Bunda dan papa adalah orang yang sangat sibuk. Mereka berangkat sebelum aku bangun dan pulang
setelah aku tidur. Aku memang tidak dekat dengan keduanya karena hal itu. Kedua orangtuaku hanya
memastikan aku sehat dan semua kebutuhanku terpenuhi. Aku selalu berusaha memahami itu.
Hanya terdengar suara rintik hujan di luar yang menemaniku malam ini. Kepalaku berisik. Dipenuhi hal-
hal yang seharusnya tidak perlu untukku pikirkan. Aku tidak ingin mereka mengetahuiku, aku hanya ingin
ada yang memahami tentang kenapa, siapa dan apa ingin ku. Memang sulit untukku membuka diri
kepada orang-orang baru, begitu juga ketika aku bertemu Arzel, teman dekatku.
“Kamu itu aneh, Den.” dia teriak sembari membenarkan rambutnya yang terhempas oleh hembusan
angin malam. Aku hanya terdiam lalu menjawabnya didalam pikiranku, “entahlah, aku rasa juga begitu.”
Sampailah kami sebuah lapangan basket yang luas, tempat kami sering menghabiskan waktu untuk
bermain bahkan hanya sekedar menatap langit. Malam ini aku sedang tidak ingin bermain basket, sudah
lama langit tidak seindah ini. Dihiasi bintang-bintang serta bulan purnama yang menyinari gelapnya
malam.
“Aku tidak menyukai bulan purnama” ujarku. Dia menatapku aneh lalu berkata