Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN MATA KULIAH

TEORI AKUNTANSI

BAB 3
“ELEMEN DAN STRUKTUR TEORI AKUNTANSI”

Dosen :
Putu Putri Prawitasari, S.E., Ak., M.Si

Oleh:
Rika Nufiyanti Zulaicha
118210908 / 21

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL (UNDIKNAS) DENPASAR
2020
3.1 PEMIKIRAN MENGENAI TEORI
3.1.1 Jenis struktur teoretis
Telah terjadi suatu kebingungan umum antara Istilah hipotesis, hukum, dan teori. Definisi
dari teori dinyatakan oleh Mario Bunge secara spesifik dan mendetail berikut ini:
Dalam bahasa dan metascience umum, istilah "hipotesis", "hukum" dan "teori" sering
tertukar; kadang kala hukum dan teori dianggap sebagai bentuk lanjut dari hipotesis.
Dalam ilmu lanjutan dan metasciance kontemporer, ketiga istilah tersebut biasanya
dibedakan: "hukum” atau “rumusan hakum" menunjuk kepada suatu jenis hipotesis
tertentu-yaitu, non-tunggal, non-terisolasi, mengacu kepada suatu pola, serta
membenarkan; dan "teori" menunjuk kepada suatu sistem hipotesis, di mana rumusan
hukum terlihat jelas di antaranya-sedemikian sehingga inti dari teori adalah suatu
sistem dari rumusan hukum. Untuk meminimalkan kesimpulan, untuk sementara kita
akan menerima penggambaran berikut ini: Sekumpulan hipotesis ilmiah adalah suatu
teori ilmiah jika dan hanya jika ia mengacu kepada suatu permasalahan faktual
tertentu dan setiap bagian dari kumpulan tersebut adalah suatu asumsi awal (aksioma,
asumsi tambahan, atau datum) atau suatu konsekuensi logis dari satu atau lebih
asumsi - asumsi awal.
Unsur - unsur yang terkandung dalam suatu teori adalah konsep, dalil, dan hapotesis yang
saling berhubungan dalam sebuah struktur sistematis yang memungkinkan diberikannya
penjelasan dan prediksi. Sekumpulan dalil yang secara sistematis berhubungan dan
membentuk hipotesis-hipotesis dari suatu teori adalah bahan dasar yang penting dari teori.
Hubungan yang sistematis dari hipotesis yang saling berhubungan ini diperoleh melalui
formalisasi suatu teori, yaitu dengan menggunakan sebuah sistem bahasa formal yang telah
diaksiomasi dan diartikan dengan tepat. Aksiomasi itu sendiri terdiri atas aturan-aturan
transformasi yang mengindikasikan bagaimana pernyataan-pernyataan dikombinasikan untuk
mendeduksi pernyataan-pernyataan lain dalam teori ini. Interpretasi ini dicapai melalui
berbagai mekanisme yang dikenal sebagai definisi-definisi operasional, definisi-definisi
pengoordinasian, aturan-aturan koresponden, atau korelasi-korelasi epistemik.
Tingkatan formalisasi dari suatu teori menghasilkan enam jenis utama struktur teoretis teori
deduktif lengkap, prapengandaian sistematis, teori kuasi-deduktif, percobaan-percobaan
teoretis, teori yang saling berhubungan dengan teori hierarki.
Teori deduktif lengkap (deductively complete theories) memiliki “sebuah struktur
formal yang lengkap dengan aksioma-aksioma yang telah dijelaskan secara penuh dan
seluruh langkah-langkah dalam perluasan deduktifnya dinyatakan dengan lengkap.” Ada juga
yang disebut dengan teori hierarki (hierarchical theories) dan didefinisikan sebagat teori-
teori di mana "hukum-hukum komponennya disajikan sebagai deduksi-deduksi dari satu
kumpulan kecil prinsip-prinsip dasar." Prapengandaian sistematis (systematic
presuppositions) meliputi formulasi-formulasi yang mengandaikan sebelumnya suatu isi dari
teori yang lengkap atau lengkap sebagian. Teori kuasi-deduktif (quasi-eductive theories)
adalah teori dengan deduktif kuasi (seolah-olah) karena menggunakan logika induktif,
penggunaan proses deduktif yang tidak lengkap, atau mengandalkan pada primitif-primitif
relatif. Percobaan-percobaan teoretis (theoretical attempts) adalah sistem-sistem yang dapat,
"tanpa modifikasi yang signifikan pada konsep atau manipulasi, dapat dibuat paling tidak
sebagian menjadi sebuah struktur formal" atau sistem-sistem verbal yang "bahkan sebagian
daripadanya tidak dapat diformalisasi tanpa modifikasi yang substansial atas konsep-konsep
yang digunakan dan klarifikasi dari hubungan deduktif yang diusulkan. "Teori yang saling
berhubungan (concatenated theories) adalah teori "yang hukum-hukum komponennya
bekerja dalam jaringan hubungan sehingga membentuk suatu konfigurasi atau pola yang
dapat diidentifikasi. Umumnya, mereka akan menyatu pada suatu titik pusat, yang masing-
masing menyatakan salah satu faktor yang memainkan peranan dalam fenomena yang coba
dijelaskan oleh teori tersebut

3.1.2 Fungsi dan struktur teori


Teori dapat diidentifikasikan melalui struktur dan fungsi yang dijalankannya. Baik
struktur dan fungsi dari suatu teori akan membantu memenuhi kebutuhan dan disiplin
tertentu. Meskipun kebanyakan peneliti dalam disiplin-disiplin ilmu yang berkaitan dengan
dunia usaha cenderung membatasi fungsi-fungsi tersebut hanya pada deskripsi dan prediksi,
peneliti-peneliti yang lain, seperti John Harvard dan Sheth Jagdish, mengklasifikasikan fungsi
menjadi empat kategori: deskriptif, pembatasan generatif, dan integratiſ. Masing-masing
fungsi ini menjadi kriteria dalam evaluasi atas kontribusi yang diberikan oleh teori dalam
memenuhi kebutuhan dari disiplin ilmunya.
Fungsi deskriptif (descriptive function) mencakup penggunaan gagasan atau konsep
dan hubungan yang mereka miliki untuk memberikan penjelasan terbaik atas suatu fenomena
dan kekuatan-kekuatan yang mendasarinya.
Fungsi pembatasan (delimiting function) mencakup pemilihan suatu kumpulan
peristiwa favorit yang harus dijelaskan dan memberikan suatu arti atas abstraksi yang
diformulasikan dari tahapan deskriptif tersebut. Pembatasan atau garis batas yang
mengelilingi spekulasi dan prasangka memenuhi tujuan pembatasan tadi.
Fungsi generatif (generative function) adalah kemampuan untuk menghasilkan
hipotesis yang dapat diuji, yang merupakan tujuan utama dari suatu teori, atau untuk
memberikan prasangka, pemikiran, dan ide-ide yang menjadi dasar pengembangan suatu
hipotesis. Apa yang akan dihasilkan adalah penggunaan heuristis dari teori. "Ketika suatu
teori digunakan untuk menstimulasi suatu penyelidikan empiris, kita berarti telah
menggunakan teori secara heuristis. Pengguna heuristis dari teori, lebih sering daripada tidak,
dilakukan dengan menggunakan analogi atau metafora.
Fungsi integratif (integrative function) adalah kemampuan untuk menyajikan secara
koheren dan konsisten, integrasi dari berbagai konsep dan hubungan dalam suatu teori.
Struktur suatu teori adalah sama pentingnya karena menentukan fungsi dari teori tersebut. Ia
dapat digambarkan dalam dimensi-dimensi tertentu: tingkat abstraksi, realisme versus
Idealisme, objektivitas versus subjektivitas introspeksi versus ekstrospeksi, dan tingkat
formalitas.
Tingkat abstraksi (level of abstraction) meliputi penyederhanaan dan generalisasi
konsep dari hubungan untuk menghilangkan fitur-fitur yang kurang relevan dalam
menjelaskan suatu fenomena. Keunggulan dari abstraksi adalah "semakin tinggi abstraksinya,
maka semakin tinggi generalisasi dalam teori. Oleh karena itu, gagasannya kurang lebih akan
operasional dan lebih bersifat hipotesis. Akan tetapi, pada tingkat yang lebih abstrak, teori ini
akan memiliki kekuatan untuk menunjukkan hubungan di antara objek-objek yang ada."
Permasalahan mengenai realisme versus idealisme (realism versus idealism)
mencerminkan dilema yang dihadapi oleh para peneliti dalam mengambil posisi "idealis" atau
"realistis." Para realis berpikir bahwa dunia telah memberikan mereka satu struktur yang
harus mereka temukan. "Mereka percaya bahwa apa pun yang mereka rasakan dan sadari
benar-benar ‘ada di luar sana’ dalam dunia ini. Psikologi perilaku didasarkan atas jenis
pandangan seperti ini." Sedangkan para idealis meyakini bahwa tidak terdapat dunia realitas
eksternal dan bahwa riset yang dilakukan adalah untuk menciptakan struktur dan bukan
menemukannya.
Permasalahan mengenai objektivitas versus subjektivitas (objectivism versus
subjectivisert) mencerminkan dilema yang dihadapi oleh para peneliti dalam memandang
suatu konsep dan usulan secara objektif, yaitu dengan memberikan suatu arti yang umum,
atau secara subjektif, yaitu memberikan mereka suatu arti pribadi yang unik. Objektivitas
pada umumnya terjamin oleh penyediaan data yang tergantung kepada pengukuran dalam arti
fisik.
Instropeksi versus ekstrospeksi (instropection versus extrospection) mencerminkan
dilemma yang dihadapi oleh para peneliti berkenaan dengan memformulasikan teori secara
introspekti, yaitu dari sudut pandang objek yang menjadi studi, atau secara ekstrospekti yaitu
dari sudut pandang peneliti sebagai seorang pengamat. Akuntansi perilaku (beberapa orang
menyebutnya (akuntansi keperilakuan--behavioral accounting) adalah contoh
introspektif sedangkan riset berdasarkan pada pasar modal secara umum bersifat
ekstrospektif.
Tingkat formalitas (level of formality) muncul dari adanya kebutuhan dalam situasi
tertentu untuk memberikan suatu teori formal secara khusus dan seragam mengintegrasikan
seluruh aspek aspek teori yang relevan--suatu jaringan nomologis dari gagasan-gagasan yang
ada dan dalam situasi yang lain memberikan suatu informasi nonformal yang memiliki ciri-
ciri kurang jelasnya gagasan yang menyatukan.

3.1.3 Evaluasi teori


Keberhasilan pengembangan suatu teori akan bergantung pada kebenaran yang
dimiliki dan sejauh mana memiliki kesesuaian dengan kenyataan. Suatu teori dievaluasi
untuk membuktikan kecukupan dari permasalahan yang dikemukakannya. Karl Popper
mengusulkan kriteria-kriteria evaluasi, yakni konsistensi internal, bentuk logis, perbandingan
dengan teori-teori lain, dan uji empiris. Dari 70 kriteria teori-teori yang "baik” seperti yang
diungkapkan oleh berbagai literatur, S.C. Dodd memilih 24 kriteria evaluasi yang paling
relevan yang disusun berikut ini dengan urutan dari yang paling penting: (1) dapat
diverifikasi (verifiability), (2) dapat diprediksi (predictivity), (3) konsisten (consistency),
(4) andal (reliability), (5) akurat (accuracy), (6) umum (general), (7) utilitas (utility), (8)
penting (importancy), (9) multi-penerapan (multipliability), (10) memiliki satu arti
(univocality), (11) dapat dikendalikan (controllability), (12) dapat distandarkan
(standardizability), (13) sinergi (synergy), (14) kehematan (parsimony), (15)
kesederhanaan (simplicity), (16) stabilitas (stability), (17) keseringan (recurrency), (18)
kemampuan untuk diterjemahkan (translatability), (19) kelangsungan (durativity), (20)
ketahanan (durability), (21) pengenalan (acquaintancy), (22) kepopuleran (popularity),
(23) kemanjuran (efficacy), (24) densitas (density). Shelby Hunt mengklasifikasikan
sebagian besar struktur yang mempunyai pokok isi sebagai suatu teori di bawah skema
berikut ini: teoretis, definisional, klasifikasional, atau analitis konseptual.
Bunge menyajikan skema komprehensif yang terdiri atas 20 kriteria dalam evaluasi
teori, yang dikelompokkan menjadi (1) kriteria formal, (2) kriteria semantik, (3) kriteria
epistemologi, (4) kriteria metodologi, dan (5) kriteria metafisika. Gerald Zaltman dan rekan-
rekannya menggunakan pengelompokan Bunge untuk mengembangkan 16 kriteria mereka
sendiri. Sebagai kriteria semantik, mereka mengusulkan ketepatan inguistik, kesatuan
konseptual, keterjemahan empiris, dan kerepresentatifan. Sebagai kriteria epistemologi,
mereka mengusulkan konfirmasi, originalitas, konsistensi eksternal, kekuatan untuk
menyatukan, kekuatan heuristis, dan stabilitas. Pada dasarnya:
a. Pernyataan teoretis hendaknya dibuat dengan baik (pembentukan yang baik).
b. Pernyataan teoretis hendaknya tidak memiliki pertentangan-pertentangan logis
(konsistens internal).
c. Pernyataan teoretis dapat memuat konsep-konsep primitif (belum didefinisikan) dan
asumsi-asumsi, yang jika didefinisikan hendaknya saling independen (kebebasan).
d. Pernyataan teoretis hendaknya komprehensif (kekuatan).
e. Pernyataan teoretis hendaknya tidak memuat konsep-konsep yang memiliki
ketidakjelasan maksud (ketidakpastian maksud secara parsial) atau ketidakjelasan
perluasan (penentuan perluasan dari konsep secara parsial).
f. Pernyataan teoretis dari berbagai disiplin hendaknya mengacu kepada satu kumpulan
fenomena yang sama (unit-unit konseptual).
g. Pernyataan teoretis hendaknya melibatkan korespondensi satu-ke-satu (masing-
masing) simbol dengan artinya (kemampuan untuk diterjemahkan secara empiris atau
kesamaan arti).
h. Pernyataan teoretis hendaknya memiliki kedalaman (keterwakilan).
i. Pernyataan teoretis hendaknya dapat diuji secara empiris dengan kemampuan untuk
dikonfirmasi maupun dilengkapi kembali atas dasar hasil pengujian tersebut (dapat
dibuktikan).
j. Pernyataan teoretis hendaknya tidak terlalu rumit hingga membuat pembuktian
kesalahan menjadi tidak mungkin untuk dilakukan (kesederhanaan metodologi).
k. Pernyataan teoretis hendaknya tetap benar jika dibenarkan (konfirmasi).
l. Pernyataan teoretis hendaknya kondusif terhadap kreativitas dalam formulasi
hipotesis dan pengujian-pengujian empiris (originalitas).
m. Pernyataan teoretis hendaknya konsisten dengan kebanyakan isi dari pengetahuan
yang ada di bidang-bidang lain sekaligus bidangnya sendiri (konsistensi eksternal).
n. Pernyataan teoretis hendaknya mampu mencapai area-area lain yang tidak
berhubungan (kekuatan untuk menyatukan).
o. Pernyataan teoretis hendaknya mampu menghasilkan ide-ide riset yang baru
(kekuatan heuristis atau multipenerapan).
p. Pernyataan teoretis hendaknya cukup fleksibel untuk mengakomodasi bukti-bukti
baru dan tidak bertentangan (stabilitas).

3.1.4 Teori umum versus teori menengah tentang akuntansi


Suatu teori didefinisikan sebagai "suatu gagasan (konsep), definisi, dan usulan yang saling
bergantung satu sama lain, yang menyajikan suatu pandangan yang sistematis dari suatu
fenomena dengan menyatakan hubungan-hubungan yang ada di antara berbagai variable
dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena tersebut.”

3.2 PEMIKIRAN MENGENAI KONSEP


3.2.1 Hakikat dan pentingnya konsep
Konsep secara fundamental adalah sesuatu yang penting, baik dalam akuntansi maupun
dalam ilmu yang lain. “Pengetahuan ilmiah adalah sepenuhnya konseptual” terdiri atas
sistem-sistem konsep yang saling berhubungan dengan cara-cara yang berbeda, konsep
adalah unit utama dari suatu teori, dan pembuatan teori yang baik mengandung artian
pembentukan konsep yang baik. Dengan dinyatakan sebagai paradoks konseptualisasi,
konsep dapat dijelaskan sebagai “konsep-konsep yang dibutuhkan untuk membentuk suatu
teori baik, namun membutuhkan suatu teori yang baik untuk mendapatkan konsep yang tepat.
Maksud dari suatu konsep adalah daftar dari semua sifat yang dimiliki, seperti kemampuan
untuk dibalikkan (reversibility), kemampuan untuk didemonstrasikan, kompleksibilitas, dan
seterusnya. Denotasi dari suatu konsep yaitu kelas dari objek dan peristiwa yang membentuk
sifat dari suatu konsep.
Suatu konsep dapat berupa beragam jenis. Satu pembedaannya adalah dari segi konsep
formal versus nonformal, dimana konsep nonformal, tidak seperti yang formal, mengacu
kepada beberapa aspek dari dunia nyata. Jenis yang lain meliputi konsep observasional,
konsep teoritis, dan konsep disposisi. Konsep observasional dalah konsep yang memiliki
karakteristik objek tertentu yang dapat diobservasi secara langsung, yaitu sifat atau hubungan
yang kehadiran maupun ketidakhadirannya disuatu kasus tertentu dapat di pastikan secara
intersubjektif.
Konsep teoritis adalah konsep yang memainkan peranan khusus dan terkandung dalam suatu
teori tertentu.
3.2.2 Validitas konsep
Kebanyakan konsep keuangan dalam akuntansi telah didefinisikan dengan cukup memadai,
hanya sedikit diantaranya yang telah divalidasi. Validasi suatu konsep pada kenyataannya
penting untuk penerimaannya sebagai suatu konsep yang bermanfaat yang dapat dimasukkan
ke dalam suatu teori tertentu.
Digunakan dua pendekatan untuk melakukan validasi. Pertama yang dikenal dengan istilah
operasionisme adalah untuk membebaskan ilmu pengetahuan dari ketergantungan apapun
atau komitmen “metafisika” yang tidak dapat diverifikasi.

3.3 MENANGANI HIPOTESIS


3.3.1 Dari dalil ke hipotesis
Dalil dalam suatu teori menetapkan hubungan antara konsep dalam teori tersebut. Ia
ditunjukkan oleh sebuah kalimat. Secara umum ciri-cirinya adalah :
1) Angka dan tingkat predikat, unit sintaksis yang menyatakan Tindakan yang telah
dilakukan oleh atau berdasarkan kondisi yang dapat dikaitkan dengan subjek dari
kalimat,
2) Tingkat dari keumuman, yaitu lingkungan dari wacana yang diberikan.
Dalil dapat menjadi hipotesis jika mereka mengacu pada fakta yang tidak berpengalaman dan
pada waktu yang bersamaan dapat diperbarui berdasarkan atas pengetahuan yang baru
diperoleh. Karakteristik utama dari sebuah hipotesis adalah kemampuan untuk diuji secara
empiris. Sifat dari pengujian yang diberikan akan bergantung kepada apakah dalil yang
diberikan bersifat analitis atau sintetis. Dalil analitis hanya dapat dinyatakan benar atau salah
secara logis. Dalil sintetis yang memiliki signifikansi empiris dapat menjadi subjek dari suatu
ujian empiris.
Suatu hipotesis adalah dalil mengenai suatu hubungan yang kebenaran atau kesalahannya
masih harus ditentukan oleh suatu ujian empiris. Kemungkinannya untuk dikatakan benar
dapat diperoleh dengan mengambil sampel dari konsekuensi logisnya dan menginformasikan
bahwa sampel tersebut adalah benar.
Persyaratan bagi perumusan suatu hipotesis adalah bahwa hendaknya menjelaskan dan
diformulasikan sehingga konsekuensi dapat dideduksi dan diverifikasi. Idealnya konsekuensi
sebaiknya “mengejutkan” karena selalu terdapat bahaya dalam membuat hipotesis untuk
menjelaskan suatu peristiwa dan peristiwa yang “mengonfirmasikan” hipotesis tersebut
dengan menunjukkan bahwa peristiwa itu adalah konsekuensi logis dari hipotesis.
3.3.2 Konfirmasi atas hipotesis
Tesis mengenai kesatuan metodologi ilmiah menyatakan, pertama bahwa tanpa melihat
banyaknya perbedaan dalam Teknik investigasi yang diterapkan, seluruh cabang dari ilmu
empiris menguji dan mendukung pernyataan dengan cara yang secara umum sama, yaitu
dengan mengambil implikasi yang dapat dicek secara intersubjektif dan dengan
melaksanakan ujian eksperimental atau observasional yang tepa tatas implikasi tersebut.
Terdapat suatu metodologi yang diterima umum oleh seluruh ilmu pengetahuan untuk
membenarkan suatu pengetahuan. Metodologi tersebut terletak dalam penentuan apakah
suatu nilai kebenaran dapat secara prinsip ditempatkan sebagai hipotesis yaitu apakah dapat
disanggah, dikonfirmasikan, dibuktikan kesalahannya atau diverifikasi. Konfirmasi adalah
sampai sejauh mana suatu hipotesis mampu menunjukkan kebenaran secara empiris, yaitu
menggambarkan dunia nyata dengan akurat. Pembuktian kesalahan adalah sampai sejauh
mana suatu hipotesis mampu menunjukkan bahwa ia secara empiris tidak benar, gagal untuk
menggambarkan dunia nyata dengan akurat.
Hipotesis yang semata-mata dapat dikonfirmasikan (purely confirmable hypotheses) dating
dari pernyataan eksistensial, yaitu pernyataan yang mengajukan eksistensi dari beberapa
fenomena. misalnya “Terdapat beberapa CPA dalam kantor akuntan public yang memandang
akuntansi inflasi sebagai suatu hal yang tidak berguna” adalah suatu hipotesis yang semata-
mata dapat dikonfirmasikan. Hipotesis yang semata-mata dapat disanggah (purely
refutable hypotheses) datang dari hukum yang universal, yaitu pernyataan yang dapat
mengambil bentuk dari persyaratan generalisasi yang universal.

3.3.3 Hakikat dari penjelasan


Penjelasan adalah langkah vital dari seluruh jenis pertanyaan ilmiah, atau dengan makna luas
prosedur atau struktur umum apapun yang memiliki maksud untuk menyajikan bagaimana
suatu fenomena dapat dijelaskan secara ilmiah. Model-model penjelasan harus memenuhi
persyaratan-persyaratan berikut ini :
a. Persyaratan akan relevansi penjelasan berarti bahwa model penjelasan harus
bagaimana pun caranya menunjukkan bahwa fenomena yang akan dijelaskan adalah
telah diekspektasikan mengingat kondisi-kondisi yang ada.
b. Persyaratan akan kemampuan untuk diuji berarti bahwa penjelasan ilmiah harus dapat
diuji secara empiris.
3.3.4 Hakikat dari prediksi
Prediksi adalah berarti proses “pembuatan deduksi dari peristiwa yang diketahui ke peristiwa
yang tidak diketahui dalam sebuah sistem yang statis secara konseptual.” Sedangkan prediksi
ilmiah adalah prediksi yang dipandu oleh aturan - aturan ilmiah. Prediksi dapat dilakukan
dengan teknik - teknik eksplorasi, yang memprediksi suatu variabel atas dasar variabel itu
sendiri, atau teknik - teknik asosiatif, yang memprediksi suatu variabel atas dasar dari
variabel lain.

3.4 KONTEKS PENEMUAN


Konteks partisipasi telah dibahas, tetapi suatu proses yang lebih penting sebelum
terjadinya justifikasi adalah proses penemuan. prosedur yang digunakan untuk menghasilkan
atau menemukan generalisasi, hukum, atau teori-teori empiris secara umum ada empat
prosedur yang digunakan yaitu mimpi, Eureka, pendekatan dedukatif, dan pendekatan
induktif.
a. Mimpi adalah salah satu prosedur penemuan yang memiliki peranan penting dalam
penemuan ilmiah.
b. Cara menguraikan prosedur penemuan yang dirasakan secara langsung oleh peneliti.
c. Pendekatan deduktif adalah prosedur penemuan lainnya yang dimulai dengan dalil-
dalil dasar dan dilanjutkan untuk menghasilkan kesimpulan logis atas subjek yang
dipermasalahkan. Langkah yang digunakan untuk menghasilkan suatu pendekatan
deduktif adalah :
1. Menyatakan tujuan dari laporan-laporan keuangan
2. Memilih dalil-dalil akuntansi
3. Menghasilkan prinsip-prinsip akuntansi
4. Mengembangkan teknik-teknik akuntansi
d. Pendekatan induktif, dimulai dengan observasi-observasi serta pengukuran,
selanjutnya bergerak ke arah generalisasi kesimpulan.
e. Tahapan dari pendekatan induktif yaitu :
1. Mencatat seluruh observasi yang dilakukan
2. Menganalisis dan mengklasifikasikan observasi-observasi ini untuk mendeteksi
adanya hubungan yang terus berulang
3. Secara induktif menghasilkan generalisasi dan prinsip-prinsip akuntansi dari
observasi – observasi yang menggambarkan hubungan yang terus berulang
4. Menguji generalisasi tersebut.
3.5 KESIMPULAN
Riset akuntansi seharusnya adalah untuk mengembangkan suatu metodologi
pemikiran yang kuat baik dalam penyusunan teori maupun pelaksanaan riset dasar dan
terapan. Konsep-konsep dari filosofi keilmuan dan metateori akan terbukti sangat membantu
sebagai alat dan sarana dalam metodologi pemikiran seperti itu.

Anda mungkin juga menyukai