YW - UMI MAKASSAR
PANDUAN KOMUNIKASI
RUMAH SAKIT KEPADA
PASIEN DAN KELUARGA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan
“Panduan Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga” dapat diselesaikan. Panduan
Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga ini berisikan informasi mengenai Panduan
Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga di lingkungan Rumah Sakit IBNU SINA YW-
UMI Makassar.
Disadari bahwa Panduan Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga
belum sempurna, karena beberapa kendala yang dihadapi, namun kami berharap Panduan
Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga ini dapat memberikan informasi yang
memadai dan konstruktif bagi rumah sakit. Kegiatan penyusunan dan implementasi
Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga yang telah dicapai selama ini adalah
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan hasil kerja keras dari semua pihak. Adanya
kerjasama dengan komitmen yang tinggi merupakan pendukung yang telah berkontribusi
dalam perkembangan edukasi kepada pasien dan keluarga serta masyarakat di Rumah
Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh jajaran
pimpinan dan pokja yang telah bekerja dan menjalankan tugas yang dibebankan serta
kepercayaan dan kerja sama yang telah diberikan oleh seluruh pihak dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
Kata pengantar………………………………………………………………. 1
Daftar isi……………………………………………………………………… 2
I. PENGERTIAN………………………………………………………. 3
II. RUANG LINGKUP…………………………………………………. 4
III. TATA LAKSANA…………………………………………………… 5
IV. DOKUMEN TERKAIT……………………………………………… 40
BAB I
DEFINISI
RUANG LINGKUP
3) Wawancara Terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa
lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional
kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya diterapkan
pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
4) Pemeriksaan Fisik
5) Pemeriksaan Diagnostic (Laboratorium, radiologi, dan sebagainya)
6) Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data
pasien. Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu
mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan
budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi,
penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi
kendala, antara lain :
1. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi
dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
2. Ketajaman pancaindera
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi baik. Bagi pasien yang
mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang mengindikasikan adanya
kelemahan pendengaran, memperhatikan perlu/tidaknya pasien menggunakan alat
bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca
ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan
gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
3. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan
4. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.
c. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang
sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan Sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif
d. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat
pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
Fokus pada pasien.
Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
Hal ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman,
aman, dan dapat percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi berlangsungnya
komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :
• Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
• Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
• Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
• Mempersilahkan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa
punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan,
menghindari tampak lelah).
• Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”)
• Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
• Menilai suasana hati lawan bicara.
• Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
• Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
• Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang
tidak perlu.
• Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
• Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
• Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
• Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
• Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Perhatikan sikap non verbal pasien
a. Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk
berbaring, duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses
konsultasi.
b. Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat
meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross
check), apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
c. Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu
yang membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara
bernegosiasi dengan pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi di
kesempatan berikutnya.
d. Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter
hendaknya member kesempatan pasien untuk berbicara
2. Mulai dengan pertanyaan terbuka
Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis
Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”
4. Fasilitasi keluhan pasien dengan :
Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi. Menanggapi dengan
ucapan, “Baik…” atau “Oke…” atau “Aha…”, atau mengganggukkan
kepala.
Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan
pertanyaan atau jawaban pada waktu yang tepat.
5. Tanyakan bila ada keraguan.
6. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan pendapat
atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan kelelahan,
apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi
hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”
14. Jika pasien menolak anjuran dokter (karena alasan finansial atau alasan lainnya,
maka pasien menandatangani surat pernyataan penolakan tindakan kedokteran.
15. Jika pasien setuju dengan rencana tindakan kedokteran maka pasien
menandatangani inform concent
16. Pernyataan persetujuan tindakan medik dan selanjutnya diberikan perawatan
oleh dokter
17. Setelah keputusan disepakati bersama, pasien dipersilahkan keluar dari ruang
periksa
Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu :
a) Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya
lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada
umumnya. Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah individu yang
memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60
setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas
bila masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga
masih sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap atau
terang.
(2) Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap
dan terang.
Ciri-ciri fisik :
(1) Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak
(2) Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang
dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
(3) Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
(4) Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman
bisa dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan
blindism (misalnya: mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-
gelengkan kepala secara berulang- ulang dengan tanpa
disadarinya)
b) Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat kelainan
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah
bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk
melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan
potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus. Tuna daksa ada dua
kategori, yaitu :
(1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu
mereka yang mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat
terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang
diperoleh kemudian.
Contoh : anak polio
(2) Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan
yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada
syaraf. Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat
pada anak cerebral palsy
Ciri-ciri fisik :
(1) Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
(2) Derpresi , kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai
dengan kedengkian dan permusuhan.
(3) Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi
(4) Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan
fase dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk
dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang
menampakkan sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa
sebab yang jelas.
c) Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya
dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
(1) Ringan (20-20 dB)
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya
kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung,
sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
(2) Sedang (40-60 dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara
radio dengan volume maksimal.
(3) Berat/parah (di atas 60 dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan
orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama
kerasnya dengan jalan pada jam- jam sibuk. Biasanya memerlukan
bantuan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan
membaca gerak bibir atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
(1) Berbicara keras dan tidak jelas
(2) Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
(3) Telinga mengeluarkan cairan
(4) Menggunakan alat bantu dengar
(5) Bibir sumbing
(6) Suka melakukan gerakan tubuh
(7) Cenderung pendiam
(8) Suara sengau
(9) Cadel
(10) Ciri-ciri mental : Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-
orang yang ada di sekitarnya
d) Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami
kesulitan berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya
alat-alat bicara seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara.
Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem syaraf dan
struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang
mengalami kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata
dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu) dan
atau fungsi bicara (tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir,
kecelakaan maupun penyakit. Umumnya seseorang dengan gangguan
dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor bawaan (keturunan/genetik)
akan berdampak pada kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang yang
tidak/kurang dapat bicara umumnya masih dapat menggunakan fungsi
pendengarannya walaupun tidak selalu.
2) Hambatan Semantik Dalam Proses Komunikasi
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata
(denotatif). Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik
bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.
3) Hambatan Lainnya
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam pelayanan
kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan
penilaian yang salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian bahwa
individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang dari
budaya yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-tahap ini adalah :
(1) Ketakutan : setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan
oleh karena itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih
baik mengenal satu sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang,
hanya untuk digantikan oleh kata disukai.
(2) Tidak menyukai : orang-orang dari budaya yang berbeda sering curiga
dari masing- masing orang lain akan tindakan dan motif mereka karena
mereka kurang memiliki informasi
(3) Penerimaan : biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang
berbeda pengalaman cukup baik selama periode waktu
(4) Respect : jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka, akan
memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas dalam
satu sama lain
(5) Percaya : orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup
waktu bersama yang berkualitas, mereka biasanya mampu saling
percaya
(6) Menyukai : untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya
harus mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat
orang bersama- sama, bukan perbedaan yang menarik orang menjadi
terpisah
c. Rasisme
Penghalang transkultural komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien,
dan antara petugas kesehatan dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Tipe-tipenya :
(1) Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis