: Pembelajaran akhlak berfokus pada
pengembangan nilai-nilai moral dan etika dalam
kehidupan sehari-hari. Ini mencakup pemahaman
tentang perilaku yang baik, seperti kejujuran,
kesetiaan, keadilan, belas kasih, dan pengampunan.
Siswa juga diajarkan tentang pentingnya menghindari
perilaku yang negatif, seperti kebohongan, curang,
atau mencuri.
c. Etika dan Tindakan: Pembelajaran aqidah akhlak
membahas etika dan tindakan yang diharapkan dari
individu dalam berbagai situasi kehidupan. Ini
melibatkan pemahaman tentang tanggung jawab
sosial, etika bisnis, etika dalam hubungan, dan
tanggung jawab terhadap lingkungan.
d. Etika Beragama: Ruang lingkup ini mencakup
pemahaman tentang etika beragama yang berkaitan
dengan praktik keagamaan sehari-hari, seperti ibadah,
adab, dan moralitas dalam kehidupan beragama. Ini
mencakup pemahaman tentang kewajiban individu
55

terhadap Allah dan hubungan dengan sesama umat


manusia.
e. Penerapan Nilai dalam Praktik: Pembelajaran aqidah
akhlak juga melibatkan penerapan nilai-nilai dalam
kehidupan praktis. Ini melibatkan mempraktikkan
nilai-nilai akhlak dalam interaksi sosial, lingkungan
kerja, keluarga, dan masyarakat secara umum. Siswa
diajarkan untuk menjadi individu yang bertanggung
jawab dan memberikan kontribusi positif dalam
masyarakat.
f. Pembelajaran aqidah akhlak melibatkan pemahaman
teoritis dan aplikasi praktis nilai-nilai agama dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini membantu individu
untuk mengembangkan kesadaran moral, integritas,
dan sikap yang baik dalam menjalani kehidupan
mereka sesuai dengan ajaran agama yang dianut.
2. Fungsi Pembelajaran Aqidah Akhlak
Pembelajaran aqidah akhlak memiliki beberapa fungsi
penting dalam kehidupan individu dan masyarakat. Berikut
adalah beberapa fungsi utama dari pembelajaran aqidah
akhlak::
a. Pemahaman Agama yang Mendalam: Pembelajaran
aqidah akhlak membantu individu memperoleh
pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama
yang dianut. Ini memungkinkan individu untuk
memahami keyakinan dan prinsip-prinsip dasar agama
dengan lebih baik, serta memperoleh landasan yang
kuat untuk mempraktikkan agama dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Pembentukan Karakter dan Moral: Pembelajaran
aqidah akhlak bertujuan untuk membentuk karakter
dan moral individu. Dengan mempelajari nilai-nilai
aqidah dan akhlak yang diajarkan dalam agama,
individu dapat mengembangkan kualitas moral seperti
kejujuran, kesetiaan, keadilan, kesabaran, dan empati.
Ini membantu individu menjadi pribadi yang
bertanggung jawab, baik, dan bermoral.
c. Pengembangan Etika dan Sikap yang Baik:
Pembelajaran aqidah akhlak membantu individu
mengembangkan etika dan sikap yang baik dalam
kehidupan sehari-hari. Ini melibatkan pemahaman
tentang tindakan yang benar dan yang salah, serta
56

penerapan nilai-nilai moral dalam berbagai situasi


kehidupan. Individu belajar untuk berperilaku dengan
integritas, menghormati hak-hak orang lain, dan
menjaga keselarasan antara tindakan dan keyakinan
agama.
d. Penguatan Hubungan dengan Tuhan: Melalui
pembelajaran aqidah akhlak, individu dapat
memperkuat hubungan dengan Tuhan. Pemahaman
yang mendalam tentang aqidah dan praktik ibadah
yang benar membantu individu dalam
mengembangkan hubungan spiritual yang lebih dekat
dengan Tuhan. Ini mencakup mengenali sifat-sifat
Allah, memperdalam pengetahuan tentang-Nya, dan
meningkatkan kualitas ibadah.
e. Membentuk Masyarakat yang Bermoral:
Pembelajaran aqidah akhlak memiliki dampak yang
luas pada masyarakat. Ketika individu mempraktikkan
aqidah dan akhlak yang baik dalam kehidupan
mereka, mereka berkontribusi pada membentuk
masyarakat yang bermoral. Masyarakat yang diisi
dengan individu-individu yang berperilaku jujur, adil,
berempati, dan bertanggung jawab cenderung
menciptakan harmoni, kedamaian, dan kesejahteraan
yang lebih besar.
f. Dengan demikian, fungsi pembelajaran aqidah akhlak
meliputi pengembangan pemahaman agama yang
mendalam, pembentukan karakter dan moral individu,
pengembangan etika dan sikap yang baik, penguatan
hubungan dengan Tuhan, serta pembentukan
masyarakat yang bermoral. Pembelajaran ini
membantu individu menjadi pribadi yang baik,
berintegritas, dan berkontribusi positif dalam
kehidupan mereka dan masyarakat secara
keseluruhan.
3. Tujuan Pembelajaran Aqidah Akhlak
Tujuan pembelajaran aqidah akhlak adalah memberikan
pemahaman dan pengembangan nilai-nilai aqidah
(keyakinan) dan akhlak (perilaku moral) yang baik. Berikut
adalah beberapa tujuan utama dari pembelajaran aqidah
akhlak: :
a. Pemahaman yang Mendalam tentang Agama: Tujuan
utama dari pembelajaran aqidah akhlak adalah
57

membantu individu memperoleh pemahaman yang


mendalam tentang ajaran agama yang dianut. Ini
mencakup pemahaman tentang keyakinan, prinsip-
prinsip agama, dan landasan teologis yang mendasari
kepercayaan tersebut.
b. Pengembangan Karakter dan Moral yang Baik:
Pembelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk
membentuk karakter dan moral individu. Melalui
pembelajaran ini, individu diajarkan nilai-nilai moral,
etika, dan prinsip-prinsip yang dianjurkan dalam
agama. Tujuannya adalah membantu individu menjadi
pribadi yang jujur, adil, bertanggung jawab, dan
memiliki kualitas moral yang baik.
c. Praktik Ibadah yang Benar: Pembelajaran aqidah
akhlak melibatkan pemahaman dan praktik ibadah
yang benar. Tujuan ini adalah mengajarkan individu
cara-cara yang benar dalam beribadah sesuai dengan
keyakinan agama yang dianutnya. Hal ini mencakup
pemahaman tentang ritus, tata cara, dan nilai-nilai
yang terkait dengan ibadah, seperti shalat, puasa,
zakat, dan haji.
d. Hubungan yang Lebih Dekat dengan Tuhan:
Pembelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk
memperkuat hubungan individu dengan Tuhan.
Melalui pemahaman yang mendalam tentang aqidah
dan praktik ibadah yang benar, individu dapat
mengembangkan hubungan spiritual yang lebih dekat
dengan Tuhan, merasakan kehadiran-Nya, dan
memperdalam pengetahuan tentang-Nya.
e. Penerapan Nilai-nilai dalam Kehidupan Sehari-hari:
Tujuan penting dari pembelajaran aqidah akhlak
adalah membantu individu menerapkan nilai-nilai
aqidah dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Individu belajar untuk mengintegrasikan nilai-nilai
agama dalam tindakan dan perilaku mereka, baik
dalam hubungan dengan sesama manusia, lingkungan,
maupun dalam konteks sosial dan profesional.
f. Melalui pencapaian tujuan-tujuan tersebut,
pembelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk
membentuk individu yang memiliki pemahaman
agama yang mendalam, karakter dan moral yang baik,
praktek ibadah yang benar, hubungan yang lebih
dekat dengan Tuhan, serta kemampuan menerapkan
58

nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.


4. Pelaksanaan Pembelajaran Aqidah Akhlak
Pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak dapat dilakukan
melalui beberapa langkah dan metode yang efektif. Berikut
adalah beberapa langkah umum yang dapat diterapkan dalam
pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak:
a. Menyusun Rencana Pembelajaran: Mulailah dengan
menyusun rencana pembelajaran yang terstruktur dan
terarah. Identifikasi tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai, materi yang akan disampaikan, metode
pengajaran yang akan digunakan, serta evaluasi yang
akan dilakukan. Rencana pembelajaran ini harus
sesuai dengan kebutuhan siswa dan
mempertimbangkan konteks dan tingkat pemahaman
mereka.
b. Pengenalan Konsep Aqidah dan Akhlak: Mulailah
dengan memperkenalkan konsep dasar aqidah dan
akhlak kepada siswa. Berikan definisi, penjelasan,
dan contoh praktis tentang nilai-nilai agama,
keyakinan, dan perilaku moral yang diharapkan
dalam agama yang dianut. Bantu siswa untuk
memahami arti dan signifikansi nilai-nilai tersebut
dalam kehidupan mereka.
c. Penggunaan Metode Interaktif: Gunakan metode
pengajaran yang interaktif untuk mendorong
partisipasi aktif siswa. Contohnya, diskusi kelompok,
studi kasus, permainan peran, proyek, atau
presentasi. Metode ini membantu siswa untuk
berpikir kritis, berbagi pandangan, dan
mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam
tentang aqidah dan akhlak.
d. Membaca dan Menganalisis Teks Agama: Ajak siswa
untuk membaca dan menganalisis teks-teks agama
yang relevan. Bantu mereka dalam memahami ayat-
ayat, hadis, atau naskah-naskah agama yang
berkaitan dengan aqidah dan akhlak. Diskusikan
makna, konteks, dan aplikasi praktis dari teks-teks
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
e. Studi Kasus dan Contoh Praktis: Sediakan studi
kasus atau contoh praktis yang relevan dengan situasi
kehidupan nyata. Ajak siswa untuk menganalisis dan
mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai aqidah
59

dan akhlak yang mereka pelajari. Diskusikan


implikasi moral dari pilihan yang diambil dan
dampaknya terhadap individu dan masyarakat.
f. Membimbing dan Mendampingi: Peran pendidik atau
guru sangat penting dalam pembelajaran aqidah
akhlak. Bimbing dan dampingi siswa dalam proses
pemahaman dan penerapan nilai-nilai aqidah dan
akhlak dalam kehidupan mereka. Berikan arahan,
dorongan, dan saran yang relevan untuk membantu
siswa menghadapi tantangan moral dan mengatasi
dilema etis.
g. Evaluasi dan Umpan Balik: Lakukan evaluasi
terhadap pemahaman dan kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan nilai-nilai aqidah dan akhlak.
Gunakan berbagai metode evaluasi, seperti ujian,
tugas, diskusi, atau observasi. Berikan umpan balik
yang konstruktif dan dorong siswa untuk terus
meningkatkan pemahaman dan praktik mereka.
h. Integrasi dengan Mata Pelajaran Lain: Bantu siswa
untuk mengintegrasikan nilai-nilai aqidah dan akhlak
dalam mata pelajaran lain. Tunjukkan hubungan
antara nilai-nilai agama dengan pelajaran seperti
sains, sejarah, seni, atau bahasa. Ini membantu siswa
melihat keterkaitan antara aqidah dan akhlak dengan
berbagai aspek kehidupan mereka.
Selama pelaksanaan pembelajaran aqidah akhlak,
penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif,
menghormati pluralitas agama, dan menghargai pandangan
yang beragam. Dorong siswa untuk berdiskusi dengan
saling menghormati dan menghargai perbedaan dalam
keyakinan dan praktik agama.
E. Tugus Guru dalam pembelajaran Aqidah Akhlak
Dalam pembelajaran aqidah akhlak, guru memiliki peran
penting dalam membimbing siswa dalam memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai aqidah dan akhlak. Berikut adalah
beberapa kegiatan yang bisa dilakukan oleh guru dalam
pembelajaran aqidah akhlak:
a. Menjelaskan Konsep Aqidah dan Akhlak: Guru
menjelaskan konsep dasar aqidah (keyakinan) dan
akhlak (perilaku moral) kepada siswa. Guru
menyampaikan definisi, penjelasan, dan makna dari
nilai-nilai aqidah dan akhlak yang diajarkan dalam
60

agama yang dianut.


b. Membaca dan Menganalisis Teks Agama: Guru
membimbing siswa dalam membaca, memahami, dan
menganalisis teks-teks agama yang relevan, seperti ayat-
ayat suci, hadis, atau naskah-naskah agama. Guru
membantu siswa untuk menginterpretasikan teks-teks
tersebut dan memahami implikasi aqidah dan akhlak
yang terkandung di dalamnya.
c. Diskusi Kelompok: Guru mengadakan diskusi kelompok
untuk mendorong siswa berbagi pemikiran, ide, dan
pandangan terkait nilai-nilai aqidah dan akhlak. Diskusi
ini memungkinkan siswa untuk berdiskusi tentang isu-
isu moral, mengajukan pertanyaan, dan saling belajar
dari pengalaman dan pandangan masing-masing.
d. Ceramah dan Pemaparan Materi: Guru memberikan
ceramah dan memaparkan materi aqidah dan akhlak
dengan cara yang menarik dan relevan. Guru
menggunakan contoh-contoh praktis, kisah-kisah
inspiratif, dan perumpamaan untuk menggambarkan
aplikasi nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Aktivitas Kreatif: Guru melibatkan siswa dalam aktivitas
kreatif yang mendorong mereka untuk berpikir secara
kritis dan mengaplikasikan nilai-nilai aqidah dan akhlak.
Contohnya, guru dapat memberikan tugas-tugas proyek,
permainan peran, simulasi, atau membuat karya seni
yang terkait dengan nilai-nilai moral yang diajarkan.
f. Penerapan Nilai-nilai dalam Perilaku: Guru mendorong
siswa untuk menerapkan nilai-nilai aqidah dan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari. Guru memberikan contoh-
contoh konkret dan mempraktikkan nilai-nilai tersebut di
dalam kelas. Guru juga mengajak siswa untuk
merenungkan dan mencari solusi moral dalam situasi-
situasi nyata yang mereka hadapi.
g. Mendampingi dan Membimbing: Guru mendampingi
siswa dalam proses pemahaman dan penerapan nilai-
nilai aqidah dan akhlak. Guru memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan yang konstruktif. Guru juga
membantu siswa dalam mengatasi dilema moral,
mengambil keputusan yang tepat, dan memperbaiki
perilaku mereka.
h. Evaluasi dan Umpan Balik: Guru melakukan evaluasi
61

terhadap pemahaman dan kemampuan siswa dalam


aqidah dan akhlak. Guru memberikan umpan balik yang
konstruktif tentang perkembangan siswa dan
memberikan arahan untuk perbaikan. Evaluasi dapat
dilakukan melalui ujian, tugas, diskusi, atau observasi
kelas.
Selain kegiatan di atas, penting bagi guru untuk
menciptakan lingkungan kelas yang inklusif, menghormati
pluralitas agama, dan mendorong dialog saling pengertian
antara siswa dengan latar belakang agama yang berbeda. Guru
juga harus menjadi contoh dalam praktik aqidah dan akhlak
yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

F. Penggunaan Metode Belajar


Penggunaan metode belajar yang variatif dapat membantu
meningkatkan efektivitas pembelajaran aqidah akhlak. Berikut
adalah beberapa metode yang dapat digunakan dalam
pembelajaran aqidah akhlak:
a. Ceramah: Metode ini melibatkan guru sebagai
pembicara utama yang menyampaikan materi aqidah dan
akhlak kepada siswa. Guru dapat menggunakan
presentasi multimedia, contoh praktis, dan kisah-kisah
inspiratif untuk menjelaskan konsep-konsep agama dan
nilai-nilai moral.
b. Diskusi Kelompok: Diskusi kelompok melibatkan siswa
dalam berbagi pemikiran, pandangan, dan pengalaman
terkait dengan aqidah dan akhlak. Guru dapat
memberikan pertanyaan atau kasus studi untuk dibahas
bersama dalam kelompok kecil. Diskusi ini mendorong
siswa berpikir kritis, membangun argumentasi, dan
mencapai pemahaman yang lebih mendalam.
c. Studi Kasus: Metode ini melibatkan pemberian kasus
nyata atau hipotetis yang berkaitan dengan situasi moral
dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diminta untuk
menganalisis kasus tersebut, mengidentifikasi masalah
etis, dan mencari solusi yang sesuai dengan nilai-nilai
aqidah dan akhlak.
d. Pembelajaran Kooperatif: Metode ini mendorong siswa
bekerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Siswa saling membantu dan
berkolaborasi dalam memahami konsep-konsep aqidah
dan akhlak. Guru dapat memberikan tugas kelompok
62

yang melibatkan diskusi, penelitian, atau presentasi


bersama.
e. Simulasi atau Permainan Peran: Metode ini melibatkan
siswa dalam peran tertentu untuk menghadapi situasi
yang menuntut pengambilan keputusan moral. Siswa
memainkan peran dengan menerapkan nilai-nilai aqidah
dan akhlak yang dipelajari. Simulasi atau permainan
peran ini memungkinkan siswa belajar dengan cara yang
interaktif dan mendalam.
f. Pembelajaran Berbasis Proyek: Metode ini melibatkan
siswa dalam proyek atau penugasan yang memerlukan
penerapan nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam konteks
praktis. Siswa dapat membuat proyek karya seni,
kampanye sosial, atau tindakan nyata yang
mencerminkan nilai-nilai moral yang mereka pelajari.
g. Penggunaan Teknologi: Pemanfaatan teknologi, seperti
multimedia, video, atau platform pembelajaran online,
dapat memperkaya pengalaman pembelajaran aqidah
akhlak. Guru dapat menggunakan sumber daya digital
untuk menyampaikan materi, membuat aktivitas
interaktif, atau melibatkan siswa dalam diskusi online.
Penting untuk memilih metode yang sesuai dengan konteks,
kebutuhan, dan karakteristik siswa. Kombinasi berbagai
metode juga dapat meningkatkan keterlibatan siswa dan
efektivitas pembelajaran aqidah akhlak. Dalam pembelajaran
aqidah akhlak, terdapat beberapa pendekatan yang dapat
digunakan untuk memfasilitasi pemahaman dan pengembangan
nilai-nilai aqidah dan akhlak. Berikut adalah beberapa
pendekatan pembelajaran aqidah akhlak yang umum
digunakan:
a. Pendekatan Konstruktivis: Pendekatan ini mengedepankan
peran aktif siswa dalam membangun pengetahuan dan
pemahaman mereka sendiri. Guru berperan sebagai
fasilitator yang memandu siswa untuk mencari,
menyelidiki, dan membangun konsep-konsep aqidah dan
akhlak melalui pengalaman pribadi, diskusi, dan refleksi.
Pendekatan ini mendorong siswa untuk membangun
pemahaman yang mendalam dan pribadi tentang nilai-nilai
aqidah dan akhlak.
b. Pendekatan Kontekstual: Pendekatan ini menempatkan
pembelajaran aqidah akhlak dalam konteks kehidupan nyata
siswa. Guru menghubungkan konsep-konsep aqidah dan
akhlak dengan situasi dan tantangan yang dihadapi siswa
63

sehari-hari. Dengan demikian, siswa dapat melihat relevansi


dan aplikasi nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam kehidupan
mereka sendiri.
c. Pendekatan Integratif: Pendekatan ini mengintegrasikan
pembelajaran aqidah dan akhlak dengan mata pelajaran lain
atau topik yang relevan. Guru mengidentifikasi keterkaitan
antara nilai-nilai aqidah dan akhlak dengan ilmu
pengetahuan, seni, budaya, atau isu-isu sosial. Hal ini
membantu siswa memahami bahwa nilai-nilai aqidah dan
akhlak tidak terisolasi, tetapi dapat diaplikasikan dalam
berbagai aspek kehidupan.
d. Pendekatan Keterampilan Hidup: Pendekatan ini fokus pada
pengembangan keterampilan sosial, emosional, dan etika
yang terkait dengan aqidah dan akhlak. Selain memahami
konsep-konsep aqidah dan akhlak, siswa juga diajarkan
bagaimana menerapkan nilai-nilai tersebut dalam interaksi
sosial, mengelola emosi, mengambil keputusan yang etis,
dan memecahkan konflik dengan cara yang baik.
e. Pendekatan Karakter: Pendekatan ini menekankan pada
pembentukan karakter siswa berdasarkan nilai-nilai aqidah
dan akhlak. Guru mengajarkan dan mendemonstrasikan
nilai-nilai moral, seperti kejujuran, keadilan, kepedulian,
dan tanggung jawab. Melalui pendekatan ini, siswa
diajarkan bagaimana menjadi individu yang berkarakter
kuat dan berperilaku baik dalam berbagai situasi kehidupan.
Pendekatan pembelajaran aqidah akhlak dapat disesuaikan
dengan konteks dan kebutuhan siswa. Kombinasi
pendekatan-pendekatan ini juga dapat digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang komprehensif dan
efektif dalam membentuk pemahaman dan perilaku yang
baik dalam aqidah dan akhlak.
Untuk meningkatkan pembelajaran aqidah akhlak secara
berkelanjutan, dapat dilakukan beberapa kegiatan rutin. Berikut
adalah beberapa kegiatan rutin yang dapat dilakukan dalam
peningkatan pembelajaran aqidah akhlak:
a. Kajian Aqidah dan Akhlak: Melakukan kajian rutin tentang
konsep aqidah dan akhlak dalam agama yang dianut. Guru
atau pemimpin agama dapat memfasilitasi kajian ini untuk
memperdalam pemahaman siswa tentang keyakinan agama
dan prinsip-prinsip moral yang terkait.
b. Diskusi Etika dan Moral: Mengadakan diskusi teratur
tentang isu-isu etika dan moral yang relevan dengan
kehidupan siswa. Diskusi ini dapat melibatkan kasus-kasus
64

studi, perbincangan kelompok, atau debat yang membantu


siswa berpikir kritis dan mengembangkan sudut pandang
mereka terkait nilai-nilai aqidah dan akhlak.
c. Refleksi dan Jurnal: Mendorong siswa untuk melakukan
refleksi terhadap praktek aqidah dan akhlak mereka setiap
hari. Minta mereka untuk mencatat pengalaman, keputusan
moral, dan perubahan yang mereka alami dalam jurnal
pribadi. Jurnal ini dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengingatkan diri dan memantau perkembangan pribadi
dalam hal aqidah dan akhlak.
d. Penerapan Nilai-nilai dalam Tindakan: Mendorong siswa
untuk mengaplikasikan nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam
tindakan nyata. Ini bisa melalui proyek sosial, pengabdian
masyarakat, atau partisipasi dalam kegiatan yang
mendorong sikap empati, keadilan, dan kepedulian sosial.
e. Role Model: Menunjukkan contoh yang baik sebagai guru
atau pendidik dalam menerapkan nilai-nilai aqidah dan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Guru menjadi role
model yang menginspirasi siswa dalam perilaku, etika, dan
integritas.
f. Evaluasi Diri: Melakukan evaluasi diri secara berkala untuk
melihat sejauh mana perkembangan siswa dalam
memahami dan menerapkan nilai-nilai aqidah dan akhlak.
Ini dapat dilakukan melalui penugasan refleksi, diskusi
individu, atau wawancara yang membantu siswa untuk
memahami kekuatan dan kelemahan mereka dalam konteks
aqidah dan akhlak.
g. Kegiatan Ekstrakurikuler: Mengadakan kegiatan
ekstrakurikuler yang terkait dengan aqidah dan akhlak,
seperti kelompok doa, klub literatur agama, atau program
bimbingan aqidah dan akhlak. Kegiatan ini memberikan
kesempatan bagi siswa untuk mendalami nilai-nilai agama
secara lebih terstruktur dan mendapatkan pengalaman yang
mendalam.
h. Kerja Sama dengan Orang Tua: Melibatkan orang tua
dalam upaya peningkatan pembelajaran aqidah akhlak.
Guru dapat berkomunikasi secara teratur dengan orang tua,
mengadakan pertemuan, atau menyelenggarakan kegiatan
yang melibatkan mereka dalam mendukung pembelajaran
aqidah akhlak di rumah dan di sekolah.
Kegiatan rutin ini membantu menciptakan lingkungan yang
konsisten dan mendukung dalam peningkatan pembelajaran
65

aqidah akhlak. Dengan melibatkan siswa secara terus-menerus


dan melibatkan berbagai metode pembelajaran, siswa dapat secara
bertahap membangun pemahaman yang mendalam dan
menerapkan nilai-nilai aqidah dan akhlak dalam kehidupan sehari-
hari mereka.
66

BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Al Fithrah Surabaya

1. Latar Belakang

Madrasah Ibtidaiyah Al Fithrah Surabaya adalah jenjang


pendidikan dasar di Indonesia yang setara dengan Sekolah Dasar
(SD) namun dengan kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan
agama Islam. Latar belakang pendirian Madrasah Ibtidaiyah dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan Agama: Pendirian Madrasah
Ibtidaiyah muncul sebagai respons terhadap kebutuhan
pendidikan agama Islam yang lebih terintegrasi dalam proses
pembelajaran. Madrasah Ibtidaiyah didirikan untuk memberikan
pendidikan formal dengan penekanan khusus pada pembelajaran
agama Islam.
2. Pemeliharaan dan Pengembangan Identitas Keislaman:
Pendirian Madrasah Ibtidaiyah mungkin juga terkait dengan
upaya pemeliharaan dan pengembangan identitas keislaman di
masyarakat. Madrasah Ibtidaiyah memberikan ruang yang lebih
besar bagi siswa untuk mempelajari ajaran agama Islam secara
mendalam sejak usia dini.
3. Peran Lembaga Agama: Madrasah Ibtidaiyah sering kali
didirikan oleh lembaga agama, seperti masjid, pesantren, atau
organisasi keagamaan. Lembaga-lembaga ini mendirikan
Madrasah Ibtidaiyah sebagai bagian dari upaya mereka untuk
menyediakan pendidikan yang sejalan dengan prinsip-prinsip
Islam kepada anak-anak usia dini.
4. Permintaan dan Kebutuhan Masyarakat: Permintaan dan
kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang mengintegrasikan
agama Islam menjadi faktor lain dalam pendirian Madrasah
Ibtidaiyah. Terutama di daerah dengan mayoritas penduduk
Muslim, masyarakat sering mencari pilihan pendidikan yang
lebih Islami untuk anak-anak mereka.
5. Kebijakan Pendidikan Nasional: Pemerintah Indonesia juga
telah memberikan pengakuan terhadap pendidikan agama Islam
dengan mendukung pendirian Madrasah Ibtidaiyah. Melalui
kebijakan pendidikan nasional, pemerintah memberikan ruang
dan dukungan untuk pendirian Madrasah Ibtidaiyah di berbagai
wilayah di Indonesia.
Latar belakang pendirian Madrasah Ibtidaiyah bervariasi
tergantung pada konteks sosial, budaya, agama, dan kebutuhan
masyarakat di suatu daerah. Tujuan utama pendirian Madrasah
Ibtidaiyah adalah memberikan pendidikan formal yang seimbang
67

antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama Islam kepada


siswa usia dini. Profil Al Fithrah Surabaya Hasil studi lapangan
penelitian tugas akhir pada januari tahun 2023 sampai Mei 2023 di
MI Al Fithrah Surabaya:

Nama MI Al-Fithrah Surabaya


Penyelenggara Pondok PengurusPondok Pesantren
Tipe Pondok Pesantren Pendidikan Diniyah Formal
Tahun Berdiri Pondok 1985
Nama Pimpinan/ KH. Achmad Asrori Al- Ishaq
Pengasuh Pondok
Nomor Statistik Pada 042.3578.14.003
Kandepag
Alamat Pondok Jl. Kedinding lor 99 Tanah Kali
Kedinding, Kenjeran, Surabaya, Jawa
Timur.
Data Tabel 3.1 Data Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya

2. Data Pendidik dan Pegawai Pesantren Al Fithrah Surabaya

Data ini diminta dari pihak Al Fithrah Surabaya Madrasah


Ibtidaiyah memiliki pendidik dan pegawai dengan latar belakang
pendidikan dan keahlian dalam bidang pendidikan dan agama.
Beberapa posisi yang umum di Madrasah Ibtidaiyah termasuk:
1. Kepala Madrasah: Seorang kepala madrasah atau kepala sekolah
bertanggung jawab atas manajemen keseluruhan Madrasah
Ibtidaiyah. Mereka mengatur kegiatan pendidikan,
mengkoordinasikan staf, dan menjalankan kebijakan pendidikan
yang ditetapkan.
2. Guru: Guru-guru di Madrasah Ibtidaiyah adalah tenaga pengajar
yang memberikan pengajaran dan bimbingan kepada siswa.
Mereka memiliki keahlian dalam mata pelajaran umum (seperti
bahasa Indonesia, matematika, dan sains) serta pendidikan
agama Islam.
3. Pendamping Agama: Pendamping agama adalah individu yang
bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan agama
kepada siswa. Mereka membantu siswa memahami ajaran
agama Islam, mempraktikkan ibadah, dan memperkuat nilai-
nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
4. Staf Administrasi: Staf administrasi bekerja di bagian
administrasi dan manajemen Madrasah Ibtidaiyah. Tugas
mereka meliputi pengelolaan data siswa, administrasi keuangan,
pengaturan jadwal, dan koordinasi umum.
5. Tenaga Kependidikan Pendukung: Madrasah Ibtidaiyah juga
dapat mempekerjakan tenaga kependidikan pendukung, seperti
68

tenaga perpustakaan, petugas kebersihan, dan petugas


keamanan, untuk mendukung operasional madrasah.

informasi lebih lanjut dan data yang lebih spesifik, disarankan


untuk menghubungi madrasah setempat atau otoritas pendidikan di
MI Al Fithrah Surabaya. Adapun rincian daftarnya adalah sebagai
berikut:

No Status Jumlah Jumla Keterangan


L P h
1 Tenaga Pengajar di
Lingkungan Pesantren

mengajar di lembaga
Ada beberapa tenaga
pengajar merangkap
a. TPQ Al Fithrah ±100 - ±1

lain di lingkungan
Pondok Pesantren
00
b. Madrasah Diniyah ±100 - ±1
Al Fithrah 5
c. RA Al Fithrah - 100 10
d. MI Al Fithrah 250 225 25
e. MTS Al Fithrah 302 235 68
f. MA Al Fithrah 402 - 26

Data Tabel 3.2 Pendidik dan Pegawai

3. Lembaga Formal

Ada beberapa Lembaga formal merujuk pada institusi atau


organisasi yang memiliki struktur, aturan, dan prosedur yang jelas
dalam memberikan layanan atau menyelenggarakan kegiatan tertentu.
Lembaga formal ini seringkali didirikan berdasarkan hukum atau
peraturan yang mengatur operasional dan fungsinya. Berikut adalah
penjelasan tentang lembaga formal yang dimiliki Al Fithrah Surabaya
yang sudah disediakan adalah sebagai berikut:
1. Sekolah (RA, MI, MTS, MA) : Sekolah adalah lembaga formal
yang memberikan pendidikan dan pengajaran kepada siswa.
Mereka mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh otoritas
pendidikan dan memiliki struktur organisasi yang melibatkan
kepala sekolah, guru, staf administrasi, dan siswa.
2. Universitas dan Perguruan Tinggi (STAI Al Fithrah): Universitas
dan perguruan tinggi adalah lembaga formal yang menawarkan
pendidikan tinggi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Mereka
menyelenggarakan program sarjana, magister, dan doktor dalam
berbagai bidang studi. Struktur organisasinya meliputi rektorat,
fakultas, departemen, dan unit administrasi lainnya.
69

No Jenjang Status Koordinator


Pendidikan Kelembagaan
1 RA Yayasan Kemenag RI
2 MI Yayasan Kemenag RI
3 MTS Yayasan Dirjen
pendidikan
islam
4 MA Yayasan Dirjen
pendidikan
islam
5 STAI Al Yayasan Kemenag RI
Fithrah
Data Tabel 3.3 Lembaga Formal

4. Lembaga Informal Al Fithrah Surabaya


Sebagai lembaga pengajaran tambahan di Al Fithrah Surabaya,
juga membuka beberapa lembaga informal sebagai bagian dari wadah
kegiatan belajar-mengajar tambahan. Lembaga informal merujuk pada
organisasi atau kelompok yang tidak memiliki struktur formal dan
tidak diatur oleh hukum atau peraturan resmi. Lembaga ini seringkali
muncul secara alami atau diinisiasi oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan atau mencapai tujuan tertentu. Berikut adalah penjelasan
tentang lembaga informal:
1. Kelompok Masyarakat: Kelompok masyarakat adalah bentuk
lembaga informal yang terbentuk di dalam masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan atau mengatasi masalah bersama. Ini dapat
mencakup kelompok-kelompok seperti kelompok ibu-ibu,
kelompok tani, kelompok seni dan budaya, atau kelompok
masyarakat yang berkumpul untuk berbagi pengetahuan dan
sumber daya.
2. Kelompok Religius: Kelompok religius adalah lembaga informal
yang berfokus pada praktik keagamaan dan pengembangan
spiritual. Mereka dapat terbentuk di dalam masyarakat untuk
melakukan kegiatan ibadah, studi agama, atau aktivitas
keagamaan lainnya di luar lembaga formal seperti gereja, masjid,
atau kuil.
Lembaga informal sering kali memberikan ruang bagi individu
untuk berinteraksi, berbagi, dan bekerja sama dalam konteks yang
lebih fleksibel dan tidak terikat oleh aturan formal. Meskipun mereka
tidak memiliki struktur formal, lembaga informal ini dapat
memberikan manfaat sosial, pendidikan, dan dukungan bagi
anggotanya serta masyarakat luas.

5. Fasilitas dan Inventaris


70

Fasilitas dan inventaris Al Fithrah Surabaya merujuk pada


barang, peralatan, atau aset yang dimiliki atau digunakan oleh suatu
organisasi, lembaga, atau perusahaan untuk mendukung kegiatan
operasional mereka. Berikut adalah penjelasan tentang fasilitas dan
inventaris:
1. Fasilitas: Fasilitas adalah bangunan, ruangan, atau tempat yang
digunakan untuk menjalankan berbagai aktivitas organisasi.
Contohnya termasuk gedung perkantoran, ruang kelas,
laboratorium, rumah sakit, atau fasilitas olahraga. Fasilitas ini
menyediakan ruang yang diperlukan untuk kegiatan operasional
dan pelayanan yang relevan.
2. Inventaris Kantor: Inventaris kantor meliputi semua barang dan
peralatan yang digunakan di lingkungan kantor. Ini bisa
termasuk meja, kursi, lemari, komputer, printer, telepon, fax,
peralatan presentasi, dan lain sebagainya. Inventaris kantor
penting untuk mendukung produktivitas dan efisiensi dalam
menjalankan pekerjaan administratif dan operasional.
3. Inventaris Medis: Inventaris medis terkait dengan peralatan dan
barang yang digunakan dalam penyediaan layanan kesehatan. Ini
bisa termasuk peralatan bedah, alat pengukur tekanan darah,
peralatan pengukuran suhu, alat diagnosis, obat-obatan, perban,
sarung tangan medis, dan peralatan sterilisasi.
4. Inventaris Teknologi Informasi (TI): Inventaris TI meliputi
peralatan dan perangkat keras teknologi informasi yang
digunakan untuk mendukung infrastruktur TI dan sistem
komputer. Ini bisa termasuk server, komputer, laptop, jaringan,
printer, scanner, peralatan penyimpanan data, dan perangkat
lunak yang terkait.

B. Gambaran Umum Mi Al Fithrah Surabaya dan MI Kelas 4

Visi MI Al Fithrah Surabaya

Terwujudnya pendidikan yang berbasis pesantren yang


unggul dan rujukan dalam pendidikan guna menghasilkan
lulusan berakhlaqul karimah, berprestasi, dan berjiwa
nasionalis.

Misi MI Al Fithrah Surabaya

a. Menyelenggarakan pembelajaran yang meneladani


akhlak Rasullah Muhammad SAW
b. Menyelenggarakan pembelajaran yang menjadi
amaliyah salafusholih
71

c. Menyelenggarakan pembelajaran yang terdepan dalam


ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Menyelenggarakan pembelajaran yang menumbuhkan
jiwa nasionalis

Tujuan MI Al Fithrah Surabaya

a. Menghasilkan lulusan yang memiliki akhlak


Rasulullah Muhammad SAW
b. Menghasilkan lulusan yang mampu meneruskan
amaliyah salafusholih
c. Menghasilkan lulusan yang berprestasi di bidang
akademik dan non akademik
d. Menghasilkan lulusan yang memiliki jiwa nasionalis
72

Struktur Organisasi MI Al Fithrah Surabaya Tahun 2022-2023


73

Tugas dan Fungsi Kepala Madrasah Al Fithrah Surabaya

Sebagai pemimpin utama di Madrasah, kepala madrasah


memiliki tugas dan fungsi penting dalam mengelola dan
mengarahkan kegiatan pendidikan di institusi tersebut. Berikut
adalah beberapa tugas dan fungsi kepala madrasah:
1. Manajemen dan Administrasi: Kepala madrasah bertanggung
jawab atas manajemen dan administrasi keseluruhan madrasah.
Mereka merencanakan, mengorganisasi, dan mengawasi
operasional sehari-hari, termasuk pengelolaan sumber daya
manusia, anggaran, dan fasilitas.
2. Pengembangan Kurikulum: Kepala madrasah berperan dalam
mengembangkan dan mengawasi pelaksanaan kurikulum di
madrasah. Mereka bekerja sama dengan tim kurikulum untuk
memastikan bahwa kurikulum yang disusun sesuai dengan
pedoman dan standar pendidikan yang berlaku serta memenuhi
kebutuhan siswa dan masyarakat.
3. Pengawasan dan Pembinaan Guru: Kepala madrasah memiliki
tanggung jawab untuk mengawasi dan membina guru-guru di
madrasah. Ini termasuk melakukan evaluasi kinerja,
memberikan bimbingan dan pelatihan, serta memastikan standar
pengajaran dan pembelajaran tercapai.
4. Pengawasan Kedisiplinan dan Tata Tertib: Kepala madrasah
bertanggung jawab untuk memastikan kedisiplinan dan tata
tertib di madrasah. Mereka menjaga ketertiban, mengatasi
masalah disiplin, dan memastikan keamanan dan keamanan
siswa, guru, dan staf.
5. Hubungan dengan Stakeholder: Kepala madrasah berperan
dalam menjalin hubungan dengan stakeholder, seperti orang tua
siswa, komite sekolah, lembaga pendidikan, dan pihak-pihak
terkait lainnya. Mereka berkomunikasi dengan mereka,
mengadakan pertemuan, mendengarkan masukan, dan menjaga
kolaborasi yang baik dalam mendukung pengembangan
madrasah.
6. Pengawasan dan Evaluasi Program: Kepala madrasah
melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap program-program
pendidikan di madrasah. Mereka melihat keefektifan program,
mengevaluasi hasil belajar siswa, dan mengidentifikasi area
peningkatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
7. Perencanaan Strategis: Kepala madrasah berperan dalam
perencanaan strategis jangka panjang dan jangka pendek
madrasah. Mereka merumuskan visi, misi, dan tujuan madrasah
serta mengembangkan rencana aksi untuk mencapainya.
8. Representasi Madrasah: Kepala madrasah mewakili madrasah
dalam pertemuan, seminar, dan kegiatan lainnya yang terkait
74

dengan pendidikan. Mereka menjaga hubungan dengan pihak


eksternal dan memperkuat citra dan reputasi madrasah di
masyarakat.

A. Kegiatan Harian

Kegiatan sehari-hari kepala madrasah Al FIthrah Surabaya


dapat bervariasi tergantung pada tugas dan tanggung jawab
mereka. Namun, berikut adalah beberapa kegiatan yang umum
dilakukan oleh seorang kepala madrasah dalam menjalankan
perannya:
1. Rapat dan Koordinasi: kepala madrasah sering kali
menghabiskan waktu untuk mengadakan rapat dengan staf
madrasah. Ini termasuk rapat harian, rapat tim, atau rapat
pengawasan untuk membahas perkembangan, masalah, dan
perencanaan kegiatan.
2. Supervisi dan Pengawasan: Kepala madrasah melakukan
kegiatan supervisi dan pengawasan terhadap guru dan staf.
Mereka dapat mengamati pembelajaran di kelas, melakukan
evaluasi kinerja, memberikan umpan balik, dan
memberikan bimbingan untuk meningkatkan kualitas
pengajaran dan kinerja staf.
3. Manajemen Administrasi: Kepala madrasah terlibat dalam
manajemen administrasi, seperti mengelola keuangan
madrasah, mengelola kegiatan penerimaan siswa baru,
memantau kehadiran siswa dan absensi staf, serta
mengelola berbagai dokumen administrasi yang diperlukan.
4. Pengembangan Kurikulum: Kepala madrasah berperan
dalam pengembangan kurikulum madrasah. Mereka terlibat
dalam merencanakan, mengevaluasi, dan memperbarui
kurikulum agar sesuai dengan perkembangan pendidikan
dan kebutuhan siswa.
5. Hubungan dengan Stakeholder: Kepala madrasah menjalin
hubungan dengan stakeholder seperti orang tua siswa,
komite sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya. Mereka
dapat mengadakan pertemuan, menerima umpan balik,
menjawab pertanyaan, dan menjalin komunikasi yang
efektif untuk memperkuat hubungan dan mendukung
kepentingan madrasah.
6. Perencanaan dan Evaluasi Program: Kepala madrasah
terlibat dalam perencanaan program pendidikan jangka
pendek dan jangka panjang. Mereka merumuskan tujuan,
strategi, dan kegiatan yang akan dilakukan serta melakukan
evaluasi untuk memastikan pencapaian tujuan dan
peningkatan kualitas program.
75

7. Pengembangan Profesional: Kepala madrasah dapat


mengalokasikan waktu untuk pengembangan profesional
mereka sendiri. Ini meliputi membaca literatur pendidikan,
mengikuti seminar atau pelatihan, dan terus memperbarui
pengetahuan mereka tentang praktik terbaik dalam
manajemen pendidikan.
8. Pekerjaan Administratif dan Tugas Rutin Lainnya: Sebagai
seorang pemimpin, kepala madrasah juga melakukan
berbagai tugas administratif dan tugas rutin lainnya seperti
membaca dan membalas surat, menjawab telepon, mengatur
jadwal, dan menjaga keberlangsungan operasional
madrasah. Penting bagi seorang kepala madrasah untuk
memiliki keterampilan manajerial, kepemimpinan yang
efektif, serta kemampuan komunikasi dan kerjasama yang
baik

B. Kegiatan Mingguan

Kegiatan mingguan seorang kepala madrasah dapat meliputi


sejumlah tugas dan tanggung jawab yang harus mereka lakukan.
Berikut adalah beberapa kegiatan mingguan yang umum dilakukan
oleh seorang kepala madrasah:
1. Rapat Koordinasi dan Evaluasi: Kepala madrasah biasanya
mengadakan rapat mingguan dengan staf madrasah untuk
membahas perkembangan, masalah, dan evaluasi kegiatan
yang sedang berlangsung. Rapat ini dapat mencakup
evaluasi kinerja, perencanaan kegiatan, penugasan tugas,
dan pembahasan berbagai hal terkait pengelolaan madrasah.
2. Supervisi dan Pembinaan: Kepala madrasah meluangkan
waktu untuk melakukan supervisi dan pembinaan terhadap
guru dan staf. Mereka dapat melakukan kunjungan kelas
untuk mengamati dan memberikan umpan balik terkait
pengajaran, memberikan bimbingan atau pelatihan, serta
memberikan dorongan dan dukungan kepada staf dalam
melaksanakan tugas mereka.
3. Pertemuan dengan Orang Tua Siswa: Kepala madrasah
dapat mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa
secara berkala. Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan
informasi terkait perkembangan siswa, prestasi akademik,
tata tertib, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
pendidikan dan kesejahteraan siswa.
4. Pengelolaan Administrasi: Kepala madrasah menghabiskan
waktu untuk mengelola administrasi madrasah, termasuk
mengawasi proses pendaftaran siswa baru, mengelola data
siswa dan staf, memastikan kelengkapan dokumen dan
76

berkas administrasi, serta mengurus urusan keuangan dan


anggaran madrasah.
5. Pengembangan Kurikulum: Kepala madrasah terlibat dalam
pengembangan dan pembaruan kurikulum madrasah.
Mereka dapat bekerja dengan tim kurikulum untuk
memperbarui materi pelajaran, menyesuaikan kurikulum
dengan perkembangan pendidikan, serta mengevaluasi dan
memperbaiki implementasi kurikulum di kelas.
6. Kolaborasi dengan Lembaga Eksternal: Kepala madrasah
dapat melakukan pertemuan atau berkomunikasi dengan
lembaga eksternal terkait, seperti dinas pendidikan,
lembaga pemerintah, organisasi keagamaan, dan mitra kerja
lainnya. Kolaborasi ini bertujuan untuk menjalin kerjasama,
memperoleh dukungan, dan mengikuti perkembangan
terkini dalam dunia pendidikan.
7. Pemantauan dan Evaluasi Program: Kepala madrasah
melakukan pemantauan dan evaluasi berkala terhadap
program-program pendidikan dan kegiatan yang
dilaksanakan di madrasah. Mereka melihat kemajuan siswa,
memeriksa pelaksanaan program, dan mengevaluasi
efektivitas program untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
8. Pengembangan Profesional: Kepala madrasah juga
meluangkan waktu untuk pengembangan profesional
pribadi. Mereka dapat membaca literatur pendidikan,
mengikuti seminar atau pelatihan, serta terlibat dalam
komunitas profesional untuk memperbarui pengetahuan dan
keterampilan mereka dalam manajemen pendidikan.

C. Kegiatan Bulanan

Kegiatan bulanan seorang kepala madrasah melibatkan


tanggung jawab yang meluas dalam mengelola dan mengawasi
operasional madrasah. Berikut adalah beberapa kegiatan bulanan
yang umum dilakukan oleh seorang kepala madrasah:
1. Evaluasi Kinerja Guru dan Staf: Kepala madrasah
melakukan evaluasi kinerja bulanan terhadap guru dan staf.
Evaluasi ini meliputi pengamatan pengajaran di kelas,
penilaian kinerja, dan memberikan umpan balik konstruktif
kepada individu terkait untuk membantu dalam
pengembangan profesional mereka.
2. Analisis Data dan Kemajuan Siswa: Kepala madrasah
menganalisis data dan kemajuan siswa secara bulanan.
Mereka melihat prestasi akademik siswa, tingkat kehadiran,
dan hasil evaluasi untuk memantau perkembangan siswa,
77

mengidentifikasi tantangan, serta merencanakan tindakan


perbaikan yang diperlukan.
3. Rapat dan Koordinasi dengan Komite Sekolah: Kepala
madrasah mengadakan pertemuan bulanan dengan komite
sekolah. Pertemuan ini membahas perkembangan, masalah,
dan perencanaan kegiatan madrasah. Kepala madrasah
mendapatkan masukan dari komite sekolah dan memastikan
kegiatan madrasah berjalan sesuai dengan visi dan misi
yang telah ditetapkan.
4. Pemantauan Fasilitas dan Inventaris: Kepala madrasah
memantau kondisi fasilitas dan inventaris madrasah secara
berkala. Mereka memastikan bahwa fasilitas fisik,
peralatan, dan sumber daya lainnya dalam kondisi baik dan
memadai. Jika ada kerusakan atau kekurangan, kepala
madrasah mengkoordinasikan perbaikan atau pengadaan
yang diperlukan.
5. Pembaruan dan Pengembangan Kurikulum: Kepala
madrasah terlibat dalam pembaruan dan pengembangan
kurikulum madrasah. Mereka mengadakan rapat dengan tim
kurikulum untuk meninjau dan memperbarui materi
pelajaran, metode pengajaran, dan penilaian sesuai dengan
kebutuhan siswa dan perkembangan pendidikan.
6. Pertemuan dengan Orang Tua Siswa: Kepala madrasah
mengadakan pertemuan bulanan dengan orang tua siswa.
Pertemuan ini memberikan kesempatan untuk berbagi
informasi tentang kemajuan siswa, memberikan umpan
balik, dan menjawab pertanyaan atau masalah yang
mungkin timbul dari orang tua siswa.
7. Pengawasan Keuangan dan Anggaran: Kepala madrasah
memantau keuangan dan anggaran madrasah. Mereka
meninjau laporan keuangan bulanan, mengelola
pengeluaran, dan memastikan penggunaan anggaran yang
efisien dan sesuai dengan kebutuhan madrasah.
8. Rencana dan Evaluasi Program: Kepala madrasah
merencanakan dan mengevaluasi program pendidikan dan
kegiatan ekstrakurikuler. Mereka memastikan program-
program tersebut sesuai dengan tujuan madrasah dan
memberikan manfaat yang optimal bagi perkembangan
siswa.
Selain kegiatan bulanan ini, kepala madrasah juga terlibat
dalam kegiatan tahunan seperti perencanaan strategis jangka
panjang, perayaan dan acara penting, serta memastikan
pemenuhan regulasi dan kepatuhan hukum dalam operasional
madrasah.

