Anda di halaman 1dari 10

Laporan TK3002 Laboratorium Teknologi Kimia

Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair

Kelompok B2.2122.K.33
Agnes Regina Gracia Sianipar (13019007), Salsabiila Poetree
Wilujeung Althoof (13019058)
Program Studi Teknik Kimia ITB

Abstrak. Kinetika reaksi kimia merupakan aspek penting dalam perekayasaan kimia. Data
kinetika reaksi kimia dipergunakan untuk merancang dan mengevaluasi kinerja reaktor suatu
pabrik sehingga menghasilkan perolehan jumlah dan kualitas produk yang optimum. Data
kinetika reaksi kimia diperoleh melalui percobaan pada laboratorium. Percobaan ini bertujuan
untuk memahami fenomena kinetika reaksi pencampuran larutan hidrogen peroksida dan larutan
natrium tiosulfat. Reaksi berlangsung pada reaktor adiabatis, sehingga seluruh panas hasil reaksi
dimanfaatkan untuk menaikkan temperatur sistem. Berdasarkan prinsip tersebut, diketahui
bahwa terdapat hubungan antara temperatur dan jumlah reaktan. Oleh karena itu, perubahan
konsentrasi larutan dianalisis berdasarkan perubahan temperatur sistem yang terukur selama
reaksi. Selain itu, reaksi ini memiliki tujuh mekanisme berbeda yang dipengaruhi oleh komposisi
larutan penyusun dalam larutan campuran, sehingga percobaan ini juga bertujuan mengetahui
nilai β untuk mengetahui komposisi optimum campuran. Dari hasil percobaan, nilai β diperoleh
sebesar 1,07, orde reaksi terhadap H2O2 bernilai 2, orde reaksi terhadap Na2S2O3 senilai 2, nilai
energi aktivasi senilai 131,29 J/mol, dan nilai konstanta Arrhenius sebesar -0,124.

1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Rekayasa kimia atau chemical engineering merupakan keilmuan yang bertujuan menambah nilai
ekonomi dari suatu bahan mentah. Penerapan ilmu rekayasa kimia mempelajari proses untuk mengubah
kandungan energi dan komposisi suatu benda melalui keberlangsungan reaksi kimia. Tempat
pemrosesan reaksi kimia berlangsung pada reaktor yang memiliki spesifikasi tertentu. Spesifikasi
reaktor ini menunjang keberlangsungan reaksi kimia agar berjalan efisien dan efektif. Insinyur kimia
berperan dalam perancangan spesifikasi reaktor atau kondisi operasi reaktor. Tak hanya memiliki andil
dalam perancangan, namun insinyur kimia perlu terampil mengendalikan, mengevaluasi, dan
mengoptimalkan kinerja (performance) reaktor di pabrik. Ketentuan produk yang diinginkan dapat
diperoleh melalui pengendalian dan optimasi reaktor. Pengendalian dan optimasi reaktor dilaksanakan
demi memperoleh konversi reaksi yang tinggi dengan memperhatikan tekanan, temperatur, dan ukuran
reaktor.

Penentuan kondisi reaktor melalui metode empiris dengan percobaan di laboratorium. Hasil data
percobaan tersebut dinamakan data kinetika reaksi dari reaksi kimia yang sedang berlangsung Data
kinetika reaksi dapat menggambarkan laju perubahan kadar suatu zat pada reaksi kimia tertentu.
Kinetika reaksi memiliki peranan yang sangat penting dalam industri kimia. Hal ini dikarenakan
keberjalanan suatu proses dan jenis reaktor sangat bergantung pada data kinetika reaksi tersebut. Dalam

Halaman 1 dari 10
percobaan ini, dilangsungkan reaksi fasa cair antara H2O2 dan Na2S2O3 dalam reaktor partaian untuk
mengetahui kinetika reaksi yang berlangsung.

