Anda di halaman 1dari 2

Nama : Mia Adinda

NIM : 212111052001003
Mata Kuliah : Pendidikan Kewarnegaraan dan Anti Korupsi
TUGAS 1 BAB 2

1. Kisah Ahmad Syafi’i Maarif


Ahmad Syafii Maarif lahir di Nagari Calau, Sumpur kudus, Minangkabau pada 31
Mei 1935.Ia lahir dari pasangan Ma'rifah Rauf Datuk Rajo Malayu, dan Fathiyah. Ia
bungsu dari 4 bersaudara seibu seayah, dan seluruhnya 15 orang bersaudara
seayah berlainan ibu.Ayahnya adalah saudagar gambir, yang belakangan diangkat
sebagai kepala suku di kaumnya.Sewaktu Syafii berusia satu setengah tahun,
ibunya meninggal. Syafii kemudian dititipkan ke rumah adik ayahnya yang bernama
Bainah, yang menikah dengan adik seibu ibunya yang bernama A. Wahid.
Pada tahun 1942, ia dimasukkan ke sekolah rakyat (SR, setingkat SD).

Pendidikannya di SR, yang harusnya ia tempuh selama enam tahun, dapat ia


selesaikan selama lima tahun. Ia tamat dari SR pada tahun 1947, tetapi tidak
memperoleh ijazah karena pada masa itu terjadi perang. Namun, setelah tamat,
karena beban ekonomi yang ditanggung ayahnya, ia tidak dapat meneruskan
sekolahnya selama beberapa tahun. Baru pada tahun 1950, ia masuk ke Madrasah
Muallimin Muhammadiyah di sampai duduk di bangku kelas tiga.

Pada tahun 1953, dalam usia 18 tahun, ia meninggalkan kampung halamannya


untuk merantau ke jawa. Bersama dua adik sepupunya, yakni Azra'i dan Suward, ia
diajak belajar ke Yogyakarta oleh M. Sanusi Latief. Namun, sesampai di Yogyakarta,
niatnya semula untuk meneruskan sekolahnya ke Madrasah Muallimin di kota itu
tidak terwujud, karena pihak sekolah menolak menerimanya di kelas empat dengan
alasan kelas sudah penuh.Tidak lama setelah itu, ia justru diangkat menjadi guru
bahasa inggris dan bahasa indonesia di sekolah tersebut tetapi tidak lama.
Setelah itu, ia kembali mendaftar ke Muallimin dan akhirnya ia diterima tetapi ia
harus mengulang kuartal terakhir kelas tiga. Selama belajar di sekolah tersebut, ia
aktif dalam organiasi kepanduan Hizbul Wathah dan pernah menjadi pemimpin
redaksi majalah Sinar, sebuah majalah pelajar muallimin di Yogyakarta.

Setelah ayahnya meninggal pada 5 Oktober 1955, kemudian ia tamat


dari muallimin pada 12 Juli 1956, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan
sekolahnya, terutama karena masalah biaya. Dalam usia 21 tahun, tidak lama
setelah tamat, ia berangkat ke lombok memenuhi permintaan Konsul
Muhammadiyah dari Lombok untuk menjadi gurukemudian kembali lagi ke Jawa
untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Surakarta Sesampai di
Surakarta, ia masuk ke Universitas Cokroaminoto dan memperoleh gelar sarjana
muda pada tahun 1964.Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya untuk tingkat
sarjana penuh (doktorandus) pada Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, IKIP
(sekarang Universitas Negeri Yogyakarta) dan tamat pada tahun 1968.
Ia terus meneruskan menekuni ilmu sejarah dengan mengikuti Program Master di
Departemen Sejarah Universitas Ohio, AS. Sementara gelar doktornya diperoleh
dari Program Studi Bahasa dan Peradaban Timur Dekat, Universitas Chicago, AS,
dengan disertasi: Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas
as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia.Selama
di Chicago inilah, anak bungsu dari empat bersaudara ini, terlibat secara intensif
melakukan pengkajian terhadap Al-Quran, dengan bimbingan dari seorang tokoh
pembaharu pemikiran Islam, Fazlur Rahman. Di sana pula, ia kerap terlibat diskusi
intensif dengan Nurcholish Madjid dan Amien Rais yang sedang mengikuti
pendidikan doktornya.Penulis Damiem Demantra membuat sebuah novel tentang
masa kecil Ahmad Syafi'i Maarif, yang berjudul 'Si Anak Kampung'.Novel ini telah
difilmkan dan meraih penghargaan pada America International Film Festival (AIFF).

2. Mar’ie Muhammad
Dr. H. Mar'ie Muhammad, M.Si. (3 April 1939 – 11 Desember 2016) adalah
mantan Menteri Keuangan pada periode Orde Baru. Ia diberi gelar Mr. Clean karena
perjuangannya memberantas korupsi pada era-nya yang masih sarat
dengan korupsi.
Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah Master of Arts In Economics, Universitas
Indonesia. Riwayat pekerjaan pada tahun 1969 - 1972 mengabdi Direktorat Jenderal
Pengawasan Keuangan Negara Departemen Keuangan RI. Pada Tahun 1972-1988
mengabdi di Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN Departemen Keuangan RI
dengan jabatan terakhir sebagai Direktur. Tahun 1988-1993 mengabdi di Direktorat
Jenderal Pajak, Departemen Keuangan sebagai Direktur Jenderal (Dirjen). Pada
tahun 1993-1998 sebagai Menteri Keuangan Kabinet Pembangungan VI. Tahun
2001-2004 sebagai Ketua Oversight Committee (OC) BPPN. Tahun 1999 - 2009
sebagai Ketua Palang Merah Indonesia (PMI). Sekarang ini ia menjabat Ketua
Komite Kemanusiaan Indonesia (KKI), Ketua Masyarakat Transparansi Indonesia
(MTI), dan komisaris utama PT Bank Syariah Mega Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai