Anda di halaman 1dari 9

Makalah Manajemen Intensif TB Paru

MANAJEMEN TATALAKSANAAN PENGOBATAN TB PARU DI PUSKESMAS

DISUSUN OLEH :

KELAS 3B/ TKT III

KELOMPOK 2

Abdul Rahman I. Isa


Bimo Setiawan Monoarfa
Cristiyani Manangkalangi
Enjel M. Ente
Iqhsalliandro Putra Gagowa
Indra Septian Abdullah
Mutiyawati Hatibie
Rindica Indriyastuti H. Rahmola
Sella Aprianti Manasai
Yugita Achmad

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN GORONTALO

T.A 2021/2022

Page 1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Shalawat

serta salam mudah-mudahan selalu tercurah kepada junjungan kita,Nabi besar Muhammad Saw. Kepada

keluarga, sahabat, kerabat, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillahirabbil alamin Makalah ini berhasil kami buat walaupun dengan penuh kesadaran

bahwa dalam Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Namun, kami berharap kepada dosen

pengajar untuk bersedia menerima & mengoreksi Tugas ini agar kiranya akan lebih baik lagi kedepannya

dalam pembuatan Makalah ini.

Akhirnya, semoga Makalah ini memberikan manfaat kepada siapa saja yang membacanya dan

menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Gorontalo, 24 Januari 2022

Penyusun Kelompok 2

Page 2
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4

A. Latar belakang.................................................................................................................................4

B. Rumusan masalah............................................................................................................................5

C. Tujuan..............................................................................................................................................5

BAB II.........................................................................................................................................................6

PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6

A. Pengertian........................................................................................................................................6

B. Manajemen Puskesmas....................................................................................................................6

Program Pengendalian TB Paru...............................................................................................................6

BAB III........................................................................................................................................................9

PENUTUP...................................................................................................................................................9

A. Kesimpulan......................................................................................................................................9

Page 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan salah satu jenis penyakit menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dimana seseorang dapat tertular melalui
percikan ludah (droplet) ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara ataupun meludah. Meskipun
penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat diobati, TB Paru masih tetap menjadi
masalah kesehatan global yang utama.
TB paru merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian tertinggi di dunia. Menurut
Global TB Report ditemukan sekitar 10 juta jiwa penderita TB paru pada tahun 2019 tiap
tahunnya di dunia, dimana 90% diantaranya ditemukan pada usia dewasa yaitu laki-laki sebanyak
5,4 juta orang dan perempuan sebanyak 3,2 juta orang. Indonesia merupakan salah satu negara
yang mempunyai beban TB paru terbesar diantara 5 negara di Asia yaitu India, Indonesia, Cina,
Philippina dan Pakistan. Pada tahun 2018 tercatat jumlah populasi yang menderita TB paru di
Indonesia sebesar 842.000 jiwa dari sekitar 252 juta penduduk Indonesia.
Salah satu cara yang efektif untuk menurunkan jumlah penderita TB paru adalah
meningkatkan kepatuhan penderita dalam menjalani pengobatan. Selain itu, kepatuhan dalam
pengobatan TB paru juga dapat mencegah timbulnya resistensi obat, kekambuhan penyakit dan
kematian. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan TB paru menjadi suatu penghalang penting dalam
melakukan pengendalian TB paru secara global dan telah menjadi faktor utama penyebab
kegagalan pengobatan. Dampak yang ditimbulkan akibat ketidakpatuhan pengobatan dapat
berakibat fatal, yaitu mulai dari rendahnya angka pencapaian kesembuhan sampai kematian yang
nantinya akan menimbulkan kegagalan eradikasi TB paru. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
tindakan untuk mengurangi faktor-faktor yang dapat memicu timbulnya kegagalan pengobatan
TB paru. Menurut penelitian yang dilakukan Sari pada tahun 2017 yang memuat hubungan
pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru, dikatakan bahwa salah
satu penentu keberhasilan pengobatan terapi TB paru adalah kepatuhan pasien dalam pengobatan.
Semakin tinggi kepatuhan seseorang dalam melakukan pengobatan TB paru, maka semakin besar
tingkat keberhasilan yang akan diperolehnya.

Page 4
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahannya dapat
dirumuskan yaitu manajemen intensif tb paru

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana manajemen intensif tb paru
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa itu pengertian manajemen intensif tb paru
b. Untuk mengetahui apa itu manajemen puskesmas
c. Untuk mengetahui bagaimana struktur organisasi
d. Untuk mengetahui bagaimana pengorganisasian kerja pelayanan dan asuhan
keperawatan
e. Untuk mengetahui bagaimana sistem hubungan kerja
f. Untuk mengetahui bagaimana uraian tugas

Page 5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycrobacterium tuberculosis. Gejala umum penderita TB yaitu mengalami demam. Demam
berlangsung pada waktu sore dan malam hari, keringat dingin tanpa melakukan kegiatan.
Gejala lain adalah malaise/lesu, nafsu makan berkurang, badan kurus, serta mudah lelah.
Gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan adalah batuk. Batuk dapat berlangsung
terus menerus selama 3 minggu atau lebih yang ditandai dengan batuk darah (Departemen
Kesehatan, 2011).

B. Manajemen Puskesmas
Manajemen Puskesmas diselenggarakan sebagai proses pencapaian tujuan,
tujuan pegawai, proses mengelola dan memberdayakan sumber daya, proses pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah, proses kerjasama dan kemitraan, dan proses mengelola
lingkungan. Ukuran kemampuan manajerial dapat dilihat dari hasil kerja yang efektif dan
efisien. Efektif adalah kemampuan mencapai hasil kerja sesuai dengan apa yang telah
direncanakan. Sedangkan efisien adalah penggunaan sumber daya yang ada. Sumber daya
yang dimaksud antara lain sumber daya manusia, dana/anggaran, perlengkapan, serta
sumber daya waktu. Manajemen yang efisien ialah kemampuan seorang kepala Puskesmas
yang dapat bekerja dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan
kebutuhan yang direncanakan dan ditetapkan (Mahmoed, 2012).

Program Pengendalian TB Paru


1. Sumber daya manusia
a. Puskesmas rujukan mikroskopik dan pelaksana mandiri : kebutuhan minimal tenaga
pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga
laboratorium.
b. Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter,1
perawat/petugas TB.
c. Puskesmas pembantu :kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
perawat/petugas TB.
2. Sarana dan Prasarana
a. Laboratorium mikroskopik TB unit pelayanan kesehatan (UPK)
1) UPK dengan kemampuan pelayanan laboratorium hanya membuat sediaan
apusan dahak dan fiksasi, misalnya Puskesmas Satelit (PS)
2) UPK dengan kemampuan pelayanan laboratorium mikroskopik deteksi BTA,
dengan pewarnaan Ziehl Neelsen, dan pembacaan skala IUATLD,
misalnya Puskesmas rujukan mikroskopik (PRM), Puskesmas pelaksana mandiri
(PPM), RS, BP4, RSP.
b. Laboratorium rujukan uji silang mikroskopik
1) Laboratorium laboratorium UPK ditambah dengan melakukan uji silang
mikroskopis dari laboratorium UPK binaan dalam sistem jejaring.

Page 6
c. Obat-obatan
Logistik OAT meliputi penyediaan paket OAT dewasa dan anak baik dalam
bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) maupun kombipak yang ditetapkan
oleh Departemen Kesehatan (2011).
d. Peralatan yang digunakan dalam rangkaian program pengendalian TB paru antara lain
alat laboratorium, bahan diagnostik dan barang cetakan.

3. Tatalaksana TB paru
Penegakkan diagnosa utama TB Paru dilakukan melalui pemeriksaan dahak secara
mikroskopik langsung. Pemeriksaan dahak dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak dalam
dua hari berturut-turut berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Dahak Sewaktu (S)
dikumpulkan pada saat suspek TB Paru datang berkunjung pertama kali. Dahak Pagi (P)
dikumpulkan pada pagi di hari kedua setelah bangun tidur. Dahak Sewaktu (S) dikumpulkan di
hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.Penemuan kasus baru TB Paru pada anak berbeda
dengan orang dewasa. Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan
jumlah skor lebih atau sama dengan 6 (≥6) harus diterapi pengobatan TB Paru dan mendapat
OAT. Bila skor kurang dari 6 (< 6) tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB Paru kuat maka
dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya(Departemen Kesehatan, 2006).
Pengobatan TB Paru dilakukan dengan memberikan OAT dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Pengobatan TB dilakukan selama 6 bulan
melalui dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.Sisipan, diberikan untuk tahap
intensif kategori 1 selama 28 karena hasil pemeriksaan dahak ulang pada tahap intensif
menunjukkan BTA positif. Menurut Idris (2004), hasil pengobatan penderita dapat
dikategorikan sebagai sembuh, pengobatan lengkap, meninggal, pindah, default (lalai), drop
out(putus berobat), dan gagal (Departemen Kesehatan, 2006).

4. Anggaran
Anggaran digunakan untuk mendukung pengembangan kegiatan program.
Alokasinya digunakan untuk biaya kunjungan pembinaan ke lapangan, pemeliharaan, dan
pembelian alat penunjang kegiatan rutin program dan sebagainya (Muninjaya, 2004)
.
5. Kebijakan
Kebijakan adalah pernyataan yang luas tentang maksud, tujuan dan cara yang
membentuk kerangka kegiatan. Kebijakan dapat mengacu keapada kebijakan yang
disusun dimana kebijakan tersebut digunakan sebagai batasan kegiatan atau suatu usulan
(Mayys & Walt, 2014)

6. Pengawasa Menelan Obat (PMO)


Pengawas menelan obat (PMO) adalah orang yang bertugas menjamin keteraturan
pengobatan agar sembuh atau sukses. Tugas PMO antara lain Mengawasi penderita TB
agar menelan OAT secara teratur, Memberikan dorongan, Megingatkan penderita untuk
periksa ulang dahak, Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB,
Membantu atau mendampingi penderita dalam pengambilan obat OAT, dan Membantu
petugas kesehatan memantau perkembang
an pasien TB.

7. Perencanaan Program
Perencanaan merupakan suatu rangkaian kegaitan yang terus menerus sehingga
merupakan suatu siklus, meliputi analisis situasi, identifikasi dan menetapkan masalah

Page 7
prioritas, menetapkan tujuan untuk mengatasi masalah, menetapkan alternatif pemecahan
masalah, menyusun rencana kegiatan dan penganggaran, dan menyusun rencana pemantauan
dan evaluasi.

8. Pengembangan Sumber Daya Manusia Program


Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu cara dalam pengembangan SDM
kesehatan (Adisasmito, 2007). Dalam pengendalian program TB paru, pengembangan SDM
meliputi pelatihan dan supervisi. Konsep pelatihan dalam program pengendalian TB terdiri
dari pelatihan sebelum bertugas (pre service training) dan pelatihan dalam tugas (in service
training). Pre service training dilakukan dengan memasukkan materi program
penanggulangan TB dalam kurikulum institusi pendidikan. In service training meliputi
pelatihan dasar program TB dan pelatihan lanjutan.

9. Promosi Kesehatan
Strategi promosi pengendalian TB adalah dengan melakukan advokasi, komunikasi dan
mobilisasi sosial. Promosi diarahkan agar masyarakat mampu mempraktekkan perilaku
pencegahan dan pengobatan TB paru (Departemen Kesehatan, 2010).

10. Kemitraan
Kemitraan dilakukan dengan berbagai pihak seperti seluruh sektor terkait, lembaga
legislatif, dunia usaha, organisasi kemasyarakatan, perguruan tinggi, dan masyarakat.
Kemitraan pada program TB paru menerapkan model kemitraan public private mix (PPM)
antara sektor pelayanan kesehatan swasta dan sektor pelayanan kesehatan publik
(Departemen Kesehatan , 2011).

11. Pengawasan dan Evaluasi Program


Pemantauan dilakukan secara berkala untuk dapat segera mendeteksi apabila ditemukan
masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan dan dapat segera dilakukan
tindakan perbaikan. Evaluasi dilakukan setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Melalui
evaluasi maka pencapaian hasil dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target sudah dicapai.
Hasi evaluasi berguna untuk kepentingan perencanaan program. Cara pemantauan dilakukan
dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana
mauun dengan masyarakat sasaran.

Page 8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Uraian dan analisis yang telah dikemukan maka dapat disimpulkan yaitu satu orang petugas
pelaksana TB paru belum terlatih, ketersediaan laboratorium dapat membantu program TB paru
dalam penemuan kasus baru TB paru, Obat untuk pengobatan TB paru sudah lengkap, jumlah
persediaan cukup, tatalaksana TB dilakukan sesuai dengan kebijakan, dan SPM, dan SOP yang
telah ditentukan, ketersediaan anggaran belum dapat dinilai cukup karena diperlukan analisis
antara manfaat yang diperoleh dan capaian hasil, tidak ada data sasaran suspek TB paru karena
tidak dilakukan pencatatan dan pelaporan.

Page 9

Anda mungkin juga menyukai