Anda di halaman 1dari 16

ASPEK SAINS DAN TEKNOLOGI PADA BANGUNAN

HEMAT ENERGI

TUGAS AKHIR MATA KULIAH

SAINS DAN TEKNOLOGI BANGUNAN

OLEH :

CAHAYA NINGRUM

190160074

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ i
BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
Latar Belakang................................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
BAB II ................................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 4
BAB III ................................................................................................................................ 13
PENUTUP ........................................................................................................................... 13
Kesimpulan.................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 14

i
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Energi pada saat ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Selama ini penyangga utama kebutuhan energi masih mengandalkan
minyak bumi .Sementara itu tidak dapat dihindarkan bahwa minyak bumi semakin
langka dan mahal harganya. Dengan keadaan semakin menipisnya sumber energi
fosil tersebut, di dunia sekarang ini terjadi pergeseran dari penggunaan sumber
energi tak terbaharui menuju sumber energi terbaharui.

Indonesia terletak di garis katulistiwa, sehingga Indonesia mempunyai sumber


energi surya yang berlimpah dengan intensitas radiasi matahari rata-rata sekitar 4.8
kWh/m2 per hari di seluruh wilayah Indonesia. Energi panas matahari sangat
melimpah di daerah yang memiliki iklim tropis seperti di Indonesia yang selalu
disinari Matahari sepanjang tahun. Hal itu menjadi sumber energi yang sangat
berpotensi untuk dikembangkan. Salah satu contohnya pemanfaatan energi
matahari untuk menghasilkan energi listrik yang sering disebut dan lebih dikenal
oleh maasyarakat yaitu solar cell. Solar cell dalam menghasilkan energi masih
dalam jumlah yang tidak terlalu besar.

Di Indonesia sudah tersedia Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang


biasa digunakan untuk listrik di pedesaan terpencil, system seperti ini biasa disebut
dengan sebutan SHS (Solar Home System). Umumnya SHS itu berupa system
berskala kecil, dengan menggunakan modul surya 50-100 Wp (Watt peak) dan
menghasilkan listrik harian sebesar 150-300 Wh. Karena skalanya kecil maka
memakai system DC ( Direct Current), agar tidak terkena loses dan self
comsumption akibat penggunaan dari inverter.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya, adalah pembangkit yang memanfaatkan


sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Alat utama untuk menangkap,
perubah dan penghasil listrik adalah Photovoltaic atau yang disebut secara umum
Panel Solar Cell. Dengan alat tersebut sinar matahari dirubah menjadi listrik

1
2

melalui proses aliran-aliran elektron negatif dan positif didalam cell modul tersebut
karena perbedaan electron. Hasil dari aliran elektron-elektron akan menjadi listrik
DC yang dapat langsung dimanfatkan untuk mengisi battery / aki sesuai tegangan
dan ampere yang diperlukan. Rata-rata produk modul solar cell yang ada dipasaran
menghasilkan tegangan 12-18 VDC dan ampere antara 0.5-7 Ampere. Modul juga
memiliki kapasitas beraneka ragam mulai kapsitas 10 Watt Peak sampai dengan
200 Watt Peak juga memiliki type cell monocrystal dan polycrystal.

Di Era sekarang cukup banyak bangunan di Indonesia yang dirancang tanpa


pertimbangan penghematan energi sehingga berkonsekuensi terhadap tingginya
biaya operasional listrik setiap bulannya. Jika bangunan dirancang tanpa
pertimbangan energi, maka kesulitan akan muncul di kemudian hari, yakni dalam
hal menanggulangi beban operasional listrik yang tinggi. Hal ini dibuktikan oleh
data bahwa bangunan menghasilkan 50 persen total pengeluaran energi di Indonesia
dan lebih dari 70 persen konsumsi listrik keseluruhan digunakan oleh rumah tangga
dan sektor komersial (berdasarkan statistik listrik dan energi, 2011). Bangunan juga
bertanggung jawab bagi 30 persen emisi gas rumah kaca, serta menggunakan 30
persen bahan baku yang diproduksi. Sekitar 50 persen penggunaan energi pada
bangunan disebabkan oleh proses-proses yang diperlukan untuk menciptakan iklim
buatan dalam ruangan melalui pemanasan, pendinginan, ventilasi, dan
pencahayaan. Konsumsi energi bangunan pada umumnya memakan sekitar 25
persen dari total biaya operasi bangunan.

Perkiraan menunjukan bahwa desain yang ramah lingkungan dengan


menggunakan teknologi yang tersedia di dalam bangunan dapat mengurangi
konsumsi energi ventilasi dan pendinginan hingga 30 persen dan keperluan energi
pencahayaan hingga setidaknya 50 persen.

Para ahli bangunan yang berkiprah dalam penciptaan lingkungan buatan


(lingkungan terbangun) mempunyai tanggung jawab yang besar untuk ikut
mereduksi penggunaan energi melalui rancangan bangunan yang dapat
meminimalkan penggunaan energi. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi
para perancang lingkungan binaan di era yang terbalut pemanasan global seperti
3

saat ini, karena semakin panjang persoalan yang harus dipertimbangkan dalam
pengambilan keputusan rancangan. Hasil rancangan tidak lagi sekedar indah dalam
bentukannya dan fungsional dalam penggunaannya. Tetapi harus pula
memperhatikan tingkat keefisienan dalam penggunaan energi yang dalam hal ini
adalah mengurangi tingkat pemakaian listrik tanpa mengabaikan keindahan,
fungsionalitas dan kenyamanannya

Oleh karena itu, arsitek, ahli teknik dan konsultan memiliki tanggung jawab
sebagai perancang gedung untuk memotivasi, mendorong dan meyakinkan pemilik
dan pengembang bangunan gedung untuk mengutamakan penghematan energi
dalam bangunan gedung, dan/atau mengganti persediaan energi konvensional
dengan sumber energi yang terbarukan. Pendekatan konsep gedung hemat energi
dapat meningkatkan biaya pembangunan di awal, namun dengan mendorong
pemilik dan pengembang bangunan gedung untuk menggunakan analisis biaya
siklus, mereka dapat melihat keuntungan dari gedung hemat energi dalam jangka
panjang, baik secara biaya operasional maupun biaya pemeliharaan.

Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, Permasalahannya adalah


bagaimana rancangan bangunan yang dapat menghemat penggunaan energi?
Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan? Bertolak dari permasalahan
tersebut, maka melalui makalah ini penulis ingin memaparkan beberapa hal terkait
permasalahan tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bangunan, Kenyamanan dan Energi

Merancang bangunan adalah menghemat pemakaian energi tanpa harus


mengorbankan kebutuhan kenyamanan bagi penghuninya (Karyono, 1998). Office of
Technology Assesment (OTA) tentang Building Energy Efficiency (1992)
menyatakan bahwa penggunaan energi pada bangunan di masa yang akan datang
akan dikemudikan oleh perubahan teknologi. Penggunaan energi juga dipengaruhi
oleh faktor lain seperti jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi, perubahan
jumlah anggota keluarga, perubahan gaya hidup dan pola migrasi/perpindahan
penduduk.

Perancangan arsitektur hemat energi dapat dilakukan dengan dua cara:


secara pasif dan aktif. Perancangan pasif merupakan salah satu cara penghematan
penggunaan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif - tanpa
mengkonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih
mengandalkan kemampuan arsitek, bagaimana agar rancangan bangunan mampu
dengan sendirinya ‘memodifikasi’ kondisi iklim luar yang tidak nyaman menjadi
ruang di dalam bangunan yang nyaman.

Pengertian bangunan hemat energi lebih merujuk pada penghematan energi


yang tidak terbarukan. Penghematan ini dapat berupa penekanan penggunaan
energi (listrik) yang bersumber dari BBM, atau menggunakan energi listrik non-
BBM dan tergolong sebagai sumber energi terbarukan seperti halnya solar sel.
Energi primer akan menjadi relatif seirama dengan perjalanan waktu dan
perkembangan teknologi. Untuk saat ini energi primer merupakan energi yang
bersumber 3 dari minyak bumi (fossil fuels): batu bara, minyak, dan gas alam, serta
sumber energi terbarukan seperti matahari (photovoltaic), tenaga air, panas bumi
dan nuklir .

Dengan demikian pengertian bangunan hemat energi dalam konteks


pembahasan ini adalah bangunan yang dalam operasionalnya dapat menekan

4
5

(menghemat) penggunaan yang bersumber (terutama) dari minyak bumi. Sebuah


bangunan kantor delapan lantai yang dibangun tanpa menggunakan lift dapat
dianggap hemat energi karena menghemat pemakaian listrik untuk penggerak
mesin lift.

Ada banyak cara untuk memanfaatkan energi dari matahari. Tumbuhan


mengubah sinar matahari menjadi energi kimia dengan menggunakan fotosintesis.
Kita memanfaatkan energi ini dengan memakan dan membakar kayu.
Bagimanapun, istilah “tenaga surya” mempunyai arti mengubah sinar matahari
secara langsung menjadi panas atau energi listrik untuk kegunaan kita. Dua tipe
dasar tenaga matahari adalah “sinar matahari” dan “photovoltaic” (photo- cahaya,
voltaic=tegangan). Photovoltaic tenaga matahari melibatkan pembangkit listrik dari
cahaya. Rahasia dari proses ini adalah penggunaan bahan semi konduktor yang
dapat disesuaikan untuk melepas elektron, pertikel bermuatan negative yang
membentuk dasar listrik.

A. Photovoltaic cell
Sinar matahari yang menyinari di bumi dapat diubah menjadi energi
listrik melalui sebuah proses yang dinamakan photovoltaic (PV). Photo
merujuk kepada cahaya dan voltaic mengacu kepada tegangan.
Terminologi ini digunakan untuk menjelaskan sel elektronik yang
memproduksi energi listrik arus searah dari energi radian matahari.
Photovoltaic cell dibuat dari material semikonduktor terutama silikon
yang dilapisi oleh bahan tambahan khusus. Jika cahaya matahari
mencapai cell maka electron akan terlepas dari atom silikon dan
mengalir membentuk sirkuit listrik sehingga energi listrik dapat
dibangkitkan. Sel surya selalu didesain untuk mengubah cahaya menjadi
energi listrik sebanyakbanyaknya dan dapat digabung menjadi seri atau
parallel untuk menghasilkan tegangan dan arus yang diinginkan seperti
yang dinyatakan oleh Chenni et. al.(2007). Cara kerja dari photovoltaic
cell sangat tergantung kepada sinar matahari yang diterimanya. Kondisi
iklim (missal awan tebal dan kabut) mempunyai efek yang sangat
6

signifikan terhadap jumlah energi matahari yang diterima sel sehingga


akan mempengaruhi pula unjuk kerjanya seperti pembuktian dalam
penelitian Youness et. al. (2005) dan Pucar dan Despic (2002).
B. Jenis panel sel surya
Panel sel surya mengubah intensitas sinar matahari menjadi energi
lsitrik. Panel sel surya menghasilkan arus yang digunakan untuk mengisi
batere. Panel surya terdi dari photovoltaic, yang menghasilkan listrik
dari intensitas cahaya, saat intensitas cahaya berkurang(berawan,
mendung, hujan) arus listrik yang dihasilkan juga berkurang. Dengan
memperluas panel surya berarti menambah konversi tenaga surya.
Umumnya panel sel surya dengan ukuran tertentu memberikan hasil
yang tertentu juga. Contohnya ukuran a cm x b cm menghasilkan listrik
DC (Direct Current) sebesar x watt per hour.
C. Monokristal (Mono-crystalline)
Panel ini adalah panel surya yang paling efisien, yaitu menghasilkan
daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Memiliki efisiensi sampai
dengan 15%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi
di tempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh), kestabilannya akan
turun drastis dalam cuaca berawan.
D. Polikristal (Poly-crystalline)
Merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak. Type
polikristal memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan
dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama,
akan tetapi dapat menghasilkan listrik dalam keadaan cuaca berawan.
E. Gerakan harian Matahari
Jika dilihat dari bumi, matahari bergerak dari arah timur ke barat setiap
harinya. Lintasan matahari bergeser dari 23,50 LU ( tanggal 21
Desember) ke 23,50 (tanggal 21 Juni) membentuk siklus yang
berkelanjutan sepanjang tahun.
F. Pengaruh gerakan matahari terhadap energi surya
7

Photovoltaic cell selalu dilapisi oleh penutup yang berasal dari gelas,
maka optical input dari photovoltaic cell juga sangat dipengaruhi oleh
orientasinya terhadap matahari karena variasi sudut dari pantulan gelas.
G. Teknik pemasangan panel surya

Panel surya dapat diinstal di atas atap, di atas bangunan, di tanah, dan
berdiri sendiri menggunakan tiang. Tapi, di daerah pemukiman yang
keterbatasan ruang menjadi kendala besar, atap rumah umumnya lebih
disukai. Umumnya panel surya dipasang secara tetap (fixed) pada
dudukannya. Untuk Negara-negara 4 musim teknik yang diadopsi
umumnya dalah dengan menghadapkan panel tersebut kearah selatan (
Negara-negara di belahan bumi utara) atau ke arah utara (Negara-
negaraa di belahan bumi selatan) seperti yang telah di teliti oleh Tackle
and Shaw (2007). Panel surya diposisikan tegak lurus terhadap arah
datangnya matahari tepat di siang hari. Panel surya paling efektif ketika
kontak langsung dengan sinar matahari sehingga mereka dapat
menangkap sebagian besar sinar matahari yang mengarah ke mereka.
Panel surya harus diposisikan sehingga mereka mendapatkan paparan
sinar matahari yang baik di sekitar tengah hari ketika energi matahari
bisa ditangkap secara maksimum. Paparan sinar matahari dapat
bervariasi tergantung musim dan posisi matahari terhadap bumi, panel
8

surya harus dipasang sedemikian rupa sehingga mereka dapat


menghadap ke posisi matahari secara maksimal di setiap musim.

Beberapa cara lain yang dapat dilakukan untuk penghematan energi dalam
bangunan yaitu:

1. Melalui sistem utilitas bangunan (penerangan, pengkondisian udara, pompa,


BAS)

2. Melalui manusia-pengguna bangunan (pengetahuan, perilaku, disiplin hemat


energi)

3. Melalui rancangan arsitektur bangunan (sistem pasif dan aktif)

Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi


yang hemat energi yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil akhir yang hemat
energi, pengembang bangunan harus memahami elemen-elemen utama efisiensi
energi, yaitu:

a. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process).


Proses desain terintegrasi mencakup karakteristik lokasi dan desain
bangunan, yang meliputi pilihan-pilihan arsitektur, struktural, mekanikal
dan elektrikal dengan tujuan untuk meminimalisasi konsumsi energi. Untuk
mencapai tujuannya, pendekatan terintegrasi ini membutuhkan kolaborasi
erat antara arsitek dengan insinyur mekanikal, struktural, dan elektrikal,
serta kontraktor dalam fase desain dan konstruksi.
b. Pilihan Material dan Teknologi.
Seluruh material dan teknologi yang digunakan pada fasat dan lapisan luar
dari selubung bangunan, untuk konservasi air, pemasangan listrik (lampu,
dan sebagainya), dan sistem AC, harus didesain secara akurat untuk
meminimalisasi konsumsi energi yang dihasilkan, dan pada saat yang
bersamaan juga memenuhi syarat fungsional dan lainnya dari bangunan
tersebut.
c. Iklim.
9

Karena kebanyakan energi dalam bangunan digunakan untuk memastikan


kenyamanan manusia, jelas bahwa iklim sekeliling serta kondisi dalam
ruangan yang ditargetkan memiliki dampak yang besar bagi kinerja energi
bangunan:
• Radiasi sinar matahari (panas dan cahaya) mempengaruhi persyaratan
beban pendinginan dan desain pencahayan bangunan. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh orientasi fasat bangunan dan material yang digunakan
pada selubung bangunan.
• Suhu udara dengan kelembaban relatif merupakan parameter dominan
untuk mempertimbangkan desain AC untuk mencapai kenyamanan manusia
dan lingkungan dalam ruangan yang diinginkan.
• Kelembaban relatif memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan
dalam ruangan dan kenyamanan manusia sehingga menjadi faktor penting
dalam menentukan desain AC dan pencapaian iklim dalam ruangan yang
baik.
• Arah angin utama dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk
mengurangi kebutuhan pendinginan dan ventilasi sehingga perlu untuk
dipertimbangkan.
d. Operasional.
Panduan operasional dan pemeliharaan bangunan yang difokuskan pada
langkah-langkah efisiensi energi esensial untuk mencapai dan memelihara
kinerja energi yang ditargetkan melalui desain bangunan. Lebih lanjut lagi,
Building Automation System dan Building Energy Management System
(BAS & BEMS) merupakan sistem yang tepat untuk mencapai dan
memelihara operasional bangunan yang efisien, terutama pada bangunan
besar.
e. Perilaku.
Kesadaran dan kepedulian akan pemakaian energi serta lingkungan dalam
ruangan dari seluruh penghuni bangunan sangatlah penting. Pendidikan dan
pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan akan
pentingnya upaya-upaya pengelolaan bangunan dalam memelihara dan
10

meningkatkan efisiensi energi bangunan serta bentuk-bentuk kontribusi


yang mereka dapat lakukan.

Strategi Penghematan Energi dalam Bangunan

Beberapa strategi umum dalam menekan penggunaan energi dalam bangunan


(tanpa harus mengorbankan kenyamanan) adalah sebagai berikut:

1. Mencegah terjadinya efek rumah kaca


Efek rumah kaca adalah akumulasi panas di dalam bangunan/ruang akibat
radiasi matahari. Dinding-dinding trasparan (kaca) yang ditembus oleh
cahaya matahari langsung akan menimbulkan efek rumah kaca. Jika hal ini
terjadi dalam bangunan dengan skala pemanasan yang besar, suhu dalam
bangunan akan meningkat. Untuk menurunkannya diperlukan mesin
pengkondisian udara dengan kapasitas yang lebih besar dibanding jika
bangunan tidak/atau sedikit mengalami efek rumah kaca. Energi untuk
pendinginan akan menjadi besar akibat efek rumah kaca ini. Untuk
mencegah efek rumah kaca, dinding-dinding transparan harus dihindari dari
jatuhnya sinar matahari langsung.
2. Mencegah terjadinya akumulasi panas pada ruang antara atap dan langit-
langit
Untuk bangunan dengan atap miring perlu dipikirkan untuk menghindari
terjadinya akumulasi panas pada ruang antara penutup atap dengan langit-
langit. Untuk itu ruang ini perlu diberi bukaan, sehingga memungkinkan
aliran udara silang menyingkirkan panas yang terakumulasi ini. Jika hal ini
tidak dilakukan ruang di bawah langit-langit akan panas, sehingga bangunan
memerlukan energi ekstra (misalnya mesin pendingin) untuk menurunkan
suhu ruang tersebut.
3. Meletakkan ruang-ruang penahan panas pada sisi timur- barat
Pada sisi-sisi timur dan barat bangunan yang langsung berhadapan dengan
jatuhnya sinar matahari sebaiknya diletakkan ruang-ruang yang berfungsi
11

sebagai ruang antara guna mencegah aliran panas menuju ruang utama
misalnya ruang kantor. Ruang-ruang antara ini dapat berupa ruang tangga,
gudang, toilet, pantry, dan sebagainya.
4. Melindungi pemanasan dinding yang menghadap timur atau barat
Seandainya pada sisi timur dan barat bangunan tanpa dapat dihindari harus
diletakkan ruang-ruang utama, maka untuk menghindari pemanasan pada
ruang tersebut dinding-dinding ruang perlu diberi penghalang terhadap sinar
matahari langsung. Atau dinding dibuat rangkap di mana di antara kedua
dinding tersebut diberi ruang antara yang diberi lubang-lubang ventilasi.
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap perilaku termis ruang utama di
dalamnya, di mana suhu udara ruang akan lebih rendah secara mencolok
dibanding hanya menggunakan dinding tunggal.
5. Mencegah jatuhnya radiasi matahari pada permukaan keras
Karena permukaan keras (aspal, beton, dsb) cenderung merupakan material
yang menyerap panas (kemudian dipancarkan kembali ke udara), maka suhu
udara di atas permukaan keras yang terkena radiasi matahari cenderung
lebih tinggi di banding dengan di atas rumput atau perdu misalnya .
Penggunaan material keras sebagai penutup halaman, jalan, tempat parkir,
dsb. akan menaikan suhu udara di sekitar bangunan seandainya permukaan
tersebut dibiarkan terbuka terhadap radiasi langsung matahari. Untuk itu
permukaan dengan material padat/keras sebaiknya dilindungi (dipayungi)
dari jatuhnya radiasi langsung matahari agar suhu udara sekitar bangunan
tetap rendah.
6. Memanfaatkan aliran udara malam hari yang bersuhu rendah
Dalam rangka penghematan energi dalam bangunan potensi ini dapat
dimanfaatkan dengan cara mengalirkan angin yang bersuhu rendah tersebut
melalui dinding (yang dibuat rangkap-berongga) serta lantai (berongga,
dengan raised floor). Tujuan dari pengaliran udara ini adalah menurunkan
suhu massa bangunan (building fabric) serendah mungkin mendekati atau
sama dengan suhu udara minimum tersebut. Suatu ruang yang memiliki
lantai, dinding dan langit-langit dengan suhu rendah akan lebih mudah
12

mencapai kenyamanan meskipun suhu udara luar relatif tinggi, karena pada
kenyataan sensasi suhu (termis) tidak saja ditentukan oleh suhu udara,
namun juga oleh suhu radisi permukaan ruang (lantai, dinding dan langit-
langit). Beberapa percobaan model dengan simulasi komputer serta uji coba
pada bangunan-bangunan baru telah membuktikan keampuhan teknik
pendinginan malam hari ini dalam usaha menekan pengunaan energi dalam
bangunan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan energi pada


bangunan banyak dipengaruhi oleh faktor iklim, kualitas lingkungan di sekitar
bangunan, arah hadap bangunan, denah bangunan, dan bahan bangunan. Dengan
konsep rancangan yang tepat maka bangunan dapat memodifikasi iklim luar yang
tidak nyaman menjadi iklim ruang yang nyaman tanpa banyak mengkonsumsi
energi listrik, yaitu dengan menghadapkan bangunan ke arah utara atau selatan yang
lebih sedikit mendapat paparan sinar matahari, meminimalkan sekat dalam ruangan,
memperbesar volume ruangan, membuat ventilasi silang, skylight, menggunakan
bahan batu bata sebagai dinding, serta memperhatikan perbandingan ruang
terbangun dengan ruang terbuka hijau.

13
DAFTAR PUSTAKA

Baker, N.V. (1994), Energy and Environment in Non-Domestic Buildings A Technical


Design Guide, Cambridge Architectural Research Ltd. and The Martin Centre for
Architectural and Urban Studies, University of Cambridge, UK.

Dzulfikar, D., & Broto, W. (2016). Optimalisasi Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga
Surya Skala Rumah Tangga. SNF2016-ERE-73-SNF2016-ERE-76.
https://doi.org/10.21009/0305020614.

De Dear, R.J., Brager, G., Cooper, D. (1997), Developing an Adaptive Model of


Thermal Comfort and Practice, Macquarie Research Ltd.- Macquarie Univ.,
Australia and Center for Env. Design Research, Univ. of California Berkley, USA.

Karyono, T. H. (1998). Arsiktektur Tropis Dan Bangunan Hemat Energi. Universitas


Tarumanagara, 1(1).

Karyono, T. H. (2011). Bangunan Hemat Energi Di Kawasan Tropis. Seminar


Bangunan Hemat Energi, Balai Besar Teknologi Energi (B2TE), 1–11

U.S. Congress, Office of Technology Assessment, Building Energy Efficiency, OTA-


E-518 Washington, DC: U.S. Government Printing Office, 1992.

Widayana, G. (2012). Pemanfaatan Energi Surya. JPTK UNDIKSHA, 9, 37–46.

14

Anda mungkin juga menyukai