Anda di halaman 1dari 3

Mengenal PPh Pasal 17

Pajak Penghasilan pasal 17 atau sering disebut PPh pasal 17 merupakan aturan yang tertera
pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh).

PPh pasal 17 merupakan pasal yang secara terperinci mengatur tarif pajak yang dibebankan
kepada wajib pajak, baik wajib pajak pribadi maupun wajib pajak badan.

Jika mengacu pada PPh pasal 17, tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia
menerapkan skema tarif progresif. Maksudnya, tarif pajak yang dikenakan semakin tinggi
seiring kenaikan jumlah penghasilan yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Penggunaan tarif progresif pada PPh pasal 17 merupakan perwujudan asas keadilan. Sebab,
orang yang memiliki penghasilan tinggi akan membayar pajak yang lebih tinggi
dibandingkan orang yang penghasilannya rendah.

Tarif PPh Pasal 17

Tarif yang dikenakan pada PPh pasal 17 untuk wajib pajak pribadi dibagi atas beberapa
lapisan penghasilan. Perhitungan tarif pajak pada PPh pasal 17 Ayat 1(a) adalah sebagai
berikut:

 Penghasilan sampai dengan Rp 50.000.000, tarif pajak yang dibebankan 5%


 Penghasilan di atas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000, tarif pajaknya
15%
 Penghasilan di atas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000, tarif pajaknya
25%
 Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif pajaknya 30%
Sementara, tarif pajak yang dibebankan pada wajib pajak badan tertera dalam PPh pasal 17
Ayat 1(b), yakni sebesar 28%. Namun, pada Ayat 2(a) disebutkan mulai tahun pajak 2010
tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak badan ditetapkan sebesar 25%.

Detail PPh Pasal 17

Di luar perhitungan dan penetapan tarif pajak penghasilan umum untuk wajib pajak pribadi
dan wajib pajak badan, PPh Pasal 17 juga terdiri dari beberapa ayat yang secara detail
mengatur penetapan pajak penghasilan, di antaranya:
1. PPh pasal 17 ayat 2(b). Poin ini berisi tarif khusus bagi wajib pajak badan yang berstatus
perusahaan terbuka dengan jumlah saham sekitar 40% beredar dan diperdagangkan di Bursa
Efek Indonesia (BEI).

Bagi wajib pajak badan dengan klasifikasi tersebut, tarif pajak penghasilan yang dibebankan
5% di bawah tarif pajak penghasilan yang tertera pada Ayat 1(b) dan ayat 2.

Artinya, perusahaan terbuka yang 40% sahamnya beredar di publik hanya dibebankan tarif
sebesar 23% dan per 2010 tarifnya hanya 20%.

2. PPh pasal 17 ayat 2(c) dan Ayat 2(d). Ayat ini berisi ketentuan tarif pajak untuk wajib
pajak pribadi yang mendapat penghasilan berupa deviden, yakni sebesar 10% dan sifatnya
final. Ketentuan mengenai pajak penghasilan deviden ini kemudian diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK).

Aturan yang paling baru tertuang dalam PMK Nomor 111/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Dividen Yang Diterima Atau
Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

3. PPh pasal 17 ayat 3 menyebutkan, keputusan menteri keuangan dapat sewaktu-waktu


mengubah besaran tarif pajak yang tertera pada ayat 1. Maksudnya, menteri keuangan bisa
melakukan penyesuaian dengan mempertimbangkan beberapa hal, misalnya tingkat inflasi.

4. PPh pasal 17 ayat 4 berisi panduan pembulatan angka untuk memudahkan penghitungan
pajak penghasilan.

Pada ayat ini, penghasilan kena pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Contohnya, ketika penghasilan kena pajak seseorang tercatat senilai Rp 5.050.900, maka
wajib pajak tersebut bisa menuliskannya Rp 5.050.000.

5. PPh pasal 17 ayat 5 secara spesifik mengatur mengenai pajak yang harus dibayar wajib
pajak yang baru bekerja selama beberapa bulan.

Perhitungannya: (jumlah hari bekerja /360) x pajak yang terutang untuk satu tahun penuh.
Jadi, misalnya seseorang bagi bekerja 3 bulan sebelum masa pelaporan, maka perhitungannya
adalah: (90/360) X Pajak Yang Terutang

6. PPh pasal 17 ayat 6 berisi panduan bagi wajib pajak untuk memudahkan penghitungan
yang dimaksud dalam ayat 5. Dalam ayat 6 , diatur bahwa tiap bulan dihitung penuh 30 hari.
Ini untuk memudahkan penghitungan pajak penghasilan.

7. PPh pasal 17 ayat 7 mengatur kewenangan pemerintah untuk menetapkan tarif pajak atas
penghasilan yang tertera pada pasal 4 ayat 2, misalnya pajak penghasilan atas bunga deposito,
tabungan, transaksi derivatif atau penghasilan yang diterima dari penjualan saham.

Contoh Penghitungan Sederhana PPh Pasal 17

Berikut ini ilustrasi penghitungan pajak sesuai dengan PPh pasal 17. Ilustrasi penghitungan
PPh pasal 17 ini sesuai dengan ilustrasi perhitungan yang tertera pada keterangan PPh pasal
17 UU No. 36 Tahun 2008.
1. Wajib pajak pribadi dengan penghasilan kena pajak sebesar Rp 600.000.000, perhitungan
pajaknya:

Penghasilan Kena Pajak: Rp 600.000.000

Pajak Penghasilan Terutang:

5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000

15% x Rp 200.000.000 = Rp 30.000.000

25% x Rp 250.000.000 = Rp 62.500.000

30% x Rp 100.000.000 = Rp 30.000.000

Jadi, total pajak penghasilan terutangnya adalah = Rp125.000.000

2. Contoh penghitungan pajak penghasilan untuk wajib pajak badan dengan penghasilan kena
pajak senilai Rp 1.250.000.000. Perhitungan pajak penghasilannya:

Penghasilan Kena Pajak: Rp 1.250.000.000

Pajak Penghasilan Terutang:

25% x Rp 1.250.000.000 = Rp 350.000.000

Pentingnya PPh Pasal 17

PPh pasal 17 merupakan jenis pajak yang dipungut langsung pemerintah dari penghasilan
masyarakat atau wajib pajak. Pajak yang dikumpulkan lewat PPh pasal 17 boleh dibilang
sebagai pajak yang memberikan kontribusi besar bagi pemerintah.

Bagi masyarakat atau wajib pajak, sangatlah penting mengetahui tarif pajak yang harus
dibayarkan. Pasalnya, pemungutan pajak di Indonesia menggunakan sistem self
assessment. Artinya beban untuk menghitung, membayar dan melapor pajak ada pada wajib
pajak.

Memang, untuk wajib pajak yang berstatus karyawan atau PNS, pajaknya sudah dipotong
langsung oleh pemberi kerja atau bendahara negara. Namun, pengetahuan akan PPh pasal 17
tetap penting.

Sebab, wajib pajak bisa menghitung sendiri berapa pajak yang dia bayarkan ke negara. Lewat
perhitungan ini wajib pajak bisa mengetahui apakah ia kelebihan atau kekurangan bayar saat
hendak mengisi SPT Tahunan.

Anda mungkin juga menyukai