Anda di halaman 1dari 2

Tentang Rumah dan Singgah

Oleh: Angindita Sulajari C.


@anginditaasc

"Sebenernya, rumah itu apa sih?" menurut sebagian orang, rumah adalah tempat pulang yang paling
nyaman. Rumah adalah tempat dimana beberapa orang dapat memejamkan mata dengan sejenak
setelah pulang dari kegiatan. Rumah adalah tempat terhangat yang mereka miliki karena di dalamnya,
berisi orang-orang tersayang yang sudah menunggu kita untuk pulang.
Namun, ada sebagian orang yang tidak setuju dengan pendapat tersebut. Bagi mereka, rumah
hanyalah sebuah bangunan dimana tidak ada yang spesial di dalamnya. Atau bahkan, rumah adalah
neraka baginya. Mereka tidak mendapatkan kehangatan seperti yang diucapkan oleh orang-orang
beruntung yang ditunggu di tempat dimana dia pulang. Terkadang, kehadiran mereka malah tidak
diinginkan oleh penghuni yang ada di dalam ruang itu.
Seperti yang dialami oleh Arka, seseorang yang sedang duduk di sebelahku saat ini. Arka menatap
hamparan pasir pantai yang berada di depan kami. Kami saat ini sedang berada di pantai, Arka yang
mengajakku setelah kedua orangtuanya bertengkar hebat di rumahnya. Mata sayunya terlihat sangat
kelelahan, aku tahu dia butuh istirahat, namun rumahnya sedang tidak dalam kondisi yang mendukung
dia untuk memejamkan mata barang sejenak.
Aku duduk di sampingnya, ikut memandang hamparan pasir pantai dan mendengar deburan ombak.
Sore itu cukup cerah, udaranya sejuk dan pantai tidak terlalu ramai, sehingga suasananya nyaman
untuk duduk sembari mengeluarkan isi pikiran. Aku memejamkan mataku, menikmati semilir angin
yang menerpa kulitku. Aku tahu apa yang Arka rasakan saat ini meskipun aku belum pernah
merasakannya, jadi aku memilih untuk diam menunggu Arka sendiri yang membuka mulutnya.
Rumahku sederhana, hanya rumah satu lantai dengan dua kamar di dalamnya, satu televisi dengan
tikar di ruang tengah guna kumpul keluarga setelah hari yang melelahkan. Meja makan dari tetangga
yang berasal dari kayu juga melengkapi isi rumah minimalis itu, meja makan yang selalu kami
gunakan untuk makan malam dan berbincang sejenak tentang hari ini. Seperti Bapak yang bercerita
hari ini mendapatkan bonus dari bos nya, atau Ibu yang bercerita dengan gembira karena tadi dapat
sayur gratis saat belanja, atau adik yang selepas pulang sekolah ditraktir temannya.
Sementara Arka, rumahnya megah untuk ukuran orang desa. Rumahnya memiliki dua lantai dengan
taman mini yang ada di halaman depannya. Aku selalu berandai, bagaimana ya jika aku memiliki
rumah yang seperti itu? Pasti menyenangkan sekali, Bapak tidak perlu mengkhawatirkan atap yang
bocor dan Ibu tidak perlu khawatir pegangan pintu kamar mandi lepas. Namun, aku tidak melihat
kebahagiaan itu dari mata Arka. Arka yang setiap pulang sekolah selalu sendirian dirumah sehingga
meminta Dafi, tetanggaku yang lain untuk menemaninya barang sejenak. Arka yang setiap ingin tidur,
selalu terganggu dengan suara berisik dari kamar orangtuanya. Arka, yang setiap hari mendengar
keluh kesah orang seisi rumahnya.
"Aku ga punya tempat pulang, Nai." Lamunanku berhenti ketika aku mendengar suara tersebut dari
sampingku. Aku menolehkan kepala, menatap Arka dengan wajah teduh.
"Emang menurut kamu, tempat pulang itu apa?" tanyaku penuh hati-hati.
"Engga tahu, tapi yang jelas bukan seperti rumahku. Rumahku ga layak untuk dibilang tempat
pulang." Arka menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya, "Rumahku ga seperti rumahmu yang
suasananya hangat, nyaman, dan teduh."
Aku mendekatkan diriku ke Arka, menepuk pundaknya dan merangkulnya. "Arka, pulang itu ga harus
ke rumah. Mungkin emang di pikiran kamu yang terlintas saat kata 'pulang' disebut adalah rumah.
Tapi enggak loh. Rumah 'kan, ga selalu berbentuk bangunan? Kamu juga bisa jadiin seseorang untuk
dijadikan 'rumah'. Kamu bisa cerita ke dia, luapin semua keluh kesahmu, atau apapun. Jadi, jangan
anggep diri kamu ga punya rumah, ya."
Arka tersenyum sembari mengucapkan terima kasih dah merangkul balik bahuku. Sore itu, kami
habiskan waktu dengan mengobrol sembari menunggu matahari terbenam. Arka menceritakan semua
keluh kesahnya, dan disinilah aku yang mendengarkan semua keluh kesahnya. Aku bersyukur, Arka
mau mengeluarkan keluh kesahnya padauk. Itu artinya, aku dipercaya untuk menjadi tempat
pulangnya.
Memang tidak semua orang memiliki rumah yang nyaman, tetapi 'kan, kita bisa menjadikan seseorang
sebagai rumah. Tidak punya rumah bukan berarti seseorang tidak punya tempat singgah. Karena
rumah, tidak selalu berbentuk bangunan.

Biodata Narasi:
Namanya Angindita yang biasa dipanggil Angin. Lahir di Yogyakarta tepat pada hari kedua di bulan
November. Saat ini tengah menempuh Pendidikan di universitas. Sejak kecil sudah gemar menulis,
namun baru sekarang berani untuk mengirimkan naskahnya ke penerbit. Salam kenal untuk semua
yang membaca cerita ini.

Anda mungkin juga menyukai