1. Jelaskan logika moral dan hukum, adanya intervensi Negara (pemerintah) dalam bidang
hukum ketenagakerjaan?
Jawab:
Secara logika moral, intervensi Negara dalam bidang Ketenagakerjaan sangatlah penting,
demi terwujudnya hubungan kerja yang adil menuju cita-cita Negara yang sejahtera. Maka
peranan Negara dalam hal ini ialah mengatur dan mengatasi berbagai permasalahan yang
berkenaan dengan ketenagakerjaan. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah melalui
regulasi yang tepat, yakni dengan pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan
yang dapat menjamin keadilan, kepastian dan kemanfaatan hukum, dengan memperhatikan
segala hak, kewajiban dan kepentingan para pihak.
Lalu bagaimanakah peran pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan? Berdasarkan Pasal 102
ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan fungsi pemerintah
dalam melaksanakan hubungan industrial adalah menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, melakukan penindakan terhadap pelanggaran
peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
2. Hukum Ketenagakerjaan bersifat mengatur dan memaksa jelaskan maksud sifat mengatur
dan memaksa tersebut?
Jawab:
Sifat Hukum Ketenagakerjaan secara umum ada dua yaitu:
a. Hukum yang bersifat mengatur (Regeld)
Ciri utama dari hukum peruburuhan/ketenagakerjaan yang sifatnya mengatur ditandai dengan
adanya aturan yang tidak sepenuhnya memaksa, dengan kata lain boleh dilakukan
penyimpangan atas ketentuan tersebut dalam perjanjian (perjanjian kerja, peraturan
perusahaan dan perjanjian kerja bersama).
Sifat hukum mengatur disebut juga bersifat fakultatif (regelendrecht/aancullendrecht) yang
artinya hukum yang mengatur/melengkapi, sebagai contoh aturan
ketenagakerjaan/perburuhan yang bersifat mengatur fakultatif adalah: Pasal 51 ayat (1)
Undang-Undang no 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan
perjanjian kerja bisa tertulis dan tidak tertulis. Dikategorikan sebagai Pasal yang sifatnya
mengatur oleh karena tidak harus/wajib perjanjian kerja itu dalam bentuk tertulis dapat juga
lisan, tidak ada sanksi bagi mereka yang membuat perjanjian secara lisan sehingga perjanjian
kerja dalam bentuk tertulis bukanlah yang imperative/memaksa:
Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
mengenai perjanjian kerja waktu tidak tertentu dapat mensyarakatkan masa percobaan 3
bulan. Ketentuan ini juga bersifat mengatur oleh karena pengusaha bebas untuk
menjalankan masa percobaan atau tidak ketika melakukan hubungan kerja waktu tidak
tertentu/permanen
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahu 2003 tentang Ketenagakerjaan, bagi
pengusaha berhak membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha. Merupakan
ketentuan hukum mengatur oleh karena ketentuan ini dapat dijalankan (merupakan hak)
dan dapat pula tidak dilaksanakan oleh pengusaha.
Buku III Titel 7A Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer) dan Buku II Titel 4 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)