Anda di halaman 1dari 7

Bab 1 Pendahuluan 1-0

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tanggal 26 April 2007
tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
keberlanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi; pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Pengaturan penataan ruang adalah upaya
pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, pemerintah daerah dan, masyarakat
dalam penataan ruang. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan
kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, dan pengendalian ruang.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang, sebagai turunan dari Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, provinsi dan kabupaten yang telah memiliki peraturan daerah tentang
rencana tata ruang wilayah dan telah menetapkan bagian dari wilayahnya yang perlu
disusun rencana rincinya diamanahkan agar segera menyusun dan menetapkan peraturan
daerah tentang rencana rinci tata ruang (RRTR) sebagai dasar dari izin mendirikan
bangunan. Selain sebagai bagian dari upaya mewujudkan amanah dari peraturan daerah
tentang rencana tata ruang wilayah tersebut, rencana rinci tata ruang juga merupakan alat
kendali pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam upaya menyelenggarakan penataan
ruang sesuai dengan amanah kaidah, norma, standar, pedoman, dan kriteria dalam bidang
penataan ruang.
Rencana rinci tata ruang tersebut dilengkapi dengan peraturan zonasi yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan untuk sebuah bagian wilayah perencanaan (BWP)
tertentu. BWP yang akan disusun rencana rinci tata ruangnya dapat merupakan kawasan
perkotaan dan/atau kawasan strategis provinsi/kabupaten.
Ketentuan-ketentuan mengenai rencana rinci tata ruang tercantum dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan RDTR
dan Peraturan Zonasi Kabupaten sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 15
Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang diatas, maka perlu
dilakukan Pengawasan Teknis seperti yang tertuang di dalam pasal 55 Undang-undang

Bab 1 Pendahuluan 1-1


Nomor 26 Tahun 2007. Pengawasan Teknis yang dimaksud adalah suatu upaya
mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang dan pemenuhan SPM agar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemantauan,
evaluasi dan pelaporan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan
penataan ruang. Selain melakukan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kinerja, dilakukan
pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang
dan kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
Sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsi dalam pembinaan bidang tata ruang terhadap
pemerintah daerah, Direktorat Pembinaan Perencanaan Tata Ruang dan Pemanfaatan
Ruang Daerah bermaksud untuk melakukan bimbingan teknis dalam penyusunan
RRTR/RDTR kabupaten dan Kota dengan wilayah kerja di Provinsi Papua, Provinsi
Papua Barat, dan Provinsi Maluku.

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Maksud kegiatan ini adalah untuk melakukan bimbingan kepada pemerintah daerah
untuk mempercepat penyelesaian penyusunan RRTR/RDTR kabupaten dan Kota di
Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Maluku yang telah memiliki
peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan RRTR/RDTR kabupaten dan Kota
di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Maluku ini adalah:
a. Memberikan bekal pengetahuan teknis serta menginventarisasi isu dan
permasalahan mengenai penyusunan rencana rinci tata ruang di kabupaten dan
kota;
b. Melakukan evaluasi kelengkapan susbtansi draft materi teknis berupa substansi
rencana rinci, peta dasar dan tematik, serta draft rancangan peraturan daerah
tentang rencana rinci yang telah atau sedang disusun oleh pemerintah daerah; dan
c. Melakukan Sosialisasi, Pendampingan, Klinik, Asistensi/Konsultasi dalam
penyusunan RRTR/RDTR kabupaten dan kota.

Bab 1 Pendahuluan 1-2


1.3 Sasaran

Sasaran yang hendak dicapai dari kegiatan Bimbingan Teknis Penyusunan Rencana Rinci
Provinsi dan Kabupaten di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku
adalah :
1. Teridentifikasinya progres dan permasalahan penyusunan RRTR/RDTR
Kab/Kota di wilayah Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku;
2. Terlaksananya Sosialisasi, Pendampingan, Klinik di wilayah Provinsi Papua,
Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku;
3. Terlaksananya Pendampingan asistensi/konsultasi ke BIG dan instansi yang
menangani validasi KLHS;

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Kegiatan


Lingkup kegiatan ini, yaitu :
1. Melakukan identifikasi permasalahan penyusunan RRTR/RDTR Kab/Kota di
wilayah Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku;
2. Menyiapkan bahan/materi Bimbingan Teknis RRTR/RDTR terkait penyusunan
teknis Ranperda dan Peraturan Zonasi RDTR.
3. Melakukan sosialisasi terkait dengan RRTR/RDTR dan proses persetujuan
substansi, seperti pedoman Penyusunan RDTR, KSP/KSK, KLHS, Pemetaan untuk
RRTR/RDTR sebanyak 1 (satu) kali yang dilakukan di setiap Provinsi (Papua,
Papua Barat, dan Maluku) selama 2 hari.
4. Melakukan Pendampingan ke daerah sebanyak 1 (satu) kali di setiap Provinsi
(Papua, Papua Barat, dan Maluku) selama 3 hari..
5. Melakukan Klinik sebanyak 1 (satu) kali di setiap Provinsi (Papua, Papua Barat,
dan Maluku) selama 2 hari.
6. Melaksanakan pendampingan teknis dan asistensi/konsultasi untuk perbaikan peta
dasar (digitasi dan orthorektifikasi) dan peta rencana, untuk mendapatkan
rekomendasi peta dasar untuk semua cluster.
7. Memberikan pendampingan asistensi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
untuk Kabupaten/Kota yang sudah memiliki dokumen KLHS pada Cluster B dan
C.

Bab 1 Pendahuluan 1-3


8. Menyusun laporan hasil bimbingan teknis penyusunan RRTR/RDTR
Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi
Maluku;
9. Melakukan pembahasan laporan pendahuluan, antara, dan akhir kegiatan
Bimbingan Teknis Penyusunan RRTR/RDTR Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi
Papua, Provinsi Papua Barat dan Provinsi Maluku.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah


Lingkup wilayah dalam pekerjaan ini, terbagi menjadi 3 (tiga) cluster sebagai berikut:
 Cluster A: Kabupaten/Kota yang belum/sedang menyusun dokumen teknis
(materi teknis dan raperda), sudah memiliki CSRT, belum/ sedang menyusun
dokumen KLHS, belum memproses rekomendasi Gubernur;
 Cluster B: Kabupaten/Kota yang sudah memiliki dokumen teknis (materi teknis
dan raperda), sudah memiliki CSRT dan sedang/sudah dalam proses
orthorektifikasi dan dalam proses asistensi peta, sedang/ sudah menyusun
dokumen KLHS, belum memproses rekomendasi Gubernur;
 Cluster C: Kabupaten/Kota yang sudah memiliki dokumen teknis (materi teknis
dan raperda), sudah memiliki CSRT dan sudah dalam proses orthorektifikasi dan
dalam proses asistensi peta, sudah memiliki dokumen KLHS dan dalam proses
validasi KLHS, sedang/sudah rekomendasi Gubernur;
Dengan pembagian Cluster sebagai berikut:
Tabel 1.1 Pembagian Cluster

No. CLUSTER A CLUSTER B CLUSTER C

1 Kota Jayapura Kabupaten Nabire Kota Ambon

2 Kabupaten Jayapura Kabupaten Fak-Fak Kabupaten Buru

3 Kabupaten Intan Jaya Kabupaten Manokwari

4 Kabupaten Keerom

5 Kabupaten Merauke

6 Kabupaten Sarmi

7 Kabupaten Teluk Wondama

8 Kabupaten Teluk Bintuni

9 Kabupaten Maluku Tengah

Bab 1 Pendahuluan 1-4


10 Kota Tual

Keterangan :
Provinsi Warna
 PROVINSI PAPUA :
 PROVINSI PAPUA BARAT :

Bab 1 Pendahuluan 1-5


Gambar 1.1 Peta Pembagian Cluster

Anda mungkin juga menyukai