Anda di halaman 1dari 24

OBAT ANTIINFEKSI: ANTIBIOTIK, ANTIVIRUS, DAN

ANTIJAMUR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Farmakologi

Disusun Oleh:

Kelompok 2 (Tingkat 1A)

Ananda Rizkianti (P20620222004) Fittalia Khaerunisa (P20620222014)

Anifa Ferhika Cahya (P20620222005) Nita Novita (P20620222028)

Dwi Putra Pratama (P20620222012) Selma Sahedina (P20620222037)

Dosen Pengampu:

Fitri Alfiani, S.Farm., M.KM., Apt.

PRODI D-III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA KAMPUS CIREBON
Jl. Pemuda Raya No. 38 Sunyaragi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon Jawa Barat 45132
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat-
Nya sehingga pembuatan makalah pada mata kuliah Farmakologi dengan judul
“obat antiinfeksi: antibiotik, antivirus, dan antijamur” ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Makalah ini disusun berdasarkan kerja keras kami yang
ditempuh oleh bimbingan yang diberikan Fitri Alfiani, S.Farm., M.KM., Apt.

Terselesaikannya makalah ini bukan karena usaha kami sendiri, semua


tidak terlepas dari uluran tangan yang diberikan oleh berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Yang telah membantu kami, mulai dari
pencarian sumber referensi sampai dengan penyusunan makalah, oleh karena itu
pada kesempatan ini dengan rendah hati kami menyampaikan rasa terimakasih
kepada pihak-pihak yang terkait.

Kami menyadari amatlah terbatas pengetahuan dan kemampuan yang kami


miliki untuk menciptakan karya tanpa cela yang tentulah masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat kami harapkan, hargai dan akan diterima dengan kerendahan
hati, agar menjadi koreksi pada kami, sehingga kelak kami mampu menghasilkan
sebuah karya yang jauh lebih baik dan kami berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Cirebon, Februari 2023

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat


yang utama, terutama di negara berkembang. Salah satu obat yang paling
penting untuk mengatasi masalah ini adalah agen antimikroba, termasuk
agen antibakteri/antibiotik, antijamur, antivirus dan antiprotozoa. Penyakit
menular adalah penyakit yang disebabkan oleh invasi mikroba patogen
(bakteri, cacing, protozoa, virus dan jamur) yang merusak atau mencemari
tubuh. Salah satu pengobatan penyakit infeksi dengan antibiotik.
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau
secara semi sintetik (Dorland, 2011).

Antibiotik mencegah pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri


secara langsung. Antibiotik digunakan untuk mengobati infeksi bakteri;
antivirus; antijamur, yang digunakan untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh protozoa tertentu, termasuk malaria; antihelmintik, yang
digunakan untuk mengobati infeksi akibat cacing; dan antineoplasma,
yang digunakan untuk mengobati kanker, penyakit yang disebabkan oleh
sel-sel abnormal (Karch, 2020). Antibiotik juga merupakan obat yang
paling umum digunakan untuk infeksi bakteri. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sekitar 40-62% antibiotik disalahgunakan, termasuk
pada penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik (Permenkes,
2011).  Sebagai perawat yang berperan dalam kolaborasi pemberian obat
dengan dokter, seyogyanya tahu mengenai obat antiinfeksi. Maka dari itu
makalah yang berjudul “Obat Antiinfeksi” ini dibuat.

3
B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan


beberapa pembahasan mengenai pengobatan berasal dari penyakit infeksi
melalui obat antibiotik, antivirus, dan antijamur.

C. Tujuan penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan
dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa dapat:

a. Tujuan Umum

Diharapkan setelah mempelajari makalah ini, mahasiswa mampu


memahami pengertian, klasifikasi, efek terapeutik serta cara mengatasi
efek samping yang ditimbulkan obat antiinfeksi.

b. Tujuan Khusus

1. Memahami pengertian obat antibiotik, antivirus, dan antijamur.

2. Memahami klasifikasi obat antibiotik, antivirus, dan antijamur.

3. Memahami efek terapeutik obat antibiotik, antivirus, dan antijamur.

4. Memahami cara mengatasi efek samping obat antibiotik, antivirus,


dan antijamur.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. ANTIINFEKSI
1. Pengertian

Obat dengan jenis yang dirancang melawan mikroorganisme asing


yang menginfeksi dan menginvasi pada penjamu manusia. Obat
memiliki sifat toksisitas yang mampu mempengaruhi sistem protein
atau enzim tertentu yang melawan bakteri. Sel manusia dan organisme
penginvasi hanya sedikit mirip, tetapi belum saat ini tidak ada obat
anti-infeksi saat yang tidak mempengaruhi sel pejamu (Karch, 2020).

Infeksi merupakan proses menyerang sel inang oleh


mikroorganisme dan berpoliferasi pada tubuh dapat menimbulkan
penyakit tertentu (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah suatu tanda
tubuh ketika saat pertumbuhan organisme patogenik menimbulkan
beberapa masalah pada tubuh (Smeltzer & Brenda, 2002).

2. Klasifikasi

Menurut Karch (2020). Antibiotik, yang digunakan untuk


mengobati infeksi bakteri; antivirus; antijamur, yang digunakan untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh protozoa tertentu, termasuk
malaria; antihelmintik, yang digunakan untuk mengobati infeksi akibat
cacing; dan antineoplasma, yang digunakan untuk mengobati kanker,
penyakit yang disebabkan oleh sel-sel abnormal.

B. ANTIBIOTIK

1. Pengertian

Antibiotik adalah zat kimia yang menghambat bakteri tertentu.


Bahan kimia yang menghambat pertumbuhan bakteri disebut
bakteriostatik, dan yang membunuh bakteri secara langsung disebut
bakterisida. Beberapa antibiotik memiliki efek bakterisidal dan
5
bakteriostatik, bergantung pada konsentrasi obat yang bersangkutan.
Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai infeksi sistemik dan
lokal. Banyak infeksi baru muncul setiap tahun, dan para ilmuwan
terpaksa mengembangkan antibiotik baru untuk menghadapi setiap
ancaman baru. Antibiotik dibuat dengan tiga cara: sintetik dari
organisme hidup dan sebagian dengan bantuan rekayasa genetika
(Karch, 2020).

2. Klasifikasi
Pengelompokkan antibiotik dibedakan pada mekanisme atau
tempat kerja antibiotik pada suatu kuman, diantaranya:
1) Antibiotika yang bekerja menghambat sintesis dinding sel
kuman, termasuk di sini adalah basitrasin, sefalosporin,
sikloserin, penisilin, ristosetin dan lain-lain.
2) Antibiotika yang merubah permeabilitas membran sel atau
mekanisme transport aktif sel. Yang termasuk di sini adalah
amfoterisin, kolistin, imidazol, nistatin dan polimiksin.
3) Antibiotika yang bekerja dengan menghambat sintesis protein,
yakni kloramfenikol, eritromisin (makrolida), linkomisin,
tetrasiklin dan aminogliosida.
4) Antibiotika yang bekerja melalui penghambatan sintesis asam
nukleat, yakni asam nalidiksat, novobiosin, pirimetamin,
rifampisin, sulfanomida dan trimetoprim.

a. Penisilin

Penisilin membunuh bakteri gram negative dan koku gram


positif Penilisilin membunuh bakteri Gram negatif dan kokus
Gram positif, streptokokus, stafilokokus, spiroketa, klostridia,
antraks dan aktinomisetes. Bakteri dalam fase tumbuh lebih
peka, sehingga penyakit lebih cepat disembuhkan dari pada
penyakit kronis. Penyerapannya baik, tetapi beberapa bentuk
penislin mudah dirusak oleh asam lambung dan enzim.

6
Distribusinya setelah diserap luas, tetapi sulit memasuki otak.
Pengeluarannya melalui ginjal cepat.

a) Efek Terapeutik

Menghambat aktivitas protein pengikat penisilin,


yang mengkatalisis reaksi transpeptidase dalam proses
pembentukan dinding sel bakteri, yang mengakibatkan
kematian sel bakteri. Antibiotik golongan penisilin bersifat
bakterisida (membunuh bakteri) hanya bila sel bakteri
aktif tumbuh dan mensintesis dinding sel (Woro, Sujati
2016).

b) Efek Samping

Efek samping utama dari kelompok penisilin


adalah reaksi alergi akibat hipersensitivitas, syok
anafilaksis, diare, mual, muntah, nefrotoksisitas, dan
7
neurotoksisitas. Penggunaan obat penisilin pada ibu hamil
dan menyusui dinilai relatif aman untuk ibu hamil dan
menyusui (Woro, Sujati 2016). 

b. Sefalosforin

Sefalosfoin adalah antibiotik beta-laktam yang bekerja


dengan penghambatan sintesis dinding sel mikroba.
Farmakologi sefalosporin mirip dengan sekresi
penisilinterutama oleh ginjal dan dapat dicegah dengan
probenesid. Sefalosporin merupakan antibiotik spectrum luas
yang digunakan untuk terapi septicemia, pneumonia,
meningitis, infeksi saluran empedu, peritonitis, dan infeksi
saluran urin.

a) Efek Terapeutik

Dengan tujuan menghambat enzim transpeptidase,


enzim yang berperan dalam tahap akhir sintesis lapisan
peptideglikan dinding sel bakteri (Golden et al dalam
Hardianto, dkk. 2016)

b) Efek Samping

Efek samping gastrointestinal yang paling umum


dari sefalosporin adalah mual, muntah, diare, anoreksia,
sakit perut, dan perut kembung (umum). Kolitis
8
pseudomembran, kondisi yang berpotensi mengancam
jiwa, telah dilaporkan dengan beberapa sefalosporin.
Beberapa obat harus segera dihentikan jika muncul tanda-
tanda diare berdarah yang sangat parah atau sakit perut.
Efek samping lainnya adalah superinfeksi, seringkali
disebabkan oleh kematian bakteri pelindung pada flora
normal. Pasien yang menerima sefalosporin parenteral
harus dipantau untuk abses injeksi intravena atau lokal. 

c. Tentrasiklin

Tetrasiklin adalah antibiotik spektrum luas. Penggunaannya


bersifat jangka panjang menurun karena masalah resistensi.
Tetrasiklin dibagi menjadi:

a) Efek Terapeutik

9
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang
terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan
menghambat sintesis protein kuman.
b) Efek Samping
Efek samping penggunaan oral tetrasiklin termasuk
mual, muntah, superinfeksi dan lain-lain. Efek lain dari
penyerapan pada tulang dan gigi yang baru terbentuk,
yang dapat menyebabkan kelainan bentuk dan retardasi
pertumbuhan. Efek lainnya adalah hepatotoksik,
nefrotoksik dan fotosensitisasi. 
Penggunaan pada ibu hamil tidak dianjurkan karena
mencegah pertumbuhan tulang dan pengapuran gigi.
Tetrasiklin tidak boleh digunakan setelah bulan keempat
kehamilan dan pada anak di bawah usia 8 tahun. 
d. Aminoglikosida

Aminoglikosida adalah sekelompok antibiotik kuat yang


digunakan untuk mengobati infeksi serius yang disebabkan oleh
bakteri akorbat gram negatif. Karena sebagian besar obat ini
dapat memiliki efek samping yang serius, obat yang lebih baru
dan kurang toksik telah menggantikan aminoglikosida dalam
pengobatan infeksi yang tidak terlalu parah.

a) Efek Terapeutik:

10
Aminoglikosida bersifat bakterisidal. Obat ini
menghambat sintesis protein pada strain bakteri gram-
negatif yang rentan, yang mengakibatkan hilangnya
integritas fungsional membran sel bakteri, sehingga
menyebabkan kematian sel.
Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi serius yang
disebabkan oleh strain bakteri gram-negatif yang rentan,
termasuk Pseudomonas aeruginosa, E. coli, spesies Proteus,
kelompok Klebsiella-Enterobacter- Serratia, spesies
Citrobacter, dan spesies Staphylococcus seperti S. Aureus.
b) Efek Samping,
1. Alergi: demam, ruam, dll;
2. Iritasi dan toksisitas berupa nyeri pada tempat
penyuntikan, ototoksik, nefrotoksik, neurotoksik;
3. Perubahan biologis berupa perubahan mikroflora tubuh.
Aminoglikosida tidak diindikasikan untuk wanita hamil dan
menyusui karena dapat melewati plasenta dan
menyebabkan kerusakan ginjal menyebabkan ketulian pada
bayi. .

e. Kloramfenikal

Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas, tetapi


beracun. Obat ini harus disediakan untuk infeksi serius yang
disebabkan oleh Haemophilus influenzae, demam tifoid,
meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi serius
lainnya. Karena toksisitasnya.

