Anda di halaman 1dari 33

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)


Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 2dari 8 27 Februari 2017

CONTOH

BAHAN AJAR

EKONOMI PERTANIAN LANJUT


G4114049
3 SKS

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 3dari 8 27 Februari 2017

VERIFIKASI BAHAN AJAR

Pada hari ini selasa tanggal 6 bulan februari tahun 2017 Bahan Ajar Mata Kuliah
Ekonomi Pertanian Lanjut Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi telah diverifikasi oleh Ketua Jurusan/ Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan

Semarang, 6-2-2017
Ketua Jurusan/ Ketua Prodi Ekonomi Pembangunan
Tim Penulis

Prof. Dr. Sucihatiningsih DWP, M.Si Avi Budi Setiawan, SE.,M.Si


NIP 196812091997022001 NIP. 198708292015041002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 4dari 8 27 Februari 2017
PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena atas limpahan


hidayahNya penulis dapat menyelesaikan penyusunan modul ajar ini dengan segala
kekurangannya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
segenap pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan guna terselesaikannya
penyusunan modul ini dari tahap awal hingga buku ini diterbitkan.

Ekonomi pertanian merupakan mata kuliah wajib yang diajarkan kepada


mahasiswa jurusan ekonomi pembagunan. Karakter ilmu ekonomi pertanian yang
aplikatif dan empiris membuat mahasiswa dan dosen dituntut untuk selalu up date
informasi serta fenomena lapangan. Sehingga dengan penyusunan modul ini diharapkan
akan memberikan jembatan untuk lebih mempermudah penyampaian materi, serta
membuka ruang diskusi pada kegiatan perkuliahan yang aplikatif dan eksploratif.

Akhir kata, penulis ingin menyampaikan bahwa modul ini jauh dari sempurna.
Saran dan kritik sangat diharapkan guna perbaikan buku ini ke depan dengan harapan
bahwa kebermaknaan ilmu akan senantiasa mendarat ke aplikasi nyata.

Gunungpati, Desember 2016

Penulis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 5dari 8 27 Februari 2017

DESKRIPSI MATAKULIAH

diharapkan mahasiswa mampu Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan di


bidang keahliannya secara mandiri (CP Sikap); Menguasai prinsip dan issue terkini dalam
ekonomi, sosial, ekologi secara umum yang dapat berkaitan dengan bidang manajemen (CP
Pengetahuan); Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab
atas pencapain hasil kerja (CP Ketrampilan Khusus); Mampu merancang dan melaksanakan
penelitian untuk menghasilkan alternatif penyelesaian masalah di bidang ekonomi
pembangunan (CP Ketrampilan umum)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 6dari 8 27 Februari 2017

DAFTAR ISI
Prakata 2
Daftar Isi 3
Bab I Konsep Dasar Ekonomi Pertanian 4
Deskripsi Singkat 4
Capaian pembelajaran pertemuan 4
A. Definisi Ekonomi Pertanian 4
B. Sejarah Ekonomi Pertanian 8
C. Sifat Ekonomi Pertanian 9
D. Manfaat Ilmu Ekonomi Per tanian 10
F. Rangkuman 10
Pertanyaan 10
Bab II Permasalahan pertanian di Indonesia 11
Deskripsi Singkat 11
Capaian pembelajaran pertemuan 11
A. Lahan Pertanian yang Terbatas 11
B. Kondisi Petani di Indonesia 15
C. Mentalitas Petani 17
D. Keterampilan Petani yang Terbatas dalam Teknik Budidaya 18
Pertanyaan 19
Bab III KELEMBAGAAN PETANI 22
Deskripsi Singkat 22
Capaian pembelajaran pertemuan 22
A. Dasar Hukum 22
B. Pengertian, Fungsi, dan Hakikat Kelembagaan Petani 23
C. Rangkuman 23
Pertanyaan 23
Bab IV PEMASARAN PRODUK PERTANIAN 24
Deskripsi Singkat 24
Capaian pembelajaran pertemuan 24
A. Definisi Pemasaran 25
B. Konsep Dasar Pemasaran Produk Pertanian 25
C. Permasalahan Pemasaran Hasil Pertanian 27
D. Rangkuman 31
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 7dari 8 27 Februari 2017

BAB I
Konsep dasar ekonomi pertanian

A. Deskripsi singkat
Ekonomi pertanian merupakan cabang dari ilmu ekonomi yang khusus membahas
tentang isu pertanian sebagai salah satu elemen produksi.

B. Capaian pembelajaran matakuliah


1. Dapat menjelaskan definisi dan ruang lingkup ekonomi pertanian
2. Dapat menjelaskan sifat ilmu ekonomi pertanian
3. Mampu menjelaskan manfaat ekonomi pertanian

C. Isi Materi perkuliahan


Secara tata bahasa ekonomi pertanian terdiri atas kata ekonomi dan pertanian. Dalam
beberapa literatur dikemukakan beberapa definisi dari ekonomi pertanian, namun untuk telaah yang
lebih sederhana dapat diberikan pengertian sebagai berikut.

1. Ekonomi adalah ilmu yang menjelaskan hubungan manusia dengan kebutuhannya, baik
dengan manusia atau dengan non-manusia. Dengan kata lain ekonomi adalah ilmu yang
mempelajari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

2. Pertanian adalah salah satu cabang produksi biologis. Pertanian sendiri diartikan sebagai
suatu jenis produksi yang berlandaskan pada pertumbuhan tanaman dan hewan. Dalam arti
luas pertanian adalah pengelolaan tanaman, dan hewan serta lingkungannya agar memberikan
suatu produk. Dalam arti sempit pertanian adalah pengelolaan tanaman dan lingkungannya
agar memberikan suatu produk yang dapat dimanfaatkan.Ilmu pertanian adalah ilmu yang
mempelajari bagaimana mengelola tanaman dan hewan serta lingkungan agar memberikan
hasil yang maksimal.

Jadi ekonomi pertanian adalah bagian ilmu pertanian yang menjelaskan fenomena pertanian
dari sudut ekonomi, atau bagian dari ilmu ekonomi yang diterapkan pada sektor pertanian.
Produksi adalah setiap usaha manusia yang menambah guna atau utility dari suatu barang
atau jasa (definisi menurut Meyers). Terdapat beribu macam produksi di dunia ini, akan tetapi
semuanya itu berasal dari 4 (empat) cabang produksi yaitu:

1. Pertanian

2. Pertambangan

3. Perindustrian

4. Perdagangan/jasa

Ada dua esensi dalam ciri khas dari pertanian yaitu:

1. terdapat perubahan zat-zat anorganik menjadi zat-zat organik

2. terdapat sifat reproduksi atau berketurunan.

Berdasarkan ciri di atas maka usaha membuat tepung beras dari beras tidak termasuk
pertanian karena tidak terdapat sifat reproduksi, meskipun terdapat perubahan dari anorganik
menjadi organik. Berdasarkan esensi dalam ciri khas di atas maka peternakan, perikanan dan
kehutanan termasuk pertanian. (Mosher: 1976).

Mosher mengatakan bahwa pertanian terdiri dari usahatani (farm). Usahatani adalah sebagian
dari permukaan bumi tempat bercocok tanam atau memelihara ternak oleh seorang petani, atau satu
lembaga atau badan tertentu lainnya. Usahatani itu adalah tanah. Usahatani itu dapat sebagai suatu
cara hidup (a way of life), dapat sebagai perusahaan (the farm business).

Sektor pertanian sendiri dalam penerapannya terbagi kedalam beberapa macam sub sektor.
Menurut Mubyarto (1989). Sektor pertanian di Indonesia terbagi menjadi lima, yaitu pertama sub
sektor pertanian rakyat (sub sektor tanaman pangan), kedua sub sektor perkebunan, ketiga adalah
sub sektor kehutanan, keempat sub sektor peternakan, dan kelima sub sektor perikanan.

1.1 Sejarah Ekonomi Pertanian


Sejarah ekonomi pertanian dapat diuraikan secara singkat dalam beberapa fase berikut ini.
1. Di Eropa, lahirnya ekonomi pertanian berkaitan dengan lahirnya ilmu pertanian. Nama orang-
orang yang tercatat pada zaman Romawi adalah:
Cato, Varo, Paladius dan Columella, mereka ini telah mulai sedikit meninjau pertanian dari
sudut ilmu. Kemudian Justus Moser, J.C. Shurbart, J.C. Bergen dianggap sebagai perintis
dalam ilmu pertanian. Heinrich Gottlob von Justi (1702-1771), menulis buku Abhandlung von
den Hindernissen einer blahenden Landwirtschaft. Dalam buku itu antara lain dianjurkan:

1. Penghapusan kerja rodi,


2. Hak bersama atas lapangan pangonan,
3. Pembagian tanah-tanah luas dan pertukaran tanah.
Penulis lain adalah Johann Beckmann, bukunya adalah Grundsatze der deutschen
Landwirtschaft. Kemudian Albrecht Thaer (1752-1828) menulis buku Grundsatze der rationeller
Landwirtschaft, dia seorang dokter medis di Jerman yang menekuni ilmu pertanian. Dia
mendirikan sekolah tinggi pertanian di Moglin (1806), dan sejak inilah dianggap mula-mula
timbul ilmu pertanian, belum ekonomi pertanian.
Akhirnya Von der Goltz menulis buku Handbuch der Landwirtschaftli- chen Betriebslehre pada
tahun 1885, dan dialah sebagai bapak penggubah ilmu ekonomi pertanian. Dari uraian di atas
dapat diketahui bahwa di Eropa mula-mula timbul ilmu Pertanian dan dari ilmu Pertanian lahir
ilmu Ekonomi Pertanian. Jika pertanian (bukan ilmu pertanian) muncul sejak zaman Mesir
Kuno.

2. Di Amerika Serikat, pada tahun 1890 terjadi depresi pertanian di Amerika Serikat, karena itu
tahun 1892 untuk pertama diajarkan Rural Economics di Universitas Ohio. Tahun 1901
diberikan mata pelajaran Agricultural Economics dan tahun 1903 mata pelajaran Farm
Management di Universitas Cornell. Dari sini dapat diketahui Ekonomi Pertanian timbul dari
ilmu Ekonomi. Ilmu Ekonomi telah lahir sejak lama, sebelum timbulnya ilmu ekonomi pertanian.

3. Di Indonesia, di Fakultas Pertanian IPB (tahun 1950-an IPB masih menjadi bagian dari
Universitas Indonesia atau UI) dan di UGM diberikan kuliah Ekonomi Pertanian oleh Iso
Reksohadiprodjo dan Teko Sumodiwirjo. Mata pelajaran Ekonomi Pertanian berkembang pada
Fakultas Pertanian di IPB, sedangkan di UGM berkembang di Fakultas Ilmu-ilmu Sosial.

4. Di Medan Sumatera Utara, pada tahun 1955 berdiri Fakultas Pertanian USU. Beberapa tahun
kemudian diajarkan Ekonomi Pertanian yang dipelopori oleh D.H.Penny dan sejak itu berdiri
jurusan Sosial Ekonomi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.
Kemudian Fakultas Ekonomi UGM membuka jurusan Ekonomi Pertanian (semula Ekonomi
Agraria).

5. Berdiri Himpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di Ciawi Bogor.

1.3 Sifat Ilmu Ekonomi Pertanian

a. Merupakan Cabang Ilmu Pertanian, yaitu bagian atau aspek-aspek sosial ekonomi dari
persoalan-persoalan yang dipelajari oleh ilmu pertanian 1). Ilmu Ekonomi Pertanian. Cabang-
cabangnya : tataniaga, ekonomi produksi pertanian dan lain-lain. 2). Ilmu Sosiologi Pedesaan.

b. Merupakan Cabang Ilmu Ekonomi, yaitu ilmu ekonomi yang diterapkan pada bidang pertanian.
Pemisahan di atas lama-kelamaan kabur karena mata kuliah yang diberikan menjadi hampir
sama.
1.4 Manfaat Ilmu Ekonomi Pertanian

Sebagai suatu cabang ilmu kemasyarakatan yang merupakan suatu alat analisis ilmiah untuk
membahas dan mendalami persoalan-persoalan yang timbul dalam bidang pertanian, pembangunan
pertanian dan pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya.

D. Rangkuman

Ekonomi pertanian adalah bagian ilmu pertanian yang menjelaskan fenomena pertanian dari
sudut ekonomi, atau bagian dari ilmu ekonomi yang diterapkan pada sektor pertanian. Sektor
pertanian terbagi menjadi lima, yaitu pertama sub sektor pertanian rakyat (sub sektor tanaman
pangan), kemudian kedua sub sektor perkebunan, ketiga adalah sub sektor kehutanan, keempat sub
sektor peternakan, dan kelima adalah sub sektor perikanan.

E. Pertanyaan/Diskusi
1. Apakah yang dimaksud dengan ekonomi pertanian.
2. Jelaskan ruang lingkup ekonomi pertanian.
3. Bagaimana manfaat ekonomi pertanian dan apa kontribusinya bagi ilmu ekonomi.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229
Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: unnes@unnes.ac.id

FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen No. Revisi Hal Tanggal Terbit
FM-01-AKD-07 02 8dari 8 27 Februari 2017

BAB I
Permasalahan Pertanian di Indonesia

A. Deskripsi singkat
Di Indonesia, sektor pertanian dan petani dihadapkan pada permasalahan yang sangat
kompleks dalam mengembangkan usahatani. Permasalahan yang dihadapi ini dimulai dari subsisten
hulu mulai dari penyediaan faktor produksi hingga subsisten hilir pada pemasaran produk dan harga
jual yang rendah.

B. Capaian pembelajaran matakuliah

1. Dapat mengidentifikasi permasalahan pertanian di Indonesia


2. Mampu merumuskan permasalahan pertanian di daerah masing-masing

C. Isi Materi perkuliahan

Di Indonesia, sektor pertanian dan petani dihadapkan pada permasalahan yang sangat
kompleks dalam mengembangkan usahatani. Permasalahan yang dihadapi ini dimulai dari subsisten
hulu mulai dari penyediaan faktor produksi hingga subsisten hilir pada pemasaran produk dan harga
jual yang rendah. Pola permasalahan yang dihadapi ini sebenarnya bukannya tidak terpetakan sama
sekali. Namun, lebih kepada kurang adanya solusi yang sifatnya operasional dan langsung
menyentuh petani dengan pendekatan yang bisa diterima oleh petani. Pada bab berikut ini akan
dipetakan kembali permasalahan yang dihadapi petani dan sedikit memberikan gambaran solusi dari
pemetaan masalah yang telah dikemukakan, dengan tujuan untuk memberikan informasi yang
lengkap dalam memahami permasalahan ekonomi pertanian.

2.1 Lahan pertanian yang terbatas


Luas lahan yang digarap oleh petani umumnya sangat sempit dan terbatas. Petani tidak
memiliki akses untuk memiliki lahan yang relatif luas sebab terdapat keterbatasan dalam permodalan
dan pemilikan akan lahan itu sendiri. Berdasarkan fenomena di lapangan banyak petani di Indonesia
khususnya petani tanaman pangan di pulau Jawa tidak memiliki lahan pertanian sendiri sehingga
hanya menjadi petani penyewa lahan dan buruh tani.
Sempitnya lahan garapan tentu saja berimplikasi pada terbatasnya hasil panen yang diperoleh
petani. Dengan hasil produksi yang sedikit maka akan mengakibatkan keuntungan petani tidak dapat
maksimal. Petani di Indonesia khususnya di Jawa seperti telah dijelaskan diatas memiliki lahan yang
sangat terbatas. Cukup jarang ditemukan di Pulau Jawa ada petani yang memiliki lahan lebih dari
satu hektar khususnya petani tanaman pangan. Sebuah fenomena empiris mungkin layak dijadikan
bahan kajian, bahwa lebih dari 50% hasil produksi tanaman pangan dihasilkan di Jawa, jumlah petani
di Indonesia pun juga sebagian besar berada di pulau Jawa. (BPS: 2010).
Sebuah pepatah kuno juga menyebut jawa sebagai jawadwipa yang artinya sumber pangan.
Artinya jawa memang dari zaman dahulu dikenal sebagai daerah yang subur. Namun, jawa juga
menjadi sentra kehidupan ekonomi non agraris masyarakat. Jawa menjadi pusat pemerintahan,
industri, perdagangan, jasa dan beragam aktivitas ekonomi lain dari pelaku ekonomi. Hal ini
membuat ada konflik kepentingan akan pemanfaatan lahan, banyak pemilik lahan berfikir bahwa
lahan mereka akan lebih menguntungkan apabila digunakan untuk kegiatan lain yang lebih produktif
seperti dibangun pabrik, lokasi pemukiman dan lain sebagainya, intinya mereka beranggapan bahwa
apabila lahan digunakan untuk kegiatan usahatani maka tidak akan menghasilkan keuntungan yang
tinggi. Jawa yang subur dan menjadi sumber pangan serta banyak terdapat petani tidak dapat
memberikan lahan yang cukup kepada petani yang tinggal disana karena keterbatasan luas
wilayahnya selain juga karena ada kepentingan lain dalam memanfaatkan lahan.
Produktivitas petani dalam mengusahakan lahan juga dianggap kurang maksimal. Berdasarkan
hasil dari beberapa penelitian tentang usahatani pada komoditas tanaman pangan dan sayuran
seperti yang telah dilakukan Setiawan (2011) dan Etty Soesilowati (2011), usahatani yang dilakukan
petani masih belum efisien dan optimal. Temuan-temuan diatas menyatakan bahwa sebenarnya
petani masih belum dapat mengoptimalkan faktor produksi yang dimilikinya untuk mendapatkan hasil
yang maksimal. Contoh pada beberapa studi kasus di luar negeri seperti bagaimana petani di
Jepang dan di negara-negara eropa dapat memaksimalkan lahan yang sempit namun mampu
menghasilkan panen yang maksimal dengan metode hidroponik. Contoh lain bagaimana petani-
petani di Thailand dapat memanfaatkan lahan yang sempit untuk diusahakan menjadi lahan
pertanian tetapi dapat menghasilkan beragam komoditas holtikultura yang bernilai jual tinggi.
Kurang maksimalnya produktivitas panen seperti dijelaskan diatas menyebabkan petani tidak
dapat menghasilkan panen yang optimal. Kondisi ini antara lain disebabkan karena terjadi penurunan
dalam kualitas lahan dan kesuburannya. Petani selama ini banyak yang tidak menyadari bahwa
usahatani yang dilakukan justru mengurangi kesuburan tanah dan hanya menambah biaya produksi.
Seperti penggunaan pupuk yang berlebihan, penggunaan insektisida yang tidak sesuai dosis karena
menganggap hama tidak dapat diatasi dengan cepat, dan intensifikasi yang terlalu berlebihan.
Permasalahan lain yang terkait lahan antara lain adalah belum terpetakannya komoditas
potensial terkait dengan agroekosistem lahan dengan baik. Petani seolah menanam komoditas tanpa
arahan yang jelas dan terencana terkait dengan daya dukung lahan. Petani tidak dapat disalahkan
sepenuhnya atas kondisi ini. Selama ini, kegiatan usahatani terkonsentrasi pada lokasi yang subur
dan banyak terdapat petaninya. Implikasinya adalah banyak lahan yang penggunaannya
tereksploitasi dan banyak lahan yang tidak termanfaatkan karena kurang subur dan tidak ada yang
memanfaatkan. Contoh sederhana saja bahwa di Nusa Tenggara Timur banyak terdapat padang
rumput yang tidur tidak termanfaatkan karena sedikitnya jumlah peternak sapi dan petani jagung
serta klaim bahwa lahan disana sangat kering dan tidak subur. Banyak juga lahan gambut di
Kalimantan yang kurang dimanfaatkan secara maksimal. Semua ini terjadi karena belum
maksimalnya pemetaan potensi komoditas tanaman yang berbasis pada agroekosistem lokasi.
Pemanfaatan lahan usahatani tanaman pangan terlalu terfokus di jawa, penggunaan lokasi
perkebunan banyak terfokus ke Sumatra. Apabila dipetakan kembali maka banyak lahan tidur yang
sebenarnya bisa dimanfaatkan dengan sentuhan inovasi dan teknologi. Bila hal ini terus dibiarkan
maka harus menunggu sampai kapan Indonesia akan bisa berswasembada tanaman pangan (padi,
jagung, kedelai) dan harus menunggu sampai kapan Indonesia akan bisa berswasembada gula,
daging sapi.
Kita tidak dapat selalu bergantung pada Jawa untuk memenuhi pasokan pangan dan
berdasarkan pada kesuburan lahan di Jawa serta banyaknya petani yang bertani di Jawa. Harus ada
pemikiran untuk mulai melirik luar Jawa yang masih banyak memiliki lahan kosong dan belum banyak
dimanfaatkan. Jika dianggap pertanian rakyat diluar jawa kurang menguntungkan dengan berkaca
pada kurang efektifnya program transmigrasi mengingat permasalahan yang dihadapi pada program
transmigrasi adalah pada lahan yang masih terlalu liar, maka pemerintah dapat merangsang dengan
cara membuka sendiri lahan terlebih dahulu. Memberikan mekanisme manajemen pengelolaan yang
berbasis partisipasi kelompok atau partisipasi koorporasi dengan mendasarkan landasan
konstitusional pada pasal 33 UUD 1945. Hal ini akan mengeliminir asumsi hanya akan mencari
keuntungan sendiri dengan membuka lahan baru diluar Jawa tanpa berfikir pada upaya
meningkatkan kesejahteraan petani.
Permasalahan lahan merupakan sebuah elemen yang tidak dapat diselesaikan dari sudut
pandang teoritis dan kebijakan sepihak saja. Apabila telah diketahui bahwa salah satu permasalahan
lahan adalah berupa terbatasnya luas lahan, perbedaaan kepentingan dalam pemanfaatan lahan
maka sudah sepantasnya dalam memandang lahan tidak dapat dilakukan secara sepotong. Wajar
jika dikemukakan argumen bahwa pemerintah harus bertanggung jawab dalam membuat regulasi
pengelolaan lahan dan menjamin petani memperoleh lahan usahatani. Namun jangan lupa, bahwa
kegiatan usahatani dilakukan tidak hanya oleh pemerintah dan petani. Pelaku usaha juga merupakan
pemain di dalamnya. Petani memang memiliki keterbatasan dalam mengakses lahan yang layak
karena terbatasnya modal. Pemerintah dan lembaga permodalan mungkin dapat memberikan modal.
Tetapi mereka tidak dapat memberikan lahan. Lahan merupakan sesuatu yang tidak bisa atau sulit
untuk ditambah. Sehingga harus ada upaya memetakan lahan yang masih potensial untuk dapat
diolah oleh petani. apabila ada lahan yang belum siap untuk diolah atau kurang potensial maka harus
diupayakan secara bersama untuk dapat dimanfaatkan melalui sentuhan teknologi.
Bila lahan potensial yang tersedia itu terdapat di luar Jawa maka sudah menjadi tugas
bersama bagi stakeholders untuk mendekatkan petani ke lokasi lahan tersebut. Bisa melalui program
pemindahan petani ke lokasi produksi atau lazim disebut transmigrasi atau dapat juga dengan
memberdayakan petani lokal. Apabila permasalahan yang dihadapi adalah lahan yang masih liar
dan tidak dapat dimanfaatkan dengan cepat, serta banyak terdapat gangguan, maka sudah menjadi
tugas bersama dari pelaku usaha untuk duduk bersama dengan bermusyawarah dan menjunjung
tinggi kearifan lokal untuk memecahkan masalah. Jadi titik penekanannya bukan pada aspek
normatif musyawarah, tetapi lebih kepada mempertemukan pihak-pihak yang berkompeten dengan
petani untuk melakukan komunikasi dan transfer ilmu, agar permasalahan yang dihadapi dapat
terpecahkan. Sudah menjadi keharusan apabila pihak yang kecil mengalami kesulitan dan hambatan
maka pihak yang besar memberikan dukungan, disitulah esensi dari membangun mitra dengan
petani. Pemerintah juga tidak ada salahnya untuk menggandeng korporasi atau kelompok tani dalam
membuka lahan baru. Karena sangat tidak mungkin bagi petani perorangan, apabila diminta
membuka lahan baru yang masih sangat liar dikarenakan keterbatasan mereka.

Permasalahan terkait lahan yang sering terjadi dan sangat mengganggu antara lain adalah
seringnya terjadi sengketa dalam pengelolaan lahan baik antara petani dengan pemerintah maupun
petani dengan koorporasi. Hal ini disebabkan antara lain karena status kepemilikan lahan yang
belum jelas, lalu ada kepentingan dari salah satu pihak sehingga melakukan cara yang tidak
semestinya dan mengambil secara sepihak. Berdasarkan kajian di lapangan, kondisi terjadi karena
sebenarnya banyak lahan yang belum bersertifikat, namun telah digarap petani selama bertahun-
tahun sehingga penyelesaian hukumnya menjadi sulit. Selain itu, kadangkala terdapat pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab dan mencari keuntungan dengan menggunakan ketidakpahaman
petani untuk mengambil alih lahan dengan cara-cara melanggar hukum.

Sistem waris juga ternyata menjadi permasalahan tersendiri dalam aspek ini. Selama ini, lahan
yang dimiliki petani sifatnya turun-temurun atau diwariskan kepada anak cucu. Bukannya lahan yang
diperoleh oleh petani pada generasi berikutnya menjadi lebih luas namun akan menjadi sempit
karena jumlah lahannya tetap, tetapi yang mendapatkan bagian warisan jumlahnya banyak. Hal ini
menciptakan kondisi bahwa luas lahan garapan petani menjadi menyempit karena dia harus
membagi lahannya dengan keluarganya yang mendapatkan bagian warisan dari lahan yang sama.
Dengan kata lain jumlah petani yang mendapatkan lahan bertambah, namun lahannya tetap.
Ditambah lagi, apabila pihak yang mendapatkan warisan tidak menggunakan lahannya untuk
usahatani tetapi untuk pemukiman atau sektor ekonomi lain semakin membuat kepemilikan lahan
menyempit.
Gambar 2.1
The Law Of Diminishing Return
kesuburan

waktu
Menurunnya tingkat kesuburan tanah juga merupakan permasalahan terkait dengan lahan
pertanian. seperti dijelaskan dalam hukum law of diminishing return yang dinyatakan oleh ekonom
klasik David Ricardo dan divisualisasikan pada kurva diatas. Ricardo menyatakan bahwa lahan
pertanian akan senantiasa mengalami penurunan kesuburan dari waktu ke waktu karena selalu
digunakan. Sehingga tanah yang memiliki kesuburan tinggi akan memiliki sewa yang tinggi pula.
Kurva diatas menunjukan bahwa semakin lama suatu tanah digunakan maka tingkat
kesuburannya awalnya anak selalu naik hingga titik maksimum namun akhirnya tingkat
kesuburannya akan mengalami penurunan terus menerus karena kandungan haranya berkurang.
Semakin sering lahan digunakan maka semakin menurun pula tingkat kesuburannya.

2.2 Kondisi Petani di Indonesia

Sudah bukan menjadi rahasia lagi apabila permasalahan pertanian di Indonesia disebabkan
karena kondisi petani yang sangat terbatas dan memprihatinkan. Jumlah petani di Indonesia sangat
besar. Lebih dari 25 juta keluarga menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Jumlah ini tidak
diimbangi dengan daya dukung lahan yang tersedia serta tidak sebanding dengan share sektor
pertanian terhadap total produksi nasional apabila dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang
terserap di dalamnya. Sektor pertanian juga sebagian besar diusahakan di perdesaan yang jauh dari
akses social.
Pendidikan petani di Indonesia juga umumnya rendah. Umumnya para petani hanya
menempuh pendidikan formal hingga level sekolah dasar saja. Beberapa penelitian seperti yang
dilakukan ST Sunarto (2012) pada petani hutan di Jawa Tengah menyatakan bahwa sebagian besar
petani hanya berpendidikan SD bahkan banyak yang tidak bersekolah. Kondisi ini Berkorelasi
dengan lokasi tempat tinggal dan penghasilan yang diperoleh. Umumnya petani yang berpendidikan
rendah itu juga berpendapatan rendah juga. Merekabiasanya tinggal di desa. Karena tinggal di desa
dan berpendapatan rendah, maka akses terhadap pendidikan juga akan rendah. Petani-petani yang
berpendidikan rendah ini,umumnya dahulu berasal dari keluarga yang miskin sehingga mereka sulit
untuk bersekolah hingga jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, kesadaran pendidikan yang rendah
juga membuat mereka tidak menganggap pendidikan menjadi salah satu aspek yang penting.
Banyak petani yang mengambil sikap apatis terhadap pendidikan, mereka beranggapan bahwa tidak
ada gunanya berpendidikan tinggi karena kehidupan tidak akan berubah. Selain itu, rendahnya
tingkat penghasilan juga menjadi faktor terbatasnya akses pendidikan. Sehingga banyak anak-anak
petani yang hingga saat ini pun juga tidak menempuh pendidikan tinggi.
Terbatasnya pola pikir juga diduga berkontribusi terhadap rendahnya pendidikan banyak
petani. Mereka menganggap bersekolah hanya merupakan aktivitas yang selalu berfikir namun tidak
menghasilkan apa-apa sehingga daripada bersekolah lebih baik langsung bekerja. Pendidikan yang
rendah juga berdampak pada keterbatasan petani dalam menerima sesuatu. Banyak ditemukan fakta
di lapangan bahwa banyak petani yang buta aksara. Kondisi ini tentu saja akan menghambat kinerja
petani. Rendahnya pendidikan juga membuat petani sulit menerima hal baru dan berinovasi karena
mereka tidak terbiasa belajar dan berfikir out of box. Mereka akan sulit menerima hal baru dan lebih
mau menjalankan sesuatu sesuai dengan kebiasaan. Padahal apabila ingin kehidupan berubah
maka mereka juga harus berubah.
Regenerasi petani juga rendah. Seringkali ditemukan bahwa kebanyakan petani telah berusia
lanjut. Generasi muda sudah jarang yang mau menjadi petani lagi. Mereka menganggap bahwa
menjadi petani bukan menjadi pekerjaan yang elit dan prestige. Generasi muda menganggap bertani
merupakan pekerjaan berat dan mengutamakan fisik, kotor, panas dan tidak menguntungkan. Oleh
karena itu, banyak generasi muda yang pindah ke kota. Memilih bekerja di sektor formal di kota dan
meninggalkan aktivitas bertani. Desa menjadi kekurangan tenaga kerja, saat ini di beberapa desa di
indonesia kita justru dihadapkan pada kondisi petani seringkali sulit untuk mencari tenaga kerja guna
mengolah lahan karena tenaga kerja potensial telah lari ke kota.
Petani di Indonesia sudah tidak diragukan lagi memiliki sikap pekerja keras dan rajin. Namun
dalam pengertian yang lain petani juga memiliki sikap mental yang tidak rasional. Di desa-desa
agraris terutama pada saat musim tanam atau musim panen, akan mudah ditemui petani berangkat
ke sawah pada saat pagi meyingsing dan baru pulang saat tengah hari. Lalu berangkat ke sawah lagi
saat sore menjelang dan baru akan menyelesaikan aktivitas setelah matahari tenggelam. Pekerjaan
yang dilakukan hampir semuanya membutuhkan fisik prima, berjibaku dengan teriknya matahari,
kotornya lumpur sawah. Peluh keringat dan legamnya kulit menjadi bukti betapa pekerja kerasnya
mereka. Betapa rajinnya petani di di Indonesia dapat dibuktikan dengan walaupun saat masa tanam
telah selesai dan tidak ada perkerjaan rutin di sawah namun mereka tetap beraktivitas dengan
merawat tanaman, mencari rumput untuk pakan ternak dan berbagai aktivitas lain. Semua
dilakukannya dengan rutin. Namun, pada pemahaman yang lain petani dianggap sebagai orang yang
tidak rasional. Hal inilah yang menjadi masalah. Petani dianggap sebagai orang yang irrasional,
karena mereka tetap bekerja keras dan rajin padahal hasil panennya belum tentu maksimal dan
menguntungkan.
Petani biasanya tetap beraktivitas meskipun itu tidak menghasilkan uang. Misalnya pada saat
mereka merawat tanaman mereka. Sebenarnya ada banyak waktu luang yang dapat dimanfaatkan
oleh petani terlebih petani tanaman pangan, untuk menambah penghasilan dimana tidak setiap hari
mereka bekerja. Namun hal itu tidak banyak dilakukan oleh petani. Hal ini merupakan bukti bahwa
sebenarnya petani tidak memanfaatkan waktu mereka dengan efisien dan efektif. Sebenarnya ada
beberapa saat yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang lebih produktif. Dalam penggunaan
faktor produksi seperti telah dijelaskan diatas juga menjadi bukti bahwa petani belum bekerja dengan
efisien. Petani seringkali menggunakan pupuk yang terlalu banyak dan kurang sesuai dengan
porsinya. Kondisi ini akan bermuara pada rendahnya produktivitas petani dan berimplikasi pada
ketidak tercapainya upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Permasalahan lain yang dihadapi petani terkait dengan kondisi petani adalah rendahnya
teknologi yang digunakan. Petani-petani dalam mengusahakan kegiatan usahatani banyak yang
masih menggunakan teknologi sederhana bahkan tradisional. Contoh, dalam mengolah lahan
pertanian petani masih banyak yang menggunakan peralatan tradisional seperti cangkul, alu, sabit
dan lain sebagainya. Sehingga pada saat masa tanam mereka membutuhkan banyak tenaga kerja.
Pada saat masa perawatan petani masih banyak yang menyebarkan pupuk secara manual dan
sederhana. Hal ini akan membuat kegiatan mereka tidak berjalan efisien. Saat masa panen malah
dapat dilihat dengan lebih jelas lagi. Hampir tidak ada sentuhan teknologi maju dalam mengolah
panen petani. mulai dari pemanenan hingga pengolahan pasca panen. Dapat diambil contoh pada
saat masa panen tanaman padi dan jagung. Petani memanen dengan peralatan yang sangat
sederhana dan tidak efisien. Setelah panen pun tidak ada pengolahan pasca panen yang efektif.
Seharusnya hasil panen dijemur agar kadar air berkurang dan harga jual menjadi naik, tetapi karena
petani tidak memiliki kemampuan teknologi dalam mengolah panen maka hasil panen diserahkan
kepada tengkulak dengan harga lebih rendah. Bahkan kadangkala penjemuran dilakukan secara
manual dengan bantuan matahari. Hal ini membutuhkan waktu lama dan beresiko tinggi karena
petani sangat bergantung pada alam. Rendahnya penggunaan teknologi ini merupakan manifestasi
dari rendahnya inovasi petani, rendahnya akses ke teknologi dan rendahnya tingkat pendidikan
mereka. Namun tidak dapat disalahkan sepenuhnya para petani ini akibat keadaan ini. Sekali lagi
petani memiliki keterbatasan dalam mengakses teknologi dan mengaplikasikannya. Oleh karena itu,
harus ada jembatan untuk mengatasi hal ini. Peran lembaga riset, koorporasi, penyuluh pertanian
dan stakeholders menjadi penting dalam hal ini.

2.3 Mentalitas Petani

Umunya petani lemah dalam memperjuangkan hak-hak yang seharusnya didapatkan. Hal ini
dikarenakan mereka tidak mengetahui kondisi sebenarnya, rendahnya informasi, tidak memiliki
kekuatan dan rendahnya posisi tawar petani. Contoh sederhana misalnya pada saat distribusi pupuk
bersubsidi, seharusnya petani memperoleh bagian pupuk bersubsidi sesuai dengan jatahnya. Namun
kenyataan di lapangan petani-petani banyak yang tidak mendapatkan pupuk bersubsidi dan harus
membeli pupuk non subsidi yang dalam kenyataannya pupuk non subsidi tersebut sebenarnya masih
berlabel pupuk bersubsidi tetapi dijual dengan harga non subsidi. Jika kondisi ini dikarenakan
rendahnya pasokan atau keterlambatan, mungkin merupakan sesuatu yang dapat ditoleransi. Namun
apabila hal ini dikarenakan praktek curang penimbunan, tentu saja merupakan keadaan yang harus
diatasi. Pada saat panen pun demikian, seharusnya petani mendapatkan harga jual yang baik tetapi
seringkali petani harus menjual panen dengan harga yang rendah karena hasil panen yang belum
memenuhi standar kualitas, dibeli oleh tengkulak, petani sudah membutuhkan uang cepat dan lain
sebagainya. Dengan kata lain, tidak ada pilihan lain untuk menjual tidak ke tengkulak.

2.4 Keterampilan Petani yang Terbatas Dalam Teknik Budidaya

Kebanyakan petani hanya mengusai teknis budidaya tanaman pada salah satu atau sedikit
komoditas saja. Mereka menanam tanaman tidak berdasarkan pada kebutuhan pasar, namun lebih
kepada kemampuan mereka yang hanya bisa membudidayakan tanaman itu saja. Hal ini menjadi
permasalahan karena petani menjadi kurang responsif terhadap kebutuhan pasar dikarenakan
keterbatasan kemampuan. Dengan kemampuan yang terbatas dalam membudidayakan tanaman
yang hanya monovalen saja, maka akan membawa konsukuensi logis berupa terciptanya ekses
penawaran dan over produksi, pada suatu lokasi tertentu dan waktu tertentu, yang akan berimplikasi
pada terganggunya harga keseimbangan. Kebutuhan pasar akan produk pertanian yang tidak dapat
diproduksi petani lokal akan membuat pasar terpaksa melakukan impor dari daerah lain, bahkan luar
negeri untuk memenuhi kebutuhan. Padahal peluang ini seharusnya diambil petani terlebih apabila
komoditas yang dijual belum diproduksi petani lokal dan sebenarnya bisa dibudidayakan di lokasi
tersebut.

Permasalahan yang dihadapi petani ini sekarang justru berdampak lebih kompleks dan
dimungkinkan akan semakin mengurangi daya saing petani lokal. Lihat saja pada tiga tahun terakhir,
dimana membanjirnya produk pertanian impor membuat petani tidak memiliki daya saing dalam
menghadapi serbuan produk impor. Pasar tidak dapat disalahkan dalam hal ini, karena mereka
membutuhkan produk tersebut untuk memenuhi kebutuhannya serta tidak adanya moral suation
untuk menghambat serbuan produk impor di era perdagangan bebas sekarang ini. Hal ini antara lain
disebabkan karena petani tidak dapat menangkap peluang pasar tadi akibat keterbatasan mereka
dalam membudidayakan komoditas yang dibutuhkan, rendahnya daya saing produk pertanian lokal
serta kurangnya peran pemerintah dalam membatasi produk impor dan imbauan moral kepada
konsumen.

2.5 Penguasaan Proses Pasca Panen

Seperti telah dijelaskan diatas bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi oleh petani di
Indonesia terutama pertanian rakyat adalah kurangnya kemampuan petani dalam pengolahan pasca
panen. Seringkali petani menjual hasil panen mereka dalam bentuk mentah dan belum dapat
langsung dimanfaatkan, bahwa dengan kualitas yang rendah. Hal ini dikarenakan keterbatasan
kemampuan dan dorongan untuk segera mendapatkan uang dari hasil panen. Contoh sederhana
pada usahatani padi. Umumnya, petani padi tidak menjual hasil panen dalam bentuk gabah kering,
atau beras namun masih dalam bentuk gabah basah. Hal ini dilakukan mengingat petani tidak
memiliki fasilitas pengeringan dan pengolahan gabah. Kalaupun ada biasanya masih tradisional.
Rendahnya kemampun mengolah hasil panen merupakan manifestasi dari rendahnya kemampuan
permodalan, sarana penunjang serta pengetahuan dan kemampuan akses pasar. Kenapa
pengetahuan akses pasar yang rendah berkontribusi terhadap rendahnya kemampuan pengolahan
pasca panen? Karena dengan informasi pasar yang redah membuat petani hanya tahu tengkulak
sebagai perantara hasil panen mereka. Hanya tengkulak yang mau membayar produk mereka,
sedangkan mereka sangat membutuhkan uang dengan cepat.

Masalah Permodalan

Kegiatan usahatani sama halnya dengan kegiatan ekonomi lain yang membutuhkan modal
untuk menjalankan kegiatan usahanya. Sektor pertanian umumnya diusahakan oleh banyak petani
yang belum sejahtera dan masih memiliki modal terbatas. Oleh karena itu mereka pun membutuhkan
modal untuk menjalankan kegiatan usahatani. Biaya produksi untuk kegiatan usahatani biasanya
dikeluarkan pada saat awal kegiatan usahatani misalnya saat masa tanam dan perawatan tanaman
hingga masa panen datang. Dengan keadaan tadi maka membuat petani pasti membutuhkan modal
pada saat akan menjalankan kegiatan usahatani karena tidak mungkin bagi mereka untuk
mendapatkan modal di tengah jalan. Selama ini, petani seringkali mengalami kekurangan modal
karena masalah kemiskinan, rendahnya pendapatan, dan kecilnya asset. Lebih parahnya, mereka
sulit mendapatkan akses permodalan dari lembaga keuangan maupun pemodal. Kalaupun
mendapatkan biasanya petani mendapatkannya dari lembaga keuangan non resmi seperti rentenir
dan membuat mereka terjebak di lubang lintah darat.

Peran lembaga keuangan dan perbankan dalam menyalurkan kredit untuk sektor pertanian
dapat dikatakan terbatas dan masih sangat kecil dari total share untuk kredit yang telah dikucurkan
untuk semua sektor. Karakter usahatani yang unik dimana tidak setiap bulan menghasilkan, resiko
tinggi, rendahnya agunan yang dapat dijaminkan petani, belum adanya skim kredit khusus petani,
serta ketidakbiasaan petani untuk berhubungan dengan perbankan menjadi salah satu alasan
dimana perbankan kurang melirik pertanian sebagai sektor tujuan lending capital mereka membuat
petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan bantuan permodalan.

Tidak adanya lembaga atau pihak yang mau menanggung risiko kegagalan usahatani yang
memang cukup tinggi dirasakan ikut berkontribusi terhadap rendahnya kepedulian perbankan untuk
membantu permodalan petani. Hal ini dikarenakan belum adanya asuransi pertanian. Praktek ijon
juga menjadi penghambat petani dalam mengakses modal. Selama ini dirasakan belum ada upaya
serius untuk membuat petani menjadi mitra perbankan atau lembaga keuangan. Pertanian masih
dianggap sebagai mata pencaharian yang belum menguntungkan untuk disentuh dengan produk
kredit dari bank. Bagi lintah darat petani hanya dianggap sebagai komoditas yang dapat mereka
manfaatkan untuk mencari keuntungan semata dengan praktek ijon dan lain-lain. Dirasakan
mekanisme kemitraan yang adil untuk meningkatkan akses modal kepada petani masih kurang.

2.7 Pasar dan Tata Niaga


Rendahnya harga jual merupakan salah satu permasalahan urgent yang dihadapi oleh petani
dan pelaku usahatani tak terkecuali pemerintah. Pemerintah senantiasa dihadapkan dengan harga
komoditas pertanian yang sangat fluktuatif dan tidak stabil. Kondisi ini antara lain dikarenakan
struktur pasar pertanian yang cenderung persaingan sempurna. Kondisi ini sangat merugikan petani
karena dengan harga yang fluktuatif mereka tidak dapat menikmati kenaikan harga di pasar sebab
mereka tidak bermain langsung di pasar. Kenaikan harga hanya dinikmati oleh spekulan, tengkulak
dan distributor saja. Karena mereka membeli dari petani dengan harga rendah, kenapa harga dibeli
dengan harga rendah? Jawabannya antara lain karena petani tidak memiliki kemampuan sebagai
price maker. Bagaimana mungkin petani mampu menjual dengan harga tinggi sedangkan produk
mereka masih berupa bahan mentah.

Informasi petani akan pasar juga rendah. Biasanya mereka hanya mendapatkan informasi
pasar dari distributor atau tengkulak namun sekali lagi, mereka kurang memiliki akses untuk masuk
ke pasar mengingat keterbatasan mereka. Bisa dilihat di pasar buah, sayur atau pasar bahan
makanan. Apakah ada petani yang berjualan disana? Atau apakah ada pedagang yang
mendapatkan produknya dari petani langsung? Sangat sedikit sekali. Rendahnya informasi ini
menjadi kendala utama yang dihadapi petani di Indonesia. Mereka tidak akan tahu berapa harga
yang sebenarnya berlaku dipasar konsumen, mereka juga tidak tahu barang apa yang sebenarnya
dibutuhkan pasar. Oleh karena itu, perlu upaya untuk mendekatkan petani dengan pasar atau
setidaknya diperlukan pemberian informasi pasar kepada petani. sehingga dengan adanya informasi
akan menambah pengetahuan kepada petani, menghindari asymmetry information, dan lain
sebagainya. Informasi akan pasar ini tidak terbatas pada pasar pemasaran produk pertanian namun
juga pasar faktor produksi dan pasar tenaga kerja dengan harapan petani juga memperoleh
informasi tentang faktor produksi sehingga dengan informasi yang banyak maka harapannya posisi
tawar menjadi tinggi.

Mata rantai distribusi produk pertanian juga dianggap terlalu panjang dari petani hingga
konsumen. Dengan panjangnya mata rantai distribusi ini maka akan ada margin keuntungan pada
tiap pelakunya. Sehingga tingginya harga jual pada level konsumen tidak dapat dinimati oleh petani
karena harga menjadi tinggi sebagai dampak dari ketidak efisienan distribusi. Pada satu sisi hal ini
mungkin akan baik karena semakin banyak pihak yang bermain dan menikmati keuntungan
walaupun nominalnya terkadang sedikit. Namun hal ini akan menyebabkan produk Indonesia tidak
memiliki daya saing karena tidak efisien dan harganya menjadi mahal. Kita dapat mengambil contoh
sederhana saja, beras dari petani sebelum masuk ke pasar untuk dibeli oleh konsumen terlebih
dahulu harus melewati tengkulak, baru kemudian masuk ke gudang distributor kecil. Dari gudang
distributor kecil beras kemudian baru masuk ke gudang distributor besar lalu disalurkan ke grosir
besar kemudian disalurkan kepada toko-toko beras dan sampai ke tangan konsumen. Dapat
dibayangkan apabila hanya untuk membeli beras saja harus melewati mata rantai yang panjang tadi.
Panjangnya mata rantai distribusi barang diatas akan menjadikan keuntungan potensial yang
diperoleh petani menjadi menurun. Petani tidak akan dapat menikmati kenaikan harga padahal
mereka yang menanam komoditas tersebut.

Produk yang dijual petani umumnya masih belum memiliki brand dan terkesan masih menjadi
produk mentah. Karakter produk pertanian yang mudah rusak, tidak mudah untuk dibawa, dan rentan
terhadap fluktuasi harga membuat komoditas pertanian sangat mudah untuk mengalami penurunan
harga. Ditambah lagi dengan rentannya terjadi praktek spekulasi. Hal ini merupakan sebuah
permasalahan klasik yang sering dialami petani terkait pemasaran produk pertanian.

D. Rangkuman
Permasalahan sektor pertanian memang cukup kompleks dan memerlukan pemecahan yang
komprehensif pula. Permasalahan yang dialami petani pada tiap daerah tentu saja berbeda-beda
tergantung kondisi daerah, karakter petani serta komoditas yang ditanam. Adapun permasalahan
sektor pertanian yang umumnya dihadapi adalah permasalahan tentang: lahan pertanian yang
terbatas, kondisi petani, mentalitas petani, keterbatasan kemampuan teknis petani dalam budidaya,
penguasaan proses pasca panen, permodalan, pasar dan tata niaga, organisasi petani, aplikasi
teknologi pertanian, akses informasi, kebijakan pertanian, dan penyediaan sarana dan prasarana.

E. Pertanyaan/Diskusi

1. Bagaimana kondisi ketersediaan lahan pertanian tanaman pangan? Mengapa menjadi masalah
yang urgent.
2. Mengapa petani tidak memiliki posisi tawar yang kuat?
3. Apa yang menyebabkan petani mengalami permasalahan keterbatasan informasi?
4. Bagaimana kondisi infrastruktur fisik untuk menunjang pengembangan sektor pertanian di
daerah anda?
5. Kendala apa yang menjadi hambatan sektor pertanian di daerah anda?
BAB III
KELEMBAGAAN PETANI

A. DESKRIPSI SINGKAT
Kelembagaan merupakan suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga
untuk tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur.Lembaga dapat juga
disebut organisasi, adalah pelaku atau wadah untuk menjalankan satu atau lebih
kelembagaan. Lembaga memiliki struktur yang tegas dan diformalkan.

B. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH

1. Mengetahui dasar hukum kelembagaan petani


2. Memahami pengertian, fungsi dan hakekat kelembagaan petani
3. Mengetahui jenis-jenis kelembagaan petani di Indonesia

C. ISI MATERI PERKULIAHAN


3.1 Dasar Hukum

- Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 yang berbunyi:

(1) Kelembagaan pelaku utama beranggotakan petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya
ikan, pengolah ikan, serta masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang dibentuk oleh pelaku
utama, baik formal maupun nonformal.

(2) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai fungsi sebagai wadah proses
pembelajaran, wahana kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit
produksi, unit pengolahan dan pemasaran, serta unit jasa penunjang.

(3) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk kelompok, gabungan
kelompok, asosiasi, atau korporasi.

(4) Kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) difasilitasi dan diberdayakan oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi
yang kuat dan mandiri sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan para anggotanya.

- Peraturan Menteri Pertanian, nomor : 273/Kpts/ OT.160/4/2007, tanggal 13 April 2007,


tentang Pembinaan Kelembagaan Petani
3.2 Pengertian, Fungsi, dan Hakekat Kelembagaan Petani

Kelembagaan merupakan suatu jaringan yang terdiri dari sejumlah orang dan lembaga untuk
tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur.Lembaga dapat juga disebut
organisasi, adalah pelaku atau wadah untuk menjalankan satu atau lebih kelembagaan. Lembaga
memiliki struktur yang tegas dan diformalkan.

Kelembagaan petani mempunyai fungsisebagai wadah proses pembelajaran, wahana kerja


sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan pemasaran,
serta unit jasa penunjang. Dalam pengertian yang lain, kelembagaan petani merupakan sebuah
wadah yang mengkoordinasi petani dalam menunjang semua kegiatan petani mulai dari subsistem
hulu hingga subsistem hilir.

Hakekat dari kelembagaan adalah dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok, asosiasi,
atau korporasi.Kelembagaan difasilitasi dan diberdayakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri, sehingga mampu
mencapai tujuan yang diharapkan para anggotanya.

D. RANGKUMAN
Kelembagaan petani mempunyai fungsisebagai wadah proses pembelajaran, wahana
kerja sama, unit penyedia sarana dan prasarana produksi, unit produksi, unit pengolahan dan
pemasaran, serta unit jasa penunjang. Dalam pengertian yang lain kelembagaan petani
merupakan sebuah wadah yang mengkoordinasi petani dalam menunjang semua kegiatan
petani mulai dari subsistem hulu hingga subsistem hilir.

Hakekat dari Kelembagaan adalah dapat berbentuk kelompok, gabungan kelompok,


asosiasi, atau korporasi.Kelembagaan difasilitasi dan diberdayakan oleh Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah agar tumbuh dan berkembang menjadi organisasi yang kuat dan mandiri
sehingga mampu mencapai tujuan yang diharapkan para anggotanya.

E. PERTANYAAN DAN DISKUSI

1. Apa hakikat dari kelembagaan petani?


2. Apa sajakah fungsi dari kelompok tani?
3. Jelaskan jenis-jenis kelembagaan yang berkembang dewasa ini.
4. Menurut anda, hal apa saja yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
kelompok tani?
5. Bagaimana kinerja KUD saai ini? Sudahkah membantu petani?
BAB IV
PEMASARAN PRODUK PERTANIAN

A. DESKRIPSI SINGKAT
“Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yangdilakukan
untuk memindahkan suatuproduk dari titik produsen ke titik konsumen”, definisi menurut Tri
Wahyu Nugroho. Fungsi pemasaran bertujuan untuk mengubah produk berdasarkan bentuk
(form), waktu (time), tempat (place), dan kepemilikan (possession). Berdasarkan fungsi
tersebut, maka pemasaran merupakan suatu kegiatan produktif karena menciptakan
kegunaan(utility), yaitu proses untuk menciptakan barang dan jasa yang memiliki nilai lebih
sehingga lebih berguna. Secara sederhananya pemasaran memiliki kegunaan
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH
1. Memahami definisi dan konsep pemasaran produk pertanian
2. Mampu mengidentifikasi permasalahan pemasaran produk pertanian
3. Menguraikan berbagai pendekatan untuk menganalisis permasalahan pemasaran

C. ISI MATERI PERKULIAHAN


Definisi Pemasaran

“Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yangdilakukan untuk
memindahkan suatuproduk dari titik produsen ke titik konsumen”, definisi menurut Tri Wahyu
Nugroho. Fungsi pemasaran bertujuan untuk mengubah produk berdasarkan bentuk (form), waktu
(time), tempat (place), dan kepemilikan (possession). Berdasarkan fungsi tersebut, maka pemasaran
merupakan suatu kegiatan produktif karena menciptakan kegunaan(utility), yaitu proses untuk
menciptakan barang dan jasa yang memiliki nilai lebih sehingga lebih berguna. Secara
sederhananya pemasaran memiliki kegunaan. Kegunaan tersebut diklasifikasikan menjadi beberapa
macam, diantaranya yaitu :
a. Kegunaan bentuk (form utiliy) RPH : Hewan, daging
b. Kegunaan tempat (form utility): memindah tempat, menuju ke tempat yang membutuhkan
c. Kegunaan waktu (time utility): kegunaan muncul ketika produk tersedia, pada saat dibutuhkan
d. Kegunaan milik (possession utility): kegunaan yang timbul ketika barang ditransfer atau
ditempatkan atas kontrol dari seseorang yang menginginkan.
Pemasaran produk pertanian memiliki beberapa karakter antara lain sebagai berikut ini:
1. memiliki tujuan spesifik yang ingin dicapai dan terdapat tujuan secara normatif.
2. Guna mencapai tujuan terdapat beberapa komponen yang harus dipenuhi antara lain:
transportasi, prosesing, grading,standarisasi dan informasi pasar.
3. Sistem pemasaran mempunyai dimensi ruang dan waktu.
4. Membutuhkan pengaturan atas keberadaanfungsi pemasaran.

Konsep Dasar Pemasaran Produk Pertanian


Rencana pemasaran strategisadalah kegiatan mengkombinasikan seluruh sumberdaya untuk
memenuhi kebutuhan konsumen dan berorientasi laba. Rencana pemasaran strategis terdiri dari 5
jenis keputusan pemasaran yang saling melengkapi. Bidang-bidang keputusan tersebut sering
disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix).

Keputusan pasar berkaitan dengan analisis tentang :

1. Target/sasaran serta kebutuhan pelanggan


2. Lingkungan yang bersaing

Alat bantu dalam pertanian untuk mengambil keputusan pasar dengan penelitian pasar,
segmentasi pasar, dan penetrasi pasar

a. Penelitian pasar

Penelitian pasar bermanfaat untuk memahami kebutuhan dan daya beli pelanggan.Penelitian
pasar didasarkan pada teknik statistik yang rumit, tetapi dapat juga hanya dengan mengadakan
wawancara dan pengamatan secara informal.Hasil penelitian pasar berupa informasi yang obyektif
dan analitis untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan pasar.

b. Segmentasi Pasar

Segmentasi Pasar adalah mengelompokkan pelanggan ke dalam segmen-segmen atau


kategori berdasarkan karakteristik (umum, kebutuhan, motif pembelian) yang bersesuaian. Dengan
memahami karakteristik di setiap segmen di seluruh pasar maka petani dapat merancang strategi
khusus pemasaran yang dapat memikat segmen khusus yang dilayani.

c. Penetrasi Pasar

Penetrasi pasar berkaitan dengan ketangguhan suatu perusahaan di segmen pasar tertentu.
Setiap perusahaan harus mencurahkan konsentrasi yang optimal kepada segmen pasar yang dipilih.
Keputusan mengenai segmen pasar terbaik yang harus dilayani secara optimal tergantung pada
jenis produk, sifat persaingan, ukuran perusahaan, dan faktor lain.

Keputusan mengenai produk

Keputusan mengenai produk terkait akan hal-hal antara lain menetapkan bauran produk yang
saling melengkapi, keanekaragaman dalam lini produk, serta karakteristik khusus dari setiap produk
yang dijual. Ada beberapa tahapan dalam penyerapan produk baru antara lain:

Menurut E.M.Rogers :
1. Awareness : masyarakat tahu ada suatu produk tetapi informasi yg dimiliki belum cukup untuk
mengambil keputusan pembelian
2. Minat : pelanggan yang mampu cukup tertarik untuk memiliki produk tersebut.
3. Evaluasi : pelanggan memutuskan apakah akan mencoba produk tersebut.
4. Pencobaan : pelanggan mengambil sampel produk tersebut.
5. penyerapan/pemakaian : pelanggan menggunakan produk tersebut secara teratur.

a) Kategori penyerap produk

Orang yang menyerap produk lebih cepat daripada pemrakarsa (opinion leader).Berdasarkan
penelitian Rogers dalam Nugroho (2012) ada 5 kategori menurut kecepatan penyerapan produk :

1. Pembaharu (2,5%) : orang yang selalu ingin mencoba gagasan baru (petualang)
2. Penyerap dini (13,5%) : orang yang mencoba gagasan baru dengan cepat secara hati-hati.
3. Mayoritas awal (34%) : orang yang penuhdengan pertimbangan (merupakan pasar yang besar
dan penting)
4. Mayoritas akhir (34%) : orang yang cenderung bersikap skeptis terhadap gagasan baru dan
hanya akan menyerap produk bila banyak bukti pendukung.
5. Pencorot (16%) : orang yang terpaku pada tradisi sehingga perlu waktu lama untuk menyerap
gagasan baru

b) Daur hidup produk

Berkaitan dengan penjualan dan laba dari suatu produk atau jasa sepanjang suatu periode.
Tahap daur hidup produk diantaranya yaitu :

1. Pengembangan :dilakukan analisis pasar, strategi produk dan pasar.

2. Pengenalan : tahap pemunculan produk baru di pasar

3. Pertumbuhan : tahap ekspansi secara cepat

4. Pematangan :tahap yang ditandai dengan pertumbuhan penjualan yang lambat atau
mungkin agak menurun pada saat pasar mulai jenuh.

5. Penurunan : tahap dimana terjadi penurunan penjualan secara cepat.

Gambar 4.1 daur hidup produk

Penjualan Total
Keputusan Mengenai Harga

Penetapan harga merupakan keputusan pemasaran yang sangat menentukan karena


berpengaruh terhadap hasil penjualan (pendapatan). Pengaruh tersebut berlangsung dalam 2 cara :

1. Harga sebagai komponen persamaan pendapatan, mempunyai dampak terhadap pendapatan (


TR = P x Q).
2. Tingkat harga berpengaruh terhadap kuantitas penjualan yaitu melalui mekanisme fungsi
permintaan (elastisitas).

Adapun metode dalam penetapan harga diantaranya :


1. Berdasarkan biaya : dengan menambahkan margin (mark up) pada biaya dasar masing-masing
produk (biaya dasar + margin, dimana margin = biaya overhead + penanganan).

2. Berdasarkan ROI : pengembalian atas investasi dengan mengasumsikan volume penjualan


yang tetap.

3. Berdasarkan harga bersaing : harga produk perusahaan mengikuti harga rata-rata yang
berlaku di pasar atau mengikuti harga pesaing utama.

4. Berdasarkan KTO (Kontribusi Terhadap Overhead) atau berdasarkan biaya marginal :


digunakan untuk mendorong penjualan ekstra dengan menjual produk tambahan yang melebihi
proyeksi penjualan dengan harga sedikit di atas tambahan biaya tunai untuk menangani produk
tersebut.

5. Penetapan harga penetrasi : dengan menetapkan harga yang rendah untuk membukapasar
seluas mungkin dan penerimaan yang sedemikian cepat akan suatu produk.

6. Penjenjangan pasar : berlawanan dengan harga penetrasi yaitu dengan menetapkan harga
tinggi untuk pelanggan mewah, setelah pasar menyempit harga diturunkan.

7. Berdasarkan daya serap pasar : digunakan untuk menetapkan harga jasa yang sangat
terspesialisasi & bervariasi pada setiap pekerjaan

8. Potongan harga/diskon : dengan memberikan pengurangan harga karena alasan tertentu.

9. Penetapan harga merugi :menawarkan satu atau beberapa produk dengan harga yang
diturunkan untuk jangka waktu terbatas.

10. Penetapan harga psikologis : dengan menghasilkan harga yang lebih memuaskan karena
seakan-akan cukup rendah.

11. Penetapan harga bergengsi : dengan menetapkan harga yang tinggi untuk mencerminkan mutu
dan elite.
Keputusan Mengenai Promosi

Tujuan promosi dalam usaha produk pertanian adalah menjual lebih banyak produk atau
jasa.Bauran promosi pada perusahaan biasanya merupakan kombinasi dari iklan, usaha penjualan
perorangan, publikasi umum, dan program pendukung penjualan. Bauran promosi tersebut harus
mempertimbangkan tahapan daur hidup produk, tahap penyerapan produk di pasar, tindakan
pesaing, serta anggaran yang tersedia. Ada beberapa cara dalam melakukan promosi diantaranya
yaitu,

a. Iklan
Iklan merupakan komunikasi massal dengan para pelanggan potensial, biasanya melalui media
komunikasi umum (televisi, koran, radio, selebaran, dan lain-lain). Adapun beberapa fungsi dari iklan
diantaranya yaitu :
• Menimbulkan kesadaran akan produk yang bersangkutan
• Meningkatkan kredibilitas produk
• Memotivasi pelanggan untuk mencari produk atau mengingatkan akan produk tersebut
• Alat pendidikan
• Menambah keyakinan pembeli akan keputusannya.

Promosi penjualan merupakan program dan penawaran khusus yang dirancang untuk memikat
para pelanggan yang tertarik agar mengambil keputusan pembelian yang positif. Program ini
biasanya ditujukan kepada konsumen akhir, misal : pengusaha tani.Contoh program promosi
penjualan : pemberian topi, jaket, kaos, pulpen, dan sebagainya yang berlogo perusahaan; rapat
penjualan yang diadakan oleh pemasok atau pengecer kepada petani, peternak; pameran dagang,
dan lain sebagainya.

Usaha penjualan perorangan yang mana kebanyakan penjualan produk pertanian sangat
tergantung pada usaha penjualan perorangan. Bahkan pertanian lokal yang kecil sekalipun yang
tidak menugaskan seseorang sebagai wiraniaga sangat berpedoman pada kontak pribadi dan
komunikasi antar perorangan untuk mempromosikan produk mereka. Pada pertanian skala besar
proses usaha penjualan perorangan lebih bersifat formal dan sangat terstruktur dengan
memperhatikan pemilihan karyawan, pelatihan, rencana kompensasi, serta pembagian wilayah.

Keputusan Mengenai Tempat

Setiap pertanian harus menetapkan cara untuk memindahkan produknya kepada pelanggan,
apakah dengan cara langsung ke konsumen atau melalui saluran pemasaran.

Distribusi fisik (transfer) dimana keputusan mengenai distribusi fisik mempunyai kepentingan
khusus pada sebagian besar produk pertanian karena banyak sekali perbekalan usahatani yang
bersifat “bulky” dan musiman. Distribusi pasar berkaitan dengan pemilik dan pengendali produk
dalam proses pemindahannya kepada pelanggan. Terdapat tiga sistem distribusi pasar :
1. Sistem distribusi langsung dari manufaktur.
2. Sistem distribusi perantara.
3. Sistem perantara utama.

Gambar 4.2
Distribusi utama dalam pertanian

Permasalahan Pemasaran Hasil Pertanian


1. Karakteristik Hasil Pertanian
a. Mudah rusak (perishability)
b. Musiman
c. Butuh ruang yang banyak (bulkiness)
d. Tidak seragam (non homogenity)
2. Jumlah produsen terlalu banyak (tapi lahan sempit)
3. Karakteristik konsumen beragam
4. Perbedaan tempat, variasi harga pada tempat yang berbeda
5. Efisiensi Pemasaran.
Permasalahan yang menghambat terwujudnya sistem pemasaran hasil pertanian yang lebih
efisien di Indonesia diantaranya yaitu :
a. Lemahnya infrastruktur
b. Lemahnya informasi pasar
c. Skala pasar pertanian yang relatif kecil
d. Kurangnya pengetahuan, misal : grading dan handling
e. Tidak adanya kebijakan pemasaran yang baik.
f. Tingginya biaya transaksi
Dalam mengatasi permasalahan dalam pemasaran terutama pemasaran dala produk pertanian
yaitu ada beberapa pendekatan. Ada 6 pendekatan untuk menganalisis permasalahan dalam
pemasaran. Nugroho (2012)
1. Pendekatan Komoditi (commodity approach).
Pendekatan komoditi meliputi karakteristik dari produk, situasi penawaran dan
permintaan di dalam negeri dan internasional, tingkah laku konsumen dalam hubungannya
dengan produk yang spesifik dan harga di berbagai level. Pendekatan ini sering digunakan
untuk mempelajari permintaan pasar, tren harga dan lain-lain.

2. Pendekatan Kelembagaan (institutional approach).


Pendekatan ini merupakan metode untuk menganalisis berbagai lembaga atau organisasi
yang terlibat dalam struktur di lembaga tersebut dalam proses pemasaran. Dalam pendekatan
kelembagaan tersebut terdapat metode memindahkan barang dari produsen ke konsumen
yang membutuhkan pedagang perantara. Dalam hal ini pedagang perantara bisa bertindak
sebagai propietor (pemilik), partnership (mitra). Pedagang perantara (khusus komoditi pangan)
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa macam diantaranya yaitu,
a. Contract buyers (penebas).
b. Grain millers (melakukan pasca panen)
c. Whole salers ( pembeli beras dari penggilingan)
Ada dua macam pedagang perantara yang hanya menjual jasa untuk membantu jalannya
transaksi diantaranya yaitu :
a. Commission agent
b. Broker
Kelembagaan lain yang ada dalam pemasaran hasil pertanian adalah :
a. Processors dan manufactures.
b. Fasilitative organizations.
c. Trade associations.
3. Pendekatan Fungsional (functional approach).
Pendekatan fungsional merupakan metode untuk mempelajari sistem pemasaran dengan
mengklasifikasikan proses pemasaran berdasarkan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
fungsinya. Kegunaan pendekatan ini yaitu,
a. Untuk mengidentifikasi ataupun menjelaskan mengenai masing-masing pelaku pasar dan
fungsi yang dilakukannya.
b. Untuk mengetahui biaya pemasaran produk terutama produk pertanian.
c. Menjelaskan perbedaan biaya pemasaran.
d. Membantu dalam hal memperbaiki penampilan mengenai proses pemasaran produk
pertanian.

4. Pendekatan Efisiensi Pemasaran.


Pendekatan ini dilakukan untuk melihat penampilan pasar. Nugroho (2012) menyatakan
bahwa sumber ketidak efisienan adalah panjangnya saluran pemasaran, tingginya biaya
pemasaran dankegagalan pasar. secara umum dikenal dua macam efisiensi yakni: (1)
operational efficiency: untuk mengukur suatu fasilitas yang digunakan dalam melaksanakan
sistem pemasaran. (2) Pricing efficiency: didasarkan pada asumsi pasar yang kompetitif
dimana harga yang terjadi mencerminkan biaya yang dikeluarkan.

5. Pendekatan SCP (SCP approach).


Pertama kali diperkenalkan oleh JS Bain (1964) yang didasarkan pada tiga hal yang
berkaitan dengan struktur, perilaku, dan penampilan pasar. struktur pasar akan mempengaruhi
perilaku pasar dan akhirnya perilaku pasar akan mempengaruhi penampilan pasar. model ini
diasumsikan pada hubungan simultan antara struktur pasar, perilaku pasar dan penampilan
pasar dalam jangka panjang.

6. Pendekatan Manajemen Pemasaran(maketing managementapproach).


Merupakan proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan program-program yang membantu mereka dalam memenuhi
kebutuhan konsumen dan mencapai keuntungan optimal. Nugroho (2012).

D. RANGKUMAN
Pemasaran didefinisikan sebagai suatu runtutan kegiatan atau jasa yang dilakukan untuk
memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.Fungsi pemasaran bertujuan
untuk mengubah produk berdasarkan bentuk (form), waktu (time), tempat (place), dan
kepemilikan (possession). Berdasarkan fungsi tersebut, maka pemasaran merupakan suatu
kegiatan produktif karena menciptakan kegunaan (utility), yaitu proses untuk menciptakan
barang dan jasa yang memiliki nilai lebih sehingga lebih berguna.
Rencana pemasaran strategis adalah kegiatan mengkombinasikan seluruh
sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan berorientasi laba. Rencana
pemasaran strategis terdiri dari 5 jenis keputusan pemasaran yang saling melengkapi.
Bidang-bidang keputusan tersebut sering disebut dengan bauran pemasaran (marketing mix).

E. PERTANYAAN DAN DISKUSI


1. Dalam memasarkan produk pertanian, panjangnya mata rantai distribusi menjadi satu
kendala tersendiri. Apa implikasinya terhadap produk pertanian?
2. Tengkulak sering dianggap sebagai kendala pemasaran sektor pertanian. padahal tengkulak
pula yang banyak menyerap produk petani. Bagaimana pendapat anda terhadap hal ini?
3. Apa saja permasalahan pada pemasaran produk pertanian?
4. Jelaskan tentang pendekatan komoditi.
5. Tahukah anda tentang direct market? jelaskan
Daftar Pustaka
Anonim. 2006. Revitalisasi Penyuluhan Pertanian. Pusat Pengembangan Penyuluhan Pertanian,
Jakarta.

Arifin, Bustanul. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia (Telaah Struktur, Kasus, dan
Alternatif Strategi). Erlangga, Jakarta

Budi Setiawan, Avi. Strategi Pengembangan Komoditas Tanaman Pangan Kedelai di Kabupaten
Grobogan. Unnes. Semarang

Mardikanto, Totok, 1993, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret University Press,
Surakarta

Margono, Slamet. 2001. Paradigma Penyuluhan Pertanian dalam Era Otonomi Daerah. IPB. Bogor

Margono.S; Mudjijo P; Arifin, 1979. Laporan Bidang Penelitian Penyuluhan Pertanian. Survei
Evaluasi Intensifikasi Padi dan Palawija Tahun1971-1978.

Nugroho, Tri Wahyu. “Pemasaran Produk Pertanian”. http: //www.google.com. (diakses tanggal 10
september 2012)

Peraturan Mentan No. 273/ KPTS/ 0T.160/ 4/ 2007, tanggal 13 April 2007

Rahim M. Sail. 2008. Konsep dan Amalan Kerja Pendidikan Pengembangan (in press). Pusat
Pengembangan Keusahawanan dan Pemajuan Profesional, University Putra Malaysia.

Rogers, Everet M, 1995, Diffusion of Innovation, Free Press, New York

Salmon, Padmanegara, 1975, Membina Penyuluhan Pertanian, Badan Pendidikan, Latihan dan
Penyuluhan Pertanian, Departemen Pertanian

Soesilowati. Etty, 2011, Implementasi Kebijakan Go Organic 2010 (Studi Efektivitas dan Efisiensi
pada Usahatani Sayur di Kec. Getasan Kab. Semarang. Unnes, Semarang.

Sunarto. ST, 2012, Analisis Pendapatan Petani Desa Hutan dan Ketergantungannya akan
Sumberdaya Hutan, Unnes. Semarang

Syahyuti. 2002. Pembentukan Struktur Agraria pada Masyarakat Pinggiran Hutan. Tesis pada
Jurusan Sosiologi Pedesaan. IPB, Bogor.

Uphoff, Norman. 1986. Local Institutional Development: An Analytical Sourcebook With Cases.
Kumarian Press.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006

Van Der Ban, A.W. and Hawkins, H.S, 1999, Penyuluhan Pertanian, Terjemahan Agricultural
Extension, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai