Cover Abstrak Dan Daftar Pustaka
Cover Abstrak Dan Daftar Pustaka
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK
TIDAK BERHAK
TESIS
DESY BUNGDIANA
2106668264
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2022
UNIVERSITAS INDONESIA
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK
TIDAK BERHAK
TESIS
DESY BUNGDIANA
2106668264
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
OKTOBER 2022
Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar
NPM : 2106668264
Tanda Tangan :
ii
Tanggal :
ABSTRAK
Tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh pihak yang tidak berhak. Peranan notaris dalam membantu
menciptakan sebuah kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat bersifat preventif yang merupakan upaya pencegahan apabila terjadinya masalah
hukum yaitu dengan akta otentik yang dibuat dengan status hukum. Penelitian ini berbentuk analisis yuridis normatif penelitian yuridis normatif yakni penelitian
yang dilakukan dan berfokus pada norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini akan menganalisis kewenangan notaris
untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik nama yang diajukan yang bukan pemegang hak dalam putusan pengadilan negeri nomor
25/pdt.g/2018/Pn.Krg. Hasil penelitian diperoleh yakni tindakan Notaris yang tidak mengembalikan sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar
hukum. Notaris harus menyelaraskan terkait para pihak yang datang membawa sertipikat termasuk yang pemilik objek tersebut ataupun bukan. Notaris bisa
mencegah terhindar dari adanya hukuman yang bisa diterapkan kepada Notaris yang melakukan tindakan selaras dengan adanya larangan serta sanksi yang ada
pada UUJN. Tindakan notaris menerima sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh yang pihak yang bukan pemegang hak seharusnya
melaksanakan penolakan dilaksanakan melalui sebuah pemberian edukasi pada para penghadap. Notaris dalam melaksanakan kewenangannya perlu selalu
mengacu pada aspek nilai kehati-hatian agar terhindar dari kesalahan dan pelanggaran hukum.
iii
Name : Desy Bungdiana
NPM : 2106668264
ABSTRACT
The notary's responsibility for the management of the transfer of the name of the certificate requested by an unauthorized party. The role of the notary in helping
to create legal certainty and protection for the public is preventive in nature, which is a preventive measure in the event of a legal problem, namely by means of
an authentic deed made with legal status. This research is in the form of normative juridical analysis. Normative juridical research is research conducted and
focuses on positive legal norms in the form of laws and regulations. This research will analyze the authority of a notary to submit a certificate of land rights who
carry out the transfer of names submitted who are not the holders of the rights in the district court decision number 25/pdt.g/2018/Pn.Krg. The results of the
study were obtained, namely the action of a notary who did not return the certificate to the owner, namely an act against the law. The notary must harmonize the
parties who come with the certificate, including those who own the object or not. So it can prevent the existence of penalties that can be applied to Notaries who
take actions in accordance with the prohibitions and sanctions that exist in UUJN. The act of a notary receiving a certificate of ownership of the transfer of title
requested by a party that is not the holder of the right should carry out the refusal to be carried out through providing education to the appearers. Notaries in
exercising their authority need to always refer to the aspect of prudential values in order to avoid mistakes and violations of the law..
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
BAB 1 PENDAHULUAN
2.6 Tanggung Jawab Notaris/PPAT atas Hilangnya Sertipikat Hak Milik Dalam Proses Balik
Nama………………………………………………………………44
BAB 3 TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERKAIT PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK TIDAK
BERHAK
3.1 Tindakan Notaris Menerima Sertipikat Klien yang Melakukan Tindakan Balik Nama yang Diajukan oleh yang Bukan Pemegang
Hak…………………………48
3.2 Kewenangan Notaris untuk Menyerahkan Sertipikat Hak Atas Tanah yang Melakukan Balik nama yang Diajukan yang Bukan Pemegang
Hak…………...56
BAB 4 PENUTUP
4.1 Simpulan………………………………………………………………………..75
4.2 Saran……………………………………………………………………………76
DAFTAR PUSTAKA
v
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
Notaris di pelaksanaan jabatannya membuat akta autentik harus mengembalikan dokumen kepada orang yang berhak atas dokumen
tersebut, dikarenakan berkaitan dengan kewajiban notaris untuk menjaga segala isi suatu akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh
guna pembuatan akta. Notaris yang memberikan dokumen kepada orang lain yang tidak berhak, telah melanggar kewajiban jabatan notaris dimana
Notaris yakni seorang pejabat umum dimana diangkat dari pemerintah pada hal itu Kementrian Hukum serta Hak Asasi Manusia (HAM)
untuk membantu layanan keperluan publik nantinya alat bukti otentik dimana memberi rasa pasti keterkaitan hukum perdata. Dalam profesinya notaris
bertindak sebagai pelayan masyarakat selaku pejabat yang dinilai dari Kementrian Hukum serta HAM. Jabatan notaris lahir karena masyarakat
membutuhkannya, bukan jabatan yang disengaja diciptakan. Untuk menjalankan profesinya notaris diikat oleh peraturan jabatan dan kode etik sebagai
1
notaris. Notaris sering juga disebut sebagai officium nobile karena profesi notaris ini sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan .
Partisipasi notaris pada pelaksanaan pembentukan sebuah kepastian serta perlindungan hukum kepada masyarakat sifatnya preventif dalam
artian memiliki sifat mencegah apabila munculnya persoalan hukum yakni melalui akta otentik dimana disusun melalui status hukum. Pasal 1 Undang-
undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait Jabatan notaris menjelaskan yakni notaris termasuk pejabat umum dimana memiliki kewenangan untuk menyusun
2
akta otentik serta mempunyai kewenangan lain yakni pada Undang-Undang ini atau mengacu pada undang-undang yang lain. Artinya notaris
3
membawa sebuah penjabatan dan melaksanakan tugas/pekerjaannya berdasarkan pengangkatan oleh Negara dalam hal ini adalah pemerintah . Adapun
yang menjadi pembeda profesi notaris melalui profesi-profesi yang lain. Sehingga dalam notaris dipakai sebutan profesi jabatan notaris sebab dalam
maknanya notaris yakni pejabat dimana dilakukan pengangkatan pemerintah dan mempunyai hak untuk membuat akta yang otentik.
Pada dasarnya seorang notaris berperan memberikan pelayanan berupa sebuah jasa bagi masyarakat yang ingin membuat suatu akta otentik
dan berkekuatan sebagai alat pembuktian. Notaris selaku individu secara bebas serta dijadikan elemen krusial pada pembangunan bangsa yakni perlu
4
lekat pada sifat humanisme karena perannya sangat banyak kepada publik . Notaris selaku pejabat negara yang mewakili menyusun akta biasanya
memiliki pengaruh hak serta kewajiban semua pihak yakni juga timbul kepada notaris. Notaris harus menambah pengetahuan dan ketrampilan untuk
melayani masyarakat karena banyaknya aturan yang seiring waktu berubah mengikuti jaman.
Notaris dalam menjalankan tugasnya sangat penting untuk selalu jujur. Selain kejujuran dari notaris sendiri, sangat dibutuhkan kejujuran
dari para pihak yang menghadap, karena ini merupakan kunci dasar dalam hal pembuatan akta yang sempurna. Seorang profesional di suatu profesi
selalu dituntut untuk melalui proses yang panjang agar tetap terjaga profesionalitasnya. Notaris merupakan sebuah jabatan yang sangat dipercaya, di
5
mana apapun yang dibuat oleh seorang notaris masyarakat merasa bahwa itu benar . Untuk itu notaris harus dibekali dengan ilmu yang dalam dan
1
Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 7.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN. No. 5491,
Universitas Indonesia
2
Pasal 2 UUJN menilai yakni notaris dilakukan pengangkatan serta dilakukan pemberhentian dari menteri. Persyaratan agar bisa dilakukan
6
pengangkatan jadi notaris didalam UUJN yakni:
hukum yang ada. Hal ini terjadi pada putusan 1958K/Pdt/2020. Seorang notaris digugat dengan dalil, karena pada tanggal 16 Januari 2017 seorang
dengan insial H datang ke Kantor notaris W. H datang untuk menyerahkan fisik sertipikat Hak Milik No. 1558 Desa M atas nama orang lain yaitu
Nyonya R dan berkas-berkas untuk kepentingan roya lainnya sebagaimana di dalam tanda terima no. IV/01/2017 tertanggal 16 Januari 2017. Pada
tanggal 2 Maret 2017 Penggugat H kembali menyerahkan asli SPPT PBB NOP No. 33.11.060.0003.011.0154.0 atas nama orang lain lagi yaitu Ny. M
kepada Notaris W, dengan maksud setelah roya akan diproses balik nama menjadi atas nama penggugat H. Kemudian setelah sekian lama waktu
berjalan Penggugat H meminta klarifikasi kepada Notaris W terhadap keberadaan fisik sertifikat tanah yang diserahkan Penggugat H. Akan tetapi,
Notaris W secara diam diam dan dengan tidak meminta persetujuan serta tanpa sepengetahuan penggugat selaku orang yang telah menyerahkan
sertifikat kepada Notaris W, menyerahkan sertifkat tersebut kepada orang lain. Sehingga penggugat tidak dapat melakukan proses balik nama sertifikat.
Mengacu latar belakang dimana sudah dipaparkan tersebut diatas, nantinya akan membahas dan mengkaji permasalahan tersebut di atas
dalam bentuk sebuah tesis berjudul “tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.”
1. Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak?
2. Bagaimana kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh bukan
pemegang hak?
1. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Untuk pengembangan ilmu hukum khususnya pada bidang kenotariatan yang berkaitan dengan tanggung jawab notaris terhadap
pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.
6
Indonesia, Undang-Undang Tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN. No. 5491,
Universitas Indonesia
3
b. Tujuan Khusus
1) Menganalisis tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang
hak.
2) Menganalisis kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik nama yang
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sekaligus dapat digunakan untuk pengembangan ilmu
hukum di bidang kenotariatan, khususnya pada tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang
b. Manfaat Praktis
1) Memberi pengetahuan mengenai tindakan balik nama yang dimohonkan oleh pihak yang bukan pemegang hak
2) Memberi pengetahuan mengenai kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik
3) Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bagi notaris maupun calon notaris mengenai tanggung jawab moral dan
a. Bentuk Penelitian
Wujud penelitian ini merupakan wujud penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah penelitian dimana dilakukan dan berfokus
pada norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan hukum lain dimana digunakan, termasuk bahan pustaka
yang berkaitan dengan tindakan balik nama yang diajukan oleh yang bukan pemegang hak.
b. Tipologi Penelitian
Berdasarkan bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian preskriptif. Penelitian preskriptif merupakan penelitian yang memiliki
tujuan untuk memberikan saran penyelesaiannya atau jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. Penelitian preskriptif adalah penelitian yang
7
dilakukan apabila dibutuhkan ataupun diperlukan saran mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi permasalahan tertentu.
c. Jenis Data
Sumber data dimana dipakai pada penelitian hukum ini adalah data sekunder karena diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data sekunder
8
adalah data yang diperoleh oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada guna menguatkan data primer yang telah diperoleh. Data sekunder dapat
7
Nurul Qamar dan Farah Syah Rezah, Metode Penelitian Hukum Doktrinal dan Non-Doktrinal, cet.1, (Makassar: Social Politic Genius, 2020), hlm. 141.
8
www.raharja.ac.id. 01 Agustus 2022, diakses pukul 16.00 WIB.
Universitas Indonesia
4
1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum dimana diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan di dalamnya terdapat
bahan-bahan yang isinya bersifat mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 terkait
Jabatan Notaris, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 terkait Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 terkait Tata Cara Pemeriksaan Majelis
2) Bahan hukum sekunder adalah bahan yang berisi penjelasan ataupun inti dari pendapat hukum terkait bahan hukum primer
dimana diperoleh dari melalui buku, hasil penelitian, jurnal, serta internet. Bahan hukum sekunder dimana digunakan pada
penelitian ini adalah buku, jurnal, hasil penelitian maupun yang diperoleh dari internet terkait tanggung jawab notaris terhadap
pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.
3) Bahan hukum tersier yakni bahan dimana merupakan pelengkap ataupun penunjang pada bahan-bahan primer serta sekunder
dimana sifatnya memberikan penjelasan atau petunjuk. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus
Penelitian dengan judul tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak
9
merupakan penelitian yuridis normatif. Alat pengumpulan data dalam penelitian itu terdiri dari studi pustaka dan pengamatan. Pada penelitian ini
alat pengumpulan data dimana dipakai yakni studi kepustakaan. Penelitian ini tidak menggunakan alat pengumpulan data dengan wawancara.
Studi kepustakaan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, hasil
penelitian, jurnal, dan internet yang terkait dengan tanggung jawab notaris terhadap sertipikat klien yang melakukan tindakan balik nama yang
Metode analisis data yang dipakai yaitu analisis kualitatif, yakni melalui melakukan pengumpulan data lalu disusun dengan sistematis
dan dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dari penelitian. Analisis kualitatif yakni analisis data melalui
langkah penguraian data dengan bermutu pada wujud kalimat yang teratur, selaras, logis, tak tumpang tindih, serta efektif, maka meminimalisir
10
interpretasi data serta pengetahuan perolehan analisa. Penelitian kualitatif merupakan suatu proses pengidentifikasian untuk memahami masalah
sosial berdasarkan pada penciptaan gambaran holistic lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci,
11
dan disusun dalam sebuah latar alamiah.
9
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Universitas Indonesia, 2005), hlm.29.
10
Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm 69.
11
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 77.
Universitas Indonesia
5
Bentuk hasil penelitian yang digunakan adalah prespektif-analitis, yaitu melakukan kajian fungsi hukum, aspek rasa adil, keselarasan
12
pengaturan hukum, makna hukum, serta norma hukum.
Penelitian ini berjudul “tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak”.
Sistematika penulisan pada tesis ini tersusun atas tiga bab serta setiap bab terbagi dijadikan sebagian sub bab. Terkait sistematikanya yakni diantaranya:
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada Bab ini isinya pembahasan terkait latar belakang masalah, rumusan masalah yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian, metode penelitian,
JABATANNYA
Dalam Bab ini berisikan uraian mengenai notaris selaku pejabat umum mempunyai tugas dan wewenang, tanggung jawab notaris terhadap
pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.
PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN OLEH BUKAN PEMEGANG HAK
Dalam Bab ini berisikan analisis mengenai tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat hak milik yang dimohonkan oleh pihak
BAB 4 PENUTUP
Dalam Bab ini berisikan simpulan dan saran yang ditarik dari pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, kemudian disimpulkan oleh penulis dan diberi
12
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm 43.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINDAKAN NOTARIS YANG LALAI DALAM MENJALANKAN
JABATANNYA
Adat kebiasaan lahir dari kumpulan beberapa orang yang menjadi masyarakat, seperti peristiwa-peristiwa yang penting dibuktikan dengan
13
persaksian dari beberapa orang saksi. Contoh hal kecilnya adalah hidup bertetangga . Tetapi dengan saksi hidup seperti itu sangat banyak
kelemahannya karena bisa terjadi suatu peristiwa yang harus dibuktikan kebenarannya. Misalkan terjadi peristiwa sengketa maka harus dibuktikan
kebenarannya, tetapi dengan kurangnya bukti hanya saksi-saksi saja maka saksi akan memihak kepada kepentingan masing-masing. Maka hal itu
disadari masyarakat yang berkepentingan dan sudah mulai mencari suatu alat bukti dari suatu peristiwa yaitu dengan mencatat dalam suatu surat.
Dengan kejadian yang ada dan dengan berkembangnya pendidikan di Indonesia maka munculnya notaris di dalam kehidupan bermasyarkat
kita. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait perubahan pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 terkait Jabatan Notaris pada Pasal 1
angka 1 menjelaskan yakni notaris yakni pejabat umum dimana memiliki kewenangan dalam menyusun akta autentik serta kewenangan lainnya yakni
14
pada undang-undang ini . Kedudukan seorang notaris sebagai seorang pejabat umum dimana dari Negara melalui undang-undang merupakan suatu
Notaris diangkat oleh menteri untuk menjadi seorang pejabat umum, sehingga individu notaris bisa pelaksanaan tugasnya dengan tak dapat
intervensi dari badan eksekutif serta badan yang lain. Sehingga notaris dapat bertindak netral dan independen. Notaris merupakan satu-satunya pejabat
umum dimana mempunyai kewenangan serta dalam menyusun akta autentik terkait seluruh tindakan, perjanjian serta ketetapan dimana diajukan dari
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata berisikan bahwa: “sebuah akta otentik yakni sebuah akta yang disusun pada wujud dimana telah
ditetapkan dari undang-undang, disusun dari di depan pegawai-pegawai umum dimana memiliki kuasa dalam penempatan yakni akta disusunnya.”
Maka bisa kita lihat bahwa notaris menyusun alat bukti tertulis dimana memiliki rasa kuat pembuktian itu termasuk tugas utamanya sebagai pejabat
umum. Walaupun notaris termasuk pejabat umum tetapi notaris tak digaji oleh pemerintah dan tidak tunduk kepada peraturan ataupun Undang-undang
mengenai kepegawaian dalam hal ini seperti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 terkait Pokok-pokok Kepegawaian. Notaris
menjunjung tinggi martabatnya dan dapat melakukan peneriimaan uang jasa serta layanan dimana telah diberikan oleh notaris sesuai dengan aturan
undang-undang.
Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) berisi mengenai keperluan yang harus Notaris laksanakan pada penerapan
tugasnya. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Notaris yang melanggar ketentuan dalam Pasal ini adalah berupa “peringatan atau teguran tertulis,
15
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau, pemberhentian dengan tidak hormat.” Kewajiban Notaris di dalam Pasal 16 ayat (1)
13
Ardinarto. Mengenal Adat Istiadat Hukum Adat di Indonesia, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press. 2008, hlm 22.
14
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1.
15
Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. UU No. 02 Tahun 2014, LN. No
Universitas Indonesia
7
dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya. Kewajiban Notaris mengenai moralitas atas implementasi isi Sumpah Jabatan terdapat pada
Pasal 16 ayat (1) huruf a serta huruf f sedangkan Pasal 16 ayat (1) huruf b sampai dengan n menerangkan mengenai tugas Notaris
Pasal 16 ayat (1) huruf a merupakan kewajiban pertama, yaitu mengenai penting bagi Notaris untuk bertindak amanah, jujur, saksama,
mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum. Poin ini memastikan agar tindakan Notaris dalam
melaksanakan jabatannya memenuhi sifat yang disebut di atas demi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Notaris adalah pihak yang
dipercayakan oleh masyarakat yang memberikan keterangan dan rahasia untuk dituangkan dalam akta sehingga untuk menjaga kepentingan penghadap,
Pasal 16 ayat (1) huruf f mewajibkan Notaris untuk merahasiakan isi akta beserta keterangan yang diberikan untuk pembuatan akta oleh
Notaris. Pada poin ini diterangkan bahwa akibat Notaris adalah sebuah profesi yang memiliki hubungan dengan kliennya dalam pembuatan akta
Notaris ialah pejabat umum dimana memiliki kewenangan menyusun akta, sehingga akta dimana disusun oleh atau di depan notaris yakni
16
akta autentik. Akta dimana disusun dari notaris bisa dijadikan alas hukum semua harta benda, hak serta kewajiban individu. Mengacu Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), notaris memiliki makna dimana memperoleh kuasa oleh pemerintah mengacu penunjukan (pada hal ini yakni Kementerian
17
Hukum serta Hak Asasi Manusia) dalam memberi pengesahan serta pertontonan beragam surat perjanjian, surat wasiat, akta, serta hal lainnya.
Notaris ialah selaku pejabat umum dimana diberikan tugas dari peraturan perundang-undangan dalam memberi pelayanan keperluan
masyarakat nantinya alat bukti autentik dimana ketetapan penyusunan akta otentik telah ditentukan melalui undang-undang, sehingga akta itu bisa
memberi rasa pasti hubungan hukum, maka sepanjang alat bukti autentik masih dibutuhkan dari sistem hukum negara, sehingga jabatan notaris biasanya
tetap dibutuhkan pada hubungan antara manusia dalam masyarakat serta dalam hal wewenang notaris selaku pejabat umum dimana menyusun akta
otentik krusial diatur melalui peraturan perundang-undangan serta diketahui dari masyarakat. Selaku terdapat pejabat umum yakni terdapat kepercayaan
oleh negara, notaris memiliki kedudukan serta peran yang krusial pada perwujudan kehidupan bangsa secara bermartabat serta berdaulat dimana
18
memiliki ranah kepastian hukum.
Mengacu pada Pasal 1313 KUHPerdata mengkaji yakni sebuah perjanjian yakni sebuah melalui satu orang maupun lebih melakukan
pengikatan dirinya pada satu orang lain maupun lebih. Melalui sebuah perjanjian itu, nantinya terbentuk sebuah perikatan. Pada wujudnya, perjanjian
tersebut berwujud sebuah susunan perkataan yang memiliki janji-janji maupun rasa sanggup yang dilafalkan maupun ditulis. Munculnya perikatan
berdasarkan perjanjian penitipan mengakibatkan hak serta kewajiban oleh semua pihak, adapun notaris selaku penerima titipan serta pemilik akta
19
dengan status selaku pemberi titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini yakni tipe perjanjian riil. Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian secara
20
baru ada saat dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat penyerahan benda dimana dilakukan penitipan. Unsur pada Perjanjian
16
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga kenotariatan Indonesia : perspektif hukum dan etika, Yogyakarta : UII Press, 2009 hlm. 25
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) hlm. 618.
18
Sri Utami, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Repertorium, Edisi 3 Januari-Juni 2015 hlm. 89.
19
Dwi Suryahartati, ‘Perjanjian Penitipan Barang dalam Pengelolaan Parkir Bagi Perlindungan Konsumen Di Indonesia’ (2019) 2 Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum
Universitas Indonesia
8
Penitipan Pasal 1694 KUHPerdata yakni penyerahan benda serta ketentuan dalam melakukan penyimpanan serta melakukan pengembalian melalui
kondisi sejenis.
Hal itu dikuatkan terhadap perspektif Sudikno Mertokusumo yakni akta termasuk asli akta dimana memuat tanda tangan yakni ada pada
kegiatan dimana dijadikan acuan dalam sebuah hak maupun kesepakatan dimana ada ketika awalnya secara sengaja dalam membuktikan. Maka apabila
dihubungkan terhadap kasus, sehingga Notaris selaku yang menerima titipan memiliki hak dalam tak melakukan pemberian sertipikat yang termasuk
barang titipan pada orang yang tak selaras identitasnya pada tanda terima notaris itu. Hal itu pun dikuatkan mengacu pada isi Pasal 1719 KUHPerdata.
Terkait perbuatan melanggar hukum dikaji pada Pasal 1365 KUHPerdata, di mana aspeknya diantaranya:
2. Perbuatan itu adanya pelanggaran hukum; undang-undang, hak orang lain, kewajiban pelaku, aspek kesusilaan serta kepatutan.
Perbuatan itu melakukan pelanggaran hak oleh pemilik sertipikat dalam pemintaan lagi hal yang dimilikinya.
4. Kerugian yakni ada yakni terdapat harga pengacara serta harga transportasi.
5. Kausalitas kerugian dimana ada pada pemilik sertifikat sebab dari tindakan notaris melakukan penahanan akta.
Makna memiliki wewenang yaitu termasuk memiliki wewenang pada pihaknya, yakni dalam kebutuhan siapa akta disusun serta diinginkan.
Berwenang pada sebuah akta, yakni dalam memiliki wewenang menyusun suatu akta otentik terkait seluruh tindakan, perjanjian serta ketentuan dimana
diperlukan oleh undang-undang serta yang diinginkan oleh orang berkaitan. Wewenang pada waktu serta tempat pembuatan akta autentik, yaitu sesuai
21
tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan notaris menjamin kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta.
22
Wewenang notaris ini telah ditetapkan melalui pengaturan pada UUJN. Sehingga, bisa ditentukan makna pada Pasal 15 dintaranya:
1) “Notaris wajib memegang akta-akta akta-akta atas semua akta, perjanjian, dan surat-surat yang disyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau dikutip oleh para pihak dalam suatu akta akta untuk memastikan ketepatan tanggal berlakunya akta, pengarsipan
penanganan, dan penanganan bahan mentah, salinan, dan penawaran, seluruhnya itu selama penyusunan akta itu tak diberi penugaan atau
dikecualikan pada pejabat lain atau orang lain yang ditentukan dari undang-undang.
2) Selain kewenangan yakni dalam ayat (1), notaris memiliki wewenang yakni:
a. Melakukan pengesahan tanda tangan serta menentukan kepastian tanggal surat yakni melalui pendaftaran pada buku khusus.
b. Melakukan pembukuan surat-surat di bawah tangan melalui pendaftaran di buku khusus.
c. Menyusun fotokopi dari asli surat-surat di bawah tangan berwujud salinan yang termuat kajian yang mana ditulis serta digambarkan
pada surat yang terkait.
d. Menjalankan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e. Melakukan pemberian penyuluhan hukum terkait penyusunan akta.
f. Menyusun akta yang berhubungan pada pertanahan atau
g. Menyusun akta risalah lelang.
3) Adapun kewenangan yakni dalam ayat (1) serta ayat (2), notaris memiliki kewenangan lain dimana dikaji pada peraturan perundang-
undangan.”
21
Habieb Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009) hlm. 14
22
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432 sebagaimana diubah dengan
Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491,
Universitas Indonesia
9
“Mengacu opini melalui Sjaifurachman pada buku terkait wewenang notaris dalam membuat akta autentik. Bahwa kewenangan notaris
membuat akta autentik itu hanya apabila hal itu diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan serta hal lainnya, akta itu yakni
bukti terkait tindakan hukum pihak-pihak, tak termasuk Notaris yang membuat keputusan hukum yang bersangkutan. Kemampuan notaris untuk
membuat akta dinas diakui, dan sebagian besar dari kemampuan itu ada pada pihak atau para pihak yang melaksanakan akta dengan haknya tanpa
memerlukan akta dinas dari pihak lain. Tidak mungkin seorang notaris dapat membuktikan bahwa mereka membuat atau mengganti nama suatu akta-
akta atas kemauannya sendiri, yang berarti mereka tidak berwenang dan tidak berwenang untuk melakukan transaksi yang mengikat secara hukum.
Notaris tidak diharuskan untuk menegakkan keputusan yang dibuat dalam sistem peradilan pidana; sebaliknya, otoritas mereka terbatas pada keputusan
23
yang dibuat dalam sistem peradilan perdata.”
Secara umumnya wewenang notaris selaku pejabat umum yakni melakukan perekaman dengan tertulis serta autentik keterkaitan hukum
24
diantara para pihak, yakni dengan mufakat melalui permintaan bantuan jasa-jasa notaris. Kemudian, tugas serta wewenang notaris pada penyusunan
akta autentik cukup berhubungan pada ketetapan dimana diatur KUHPerdata yang bisa dilihat diantaranya:
1) “Pasal 1867, pembuktian melalui tulisan dijalankan melalui tulisan-tulisan otentik ataupun melalui tulisan melalui tangan.
2) Pasal 1868, sebuah akta autentik yakni sebuah akta di wujud yang ditetapkan dari undang-undang, disusun oleh atau di depan pegawai-
pegawai umum yakni memiliki kuasa serta itu dalam tempat yang mana akta disusunnya.
3) Pasal 1870, sebuah akta autentik pemberian diantara para pihak maupun ahli waris-ahli warisnya serta orang-orang yang memperoleh hak
dari mereka, sebuah bukti yang menyeluruh terkait hal yang termuat padanya”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam pasal-pasal hukum perdata terdahulu, maka peranan notaris yang merupakan
jabatan resmi menurut undang-undang dapat bertindak untuk memperlancar proses hukum yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan akan sangat
berperan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hubungan hukum karena memerlukan penilaian yang sempurna. Dokumen yang dirancang
dengan baik dapat menjamin kepastian hukum antara para pihak dalam fungsi persekutuan hukum sebagaimana dimaksud.
25
Wewenang notaris termasuk 4 (empat) hal, yakni:
1) Notaris perlu memiliki wewenang selama yang menyangkut akta yang perlu disusun.
2) Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait orang bagi kebutuhan siapa akta disusun.
3) Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait tempat, di mana akta disusun.
a) Dalam kewenangan yang pertama ini terdapat larangan bagi notaris untuk bertindak di hadapan surat kuasa ini. Jika dia melakukan
pelanggaran, dia dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Panggilan pengadilan dapat dibawa ke perhatian otoritas yang
tepat jika ada masalah bagi mereka yang mengancam kerugian materi atau intelektual. Misalnya, notaris berwenang untuk membuat
surat dalam bentuk pendapat hukum sebelum para pihak mulai, meskipun notaris memiliki wewenang untuk memberikan nasihat
23
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban…, hlm. 66.
24
Ibid.., hlm. 66.
25
G.H.S., Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet ke 4, jakarta: Elrangga, 1996, hlm. 49.
Universitas Indonesia
10
b) Adanya pembatasan bagi notaris dalam melakukan pengurusan, dengan mengacu pada Pasal 52 UUJN yang menyatakan bahwa
notaris tidak diperkenankan melakukan pengurusan untuk diri sendiri, pasangan atau laki-lakinya, atau orang lain yang bertempat
tinggal dalam satu rumah tangga dengan notaris karena hubungan darah atau hubungan darah. dasi. Dalam garis lurus turun dan/atau
naik tanpa batasan derajat, Kesamping sampai derajat ketiga, Sebagian untuk dirinya sendiri, Dalam pelayanan, dan sebagian untuk
dirinya sendiri, dan sebagian untuk dirinya sendiri. Notaris tidak bertindak sebagai penunggu dan tidak mengambil bagian setelah
selesainya kewajiban yang dibebankan kepadanya, baik ikut maupun tidak. Oleh karena itu notaris tidak termasuk sebagai pihak
dalam setiap perbuatan yang diprakarsai oleh atau atas namanya ketika ia menjalankan wewenangnya untuk bertindak sebagai wakil
26
resmi dari semua orang atas pemenuhan tugasnya dan menimbulkan kewajiban tersebut di depan notaris . Harus ada pemahaman
yang jelas antara individu dan pihak yang menjadi sasaran tindakan tersebut, misalnya kesediaan untuk menjual kepada orang yang
paling membutuhkan. Dengan mengetahui adanya keadaan tersebut, Notaris harus dapat melihat dan mulai memotret identitasnya
serta mengawasi harta peninggalan (asli surat). Seorang notaris seringkali membutuhkan kartu identitas pribadi (KTP) dan akta
kepemilikan untuk bertindak sebagai saksi di affidavit, antara lain. Ada kemungkinan orang yang namanya tertera di KTP dan yang
namanya di akta bukan orang yang sama, atau yang namanya di akta bukan orang yang tercantum di KTP. Ini karena ada banyak
nama yang dapat digunakan, dan sertifikat hanya menyebutkan nama orang yang disebutkan dalam sertifikat tanpa mengidentifikasi
identitas lain. Berhubungan pada identitas diri penghadap serta bukti kepemilikannya yang dibawa serta aslinya diperlihatkan palsu,
sehingga hal ini bukan tanggung jawab notaris, tanggung jawabnya diberi pada para pihak yang menghadap. Tetapi jika ternyata
notaris memahami yakni dalam identitas itu palsu maupun penghadapnya bukan pemilik sertifikat itu serta tetap menyusun aktanya
sehingga pemilik asli dari sertifikat itu, bisa dilaporkannya selaku perbuatan melawan hukum.
c) Selama kejadian ketiga ini. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18.1 UUJN, notaris harus hadir secara fisik di gedung pemerintah
atau gedung pengadilan. Setiap notaris memiliki tempat tinggal dan kantor bisnis di kabupaten atau daerah tergantung pada
preferensi mereka. Notaris mempunyai yurisdiksi atas seluruh provinsi tempat ia berdomisili (pasal 18.2 UUJN). Tujuan dari artikel
ini adalah untuk menunjukkan bahwa notaris tidak hanya harus berada di meja mereka ketika mereka meninggalkan pekerjaan
mereka karena mereka memiliki yurisdiksi resmi atas seluruh pemerintah federal. Misalnya, notaris yang berkedudukan di kota
seperti B dapat membuat akta di kabupaten atau kota lain dalam provinsi seperti L..
d) Untuk kewenangan semacam ini, notaris perlu bekerja dengan penuh pemenuhan kewajibannya, yaitu tanpa izin atau dengan izin
terlambat. Notaris yang tidak mau, tidak mampu, atau ceroboh untuk melaksanakan kewajibannya sehingga tidak diwajibkan
menurut hukum dapat meminta Notaris untuk bertindak sebagai kuasanya (pasal 13 UUJN). Notaris yang tidak dapat dipercaya
diberhentikan dengan pengertian bahwa mereka tidak akan menghalangi kemampuannya untuk menjalankan tugasnya. Ia dapat
memberikan persetujuan penuhnya kepada wakil notaris, seperti notaris yang berwenang bertindak, atau kepada wakil yang enggan
atau terlambat, tergantung pada protokol mana yang akan diterapkan kepada notaris yang diwakilinya setelah pemberian kuasa.
26
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia,… hlm. 87
Universitas Indonesia
11
Selanjutnya, setelah selesainya tindakan, titik waktu yang ditunjukkan dalam tindakan harus sesuai dengan titik waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tindakan tersebut; tanggal tidak bisa diubah mundur atau maju. Oleh karena itu, seorang notaris
terlebih dahulu harus menyiapkan akta-akta akta-akta sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkannya, agar akta tersebut
memiliki kekuatan hukum yang lengkap. Hal ini karena notaris adalah pejabat hukum yang akan bertindak sebagai pejabat resmi.
Keberadaan surat kuasa ini dan pelaksanaan surat kuasa ini diatur dengan undang-undang, dimana notaris tidak boleh menyimpang
dari peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jika notaris menyimpang dari praktik terbaik terkait,
penanganannya mungkin tidak lagi akurat dan berubah menjadi ceroboh. Adanya hal yang menimbulkan notaris yang berkaitan
Jabatan notaris adalah jabatan yang sangat terhormat, tidak hanya diatur dalam UUJN, namun sebagian tugas negara di bidang keperdataan
diberi pada notaris serta notaris cukup tak besar peranannya bagi bangsa serta negara, terlebih pada pemberian kepastian hukum, yakni pada perjanjian,
kontrak, serta kenaikan lainya, dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
Terdapat sebagian asas yang perlu dikaji acuan pada penerapan wewenang jabatan notaris, yakni selaku asas-asas pelaksanaan tugas jabatan
27
notaris secara baik, melalui substansi serta makna dalam keperluan notaris. Asas itu yakni diantaranya:
a. Asas persamaan.
Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga notaris menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin
diperkuat. Ketika mereka memberikan dukungan untuk semua orang, mereka tidak boleh mendiskriminasi satu sama lain berdasarkan
faktor sosial ekonomi atau alasan lain. Mungkin ada alasan yang sah untuk khawatir jika notaris tidak dapat menyediakan beberapa alat
b. Asas kepercayaan.
Suatu jenis notaris yang dikenal dengan istilah “fiduciary duty”, yang berarti bahwa seorang notaris berkewajiban untuk mengungkapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan yang telah dilakukannya dan segala keterangan yang diperolehnya untuk tujuan
memajukan perbuatan tersebut menurut undang-undang atau waktu resmi, bahkan jika hukum membutuhkan sesuatu yang berbeda. (Pasal
Ketika notaris membuat perjanjiannya, dia harus menyesuaikan diri dengan undang-undang agar semua hal dapat dipertanggungjawabkan
dan kemudian dimasukkan ke dalam dokumen. Tindakan yang dijunjung tinggi notaris harus sesuai dengan hukum. Akta notaris dapat
digunakan sebagai bukti bagi para pihak jika terjadi perselisihan yang sah.
d. Asas kecermatan.
Analisis terperinci atas bukti-bukti yang diajukan kepada notaris untuk diaktakan dan analisis klarifikasi atau klarifikasi yang diberikan oleh
para pihak akan dilakukan sebagai dasar penanganan perkara. Agar akurat, notaris harus benar mengidentifikasi pelanggar berdasarkan
27
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: PT. Refika Aditama), 2013, hlm. 82-87.
Universitas Indonesia
12
identitas pelanggar. Tahan pertanyaan, fokus, dan junjung tinggi önskeml lawan yang sama, tolak tindakan apa pun yang akan melanggar
önskeml atau önskeml lawan, beri nasihat kepada mereka yang sedang bergerak, gunakan teknik selama pekerjaan dasar, dan berikan
sepenuhnya hak lainnya hingga dan termasuk pemberian penuh atas haknya sebagai notaris.
Tiap akta yang disusun di depan atau oleh notaris perlu selaras dengan alasan serta fakta yang mendorong.
Ketentuan mengenai kewajiban notaris tercantum dalam UUJN Pasal 15. Apabila notaris melakukan perbuatan di luar wewenangnya, maka
Semua tindakan yang disajikan kepada notaris harus ditinjau secara menyeluruh. Dalam hal ini notaris mempunyai tugas untuk menentukan
apakah suatu akta dapat ditetapkan dalam bentuk surat atau tidak, dan apa yang ditentukan itu harus berdasarkan landasan hukum yang
h. Asas proporsionalitas;
Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, untuk memprioritaskan masa depan, Notaris harus menjaga keseimbangan antara hak dan
kewajiban para pihak yang terlibat dalam proses hukum dan ketika kewajiban mereka telah dipenuhi sepenuhnya.
i. Asas profesionalitas
Ketika kewajiban mereka dipenuhi, mereka mengutamakan nasihat ahli (ilmiah) berdasarkan UUJN dan KEK, yang tampak dalam
pelayanan kepada masyarakat dan dalam urusan-urusan yang dilakukan di hadapan atau melalui notaris.”
Di Indonesia, negara yang menganut sistem peradilan perdata, notaris memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
orang diperlakukan secara adil dalam hal pembuatan dokumen otentik yang berfungsi sebagai penilaian atau persyaratan hukum/mutlak untuk masalah
hukum tertentu. Asas notaris yang dirujuk oleh notaris adalah pejabat yang diakui secara hukum, terakreditasi yang menjunjung tinggi kewajiban
mereka sendiri dan kewajiban yang diamanatkan serta kebijakan internal dokumen dan kewajiban yang diamanatkan.
Tanpa bantuan penalaran filosofis, sosiologis, dan hukum, peran pencatat tidak terbatas pada pencatatan tindakan otentik. Sebaliknya,
dengan bantuan penalaran-penalaran ini, seorang pencatat dapat mengungkap potensi implikasi negatif serta penyebab yang mendasarinya, melindungi
pihak-pihak dengan konteks sosio ekonomi dan hukum yang luas, dan pada akhirnya melindungi pandangan pihak ketiga. Notaris memastikan
kompetensi dan kemauan peserta untuk menggugat tindakan yang telah ditetapkan.
Suatu jabatan harus mengatur mengenai larangan ataupun batasan yang harus ditaati para pemegang kekuasaan/jabatan agar tidak
melakukan perbuatan melanggar hukum yang telah diatur didalam undang-undang. Notaris yang merupakan pejabat umum juga mempunyai larangan
28
untuk notaris yang dikaji pada kode etik notaris Pasal 4:
Notaris serta orang lain (hingga yang berkaitan menerapkan jabatan notaris) dilarang:
28
Pasal 4 Kode Etik Notaris.
Universitas Indonesia
13
1. “Memiliki lebih dari 1 (satu) kantor, yakni kantor cabang hingga kantor perwakilan;
2. Melakukan pemasangan papan nama dan/atau tulisan yang bunyinya “Notaris/Kantor Notaris” dalam luar lingkungan kantor;
3. Menjalankan publikasi atau promosi diri, yakni sendiri maupun dengan kolektif melalui pemakaian nama serta jabatannya, memakai
sarana media cetak dan/atau elektronik, pada wujud
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga.
4. Melakukan kerjasama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada maknanya berlaku selaku perantara dalam mencari serta
memperoleh klien;
5. Melakukan penandatanganan akta yang rangkaian pembuatannya sudah dipersiapkan dari pihak lain;
6. Melakukan pengiriman minuta kepada klien bagi ditandatangani;
7. Melakukan upaya serta melalui jalan apapun, supaya individu berpindah dari notaris lain pada dia, yakni usaha itu ditujukan langsung
kepada klien yang berkaitan serta melalui perantaraan orang lain;
8. Melaksanakan pemaksaan pada klien melalui langkah penahanan berkas dimana sudah diberikan penyerahan serta menjalankan tekanan
psikologis melalui tujuan supaya klien itu tetap menyusun akta padanya;
9. Menjalankan upaya yakni langsung serta tidak langsung yang mengarah pada munculnya persaingan yang tak sehat melalui sejenis
kerabat Notaris
10. Melakukan penetapan honorarium yang perlu dilakukan pembayaran dari klien pada total yang lebih rendah melalui honorarium yang
ditentukan perkumpulan;
11. Mempekerjakan secara sengaja orang yang masih memiliki status pegawai kantor notrais lain tanap persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan, yakni menerima pekerjaan dari karyawan kantor notaris lain;
12. Mencaci dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang disusun olehnya. Pada hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan sebuah akta yang disusun dari rekan sejawar yang ternyata adanya kekeliruan yang serius dan/atau membahayakan klien,
sehingga notaris itu perlu melakukan pemberitahuan kepada rekan sejawat yang terkait mengacu kesalahan yang dilakukan melalui cara
yang tak bersifat menggurui, melainkan dalam melakukan pencegahan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap klien yang
bersangkutan serta rekan sejawat itu;
13. Tak menjalankan hal yang wajib serta pelanggaran pada larangan yakni termuat pada kode etik melalui pemakaian media elektronik,
tetapi tidak terbatas pada pemakaian internet serta media sosial;
14. Melakukan pembentukan kelompok sesama rekan sejawat yang sifatnya ekslusif melalui fungsi dalam memberi pelayanan kepentingan
sebuah instansi atau lembaga, hingga menutup kemungkinan bagi notaris lain dalam berpartisipasi;
15. Menggunkana serta menampilkan gelar yang tidak sesuai pada peraturan perundang-undangan yang ada;
16. Menyusun akta melebihi batas kewajaran yang batasan jumlahnya ditetapkan dari Dewan Kehormatan;
17. Ikut dalam pelelangan dalam memperoleh pekerjaan/pembuataan akta.”
Terkait adanya kode etik notaris, larangan pada notaris pun dikaji pada Pasal 17 UUJN yakni:
Universitas Indonesia
14
(2) Notaris yang melakukan pelanggaran ketetapan yakni ada dalam ayat (1) bisa
diterapkan sanksi berbentuk:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian secara hormat; atau
d. pemberhentian secara tidak hormat.”
Kemerdekaan Indonesia mendorong dibentuknya Hukum Agraria Nasional. Adapun Hukum Agraria nasional yang dibentuk sebagai
amanat dari Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian dikenal UUD 1945) adalah Undang-Undang Nomor 5
29
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pasal 5 UUPA menentukan yakni:
“Hukum agraria dimana berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa yakni hukum adat, sepanjang tidak berlawanan pada kepentingan
nasional serta Negara, yang mengacu pada persatuan bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum pada Undang-undang ini serta peraturan perundangan lainnya, semua hal pada mengindahkan unsur-unsur yang mengacu
30
dalam hukum agama.”
31
Mengacu ketentuan itu diketahui hukum yang diberlakukan pada bidang pertanahan ialah hukum adat yang disempurnakan. Jual beli
32
tanah yang termasuk dalam hukum agraria menganut hukum adat yang memiliki sifat terang dan tunai. Tunai mempunyai pengertian pembayaran
harga dan penyerahan haknya dilakukan secara sekaligus. Terang berarti para pihak melakukan transaksi jual beli di depan pejabat dimana memiliki
33
kewenangan pada hal ini PPAT. PPJB termasuk perjanjian diantara pihak penjual maupun pihak pembeli sebelum dilaksanakan jual beli sebab
terdapat kausa-kausa dimana perlu dilengkapi dalam jual beli itu diantaranya yakni sertipikat hak atas tanah tak didaftarkan mengacu nama penjual serta
ettap pada rangkaian balik nama, serta tak terdapat dilunasinya biaya objek jual beli maupun sertifikat yang diroya.
Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 terkait Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 terkait
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (kemudian dikenal PP No. 24 Tahun 2016) menentukan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, kemudian
dikenal PPAT, yakni pejabat umum dimana dilakuakn pemebrian wewenang dalam menyusun akta-akta autentik terkait perbuatan hukum tertentu yakni
34
hak atas tanah serta Hak milik atas Satuan Rumah Susun.” Pengertian tersebut sejalan dengan Sihombing yang mengatakan PPAT adalah pejabat
umum yang memiliki wewenang membuat akta autentik berisi perbuatan hukum yang spesifik berkenaan dengan hak atas tanah serta hak milik pada
35
satuan rumah susun. Salim berpendapat yakni PPAT sebagai pejabat umum merupakan orang yang mendapat pengangkatan dari pemerintah dan
36
memiliki tugas serta kewenangan memberikan pelayanan umum bagi masyarakat.
29
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, cet.5. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 31-32.
30
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5 Tahun 1960, LN Nomor 104, TLN No. 2043. Ps.5.
31
Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, cet.1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 12.
32
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, cet.6, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 360.
33
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudat Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1989), hlm. 16.
34
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 24 Tahun 2016, LN Nomor 120, TLN No. 5893,
Ps.1.
35
B.F. Sihombing, Sistem Hukum PPAT dalam Hukum Tanah Indonesia, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 17.
36
Salim HS, Peraturan Jabatan dan Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), cet.1, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019), hlm. 4.
Universitas Indonesia
15
“PPAT memiliki fungsi acuan yakni menjalankan beberapa aktivitas pendaftaran tanah melalui menyusun akta selaku bukti sudah
dijalankan perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dimana nantinya menjadi acuan dalam
37
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang disebabkan dari perbuatan hukum yang ada.”
Perbuatan hukum tertentu terhadap tanah yakni dituangkan dalam akta PPAT dikaji pada Pasal 2 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 yang
menentukan bahwa:
“Perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah yang dituangkan pada akta PPAT, yakni:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.”
Wewenang PPAT dalam menjalankan jabatannya diatur dalam Pasal 3 serta Pasal 4 PP No. 37 Tahun 1998. Yakni “PPAT mempunyai
kewenangan untuk menyusun akta autentik terkait seluruh tindakan hukum yakni hak atas tanah serta Hak Milik pada Satuan Rumah Susun dimana ada
38
pada wilayah kerjanya.” Wewenang PPAT dalam kegiatan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berkaitan dengan hal yang diatur pada pasal tersebut adalah peralihan hak atas tanah kecuali melalui
lelang dilakukan dengan akta yang dibuat PPAT (Pasal 37), adanya kehadiran para penghadap dan saksi-saksi ketika pembuatan akta PPAT dilakukan
39
(Pasal 38), dan keadaan di mana PPAT menolak membuat akta (Pasal 39).
“Seorang PPAT berwenang melakukan penolakan membuat akta yang diatur dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa:
PPAT melakukan penolakan dalam menyusun akta, jika:
1. Terkait bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran serta hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tak disampaikan sertipikat asli
serta sertipikat yang diserahkan tak selaras pada daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau
2. Seorang atau para pihak yang nantinya menjalankan perbuatan hukum yang berkaitan atau salah satu saksi tak memiliki hak serta tak
memenuhi persyaratan dalam melakukan tindakan itu; atau
3. Tidak dipenuhinya persyaratan lain atau dilanggarnya suatu larangan dimana ditetapkan pada peraturan perundang-undangan yang
40
terkait.”
Salim berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki oleh PPAT adalah kekuasaan yang bersumber dari undang-undang agar PPAT dapat
membuat akta peralihan hak, akta pembebanan hak atas tanah yaitu dengan hak tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan hak
41
tanggungan. Selain mempunyai kewenangan, seorang PPAT juga mempunyai kewajiban dalam melaksanakan jabatannya yakni dikaji pada Pasal 19
hingga Pasal 29 PP No. 24 Tahun 2016. Kewajiban seorang PPAT juga diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 54 Perkaban No. 1 Tahun 2006 ditentukan
bahwa:
37
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, LN Nomor 52, TLN No. 3746, Ps. 2.
38
Salim, Peraturan…, hlm. 88.
39
Ibid, hlm. 7.
40
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN Nomor 59, Ps. 39. Kewenangan lain PPAT untuk melakukan penolakan
Universitas Indonesia
16
termuat dalam akta berkaitan dengan perbuatan hukum yang dimaksud oleh para pihak misalnya mengenai perbuatan hukum jual beli telah dilakukan
pembayaran oleh pembeli dan penjual melakukan penyerahan hak bersamaan dengan diterimanya pembayaran dari pembeli. Pejabat Pembuat Akta
Tanah juga bertanggung jawab mengenai objek perbuatan hukum yaitu berkaitan dengan data fisik dan data yuridis dan mengenai identitas para
Adanya penerapa hukuman administratif yakni Majelis Pengawas Wilayah, bagi sanksi peringatan lisan serta tertulis, maupun Menteri
Hukum serta HAM, bagi sanksi pemberhentian sedangkan, pemberhentian secara hormat, serta diberhentikannya tak terhormat (vide. 26(1) jo. Pasal
37(3) Permenkumham 15/2020). Pada penentuan tanggung jawab administrasi, harus dikaji juga alasan tindakan Notaris itu melakukan penahanan akta;
jika dilaksanakan agar terwujudnya keperluan semua semua pihak, sehingga Notaris tak bisa dibuktikan melaksanakan pelanggaran jabatan maupun
kode etik. Hak retensi maknanya Notaris dalam haknya melaksanakan penahanan benda milik penghadap (pada hal itu sertipikat) hingga pihak itu
menuntaskan kewajibannya dalam melakukan pembayaran jasa Notaris (vide. Pasal 1812 KUHPerdata).
Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang kemudian dikenal dengan PPAT yakni merupakan pejabat umum dimana diberikan wewenang
44 45
dalam menyusun akta tanah tertentu Pada Pasal 1 PP No. 37 Tahun 1998 terkait Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menilai
1. “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, yakni pejabat umum yang diberi kewenangan dalam menyusun akta-akta otentik
terkait perbuatan hukum tertentu yakni hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
2. PPAT Sementara yani pejabat Pemerintah yang ditunjuk sebab jabatannya dalam menjalankan tugas PPAT melalui pembuatan akta PPAT
di daerah yang belum ada PPAT.
3. PPAT Khusus yakni pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk sebab jabatannya utnuk menjalankan tugas PPAT melalui menyusun
akta PPAT tertentu khusus supaya bisa menjalankan program serta tugas Pemerintah tertentu.”
Dalam Pasal 2 ayat (1) PP 37 Tahun 1998 PPAT memiliki tugas utama yakni menjalankan beberapa aktivitas mendaftarkan tanah
menyusun akta selaku bukti sudah dijalankannya perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dimana
46
nantinya selaku acuan pada pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang disebabkan dari perbuatan hukum.
42
Rudi Indrajaya et.al, Notaris dan PPAT suatu Pengantar, cet.1, (Bandung: PT Refika Aditama, 2020), hlm. 42-43. Kewajiban lain dapat dilihat pada Pasal 45 Perkaban
Universitas Indonesia
17
Dalam kelangsungan hidup manusia tanah sangat berhubgan erat dalam kebutuhan manusia sebagai suatu bentuk kebutuhan manusia.
Tanah tidak hanya sebagai kebutuhan manusia untuk menetap dan bertahan hidup dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga sebagai salah satu sumber
untuk menghasilkan uang dan dijadikan sebagai aset. Untuk memperoleh suatu tana kepemilikan hak atas tanah maka dibuatlah sertipikat hak atas tanah.
Dalam hukum tanah dikenal 2 (dua) macam sertipikat. Pertama, sertipikat hak atas tanah, dan kedua, sertipikat hak tanggungan
(hipotek/credietverband). Fungsi utama sertipikat ialah sebagai alat bukti hak atas tanah/hak tanggungan. Dapat kita sebut: sertipikat hak atas tanah/hak
tanggungan adalah surat tanda bukti hak atas tanah/hak tanggungan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka pendaftaran tanah
47
menurut PP No. 18/2021.
a. sampul luar
b. sampul dalam
c. buku tanah
d. surat ukur.
48
Sertipikat tanah dapat diketahui hak apa yang dipakai oleh pemilik sertipikat misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan
serta lainnya. Terdapat banyak informasi didalam Sertipikat tanah. Bahkan dapat mengetahui nama pemilik hak sebelum dijual kepada yang pemilik
baru ini.
49
Akta atau Acte menurut terminologi hukum diartikan sebagai dokumen resmi pejabat Negara. Di dalam sistem hukum Indonesia, dikenal
2 (dua) jenis akta, yaitu Akta di bawah tangan dan akta autentik.
Akta notaris bisa pula isinya sebuah “cerita” melalui hal yang muncul sebab perbuatan yang dijalankan dari pihak lain di depan notaris,
maknanya yang dimuat atau diceritakan dari pihak lain pada Notaris pada penerapan jabatannya serta bagi kebutuhan mana pihak lain itu sengaja datang
di depan notaris serta memberikan keterangan itu atau pelaksanaan perbuatan itu di depan notaris, supaya rincian atau perbuatan itu dikonstantir dari
50
notaris di dalam sebuah akta autentik. Akta seperti itu dinamakan akta yang disusun “di depan” (ten overstaan) notaris. Mengacu pada kajian itu bisa
51
dipahami yakni terdapat dua tipe akta notaris, diantaranya:
1. Akta yang disusun "oleh" (door) notaris seringkali dikenal "akta relass" serta akta Pejabat" (ambelijke akten);
2. Akta yang disusun "di hadapan" (ten overstan) notaris serta akta yang dikaji “akta Partij” (Partij Akten).
Undang-undang adanya keharusan yakni akta partij, melalui ancaman dengan kehilangan autentisitasnya serta diterapkan denda, perlu
ditanda-tangani dari para pihak yang terkait (acknowledgement) serta setidak-tidaknya pada akta itu dimuat hal yang menjadi alasan tidak ditanda
tanganinya akta itu oleh pihak atau para pihak yang terkait, contohnya para pihak atau seorang pihak buta huruf atau tangannya lumpuh serta lainnya,
47
Efendi Perangin, “Sertipikat Hak Atas Tanah”, (Jakarta, CV. Rajawali 1990) hlm. 1.
48
Ibid, hlm 2.
49
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, cet. 5 (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 14.
50
Ibid, hlm. 51.
51
Ibid, hlm. 52.
Universitas Indonesia
18
rincian mana perlu termuat dari Notaris pada akta itu serta rincian itu pada hal ini diberlakukan selaku pengganti tanda tangan (surrogate tanda tangan).
Sehingga, bagi akta partij, penandatangan dari para pihak termasuk sebuah hal yang wajib.
Bahwa untuk akta relass tak dijadikan permasalahan, akankah orang yang menghadiri itu menolak dalam menanda tangani akta itu. Bila
misalnya dalam penyusunan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham di perseroan terbatas, pihak yang menghadiri sudah meninggalkan Rapat
sebelum akta itu ditanda tangani, sehingga cukup notaris mengkaji yakni pada Akta, dimana para pihak yang hadir sudah meninggalkan Rapat sebelum
menanda tangani akta itu serta pada akta itu tetap termasuk akta autentik. Hal yang beda pada di atas penting, yakni berkaitan pada pemberian
Keabsahan isi pada akta pejabat/akta relass (ambelijke akte) tak bisa digugat, kecuali melalui tuduhan yakni akta itu termasuk palsu. Pada
akta partij bisa dijalanakna digugat isinya, dengan tak adanya tuduhan pada kepalsuannya, melalui jalan menilai yakni rincian melalui para pihak yang
terkait ada dikaji mengacu sesungguhnya pada akta itu, nantinya keterangan itu termasuk tidak benar. Maknanya terhadap yang diberikan itu dibolehkan
52
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).
Terdapat anggapan dalam praktik bahwa akta pihak yakni akta dimana disusun pada permintaan semua pihak. Ini benar, karena notaris
tidak dapat atas inisiatif sendiri tanpa permintaan siapa pun membuat suatu akta. Keterangan untuk pembuatan akta pihak betul diperoleh dari
keterangan para penghadap. Oleh karena itu, dikatakan akta pihak memberi bukti bahwa apa yang dimuat di dalam akta benar adalah keterangan yang
diberikan penghadap kepada notaris, tetapi apakah benar demikian dalam kenyataannya bukan merupakan tanggung jawab notaris. Namun, hal tersebut
tidak berarti bahwa notaris bebas tanggung jawab terhadap isi akta atau dengan dalih bahwa pembuatan aktanya adalah “atas kemauan para pihak untuk
dicantumkan dalam akta”, notaris bukan juru tulis kliennya dan notaris harus melihat akankah yang dilakukan permintaan semua klien tak berlawanan
pada peraturan perundang-undangan, rasa susila, serta tertiib umum, semuanya harus didasarkan pada logika hukum. Keterangan bahwa suatu persil
adalah miliknya tidak cukup hanya menunjukkan fotokopinya apalagi hanya berdasarkan “menurut keterangan penghadap saja”.
Bukti pemilikan yang diberikan harus dicek secara teliti keasliannya, terlebih harus dilakukan pengecekan pada instansi yang berwenang
sekalipun hanya suatu perjanjian sewa-menyewa yang bukan bersifat pengalihan hak milik. Demikian guna memenuhi syarat kecakapan dan
kewenangan (para) pihak dalam akta notaris. Walaupun akta relass dibuat berdasarkan sebuah kondisi dimana dikaji serta ditandai dari notaris, hal
tersebut tidak mengurangi kehati-hatian untuk meneliti segala prosedur yang diperlukan untuk pembuatan aktanya. Misalnya, untuk penyelenggaraan
suatu Rapat perseroan terbatas (PT), yayasan, atau perkumpulan harus diteliti seluruh “riwayat” anggaran dasar dari sejak pendirian hingga
diselenggarakannya rapat dari lembaga tersebut. Dalam ranah hukum perdata, alat bukti tulisan menempati urutan teratas dalam hal pembuktian.
Pembahasan kali ini akan menguraikan 2 (dua) alat bukti berupa tulisan, yaitu:
Subekti berpendapat bahwa: “Suatu akte ialah sebuah penulisan dimana secara sengaja disusun dalam membentuk pembuktian tentang
53
suatu kejadian serta dilakukan penandatanganan.” Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa : “Akta adalah surat dimana disertai tandatangan, yang
52
Ibid. hlm. 53.
53
Subekti, Hukum Pembuktian, cet. 17, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), hlm. 25.
Universitas Indonesia
19
termasuk kejadian dimana adanya hal pokok dalam sebuah hak serta perikatan, yang disusun dimulai secara sengaja dalam melakukan bukti.” Pengertian
54
akta menurut Veegens-Oppenheim, yaitu: “Suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti”.
Suatu akta haruslah berupa tulisan atau surat mengenai suatu peristiwa, yang sengaja dibuat untuk kepentingan pembuktian bahwa peristiwa
tersebut memang benar terjadi dan dikuatkan dengan adanya tandatangan. Keharusan terdapat tandatangan memiliki fungsi dalam melakukan
pembedaan akta yang satu dari akta lainnya serta pada akta yang disusun pihak lain. Suatu tandatangan didefinisikan sebagai semua tanda-tanda huruf
yang ada pada tandatangan, dimana mengindividualisir penandatangan pada sebuah batasan. Sehingga, tujuan tanda tangan yakni dalam memberikan
kriteria atau serta mengindividualisir suatu akta. Akta yang disusun dari A serta B bisa digolongkan melalui tandatangan dimana disertai dalam akta-
akta itu. Sehingga, nama serta tandatangan yang termuat pada huruf balok tak cukup, sebab melalui tulisan huruf balok itu tak muncul kriteria serta sifat
55
yang membuat.
56
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, maka akta otentik perlu dipenuhinya syarat:
1. Akta itu perlu disusun “oleh” (door) atau di depan (ten overstaan) seorang pejabat umum;
2. Akta itu perlu disusun pada wujud yang ditetapkan dari undang-undang, serta
3. Pejabat umum dari atau di depan siapa akta itu dibuat, perlu memiliki kewenangan dalam menyusun akta.
Selain berfungsi dalam melakukan pemastian identifikasi serta penentuan keabsahan kriteria tandatangan, adanya tandatangan juga
berfungsi bahwa penandatangan menjamin kebenaran makna diman ada pada tulisan itu. Sehingga apabila surat atau tulisan tersebut merupakan
pernyataan sepihak, harus ditandatangani orang yang membuat pernyataan, dan apabila merupakan kesepakatan dua belah pihak, maka masing-masing
57
pihak harus ikut menandatangani.
Syarat penandatanganan tersebut, ditegaskan pada Pasal 1869 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Sebuah akta, yang, sebab tak
berkuasa atau tak cakapnya pegawai itu sebab cacat pada wujudnya, tak bisa dianggap selaku akta otentik, tetapi memiliki kekuatan selaku tulisan di
58
bawah tangan bila ia ditandatangani dari semua pihak.” Pada intinya, Pasal 1869 tersebut di atas mengatur bahwa akta dimana pembuatannya
dilakukan oleh pegawai yang tak memiliki kewenangan untuk membuat akta itu atau terdapat suatu cacat pada bentuk aktanya, tidak mempunyai
kekuatan sebagai akta otentik, akan tetapi bila akta tersebut dilakukan tandatangan dari semua pihak maka ia memiliki dorongan selaku akta di bawah
59
tangan.
Hal tersebut berkaitan dengan salah satu fungsi akta, yaitu sebagai alat bukti. Secara umum akta memiliki dua tujuan , yakni fungsi formil
(Formalitas Causa) serta fungsi alat bukti (Probaiionis Causa). Formalitas causa maknanya akta memiliki tujuan dalam kelengkapan serta sempurnanya
sebuah perbuatan hukum, sehingga bukan menetapkan sahnya perbuatan hukum, pada ranah ini akta termasuk persyaratan formil bagi sebuah tindakan
60
hukum.
54
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, cet. 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2007), hlm. 441.
55
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris ,…., hlm.166.
56
Ibid. hlm 42
57
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, cet. 8, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm
560-561.
58
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Pasal 1869.
59
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 560.
60
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1985), hlm. 129.
Universitas Indonesia
20
Probationis causa artinya akta mempunyai tujuan selaku alat bukti, sebab dari awalnya akta itu disusun melalui sengaja bagi membuktikan
di kemudian hari. Sifatnya tertulisnya sebuah perjanjian pada wujud akta ini tak menjadikan resminya perjanjian namun sebatas supaya bisa dipakai
61
selaku alat bukti di kemudian hari. Suatu akta yang mempunyai nilai pembuktian yang sempurna tak diharuskan nilai serta makna, namun apa yang
dimuat pada akta itu . Pentingnya suatu akta yang memilikinilai pembuktian yang sempurna tersebut sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat yang
berkaitan dengan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, karena dapat menetapkan ssecara terang jelas hak serta kewajiban individu sebagai
Suatu akta untuk dapat dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian yakni sempurna, haruslah dipenuhi syarat dimana telah ditetapkan dari
peraturan perundang-undangan. Salah satunya yakni harus dibuat oleh pejabat dimana berwenang untuk membuatnya. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada Pasal 1 serta Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 UUJN, kewenangan utama yang dimiliki seorang notaris adalah membuat akta
otentik. Dengan kewenangan yang dimilikinya maka akta yang disusun dari seorang notaris termasuk akta otentik, selama memenuhi persyaratan yang
G.H.S. Lumban Tobing menyebutkan bahwa mengikuti pendapat umum kekuatan pembuktian akta dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) aspek,
yaitu :
Dengan kuatnya pembuktian lahiriah iitu maknanya kesanggupan dalam akta itu sendiri dalam melakukan pembuktian dirinya selaku akta
otentik Kemampuan ini mengacu Pasal 1875 KUHPerdata tak bisa diberi pada akta yang disusun di bawah tangan. Dalam hal ini, Sudikno
Mertokusumo berpendapat yakni surat yang nampaknya(dari lahir) yakni akta, dinilai (memiliki kekuatan) yakni akta selama tak dibuktikan
kebalikannya. Selaku asas berlaku acta publica probant sese ipsa, maknanya sebuah akta yang diciptakan muncul layaknya akta otentik
maupun pemenuhan persyaratan dimana sudah ditetapkan sehingga akta itu diterapkan serta bisa dinilai selaku akta otentik hingga
62
dibuktikan kebalikannya. Dengan kata lain, apabila suatu akta dilihat dari luarnya merupakan akta otentik karena telah memenuhi
persyaratan perundang- undangan sebagai akta otentik, sehingga akta itu diterapkan sselaku akta otentik hingga dapat dibuktikan
kebalikannya.
Kekuatan pembuktian formil ini mengacu pada kesungguhan terdpatnya pernyataan dari yang melakukan tandatangan di bawah akta.
Kekuatan pembuktian formil itu menjadi kepastian terkait kejadiann yakni pejabat serta semua pihak menilai serta menjalankan hal yang
ada pada akta." Makna formil, selama terkait akta pejabat (ambtelijke akie), akta itu adanya bukti kebenaran melalui hal yang dilalui,
63
dimana dilihat, didengar serta dijalankan dari notaris selaku pejabat umum pada penerapan tugasnya. Bila nilai formil yang dikaji,
sehingga prlu dilakukan bukti formalitas melalui akta tersebut, yakni antara lain perlu bisa membuktikan hal tak benar hari, tanggal, bulan,
tahun serta pukul menemui, ketidaksesuaian identitas pihak menghadap pejabat yang membuat akta, ketidakbenaran tandatangan serta
membuktikan bahwa prosedur pembuatan akta tidak dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.
61
Ibid.
62
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, …….., hlm. 130-131.
63
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris … hlm. 49.
Universitas Indonesia
21
Kekuatan pembuktian materiil menjadi kepastian terkait materi sebuah akta, ppemberian kepastian terkait kejadian yakni pejabat atau para
64
pihak menilai serta melaksanakan yakni terdapat dalam akta. Rasa pasti terkait materi sebuah akta adalah cuku krusial yakni hal itu pada
akta termasuk pembuktian yang resmi pada pihak-pihak yang menyusun akta atau mereka yang memperoleh hak serta keberlakuan bagi
umum.
Ketiga aspek yang sudah disebutkan sebelumnya merupakan kekuatan pembuktian sempurna yakni ada dalam akta otentik. Apabila suatu
akta otentik dapat dibuktikan tidak memenuhi aspek-aspek tersebut di atas, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan.
Kekuatan dalam suatu pernyataan yang sempurna dan mengikat yang terdapat dalam suatu dokumen otentik merupakan gabungan dari
beberapa unsur tersebut. Apabila perbuatan tersebut mempunyai nilai pembuktian lahir, proses, dan materiil serta memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, maka diharapkan dapat dikatakan tuntas. Jika salah satu dari kekuatan ini kurang, dokumen tidak akan
memiliki kekuatan penuh (yolledig) dan perlindungan yang mengikat (binding), hanya perlindungan sebagai dokumen pribadi.
Menurut Pasal 1 UUJN, notaris berwenang untuk mengukuhkan suatu naskah dinas. Akta notaris didefinisikan dalam Pasal 1 Ayat 7 UUJN
sebagai akta resmi yang dilakukan oleh atau atas nama notaris sesuai dengan format dan pedoman yang ditentukan dalam bagian ini. Penanganan resmi
adalah penanganan yang mengikuti pedoman dalam Pasal 1868 Hukum Perdata dan dilakukan dengan cara yang ditentukan dalam surat, oleh, atau
dengan bantuan, mereka yang berwenang melakukannya di tempat yang ditunjuk untuk menangani.. Dari Pasal 1 UUJN jo Pasal 1868 KUHPerdata dan
1 butir 7 UUJN jo Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, bisa ditarik simpulan yakni pengertian akta notaris sebagai akta otentik adalah sama. Pada dasarnya
suatu akta notaris termasuk akta otentik, sepanjang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai akta otentik.
Berkaitan dengan akta notaris sebagai akta otentik, maka menurut G.H.S. Lumban Tobing, berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, akta yang
65
terkait perlu terpenuhinya syarat diantaranya :
1. “Akta itu perlu disusun “oleh” (door) atau “di hadapan” (ten overstaan) seorang pejabat umum ;
2. Akta yang disusun dari notaris bisa termasuk sebuah akta yang termuat relaas atau menguraikan secara otentik sebuah tindakan yang
dijalankan pada sebuah kondisi yang dilihat atau disaksikan oleh penyusun akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam penerapan jabatannya
selaku notaris. Akta yang disusun sedemikian serta yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan maupun dialaminya itu disebut
66
akta yang disusun “oleh” (door) notaris selaku pejabat umum”.
Adapun praktik notaris akta ini disebut akta relaas atau akta berita acara. G.H.S. Lumban Tobing juga menyebut akta ini sebagai akta
pejabat atau ambtelijke akten. Akta dimana disusun “di depan” (ten overstaan) notaris merupakan akta yang isinya “cerita” melalui hal yang ada sebab
tindakan yang dijalankan dari pihak lain di depan notaris, maknanya yang dimuat serta ada dari pihak lainnya itu sengaja datang di hadapan notaris serta
memberikan rincian itu atau menjalankan perbuatan itu di depan notaris, supaya keterangan atau perbuatan itu dikonstantir dari notaris pada sebuah akta
67
otentik.
64
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata,.., hlm. 130.
65
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, ….. , hlm. 42.
66
Ibid, hlm. 44.
67
Ibid.
Universitas Indonesia
22
Pada praktik notaris akta ini disebut akta partij atau akta pihak. Inisiasi akta notaris, termasuk akta relaashandling dan akta pesta,
mensyaratkan adanya surat wasiat atau surat wasiat (Willsvorming) dan permintaan dari para pihak; apabila keinginan dan keinginan para pihak tidak
ada, notaris tidak melakukan perbuatan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Klarifikasi Lengkap UUJN yang menyatakan bahwa
salah satu syarat agar suatu acara notaris dapat beracara adalah para pihak yang berkepentingan ingin agar hak dan kewajiban hukumnya dilindungi oleh
suatu acara notaris dan terjaminnya hak dan kewajibannya. penyelenggaraan peradilan bagi para pihak yang terlibat dan masyarakat luas.
