Anda di halaman 1dari 27

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Kualitas

Kualitas adalah kepuasan yang diperoleh ketika produk atau layanan

sesuai dengan harapan pelanggan atau bahkan melampaui harapan pelanggan.

Lebih jelasnya kualitas adalah ukuran seberapa mampu suatu barang atau jasa

memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan standar tertentu. Standar tertentu

mungkin berkaitan dengan waktu, bahan, kinerja, keandalan atau karakteristik

yang dapat dikuantitaskan. Kualitas juga merupakan kesesuaian spesifikasi, dan

tingkat kesesuaian merupakan pengukur kualitas. Jika spesifikasi tidak

memuaskan kebutuhan pelanggan, spesifikasi-spesifikasi tersebut harus dirubah

(Besterfield, 2018).

Menurut Montgomery, kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oeh

pelanggan. Kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan terhadap

produk atau jasa, diukur berdasarakan persyaratan pelanggan tersebut dan selalu

mewakili sasaran yang bergerak dalam pasar yang penuh persaingan. Mutu

produk atau jasa diartikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan

jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan pemeliharaan yang membuat

produk atau jasa digunakan memenuhi harapan harapan pelanggan (Montgomery,

2019).

II-1
II-2

Kualitas mempunyai delapan dimensi yang berbeda yang dapat digunakan

sebagai dasar perencanaan strategi dan analis untuk produk manufaktur (Gaspersz,

2017). Berikut delapan dimensi tersebut adalah :

a. Performance, yaitu karakteristik produk inti misalnya, kecerahan

gambar

b. Features, yaitu karakteristik sekunder, fitur tambahan

c. Conformance, yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi

memenuhi standard-standar yang telah ditetapkan sebelumnya

d. Reliability, yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau

gagal pakai

e. Durability, yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat

terus digunakan

f. Serviceability, yaitu meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,

mudah direparasi, penanganan keluhan yang memuaskan

g. Aesthetics, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera

h. Perceived Quality, yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung

jawab perusahaan terhadapnya.

2.2. Pengendalian Kualitas

Pengendalian kualitas adalah penggunaan teknik atau kegiatan untuk

mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas suatu produk atau

layanan. Ini melibatkan mengintegrasikan teknik dan kegiatan terkait berikut


II-3

1. Spesifikasi apa yang diperlukan

2. Desain produk atau layanan untuk memenuhi spesifikasi

3. Produksi dan pemasangan untuk memenuhi penuh spesifikasi

4. Inspeksi untuk menentukan kesesuaian dengan spesifikasi

5. Tinjauan penggunaan untuk memberikan informasi untuk revisi spesifikasi jika

diperlukan

Tujuan dari pengendalian kualitas adalah menyelidiki dengan cepat sebab-

sebab terduga atau pergeseran proses sedemikian hingga penyelidikan terhadap

proses itu dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit

yang tidak sesuai diproduksi. Tujuan akhir dari pengendalian kualitas adalah

pengurangan variabilitas produk (Besterfield, 1998).

2.3. Lean Six Sigma

2.3.1. Konsep Dasar Lean

Lean adalah suatu upaya terus menerus (continuous improvement efforts)

untuk menghilangkan pemborosan (waste), meningkatkan nilai tambah (value

added) produk (barang dan atau jasa) dan agar memberikan nilai kepada

pelanggan (customer value). Lean juga didefenisikan sebagai suatu filosofi bisnis

yang berlandas pada meminimasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk

waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan melalui upaya perbaikan dan

peningkatan secara terus-menerus yang berfokus pada identifikasi dan eliminasi

aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value-adding activities) dalam


II-4

desain, produksi (untuk bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa),

supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan (Gaspersz,

2018).

2.3.1.1. Prinsip Dasar Lean

Terdapat lima prinsip dasar dari Lean menurut (Phzdek, 2018) yaitu :

1. Mengidentifikasi nilai produk barang atau jasa berdasarkan perspektif

pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk barang atau jasa

berkualitas superior dengan harga yang kompetitif pada penyerahan tepat

waktu

2. Mengidentifikasi values stream process mapping atau pemetaan proses pada

value stream untuk setiap produk atau jasa

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas

sepanjang proses value stream

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu mengalir secara

lancer dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan system tarik

(pull system)

5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan

(improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan (excellence)

dan peningkatan terus-menerus (continuous improvement).


II-5

2.3.1.2. Jenis-jenis Pemborosan (Waste)

Non-Value Added dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan Muda,

yang berarti waste, atau setiap aktifitas dimana konsumen tidak bersedia untuk

membayar. Muda adalah kebalikan dari value, dimana konsumen bersedia

membayar. Pada dasarnya terdapat dua jenis pemborosan, yaitu Type One Waste

dan Type Two Waste. Type One Waste adalah aktivitas kerja yang tidak

menciptakan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output

sepanjang value stream, akan tetapi aktivitas tersebut tidak dapat dihindarkan

pada saat ini dikarenakan oleh berbagai alasan. Type Two Waste merupakan

aktivitas yang tidak menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan

segera. Pemborosan merupakan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah

(non-value added activities) dan dikenal dalam kalangan praktisi Lean

Manufacturing sebagai “delapan pemborosan”. Delapan pemborosan tersebut

dapat dilihat pada Tabel 2.1.

N Waste Tabel 2.1 Jenis-jenis Waste/ Akar Penyebab


Pemborosan
o
1 Over Production : Ketiadaan komunikasi
Memproduksi lebih daripada Sistem balas dan Penghargaan yang
kebutuhan pelanggan internal dan tidak tepat
eksternal atau memproduksi lebih Hanya berfokus pada kesibukan
cepat atau lebih awal daripada kerja bukan untuk memenuhi
waktu kebutuhan penggan internal kebutuhan pelanggan internal dan
dan eksternal. eksternal
2 Delays (waiting time): Inkonsistensi metode kerja
Keterlambatan yang tampak melalui Waktu penggantian produk yang
orang-orang yang sedang menungu panjang (long changeover time)
II-6

mesin, perlatan, bahan baku,


supplier, perawatan/pemeliharaan
(maintenance) atau emesin-mesin
yang sedang menunggu perawatan ,
dan lain-lain
N Waste Akar Penyebab
o
3 Transportation : Tata letak yang jelek (Poor layout)
Memindahkan material atau orang Ketiadaan koordinasi dalam poses
dalam jarak yang sangat jauh dari Poor housekeeping
suatu proses ke proses berkut yang Organisasi tempat kerja yang jelek
dapat mengakibatkan waktu Lokasi penyimpnana material yang
penanganan material bertambah banyak dan saling berjauhan.
4 Process: Ketidaktepatan penggunaan
Mencakup proses-proses tambahan peralatan
atau aktivitas yan tidak perlu ata Pemeliharaan peralatan yang jelek
tidak efisien. Gagal mengkombinasi operasi-
operasi
Proses kerja dibuat serial padahal
proses tidak saling tergantung satu
sama lain yang seyogyanya dapat
dibuat pararel
5 Inventories: Peralatan yang tidak handal
Pada dasarnya menyembunikan Aliran kerja yang tidak seimbang
masalah dan menimbulkan aktivitas Pemasok yang tidak kapabel
penanganan tambahan yang Peramalan kebutuhan tidak akurat
seharusnya tidak diperlukan Ukuran batch yang besar
Waktu pergantian yang besar
6 Motion/Movement : Organisasi tempat kerja yang jele
Tiap gerakan karyawan yang Tata letak yang jelek
mubajir saat melakukan pekerjaan Metode kerja yang tidak konsisten
seperti mencari,meraih atau Poor machine design
menumpuk komponen, alat lain dan
sebagainya.
7 Defective Products Incapale process
Memproduksi komponen cacat atau Insufficient Planning
yang memerlukan perbaikan. Ketiadaan prosedur-prosedur
Perbaikan atau pengerjaan ulang operasi standar
scrap, memproduksi barang
pengganti dan inspeksi bearti
tambahan penanganan biaya, waktu
dan upaya yang sia-sia
8 Deffective Design : Lack of customer input in design
Desain yang tidak memenuhi Overdesign
II-7

kebutuhan pelanggan dan desain


fitur fitur yang tidak perlu
Sumber : Vincent Gaspers, The Executive Guide to Implementinf Lean Six Sigma

2.3.2. Six Sigma

Six Sigma adalah implementasi yang ketat, fokus dan sangat efektif dari

prinsip dan teknik kualitas yang terbukti. Six Sigma fokus untuk meningkatkan

kualitas dengan mengurangi waste dengan membantu perusahaan menghasilkan

produk dengan cepat, layanan yang lebih baik dan dengan biaya yang lebih

murah. Six sigma berfokus pada kebutuhan pelanggan, pencegahan cacat,

pengurangan waktu siklus dan penghematan biaya. Six sigma mengidentifikasi

dan menghilangkan biaya yang tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan.

Six Sigma didefinisikan sebagai metode peningkatan proses bisnis yang

bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan

dan kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan

produktivitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai

tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi, serta mendapatkan hasil atas

investasi yang lebih baik dari segi produksi maupun pelayanan. Metode Six Sigma

disusun berdasarkan sebuah metodologi penyelesaian masalah yang sederhana

yaitu DMAIC, yang merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure

(mengukur), Analyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan

Control (mengendalikan) dimana yang menggabungkan bermacam-macam

perangkat statistik serta serta pendekatan perbaikan proses yang lainnya (Phzdek,

2018).
II-8

2.3.3. Pendekatan Lean Six Sigma

Lean six sigma dapat didefenisikan sebagai suati filosofi bisnis,

pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatann terus-menerus

secara radikal demi mencapai tingkat kinerja enam sigma. Berikut tujuan dari

Lean Six Sigma yaitu :

1. Untuk menngidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau

aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambaah (non-value-added-

activities)

2. Melalui peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous

improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma (kapabilitas

proses 6-sigma)

3. Mengalirkan produk (material, work in process, output) dan informasi

menggunakan system tarik (pull system) dari pelanggan internal dan

eksternal

4. Mengejar keunggulan dan kesempurnaan hanya dengan memproduksi 3,4

cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau oeprasi (3,4 DPMO). Fokus dari

Lean dan Six Sigma dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Pendekatan Lean Six Sigma


II-9

2.4. PDCA (Plan- Do-Check- Action)

PDCA cycle merupakan sebuah pendekatan yang berfokus pada perbaikan

secara berkelanjutan (continuous improvement) dalam mengelola kualitas proses

produksi suatu perusahaan agar mampu berjalan secara efektif dan efisien (Russell

& Taylor III, 2014). Pada tahap plan, dilakukan pengumpulan data mengenai

permasalahan yang terjadi. Kemudian melakukan perencanaan perbaikan yang

perlu dilakukan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Pada tahap do,

implementasi rencana tersebut dan dokumentasikan berbagai perubahan yang

dilakukan pada tahap ini. Pada tahap check, evaluasi pengumpulan data yang

sudah dilakukan pada tahap sebelumnya. Pada tahap act, lakukan standarisasi

terhadap metode baru yang diterapkan dan komunikasikan metode baru tersebut

kepada pihak yang terlibat dalam proses ini. Proses PDCA dapat dilihat pada

Gambar 2.1

Gambar 2.1. PDCA Cycle


II-10

2.5. Seven Tools

Seven Tools of Quality adalah metode yang digunakan untuk membantu

memahami fungsi-fungsi organisasi kerja sebagai faktor-faktor peningkatan

proses operasional industrialisasi. Adapun ketujuh perangkat kerja yang dimaksud

adalah stratifikasi, check sheet, histogram, diagram Pareto, diagram pencar, peta

kontrol,dan diagram sebab akibat.

Seven tools of quality dikembangkan oleh Kaoru Ishikawa, seorang

„quality pioneer’ berkebangsaan Jepang. Kontribusi utama yang dikembangkan

untuk kepentingan industrialisasi dan ilmu pengetahuan dunia adalah “The

Seven’s Tools of Quality” dan “democratizing statistic”. Kontribusi tersebut juga

merupakan penyederhanaan dari berbagai pendekatan statistika ke arah yang

lebih efektif dan lebih aplikatif agar dapat dipergunakan secara universal dalam

berbagai kepeningan pemecahan masalah dan upaya-upaya peningkatan

efektivitas proses organisasional kerja. Blok diagram Seven Tools dapat dilihat

Data

Chek Sheet

Stratifikasi

Histogram

Pareto Diagram

Diagram Pencar

Control Chart

Cause and Effect


Diagram
II-11

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Blok Diagram Seven Tools


Adapun ketujuh alat pengendalian kualitas tersebut adalah:
1. Check Sheet

Check sheet merupakan alat praktis yang digunakan untuk mengumpulkan

mengelompokkan, dan menganalisis data secara sederhana dan mudah. Tujuan

utama dari checksheet adalah untuk memastikan bahwa data dikumpulkan dengan

hati-hati dan teliti untuk pengendalian proses dan pemecahan masalah. Terdapat 2

jenis check sheet yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan

pengumpulan data, yaitu:

a. Production process distribution check sheet

Check sheet ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari

proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi

yang telah ditetapkan dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya secara

langsung akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi.Dapat dilihat pada

Gambar 2.3.

Check Sheet
Product Name :………………. Date :………………
Specification :………………. Factory Name :………….
Section Name :………….
Data Collection: ………..
15 16 17 18 19 2 2 22 23 24 2,5 26 27

0 1
II-12

Gambar 2.3. Check Sheet untuk Distribusi Proses Produksi

b. Defective check sheet

Untuk mengurangi jumlah kesalahan atau cacat yang ada dalam suatu proses

kerja maka terlebih dahulu kita harus mampu mengidentifikasikan jenis kesalahan

yang ada dan presentasenya. Setiap kesalahan biasanya akan diperoleh dari faktor-

faktor penyebab yang berbeda sehingga tindakan korektif yang tepat harus

diambil sesuai dengan jenis kesalahan dan penyebabnya tersebut. Dapat dilihat

pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Check Sheet untuk Defective Item

2. Stratification (Stratifikasi/Pengelompokan Data)


II-13

Stratification merupakan usaha pengelompokkan data ke dalam kelompok

kelompok yang mempunyai karakteristik yang sama. Dapat dilihat pada Gambar

2.5. Kegunaan stratification adalah sebagai berikut:

a. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.

b. Membantu pembuatan Scatter Diagram.

c. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.

Gambar 2.5. Stratification

3. Histogram (Diagram Batang)

Histogram adalah bagan batang jenis khusus yang dapat digunakan untuk :

a. Menyampaikan informasi mengenai variasi dalam suatu proses

b. Mengambil keputusan dengan memusatkan perhatian pada upaya

perbaikan.

Petunjuk-petunjuk yang diberikan Histogram terletak pada bentuknya; khususnya

ketinggian batang dan pola batang relatif terhadap batang yang lain. Lebar setiap

kolom menunjukkan interval, atau kelompok, pengamatan dalam satu kisaran,

sementara ketinggiannya menunjukkan jumlah pengamatan yang berada dalam

interval yang ditentukan. Dapat dilihat pada Gambar 2.6.


II-14

Gambar 2.6. Histogram


4. Pareto Diagram

Pareto Diagram dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau

penyebab yang merupakan kunci dalam penyelesaian masalah dan perbandingan

terhadap keseluruhan. Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan

maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor

penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar

dibandingkan dengan penyelesaian penyebab yang tidak berarti. Langkah-langkah

pembuatan Pareto Diagram adalah sebagai berikut:

a. Kumpulkan data dan susun data berdasarkan jumlah yang paling besar ke

yang paling kecil/tentukan jumlah kumulatifnya.

b. Gambar grafik dengan sumbu-Y sebagai jumlah data dan sumbu-X sebagai

kategori data dan digambar dengan skala tepat.

c. Gambarkan diagram batang pada sumbu-X sesuai kategori data dan

jumlahkan mulai dari jumlah data terbesar hingga yang terkecil.

d. Dengan menggunakan tabel kumulatif gambar grafik kumulatifnya.


II-15

Setelah didapat diagram Pareto maka dapat kita simpulkan kategori yang paling

dominan dari tiap kategori. Skala presentase kumulatif pada saat digunakan harus

sesuai dengan dolar atau skala frekuensi seperti 100% harus disamakan nilainya

sebagai dolar atau frekuensi total. Penggunaan dari diagram pareto adalah proses

yang tidak pernah berakhir. Diagram pareto adalah suatu alat untuk peningkatan

kualitas yang kuat. Ini dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasikan masalah.

Dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Pareto Diagram

5. Scatter Diagram (Diagram Pencar)

Scatter Diagram digunakan untuk melihat korelasi (hubungan) dari suatu

faktor penyebab yang berkesinambungan terhadap suatu karakteristik kualitas

hasil. Gambar dapat dilihat pada Gambar 2.8. Pada umumnya apabila kita

membicarakan tentang hubungan antara dua jenis data, kita sesungguhnya

berbicara tentang :

a. Hubungan sebab akibat.

b. Suatu hubungan antara satu dan lain sebab.

c. Hubungan antara satu sebab dengan dua sebab lainnya.


II-16

Gambar 2.8. Scatter Diagram

6. Control Chart (Peta Kontrol / Bagan Kendali)

Control Chart merupakan suatu grafik yang digunakan untuk menentukan apakah

suatu proses maupun kualitas produk berada dalam keadaan stabil atau tidak atau

dengan kata lain apakah masih dalam keadaan terkendali (sesuai dengan batas

spesifikasi) atau di luar kendali (di luar batas spesifikasi). Dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Control Chart

Control Chart yang paling umum digunakan adalah:


II-17

a. Control Chart untuk variabel

Yaitu Control Chart untuk pengukuran data variabel. Data yang bersifat

variabel diperoleh dari hasil pengukuran dimensi, seperti berat, panjang, tebal,

dan sebagainya. Control Chart untuk variabel ini terdiri dari :

1. Peta X dan R, pengendali rata-rata (X̅ ) proses tingkat kualitas biasanya dengan

peta kendali X. Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan

peta kendali atau rentang yang disebut peta R. Untuk membuat peta X-R ini

dapat di buat dengan menggunakan rumus

Peta X dan S, bila ukuran sampel (n) cukup besar (n>10), metode rentang

kehilangan efisiensinya karena rentang mengabaikan semua informasi dalam

sampel antara Xmax dan Xmin. Untuk membuat peta X- S dapat digunakan rumus

berikut:

Control Chart untuk atribut


II-18

Yaitu Control Chart untuk karakteristik kualitas yang tidak mudah dinyatakan

dalam bentuk numerik. Contohnya inspeksi secara visual seperti penentuan cacat

warna, goresan, berkarat, dan sebagainya. Control Chart untuk atribut ini terdiri

dari: peta p, peta np, peta u, dan peta c.

Peta p

Peta ini menggambarkan bagian yang ditolak karena tidak sesuai dengan

spesifikasi yang diinginkan. Untuk membuat peta p ini dapat Digunakan rumus-

rumus sebagai berikut:

Peta np

Peta ini menggambarkan banyaknya unit yang ditolak dalam sampel yang

berukuran konstan. Untuk membuat peta np ini dapat digunakan rumus-rumus

sebagai berikut:

Peta c

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian atau kecacatan dalam sampel

berukuran konstan. Satu benda yang cacat memuat paling sedikit satu

ketidaksesuaian, tetapi sangat mungkin satu unit sampel memiliki beberapa


II-19

ketidaksesuaian, tergantung sifat dasar ke lannya. Untuk membuat peta c ini dapat

digunakan rumus sebagai berikut:

Peta u

Peta ini menggambarkan banyaknya ketidaksesuaian dalam satu unit sampel dan

dapat dipergunakan untuk ukuran sampel tidak konstan. Untuk membuat peta u

ini dapat dipergunakan rumus-rumus sebagai berikut:

7. Cause and Effect Diagram (Diagram Sebab Akibat)

Diagram ini dikenal dengan istilah diagram tulang ikan (fish bone diagram)

yang diperkenalkan pertama kalinya oleh Prof. Kaoru Ishikawa (Tokyo

University) pada tahun 1943. Diagram ini berguna untuk menganalisis dan

menemukan faktor-faktor yang berpengaruh secara signifikan di dalam

menentukan karakteristik kualitas output kerja. Di samping itu juga diagram ini

berguna untuk mencari penyebab-penyebab yang sesungguhnya dari suatu

masalah. Dalam hal ini metode sumbang saran (brainstorming method) akan

cukup efektif digunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya

penyimpangan kerja secara detail.


II-20

Untuk mencari faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpangan kualitas

hasil kerja, maka orang akan selalu mendapatkan bahwa ada 5 faktor

penyebab utama yang signifikan yang perlu diperhatikan, yaitu

a. Manusia (man)
b. Metode Kerja (work method)
c. Mesin atau peralatan kerja lainnya (machine/equipment)
d. Bahan-bahan baku (raw material)
e. Lingkungan kerja (work environment)
II-21

Diagram ini berguna di dalam

1. Menganalisis kondisi aktual untuk tujuan suatu produk atau

peningkatan kualitas pelayanan, mengefisiensikan penggunaan sumber

daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM), dan pengurangan

biaya-biaya yang tidak perlu.

2. Mengeliminasi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidakseragaman

produk atau pelayanan, dan keluhan pelanggan.

3. Pendidikan dan pelatihan personel-personel yang ada di dalam

pengambilan keputusan.

Gambar 2.10. Cause and Effect Diagram


II-21

2.6 Value Stream Mapping

Value Stream Mapping adalah metode lean manufacturing yang

menggunakan simbol, metrik dan panah untuk menunjukkan dan meningkatkan

aliran inventaris dan informasi yang diperlukan untuk menghasilkan produk atau

layanan yang dikirim ke konsumen (Peter S. Pande.2019). Value Stream Mapping

adalah representasi visual yang memungkinkan seseorang untuk menentukan di

mana waste terjadi.

Value Stream Mapping digunakan untuk menilai proses manufaktur saat.

Value Stream Mapping adalah alat yang memungkinkan perusahaan untuk

memetakan aliran proses yang membantu dalam mengidentifikasi berbagai faktor

seperti :

- Nilai tambah waktu (waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi produk akhir)

- Waktu nilai tambah (waktu yang bernilai tambah untuk memproduksi produk)

- Waktu siklus (waktu yang diperlukan untuk melakukan satu kali siklus

produksi)

- Changeover time (waktu yang diperlukan untuk mengubah setting alat

produksi)

Langkah-langkah yang perlu diterapkan dalam membentuk value stream

mapping yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan produk tunggal, atau kelompok produk yang akan dipetakan.

Apabila terdapat beberapa pilihan dalam menentukan kelompok produk/jasa,

pilihlah sebuah produk yang memenuhi kriteria berikut ini:


II-23

(1)Produk atau jasa mempunyai aliran proses yang hampir sama, sehingga produk

atau jasa yang dipilih dapat mewakilkan kelompok produk tersebut. (2)Produk

atau jasa mempunyai volume produksi yang tinggi dan biaya yang paling mahal

dibandingkan dengan produk atau jasa yang lain.

2. Menggambarkan aliran proses sebagai berikut: (1) Pelajari kembali simbol-

simbol untuk memetakan suatu proses. (2) Mulailah pada akhir dari proses dengan

apa yang dikirimkan kepada pelanggan dan tarik ke belakang. (3) Identifikasi

aktivitas-aktivitas yang utama. (4)Letakkan aktivitas-aktivitas tersebut satu

urutan.

3. Tambahkan aliran material pada peta yang dibuat sebagai berikut: (a)

Tunjukkan pergerakan dari semua material. (b) Gabungkan material bersama

dengan aliran yang sama (c) Petakan semua proses pendukung dalam produksi,

termasuk pula kegiatan-kegiatan inspeksi dan berbagai macam aktivitas

pengetesan material ataupun proses. (d)Tambahkan pemasok-pemasok di awal

dari proses.

4. Tambahkan aliran informasi sebagai berikut: (a) Petakan aliran informasi di

antara aktivitas-aktivitas. (b) Dokumentasikan bagaimana komunikasi proses

dengan konsumen dan pemasok. (c) Dokumentasikan bagaimana informasi

dikumpulkan (elektronik, manual, dan lainnya).

5. Kumpulkan data-data proses dan hubungkan data-data tersebut dengan table-

tabel yang terdapat dalam value stream mapping sebagai berikut: (a) Ikuti

proses secara manual untuk mendapatkan hasil yang sesuai. (b) Bila

memungkinkan cobalah untuk mencari data-data yang dibutuhkan dalam


II-24

pembuatan value stream mapping.

6. Masukkan data yang berhasil dikumpulkan ke dalam value stream

mapping.

7. Lakukanlah verifikasi dengan meminta orang lain yang bukan termasuk dalam

tim pembuat tetapi memahami proses untuk melakukan perbandingan antara

value stream mapping yang dibuat dengan keadaannya sebenarnya.

2.7. Voice of Customer (VOC)

Voice of Customer (VOC) adalah data (complain, survey, komentar, riset

pasar dan sebagainya) yang mencerminkan pandangan atau kebutuhan para

pelanggan perusahaan dimana harus diterjemahkan kedalam persyaratan yang

dapat diukur untuk proses (Peter S. Pande.2019). Beberapa manfaat VOC adalah:

1. Mendapatkan detail permintaan konsumen

2. Mendapatkan arah untuk pengembangan produk

3. Menciptakan produk yang sesuai (atau melebihi) dengan harapan,

kebutuhan dan permintaan pasar

4. Mengurangi resiko produk gagal karena tidak sesuai dengan permintaan

pasar.

