Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

SISTEM PENGELOLAAN PROYEK BERKELANJUTAN


KAJIAN TENTANG LEAN CONSTRUCTION
Semester Ganjil Tahun Akademik 2016/2017

Disusun oleh :
Muhammad Safwan

(140215432/TS)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA
2016

Pendahuluan
Perkembangan konstruksi Indonesia yang semakin maju, membuat daya saing antar jasa
kontraktor menjadi ketat. Dalam persaingan jasa kontraktor terjadi dalam pelelangan dimana
faktor rendahnya harga penawaran jasa menjadi penentu kemenangan tender. Oleh karena itu,
diperlukan sebuah inovasi dalam mengelola proses kontruksi menjadi lebih efisien sehingga
biaya penawaran menjadi rendah. Salah satu inovasi tersebut adalah penerapan konsep lean
construction. Konsep Lean Construction diadopsi dari prinsip Lean Manufacturing yang
bertujuan mengurangi waste dan meningkatkan value. Untuk membuat sebuah proyek
memiliki prinsip Lean Construction, proyek tersebut harus menerapkan 3 konsep yaitu work
structuring (WS), Supply Chain Management, dan production control. Salah satu aplikasi
dalam Lean Construction yang digunakan adalah work structuring.
Proyek konstruksi merupakan suatu kegiatan yang direncanakan sebelumnya yang
memerlukan sumber daya, baik biaya, tenaga kerja, material, dan peralatan. Dilakukan secara
detail dan tidak dilakukan berulang. Proyek pada umumnya memiliki batas waktu, artinya
proyek harus diselesaikan sebelum atau tepat pada waktu yang telah ditentukan. Berkaitan
dengan masalah proyek ini, maka keberhasilan pelaksanaan sebuah proyek tepat pada
waktunya merupakan tujuan yang penting baik bagi pemilik proyek maupun kontraktor.
Demi kelancaran jalannya sebuah proyek dibutuhkan manajemen yang akan mengelola
proyek dari awal hingga proyek berakhir, yakni manajemen proyek. Suatu proyek dikatakan
baik jika penyelesaian proyek tersebut efisien ditinjau dari segi waktu dan biaya serta
mencapai efisiensi kerja, baik manusia maupun alat. Segala sesuatu di dalam suatu proyek
yang tidak menambah nilai, sebaliknya menambah biaya disebut dengan pemborosan.
Ketidakproduktifan ini pada akhirnya tidak dapat memberi nilai tambah pada produk
akhir atau lebih dikenal dengan istilah Non Value-Adding Activities, yang di dalam dunia
konstruksi disebut sebagai waste. Faktor yang menyebabkan adanya Non Value- Adding
Activities adalah ketidakefektifan oleh beberapa faktor yang terlibat dalam pelaksanaan
proyek (man, method, machine, material, environment), sehingga dapat memicu
keterlambatan dalam penyelesaian proyek.
Kurangnya perencanaan yang baik merupakan faktor yang berpengaruh pada
terlambatnya proses konstruksi. Untuk mengatasi hal ini ada metode yang dapat digunakan,
yaitu metode Lean Project Management. Lean Project Management merupakan pendekatan
dalam perencanaan proyek,
dengan fokus untuk meminimasi waste, mengidentifikasi
permasalahan risiko, serta mengestimasi segala kebutuhan yang berkaitan dengan proyek.
Lean production memiliki tujuan meminimisasi biaya produksi agar dapat bersaing
dengan harga pasar. Perbedaan yang ada adalah fokus utama dari lean production yaitu
upaya-upaya penghilangan pemborosan (waste) secara terus menerus untuk peningkatan
performansi system manufaktur sehingga dapat selalu memenuhi kebutuhan pelanggan.
Sehingga, lean production dapat dikatakan sebagai paradigma yang berfokus pada upaya
peningkatan efisiensi dengan pendekatan baru, yaitu menggabungkan dua aspek penting
teknologi dan manusia sekaligus dalam mengelola sistem manufaktur (Samadhi, 2005).

Sehingga banyak hal-hal baru dan metode pelaksanaan yang disempurnakan


bermunculan dan diterapkan dalam dunia konstruksi. Lean thinking adalah suatu cara untuk
mengatur konstruksi. Tujuan pemikiran ramping (lean thinking) menggambarkan kembali
pencapaian terhadap tiga dimensi kesempurnaan yaitu pesanan produk yang unik,
pengiriman dengan segera, dan tidak ada apapun dalam store. Hal ini merupakan hal yang
ideal dalam memaksimalkan nilai dan meminimalkan waste (Howell dan Ballard, 1998).
Definisi Lean Construction
Konstruksi ramping telah didefinisikan dalam beberapa cara sebagai sebuah konsep yang
terus berkembang. Greg Howell dan Glenn Ballard, pendiri dari Lean Construction
Institute (LCI), melihat konstruksi ramping sebagai sebuah cara baru untuk
mengelola/memanage proyek konstruksi. Asal mulanya digunakan dalam sistem produksi
Toyota, cara baru ini digunakan untuk merancang/mendesain dan membuat fasilitas produksi
memungkinkan secara signifikan terjadi peningkatan dalam proyek yang kompleks, banyak
ketidakpastian dan cepat.
The Construction Industry Institute (CII) memberikan defenis sebagai sebuah proses
terus yang terus menerus untuk menghilangkan/mengeliminasi limbah (waste), dimana dapat
memenuhi atau bahkan melampaui semua persyaratan yang diinginkan pelanggan,
memusatkan pada proses nilai (value stream), dan mengejar kesempurnaan dalam
pelaksanaan proyek konstruksi. (CII Lean Principles in Construction Project Team, PT 191).
beberapa penulis seperti Lauri Koskela (2002) menggambarkan konstruksi ramping sebagai
sebuah cara merancang sistem produksi untuk meminimalkan limbah bahan, waktu, dan
usaha sehingga menghasilkan memungkinkan dihasilkan nilai yang maksimum.
Kapan Digunakan dan Syaratsyarat Lean Construction
Tingkat keberhasilan proyek salah satunya dapat diukur dari kinerja waktu proyek yang
baik dan sesuai dengan apa yang direncanakan. Untuk mengetahui keberhasilan kinerja waktu
suatu proyek, maka perlu diketahui faktor-faktor dominan apa saja yang mempengaruhi
kinerja waktu yang terkait dengan proyek tersebut. Keterlambatan suatu proyek pekerjaan
maupun efek kombinasi dari ketergantungan antar pekerjaan dan variabilitas dalam setiap
proses. Selain itu masih banyak hasil pekerjaan konstruksi yang harus ditunda, ditambal
sulam, dibongkar dan diulang.
Oleh sebab itu, perlu adanya suatu cara untuk mengatasi masalah tersebut selain
menggunakan konsep Manajemen Konstruksi atau Manajemen Proyek. Cara digunakan yaitu
konsep Lean Construction yang merupakan aplikasi dari konsep Lean Production System,
dimana menitikberatkan pada pemaksimalan nilai (value) dan peminimalisasian pemborosan
(waste) kepada teknik yang lebih spesifik untuk diterapkan delam suatu proses yang baru
dalam penjadwalan proyek. Lean construction sangat berperan penting pada control produksi
dengan memperhatikan ketidakefisienan waktu. Sehingga dapat mengurangi kegiatan yang
tidak menghasilkan nilai pada produk akhir, mengurangi variasi produk dengan mengontrol
ketidak pastian selama proses.

Syarat-syarat Lean Construction adalah sebagai berikut :


Nilai-nilai yang harus dipenuhi dan dapat dispesifikasikan yang didasarkan dari sudut
pandang konsumen, bukan dari sudut pandang perusahaan.
Dapat mengidentifikasikan tahapan-tahapan yang diperlukan, mulai dari proses desain,
pemesanan dan pembuatan produk berdasarkan keseluruhan value stream untuk
menemukan pemborosan yang tidak memiliki nilai tambah.
Dapat melakukan aktivitas yang dapat menciptakan suatu nilai tanpa adanya gangguan,
proses rework, aliran balik, aktivitas menunggu (waiting) maupun sisa produksi .
Dapat membuat apa yang diinginkan oleh konsumen Perfection Mengejar kesempurnaan
dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi waste secara bertahap dan berkelanjutan.
Proyek dapat dibagi menjadi beberapa segmen.
Kegiatan non-nilai tambah yang ditentukan sebelumnya dapat dihapus sehingga upaya
yang akan dilakukan untuk mengurangi biaya dan durasi aktivitas atau dengan mengubah
urutan kerja.
Dapat meningkatkan nilai output serta fleksibilitas output melalui pertimbangan yang
sistematis tentang kebutuhan pelanggan.
Dapat meningkatkan tranpansi proses.
Penerapan Lean Construction Pada Proyek
Untuk menerapkan Lean Construction pada proyek konstruksi, langkah pertama adalah
menentukan tipe aktivitas. Tipe aktivitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Value adding activity (VA), aktivitas ini memberikan nilai tambah terhadap proses, baik
pada aliran informasi dan aliran fisik proses.
2. Non-value adding activity (NVA), aktivitas ini tidak memberikan nilai tambah terhadap
produk. Aktivitas ini dapat dikategorikan sebagai waste yang dapat menyebabkan proses
tidak berjalan secara efisien.
3. Non-value adding but necessary activity (NNVA) yakni aktivitas yang tidak memberikan
nilai tambah akan tetapi tetap dibutuhkan untuk menjalankan seluruh rangkaian proses.
Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan dan hanya bisa diminamilisir.
Setelah diketahui jenis aktivitas selanjutnya dilakukan identifikasi Waste yang terdapat pada
proyek berdasarkan wawancara kepada pada penanggung jawab seperti manager site
engineering, manager operasional, quality control beserta staff pengendali operasi. Berikut
merupakan contoh waste yang terjadi pada proyek.
1. Defect, hasil pengerjaan produk atau bahan yang tidak sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan.
2. Waiting, menunggu terlalu lama kedatangan material yang dibutuhkan, tidak sesuai
dengan jadwal yang mengakibatkan keterlambatan pengerjaan selanjutnya atau
menunggu instruksi dari pihak customer dan konsultan perencana bersama dengan
project manager.
3. Unneccessary Inventory, Material yang digunakan pada aktivitas tertentu berada terlalu
lama di tempat penyimpanan dikarenakan waktu pelaksanaan aktivitas tersebut
mengalami kemunduran.
4. Inappropriate Processing, Redesain detail pekerjaan karena permintaan customer.

5.
6.
7.

Unnecessary Motion, Komponen dan kontrol yang terlalu jauh dari jangkauan, double
handling, layout yang tidak standar, operator membungkuk.
Excessive Transportation, Pemindahan bahan baku dari tempat penyimpanan menuju
tempat kerja (jobsite) dan ke jobsite yang lain.
Overproduction, Pengunaan bahan baku yang melebihi kebutuhan seperti semen, kayu,
maupun bahan lainnya sehingga terjadi ketidaksesuaian antara yang dibutuhkan dengan
yang dikerjakan.

Selanjutnya menentukan critical waste pada pengerjaan proyek yang dilakukan dengan
metode BORDA. Metode ini dilakukan dengan memberikan peringkat untuk masing-masing
jenis waste. Langkah selanjutnya ialah identifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya waste
tersebut. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya waste, metode yang
digunakan adalah metode Root Cause Analysis (RCA).
Rekomendasi/Kesimpulan
1. Harus lebih meningkatkan penerapan prinsip Lean Construction untuk proyek
konstruksi, pemahaman perusahaan responden terhadap konsep lean construction, dan
pelatihan yang berhubungan dengan konstruksi ramping (Lean Construction).
2. Dapat mengimplementasikan Lean Construction pada proyek konstruksi.
3. Menambah SDM dan peralatan yang mendukung dalam menerapkan Lean Construction.
4. Mendidik tenaga kerja agar terlatih dalam melaksanakan proyek dan mendesain secara
komprehensif agar desain tidak berubah-ubah untuk menerapkan Lean Construction.
5. Menciptakan keselarasan koordinasi pihak penyedia jasa beserta staff maupun dengan
pengguna jasa.
6. Lean construction sangat berperan penting pada control produksi dengan memperhatikan
ketidakefisienan waktu. Sehingga dapat mengurangi kegiatan yang tidak menghasilkan
nilai pada produk akhir, mengurangi variasi produk dengan mengontrol ketidak pastian
selama proses.

Anda mungkin juga menyukai