Anda di halaman 1dari 1

Angin berhembus kencang.

Aku berada di rooftop kamarku sembari menatap langit kesukaanku, langit


biru tanpa awan. Terasa tenang dan sepi. “Selamat ulang tahun bang den!” bibi datang dengan cerianya
membubarkan lamunanku. “semoga didekatkan dengan yang baik dan dijauhkan dari yang buruk,
aamiin.” Aku pun menyambutnya dengan antusias. “aamiin, bibi kok ingat” tanyaku. “oiya jelas dong,
masa bibi lupa hari spesial kamu, ini bibi buatkan makanan kesukaan kamu. Mi goreng kasih kuah plus
susu strawberry eheh” jawab bibi sambil tertawa. “iya deh bibi memang yang terkece, terima kasih bi”
ujarku. “ahahah iya, udah lanjut sana ngelamunnya, tapi habiskan dulu makannya ya” bibi menjawabku.
Aku memberikan dua jempolku.

Ya, hari ini memang hari ulang tahunku.

Bunda dan papa adalah orang yang sangat sibuk. Mereka berangkat sebelum aku bangun dan pulang
setelah aku tidur. Aku memang tidak dekat dengan keduanya karena hal itu. Kedua orangtuaku hanya
memastikan aku sehat dan semua kebutuhanku terpenuhi. Aku selalu berusaha memahami itu.

Hanya terdengar suara rintik hujan di luar yang menemaniku malam ini. Kepalaku berisik. Dipenuhi hal-
hal yang seharusnya tidak perlu untukku pikirkan. Aku tidak ingin mereka mengetahuiku, aku hanya ingin
ada yang memahami tentang kenapa, siapa dan apa ingin ku. Memang sulit untukku membuka diri
kepada orang-orang baru, begitu juga ketika aku bertemu Arzel, teman dekatku.

“Kamu itu aneh, Den.” dia teriak sembari membenarkan rambutnya yang terhempas oleh hembusan
angin malam. Aku hanya terdiam lalu menjawabnya didalam pikiranku, “entahlah, aku rasa juga begitu.”
Sampailah kami sebuah lapangan basket yang luas, tempat kami sering menghabiskan waktu untuk
bermain bahkan hanya sekedar menatap langit. Malam ini aku sedang tidak ingin bermain basket, sudah
lama langit tidak seindah ini. Dihiasi bintang-bintang serta bulan purnama yang menyinari gelapnya
malam.

“Aku tidak menyukai bulan purnama” ujarku. Dia menatapku aneh lalu berkata

Anda mungkin juga menyukai