Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

POLIURETENA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teknologi Polimer


Dosen Pengampu : Dyah Retno Sawitri, S.T., M.Eng.

Disusun Oleh :
Aldila Suryani 20521076
R. Sekar Arum 20521086
Wahidatul Nur Kharisma 20521102
Riqqah Nabila 20521120

PRODI TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2023
DAFTAR ISI

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Poliuretena

Poliuretena adalah bahan polimer yang mengandung gugus fungsi uretan (-NHCOO-)

dalam rantai utamanya. Gugus uretan terbentuk dari reaksi antara gugus isosianat dengan

gugus hidroksil. Poliuretena telah banyak digunakan pada industri busa fleksibel, busa semi

fleksibel, busa kaku, pelapis, perekat, sealant, elastomer dan resin. Kattiyaboot dan Tongpin

(2016) menyatakan bahwa busa poliuretena fleksibel (PUF) memiliki pasar terbesar dari

semua produk poliuretena. Busa PUF banyak digunakan untuk furniture, kasur, bantal,

kemasan, transportasi, dan lain-lain.

Polyurethane dibuat dengan mereaksikan molekul yang memiliki gugus isosianat

dengan molekul yang memiliki gugus hidroksil, seperti ditunjukkan pada gambar 1.1.

Dengan demikian, jenis dan ukuran setiap molekul pembentuk akan memberikan sumbangan

terhadap sifat polyurethane yang terbentuk. Hal inilah yang membuat polyurethane menjadi

polimer yang sangat fleksibel baik dalam sifat mekanik maupun aplikasinya.

Gambar 1.1 Ikatan Uretena dan reaksi pembentukan Polyurethane (Cheremisinoff,1989)

1.2 Sejarah Poliuretena

Penemuan poliuretena (PU) dimulai pada awal abad ke-20, ketika peneliti dan

insinyur sedang mencari alternatif baru untuk karet alami. Perkembangan poliuretena sebagai

polimer dimulai pada tahun 1937 ketika ahli kimia Jerman bernama Otto Bayer berhasil

3
mensintesis poliuretana pertama kali. Otto Bayer adalah salah satu ilmuwan di perusahaan

kimia Jerman, IG Farben (sekarang Bayer AG), pada pekerjaan awal berfokus pada produk

PU yang diperoleh dari diisosianat alfatik dan diamina yang membentuk rantai polimer

dengan unit uretan. Poliuretena tersedia secara komersial pada tahun 1952 dimulai dengan

produksi busa poliuretena pertama oleh perusahaan jerman, Otto Bock.

Pada tahun 1969, teknologi PU Reaction Injection Moulding (PU RIM)

diperkenalkan yang kemudian berkembang menjadi Reinforced Injection Moulding (RRIM)

yang menghasilkan material PU berkinerja tinggi yang pada tahun 1983 menghasilkan mobil

dengan bodi plastik pertama di Amerika Serikat. Pada tahun 1990-an teknologi pelapisan

semprot PU two-pack atau PU-Poliurea mulai digunakan dengan keuntungan signifikan

karena tidak sensitif terhadap kelembapan dengan reaktivitas yang cepat. Kemudian

berkembanglah strategi pemanfaatan poliol berbasis minyak nabati untuk pengembangan PU.

Saat ini, dunia PU telah berkembang jauh dari PU hibrida, komposit PU, PU non-isosianat,

dengan aplikasi serbaguna di berbagai bidang. Ketertarikan pada PU muncul karena sintesis

dan protokol aplikasinya yang sederhana, reaktan dasar yang sederhana (sedikit), dan sifat-

sifat unggul dari produk akhir.

1.3 Klasifikasi Poliuretena

Poliuretena dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor, termasuk jenis

isosianat yang digunakan, jenis poliol yang digunakan, dan karakteristik fisiknya. Berikut

adalah detail klasifikasi berdasarkan fakto-faktor tersebut :

1.3.1 Berdasarkan Jenis Isosianat :

a. Poliuretena Berbasis MDI (Metilen Difenil Diisosianat)

Poliuretena jenis ini menggunakan MDI sebagai isosianat utama. MDI

menghasilkan poliuretena dengan sifat mekanik yang baik, daya tahan

4
terhadap abrasi, dan stabilitas dimensi yang tinggi. Biasanya digunakan dalam

aplikasi yang membutuhkan ketahanan fisik yang tinggi, seperti bagian

kendaraan, alas kaki, dan perlindungan pelindung.

b. Poliuretena Berbasis TDI ( Toluena Diisosianat )

Poliuretena yang menggunakan TDI sebagai isosisianat utama. TDI

menghasilkan poliuretena dengan kekuatan yang baik, elastisitas, dan daya

lentur. Biasanya digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan kelembutan

dan elastisitas, seperti busa kasur, bantalan kursi, dan penyegel karet.

1.3.2 Berdasarkan Jenis Poliol :

a. Poliuretena Berbasis Poliester

Poliuretena yang menggunakan poliester sebagai poliol utama. Poliuretena

berbasis poliester umumnya memiliki ketahanan terhadap cairan, ketahanan

terhadap keausan, dan kekuatan yang baik. Biasanya digunakan dalam aplikasi

yang melibatkan kontak dengan cairan seperti pelapis tahan air, bantalan tahan

gesekan, dan peralatan kimia.

b. Poliuretena Berbasis Polieter

Poliuretena yang menggunakan polieter sebagai poliol utama. Poliuretena

berbasis polieter umumnya memiliki elastisitas yang tinggi, ketahanan

terhadap suhu ekstrem, dan ketahanan terhadap oksidasi. Biasanya digunakan

dalam aplikasi yang melibatkan kelembutan, fleksibilitas dan ketahanan

terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim seperti seal, elastomer, dan pelapis

kabel.

1.3.3 Berdasarkan Karakteristik Fisik :

a. Poliuretena Fleksibel

5
Poliuretena dengan kelembutan, elastisitas, dan fleksibilitas tinggi. Digunakan

dalam aplikasi yang membutuhkan kenyamanan, seperti bantalan kursi, pelapis

kasur, dan penutup tanggan. Dapat digunakan dalam bentuk busa atau film

elastis.

b. Poliuretena Kaku

Poliuretena dengan kekakuan dan kekuatan yang tinggi. Digunakan dalam

aplikasi yang membutuhkan kekakuan struktural, seperti panel dinding, bahan

isolasi, dan komponen struktural otomotif. Dapat digunakan dalam bentuk

padat atau berbentuk bus.

6
BAB II

REAKSI POLIMERISASI DAN TEKNIK POLIMERISASI

2.1 Mekanisme Reaksi Pembentukan Poliuretena

Nicholson (1997) menyatakan bahwa poliuretena merupakan polimer termoset yang

terbentuk dari reaksi antara senyawa diisosianat dengan senyawa polifungsi yang

mengandung sejumlah gugus hidroksil. Bahan dasar untuk membuat poliuretena yaitu

polimer yang terdiri atas beberapa unit monomer dalam molekulnya, yang dikenal sebagai

oligomer. Jenis oligomer yang dimaksud dapat berupa polieter ataupun poliester.

Poliol polieter merupakan polimer dengan massa molekul rendah yang diperoleh

dari reaksi pembukaan cincin pada polimerisasi alkilena oksida. Sedangkan poliol

poliester diperoleh dari reaksi polimerisasi glikol dengan asam dikarboksilat. Jadi, pada

dasarnya poliuretena dapat dibuat melalui reaksi polimerisasi antara monomer-monomer

diisosianat dengan poliol polieter atau poliester. Polieter yang dapat digunakan sebagai

poliol dalam sintesis poliuretena yaitu polytetra etilen glikol, polietilen glikol, dan

polipropilen glikol. Poliester yang umum digunakan untuk sintesis poliuretena yaitu

poliester jenuh yang mengandung gugus hidroksil terminal, di antaranya polietilen adipat,

polipropilen adipat, dan gliserol adipat.

Dalam strukturnya, poliuretena memiliki gugus uretan sebagai penghubung antara

isosianat dengan poliol yang dijadikan sebagai unit pengulangan. Uretan merupakan turunan

dari asam karbamat yang hanya ada dalam bentuk ester, terbentuk melalui reaksi kondensasi

antara suatu senyawa isosianat dengan suatu alkohol, dimana persamaannya dapat dilihat

pada gambar berikut:

7
Gambar 2.1 Reaksi Kondensasi Senyawa Isosianat dengan Senyawa Poliol

Sebagai elastomer elastis, poliuretena diperoleh dalam bentuk kopolimer blok yang

mengandung segmen keras dan lunak secara bergantian. Segmen keras terbentuk dari hasil

reaksi antara MDI dengan 1,4- butanediol, sedangkan poliuretena yang disintesis dari PPG

membentuk segmen lunak.

Gambar 2.2 Struktur Prepolimer Poliuretena yang merupakan hasil reaksi dari
Polipropilen Glikol (PPG) dan 1,4 butanediol dengan MDI.

2.2 Sintesis Poliuretena (PU)

Poliuretena dapat disintesis dengan densitas bervariasi mulai dari 6 kg/m³ hingga

1220 kg/m³ serta kekakuan yang bervariasi pula mulai dari elastomer yang sangat fleksibel

hingga plastik kaku dan rigid. Dengan demikian produk poliuretena dapat berupa elastomer

termoplastik linier yang lunak sampai busa termoset yang keras. Sintesis PU pada umumnya

8
dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama adalah sintesis prapolimer yang mengandung

gugus isosianat bebas, dan pada tahap kedua adalah reaksi pemanjangan rantai silang

polimer. Sintesis PU umumnya menggunakan PEG dan polipropilen glikol, sedangkan

sintesis PU jenuh yang mengandung gugus hidroksil lebih sering menggunakan poliester

seperti polietilen adipat, polipropilen adipat, dan gliserol adipat. Reaksi antara senyawa

hidroksil difungsi atau polifungsi dengan isosianat difungsi atau polifungsi membentuk PU

dinyatakan dalam persamaan berikut:

Gambar 2.3 Reaksi antara senyawa Hidroksil Difungsi atau Polifungsi dengan Isosianat
Difungsi atau Polifungsi membentuk PU

Metode yang umum dilakukan untuk mensintesis poliuretena adalah dengan

mereaksikan suatu diol dengan diisosianat melalui metode polimerisasi larutan dan lelehan

pada temperatur cukup tinggi. Poliuretena struktur linier dibuat melalui reaksi antara diol

rantai pendek dengan diisosianat. Poliuretena struktur bercabang dan berikatan silang

dibuat melalui reaksi diisosianat dengan senyawa yang pada satu molekulnya memiliki

gugus hidroksil lebih dari dua, atau dibuat melalui reaksi glikol dengan diisosianat dengan

penambahan sejumlah kecil senyawa poliol. Poliol yang biasa digunakan sebagai

komonomer di antaranya adalah gliserol, 1,2,4-butanetriol, polivinil alkohol, atau hasil

hidrolisis parsial selulosa asetat. Bahan-bahan poliuretena hasil sintesis, terutama

poliuretena yang mempunyai struktur ikatan silang, ternyata bersifat inert dan sukar terurai

oleh mikroorganisme dibandingkan dengan poliuretena struktur linier, namun lebih luas

dalam aplikasinya.

9
BAB III

STRUKTUR, SIFAT FISIS DAN KIMIA

3.1 Struktur Poliuretena

Poliuretena yang dibuat dari bahan alam memiliki struktur kimia yang

tergantung pada komponen alam tersebut. Pada Gambar berikut ditunjukkan

struktur kimia poliuretena yang dibuat dari lignin dan struktur kimia poliuretena

yang dibuat dari sakarida.

Gambar 3.1 Struktur Kimia Poliuretena dengan Poliol dari Lignin

Poliol yang diperoleh dari lignin berfungsi sebagai koreagen yang cukup

kompetitif secara ekonomi, terutama untuk pembuatan poliuretena jenis busa, perekat,

dan pelapis.

10
Gambar 3.2 Struktur Kimia Poliuretena dengan Poliol dari Sakarida

Penambahan sakarida (glukosa, maltosa) dan amilosa dalam sintesis

poliuretena dapat meningkatkan besarnya indeks ikatan hidrogen (HBI) dan

temperatur transisi gelas (Tg) poliuretena. Dengan semakin bertambahnya unit

glukosa penyusun poliol, maka semakin meningkatkan besarnya indeks ikatan

hidrogen (HBI), temperatur transisi gelas (Tg), serta kestabilan termal poliuretena.

3.2 Sifat Fisis dan Kimia Poliuretena

3.2.1 Bahan Baku

1. 4,4 Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI)

 Sifat Fisik

Tabel 3.1 Sifat Fisik 4,4 Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI)


Bentuk Cairan (pada suhu ruangan)
Warna Putih
Bau Tidak berbau,bau tajam/pedas
(pada temperatur tinggi)

Berat molekul 250,36 gr/mol


Flash point 212 – 214°C
Boiling point (760 mmHg) 314°C (1 atm)
Melting point 30 – 38°C

11
Spesific gravity (25°C) 1,23 (pada 25°C)
Densitas 1,183 (gram/cm³)

 Sifat Kimia

Tabel 3.2 Sifat Kimia 4,4 Methylene Diphenyl Diisocyanate (MDI)


Reaksi dengan alcohol R-N=C=O + R’ → R-NH-CO-O-R’
membentuk urethane

Reaksi dengan amine membentuk R-N=C=O + R’NH₂ → R-NH-CO-


urea NH-R’

Reaksi dengan asam karboksilat R-N=C=O + R’COOH → R-NH-CO-


menjadi amida O-CO-R’ → R-NH-CO-R’ + CO₂

Reaksi dengan air membentuk R-N=C=O + H₂O → R-NH-COH →


asam karbamat R-NH –CO-NH-R

Bereaksi dengan phenol R-N=C=O + R”OH → R-NH-CO-O-


membentuk urethane R”

2. Polyol (Polyether)

 Sifat Fisis

Tabel 3.3 Sifat Fisis Polyol


Struktur Sucrose, propylene glycol,
propylene okside
Bentuk Cairan kental
Warna Jernih, kekuningan sampai
kecoklatan
Warna (APHA) <15 (Gardner)
Bilangan Hidroksil 380+/-25
Kandungan Hidroksil 10,7-12,6 %
Bilangan Asam <0,15
Viskositas (25°C) 11.000-15.000 mPa.s
Kandungan air 0,15 %
Ph 6,5-8
Densitas (20°C) 1,1 gr/cm³
Flash point >100°C
Pour point -2°C
Ignition temperature 410°C
Spesific heat 0,47 cal/g/K
Konduktivitas termal 0,14 kkal/m/h/K

12
Kadar abu <0,05 %
Unsaturation <0,005 meq/gram
Kandungan perokside <15 ppm (sebagai H₂O₂)

 Sifat Kimia

a. Anhidrasi

Polyol bisa kehilangan satu atau dua molekul air dengan

adanya panas, terutama dengan adanya katalis.

b. Oksidasi

Polyol bisa teroksidasi oleh beberapa oksidator seperti

permanganat, kromat, dan asam nitrat yang menyebabkan

degradasi polyol menjadi karbon dioksida.

c. Reduksi

Polyol asiklis bisa direduksi oleh asam hidrat pekat dengan

tekanan hidrogenasi yang besar dan adanya katalis (hidrogen).

Produk utama yang dihasilkan adalah alkil iodida dan alkene

tanpa penambahan rantai karbon.

d. Pembentukan asetal

Seperti alkohol pada umumnya, polyol bereaksi dengan aldehid

dan keton menghasilkan asetal dan ketal.

e. Esterifikasi

Ester dengan asam organik bisa dibuat dengan mereaksikan

asam anhidrat atau asam klorida.

f. Eterifikasi

Eter dari polyol dibuat dari reaksi metil atau etil sulfat dengan

alkil atau alkil klorida.

3.2.2 Bahan Pembantu

13
1. Katalis (2,3 Dimethylcyclohexylamine)

 Sifat Fisis

Tabel 3.4 Sifat Fisis Katalis (2,3 Dimethylcyclohexylamine)


Bentuk Cairan jernih
Warna Kuning sangat jernih
Berat molekul 127,23
Densitas (20°C) 0,8350 gr/cm³
Flash point 51°C
Boiling point 158-160°C (1 atm)
Kelarutan Agak sukar larut dalam air

 Sifat Kimia

a. Stabil pada temperatur dan kondisi normal.

b. Tidak bercampur poliuretena dengan bahan – bahan oksidator

kuat, asam kuat, asam klorida, asam anhidrat.

c. Terdekomposisi dengan oksida nitrogen, karbon monoksida,

karbon dioksida.

d. Tidak membentuk polymer.

2. Blowing agent (Trichloro Monofluoro Methane/TCFM-11)

 Sifat Fisis

Tabel 3.5 Sifat FisiS Blowing agent (Trichloro Monofluoro Methane/TCFM-


11)
BM 137,38
Density (20°C,gr/ml) 1,488
Boiling point (1 atm,°C) 23,8
Freezing point (°C) -111

3. Surfaktan (Polydimenthylsiloxane)

 Sifat Fisis

Rumus (RnSiO₄-n/₂)m
Melting point (°C) 17,4
Boiling point (°C) 14 175,0
Density (gr/cc) 0,9958
 Sifat Kimia

a. Dalam H₂SO₄ 9% membentuk silyl sulphate.

b. Larut dalam alkohol panas yang ditambahkan cairan kaustik

menjadi octa phenyl cyclotetrasiloxane dan air.

c. Larut dalam eter membentuk hexaphenyl cyclotrisiloxane.

4. Produk (Poliuretena Densitas Berat)

 Sifat Fisis

Tabel 3.6 Sifat Fisik Produk (Poliuretena Densitas Berat)


Densitas 250-800 kg/m³
Konduktivitas Thermal (0°C) 0,018-0,023 W/mK
Kekuatan tekanan (10% strain) :
a. Paralel ke tinggi blok 225 kPa
b. Paralel ke panjang blok 180 kPa
c. Paralel ke lebar blok 130 kPa
Kekuatan regangan
a. Paralel ke tinggi blok 340 kPa
b. Paralel ke panjang blok 240 kPa
Kerapuhan 5 % berat hilang/menit

 Sifat Kimia

a. Tahan terhadap asam atau basa.

b. Larut dalam pelarut organik.

c. Terbakar sempurna menjadi CO₂.

BAB IV

PROCESSING

15
4.1 BAHAN BAKU

PU dibentuk melalui reaksi kimia antara di / poli isosianat dan diol atau

poliol, membentuk gugus uretan berulang, umumnya dengan adanya pemanjang

rantai, katalis, dan / atau aditif lainnya. Seringkali, cincin ester, eter, urea, dan

aromatik juga hadir bersama dengan ikatan uretan di tulang punggung PU.

4.1.1 ISOSIANAT

Isosianat adalah komponen penting yang diperlukan untuk sintesis PU.

Ini adalah isosianat di-atau polifungsional yang mengandung dua atau lebih

dari dua gugus -NCO per molekul. Ini bisa bersifat alifatik, sikloalifatik,

polisiklik atau aromatik seperti TDI, MDI, xylene diisosianat (XDI), meta-

tetrametilksiilena diisosianat (TMXDI), xilena diisosianat terhidrogenasi

(HXDI), naftalena 1,5-diisosianat (NDI), p-fenilena diisosianat (PPDI), 3,3'-

dimethyldiphenyl-4, 4'-diisocyanate (DDDI), 1,6 hexamethylene

diisocyanate (HDI), 2,2,4- trimethylhexamethylene diisocyanate (TMDI),

isophorone diisocyanate (IPDI), 4,4'- dicyclohexylmethane diisocyanate (H12

MDI), norbornane diisocyanate (NDI), 4,4'-dibenzyl diisocyanate (DBDI).

Gambar 4.1 menunjukkan contoh beberapa isosianat yang umum.

Gugus isosianat memiliki urutan ikatan rangkap yang terakumulasi

sebagai R-N=C=O, di mana reaktivitas isosianat diatur oleh karakter positif

atom karbon (Gambar 4.2 ), yang rentan terhadap serangan nukleofil, dan

oksigen dan nitrogen oleh elektrofil.

Jika R adalah gugus aromatik, muatan negatif terdelokalisasi ke dalam

R (Gambar 4.3), dengan demikian, isosianat aromatik lebih reaktif daripada

isosianat alifatik atau sikloalifatik. Dalam kasus isosianat aromatik, sifat

16
substituen juga menentukan reaktivitas, yaitu substituen penarik elektron

pada posisi orto atau para meningkatkan reaktivitas dan substituen pendonor

elektron menurunkan reaktivitas gugus isosianat. Dalam diisosianat,

keberadaan isosianat kedua yang menarik elektron meningkatkan reaktivitas

isosianat pertama.

isosianat; diisosianat aromatik tersubstitusi para lebih reaktif daripada

analog orto mereka terutama disebabkan oleh hambatan sterik yang diberikan

oleh fungsi -NCO kedua. Reaktivitas gugus dua-NCO dalam isosianat juga

berbeda satu sama lain, berdasarkan posisi gugus -NCO. Sebagai contoh,

gugus -NCO dalam IPDI berbeda dalam reaktivitasnya karena perbedaan

titik lokasi gugus -NCO. TMXDI berfungsi sebagai isosianat alifatik karena

dua gugus isosianat tidak berkonjugasi dengan cincin aromatik. Isosianat lain

yang semakin diminati adalah isosianat yang diakhiri dengan vinil karena

bersama dengan gugus -NCO, gugus vinil ekstra menyediakan tempat untuk

ikatan silang (Gambar 4.4)

Gambar 4.1 Isosianat Umum

17
Gambar 4.2 Resonansi dalam isosianat

Gambar 4.3 Resonansi dalam isosianat aromatic

Gamabar 4.4 Isosinat lainnya

Poliisosianat seperti triisosianat yang berasal dari TDI, HDI, adduct

IPDI dengan trimetilolpropana (TMP), isosianat yang didimerisasi yang

disebut sebagai uretdiones, MDI polimer, isosianat tersumbat (di mana

alkohol, fenol, oksim, laktam, hidroksilamina merupakan bahan penghambat)

juga digunakan dalam produksi PU. Akhir-akhir ini, isosianat turunan asam

lemak juga dibuat melalui penataan ulang Curtius dengan tujuan untuk

menghasilkan PU yang sepenuhnya berbasis biobased. Pilihan isosianat

untuk produksi PU diatur oleh properti yang diperlukan untuk aplikasi

18
penggunaan akhir. Untuk membuat PU yang kaku, isosianat aromatik

dipilih, namun, PU yang berasal dari isosianat ini menunjukkan stabilitas

oksidatif dan ultraviolet yang lebih rendah.

4.1.2 Poliol

Zat yang mengandung sejumlah gugus hidroksil disebut sebagai poliol.

Poliol juga dapat mengandung ester, eter, amida, akrilik, logam, metaloid,

dan fungsi lainnya, bersama dengan gugus hidroksil. Poliol poliester (PEP)

terdiri dari gugus ester dan hidroksilat dalam satu tulang punggung. Mereka

umumnya dibuat dengan reaksi kondensasi antara glikol, yaitu etilen glikol,

1,4-butana diol, 1,6-heksana diol dan asam dikarboksilat / anhidrida (alifatik

atau aromatik). Sifat-sifat PU juga bergantung pada tingkat ikatan silang

serta berat molekul PEP awal. Sementara PEP yang sangat bercabang

menghasilkan PU yang kaku dengan ketahanan panas dan kimia yang baik,

PEP yang lebih sedikit bercabang menghasilkan PU dengan fleksibilitas yang

baik (pada suhu rendah) dan ketahanan kimia yang rendah. Demikian pula,

poliol dengan berat molekul rendah menghasilkan PU yang kaku sementara

poliol rantai panjang dengan berat molekul tinggi menghasilkan PU yang

fleksibel. Contoh yang sangat baik dari PEP yang terbentuk secara alami

adalah minyak jarak. Minyak nabati lainnya (VO) melalui transformasi

kimiawi juga menghasilkan PEP. PEP rentan terhadap hidrolisis karena

adanya gugus ester, dan ini juga menyebabkan kerusakan sifat mekaniknya.

Masalah ini dapat diatasi dengan penambahan sedikit karbodiimida. Polieter

poliol (PETP) lebih murah daripada PEP. Mereka diproduksi melalui reaksi

adisi etilena atau propilena oksida dengan alkohol atau inisiator atau inisiator

amina dengan adanya katalis asam atau basa. PU yang dikembangkan dari

19
PETP menunjukkan permeabilitas kelembaban yang tinggi dan Tg yang

rendah, yang membatasi penggunaannya secara luas dalam pelapis dan cat.

Contoh lain dari poliol adalah poliol terakrilasi (ACP) yang dibuat dengan

polimerisasi radikal bebas hidroksil etil akrilat/metakrilat dengan akrilik lain.

ACP menghasilkan PU dengan stabilitas termal yang lebih baik dan juga

memberikan karakteristik khas akrilik pada PU yang dihasilkan. PU ini

menemukan aplikasi sebagai bahan pelapis. Poliol dimodifikasi lebih lanjut

dengan garam logam (misalnya, asetat logam, karboksilat, klorida)

membentuk poliol yang mengandung logam atau poliol hibrida (MHP). PU

yang diperoleh dari MHP menunjukkan stabilitas termal, kilap, dan perilaku

anti-mikroba yang baik. Literatur melaporkan beberapa contoh PEP, PETP,

ACP, MHP berbasis VO yang digunakan sebagai bahan pelapis PU. Contoh

lainnya adalah diol dan poliol amida lemak turunan VO (dijelaskan secara

rinci dalam bab 20 Poliuretan berbasis minyak biji: wawasan), yang telah

berfungsi sebagai bahan awal yang sangat baik untuk pengembangan PU. PU

ini telah menunjukkan stabilitas termal dan ketahanan hidrolitik yang baik

karena adanya gugus amida dalam tulang punggung diol atau poliol.

4.1.3 Aditif

Bersama dengan poliol dan isosianat, beberapa aditif mungkin juga

diperlukan selama produksi PU, terutama untuk mengontrol reaksi,

memodifikasi kondisi reaksi, dan juga untuk menyelesaikan atau

memodifikasi produk akhir. Ini termasuk katalis, pemanjang rantai, pengikat

silang, pengisi, pemulung kelembaban, pewarna, dan lainnya. Dalam

produksi PU, katalis ditambahkan untuk mendorong reaksi terjadi pada laju

reaksi yang ditingkatkan, pada suhu yang lebih rendah, untuk membuka

20
blokir isosianat yang tersumbat, untuk mengurangi suhu dan waktu

penguraian dan pengawetan. Sejumlah amina alifatik dan aromatik

(misalnya, diaminobicyclooctane- DABCO), senyawa organologam

(misalnya, dibutiltin dilaurate, dibutiltin diasetat), garam logam alkali asam

karboksilat dan fenol (kalsium, magnesium, stronsium, barium, garam

heksanoat, oktanoat, naftenat, asam linolenat) digunakan sebagai katalis.

Dalam kasus amina tersier, aktivitas katalitiknya ditentukan oleh struktur

serta kebasaannya; aktivitas katalitik meningkat dengan meningkatnya

kebasaan dan menurun dengan hambatan sterik pada atom nitrogen amina.

Mereka mempromosikan aksi katalitik mereka dengan pembentukan

kompleks antara amina dan isosianat, dengan menyumbangkan elektron pada

atom nitrogen amina tersier ke atom karbon bermuatan positif dari isosianat.

Katalis logam memiliki keunggulan dibandingkan amina tersier karena

relatif lebih tidak mudah menguap dan tidak terlalu beracun. Logam

mengkatalisis reaksi isosianat-hidroksil melalui pembentukan kompleks

dengan gugus isosianat dan hidroksil. Pusat logam positif berinteraksi

dengan atom oksigen yang kaya elektron dari gugus isosianat dan hidroksil

membentuk kompleks perantara, yang dengan penataan ulang lebih lanjut

menghasilkan pembentukan ikatan uretan. Diol dengan berat molekul rendah

difungsional (etilen glikol, 1,4-butanadiol, 1,6-heksanadiol), sikloheksana

dimetanol, diamina, hidroksil-amina (dietanolamina dan trietanolamina)

digunakan sebagai pemanjang rantai dalam sintesis PU sedangkan yang

memiliki fungsi 3 atau> 3 digunakan sebagai pengikat silang. Karena

isosianat terlalu sensitif terhadap kelembaban atau air bahkan dalam jejak,

pemulung kelembaban, yang bereaksi lebih mudah dengan air daripada

21
isosianat, dimasukkan untuk memotong / menghilangkan keterlibatan air

selama sintesis PU, misalnya, turunan oksazolidin, saringan molekuler jenis

zeolit. Bahan peniup digunakan untuk menghasilkan busa PU dengan

struktur seluler melalui proses pembusaan (misalnya, hidrokarbon, CO2 ,

hidrazin).

4.2 Macam – macam Proses

Metode pembuatan polyurethane berbeda – beda tergantung dari mediumnya ( tanpa

pelarut, dalam bentuk larutan, dalam air ), berdasarkan pada penambahan reaktan ( one shot

process, prepolymer process ).

4.2.1 Solvent Free Reactions

Tidak ada pelarut yang digunakan dalam pembuatan flexible dan

rigid, cast elastomer, dan thermoplastic polyurethane dan juga tidak

dibutuhkan pelarut pada pembuatan beberapa produk yang diproses akhir

dalam larutan, contohnya textile coating dan adhesive.

1. One Shot Process

Proses dengan menggunakan reaksi bebas pelarut umumnya

berlangsung sangat cepat, khususnya dengan adanya katalis. Poliuretan

dibuat secara spesifik dengan one shot process selama mixing dengan co

reactant dan penambahan secara simultan dari blowing agent, katalis,

foam stabilizer dan aditif lain. Reaksi yang terjadi adalah eksoterm dan

tergantung dari katalis yang digunakan, reaksi yang sempurna biasa

membutuhkan waktu 1- 3 jam.

22
Gambar 4.5 Proses One-Step

2. Prepolymer Proses

Beberapa poliuretan elastomer dan hampir semua poliuretan

dibuat dengan Prepolimer NCO sebagai intermediate. Metode ini

mengikuti reaksi sempurna meskipun polieter diol mempunyai

reaktifitas rendah, akan diperoleh target formasi struktur dengan adanya

katalis. Selama penggunaan Pre polimer NCO yang merupakan monomer

bebas, kontak dengan isosianat bebas (TDI atau Siklohexan diisosianat)

bisa dihindari selama proses. Reaksi antara diisosianat dan diol

merupakan reaksi orde kesatu dan tergantung dari perbandingan molar

dari tiap – tiap komponen. Pembuatan intermediate dengan End Group

yang diinginkan dan BM rata – rata dalam distribusi statistik juga bisa

dilakukan dengan proses ini. Produk dengan group NCO (Pre Polimer

NCO) secara teknis sangat penting sebagai intermediate untuk

pembuatan poliuretan karena bisa digunakan dengan komponen multitude

yang terdiri dari hidrogen aktif. Poliuretan dibuat dengan mereaksikan

komponen di atau polihidrogen dengan di atau poliisosianat excess.

Reaksi ini menghasilkan campuran homolog yang masih mengandung

monomer isosianat. Jika monomer rendah yang diinginkan, diisosianat

excess bisa dihilangkan dengan destilasi atau evaporasi. Bila

perbandingan NCO/OH pada pembuatan pre polimer lebih besar dari tiga,

produk yang dihasilkan disebut semi – pre polimer, karena hanya

23
sebagian dari isosianat tersedia yang masuk ke dalam formasi pre

polimer.

Gambar 4.6 Two-Step Process

4.2.2 Reaction in Solution

Ada tiga perbedaan system pada pembuatan poliuretan dengan

reaksi dalam larutan ini, yaitu :

1. Sistem Satu Komponen yang bereaksi Sempurna.

Sistem ini menghasilkan poliuretan dengan BM tinggi yang dibuat

dengan proses pre polimer yang mudah larut dalam larutan polar.

2. Sistem Satu komponen Reaktif.

Pre polimer dengan berat molekul relatif rendah dengan gugus NCO,

bisa dilarutkan dalam pelarut polar dan ditangani dalam kelembaban atmosfir.

Waktu curing tergantung suhu dan kelembaban relatif dari udara. Saat

digunakan lapisan tipis, karbon dioksida terbentuk sebagai produk samping.

Produk akhir yang terjadi adalah crosslink dari poliuretan.

3. Sistem Dua Komponen

Sistem dua komponen sangat penting untuk typical coating

pada industry kulit dan tekstil. Komponen terdiri dari polihidroksi dan

sebagai crosslinker digunakan isosianat yang bebas dari diisosianat

yang mudah menguap. Poliisosianat yang terbentuk dari diisosianat

berlebihan dengan polyol BM rendah, diamine atau air selama proses

24
trimerasi akan menyebabkan tekanan uap yang rendah.

4.2.3 Aqueus Two Phase System

Pre polimer dengan gugus pusat NCO dapat dicampur dengan air untuk

medapatkan yield reaktif tipe emulsi O/W, yang terbentuk secara spontan selama

pencampuran dengan air. Ukuran partikel akan turun dengan meningkatnya sifat

hidrofil. Prepolimer tanpa sifat hidrofil membutuhkan emulsifier dari luar atau

daya yang besar untuk terdispersi ke dalam air. Prepolimer yang sangat kental

harus diencerkan dengan pelarut untuk emulsifikasi. Pelarut tidak perlu dicampur

dengan air. Larutan dalam pelarut hidrofil organik yang dicampur dengan air,

dihilangkan pelarutnya dengan distilasi.

25
BAB V

APLIKASI

1. Aplikasi bangunan dan konstruksi

PU menjadi bagian integral dari banyak rumah. PU dapat digunakan di

hampir semua bagian rumah, seperti untuk lantai, misalnya dalam bentuk bantalan

fleksibel untuk karpet, atau untuk atap, misalnya dalam bentuk bahan pemantul

panas dan cahaya. Dalam aplikasi atap, penutup plastik pada permukaan PU dapat

membantu menjaga rumah tetap sejuk di satu sisi, dan membantu mengurangi

penggunaan energi di sisi lain. Umumnya, bahan PU membantu menambah

fleksibilitas pada rumah baru, seperti pintu masuk dan pintu garasi, yang berisi

panel dengan inti busa. Panel berinti busa juga memberikan banyak variasi warna

dan profil untuk atap dan dinding.

2. Aplikasi otomotif

PU juga membantu memberikan jarak tempuh mobil yang lebih baik melalui

pengurangan bobot, peningkatan penghematan bahan bakar, insulasi yang baik

dengan penyerapan suara yang tepat, kenyamanan yang baik bagi penumpang dan

sifat ketahanan korosi yang tinggi. Karena kepadatan PU yang rendah busa, mereka

cocok untuk pembuatan tongkat dan cahaya komponen, yang kemudian dapat

digunakan sebagai panel interior di aircras, bentuk struktural, seperti inti sekat,

stringer dan inti transformasi pada kapal plastik yang diperkuat. Beberapa bahan

sandwich lain yang ditemukan di mobil sport kelas atas, kapal, aircras dan mobil

balap juga berbahan dasar PU.

3. Aplikasi kelautan

26
Bahan PU telah memberikan kontribusi inovasi yang besar terhadap

perkembangan teknologi kapal baru-baru ini. Resin epoksi berbasis PU membantu

melindungi lambung kapal dari cuaca,korosi, dan air serta zat-zat lain yang dapat

meningkatkan hambatan. Selain itu, busa kaku berbasis PU membantu mengisolasi

kapal dari suhu dan kebisingan yang ekstrem. Ini membantu meningkatkan

ketahanan sobek dan abrasi resistensi, dan menawarkan sifat penahanan beban yang

baik bahkan pada berat minimum.

4. Aplikasi pelapisan

PU telah dilaporkan memiliki potensi besar sebagai bahan pelapis cat dan

pelapis permukaan. Penelitian di bidang ini melihat pengembangan polimer

bercabang non-linear tertentu, yang telah bermeta-morfosis menjadi PU bercabang

lainnya dengan kilap, kelarutan tinggi, dan sifat pelapisan yang fleksibel. Namun,

laporan dalam literatur mengungkapkan bahwa sebagian besar polimer bercabang

hiper yang disintesis tidak dapat menahan wabah api karena tidak tahan api. Untuk

memodifikasi pasangan bercabang banyak ini untuk aplikasi pelapisan tahan api

tertentu, senyawa yang mengandung nitrogen, halogen, atau fosfor dapat

dimasukkan ke dalamnya.

5. Aplikasi medis

PU digunakan dalam beberapa aplikasi yang berhubungan dengan obat-obatan,

termasuk, namun tidak terbatas pada, tabung serba guna, tirai bedah, kateter, tempat

tidur rumah sakit, pembalut luka, dan beberapa peralatan cetakan injeksi lainnya.

Mereka digunakan untuk aplikasi ini karena ketersediaannya, sifat mekanik dan

fisik yang baik, serta biokompatibilitasnya. Namun, penggunaan yang paling sering

adalah pada implan jangka pendek. Yang termasuk porasi PU dalam aplikasi yang

berhubungan dengan obat- obatan membantu memberikan

27
efektivitas biaya dan memberikan ruang yang memadai untuk ketangguhan dan

umur panjang bahan.

6. Aplikasi peralatan, lantai, dan pengemasan

Busa PU yang kaku memimpin dalam jumlah aplikasi karena dapat

digunakan sebagai isolator termal untuk refrigerator dan freezer. Bahan-bahan ini

menjadi sangat penting karena keefektifan biayanya, yang membuatnya cocok

digunakan untuk memenuhi peringkat energi yang diperlukan di sebagian besar

freezer dan lemari es. Keuntungan yang diberikan oleh busa PU yang kaku pada

peralatan ini adalah karena kombinasi gas sel dan busa halus dengan struktur sel

tertutup, yang membantu mencegah perpindahan panas.

7. Aplikasi pakaian

Baru-baru ini, PU telah dikembangkan secara teknologi menjadi serat

spandeks dan elastomer termoplastik yang lebih baik. Dengan kemajuan dalam

teknik untuk memproduksi PU, hal ini telah membuka kemungkinan bagi

produsen untuk memproduksi berbagai macam kulit berbahan dasar PU, cup bra,

dan kulit buatan, yang juga dapat digunakan untuk beberapa pakaian olahraga dan

berbagai macam aksesoris. Di antara jenis PU, dispersi WPU dalam air telah

banyak dimasukkan ke dalam aplikasi yang berhubungan dengan tekstil.

8. Aplikasi komposit kayu

PU adalah inklusi yang sangat penting dalam banyak material saat ini, termasuk

komposit kayu. Baru-baru ini flat berbasis PU Komposit dibuat dengan menggunakan

karbon aktif untuk pelindung interferensi elektromagnetik (EMI).

28
DAFTAR PUSTAKA

[1] Cheremisinoff, N. P. 1989. Handbook of Polymer and Science Technology. Marcel.


Dekker Inc. New York. Vol. 2 : 57 hal. Cherry, J.P dan K.H. McWatter. 1981.

[2] Kattiyaboot, T. dan C. Thongpin. 2016. Effect of natural oil based polyols on the
properties of flexible polyurethane foams blown by distilled water. Energy Procedia
89:177 – 185

[3] Rohaeti, E., N. M. Surdia, C. L. Radiman & E. Ratnaningsih. 2003. Pengaruh Jenis
Poliol terhadap Pembentukan Poliuretan dari Monomer PEG400 dan MDI. PROC.
ITB Sains & Tek. 35 A ( 2):97-109.

[4] Nicholson, J. W. (1997), Polyurethanes, dalam The Chemistry of Polymers, 2nd ed.,
The Royal Society of Chemistry, Cambridge, 19, 71.

[5] Huang, S. L., Structure-Tensile Properties of Polyurethanes, Eur. Polym.J., 33, 10-12,
1563-1567 (1997).

[6] Scarfato, P., L. D. Maio, dan L.Incarnato. 2017. Structure and Physical Mechanical
Properties Related to Comfort of flexible Polyurethane Foams for Mattress and
Effects of Artificial Weathering. Composites Part B 109:45-52

29

Anda mungkin juga menyukai