Anda di halaman 1dari 2

DENGAN KEMERDEKAAN BELAJAR MARI MEMBANGUN POTENSI DAN KARAKTER PESERTA DIDIK

Peserta didik yang memiliki Profil Pelajar Pancasila dapat diwujudkan melalui pembangunan potensi dan
pembentukan karakter. Di sinilah pentingnya peran satuan pendidikan, yang tentu saja harus mendapat
dukungan dari keluarga dan lingkungan masyarakat.

Di tengan pandemi Covid-19 ini, literasi baca tulis mengalami kemunduran. Karena kegiatan belajar
mengajar dilakukan dari rumah. Selain itu, kegiatan belajar mengajar dari rumah dinilai kurang efektif
sehingga menimbulkan penurunan daya tangkap siswa.

“Nah, ini berarti ada yang salah dalam penerapannya. Maka guru juga harus membangun komunikasi
dengan orang tua. Kondisi pandemi 3 semester ini harus menjadi pembelajaran dan evaluasi. Orang tua
di rumah harus menjadi role model. Apabila orang tuanya suka membaca maka kemungkinan besar
anaknya juga akan suka membaca,” kata Sri Wahyuningsih.

Untuk mengukur kemampuan literasi numerasi peserta didik, Kemendikbudristek akan melakukan
Asesmen Nasional yang dimulai pada pertengahan November 2021 untuk jenjang sekolah dasar. Ia
kembali menegaskan bahwa Asesmen Nasional bukan ujian, melainkan upaya mendapatkan gambaran
kualitas pendidikan di setiap sekolah.

“Ketika 6 literasi dasar ini sudah dipahami sejak tingkat sekolah dasar, ini menjadi bekal yang baik untuk
kehidupan di masa depan. Inilah peserta didik yang memiliki Profil Pelajar Pancasila yaitu beriman,
bertakwa kepada Tuhan YME, mandiri, berpikir kritis, kreatif, bergotong royong, dan berwawasan
global,” kata Sri Wahyuningsih.

Ratih Megasari Singkarru, M.Sc., Anggota Komisi X DPR RI mengatakan masyarakat jangan hanya
sekedar tahu Profil Pelajar Pancasila, tapi juga harus memahami dan mengimplementasikan di
kehidupan sehari-hari.

“Misalnya beriman/bertakwa kepada Tuhan YME. Karakter ini sangat penting karena merupakan pijakan
kita dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Ratih.

Kemudian karakter mandiri sangat penting di tengah pandemi. Anak-anak dipalsa oleh keadaan untuk
memiliki kemampuan dan kesadaran belajar sendiri secara daring. Mandiri sangat berdekatan dengan
kedisiplinan, seperti disiplin menjaga protokol kesehatan, baik di rumah maupun di sekolah.

Selanjutnya adalah karakter kreatif. Kepala sekolah dan guru harus kreatif untuk menciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Sehingga memacu minat belajar anak-anak semakin meningkat,
meski di tengah pandemi.

”Kemudian bernalar kritis. Anak- anak harus diajarkan untuk memiliki daya pikir critical thinking. Ketika
anak-anak kita tidak memiliki daya pikir yang kuat, ke depan mereka bisa menjadi pribadi yang tidak
memiliki prinsip. Critical thinking diperlukan untuk memecahkan masalah dan memberikan solusi dari
masalah yang ada,” jelasnya.

Dan yang terakhir adalah kolaborasi. Kolaborasi dapat dilakukan dengan siapa pun, dengan melihat
potensi dan memetakannya. ”Misalnya saja membangun kolaborasi dengan Kementerian Pariwisata
untuk mewujudkan pendidikan vokasi kepariwisataan. Karena sumber daya manusia kita masih kurang
untuk menyambut para wisatawan,” kata Ratih.

”Hal ini memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk belajar dalam situasi tidak formal,
struktur belajar yang fleksibel, kegiatan belajar yang interaktif, dan juga terlibat langsung dengan
lingkungan sekitar untuk menguatkan berbagai kompetensi dalam Profil Pelajar Pancasila,” ujarnya.

Ada beberapa prinsip yang harus dipahami dalam menumbuhkan karakter Profile Pelajar Pancasila,
menurut Abdul Rahman. Pertama adalah prinsip holistic, yaitu bermakna memandang sesuatu secara
utuh dan menyeluruh, tidak parsial atau terpisah- pisah.

“Kerangka berpikir holistic mendorong kita untuk menelaah sebuah tema secara utuh dan melihat
keterhubungan dari berbagai hal untuk memahami sebuah isu secara mendalam,” katanya.

Yang kedua ada prinsip kontekstual, yakni berkaitan dengan upaya mendasarkan kegiatan pembelajaran
pada pengalaman nyata yang dihadapi dalam keseharian. Prinsip ini mendorong guru dan peserta didik
untuk dapat menjadikan lingkungan sekitar dan realita kehidupan sehari- hari sebagai bahan utama
pembelajaran.

Kemudian prinsip ketiga berpusat pada peserta didik, yaitu berkaitan dengan skema pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk menjadi subjek pembelajaran yang aktif mengelola proses belajarnya
secara mandiri. Diharapkan guru dapat mengurangi perannya dalam kegiatan belajar mengajar yang
menjelaskan banyak materi dan memberikan banyak instruksi. Diharapkan para murid lebih aktif dan
guru hanya bertugas sebagai fasilitator pembelajaran. 

Yang terakhir adalah prinsip eksploratif, yaitu berkaitan dengan semangat untuk membuka ruang yang
lebar bagi proses inkuiri dan pengembangan diri,” katanya. (Hendriyanto)

Anda mungkin juga menyukai