2.8. Perhitungan Waktu Normal

Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-

rata yang diperoleh dari data pengamatan dengan rating factor. Dalam penelitian

ini,penentuan rating factor yang diberikan menggunakan cara Westinghouse


II-25

dimana penilaian dilakukan terhadap 4 faktor yang dianggap menentukan

kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi

kerja dan konsistensi (Sutalaksana, 1979).

Rating factor = 1 + Westinghouse factor

Wn =WtxRf

dimana: Wn = Waktu Normal

Rf = Rating factor

Wt = Waktu terpilih (waktu rata-rata setelah data seragam dan cukup)

2.9. Perhitungan Waktu Baku

Perhitungan waktu baku dilakukan dengan menambahkan kelonggaran

pada waktu normal. Waktu baku juga terbagi menjadi dua bagian yaitu waktu

baku operator dan waktu baku mesin. Untuk waktu normal mesin tidak diberikan

kelonggaran sehingga waktu normal dapat langsung dijadikan waktu baku mesin.

Waktu baku penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan secara

wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang

dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Kelonggaran adalah tambahan waktu yang

diperlukan operator untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam

kelonggaran,seperti kebutuhan pribadi,kelonggaran untuk menghilangkan rasa

fatique, dan kelonggaran untuk hal-hal yang tak terhindarkan dimana

penambahannya diberikan pada waktu normal.Nilai-nilai kelonggaran untuk

kebutuhan pribadi pria adalah sebesar 0 – 2,5 % dan untuk wanita sebesar 2 – 5%.

Kelonggaran untuk hambatan takterhindarkan memiliki perbedaan untuk satu


II-26

elemen pekerjaan dengan elemen pekerjaan lainnya tergantung pada kondisi yang

ada. Perhitungan nilai kelonggaran total diperoleh dengan menjumlahkan seluruh

nilai kelonggaran yang telah ditentukan. Berikut ini langkah-langkah perhitungan

waktu baku, yaitu :

Kelonggaran Total (All) = Ka+Kb+Kc

Waktu Baku Operator (Wb0) = 𝑊𝑛0 𝑥 100 /100−𝐴𝑙𝑙

Waktu Mesin (Wm) = Waktu Mesin

Waktu Baku Total (Wb) =𝑊𝑛0 + 𝑊𝑚

Dimana :

Ka = kelonggaran untuk kebutuhan pribadi

Kb = kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah

Kc = kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan

Wbo = Waktu Baku Operator

2.10. Perhitungan Metrik Lean

Langkah yang perlu dilakukan untuk melalukan penerapan sistem Lean

adalah pengukuran beberapa metrik Lean. Pengukuran metrik ini akan

memberikan gambaran awal mengenai kondisi perusahaan sebelum diterapkan

Lean dan bila Lean telah diterapkan maka akan terlihat perubahan pada nilai yang

lebih baik pada metrik-metrik ini (George, 2005). Perhitungan metrik Lean terdiri

dari perhitungan process cycle efficiency, process lead time, dan process velocity

yaitu:

1. Efisiensi siklus proses (Process Cycle Efficiency)


II-27

Suatu perusahaan dapat dikatakan Lean apabila mempunyai waktu proses

yang bernilai tambah mencapai lebih dari 30% dari total lead time proses.

Persamaan untuk efisiensi siklus proses:

Process Cycle Efficiency = Value Added Time/Total Lead Time Value-added time

adalah waktu untuk melakukan proses yang memberikan nilai tambah kepada

produk, sedangkan toal lead time adalah waktu yang dibutuhkan untuk melakukan

proses dari awal sampai akhir, yaitu ketika barang dipesan sampai dengan barang

dikirim kepada pelanggan.

1. Process Lead Time dan Kecepatan Proses (Process Speed). Process lead time

adalah metrik Lean yang digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang

diperlukan untuk memproses sejumlah produk dari awal hingga selesai.

Persamaan untuk perhitungan process lead time ini dikenal dengan nama

Little’s Law, yaitu:

Process Lead Time = Jumlah produk didalam proses (WIP)/Rata-rata kecepatan penyelesaian

Terdapat pula kecepatan proses (process velocity) yang dapat

menggambarkan berapa banyak barang atau produk yang melalui sebuah stasiun

kerja.

Anda mungkin juga menyukai