1.2. Landasan Teori Singkat


Kinetika reaksi merupakan cabang ilmu kimia yang membahas tentang laju reaksi dan faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi tersebut. Kinetika reaksi menggambarkan suatu studi secara kuantitatif
tentang perubahan kadar suatu zat terhadap waktu oleh reaksi kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi
laju reaksi kimia ialah temperatur sistem, luas permukaan reaktan, katalis, konsentrasi reaktan, dan sifat
reaktan. Pengolahan data kinetika reaksi kimia menghasilkan suatu persamaan kinetika reaksi. Pada
persamaan kinetika reaksi terdapat tetapan kecepatan (K) sebagai faktor pembanding yang menunjukkan
hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan. Bentuk umum dari persamaan laju reaksi
sederhana ialah mengikuti hukum pangkat (power law), secara matematis ditulis dalam Persamaan 1.1.

−𝑟𝑎 = 𝑘. 𝐶𝑎𝑎 . 𝐶𝑏 𝑏 (1.1)

Nilai tetapan k mengikuti persamaan Arrhenius pada Persamaan 1.2. Tetapan nilai k merupakan faktor
pembanding yang menunjukkan hubungan antara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.
Disamping itu, nilai a dan b merupakan orde reaksi zat. Nilai a menunjukkan orde reaksi terhadap zat a,
sementara nilai b menunjukkan orde reaksi terhadap zat b. Berdasarkan persamaan Arrhenius, diketahui
bahwa nilai tetapan k dipengaruhi oleh suhu (T), energi aktivasi (Ea), dan konstanta Arrhenius (A).

𝐸𝑎 (1.2)
𝑘 = 𝐴 exp( )
𝑅𝑇

Reaksi antara larutan hidrogen peroksida dan natrium tiosulfat termasuk reaksi homogen fasa cair yang
berlangsung secara eksoterm dan sangat cepat. Pencampuran kedua senyawa ini memungkinkan
terbentuk 7 mekanisme reaksi berbeda yang menghasilkan produk berbeda pula. Mekanisme jalur reaksi
yang dapat tejadi antara larutan hidrogen peroksida dan natrium tiosulfat disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Jalan reaksi natrium tiosulfat dan hidrogen peroksida


No Reaksi β ∆H
1 2Na2S2O3 + H2O2 → Na2S4O6 + 2NaOH 0,50 -163300
2 Na2S2O3 + H2O2 → Na2S2O4 + 2H2O 1,00 -173300
3 3Na2S2O3 + 4H2O2 → 2Na2S3O6 + 2NaOH + 3H2O 1,33 -512800
4 Na2S2O3 + 4H2O2 + 2NaOH → Na2SO4 + 5H2O 4,00 -879000
5 3Na2S2O3 + 5H2O2 → 2Na2S4O6 + 2Na2SO4 + 5H2O 1,67 -432400
6 2Na2S2O3 + 4H2O2 → Na2S3O6 + 2NaOH + 3H2O 2,00 -596500
7 4NaOH + Na2S3O6 + 4H2O2 → 3Na2SO4 + 6H20

Dalam percobaan ini, reaksi keduanya berlangsung pada reaktor adiabatis. Oleh karena itu, tidak ada
panas yang masuk atau keluar reaktor sehingga semua panas yang dihasilkan oleh reaksi kimia
digunakan untuk menaikkan temperatur dalam reaktor. Melalui penerapan prinsip tersebut, data kinetika
reaksi yang diperoleh dapat dioleh untuk mengetahui orde reaksi serta parameter reaksi lain.

1.3. Tujuan Percobaan


Tujuan dari praktikum kinetika reaksi fasa cair ialah :
1. Menentukan salah satu metoda eksperimen untuk menentukan kinetika reaksi homogen fasa
cair, khususnya antara H2O2 dan Na2S2O3 di dalam reaktor partaian adiabatis.
2. Menentukan salah satu penafsiran data kinetika reaksi.

1.4. Sasaran Percobaan


Sasaran yang dicapai dari percobaan ini adalah :

Halaman 2 dari 10
1. Menurunkan korelasi persamaan kinetika reaksi fasa cair.
2. Menentukan parameter-parameter reaksi homogen.

2. Metodologi
2.1. Alat dan Bahan
Dalam percobaan ini, bahan yang digunakan berupa larutan H2O2, larutan Na2S2O3, larutan KMnO4, dan
larutan H2SO4. Sedangkan alat yang digunakan adalah gelas piala 100 mL sebagai reaktor batch
adiabatik, pengaduk magnetik, perangkat titrasi, pipet ukur, gelas ukur, labu takar, termokopel,
converter, recorder, dan termometer. Rangkaian alat percobaan kinetika reaksi fasa cair dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian alat percobaan kinetika reaksi fasa cair

2.2. Prosedur Percobaan


Percobaan dimulai dengan mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan, kalibrasi skala alat
pengukur temperatur, yaitu termometer dan termokopel, lalu penentuan konsentrasi H2O2 pekat,
pembuatan larutan H2O2 1,1M, dan pembuatan larutan Na2S2O3 1,1M. Setelah itu dilakukan penentuan
kapasitas panas reaktor. Tahap selanjutnya adalah penentuan nilai β dimana volume larutan H 2O2 dan
Na2S2O3 dibuat bervariasi. Lalu dilanjutkan dengan percobaan utama, yaitu menentukan parameter dan
persamaan kinetika reaksi.

2.2.1. Kalibrasi skala alat ukur temperatur


Pertama, disiapkan es melebur dan air mendidih. Lalu temperatur es melebur dan air mendidih tersebut
diukur menggunakan termometer, dicatat, dan dibandingkan terhadap temperatur nyata. Setelah itu,
dilakukan kalibrasi termokopel terhadap termometer dengan mengukur temperatur es melebur dan air
mendidih pada berbagai variasi.

2.2.2. Penentuan konsentrasi H2O2 pekat


Pertama, diambil larutan H2O2 35% sebanyak 10mL menggunakan gelas ukur, lalu dilakukan 10 kali
pengenceran dengan aqua DM. Setelah itu larutan H2O2 yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam
labu erlenmeyer dan ditambahkan larutan H2SO4 4N sebanyak 10mL. Lalu larutan tersebut dititrasi
menggunakan KMnO4 1,5295 M pada buret hingga larutan campuran berubah warna menjadi merah

Halaman 3 dari 10
muda. Setelah itu, akan diperoleh konsentrasi H2O2 pekat dengan melakukan perhitungan menggunakan
rumus pengenceran dan persanaan stoikiometri.

2.2.3. Pembuatan larutan H2O2 1,1 M


Berdasarkan perhitungan, volume larutan H2O2 pekat yang dibutuhkan untuk menghasilkan 500mL
larutan 1,1M adalah 50,82 mL. Langkah selanjutnya untuk pembuatan larutan adalah dengan
mencampurkan larutan H2O2 pekat dengan aqua DM dalam labu takar 500 mL hingga mencapai tanda
batas. Setelah itu, labu takar dikocok agar larutan tersebut homogen.

2.2.4. Pembuatan larutan Na2S2O3 1,1 M


Pertama, disiapkan padatan Na2S2O3.5H2O sebanyak 136,4 gram sesuai perhitungan yang telah
dilakukan. Lalu padatan dilarutkan dalam gelas ukur 500 mL dengan menambahkan aqua DM sebanyak
200 mL dan dipanaskan pada temperatur 304°C agar padatan tersebut dapat larut. Kemudian larutan
tersebut dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL dan ditambahkan aqua DM hingga tanda batas. Setelah
itu, labu takar dikocok agar larutan tersebut homogen.

2.2.5. Penentuan nilai β


Nilai β ditentukan dengan memvariasikan volume larutan H2O2 dan Na2S2O3 dengan total kedua larutan
adalah 50 mL. Pertama, masing-masing larutan dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berbeda dan
dengan volume yang berbeda, lalu diukur temperatur awalnya menggunakan termokopel. Kedua
temperatur awal dipastikan mendekati temperatur yang sama, lalu dicatat. Setelah itu, larutan
dicampurkan ke dalam reaktor batch adiabatik dengan memasukkan larutan Na2S2O3 terlebih dahulu.
Reaktor dikocok perlahan dan temperatur campuran dicatat hingga mencapai temperatur maksimal pada
termokopel. Variasi volume larutan H2O2 dan Na2S2O3 ini dilakukan sebanyak 8 kali. Setelah itu, nilai
α dan ΔT akan diperoleh melalui perhitungan, lalu kedua nilai diplot dan akan diperoleh nilai β melalui
persamaan regresi.

2.2.6. Penentuan kapsitas panas reaktor


Penentuan kapasitas panas reaktor dilakukan berdasarkan asas Black yang menyatakan kalor yang
dilepaskan sama dengan kalor yang diserap. Pertama, disiapkan air mendidih dan es mencair. Setelah
itu, es mencair dimasukkan terlebih dahulu ke dalam reaktor batch adiabatik dan diukur temperaturnya
menggunakan termokopel. Selanjutnya air mendidih dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur
temperaturnya menggunakan termokopel. Lalu air mendidih tersebut dicampurkan ke dalam reaktor
batch adiabatik dan temperatur campuran diukur menggunakan termokopel hingga mencapai suhu
maksimal.

2.2.7. Penentuan kapasitas panas larutan


Pertama, disiapkan larutan Na2S2O3 24 mL dengan larutan H2O2 26 mL sesuai dengan perhitungan β
yang telah dilakukan. Larutan H2O2 dimasukkan ke dalam reaktor batch adiabatik dan diukur temperatur
awalnya. Kemudian larutan Na2S2O3 24 mL dipanaskan hingga mendidih dan dimasukkan ke dalam
gelas kimia dan diukur temperatur awalnya. Larutan Na2S2O3 ini dicampurkan ke dalam reaktor batch
adiabatik dan temperatur campuran diukur kembali. Kapasitas panas larutan lalu dihitung dengan
persamaan neraca energi.

2.2.8. Percobaan utama


Pertama, disiapkan larutan H2O2 dan Na2S2O3 dengan masing-masing volume larutannya secara
berturut-turut adalah 26 mL dan 24 mL. Lalu larutan Na2S2O3 dimasukkan ke dalam reaktor batch
adiabatik, lalu larutan H2O2 dicampurkan ke dalam reaktor dan temperatur campuran diukur
menggunakan termokopel mulai dari saat pencampuran pertama kali terjadi hingga temperatur konstan

Halaman 4 dari 10
yang terbaca pada recorder. Percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali run. Lalu data yang diperoleh,
yaitu temperatur setiap waktu, diolah untuk memperoleh parameter-parameter reaksi.

3. Hasil dan diskusi


3.1. Kalibrasi Termometer dan Termokopel
Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran temperatur dalam percobaan ini ialah termometer dan
termokopel. Pembacaan kedua alat ukur temperatur ini tidak sesuai dengan temperatur nyata yang ada.
Oleh karena itu, diperlukan tahap kalibrasi alat ukur temperatur untuk menyesuaikan hasil bacaan
termometer dan termokopel dengan temperatur nyata. Kalibrasi termometer dilakukan dengan
melakukan perbandingan hasil bacaan temperatur pada termometer dengan temperatur nyata pada saat
air es melebur dan air mendidih. Perolehan temperatur nyata saat air es melebur dan air mendidih berasal
dari Persamaan Antoine. Berdasarkan perhitungan persamaan Antoine, nilai temperatur dipengaruhi
oleh tekanan uap jenuh yang disesuaikan dengan kondisi laboratorium, sehingga diperoleh temperatur
nyata air es melebur ialah 0 ͦC dan air mendidih sebesar 97,5 ͦC. Hasil perolehan kalibrasi temperatur
bacaan termometer terhadap temperatur nyata dinyatakan secara matematis oleh Persamaan 3.1.

𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 = 1,1077 𝑇𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 − 7,7537 (3.1)

Kalibrasi berikutnya ialah kalibrasi alat ukur termokopel. Kalibrasi ini membandingkan hasil bacaan
temperatur pada termokopel dengan termometer dalam waktu pengukuran yang sama. Perolehan
persamaan kalibrasi temperatur bacaan termokopel terhadap bacaan pada termometer dinyatakan pada
Persamaan 3.2.

𝑇𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 = 1,0249 𝑇𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑘𝑜𝑝𝑒𝑙 − 2,805 (3.2)

Percobaan kali ini menggunakan termokopel sebagai alat ukur temperatur utama. Oleh karena itu,
diperlukan persamaan kalibrasi yang menghubungkan antara bacaan hasil termokopel dengan
temperatur nyata. Persamaan kalibrasi tersebut diperoleh dengan melakukan substitusi Persamaan 3.2
pada Persamaan 3.1, sehingga diperoleh Persamaan 3.3 yang menyatakan persamaan kalibrasi antara
temperatur nyata terhadap hasil bacaan termokopel. Pada pengukuran temperatur selanjutnya,
Persamaan 3.3 menjadi acuan perhitungan kalibrasi hasil bacaan termokopel.

𝑇𝑛𝑦𝑎𝑡𝑎 = 1,135 𝑇𝑡𝑒𝑟𝑚𝑜𝑘𝑜𝑝𝑒𝑙 − 10,861 (3.3)


120
100 y = 1,0249x - 2,805
R² = 0,9958
Termometer

80
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120
Termokopel

Gambar 2. Hubungan Ttermometer dan Ttermokopel

3.2. Pembuatan Larutan H2O2 dan Na2S2O3


Pada percobaan ini diperlukan larutan H2O2 1,1 M sejumlah 500 mL dan larutan Na2S2O3 1,1 M sejumlah
500 mL. Persiapan dalam pembuatan 500 mL larutan Na2S2O3 1,1 M memerlukan bahan berupa kristal
Na2S2O3 sebesar 136,4 gram. Kristal Na2S2O3 dilarutkan oleh air sebanyak 100 mL pada gelas kimia 250
mL, kemudian dilakukan pengadukan dengan bantuan alat pemanas dan pengaduk magnetik untuk

Halaman 5 dari 10
mempercepat pelarutan Na2S2O3. Setelah kristal Na2S2O3 telah larut seluruhnya pada akua dm, dilakukan
pengenceran larutan Na2S2O3 dengan memindahkan larutan Na2S2O3 dari gelas kimia 250 mL ke labu
ukur 500 mL untuk ditambahkan air hingga mencapai tanda batas pada labu ukur.

Persiapan selanjutnya ialah pembuatan larutan H2O2 1,1 M sebanyak 500 mL. Larutan H2O2 yang
tersedia laboratorium memiliki konsentrasi 35% b/b, dilakukan konversi satuan, diperoleh konsentrasi
larutan H2O2 yang tersedia ialah 10,8 M. Untuk mendapatkan larutan H2O2 1,1 M sebanyak 500 mL,
dilakukan pengenceran terhadap 50,8 mL larutan H2O2 10,8 M sebanyak 10 kali pada labu ukur 500 mL.
Pengenceran larutan sebanyak 10 kali dilakukan dengan menambahkan air pada labu ukur 500 mL
hingga mencapai tanda batas pada labu ukur.

3.3. Penentuan Kapasitas Panas Reaktor


Reaksi antara larutan H2O2 dengan Na2S2O3 berlangsung pada reaktor adiabatis. Pemilihan reaktor jenis
adiabatis bertujuan untuk mencegah terjadinya hilang panas reaksi dalam reaktor. Reaksi berlangsung
secara eksoterm, sehingga larutan akan mengalami kenaikan temperatur akibat reaksi yang terjadi.
Dalam kondisi adiabatik, akumulasi panas di dalam reaktor seluruhnya berasal dari panas hasil reaksi
larutan H2O2 dengan Na2S2O3. Hasil panas reaksi larutan H2O2 dengan Na2S2O3 tak hanya digunakan
untuk menaikkan temperatur larutan, melainkan diserap pula oleh reaktor adiabatis. Penentuan kapasitas
panas yang diserap oleh reaktor dilakukan dengan melakukan pengukuran perubahan temperatur
pencampuran antara air es yang melebur dan air mendidih. Hasil perubahan temperatur digunakan dalam
analisis neraca energi berdasarkan hukum Asas Black, sesuai Persamaan 3.4.

𝑄 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 = 𝑄 𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 + 𝑄 𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 (3.3)

[𝑚. 𝐶𝑝. (𝑇𝑓 − 𝑇𝑜)]𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 = [𝑚. 𝐶𝑝. (𝑇𝑓 − 𝑇𝑜)]𝑑𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛 + [𝑚. 𝐶𝑝. (𝑇𝑓 − 𝑇𝑜)]𝑟𝑒𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 (3.4)

Penentuan kalor yang diserap air dingin atau dilepaskan air panas mempertimbangkan densitas dan
kapasitas panas air yakni sebesar 0,998 g/mL dan 4,183 J/g. ͦC. Berdasarkan perhitungan Persamaan 3.4,
didapatkan nilai kapasitas panas reaktor sebesar 37,959 J/ ͦC.

3.4. Penentuan Nilai β


Nilai β menunjukkan perbandingan stoikiometri antara jumlah zat reaktan habis bereaksi yang
menghasilkan perolehan beda temperatur maksimum. Perolehan beda temperatur maksimum
menandakan perbandingan stoikiometri reaktan dapat menghasilkan kalor reaksi tertinggi. Penentuan
nilai β dilakukan dengan meninjau perubahan temperatur pada tren grafik yang dibentuk oleh 9 titik
variasi α (perbandingan mol larutan dengan Na2S2O3). Tren grafik korelasi antara α dengan ∆T
ditunjukkan oleh Gambar 2.

Halaman 6 dari 10
25

20

15
ΔT

y = -0,3921x + 16,475
10 R² = 0,0106

5
y = 14,556x + 0,5182
R² = 0,8307
0
0 1 1 2 2 3 3 4 4 5
α

Gambar 3. Grafik Korelasi Antara α dengan ∆T

Gambar 2 menunjukkan bahwa hasil korelasi antara α dengan ∆T menunjukkan dua tren dengan gradien
positif dan gradien negatif. Nilai β diperoleh dengan menentukan titik potong antara tren gradien positif
dan negatif. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai β yakni 1,067 sehingga dapat diketahui perbandingan
mol stoikiometri dari H2O2 dan Na2S2O3 yang dijadikan acuan komposisi saat pencampuran larutan pada
percobaan selanjutnya. Volume larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan sebesar 24 mL, sementara volume
larutan H2O2 yang dibutuhkan sebesar 26 mL.

3.5. Penentuan Kapasitas Panas Larutan Campuran dan Sistem


Setelah nilai β diperoleh, kapasitas panas larutan ditentukan dengan mencampurkan larutan Na2S2O3
dengan larutan H2O2 dengan volume masing-masing berturut-turut adalah 24 mL dan 26 mL sesuai
dengan perhitungan β yang telah dilakukan sebelumnya. Larutan H2O2 dimasukkan ke dalam reaktor
batch adiabatik dan diperoleh temperatur awalnya adalah 30,007ᵒC. Temperatur reaktor akan sama
dengan temperatur larutan H2O2. Lalu larutan Na2S2O3 sebanyak 24 mL dipanaskan hingga mendidih
dan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diukur temperatur awalnya. Diperoleh temperatur awal
larutan Na2S2O3 adalah 65,199ᵒC. Lalu larutan Na2S2O3 ini dicampurkan ke dalam reaktor batch
adiabatik dan temperatur campuran diukur kembali dan diperoleh temperatur akhir campuran adalah
39,089ᵒC. Diperoleh perbedaan temperaturnya adalah 9,082ᵒC. Kapasitas panas larutan diperoleh
melalui perhitungan Persamaan 3.5.

Q Na2S2O3 = Q H2O2 + Qreaktor (3.5)


(m. Cp)reaktor (T − TH2O2 ) (3.6)
(m. Cp)Larutan =
(TNa2S2O3 − T) − (T − TH2O2)
(37,959 J/ᵒC)reaktor (9,082)
(m. Cp)Larutan =
(26,110) − (9,082)
(m.Cp)Larutan= 20,245 J/ᵒC

Kapasitas panas sistem ditentukan dengan menjumlahkan kapasitas panas reaktor yang telah diperoleh
pada sub bab 3.3 dan kapasitas panas larutan campuran. Maka diperoleh kapasitas panas sistem adalah
sebesar 58,204 J/ᵒC.

Halaman 7 dari 10
3.6. Penentuan Densitas Larutan Campuran
Massa piknometer 10mL kosong diukur dan diperoleh massanya adalah 16 gram. Lalu piknometer
tersebut diisi dengan aqua DM dan diperoleh massa piknometer dan aqua DM adalah 25,196 gram.
Maka massa aqua DM adalah 9,196 gram. Temperatur aqua DM diukur sebesar 25,3ᵒC. Densitas aqua
DM diperoleh sebesar 996,966 kg/m3. Volume piknometer diperoleh melalui perhitungan Persamaan
3.7 di bawah ini:

massa aqua dm x 1000 (3.7)


Vpiknometer =
densitas aqua DM

9,196 gram x 1000


Vpiknometer =
996,966 kg/m3

Vpiknometer = 9,224 mL

Setelah itu dihitung massa piknometer ditambah larutan campuran H2O2 dengan Na2S2O3 dan diperoleh
massanya adalah sebesar 26,267 gram. Maka massa larutan diperoleh sebesar 10,267 gram. Densitas
larutan diperoleh sebesar 1113,1 gram/cm3 melalui perhitungan Persamaan 3.8 di bawah ini:

massa larutan (3.8)


ρlarutan =
volume piknometer x 1000

10,267 gram
ρlarutan =
9,224 mL x 1000
ρlarutan = 1113,1 kg/m3

3.7. Penentuan Kalor Reaksi


Dalam penentuan kalor reaksi, percobaan dilakukan secara duplo. Larutan Na2S2O3 dengan volume 24
mL dimasukkan ke reaktor batch adiabatik. Larutan H2O2 dengan volume 26 mL dicampurkan ke dalam
reaktor batch adiabatik dan temperatur campuran minimal dan maksimal diukur menggunakan
termokopel. Diperoleh temperatur campuran minimal adalah sebesar 26ᵒC pada run 1 dan 26ᵒC pada
run 2. Temperatur maksimal pada run 1 diperoleh 39ᵒC dan 43ᵒC pada run 2. Temperatur minimal nyata
diperoleh sebesar 30,42ᵒC pada run 1 dan 30,42ᵒC pada run 2. Temperatur maksimal nyata diperoleh
sebesar 41,18ᵒC pada run 1 dan 44,50 pada run 2. Penentuan kalor reaksi dilakukan menggunakan rumus
di bawah ini:
(m. Cp)sistem x ΔTnyata (3.9)
∆Hr = −
mol Na2S2O3
58,204 𝐽/ᵒC 𝑥 14,76ᵒC
∆𝐻𝑟 = −
0,029
∆Hr = −30248,3 J/mol

Perhitungan di atas merupakan perhitungan untuk ΔHr pada run 1. Perhitungan ΔHr untuk run 2
dilakukan dengan cara yang sama dan akan diperoleh sebesar 39555,5 J/mol. Lalu penentuan kalor
reaksi dihitung dengan merata-ratakan nilai ΔHr pada run 1 dan run 2, yaitu sebesar 34901,88 J/mol.

3.8. Penentuan Parameter Reaksi


Parameter kinetika dalam suatu reaksi meliputi nilai energi aktivasi, konstanta Arrhenius, dan orde
reaksi. Nilai parameter reaksi dicari dengan rumus di bawah ini:

Halaman 8 dari 10
dT
(m. Cp)sistem Ea 1
ln dt = − + ln (−A ∆Hr V)
a+b RT
(m. Cp)sistem (T − T0) b
[{ −∆Hr V } β ]

Penentuan parameter reaksi memerlukan data perubahan temperature tiap waktu ketika larutan Na2S2O3
dicampurkan dengan larutan H2O2. Pencampuran tersebut dilakukan dengan rasio komposisi sesuai nilai
β yang telah diketahui. Dengan mengalurkan data temperatur terhadap waktu, dapat diperoleh
dT
persamaan regresi yang menyatakan hubungan antara temperatur dengan waktu ( dt ). Nilai a dan b
merupakan nilai orde reaksi yang diperoleh dari metode trial and error dengan rentang nilai antara nol
hingga dua. Dalam menentukan nilai orde reaksi, pasangan orde reaksi yang memberikan nilai R2
tertinggi dipilih sebagai orde reaksi, karena hal itu menunjukkan bahwa persamaan regresi yang
diberikan oleh asumsi pasangan orde reaksi sesuai dengan data yang dialurkan. Nilai energi aktivasi
(EA) dan konstanta Arrhenius (A) dapat diperoleh dengan mengalurkan Persamaan 1.8. menjadi suatu
1
grafik. Persamaan pada ruas kiri bertindak sebagai y, sementara nilai bertindak sebagi nilai x pada
T
pengaluran data grafik korelasi.

Berdasarkan Tabel 3.1, diketahui orde reaksi terhadap larutan H2O2 bernilai 2 dan orde reaksi terhadap
larutan Na2S2O3 bernilai 2. Nilai energi aktivasi rata-rata diperoleh sebesar 131,29 J/mol. dan konstanta
Arrhenius rata-rata diperoleh sebesar -0,124. Persamaan kinetika reaksi antara Na2S2O3 dengan H2O2
dinyatakan dalam persamaan di bawah ini:

131,29 2 2
r = −0,124 exp (− ) CH2 O2 CNa 2 S2 O3
RT

Tabel 3.1. Data hasil R2 terhadap variasi orde Na2S2O3 dan H2O2
Orde Reaksi R2
a b Run 1 Run 2
0.5 0 0.7477 0.3346
0 0.5 0.9934 0.6816
0.5 0.5 0.5919 0.2601
1 0.5 0.9591 0.9157
0.5 1 0.4791 0.2257
1 1 0.971 0.8563
1.5 1 0.4504 0.2178
1 1.5 0.9875 0.748
1.5 1.5 0.4448 0.2161
1.5 2 0.9917 0.7225
2 1.5 0.4437 0.2159
2 2 0.9925 0.7176
3 3 0.4436 0.2159

4. Kesimpulan

Halaman 9 dari 10
Berdasarkan hasil diskusi pembahasan selama percobaan Modul Kinetika Reaksi Fasa Cair, dapat
disimpulkan bahwa nilai parameter-parameter reaksi homogen fasa cair antara H2O2 dan Na2S2O3
diperoleh dengan tetapan Arrhenius sebesar -0,124, energi aktivasi sebesar 131,29 J/mol, dan orde reaksi
untuk H2O2 dan Na2S2O3 ialah 2 dan 2. Kemudian, didapatkan korelasi persamaan reaksi H2O2 dan
Na2S2O3 adalah sebagai berikut.
131,29 2 2
r = −0,124 exp (− ) CH2 O2 CNa 2 S2 O3
RT
5. Saran
Sebaiknya urutan percobaan disesuaikan agar praktikum dapat berjalan efektif, misalnya seperti
percobaan-percobaan yang menggunakan larutan yang sama dilakukan bersamaan ataupun berurutan,
agar tidak membuang-buang waktu dan pekerjaan dapat selesai dengan cepat.

6. Daftar pustaka
Smith, J. M., H.C. Van Ness. 2005. Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics, 7th ed.
Singapura: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Geankoplis, C. J. 1993. Transport Process and Unit Operations, 4th ed. New Jersey: Pretince Hall.
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 8th ed. Amerika
Serikat: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Halaman 10 dari 10

Anda mungkin juga menyukai