D. Kegiatan Semesteran dan Akhir Tahun Pembelajaran


78

Kegiatan semesteran seorang kepala madrasah melibatkan


tanggung jawab yang lebih luas dalam mengelola dan
mengarahkan kegiatan madrasah selama setengah tahun
akademik. Berikut adalah beberapa kegiatan semesteran yang
umum dilakukan oleh seorang kepala madrasah:
1. Evaluasi Kinerja dan Pertemuan dengan Guru dan Staf:
Kepala madrasah melakukan evaluasi kinerja semesteran
terhadap guru dan staf. Evaluasi ini melibatkan peninjauan
kinerja selama semester, evaluasi hasil kerja, dan
memberikan umpan balik kepada individu terkait. Selain
itu, kepala madrasah juga mengadakan pertemuan untuk
membahas perkembangan, tantangan, dan perencanaan
kedepan.
2. Evaluasi Program dan Kurikulum: Kepala madrasah
melakukan evaluasi program dan kurikulum yang telah
dijalankan selama satu semester. Mereka mengevaluasi
keefektifan program dan kurikulum, menganalisis data dan
hasil evaluasi, serta memperbarui atau melakukan
perbaikan sesuai dengan kebutuhan siswa dan
perkembangan pendidikan.
3. Pertemuan dengan Komite Sekolah: Kepala madrasah
mengadakan pertemuan semesteran dengan komite sekolah.
Pertemuan ini bertujuan untuk memberikan laporan dan
pembaruan tentang perkembangan madrasah,
mendiskusikan masalah atau tantangan yang dihadapi, serta
memperoleh masukan dan dukungan dari komite dalam
pengembangan madrasah.
4. Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan dan Program: Kepala
madrasah memantau pelaksanaan kegiatan dan program
yang telah direncanakan selama semester. Mereka
memastikan program pendidikan, kegiatan ekstrakurikuler,
dan acara penting dijalankan sesuai dengan rencana,
mengidentifikasi kendala, dan mengambil langkah-langkah
perbaikan jika diperlukan.
5. Evaluasi Sistem Penilaian dan Pengukuran: Kepala
madrasah mengevaluasi sistem penilaian dan pengukuran
yang digunakan di madrasah. Mereka memastikan bahwa
metode penilaian yang digunakan sesuai dengan standar
pendidikan, adil, dan akurat dalam mengukur kemajuan
siswa, dan memberikan rekomendasi untuk peningkatan
jika diperlukan.
6. Pembaruan dan Pengembangan Sumber Daya: Kepala
madrasah memperbarui dan mengembangkan sumber daya
yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran dan
operasional madrasah. Ini termasuk peralatan, buku teks,
79

materi pembelajaran, bahan ajar, dan fasilitas lainnya yang


diperlukan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan guru.
7. Pertemuan dengan Orang Tua Siswa: Kepala madrasah
mengadakan pertemuan semesteran dengan orang tua siswa.
Pertemuan ini memberikan kesempatan untuk berbagi
informasi tentang perkembangan siswa, hasil akademik, dan
aspek lain dari pendidikan siswa. Kepala madrasah juga
mendengarkan masukan dari orang tua siswa dan menjawab
pertanyaan atau kekhawatiran yang mereka miliki.
8. Perencanaan dan Evaluasi Kegiatan Khusus: Kepala
madrasah terlibat dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan
khusus yang diadakan selama semester. Ini bisa termasuk
kegiatan ekstrakurikuler, acara keagamaan, lomba,
kunjungan lapangan, dan proyek-proyek khusus lainnya.
Mereka memastikan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan
madrasah dan memberikan manfaat yang positif bagi siswa.
Kegiatan semesteran ini merupakan momen penting
bagi kepala madrasah untuk melihat perkembangan dan hasil
kerja madrasah selama setengah tahun akademik, serta
melakukan evaluasi dan perbaikan yang diperlukan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.

E. Tugas dan Fungsi Pengelola Sekolah

Antara lain tugas dari Kepala Madrasah:


a. Kepimimpinan
b. Manajemen dan Administrasi
c. Pengembangan Kurikulum
d. Supervisi dan pembinaan Guru
e. Pengawasan kedisplinan dan tata tertib
f. Hubungan komunikasi dengan intansi dari luar
g. Evaluasi dan peningkatan kualitas dari Madrasah
h. Representasi Madrasah

Antara lain tugas dari Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum:


a. Pengembangan dan pembaruan kurikulum
b. Implementasi kurikulum
c. Koordinasi dengan Guru segala mata pelajaran
d. Evaluasi dan peningkatan pembelajaran
e. Pelatihan dan pengembangan guru
f. Penilaian dan Pelaporan
g. Penyusunan Program Bimbingan dan Konseling
h. Riset dan Inovasi pendidikan

Antara lain tugas Wakil Kepala Madrasah Bidang Kesiswaan:


a. Pembinaan Kedisiplinan
80

b. Penanganan masalah siswa


c. Pengelolaan program bimbingan dan konseling
d. Pengembangan Kesejahteraan siswa
e. Pengembangan program orientasi siswa
f. Koordinasi kegiatan ekstrakurikuler
g. Komunikasi dengan orangtua siswa
h. Evaluasi dan peningkatan pelayanan dalam kesiswaaan

Antara lain tugas Wakil Kepala Madrasah Bidang Sarana dan


Prasarana:
a. Pengelolaaan dan Pemeliharaan fasilitas
b. Perencanaan dan pengawasan pembangunan
c. Pengadaan dan pengelolaan inventaris
d. Bertanggung jawab dalam keaamanan dan keselamatan
e. Penganturan jadwal penggunaan fasilitas dan prasana
f. Pengelolaan Kebersihan dan Keindahan lingkungan
g. Koordasi dengan pihak luar apabila terkait sarana dan
prasana
h. Pengelolaan anggaran

Antara lain tugas Wakil Kepala Madrasah Bidang Hubungan


Masyarakat:
a. Komunikasi dengan pihak Eksternal mengupayakan
hubungan yang baik
b. Promosi dan pemasaran madrasah
c. Keterlibatan dengan orangtua siswa
d. Kerjasama dengan sekitar (Masyarakat, Pemerintahan,
Organisasi non pemeritahan dan Tokoh masyarakat)
e. Koordinasi acara dan perayaan
f. Penanganan masukan dan keluhan
g. Manajemen krisis dan reputasi madrasah
h. Evaluasi dan peningkatan hubungan masyarakat

Antara lain tugas Wali Kelas:


a. Pengajaran dan pembingan
b. pengelolaan persoalan kelas
c. Pemantauan dan evaluasi kelas
d. Komunikasi dengan orangtua
e. Bimbingan dan Konseling
f. Koordinasi dengan guru dan staf
g. Pengelolaan administrasi
h. Perencanaan dan pelaksanaan kegiataan kelas

Antara lain tugas Guru Mata Pelajaran:


81

a. Perencaanaan pengjaran
b. Pengajaran materi pelajaran
c. Pembimbingan siswa
d. Penilaian dan Evaluasi
e. Pengembangan materi pembelajaran
f. Pembinaan dan pengembangan diri dalam meningkatan
kualitas
g. Kalaborasi dengan rekan guru dan staf sekolah
h. Komunikasi dengan orangtua siswa

Antara lain tugas Kepala Tata Usaha:


a. Manajemen Keuangan
b. Pengelolaan sumber daya manusia dalam madrasah
c. Administrasi umum
d. Pengelolaan Fasilitas
e. Pengelolaan Operasional
f. Komunikasi dengan pihak Eksternal
g. Pelaporan dan pemantauan
h. Kepatuhan hukum dan peraturan

C. Penyajian Data Informan

Dalam penyajian informasi, peneliti hendak menguraikan


informasi riset buat menanggapi rumusan permasalahan yang
terdapat dalam riset. Dalam perihal ini peneliti hendak menyajikan
data-data mengenai Implementasi Pembelajaran Aqidah Akhlak
Dengan Pendekatan Multiple Intellegences Di Kelas 4 Mi Al
Fithrah Surabaya. Data wawancara didapatkan dari hasil wawancara
dengan kepala pondok, Kepala madrasah, Waka Kurikulum, Waka
Kesiswaan, Waka Sarana dan prasana, Kabag Administrasi dan
humas, Guru Aqidah Akhlak, Peserta didik (58 siswa) dengan total
65 informan
Pada tabel 3.1 dijelaskan data informan yang sudah
diwawancarai untuk memperoleh informasi terkait penerapan
Multiple Intellengences secara menyeluruh dari kepala pondok,
kepala madrasah, waka kurikulum, guru aqidah akhlaq dan siswa.
Penyajian Data Informan Tabel 4.1
Informan Nama Usia Keterangan
1. Ahmad Kunawi, S.pd 65 thn Kepala Pondok
2. I'is Nurkayanti, S.pd 54 thn Kepala Madrasah
3. Zamrotul Fauziah, S.pd.I 37 thn Waka Kurikulum
4. Mukhoirum, S.Pd.I 44 thn Waka Kesiswaan
5. Siti Nur Halimah, S.Pd 38 thn Waka Sarana dan prasarana
6. Nur Zaid, M. Pd 29 thn Kabag Administrasi/Humas
82

7. Mukhoirum, S.Pd.I 43 thn Guru Aqidah Akhlak


8. MI Kelas 4 Al Fithrah 58 thn Siswa

D. Hasil Penelitian
Deskripsi penelitian Kelas 4 di Al Fithrah Surabaya ada dua,
yaitu mengenai proses dan efektivitas pembelajaran menggunakan
pendekatan Multiple Intelengences dalam mata pelajaran aqidah
akhlak di MI Al Fithrah Surabaya.:

1. Identifikasi

Pertama, I'is Nurkayanti sebagai kepala Madrasah Ibtidaiyah Al


Fithrah Surabaya. Kedua, Zamrotul Fauziah, beliau merupakan
koordinator bagian waka kurikulum di Madrasah Ibtidaiyah Al
Fithrah Surabaya. Tahap identifikasi Multiple Intelligences
melibatkan penilaian dan pengidentifikasian kecerdasan yang
dominan pada individu. Berikut adalah langkah-langkah umum yang
dapat diikuti dalam tahap identifikasi:
1. Pengamatan: Observasi adalah langkah awal dalam
mengidentifikasi kecerdasan dominan. Amati perilaku,
preferensi, dan minat siswa selama aktivitas pembelajaran.
Perhatikan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan,
bagaimana mereka menyelesaikan tugas, dan bagaimana mereka
menunjukkan keunggulan dalam suatu kegiatan.
2. Wawancara: Lakukan wawancara individu dengan siswa untuk
mendapatkan pemahaman lebih lanjut tentang minat dan
preferensi mereka. Ajukan pertanyaan terkait dengan aktivitas di
luar sekolah, hobi, atau hal-hal yang mereka nikmati. Hal ini
dapat membantu mengungkap kecerdasan mana yang mungkin
dominan pada siswa.
3. Tes atau instrumen penilaian: Gunakan tes atau instrumen
penilaian yang telah dikembangkan untuk mendiagnosis Multiple
Intelligences. Contoh tes yang populer adalah Multiple
Intelligences Developmental Assessment Scales (MIDAS) yang
dikembangkan oleh Branton Shearer. Tes ini melibatkan
serangkaian pertanyaan dan aktivitas untuk mengidentifikasi
kecerdasan dominan pada individu.
4. Portofolio dan proyek: Minta siswa untuk membuat portofolio
atau terlibat dalam proyek-proyek yang melibatkan berbagai jenis
kecerdasan. Dalam proses ini, siswa dapat menunjukkan
kemampuan mereka dalam berbagai kecerdasan dan
menunjukkan minat serta potensi mereka.
5. Kolaborasi dan diskusi: Melibatkan siswa dalam diskusi dan
kolaborasi kelompok untuk memperoleh wawasan lebih lanjut
tentang kecerdasan dominan mereka. Diskusikan dengan siswa
83

tentang kegiatan yang mereka anggap paling menarik, situasi di


mana mereka merasa paling nyaman, atau jenis aktivitas yang
paling berhasil mereka lakukan. Hal ini dapat membantu
mengidentifikasi kecerdasan yang mungkin ada pada siswa.
6. Evaluasi terus-menerus: Melakukan evaluasi terus-menerus
terhadap siswa untuk melacak perkembangan dan perubahan
dalam kecerdasan dominan mereka. Evaluasi dapat dilakukan
melalui observasi kelas, penugasan, tes atau instrumen penilaian
periodik, dan refleksi individu. Menggabungkan data dari
langkah-langkah di atas, Anda dapat mengidentifikasi kecerdasan
dominan pada setiap individu. Penting untuk diingat bahwa hasil
identifikasi harus diperlakukan sebagai panduan untuk membantu
merancang pengalaman pembelajaran yang sesuai dan inklusif
untuk siswa.