Obat ini tidak cocok untuk penggunaan sistemik, karena


antibiotik ini dikontraindikasikan wanita hamil, ibu menyusui
dan pasien dengan porfiria. Efek samping, kelainan darah
reversible dan ireversibel, seperti anemia aplastik (dapat
berkembang menjadi leukemia), neuritis perifer, radang saraf

11
optik, eritema multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis,
glositis, hemoglobinuria dosis malam untuk tifus, dosis awal 1-
2 g kemudian 4 kali 500-750 mg. bayi baru lahir.

Maksimum 25 mg/kg/hari dalam empat dosis. Anak-anak dari 2


minggu: 25-50 mg/kg/hari dalam dosis terbagi 2-3 porsi.
Infeksi berat IV 4 kali 500-1500 mg. 

a) Efek terapeutik

Kloramfenikol bekerja dengan jalan meng- hambat sintesis


protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil transferase
yang berperan sebagai katalisator untuk membentuk ikatan-
ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Efek toksik
kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem
hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja
obat ini

Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik. Pada


konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang- kadang bersifat
bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu.

b) Efek samping
1. Gangguan GIT, seperti mual, muntah, diare, kandidiasis
oral.

2. Gangguan sumsum tulang, seperti anemia aplastik


(ireversibel) yang merupakan reaksi idiosinkrasi yang tidak
berhubungan dengan dosis.

3. Toksisitas pada bayi baru lahir sehingga menyebabkan


gray baby syndrome dengan ciri-ciri muntah, tonus otot
menurun, hipotermi, perubahan warna menjadi kelabu, dan
kolaps. Pada wanita hamil dan laktasi dapat menimbulkan
cyanosis dan grey baby sindrom.

12
B. ANTIVIRUS
1. Pengertian
Virus tidak diserang oleh agen antibakteri normal karena struktur
dan metode aplikasinya. Namun, replikasi virus dapat terganggu oleh
berbagai bahan kimia. Selain globulin, yang merupakan antibodi
khusus yang menghalangi virus memasuki sel dari luar, ada beberapa
bahan kimia yang penggunaannya terbatas dalam pengobatan infeksi
virus (Wayulo, 2022).
Virus adalah organisme intraseluler karena ukurannya yang sangat
kecil dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Virus datang dalam
berbagai bentuk dan ukuran. Virus biasanya berukuran 10-300 nm.
Secara umum, virus tidak dapat diklasifikasikan sebagai organisme
hidup karena mereka bukan organisme hidup. Replikasi virus hanya
terjadi bila virus berada di dalam sel tubuh inang.
Virus adalah parasit obligat intraseluler, yaitu organisme. Hidup
parasit ketika berada dalam sel inang. Virus menginfeksi inang dan
dapat memiliki konsekuensi yang berbeda untuk inang. Beberapa
berbahaya, tetapi yang lain dapat ditangani oleh sel -sel kekebalan
tubuh.Untuk beberapa penyakit yang Disebabkan oleh virus :
Influenza, polio, herpes zoster, cacar air, herpes, hepatitis, flu burung
dan HIV/AIDS. Mengembangkan obat antivirus sebagai profilaksis
dan terapi tidak berhasil Mencapai hasil yang diinginkan karena ada
antivirus selain penghambatan Ini tidak hanya membunuh virus, tetapi
juga merusak sel inang di mana ia berada. Kumpulan obat antivirus
Banyak penelitian telah dilakukan, tetapi hasilnya tidak memadai
karena toksisitasnya sangat tinggi.

2. Klasifikasi
a. Antivirus untuk Herpes
1) Acyclovir
a) Mekanisme kerja

13
b) Begitu berada di dalam sel inang , asiklovir dimetabolisme
menjadi asiklovir monofosfat oleh timidin kinase virus
diubah menjadi asiklovir trifosfat oleh enzim sel inang.
Asiklovir trifosfat adalah substrat DNA polimerase virus
yang dapat menonaktifkan polimerase DNA virus.
c) Mutasi pada gen timidin menyebabkan resistensi terhadap
asiklovir viral kinase atau gen DNA polimerase.
d) Acyclovir diindikasikan untuk infeksi herpes simplex
virus-1 (HSV-1) dan HSV -2. dan virus varicella-zoster.
e) Efek samping asiklovir jarang mual, diare atau sakit
kepala keluar.
f) Dosis asiklovir pada herpes genital 200 mg 5 kali sehari ;
Zoostar 400 mg empat kali sehari, krim topikal 5%, tetes
mata 3%.
2) Valasiklovir
c) Setelah pemberian oral, valasiklovir diubah melalui
asiklovir valasiklovir hidrolase di saluran pencernaan dan
hati.
d) Mekanisme kerja dan resistensi valasiklovir sama dengan
asiklovir. 
e) Valasiklovir diindikasikan untuk infeksi virus herpes
simpleks dan virus varicella . Herpes zoster dan profilaksis
sitomegalovirus.
f) Dosis valasiklovir untuk herpes genital adalah 500 mg dua
kali sehari . Herpes zoster 1000 mg 3 kali sehari.
g) Efek samping akibat konversi menjadi asiklovir di saluran
cerna Valasiklovir sama dengan asiklovir .
3) Ganciclovir
a) Mekanisme kerja Ganciclovir adalah fosforilasi pada sel
yang terinfeksi Berubah menjadi metabolit aktif, metabolit
aktif adalah inhibitor Viral DNA polymerase.

14
b) resistensi terhadap ganciclovir karena penurunan
fosforilasi Ganciclovir karena mutasi virus
phosphotransferase dan mutasi DNA viral polymerase.
c) Ganciclovir diindikasikan untuk infeksi cytomegalovirus
(CMV).
d) Dosis awal gansiklovir adalah 5 mg/kg secara intravena
setiap 12 jam selama 2 hari saya melanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 5 mg /kg/hari selama seminggu terakhir.
e) Efek samping gansiklovir meliputi myelosupresi,
neutropenia, trombositopenia. 
b. Antivirus untuk Influenza
1) Amantadine dan Rimantadine
a) Mekanisme kerjanya adalah pengikatan virus ke protein
M2 nya. Menghambat proses uncoating RNA virus
b) Resistensi mutasional terhadap amantadine dan
rimantadine Asam amino yang membentuk saluran M2
virus dapat diubah.
c) Indikasi untuk amantadine dan rimantadine adalah
pencegahan dan pengobatan Infeksi primer dengan virus
influenza A.
d) Dosis amantadin adalah 100 mg dua kali sehari,
sedangkan rimantadin 150 mg dua kali sehari.B.
Oseltamivir and Zanamivir
e) Efek samping meliputi gangguan saluran cerna ringan
yang tergantung dosis, gelisah sulit berkonsentrasi,
insomnia, dan kehilangan nafsu makan.
2) Oseltamivir dan Zanamivir
a) Obat ini bekerja dengan cara menghambat terhadap enzim
neuroamidase sehingga menghambat infeksi danpelepasan
virus didalam sel hospes.
b) Resistensi terjadi karena hambatan ikatan obat dan
hambatan aktivitas enzim neuroamidase.

15
c) Indikasi oeltamivir dan zanamivir adalah untuk terapi dan
pencegahan infeksi virus influenza A dan B.
d) Dosis Zanamivir inhalasi 5 mg dua kali sehari selama 5
hari, sedangkan oseltamivir 75 mg dua kali sehari selama
15 hari.
e) Efek samping zanamivir adalah gangguan saluran cerna,
seperti mual, muntah, diare, gangguan saluran napas atas,
seperti sinusitis, bronkhitis, dan batuk, sedangkan efek
samping dari oseltamivir adalah mual, muntah, dan nyeri
abdomen.
c. Antivirus untuk Virus Hepatitis B (HBV) dan Hepatitis C
(HCV)
1) Lamivudine
a) Lamivudine bekerja dengan menghentikan sintesis DNA
dengan menghambat enzim polimerase virus secara
kompetitif.
b) Resistensi terhadap lamivudine disebabkan oleh mutasi
pada polimerase DNA virus.
c) Lamivudine diindikasikan untuk infeksi HBV.
d) Dosis oral lamivudine adalah 100 mg setiap hari.
e) Efek samping lamivudine meliputi kelemahan, sakit
kepala, dan mual.
2) Adenovir
a) Mekanisme adenovir adalah bahwa menghambat replikasi
HBV, meningkatkan aktivitas pembunuh alami,
dandifosforilasi menjadi bentuk aktifnya, yang
menginduksi produksi interferon endogen.
b) Adenovir diindikasikan untuk infeksi HBV yang resistan
terhadap lamivudine.
c) Dosis oral adenovir adalah 10 mg setiap hari.
3) Entecavir

16
a) Mekanisme kerja Entecavir adalah fosforilasi menjadi
bentuk trifosfat, yang bersaing dengan deoxyguanosine
triphosphate, substrat dari enzim reverse transcriptase
virus hepatitis B.
b) Efek samping entecavir antara lain sakit kepala, ISPA,
batuk, nasofaringitis, kelelahan, pusing, nyeri perut bagian
atas dan mual.
c) Dosis oral entecavir adalah 0,5 mg/hari.
d. Antiretrovirus
1) Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)
a) Enzyme Reverse Transcriptase (RT) mengubah RNA virus
menjadi DNA proviral, yang berikatan dengan kromosom
inang.
b) Agen yang termasuk dalam kelompok NRTI menghambat
pemanjangan rantai DNA proviral melalui fosforilasi.
c) Obat golongan NRTI diindikasikan untuk infeksi HIV tipe
1 dan 2, dan menghambat infeksi oleh infeksi sel rentan
akut.
d) Untuk obat golongan NRTI, dua obat reverse transcriptase
dan satu protease inhibitor digunakan dalam kombinasi
(terapi ART).
e) Contoh NRTI termasuk zidovudine, didanosine,
zalcitabine, stavudine, lamivudine, emtricitabine, dan
abacavir.
2) Nucleotide reverse transcriptase (NtRTI)
a) Tenofovir disoproxil.
b) NtRTI digunakan dalam kombinasi dengan obat
antiretroviral lainnya.
c) NtRTI diindikasikan untuk infeksi HIV yang
dikombinasikan dengan Efavierenz dan HBV.
d) Contoh golongan obat NtRTI adalah tenofovir disoproxil
dengan dosis 300mg sekali sehari.

17
e) Efek samping obat NtRTI meliputi mual, muntah, gas dan
diare.
3) Non-Nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI)
a) Mekanisme kerja obat golongan NNRTI adalah situs aktif
konformasi enzim menyebabkan perubahan situs aktif ini.
b) Obat golongan NNRTI diindikasikan untuk infeksi HIV
tipe 1.
c) Obat golongan NNRTI dimetabolisme oleh enzim
sitokrom P450 di hati dan rentan terhadap interaksi obat-
obat
d) Obat golongan NNRTI Contoh obatnya adalah nevirapine,
delavirdine , dan efavirenz. 

D. ANTIJAMUR
1. Pengertian
Obat-Obat antijamur atau disebut dengan obat-obat antimikotik,
dipakai untuk mengobati dua jenis infeksi jamur: infeksi jamur
superfisial pada kulit atau selaput lendir dan infeksi jamur sistemik
pada paru-paru atau sistem saraf pusat. Infeksi jamur dapat ringan,
seperti pada tinea pedis (athlete's foot), atau berat, seperti pada paru-
paru atau meningitis. Jamur, seperti Candida spp. (ragi), merupakan
bagian dari flora normal pada mulut, kulit, usus halus, dan vagina.
Kandidiasis dapat terjadi sebagai infeksi oportunistik jika mekanisme
pertahanan tubuh terganggu. Obat-Obat seperti antibiotik, kontrasepsi
oral, dan imunosupresif, dapat juga mengubah mekanisme pertahanan
tubuh. Infeksi jamur oportunistik dapat ringan (infeksi ragi pada
vagina) atau berat (infeksi jamur sistemik).
2. Klasifikasi
Obat-Obat antijamur dikelompokkan ke dalam empat kelompok:
a. Flusitosin
Flusitosin diberikan secara oral atau melalui infus
intravena. Flusitosin hanya aktif melawan ragi dan digunakan

18
terutama untuk mengobati kandidiasis sistemik atau infeksi
kriptokokus. Flusitosin sering diberikan dalam kombinasi
dengan amfoterisin karena resistensinya sering berkembang
dengan cepat. Obat-obat ini bekerja secara sinergis dan
kombinasinya efektif pada meningitis kriptokokus.

b. Imidazol
Imidazol merupakan obat antijamur spektrum luas dan
resistensinya jarang timbul. Imidazol tidak diabsorpsi dengan
baik secara oral. kecuali ketokonazol. Klotrimazol, ekonazol,
dan mikonazol banyak digunakan secara topikal pada terapi
infeksi dermatofita dan Candida albicans. Ketokonazol
diabsorpsi dengan baik secara oral dan saat ini digunakan pada
terapi mikosis lokal dan sistemik. Antusiasme terhadap
ketokonazol telah menurun karena ketokonazol bisa
menyebabkan nekrosis hati serta supresi adrenal.

c. Fluconazol
Flukonazol bisa diberikan secara oral atau intravena dan
telah berhasil digunakan pada mikosis superfisial dan sistemik
(bukan) Aspergillus) spektrum luas. Tidak seperti ketokonazol,
flukonazol tidak hepatotoksik dan tidak menghambat sintesis
steroid adrenal. Itrakonazol diabsorpsi secara oral dan, tidak
seperti imidazol dan flukonazol, itrakonazol aktif melawan
Aspergillus. Varikonazol merupakan obat baru spektrum luas
yang digunakan untuk infeksi yang mengancam jiwa.
d. Ekinokandin
Ekinokandin merupakan obat baru yang bekerja dengan
meng- hambat sintesis ẞ(1-3)glukan dan merupakan komponen
penting pada dinding jamur. Kaspofungin (intravena)
digunakan pada aspergilosis invasive yang tidak responsif
terhadap amfoterisin atau itrakonazol.

19
3. Efek terapeutik
A. Efek Terapeutik Flusitosin
Flusitosin diserap dengan cepat dan baik melalui saluran cerna.
Pemberian bersama makanan memperlambat penyerapan tapi
jumlah yang diserap tidak berkurang. Penyerapan juga diperlambat
pada pemberian bersama suspensi aluminium hidroksida/magnesium
hidroksida dan dengan neomisin. Kadar puncak dalam darah setelah
pemberian per oral dicapai 1-2 jam. Kadar ini lebih tinggi pada
penderita insufisiensi ginjal. Setelah diserap, flusitosin akan
didistribusikan dengan baik ke seluruh jaringan dengan volume
distribusi mendekati volume total cairan tubuh. Kadar dalam cairan
otak 60-90% kadar dalam plasma.

B. Efek Terapeutik Mikonazol


Mikonazol menghambat aktivitas jamur Trichophyton,
Epidermophyton, Microsporum, Candida, dan Malassezia fur fur.

C. Efek Terapeutik Fluconazol


Fluconazole aman untuk penderita AIDS dan kanker yang
mengalami imunosupresi, karena toksisitas yang rendah terhadap
hepar dan tidak menimbulkan depresi sumsum tulang. Fluconazole
terabsorpsi cepat melalui gastrointestinal cepat, dan hampir
seluruhnya terserap.

D. Efek Terapeutik Ekinokandin


Ekinokandin merupakan antijamur golongan baru, cara
kerjanya melalui penghambatan sintesis enzim 1,2-beta-D dan 1,6-
beta-D-glucan synthase. Enzim itu penting dalam produksi glukan
(komponen penting dinding sel jamur) yang mengakibatkan
ketidakstabilan osmotik sehingga sel jamur tidak dapat
mempertahankan bentuknya dan berujung pada kematian jamur

20
4. Efek samping
A. Efek samping Flusitosin
Mual, Muntah, Diare, dan Enterokolitis yang hebat; kira kira 5%
penderita mengalami peninggian enzim SGOT dan SGPT,
hepatomegaly dapat pula terjadi. Efek samping ini akan hilang sendiri
bila pengobatan dihentikan,lebih sering terjadi pada penderita azotemia
dan jelas meningkat bila kadar flusitosin plasma melampaui 100-125
kadang kadang dapat pula terjadi sakit kepala, kebingungan, pusing,
mengantuk dan halusinasi
.
B. Efek samping Mikonazol
Iritasi, rasa terbakar dan maserasing memerlukan penghentian
terapi. Sejumlah kecil mikonazo diserap memelui mukosa vagina,
tetapi belum ada laporan efek samping pada bayi yang ibunya
mendapat mikonazol intravaginal pada waktu hamil.

C. Efek samping Fluconazol


Fluconazole memiliki efek samping yang mungkin menyebabkan
mual, muntah, sakit perut, diare, sakit kepala, dan ruam pada kulit.

D. Efek samping Ekinokandin


Meskipun secara umum echinocandin aman, terdapat laporan
kejadian efek samping terkait jantung yang tidak dapat dijelaskan
seperti aritmia dan gagal jantung pada beberapa pasien setelah
pemberian caspofungin. Selain itu, Fink dkk. Melaporkan efek
samping berupa ketidakstabilan hemodinamik yang fatal setelah
pemberian anidulafungin, dan dalam uji ex vivo, caspofungin dan
anidulafungin menurunkan kontraktilitas ventrikel kiri jantung.Hal ini
menyiratkan bahwa echinocandin harus digunakan hati-hati pada
pasien komorbid disfungsi jantung; diperlukan studi lebih lanjut
mengenai efek samping ini.

