Anda di halaman 1dari 38

RUMAH SAKIT IBNU SINA

YW - UMI MAKASSAR

PANDUAN KOMUNIKASI
RUMAH SAKIT KEPADA
PASIEN DAN KELUARGA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan
“Panduan Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga” dapat diselesaikan. Panduan
Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga ini berisikan informasi mengenai Panduan
Komunikasi Kepada Pasien Dan Keluarga di lingkungan Rumah Sakit IBNU SINA YW-
UMI Makassar.
Disadari bahwa Panduan Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga
belum sempurna, karena beberapa kendala yang dihadapi, namun kami berharap Panduan
Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga ini dapat memberikan informasi yang
memadai dan konstruktif bagi rumah sakit. Kegiatan penyusunan dan implementasi
Panduan Komunikasi Kepada Pasien dan Keluarga yang telah dicapai selama ini adalah
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan hasil kerja keras dari semua pihak. Adanya
kerjasama dengan komitmen yang tinggi merupakan pendukung yang telah berkontribusi
dalam perkembangan edukasi kepada pasien dan keluarga serta masyarakat di Rumah
Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh jajaran
pimpinan dan pokja yang telah bekerja dan menjalankan tugas yang dibebankan serta
kepercayaan dan kerja sama yang telah diberikan oleh seluruh pihak dalam memberikan
pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Ditetapkan di: Makassar


Pada Tanggal: 23 Januari 2023 M
1 Rajab 1444 H

Penyusun
DAFTAR ISI

Hal
Kata pengantar………………………………………………………………. 1
Daftar isi……………………………………………………………………… 2
I. PENGERTIAN………………………………………………………. 3
II. RUANG LINGKUP…………………………………………………. 4
III. TATA LAKSANA…………………………………………………… 5
IV. DOKUMEN TERKAIT……………………………………………… 40
BAB I
DEFINISI

Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang,


sekelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan menggunakan infonnasi agar
terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pengertian komunikasi yang lain adalah
sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain
melalui cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud
oleh penyampai informasi.
Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter.
Pasien dan keluarga adalah orang sakit beserta penunggu/pengantar yang
berkunjung /menggunakan pasilitas atau yang sedang dirawat di rumah sakit mulai masuk
sampai keluar rumah sakit.
Komunikasi dengan pasien dan keluarga adalah dimana petugas rumah sakit
memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang jenis asuhan dan pelayanan
serta akses untuk mendapatkan pelayanan.Pemberian informasi ini penting untuk
membangun komunikasi yang terbuka dan terpercaya antara pasien, keluarga dan rumah
sakit.
Komunikasi dokter-pasien adalah hubungan yang berlangsung antara dokter
dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/pengobatan/perawatan yang terjadi di
ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit dalam rangka membantu menyelesaikan
masalah kesehatan pasien.
Hambatan komunikasi adalah hambatan komunikasi dengan pasien yang yang
mengalami hambatan fisik, bahasa, budaya,persepsi dan emosi.
BAB II

RUANG LINGKUP

Komunikasi kepada pasien dan keluarga ditargetkan kepada pasien dan


keluarga yang berada atau yang sedang dirawat, mulai masuk sampai keluar dari Rumah
Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar. Komunikasi dengan pasien dan keluarga,
dilakukan oleh petugas, terutama ketika mernberikan edukasi dan informasi yang
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan keluarga.
Pada dasarnya banyak tersedia peluang untuk melaksanakan komunikasi terhadap
pasien dan keluarga di Rumah sakit. Secara umum ruang lingkup pelaksanaan komunikasi
dengan pasien dan keluarga di rumah sakit umum daerah kabupaten sumedang terdiri
dari
Di dalam gedung RS IBNU SINA, PKRS dilaksanakan seiring dengan pelayanan
yang diselenggarakan rumah sakit, Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa di dalam
gedung, terdapat peluang-peluang:
1) Di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu di ruang dimana pasien/klien harus
melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan RS.
2) Pelayanan Rawat Jalan bagi pasien,yaitu di poliklinik-poliklinik seperti poliklinik
kebidanan dan kandungan, poliklinik anak, poliklinik mata, poliklinik bedah,
poliklinik penyakit dalam, poliklinik THT dan poliklinik lainnya.
3) Pelayanan Rawat Inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang gawat darurat, rawat
intensif dan rawat inap.
4) Pelayanan Penunjang Medik bagi pasien yaitu pelayanan obat/apotik,
pelayanan laboratorium, pelayanan radiologi , pelayanan rehabilitasi medik dan
penunjang lainnya.
5) Pelayanan bagi klien (Orang sehat), yaitu seperti di pelayanan Medical Check-
up, pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan
jiwa, konseling kesehatan remaja, dan lain-lain.
6) Di kasir Pembayaran rawat inap, yaitu di ruang di mana pasien rawat inap harus
menyelesaikan pembayaran rawat inap, sebelum meninggalkan RS.
BAB III
TATA LAKSANA

Pasien dan keluarga membutuhkan informasi lengkap mengenai asuhan dan


pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit, serta bagaimana untuk mengakses
pelayanan tersebut. Memberikan informasi ini penting untuk membangun komunikasi
yang terbuka dan terpercaya antara pasien, keluarga, dan rumah sakit. Informasi tersebut
membantu mencocokkan harapan pasien dengan kemampuan rumah sakit. Informasi
sumber alternatif asuhan dan pelayanan diberikan jika rumah sakit tidak dapat
menyediakan asuhan serta pelayanan yang dibutuhkan pasien di luar misi dan
kemampuan rumah sakit.
Jenis informasi yang dikomunikasikan kepada Pasien dan keluarga meliputi:
a. Rumah Sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang asuhan
dan pelayanan yang akan diberikan, serta tatacara bagaimana pasien dan keluarga
dapat mengakses pelayanan di rumah sakit.
b. Pasien dan keluarga akan diberi informasi mengenai sumber rujukan atau
alternatif, apabila rumah sakit tidak dapat melakukan atau menyediakan asuhan
dan pelayanan.
c. Komunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baku atau dengan bahasa yang
mudah dimengerti dan dipahami oleh pasien dan keluarga. Bahasa daerah, bahasa
asing dan bahasa isyarat dimungkinkan untuk digunakan apabila dipandang efektif
dalam berkomunikasi dengan pasien.
d. Format dokumen untuk kepentingan komunikasi, informasi dan edukasi kepada
pasien menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
e. Rumah Sakit memberikan kewenangan kepada keluarga atau wali pasien untuk
menjadi penerjemah, apabila pasien mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
atau menerima informasi.
f. Rumah Sakit memberikan hak kepada pasien dan keluarga untuk bertanyajawab
ataupun berdiskusi setelah mendapatkan informasi.
g. Rumah sakit menyediakan penerjemah sesuai dengan kebutuhan dan bila di rumah
sakit tidak ada petugas penerjemah maka diperlukan kerja sama dengan pihak
terkait
Bentuk dan Strategi komunikasi

Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :

1. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan.


Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi asuhan ini biasa
dilakukan oleh petugas customer service, registrasi dan admisi yang meliputi :
a. Jenis dan Jam pelayanan
No Jenis layanan Waktu
07.00 s.d 16.00
Pendaftaran pasien
1 Instalasi Rawat Jalan Senin s.d sabtu jam
07.00 s.d jam 13.00
2 Instalasi rawat inap 24 jam
3 Instalasi gawat darurat 24 jam
4 Pelayanan penunjang 24 jam
1. Radiologi Senin s.d sabtu 07.00 s.d 16.00
2. Radiologi IGD 24 jam
3. Laboratorium rawat jalan Senin s.d sabtu 07.00 s.d 16.00
4. Laboratorium cito 24 jam

b. Pelayanan yang tersedia


1) Informasi bahwa Rumah Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar
memberikan asuhan dan pelayanan rawat jalan meliputi klinik penyakit
dalam, geriatric, Gigi dan Mulut, Bedah, Kandungan, THT, Bedah Saraf,
Ortopedi, Kulit dan Kelamin, Mata, Obstetri & Ginekologi, Pediatri,
Rehabilitasi Medis/ Fisioterapi, Poli Gizi dan Penunjang Medis lainnya.
2) Informasi bahwa Rumah Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar
memberikan asuhan dan pelayanan rawat inap meliputi kasus penyakit
dalam, penyakit bedah umum, Bedah Saraf, bedah ortopedi, Obstetri &
Ginekologi, perinatal dan anak, stroke unit, perawatan intensif
(ICU/ICCU), dan lain-lain.
3) Apabila asuhan pasien didapatkan kasus tidak bisa ditangani di Rumah
Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar maka pasien dan keluarga diberikan
informasi tentang sumber alternative (dirujuk) ke rumah sakit yang lebih
tinggi.
c. Cara mendapatkan pelayanan
Cara mendapatkan pelayanan di rumah sakit bagi pasien dan
keluarga :
1. Pelayanan rawat jalan
Pelayanan rawat jalan dapat diakses melalui secara langsung ke
instalasi rawat jalan, atau melalui informasi website dan aplikasi
mobile JKN.
2. Pelayanan rawat inap
Pelayanan rawat inap dapat diakses melalui secara langsung ke ke
bagian customer service atau bagian admisi.
3. Pelayanan gawat darurat
Pelayanan rawat inap dapat diakses melalui secara langsung ke bagian
customer service atau melalui informasi website.
d. Sumber alternatif mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Sumber alternatif yang ada diwilayah Rumah Sakit IBNU SINA YW-UMI
Makassar, antara lain: RS Wahidin Sudirohusodo, RS Tadjuddin Chalid,
RS Primaya, RS Siloam, RSUD Labuang Baji, RSUD Kota Makassar.

2. Komunikasi yang bertujuan untuk memberikan edukasi kepada pasien dan


keluarga pasien.
a. Edukasi Kesehatan Rumah Sakit melalui individu terintegrasi maupun kelompok
di lingkungan Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW-UMI Makassar mengenai penyakit
(berdasar pada 10 besar penyakit atau penyakit KLB), pencegahan penyakit dll.
Tata laksana komunikasi edukasi kepada pasien dan keluarga adalah sebagai
berikut :
1) Ketika pertemuan pertama/ saat bertemu pertama petugas mengucapkan
salam
2) Pasien yang berkunjung atau yang sedang dirawat dilakukan asesmen oleh
perawat dan petugas lain yang terkait dan dicatat pada rekam medis
3) Perawat dan petugas terkait mendapatkan data kebutuhan edukasi pasien
dan keluarga
4) Petugas meminta persetujuan kepada pasien dan keluarga untuk dilakukan
edukasi
5) Perawat dan petugas terkait merencanakan dan menyiapkan kegiatan
edukasi yang dibutuhkan oleh pasien dan keluarga
6) Perawat dan petugas terkait siap melakukan edukasi kepada pasien dan
keluarga
7) Petugas menghampiri pasien dan keluarga dengan ekspresi wajah yang
tenang, atur posisi duduk atau berdiri didekat pasien dan keluarga
8) Petugas memperkenalkan nama serta menjelaskan maksud dan tujuan
pertemuan

9) Kemudian materi edukasi disampaikan dengan menggunakan bahasa yang


sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga

10) Bila petugas selesai melakukan edukasi, kemudian dilakukan evaluasi,


apakah pasien dan keluarga sudah memaharni terhadap materi yang telah
disampaikan atau belum
11) Bila pasien dan keluarga belum memahami materi yang telah diberikan,
maka petugas harus mengulangi edukasi tersebut
12) Setelah perawat dan petugas terkait melakukan edukasi dan
pasien/keluarga sudah memahami terhadap materi yang telah diberikan,
kemudian petugas mendokumentasikan pada rekam medis yaitu mengisi
RM. 12 yang sudah tersedia, kemudian petugas, pasien atau keluarga
melakukan tanda tangan pada rekam medis tersebut
13) Petugas mengakhiri pertemuan dengan menyampaikan ucapan terima
kasih dan salam penutup

b. Seminar seminar, talkshow atau mini seminar


Kegiatan ini dilaksanakan dilingkungan rumah sakit maupun di luar rumah sakit.
1) Pelaksanaan diawali dengan pembentukan panitia
2) Penetapan rencana kegiatan
3) Penetapan rencana anggaran dan biaya
4) Koordinasi dengan pihak terkait
5) Pelaksanaan
6) Dokumentasi
7) Pembuatan laporan kegiatan
Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas
dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses pelayanan
kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik dengan pasien, teman,
atasan dan pihak-pihak lain.
1. Komunikasi Front Office Dengan Pasien
Komunikasi Front Office Dengan Pasien dilakukan di instalasi rawat jalan,
IGD yang dilaksankan pada saat :
a. Pendaftaran Pasien
1) Petugas pendaftaran memberikan salam hangat kepada pasien/keluarga pasien
yang datang ke bagian pendaftaran
2) Petugas pendaftaran mewawancari pasien atau keluarga pasien terhadap
identitas pasien (nama pasien, tanggal lahir/umur dll, petugas mengulang
menanyakan kebenaran data.
b. Pendaftaran Pasien Rawat Inap
1) Pasien/keluarga pasien datang ke bagian admisi untuk melakukan pendaftaran
rawat inap.
2) Petugas admisi memberikan informasi tentang:
a) Hak Dan Kewajiban Pasien
b) Identifikasi Pasien
c) Jenis Pelayanan
d) Fasilitas Ruangan/Pelayanan
e) Tarif Ruangan
f) Tarif Tindakan
3) Petugas menuliskan terhadap isi penjelasan dari point 2 pada dokumen rekam
medis dan apabila hal-hal yang dijelaskan sudah dimengerti dan disetujui oleh
pasien/keluarga pasien maka dokumen rekam medis ditandatangani oleh
pasien/keluarga pasien dan petugas pendaftaran yang memberikan informasi.
Data rekam medis dimasukkan ke list pasien.
4) Setelah pasien setuju dengan informasi biaya dan tindakan medis, petugas
pendaftaran menginformasikan ke unit terkait.
5) Jika terjadi perubahan kriteria tindakan dari ruang tindakan akan
menginfomasikan kepada keluarga pasien.
Komunikasi dengan pasien dan keluarga menggunakan perantara media :

a. Hotline ke customer service : (0411) 452917 / 452958


b. Humas : 082219158993
c. Email : rsibnusina.ibsi@umi.ac.id
d. Media leaflet, banner, spanduk, poster oleh Unit PKRS dan Humas
e. Media video
f. Demonstrasi/Peragaan
g. Koran, radio, bulletin, running text, informasi speaker central
h. Penerjemah mungkin dibutuhkan untuk membantu dalam edukasi atau
menerjemahkan materi.

2. Komunikasi keperawatan dengan Pasien


Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi secara
verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat melakukan
komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan. Dalam setiap
tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu menggunakan komunikasi
verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal yang harus diperhatikan
dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian, perumusan
diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data
pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses keperawatan
pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari wawancara yang terdiri dari :
1) Wawancara pada Pasien Baru
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
2) Wawancara Riwayat Hidup

Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi


mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.

3) Wawancara Terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang kepada
pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan mengetahu masa
lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh professional
kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater, biasanya diterapkan
pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.

4) Pemeriksaan Fisik
5) Pemeriksaan Diagnostic (Laboratorium, radiologi, dan sebagainya)
6) Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data
pasien. Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu
mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan
budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi,
penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.

Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam menyampaikan,
menerima dan memahami informasi yang diterimanya. Beberapa hal yang menjadi
kendala, antara lain :
1. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien dalam
berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh terhadap persepsi
dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang sesuai.
2. Ketajaman pancaindera
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium bau
merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat menerima pesan
komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi baik. Bagi pasien yang
mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pengkajian, yaitu informasi medik yang mengindikasikan adanya
kelemahan pendengaran, memperhatikan perlu/tidaknya pasien menggunakan alat
bantu dengar yang masih berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca
ekspresi wajah dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan
gerak isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
3. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang dapat
mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan memahami bahasa.
Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat menilai respon baik secara verbal
maupun non verbal yang disampaikan oleh pasien dalam menjawab pertanyaan
4. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan organ
suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses komunikasi.

b. Tahap perumusan diagnosa


Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian.
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian perawat dengan
melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan
masalah yang dialami pasien.Diagnosa keperawatan yang tepat memerlukan sikap
komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.

c. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan yang
sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat merupakan media
komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan Sehingga pelayanan
dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif
d. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan keterampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien.Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat dalam
berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat
pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
 Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta suasana
saling percaya saat berkomunikasi.
 Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
 Fokus pada pasien.
 Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
 Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
 Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
 Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
 Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
 Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

Dalam berkomunikasi di rumah sakit, petugas dan tenaga medis harus


melakukan proses verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi lisan dengan catat,
baca kembali dan konfirmasi ulang (CABAK), yaitu :
1. Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui sarana komunikasi
seperti telepon. Pemberi pesan harus memperhatikan kosa kata yang
digunakan, intonasi, kekuatan suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas,
singkat dan padat.
2. Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut. (CATAT)
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka penerima pesan harus
mencatat pesan yang diberikan secara jelas.
3. Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima pesan. (BACA)
Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus membacakan kembali pesan
tersebut kepada pemberi pesan agar tidak terjadi kesalahan dan pesan
dapan diterima dengan baik.
4. Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada pemberi pesan.
(KONFIRMASI)
5. Pemberi pesan harus mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima
pesan dan memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.

Informasi antara perawat dengan pasien dan keluarga

1. Memberi salam pada pasien dan keluarga


2. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang fasilitas yang ada di ruang
perawatan dan prosedur penggunaannya
3. Menjelaskan tata tertib di Rumah Sakit
4. Menjelaskan hak dan kewajiban pasien
5. Memberikan penjelasan dokter/petugas yang merawat
6. Informasi waktu konsultasi
7. Informasi catatan perkembangan konsisi pasien dan rencana asuhan
perawatan

8. Informasi tentang persiapan pulang


9. Setiap selesai melaksanakan orientasi harus tercatat pada checklist dan
ditanda tangani oleh kedua belah pihak

3. Komunikasi medis dan pasien


Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien dapat
berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan secara bergantian.
Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang dirasakan atau menjawab
pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya. Sementara tenaga medis sebagai
pengirim pesan, berperan pada saat menyampaikan penjelasan penyakit, rencana
pengobatan dan terapi, efek samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari
dilakukan dan tidak dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga
medis bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien, dokter
sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi. Mengingat
kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan pasien, dokter
perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai penerima pesan,
dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar-benar memahami pesan
yang telah disampaikannya. Misalnya dalam menginterpretasikan kata “panas”.
Dokter yang mempunyai pasien berumur dua tahun memesankan kepada ibu pasien,
“Kalau dia panas, berikan obatnya.” Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja
berbeda dengan yang dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk
memastikan si ibu mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan
menggunakan ukuran yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara
menggunakan termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta
memberikan obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh
anak mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa yang
berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan intensitas radang,
intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada perbedaan diagnosa maupun jenis
obat yang harus diminum.
Peran dokter sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi
salah interpretasi.
a. Disease Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan
kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk
penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala.
b. Illness Centered Communication Style adalah komunikasi berdasarkan apa
yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan
pengalaman unik, termasuk pendapat pasien, apa yang menjadi
kepentingannya, apa kekhawatirannya, harapannya, apa yang dipikirkannya
akan menjadi akibat dari penyakitnya (Kurtz, 1998).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter- pasien (doctor-
patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan saling bekerja
sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
• Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka
yang dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open
ended question by the doctor)
• Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan
tertutup/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the
lead through closed question by the doctor)

• Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan


negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan


melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati. Empati dapat diraih
melalui kecukupan dokter akan listening skills dan training skills yang dapat diraih
melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-patient Encouter 2002, menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan
definisi berikut :
a. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien.
b. Kemampuan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien.
c. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan / menyampaikan
empatinya kepada pasien.
Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa-basi atau bermanis mulut
kepada pasien, melainkan :
1) Mendengarkan aktif.
2) Responsif pada kebutuhan pasien.
3) Responsif pada kepentingan pasien.
4) Usaha memberikan pertolongan kepada pasien.
Sikap Profesional Dokter
Sikap professional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya,yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan peran dan
fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu., pembagian tugas
profesi dengan tugas- tugas pribadi yang lain dan mampu menghadapi berbagai
macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan yang lain.
Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap professional

Hal ini penting untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman,
aman, dan dapat percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi berlangsungnya
komunikasi secara efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :
• Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
• Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
• Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
• Mempersilahkan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa
punya cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan,
menghindari tampak lelah).
• Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”)
• Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
• Menilai suasana hati lawan bicara.
• Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
• Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
• Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang
tidak perlu.
• Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
• Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
• Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
• Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
• Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

Di dalam komunikasi dokter-pasien, ada dua tahap yang penting :


1. Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :
a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.
Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi pendengar
yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan, harapan,
kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu dokter dalam
menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data penting untuk
menegakkan diagnosis.
b. Penggalian riwayat penyakit
Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakuakn melalui pertanyaan-
pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dengan pertanyaan tertutup
yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah yang dimaksud dalam
kotak kedua, dalam Van Dalen (2005), dokter merupakan seorang ahli yang
akan menggali riwayat kesehatan pasien sesuai kepentingan medis.
Pertanyaan-pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan Bagaimana pusing
tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
c. Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu, meminum
obat tertentu atau bagaimana menurut Anda?
d. Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis
meliputi :
1) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
2) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
3) Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang,

2. Tahap pengumpulan informasi


Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka dokter masuk
ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di tahap pengumpulan
informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang tidak beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar efektif dalam
berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
a. Materi informasi apa yang disampaikan
1) Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan).
2) Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis.
3) Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan diagnosis
(manfaat,resiko,efek samping/ komplikasi).
4) Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis.
5) Diagnosis, jenis atau tipe Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan
dan kelebihan masing-masing cara).
6) Prognosis
7) Dukungan (support) yang tersedia.

8) Perkiraan biaya pengobatan


b. Siapa yang diberi informasi
1) Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
2) Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
3) Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung
jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi sendiri secara langsung.
c. Berapa banyak atau sejauh mana
1) Untuk pasien : sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
dengan memperhatikan kesiapan mental pasien.
2) Untuk keluarga : sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
d. Kapan menyampaikan informasi
Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
e. Dimana menyampaikannya
1) Di ruang praktik dokter.
2) Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
3) Di ruang diskusi.
4) Ditempat lain yang pantas atas persetujuan bersama, pasien/keluarga dan
dokter.
f. Bagaimana menyampaikannya
1) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui
telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos,
faxsimile, sms, internet.
2) Persiapan, meliputi :
a) Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim).
b) Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu
orang lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
c) Waktu yang cukup
d) Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir
sebaiknya lebih dari satu orang).
3) Jejaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan.
4) Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan dan
amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan diberikan.

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar yang aktif.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1. Perhatikan sikap non verbal pasien
a. Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk
berbaring, duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses
konsultasi.
b. Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat
meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross
check), apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
c. Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu
yang membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara
bernegosiasi dengan pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi di
kesempatan berikutnya.
d. Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter
hendaknya member kesempatan pasien untuk berbicara
2. Mulai dengan pertanyaan terbuka
Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”
3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis
Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”
4. Fasilitasi keluhan pasien dengan :
Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi. Menanggapi dengan
ucapan, “Baik…” atau “Oke…” atau “Aha…”, atau mengganggukkan
kepala.
Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan
pertanyaan atau jawaban pada waktu yang tepat.
5. Tanyakan bila ada keraguan.
6. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan pendapat
atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan kelelahan,
apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita mulai sesi
hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”

Prosedur pemberian informasi dari dokter kepada pasien yaitu :


1. Dokter mempersilahkan pasien masuk dan memberi salam
2. Menyapa pasien dengan namanya
3. Menciptakan suasana yang nyaman
4. Memperkenalkan diri dan menjelaskan perannya (sebagai dokter spesialis)
5. Menilai suasana hati pasien
6. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah, gerak/bahasa tubuh)
7. Menetap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan
8. Memperhatikan keluhan yangdisampaikan pasien tanpa melakukan inteupsi
yang tidak perlu
9. Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang
10. Dokter melakukan pemeriksaan dan menegakkan diagnosa
11. Dokter menyampaikan penjelasan kepada pasien dan keluarga tentang:
a. Pelayanan yang dianjurkan
b. Hasil pelayanan yang diharapkan
c. Perkiraan biaya pengobatan
12. Dokter memastikan pasien memahami apa yang telah disampaikan dengan
mengklarifikasi kepada pasien
13. Jika pasien menolak anjuran dokter karena keterbatasan finansial,maka dokter
mengembangkan rencana perawatan bersama pasien untuk kepentingan pasien
dan atas dasar kemampuan pasien (finansial).

14. Jika pasien menolak anjuran dokter (karena alasan finansial atau alasan lainnya,
maka pasien menandatangani surat pernyataan penolakan tindakan kedokteran.
15. Jika pasien setuju dengan rencana tindakan kedokteran maka pasien
menandatangani inform concent
16. Pernyataan persetujuan tindakan medik dan selanjutnya diberikan perawatan
oleh dokter
17. Setelah keputusan disepakati bersama, pasien dipersilahkan keluar dari ruang
periksa

A. Komunikasi Dokter UGD dengan Pasien dan Keluarga


1. Setelah dilakukan pemeriksaan (anamnesis,fisik) kemudian dokter
menjelaskan diagnose atau perkiraan diagnose pasien, serta pemeriksaan
penunjang yang akan dilakukan.
2. Dokter menjelaskan tujuan pemeriksaan,hasil yang diharapkan dari
pemeriksaan penunjang tersebut untuk menegakkan diagnose.
3. Apabila keluarga dan pasien setuju, pemeriksaan dapat dikerjakan
4. Apabila keluarga dan pasien tidak setuju maka pemeriksaan tidak dilakukan
dan keluarga menandatangani surat penolakan.
5. Setelah hasil pemeriksaan penunjang (Radiologi,lab,EKG,USG) sudah
selesai kemudian dokter menjelaskan ke keluarga pasien .

B. Informasi Dokter DPJP dengan Pasien dan Keluarga


1. DPJP wajib memberikan pendidikan kepada pasien tentang kewajibannya
terhadap rumah sakit antara lain :
a. Memberi informasi yang benar, jelas dan jujur
b. Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c. Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d. Memahami konsekuensi pelayanan
e. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit
f. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g. Memenuhi kewajiban financial yang disepakati

2. Penunjukan DPJP Utama dan Bukti Pelaksanaan Penjelasan DPJP yang


dilengkapi tanda tangan pasien, dan DPJP
3. DPJP wajib membuat rencana pelayanan
a. Menuliskan rencana pelayanan
1) Dokter menuliskan rencana kerja atau permasalahan medis yang akan
ditangan
2) Dokter menulis rencana tindakan yang akan dilaksanakan, dapat
berupa rencana pemeriksaan penunjang, konsul dan lain-lain
3) Dokter menyususn rencana terapi atau intervensi guna menangani
masalah
4) Dokter membubuhkan tanda tangan dan waktu penulisan.
b. Menginformasikan rencana pelayanan kepada pasien/ keluarga
1) Dokter sudah menyampaikan pada pasien bahwa pasien diperiksa
dan dibuat diagnose kerja
2) Dokter menyampaikan pada pasien pemeriksaan/tindakan apa yang
akan dilaksanakan
3) Dokter menyampaiakan kemungkinan manfaat dan
resikonya terhadap tindakan
4) Dokter memastikan apakah pasien sudah paham.
5) Dokter mempersilakan kepada pasien untuk menanyakan sesuatu
apabila belum jelas.
6) Dokter menuliskan pada dokumen rekam medis bahwa telah
menginformasikan rencana pelayanan dan membubuhkan paraf.
4. Komunikasi dengan pasien dan keluarga yang mengalami hambatan

Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai


keragaman. Terdapat pasien-pasien yang mungkin telah berusia tua, atau menderita
cacat, bahasa atau dialeknya beragam, juga budayanya, atau ada hambatan lainnya
yang membuat proses mengakses dan menerima perawatan sangat sulit. Rumah
sakit mengidentifikasi hambatan hambatan tersebut dan menerapkan proses untuk
mengeliminasi atau mengurangi hambatan bagi pasien yang berupaya mencari
perawatan. Rumah sakit juga mengambil tindakan untuk mengurangi dampak dari
hambatan hambatan yang ada pada saat memberikan layanan.
a. Jenis – jenis hambatan
1) Hambatan Fisik Dalam Proses Komunikasi (Disabilitas)

Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran (tuna


rungu), tuna netra, tuna wicara. Maka dalam hal ini baik komunikator maupun
komunikan harus saling berkomunikasi secara maksimal. Bantuan panca
indera juga berperan penting dalam komunikasi ini. Contoh: Apabila terdapat
seorang perawat dengan pasien berusia lanjut. Dalam hal ini maka perawat
harus bersikap lembut dan sopan tapi bukan berarti tidak pada pasien lain.
Perawat harus lebih memaksimalkan volume suaranya apabila ia berbicara
pada pasien tuna rungu. Begitu pula halnya dengan si pasien. Apabila si pasien
menderita tuna wicara maka sebaiknya ia mengoptimalkan panca
inderanya (misal: gerakan tangan, gerakan mulut) agar si komunikan bisa
menangkap apa yang ia ucapkan. Atau pasien tuna wicara bisa membawa
rekan untuk menerjemahkan pada si komunikan apa yang sebetulnya ia
ucapkan.

Disabilitas dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori,
yaitu :
a) Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya
lihatnya sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada
umumnya. Menurut Kaufman & Hallahan, tuna netra adalah individu yang
memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60
setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
(1) Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas
bila masih memiliki sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga
masih sedikit melihat atau masih bisa membedakan gelap atau
terang.
(2) Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak
memiliki sisa penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap
dan terang.
Ciri-ciri fisik :
(1) Memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat
pesan-pesan melalui pendengaran dapat dikirim ke otak
(2) Memiliki daya pengobatan yang sensitif sehingga apa yang
dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
(3) Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakkannya.
(4) Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang nyaman
bisa dilihat oleh orang normal pada umumnya atau dengan sebutan
blindism (misalnya: mengkerut-kerutkan kening, menggeleng-
gelengkan kepala secara berulang- ulang dengan tanpa
disadarinya)
b) Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat kelainan
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah
bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk
melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan
potensi kemampuannya diperlukan layanan khusus. Tuna daksa ada dua
kategori, yaitu :
(1) Tuna daksa orthopedic (orthopedically handicapped), yaitu
mereka yang mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat
terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang
diperoleh kemudian.
Contoh : anak polio
(2) Tuna daksa syaraf (neurologically handicapped), yaitu kelainan
yang terjadi pada anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada
syaraf. Salah satu kategori penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat
pada anak cerebral palsy
Ciri-ciri fisik :
(1) Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
(2) Derpresi , kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai
dengan kedengkian dan permusuhan.
(3) Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi
(4) Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama, ini merupakan
fase dimana seseorang akan mencoba menyesuaikan diri untuk
dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Dan kadang-kadang
menampakkan sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa
sebab yang jelas.

c) Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya
dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
(1) Ringan (20-20 dB)
Umunya mereka masih dapat berkomunikasi dengan baik, hanya
kata-kata tertentu saja yang tidak dapat mereka dengar langsung,
sehingga pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
(2) Sedang (40-60 dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara
radio dengan volume maksimal.
(3) Berat/parah (di atas 60 dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan
orang lain, suara yang mampu terdengar adalah suara yang sama
kerasnya dengan jalan pada jam- jam sibuk. Biasanya memerlukan
bantuan alat bantu dengar, mengandalkan pada kemampuan
membaca gerak bibir atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
(1) Berbicara keras dan tidak jelas
(2) Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
(3) Telinga mengeluarkan cairan
(4) Menggunakan alat bantu dengar
(5) Bibir sumbing
(6) Suka melakukan gerakan tubuh
(7) Cenderung pendiam
(8) Suara sengau
(9) Cadel
(10) Ciri-ciri mental : Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-
orang yang ada di sekitarnya

d) Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami
kesulitan berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya
alat-alat bicara seperti rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara.
Selain itu, kurang atau tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem syaraf dan
struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga dapat
mengakibatkan keterbatasan dalam berbicara. Diantara individu yang
mengalami kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata
dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah
mengalami kehilangan/terganggunya funsi pendengaran (tuna rungu) dan
atau fungsi bicara (tuna wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir,
kecelakaan maupun penyakit. Umumnya seseorang dengan gangguan
dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor bawaan (keturunan/genetik)
akan berdampak pada kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang yang
tidak/kurang dapat bicara umumnya masih dapat menggunakan fungsi
pendengarannya walaupun tidak selalu.
2) Hambatan Semantik Dalam Proses Komunikasi
Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau makna kata
(denotatif). Jadi hambatan semantik adalah hambatan mengenai bahasa, baik
bahasa yang digunakan oleh komunikator, maupun komunikan.

Hambatan semantik dibagi menjadi 3, diantaranya:

a. Salah pengucapan kata atau istilah karena terlalu cepat berbicara.


contoh: partisipasi menjadi partisisapi
b. Adanya perbedaan makna dan pengertian pada kata-kata yang
pengucapannya sama.
Contoh: bujang (Sunda: sudah; Sumatera: anak laki-laki)
c. Adanya pengertian konotatif
Contoh: secara denotative, semua setuju bahwa anjing adalah binatang
berbulu, berkaki empat. Sedangkan secara konotatif, banyak orang
menganggap anjing sebagai binatang piaraan yang setia, bersahabat
dan panjang ingatan.
Jadi apabila ini disampaikan secara denotatif sedangkan komunikan
menangkap secara konotatif maka komunikasi kita gagal.

3) Hambatan Lainnya
Ada delapan hambatan penting untuk komunikasi lintas budaya dalam pelayanan
kesehatan :
a. Kurangnya pengetahuan
Petugas rumah sakit yang tidak belajar tentang perilaku diterima dalam
budaya yang berbeda dapat atribut perilaku pasien (misalnya diam,
penarikan) untuk alasan yang salah atau penyebab mengakibatkan
penilaian yang salah dan intervensi.
b. Ketakutan dan ketidakpercayaan
Rothenburg (1990) telah mengidentifikasi tujuh tahap penyesuaian bahwa
individu melewati selama pertemuan awal mereka dengan orang dari
budaya yang berbeda yang mereka tidak tahu atau mengerti.
Tahap-tahap ini adalah :
(1) Ketakutan : setiap orang memandang orang lain sebagai berbeda dan
oleh karena itu berbahaya. Biasanya ketika orang-orang menjadi lebih
baik mengenal satu sama lain, ketakutan secara bertahap menghilang,
hanya untuk digantikan oleh kata disukai.
(2) Tidak menyukai : orang-orang dari budaya yang berbeda sering curiga
dari masing- masing orang lain akan tindakan dan motif mereka karena
mereka kurang memiliki informasi
(3) Penerimaan : biasanya jika dua orang dari berbagai budaya yang
berbeda pengalaman cukup baik selama periode waktu
(4) Respect : jika individu dari beragam budaya berpikiran terbuka, akan
memungkinkan mereka untuk melihat dan mengagumi kualitas dalam
satu sama lain
(5) Percaya : orang dari beragam budaya telah menghabiskan cukup
waktu bersama yang berkualitas, mereka biasanya mampu saling
percaya
(6) Menyukai : untuk tahap akhir, individu-individu dari beragam budaya
harus mampu berkonsentrasi pada kualitas manusia yang mengikat
orang bersama- sama, bukan perbedaan yang menarik orang menjadi
terpisah

c. Rasisme
Penghalang transkultural komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien,
dan antara petugas kesehatan dan penyedia perawatan kesehatan lainnya.
Tipe-tipenya :
(1) Rasisme individu : diskriminasi karena karakteristik biologis

(2) Rasisme budaya : menganggap budaya sendiri lebih superior


Kelembagaan rasisme: Lembaga (universitas, bisnis, rumah sakit,
sekolah keperawatan) memanipulasi atau mentolerir kebijakan
yang tidak adil membatasi peluang ras tertentu, budaya, atau
kelompok
d. Bias dan etnosentrisme
Apapun latar belakang budaya mereka memiliki kecenderungan untuk
menjadi bias terhadap nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan merasa bahwa
nilai-nilai mereka benar dan nilai-nilai dari orang lain adalah salah atau
tidak baik.
e. Stereotip perilaku
Sebuah stereotip budaya adalah asumsi beralasan bahwa semua orang dari
kelompok ras dan etnis tertentu yang sama. Sindrom tempat budaya adalah
bentuk stereotip yang masalah untuk banyak petugas kesehatan (dokter
dan perawat). Sindrom tempat budaya berkeyakinan bahwa “ hanya karena
klien terlihat dan berperilaku dengan cara yang anda lakukan, anda
berasumsi bahwa tidak ada perbedaan budaya atau hambatan potensia
untuk perawatan “(Buchwald, 1994)
f. Ritual adalah prosedur dalam mengerjakan tugas.
g. Hambatan bahasa
Bahasa menyediakan alat-alat (kata) yang memungkinkan orang untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
(1) Bahasa asing, merupakan hambatan dalam berkomunikasi yang
banyak terjadi dalam praktik kedokteran. Adanya masalah
hambatan berbahasa asing dapat menjadikan penghalang
terjadinya komunikasi yang efektif antar petugas kesehatan,

antar petugas kesehatan dengan pasien, ataupun pihak-pihak


terkait lainnya.
(2) Berbeda dialek dan regionalism
(3) Idiom dan "berbicara jalanan."

Bahasa asing, dialek dan regionalism. Bahkan ketika petugas


kesehatan dan pasien berbicara bahasa yang sama, kesalahpahaman
dapat muncul. Namun ketika pasien datang dari negara atau rumah
tangga dimana bahasa inggris bukan asli bahasa mereka, hambatan
bahasa yang dihasilkan dapat membawa komunikasi berhenti,
menghasilkam frustasi dan konflik.
Untuk berkomunikasi secara efektif dengan pasien yang tidak
mahir dalam bahasa asing, diperlukan adanya seorang penerjemah
bahasa asing. Seorang juru terampil dapat membantu petugas
kesehatan, pasien dan keluarga pasien dalam mengatasi kecemasan
dan frustasi yang dihasilkan oleh hambatan bahasa
h. Perbedaan dalam persepsi dan harapan
Ketika orang-orang dari budaya yang berbeda mencoba untuk
berkomunikasi, upaya terbaik mereka dapat digagalkan oleh
kesalahpahaman dan konflik bahkan hal serius. Di bidang kesehatan situasi
perawatan, sering terjadi kesalahpahaman ketika petugas kesehatan dan
pasien memiliki persepsi dan harapan yang berbada, akibatnya terjadi
salah penafsiran antara satu sama lain. Harapan bahwa pasien memiliki
perawat dan dokter juga dapat menyebabkan masalah komunikasi lintas
budaya. Sebagai contoh, pasien Jepang pada umumnya melihat anggota
keluarga mereka untuk sebagian besar perawatan mereka, daripada
kepada perawat
Tata laksana :
A. Sarana dan Prasarana Pendukung
Untuk dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam memberikan
pelayanan bagi pasien difabel, Rumah Sakit IBNU SINA YW-UMI Makassar
memiliki sarana dan prasarana yang mendukung, seperti :
1. Kursi roda
Kursi roda merupakan alat yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan
berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan penyakit, cedera maupun cacat
2. Brankar
Brankar merupakan tempat tidur pasien yang dapat didorong

B. Pelayanan Umum Pasien Difable


Pelayanan umum yang diberikan oleh Rumah Sakit IBNU SINA YW-UMI
Makassar untuk pasien difable :
1. Hambatan fisik dari pasien atau keluarga pasien dapat di bantu oleh seorang
security atau POS (pengantar orang sakit) dimasing masing unit
2. Pasien difabel yang masih mampu berjalan
Pada saat masuk Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW-UMI Makassar, seorang
security atau POS menggandeng/ memapah/mengarahkan pasien difabel ke
registrasi rawat jalan/ admission rawat inap sesuai dengan kebutuhannya.
Setelah selesai proses pendaftaran, security akan mengantarkan kembali
pasien difabel ke poliklnikik / ruang rawat inap / instansi yang dituju
3. Pasien difabel dengan kondisi tubuh pasien lemah
Pada saat masuk rumah sakit, seorang security mengantarkan pasien difable
dengan menggunakan kursi roda atau brankar. Untuk kondisi yang darurat,
maka pasien difabel akan langsung diantarkan ke instalasi gawat darurat
dengan menggunakan kursi roda atau brankar.

Tatalaksana Pasien Difabel

Untuk mengetahui hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan cara


sebagai berikut :
1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan
Bertanya lebih lanjut pada si komunikan apakah ia sudah mengerti apa
yang komunikator bicarakan.
Contoh: Perawat bertanya pada pasien “Apakah sudah
mengerti, Pak?”
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
Sama halnya dengan poin pertama hanya saja disini komunikator lebih
aktif berbicara untuk memastikan apakah ada hal lain yang perlu
ditanyakan lagi.
Contoh: “Apa ada hal lain yang kurang jelas, Bu?”
3. Mengecek umpan balik atau hasil
Memancing kembali, komunikator dengan mengajukan pertanyaan
mengenai hal atau pesan yang telah disampaikan kepada komunikan.
Contoh: “Tadi obatnya sudah diminum , Pak?” Sebelumnya si
komunikator telah berpesan pada komunikan untuk meminum obat.
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa
isyarat
Contoh: “Obatnya diminum 3 kali sehari ya” sambil menggerakkan
tangan.
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima
Dalam hal ini komunikator lebih mendekatkan diri dengan berbincang
mengenai hal-hal yang menyangkut keluarga, keadaannya saat ini
(keluhan tentang penyakitnya).
6. Membuat pesan secara singkat, jelas dan tepat komunikator sebaiknya
menyampaikan hanya hal-hal yang berhubungan pasien (atau yang
ditanyakan pasien) sehingga lebih efisien dan tidak membuang-buang
waktu.
C. Cara Mengatasai Hambatan Komunikasi Dengan Pasien Difabel
1. Tuna Netra
Tuna netra memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan sehingga untuk
melakukan kegiatan sehari-harinya menekankan pada alat indera yang lain
yaitu indera peraba dan indera pendengaran. Untuk mempermudah dan
melancarkan penanganan pasien difabel maka petugas Rumah Sakit “Ibnu
Sina” YW-UMI Makassar melakukan komunikasi dengan pasien difabel
dengan menggunakan :
a. Melakukan komunikasi efektif secara normal (lihat panduan komunikasi
efektif). Penyandang tuna netra memiliki daya dengar yang sangat kuat,
pesan-pesan yang diterima melalui pendengarannya dapat dengan cepat
dikirim ke otak sehingga petugas dan tenaga medis di Rumah Sakit “Ibnu
Sina” YW-UMI Makassar dapat berkomunikasi secara verbal dengan pasien
difabel (tuna netra).
b. Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi)
mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindakan lanjut yang
harus dilakukan.
2. Tuna Rungu dan Tuna Wicara
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, tuna rungu memiliki
hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tuna wicara

Cara berkomunikasi dengan pasien tuna rungu dan tuna wicara.

a. Berbicara harus jelas dengan ucapan yang benar.


b. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat.
c. Menggunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan
tangan.
d. Menggunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan.
e. Berbicara sambil berhadapan muka.
f. Memberikan leaflet dan brosur untuk menambahkan informasi.
g. Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila
didampingi) mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan
tindakan lanjut yang harus dilakukan.
D. Cara Mengatasi Hambatan Bahasa Asing
1. Dalam hal mengatasi hambatan dalam bahasa asing adalah dengan
diperlukannya seseorang yang mahir dalam berbahasa asing (translatter)
2. Jika dalam hal petugas translatter tidak dapat datang dalam waktu cepat,
maka staf Rumah Sakit “Ibnu Sina” YW-UMI Makassar yang memiliki
kemampuan berbahasa asing yang baik dapat sementara membantu
menangani hambatan tersebut
3. Jika terdapat pasien atau keluarga pasien yang dalam berbahasa
menggunakan bahasa asing, staf terkait menghubungi seorang
penterjemah/translatter
4. Seorang translatter mendampingi staf terkait yang membutuhkan selama
berkomunikasi dengan pasien / keluarga pasien
5. Seorang translatter membuat laporan dari hasil kerjanya pada buku kerja
translatter (tanggal dan jam permintaan, nama petugas dan unit peminta,
nama dan unit serta nomor kamar pasien, tanda tangan petugas
penterjemah/translatter)
BAB IV
DOKUMEN TERKAIT

Dokumen yang terkait dengan pelaksanaan komunikasi kepada pasien


dan keluarga adalah sebagai berikut :
1. Asesmen Pasien
2. Edukasi Terintegrasi (RM. 12)
3. Jenis layanan rumah sakit
4. Akses mendapatkan pelayaan
5. Panduan penanganan Komplain

Ditetapkan di: Makassar


Pada Tanggal: 23 Januari 2023 M
1 Rajab 1444 H

Anda mungkin juga menyukai