2. Tahap Diagnosis

Dari hasil analisis data di kelas 4 MI Al Fithrah Surabaya Tahap


diagnosis Multiple Intelligences melibatkan pengamatan dan
penilaian terhadap siswa untuk mengidentifikasi kecerdasan yang
dominan atau kuat pada setiap individu. Berikut adalah beberapa
langkah yang dapat diikuti dalam tahap diagnosis:
1. Observasi: Observasi merupakan langkah awal dalam proses
diagnosis. Guru atau pendidik dapat mengamati perilaku,
preferensi, dan minat siswa selama pembelajaran. Catatlah
aktivitas apa yang menarik minat siswa, bagaimana mereka
berinteraksi dengan lingkungan dan teman sekelas, dan
bagaimana mereka menunjukkan kemampuan atau kecerdasan
tertentu.
2. Wawancara: Melakukan wawancara dengan siswa secara
individu juga penting dalam mengumpulkan informasi tentang
minat dan preferensi mereka. Ajukan pertanyaan terkait dengan
aktivitas di luar sekolah, hobinya, atau hal-hal yang mereka
sukai. Hal ini akan membantu mendapatkan wawasan lebih lanjut
tentang kecerdasan apa yang mungkin dominan pada siswa.
3. Tes atau instrumen penilaian: Ada beberapa tes atau instrumen
penilaian yang dikembangkan untuk membantu mendiagnosis
Multiple Intelligences. Misalnya, tes Multiple Intelligences
Developmental Assessment Scales (MIDAS) yang
dikembangkan oleh Branton Shearer, atau instrumen penilaian
yang dirancang berdasarkan teori Multiple Intelligences Howard
Gardner. Tes-tes ini dapat memberikan informasi lebih
mendalam tentang kecerdasan dominan dan potensial siswa.
4. Portofolio dan proyek: Minta siswa untuk membuat portofolio
atau melibatkan mereka dalam proyek-proyek yang melibatkan
84

berbagai kecerdasan. Dalam proses ini, siswa dapat menunjukkan


kemampuan mereka dalam berbagai kecerdasan dan
memperlihatkan minat serta potensi mereka.
5. Refleksi dan diskusi: Melakukan refleksi dan diskusi dengan
siswa tentang pengalaman belajar mereka juga dapat membantu
mengidentifikasi kecerdasan dominan. Ajak siswa berbicara
tentang kegiatan yang mereka anggap paling menarik, situasi di
mana mereka merasa paling nyaman, atau jenis aktivitas yang
paling berhasil mereka lakukan. Diskusi semacam ini dapat
memberikan wawasan tambahan tentang kecerdasan yang
mungkin ada pada siswa. Setelah mengumpulkan data dari
langkah-langkah di atas, analisislah informasi yang diperoleh
untuk mengidentifikasi kecerdasan dominan pada setiap siswa.
Penting untuk diingat bahwa hasil diagnosis harus dianggap
sebagai panduan awal dan tidak membatasi potensi siswa.
Diagnosis Multiple Intelligences bertujuan untuk memberikan
pemahaman lebih baik tentang kecenderungan dan preferensi
siswa, sehingga pendidik dapat merancang pembelajaran yang
lebih inklusif dan sesuai dengan kebutuhan individu siswa.

3. Tahap Prognosis

Konsep "prognosis" tidak umum digunakan dalam konteks


Multiple Intelligences karena teori ini lebih fokus pada
mengidentifikasi kecerdasan yang ada pada individu daripada
meramalkan perkembangan atau hasilnya di masa depan. Namun,
setelah melakukan diagnosis atau identifikasi kecerdasan dominan
pada siswa, tahap selanjutnya adalah menggunakan informasi
tersebut untuk merancang pengalaman pembelajaran yang lebih
efektif dan inklusif. Dalam tahap ini, pendidik atau guru dapat:
1. Penyesuaian pembelajaran: Menggunakan informasi tentang
kecerdasan dominan siswa untuk menyesuaikan pendekatan
pembelajaran. Misalnya, jika siswa memiliki kecerdasan musikal
yang dominan, pendidik dapat memasukkan unsur musik dalam
pengajaran atau meminta siswa untuk mengekspresikan
pemahaman mereka melalui musik.
2. Pemilihan materi dan kegiatan: Memilih materi dan kegiatan
pembelajaran yang memanfaatkan kecerdasan dominan siswa.
Misalnya, jika siswa memiliki kecerdasan kinestetik-tubuh yang
kuat, pendidik dapat menyediakan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas fisik atau eksperimen praktis.
3. Kolaborasi dan penggabungan kecerdasan: Mendorong siswa
untuk bekerja sama dalam proyek atau tugas yang melibatkan
berbagai jenis kecerdasan. Hal ini memungkinkan siswa untuk
85

saling belajar dari satu sama lain dan memanfaatkan kekuatan


dan potensi mereka yang berbeda.
4. Pemberian umpan balik: Memberikan umpan balik yang efektif
dan konstruktif kepada siswa berdasarkan kecerdasan dominan
mereka. Misalnya, memberikan pujian atau dukungan yang
spesifik ketika siswa menunjukkan kecerdasan yang tinggi dalam
bidang tertentu. Tahap prognosis dalam konteks pendidikan lebih
umumnya merujuk pada perkiraan tentang perkembangan atau
hasil masa depan siswa berdasarkan pemantauan dan evaluasi
terus-menerus. Namun, hal ini tidak secara khusus terkait dengan
teori Multiple Intelligences.

4. Tahap Treatment
Tahap treatment atau perlakuan dalam konteks Multiple
Intelligences merujuk pada cara-cara untuk mengintegrasikan dan
mengembangkan kecerdasan yang berbeda dalam proses
pembelajaran. tahap perlakuan Multiple Intelligences antara lain:
1. Rancang Kurikulum Inklusif: Dalam perencanaan kurikulum,
pastikan untuk menyertakan berbagai jenis kecerdasan dalam
materi pembelajaran. Sediakan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan dan menunjukkan kecerdasan mereka melalui
berbagai jenis aktivitas dan tugas.
2. Berbagai Strategi Pengajaran: Gunakan berbagai strategi
pengajaran yang melibatkan berbagai jenis kecerdasan.
Misalnya, jika Anda mengajar tentang sejarah, selain
memberikan penjelasan verbal, pertimbangkan juga
menggunakan gambar, video, musik, atau simulasi untuk
melibatkan kecerdasan visual-ruang, musikal, atau kinestetik-
tubuh siswa.
3. Timbal Balik Individual: Berikan umpan balik yang berfokus
pada kecerdasan dominan siswa. Pujilah dan berikan
penghargaan kepada siswa ketika mereka menunjukkan
kecerdasan tertentu dalam karya atau tugas mereka. Ini akan
memperkuat kepercayaan diri dan motivasi siswa dalam
mengembangkan kecerdasan yang mereka miliki.
4. Proyek Kolaboratif: Sediakan kesempatan untuk kolaborasi
dalam proyek-proyek kelompok yang melibatkan kecerdasan
yang berbeda. Misalnya, siswa dengan kecerdasan interpersonal
dapat bekerja sama dengan siswa yang memiliki kecerdasan
logika-matematis atau kinestetik-tubuh. Hal ini memungkinkan
siswa untuk saling belajar dan saling menggabungkan
kecerdasan mereka untuk mencapai tujuan bersama.
5. Dukungan Individual: Kenali kecerdasan dominan siswa dan
berikan dukungan individual yang sesuai. Jika siswa memiliki
kecerdasan musikal yang kuat, berikan kesempatan untuk belajar
melalui musik atau menggunakan metode pembelajaran yang
86

melibatkan unsur musikal. Sediakan sumber daya tambahan atau


arahan yang sesuai untuk mengembangkan kecerdasan mereka
secara lebih mendalam.
6. Evaluasi Formatif: Gunakan evaluasi formatif yang beragam
untuk memantau kemajuan siswa dalam pengembangan
kecerdasan mereka. Buat penilaian yang mencakup berbagai
jenis kecerdasan dan berikan umpan balik yang membantu siswa
mengenali kekuatan mereka dan area yang perlu diperbaiki.
7. Lingkungan Pembelajaran yang Merangsang: Ciptakan
lingkungan pembelajaran yang mempromosikan kecerdasan
berbeda. Sediakan bahan dan sumber daya yang menggugah
berbagai jenis kecerdasan, seperti buku-buku, alat musik, media
visual, atau permainan yang melibatkan kecerdasan yang
berbeda. bahwa setiap siswa memiliki kombinasi unik dari
kecerdasan dan preferensi belajar. Dengan menerapkan
perlakuan yang mencerminkan dan menghargai keberagaman
ini, Anda dapat membantu siswa mengembangkan potensi
mereka secara optimal dan menciptakan pengalaman
pembelajaran yang inklusif dan berarti.
87

BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Analisis Data hasil belajar siswa kelas 4 MI Al Fithrah


Surabaya

NO PRETEST POSTTEST GAIN N-GAIN


1 50 80 30 0.6
2 58 92 34 0.81
3 60 90 30 0.75
4 48 84 36 0.69
5 52 76 24 0.5
6 58 90 32 0.76
7 52 86 34 0.71
8 60 80 20 0.5
9 52 90 38 0.79
10 46 82 36 0.67
11 48 80 32 0.62
12 60 92 32 0.8
13 56 80 24 0.55
14 54 82 28 0.61
15 50 86 36 0.72
16 44 76 32 0.57
17 54 90 36 0.78
18 44 78 34 0.61
19 52 88 36 0.75
20 60 90 30 0.75
21 52 82 30 0.63
22 48 86 38 0.73
23 50 80 30 0.6
24 44 76 32 0.57
25 48 80 32 0.62
26 52 92 40 0.83
27 56 78 22 0.5
28 48 84 36 0.69
29 50 88 38 0.76
30 54 86 32 0.7
88
89
90

B. Analisis Strategi Pembelajaran dengan Penerapan


Implementasi Multiple Intellengences pada Mata Pelajaran
Aiqdah Akhlak

Setelah penerapan strategi pembelajaran berbasis multiple


intellegences dikatakan valid oleh ahli, melalui tahap validasi oleh
ahli pembelajaran, ahli materi dan juga praktisi, yang selanjutnya di
lakukan uji coba terbatas. Untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran digunakan satu kelas
yaitu kelas IV sebagai objek penelitian kemudian membadingkan
hasil pretest dan postesnya. Dalam proses pembelajaran di kelas IV
dilakukan sampai 12 kali pertemuan dengan perlakuan yang sama
yaitu dengan menggunakan pembelajaran dengan penerapan
pendekatan multiple intellengences. Hasil penelitian terhadap hasil
belajar mata pelajaran Aqidah akhlak siswa sebelum dan setelah
tindakan diketahui terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap
hasil belajar siswa.
Berdasarkan perhitungan statistik menunjukkan bahwa nilai
mean atau nilai rata-rata dari hasil belajar siswa kelas IV dari aspek
kognitif, pretest (sebelum tindakan) dan postest (setelah tindakan)
terdapat perbedaan yang signifikan. Adapun meningkatnya nilai
rata-rata hasil belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan di
rincikan sebagai berikut:
1. Perbedaan Hasil Belajar
Tes hasil belajar siswa dianalisis menggunakan gain untuk
mengetahui besar selisih antara pretest dan posttest kemudian
untuk mengetahui peningkatannya digunakan rumus N-gain
dan uji persyaratan analisis. Data pretest dan posttest siswa
dari tes hasil belajar kognitif terhadap 30 siswa. Rata-rata
nilai pretest, posttest, gain, dan N-gain untuk hasil belajar
kognitif dapat dilihat pada tabel berikut:
Sumber N Rata-rata
Data Pretest Posttest gain N- Kategori
Gain
Tes Hasil 30 52 84,13 32,13 0,67 Sedang
Belajar

Tabel menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar


kognitif siswa pada kelas IV yang diikuti 30 siswa setelah
diberikan pengajaran dengan strategi pembelajaran berbasis
multiple intelligence. Sebelumnya siswa terlebih dahulu
diberikan pretest yang dimaksudkan untuk mengetahui hasil
belajar awal siswa. Hasil pretest untuk hasil belajar siswa
diperoleh nilai rata-rata sebesar 52 dan hasil posttest hasil
91

belajar siswa diperoleh nilai rata-rata sebesar 84,13.


Selanjutnya rata-rata nilai gain hasil belajar siswa sebesar
32,13 dan untuk nilai N-gain hasil belajar siswa sebesar 0,67
dengan kategori sedang.

2. Uji Prasyarat Analisis


Uji prasyarat analisis data adalah uji yang dilakukan
untuk memenuhi syarat sebelum melakukan uji hipotesis.
Pada penelitian ini terdapat dua uji prasyarat yaitu uji
normalitas, uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data dimaksudkan untuk
mengetahui bahwa data sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Data sampel bersumber dari
pretest, postest, gain dan N-gain. Uji normalitas ini
menggunakan SPSS for windows versi 19.0 one sample
kolmogorov-smirnov test (1 Sample K-S test) dengan
kriteria pengujian jika signifikansi > 0,05 maka data
berdistribusi normal, sedangkan jika signifikansi < 0,05
maka data tidak berdistribusi normal. Hasil uji
normalitas data hasil belajar siswa pada kelas IV dapat
dilihat pada tabel berikut:
No Sumber Data Sig* Keterangan
1 Pretest 0,273 Normal
2 Posttest 0,244 Normal
3 Gain 0,212 Normal
4 N-gain 0,236 Normal
*
Level Signifikansi 0,05

Tabel menunjukkan data hasil pretest hasil


belajar kognitif siswa dengan nilai signifikansi > 0,05
yaitu dengan nilai signifikansinya 0,273 > 0,05, nilai ini
menunjukkan bahwa data pretest siswa pada kelas IV
berdistribusi normal. Data posttest menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0,744 > 0,05, nilai ini juga
menunjukkan bahwa data postest siswa juga
berdistribusi normal. Dan data gain untuk hasil belajar
kognitif siswa menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0,212 > 0,05, nilai ini juga menunjukkan bahwa data
gain juga berdistribusi normal, serta data N-gain untuk
hasil belajar kognitif siswa menunjukkan nilai
signifikansi sebesar 0,236 > 0,05, nilai ini juga
menunjukkan bahwa data gain juga berdistribusi normal.
92

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas data di kelas IV dilakukan
dengan menggunakan uji levene SPSS for windows
versi 17.0 dengan kriteria pengujian apabila nilai
signifikansi > 0,05 maka data homogen, sedangkan jika
signifikansi < 0,05 maka data tidak homogen. Hasil uji
homogenitas hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel
berikut:
Perhitungan Hasil Sig* Keterangan
Belajar
Tes Hasil Belajar 0,212 Homogen
*
Level Signifikansi 0,05
Tabel menunjukkan hasil uji homogenitas pada level
signifikansi 0,05 bahwa skor pretest, dan posttest pada
kelas IV adalah homogen karena perhitungan
menunjukkan nilai signifikansi > 0,05 yaitu dengan nilai
signifikansinya 0,212 < 0,05.

3. Uji Hipotesis
Uji Hipotesis adalah uji yang digunakan untuk
menguji kebenaran suatu pernyataan secara statistik dan
menarik kesimpulan apakah menerima atau menolak
pernyataan dari hipotesis yang dibuat. Setelah diperoleh
data hasil belajar siswa dengan distribusi normal dan
homogen, hipotesis dapat diuji menggunakan uji statistik
parametrik (Paired sample T Test) dengan kriteria
pengujian apabila nilai signifikansi > 0,05 maka Ho
diterima dan Ha ditolak, sedangkan jika signifikansi <
0,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Hasil uji
hipotesis motivasi belajar siswa pada materi gerak lurus
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Belajar Siswa
Perhitungan Hasil Sig* Keterangan
Belajar
Tes Hasil Belajar 0,001 Ada perbedaan
signifikan
*
Level Signifikansi 0,05

Hasil uji paired sample T-test digunakan untuk


mengetahui terdapat tidaknya perbedaan nilai rata-rata
antara dua kelompok data yang berpasangan (pretest dan
posttest) pada data hasil belajar siswa. Uji paired sample
T-test pada data hasil belajar diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,001 yang berarti antara pretest dan posttest
yang diuji ternyata memiliki perbedaan yang signifikan.
93

Hasil uji paired sample T-test menunjukan bahwa


terdapat pengaruh dari implementasi strategi
pembelajaran berbasis multiple intellegences terhadap
peningkatan hasil belajar siswa.

C. Analisis peningkatan nilai rata-rata hasil belajar kelas IV

Berdasarkan hasil analisis data oleh SPSS di atas


menunjukkan terdapat peningkatan nilai rata-rata hasil belajar
kelas IV dari segi aspek kognitif, dari pengaruh startegi
pembelajaran berbasis multiple intellegences. Yaitu hasil
belajar Aqidah Akhlak siswa kelas IV aspek kognitif
mengalami peningkatan dari rata-rata awal 52 menjadi 84,13.
Sedangkan nilai sig (2-tailed) uji t adalah 0,001. Nilai
signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,050 yang berarti bahwa
H0 ditolak. Hal ini menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan nilai rata-rata hasil belajar Aqidah Akhlak siswa dari
aspek kognitif pada pretest (sebelum tindakan) dan postest
(setelah tindakan).
Maka kesimpulanya adalah terdapat peningkatan hasil
belajar siswa sebelum dan sesudah tindakan, maka strategi
pembelajaran dengan pendekatan multiple intellegences di
nyatakan sebagai strategi yeng efektif di gunakan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah
akhlak.
Penerapan teori Multiple Intelligences dalam
pembelajaran dapat memberikan sejumlah hasil yang positif:
1. Peningkatan motivasi: Dalam kelas yang mengintegrasikan
berbagai macam kecerdasan, siswa cenderung lebih
termotivasi untuk belajar. Mereka merasa diakui dan
dihargai karena memiliki kecerdasan yang unik, dan ini
dapat meningkatkan minat dan keterlibatan mereka dalam
proses pembelajaran.
2. Pembelajaran yang beragam: Dengan mengakui berbagai
jenis kecerdasan, pendekatan pembelajaran dapat
disesuaikan untuk mencakup variasi gaya belajar siswa.
Misalnya, siswa yang lebih kinestetik dapat diminta untuk
melakukan aktivitas fisik, sedangkan siswa yang lebih
musikal dapat belajar melalui lagu atau ritme.
3. Pengembangan potensi individu: Pendekatan ini
memungkinkan siswa untuk mengembangkan potensi
mereka di berbagai bidang. Mereka tidak hanya diukur
berdasarkan kecerdasan verbal-linguistik atau logika-
matematis, tetapi juga dalam kecerdasan lain seperti
musikal, visual-ruang, atau interpersonal. Ini
94

memungkinkan setiap siswa menemukan dan


mengembangkan bakat mereka yang unik.
4. Kolaborasi dan pemecahan masalah: Melibatkan siswa
dalam berbagai tugas dan proyek yang memanfaatkan
kecerdasan yang berbeda mendorong kolaborasi dan
pemecahan masalah tim. Siswa dengan kecerdasan
interpersonal tinggi dapat bekerja dengan siswa yang
memiliki kecerdasan logika-matematis yang kuat,
menggabungkan kekuatan mereka untuk mencapai tujuan
bersama.
5. Penghargaan terhadap perbedaan: Penerapan teori Multiple
Intelligences juga membantu mempromosikan penghargaan
terhadap perbedaan individu. Setiap siswa diakui dan
dihargai karena kecerdasan yang mereka miliki, dan ini
menciptakan lingkungan inklusif yang mendorong
keberagaman dan penghargaan terhadap semua bentuk
kecerdasan.
Namun, penting untuk dicatat bahwa teori Multiple
Intelligences tetap menjadi perdebatan di kalangan para ahli
pendidikan. Beberapa kritik mengemukakan bahwa tidak ada
cukup bukti empiris yang kuat untuk mendukung teori ini secara
keseluruhan. Selain itu, mengimplementasikan pendekatan ini
dalam sistem pendidikan yang lebih tradisional bisa menjadi
tantangan dalam hal sumber daya, kurikulum, dan evaluasi.
95

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mengimplementasikan pendekatan ini dalam sistem pendidikan
yang lebih tradisional bisa menjadi tantangan dalam hal sumber daya,
kurikulum, dan evaluasi. Kesimpulan dari implementasi
pembelajaran dengan pendekatan Multiple Intelligences adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa: Dengan
mengakui dan menghargai keberagaman kecerdasan, siswa
merasa diakui dan dihargai. Hal ini dapat meningkatkan
motivasi mereka untuk belajar dan mengembangkan minat yang
lebih tinggi terhadap materi pembelajaran.
2. Pembelajaran yang beragam dan inklusif: Pendekatan Multiple
Intelligences memungkinkan variasi metode pengajaran yang
mengakomodasi gaya belajar dan preferensi siswa. Dengan
melibatkan berbagai jenis kecerdasan, pembelajaran menjadi
lebih beragam, menarik, dan relevan bagi semua siswa.
3. Pengembangan potensi individu: Dengan mengidentifikasi dan
mengembangkan kecerdasan dominan siswa, pendekatan ini
memungkinkan siswa untuk mengoptimalkan potensi mereka di
berbagai bidang. Siswa dapat menemukan dan mengembangkan
bakat mereka yang unik, sehingga meningkatkan kepercayaan
diri dan kepuasan diri mereka.
4. Kolaborasi dan pemecahan masalah tim: Melibatkan siswa
dalam proyek kolaboratif yang memanfaatkan kecerdasan yang
berbeda merangsang kerja sama tim dan keterampilan
pemecahan masalah. Siswa belajar untuk bekerja bersama dan
saling menghargai kontribusi masing-masing.
5. Lingkungan inklusif dan penghargaan terhadap perbedaan:
Implementasi pendekatan Multiple Intelligences menciptakan
lingkungan pembelajaran yang inklusif, di mana semua siswa
dihargai dan diakui atas kecerdasan yang berbeda-beda. Hal ini
membantu menciptakan atmosfer yang positif dan membangun
sikap penghargaan terhadap perbedaan individu.
96

B. Saran

Berikut adalah beberapa saran untuk implementasi pembelajaran


dengan pendekatan Multiple Intelligences:
1. Kenali kecerdasan siswa: Lakukan proses identifikasi kecerdasan
dominan pada setiap siswa dengan menggunakan observasi,
wawancara, dan instrumen penilaian. Kenali kecerdasan yang kuat
pada setiap individu agar dapat merancang pengalaman
pembelajaran yang sesuai.
2. Rancang kurikulum inklusif: Perencanaan kurikulum harus
mencakup berbagai jenis kecerdasan. Pastikan materi dan kegiatan
pembelajaran mencerminkan keberagaman kecerdasan dan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan
potensi mereka.
3. Gunakan berbagai strategi pengajaran: Gunakan strategi
pengajaran yang melibatkan berbagai jenis kecerdasan.
Gabungkan penggunaan teks, gambar, musik, permainan,
eksperimen praktis, diskusi, dan aktivitas fisik untuk memfasilitasi
pembelajaran yang beragam dan inklusif.
4. Kolaborasi dan kerja tim: Sediakan kesempatan bagi siswa untuk
bekerja dalam kelompok yang beragam, dengan menggabungkan
kecerdasan yang berbeda-beda. Mendorong siswa untuk saling
belajar dan saling menghargai kontribusi masing-masing dalam
mencapai tujuan bersama.
5. Diversifikasi penilaian: Gunakan berbagai bentuk penilaian yang
mencakup berbagai jenis kecerdasan. Selain tes tertulis,
pertimbangkan penugasan proyek, presentasi, portofolio, dan
penilaian berbasis kinerja yang memungkinkan siswa
menunjukkan kecerdasan mereka secara nyata.
6. Lingkungan pembelajaran yang merangsang: Ciptakan lingkungan
kelas yang memfasilitasi keberagaman kecerdasan. Sediakan
sumber daya yang mencerminkan keberagaman seperti buku, alat
musik, peralatan eksperimen, bahan visual, dan permainan yang
melibatkan kecerdasan yang berbeda-beda.
7. Berikan umpan balik yang sesuai: Berikan umpan balik yang
spesifik dan konstruktif kepada siswa berdasarkan kecerdasan
dominan mereka. Pujilah prestasi siswa dalam kecerdasan tertentu
dan berikan dukungan dan arahan tambahan untuk pengembangan
kecerdasan mereka.
8. Perhatikan kebutuhan individual: Sesuaikan pembelajaran dan
dukungan untuk memenuhi kebutuhan individu siswa. Kenali
kecerdasan yang kuat pada setiap siswa dan berikan kesempatan
dan tantangan yang sesuai untuk pengembangan kecerdasan
mereka.
97

9. Libatkan siswa dalam refleksi: Dorong siswa untuk merefleksikan


dan mengenal diri mereka sendiri, termasuk kecerdasan yang
mereka miliki dan bagaimana mereka bisa menggunakan
kecerdasan tersebut untuk meningkatkan pembelajaran mereka.
10.Kolaborasi antara pendidik: Kolaborasi dan berbagi ide dengan
pendidik lain dapat membantu dalam implementasi pendekatan
Multiple Intelligences. Diskusikan pengalaman, strategi, dan
praktik terbaik untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang
lebih inklusif dan beragam. dengan menerapkan saran-saran ini,
pendidik dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih
inklusif, memanfaatkan kecerdasan yang beragam, dan membantu
siswa mengembangkan potensi mereka secara optimal.
98

DAFTAR PUSTAKA

A. Pribadi, Benny. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:


Penerbit Dian Rakyat, 2009.
Aguayo, B. B., Ruano, C. A., & Vallejo, A. P. (2021). Multiple
intelligences: Educational and cognitive development with a
guiding focus. South African Journal of Education, 41(2), 1-
10.
Altan, M. Z. (2001). Intelligence Reframed: Multiple Intelligences
for the 21st Century.: Howard Gardner.
Alwasilah, Azies. Pokok-Pokok Keterampilan Mengajar.
Surabaya: FBS UNESA, 1996.
Andayani, Dian dan Abdul Majid. Pendidikan Agama Islam
Berbasis Kompetensi (konsep dan implementasi kurikulum
2004). Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,
Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
Arikunto, Suharsimi. Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002. Arikunto, Suharsimi. Manajemen Pengajaran
Secara Manusiawi, Jakarta:
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2013.
Assegaf, Abdul Rahman. Filsafat Pendidikan Islam¸ Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2011.
Aziz S.R, Abdul. Memahami Fenomena Sosial Melalui Studi
Kasus; Kumpulan Materi, Pelatian Metode Penelitian
Kuantitatif. Surabaya: BMPTS Wilayah VII, 1988.
Aziz, Abdul. Esai-esai Sosiologi Agama, Yogyakarta: Diva Press,
2005.
Baharuddin dan Moh. Makin. Pendidikan Humanistik: Konsep,
Teori, dan Aplikasi Praksis dalam Dunia Pendidikan.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Bahri, Syamsul. Pengembangan Kurikulum Berbasis
Multikulturalisme di Indonesia, Landasan Filosofis dan
99

Psikologis, dalam Jurnal Ilmiah Didaktika: Media Ilmiah


Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 19, No.1 Tahun 2018.
Brualdi Timmins, A. C. (1996). Multiple intelligences: Gardner's
theory. Practical Assessment, Research, and
Evaluation, 5(1), 10.
Gardner, H. (1993). Multiple intelligences: The theory in practice.
Basic books.
Grafindo Persada, 1993.
Lazear, DG (1992). Mengajar untuk Kecerdasan Ganda. Fastback
342 . Phi Delta Kappa, PO Box 789, Bloomington, IN 47402-
0789.
McFarlane, D. A. (2011). Multiple Intelligences: The Most
Effective Platform for Global 21st Century Educational and
Instructional Methodologies. College Quarterly, 14(2), n2.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung:
PT. Remaja
Muhaimin dkk. Strategi Belajar Mengajar dan Penerapannya
dalam Pembelajaran PAI. Surabaya: CV. Citra Media, 1996.
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012.
Mukhtar. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
MisakaGaliza, 2003.
Nasih, Ahmad Munjih dan Lilik Nur Kholidah. Metode dan Teknik
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT.
Refika Aditama. 2009.
Shearer, C. B., & Karanian, J. M. (2017). The neuroscience of
intelligence: Empirical support for the theory of multiple
intelligences?. Trends in neuroscience and education, 6, 211-
223.
Subagioyo, P Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek,
Jakarta.
Suharto, Stratifikasi Sosial, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga,
2011.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2011.
Syaifuddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum,
100

Jakarta: Ciputat Press, 2002.


Syaodih, Nana. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung:
Rosdakarya, 2010. Syaodih, Nana. Pengembangan
Kurikulum, Teori dan Praktek, Bandung: PT
Yermakova, Antonina dan Ratnikov Valentine, Kelas dan
Perjuangan Kelas, Yogyakarta: Sumba, 2002.
Yulaelawati, Ella. Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi, Teori
dan Aplikasi, Bandung: Pakar Raya, 2004.
Zamroni, Pendidikan Masa Depan, Malang: Bigraf Publishing,
2000.
Zuhairini, et.al., Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta:
Dirjen Dikti 2001.
Dokumen Undang-Undang dan Peraturan Menteri
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menegah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 44 Tahun 2019, Penerimaan Peserta Didik
Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah
Menengah Kejuruan.
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2021 tentang Standar
Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PP
No. 4 Tahun 2022.
101
102

LAMPIRAN

Lampiran 1
Dokumentasi Penilitian

(Gambar 1. Perizinan Peneilitian di MI AL Fihrah Surabaya)

(Gambar 2. Wawancara dengan Waka Kesiswaan)


103

(Gambar 3. Tabel Struktur Kepengurusan MI Al Fithrah Surabaya)

(Gambar 4. Tabel Identitas, Visi dan Misi MI Al Fithrah)


104

(Gambar 5. Tabel Jadwal Program Tahunan MI Al Fithrah


Surabaya)
105

(Gambar 6. Kantor Kepala Madrasah MI Al Fithrah Surabaya)


106

(Gambar 7. Kantor Waka Humas MI Al Fithrah Surabaya)


107

(Gambar 8. Wawancara dengan Waka Kurikulum dan Guru


Aqidah Akhlak)

(Gambar 9. Pengambilan data di Kelas 4 MI Al Fithrah)


108

(Gambar 10. Pembagian Kuisoner ke Siswa Kelas 4 MI Al Fithrah


Surabaya)
109

(Gambar 11. kondisi Sarana dan Prasana MI Al Fithrah Surabaya)


110

Lampiran 2

Pedoman Wawancara 1:

Ditujukan untuk: Kepala Madrasah Al Fithrah Surabaya:

Kepada Ibu I'is Nurkayanti, S. pd

1. Bagaimana latar belakang terbentuknya MI Al Fithrah?

2. Apakah tujuan utama didirikannya MI Al Fitrah?

3. Bagaimana kinerja atau program MI Al Fithrah dalam


menjalankan kegiatan mengajar?

4. Bagaimana kebijakan MI Al Fithrah dalam mengembangkan


Kurikulum dan kualita?

5. Apakah ada target atau rencana kedepan dalam


mengembangkan MI Al Fithrah?

Pedoman Wawancara 2:

Ditujukan untuk:

 Waka Kurikulum MI Al FIthrah Surabaya: Ibu Zamrotul


Fauziah, S.pd. I

 Waka Kesiswaan: Ibu Mukhoirum, S.Pd. I

 Waka Sarana dan prasarana: Ibu Siti Nur Halimah, S. Pd

 Kabag Administrasi/Humas: Bapak Nur Zaid, M. Pd

1. Bagaimana cara meningkatkan kompentensi dan


keterampilan siswa?
111

2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menerima pengetahuan


tentang agama dan pendidikan islam?

3. Bagaimana upaya dan komunikasi dalam peningkatan


pemahaman dan pengetahuan siswa?

4. Bagaimana program jangka pendek, jangka menengah dan


jangka panjang di MI Al Fitrhah Surabaya?

5. Apakah program program jangka pendek, jangka menengah


dan jangka panjang itu sudah terealisasikan?

6. Apa saja kendala dalam menjalankan impementasi program


yang dilakukan?

Pedoman Wawancara 3:

Ditujukan untuk: Guru Aqidah Akhlak

 Kepada Ibu Mukhoirum, S.Pd. I

1. Bagaimana cara meningkatkan kompentensi dan


keterampilan siswa kelas 4 MI Al Fithrah Surabaya?

2. Bagaimana kemampuan siswa dalam menerima pengetahuan


tentang agama dan pendidikan islam di mata pelajaran
Aqidah Akhlak?

3. Bagaimana upaya dan komunikasi dalam peningkatan


pemahaman dan pengetahuan siswa dalam mata pelajaran
Aqidah Akhlak?

4. Bagaimana program jangka pendek, jangka menengah dan


jangka panjang di MI Al Fitrhah Surabaya?
112

5. Apakah program program jangka pendek, jangka menengah


dan jangka panjang itu sudah terealisasikan?

6. Apa saja kendala dalam menjalankan impementasi strategi


pembelajaran pendekatan Multiple Intellengences?

Pedoman Wawancara 4:

Ditujukan untuk: Siswa kelas 4 MI Al Fitrhah Surabaya

Soal Pretest dan Posttest Hasil Belajar Siswa

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan jawaban yang benar

1. Menyebutkan tugas nabi dan rasul Allah swt

2. Menjelaskan sifat sifat nabi dan rasul Allah swt

3. Menyebutkan banyak jumlah nabi dan rasul Allah swt

4. Menjelaskan cara beriman kepada nabi dan rasul Allah

5. Menurutmu bagaimana caranya kita beriman kepada nabi dan rasul

Allah ?

6. Apa yang kalian ketahui tentang sikap amanah?

7. Apa manfaat dari bersikap amanah?

8. Mengapa kita harus bersikap amanah?

9. Sudahkah kalian bersikap amanah

10. Mengapa kamu harus berperilaku amanah?

11. Menyebutkan contoh cara meneladani sikap amanah


113

12. Menyebutkan hikmah bersikap amanah

13. Mempraktikkan cara bersikap amanah dalam kehidupan sehari-hari

14. Apa pengertian sifat nifak?

15. Apakah sifat nifak harus dihindari dalam kehidupan sehari-hari?

16. Apa dampaknya jika kita memiliki sifat nifak?

17. Apakah kalian pernah memiliki sahabat?

18. Siapakah sahabat Nabi Muhammad SAW?

19. Bagaimana kisah persahabata Nabi Muhammad SAW?

20. Menyebutkan perilaku positif melalui kisah persahabatan Nabi

Muhammah SAW dengan Abu Bakar Ash-Sidiq

Anda mungkin juga menyukai