21
BAB III SARAN DAN KESIMPULAN
a. Saran

Berdasarkan hasil diskusi yang telah dilakukan, Maka penulis


menyadari masih terdapat banyak keterbatasan dan kekeliruan yang ada
dalam makalah ini. Namun dengan pengerjaan makalah ini, diharapkan
dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan. Diharapkan bagi
kita semua sebagai mahasiswa dapat mengerti dan tahu mengenai obat
antiinfeksi, klasifikasi obat antiinfeksi, efek terapeutik, dan efek samping
dari obat antiinfeksi ini.

b. Kesimpulan

Infeksi merupakan proses penyerangan sel inang oleh


mikroorganisme dan berpoliferasi pada tubuh dan dapat menimbulkan
suatu penyakit tertentu. Salah satu pencegahannya dengan penggunaan
obat anti infeksi, antiinfeksi adalah obat yang dirancang untuk melawan
mikroorganisme asing yang menginfeksi dan menginvasi pada tubuh
manusia. Ada beberapa obat yang tergolong dari obat antinfeksi,
diantaranya yaitu; Antibiotik, antibiotik adalah salah satu zat yang
menghambat bakteri dan membunuh bakteri secara langsung. Antivirus,
Antivirus adalah bahan kimia yang bekerja dengan cara membunuh virus
dan menghambat perkembangan, sehingga jumblah virus yang
menginfeksi dapat berkurang. Antijamus, Antijamur disebut juga dengan
antimikotik.

22
Daftar Pustaka

Dorland WA, Newman. (2010). Kamus Kedokteran Dorland edisi 31. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fink M, Zerlauth U, Kaulfersch C, Rab A, Alberer D, Preiss P et al. A severe case


of haemodynamic instability during anidulafungin administration. J Clin
Pharm Ther 2013; 38:241-2; PMID:23550735 ;
http://dx.doi.org/10.1111/jcpt.12046

Hardianto, Dudi dkk. (2016). Biokonversi Sefalosporin C Menjadi Asam 7-


Aminosefalosporin Dengan Sefalosporin Asilase.

23
Ismail, E. (2013). "Kompilasi Praktis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi".
Jurnal Kedokteran Universitas Indonesia.

Ismail, E. (2013). "Kompilasi Praktis Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi".


Jurnal Kedokteran Universitas Indonesia.

Karch, A. (2010). Farmakologi keperawatan: buku ajar/penulis, alih Sari


Kurnianingsih, Renata Komalasari, Ana Lusiyana; editor edisi bahasa
Indonesia, Fruriolina Ariani... [et al.]. - Ed. 2-Jakarta: EGC

Kartikawati, H. (2011). "Preparat Anti Jamur Dalam Pencegahan Mukositis Oral


Akibat Efek Samping Radioterapi pada Pasien Keganasan Kepala Leher".
Jurnal Media Medika Indonesiana. Volume 45 (3). (163-168)

Kartikawati, H. (2011). "Preparat Anti Jamur Dalam Pencegahan Mukositis Oral


Akibat Efek Samping Radioterapi pada Pasien Keganasan Kepala Leher".
Jurnal Media Medika Indonesiana. Volume 45 (3). (163-168)

Kee, Joyce L., et.al. (1996). Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Lukito, J. I. (2019). "Antifungal Echinocandin". Jurnal Medika Departemen, PT


Kalbe Farma TBK. Jakarta, Indonesia. Vol 46(2). (131-136)

Neal, M. J. (2006). At a Glance Farmakologi Medis Ed.5. Erlangga.

PERMENKES RI, (2011), Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta:


Kementrian. Kesehatan RI

Stover KR, Farley JM, Kyle PB, Cleary JD. Cardiac toxicity of some
echinocandin antifungals. Expert Opin Drug Saf (2014); 13:5-14;
PMID:24047086 ; http://dx.doi.org/ 10.1517/14740338.2013.829036

Wayulo, L. (2022). Mikrobiologi Pencegahan. (n.p.): UMMPress

Woro, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmakologi. Jakarta Selatan: Pusdik SDM
Kesehatan.
24

Anda mungkin juga menyukai