G.H.S. Lumban Tobing membagi kewenangan notaris dalam pembuatan akta otentik ini ke dalam empat tipe, yakni:
a. Notaris harus resmi untuk memahami akta; prinsipnya adalah tidak ada seorang pejabat pun yang dapat melaksanakan setiap tugas;
melainkan hanya ada satu pejabat, yaitu yang ditunjuk atau diangkat menurut undang-undang.. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 atau
Pasal 15 UUJN
b. Notaris tidak berkewajiban untuk membuat suatu akta untuk dibuat bagi setiap orang, maka ia harus diberi kuasa dalam hal hal itu
berkaitan dengan orang tersebut. Pembatasan ini dapat dilihat dalam Pasal 20 atau Pasal 52 UUJN yang menyatakan bahwa notaris
tidak berhak membuat suatu akta atas nama dirinya sendiri, pasangannya, atau orang lain yang sebelumnya telah mengalami
penyalahgunaan kekuasaan atau perbuatan melawan hukum. merugikan dan ditampar dengan notaris secara garis lurus ke bawah
dan/atau ke atas tanpa larangan pemeriksaan, maupun garis kesamping ke atas sampai derajat ketiga, baik sebagai bagian terhadap diri
c. Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait tempat, di mana akta itu disusun, Maknanya adalah dalam tiiap notaris telah
ditetapkan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat
akta otentik. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 17 butir a, Pasal 18 dan Pasal 19 UUJN
d. Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait periode penyusunan akta akta itu, Maknanya yakni notaris tak bisa menyusun akta saat
ia belum diambil sumpahnya (Pasal 18 atau Pasal 4 ayat (1) UUJN), sedang mengambil cuti (Pasal 6a atau Pasal 11 UUJN), berhenti
serta diberhentikan melalui jabatannya melalui hormat (Pasal 3 atau Pasal 8 UUJN), diberhentikan sementara dari jabatannya (Pasal 50
atau Pasal 9 UUJN), atau diberhentikan dari jabatannya dengan tidak hormat (Pasal 58 atau Pasal 12 dan Pasal 13 UUJN).
Dengan kewenangan yang diberikan undang-undang, yaitu oleh Pasal 1 dan Pasal 15 UUJN, kepada notaris Oleh karena itu, akta notaris
mengikat para pihak yang disebutkan di dalamnya, serta pihak atau orang lain yang berkepentingan dengan akta tersebut, jika tidak ada hal lain yang
mengikuti undang-undang. Dalam bagian umum penjelasan UUJN disebutkan bahwa putusan juru tulis yang paling kuat dan lengkap harus diterima dari
akta notaris jika saksi tidak dapat menyaksikan syarat-syarat titipan secara tepat waktu.
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa akta notaris merupakan akta otentik, sepanjang akta tersebut dibuat memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai akta otentik. Sehingga nilai kekuatan pembuktian sempurna serta terikatt pada
kepemilikan oleh akta otentik, berlaku pula tehadap akta notaris tersebut. Pada bagian umum Penjelasan UUJN tentang Jabatan Notaris disebutkan yakni
selaku Ketentuan terkuat dan terlengkap dalam notaris harus diikuti jika saksi tidak dapat melihat syarat-syarat perjanjian perdamaian sebelum
perselisihan diselesaikan. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa akta itu sah, akta notaris dapat dilakukan.
Universitas Indonesia
23
Gugatan harus diajukan di depan seluruh pengadilan untuk memperjelas atau menghancurkan situasi saat ini. Akta notaris adalah sah dan
mengikat bagi semua pihak atau siapa saja yang terlibat dalam pengurusan akta tersebut sebelum dan sesudah diperoleh putusan pidana yang cukup sah
di pengadilan. Dalam suatu persidangan mengenai batalnya suatu akta notaris, ketidakabsahan suatu akta ditentukan dari sisi atas, formil, dan materil
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Pendapat tersebut
didasarkan pada isi Pasal 1867 KUHPerdata yakni menyebutkan dimana pembuktian melalui tulisan dijalankan melalui sebuah tulisan otentik serta
melalui tulisan di bawah tangan. Mengacu pasal itu, bisa dikaji simpulan dimana terdapat terdapat 2 (dua) jenis akta yakni dikaji pada Kitab Undang-
68
Undang Hukum Perdata, termasuk akta otentik dan akta di bawah tangan.
Pengertian akta di bawah tangan menurut Sudikno Mertokusumo, adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa
bantuan dari seorang pejabat, yang pembuatannya semata-mata hanya untuk kepentingan para pihak saja. Pendapat tersebut menegaskan isi Pasal 1874
KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa akta di bawah tangan disusun dari semua pihak sendiri dengan tak ada pembantuan pegawai umum, yang dapat
digolongkan sebagai akta di bawah tangan, antara lain yakni surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga serta lainnya tulisan dimana
Pada dasarnya perbedaan antara akta otentik dan akta di bawah tangan terletak pada kuatnya pembuktian yakni dimilikinya. Kekuatan
pembuktian akta di bawah tangan digantungkan kepada pengakuan terhadap akta tersebut. Hal itu dikaji pada Pasal 1875 KUHPerdata, Pasal 1876
KUHPerdata serta Pasal 1877 KUHPerdata, dimana tiap hal menilai yakni: “Sebuah tulisan di bawah tangan yang dinilai oleh orang terhadap siapa
tulisan itu hendak dipakai, atau yang melalui cara mangacu undang-undang dinilai selaku diakui, memberikan terhadap orang-orang yang
menandatanganinya maupun para ahli warisnya dan orang- orang yang memperoleh hak dari pada mereka, bukti yang sempurna yakni sebuah akta
69
otentik, serta sama halnya adanya ketetapan Pasal 1871 bagi tulisan tersebut”.
“Barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan dengan tegas mengakui atau memungkiri tanda
tangannya; namun bagi para ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak daripadanya yakni cukup bila mereka menerangkan tidak
70
mengakui tulisan atau tanda tangan itu selaku tulisan atau tanda tangan orang yang diwakili.”
“Bila individu tulisan atau tanda tangannya, atau pun jika para ahli warisnya atau orang-orang yang memperoleh hak daripadanya terkait
tidak mengakuinya, sehingga Hakim perlu memberi perintah agar kebenaran pada tulisan atau tanda tangan itu dilakukan pemeriksaan pada
71
Pengadilan.”
Tindakan pribadi memiliki nilai hanya selama semua orang berpartisipasi di dalamnya atau tidak ada peserta yang memberikannya. Jika
klien memahami hal ini, tindakan tertulis akan sepenuhnya dipahami sebagai tindakan yang akurat. Namun, jika salah satu pihak tidak mengetahui
papan bukti umum tentang orang yang menyebabkan pelanggaran dan domer berhenti, bukti akan dilanjutkan.
Akta otentik diperlukan oleh subjek hukum sebagai alat bukti dan untuk melengkapi suatu perbuatan hukum sebagaimana yang
diperintahkan oleh undang-undang. Penjelasan Umum UUJN menyebutkanDokumen asli, yang merupakan representasi paling jelas dan terlengkap,
68
Ibid.
69
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1875.
70
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1876
71
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1877
Universitas Indonesia
24
sangat penting dalam setiap kasus hukum yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Dalam berbagai hubungan bisnis, lembaga keuangan, rantai
makanan cepat saji, perusahaan sosial, dan hubungan bisnis lainnya, terdapat peningkatan kebutuhan akan nasihat tertulis dalam bentuk penanganan akta
nyata sejalan dengan meningkatnya kepedulian terhadap stabilitas hukum dan sosial di suatu negara. berskala nasional, regional, dan internasional.
Dengan menggunakan dokumen asli yang secara jelas mendefinisikan hak dan kewajiban, kepastian hukum terjamin sekaligus meniadakan
pelanggaran. Bahkan jika permintaan tidak dapat diubah, berikan dokumen otentik, yang merupakan permintaan manuskrip terkuat dan terlengkap,
sebagai kontribusi praktis untuk penyelesaian masalah pemohon yang cepat dan hemat biaya. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta
yang dibuat di bawah pengawasan atau di hadapan seorang pejabat resmi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya di tempat diadakannya surat
itu.
Selanjutnya, Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa akta otentik adalah akta yang dilakukan oleh suatu pihak dengan maksud untuk
melaksanakan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, seringkali dengan atau tanpa sepengetahuan pihak lawan, dan mengantisipasi apa yang akan
terjadi pada pihak lawan tersebut. Terkait kepemilikan dokumen otentik dari seorang saksi yang merinci apa yang mereka lakukan dan apa yang
72
dikatakan kepada mereka di hadapan mereka..
Pada dasarnya, suatu akta otentik serta akta di bawah tangan disusun melalui fungsi dalam pemakaian selaku alat bukti. Suatu alat bukti
baru akan dirasakan mempunyai arti yang sangat penting apabila terjadi perselisihan. Perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan
oleh para pihak dapat berlanjut dengan pengajuan gugatan ke pengadilan. Dalam proses beracara di pengadilan para pihak akan berusaha untuk
menyakinkan hakim bahwa suatu peristiwa benar telah terjadi. Kebenaran peristiwa ini hanya dapat diperoleh dengan pembuktian. Untuk dapat
menjatuhkan putusan yang adil maka hakim harus mengenal peristiwanya yang telah dibuktikan kebenarannya.
Secara kolektif, adalah kehendak bebas hakim untuk mengesampingkan prediksi bahwa hukum tidak meramalkan hal lain. Jika penilaian
hakim dianggap cukup untuk memberikan kepastian tentang situasi saat ini untuk memberikan tindakan yudisial yang diperlukan, penilaian harus penuh
atau tegas jika tidak ada penilaian untuk masalah tersebut. Hukum Perdata Pasal 1870 menyatakan: "Sebuah instrumen yang dirancang dengan baik
memberikan pemahaman yang sempurna antara para pihak dan mereka yang mencari hak hukum dari mereka tentang apa artinya itu.”
Berdasarkan Pasal 1870 KUHPerdata tersebut, aspek kekuatan pembuktian dimana ada dalam akta otentik yakni sempurna (volledig) serta
73
mengikat (bindende). Maksud dari sebuah akta otentik memiliki nilai kekuatan pembuktian secara sempurna dan mengikat adalah suatu akta otentik
tidak memerlukan alat bukti lain atau suatu penambahan pembuktian dan sesuatu yang dikaji pada akta perlu dinilai selaku benar hingga
74
ketidakselarasan tak dilakukan pembuktian.
Apabila suatu akta otentik terpenuhi syarat formil dan materiilnya, maka pada dirinya langsung mencukupi batas minimal pembuktian
tanpa bantuan alat bukti lain. Selain itu, akta otentik tersebut langsung sah sebagai alat bukti. Pada dirinya juga ada aspek kekuatan pembuktian yang
sempurna serta mengikat. Maka hakim dalam hal ini wajib menilai akta otentik itu benar serta sempurna, serta perlu menilai hal yang didalilkan serta
diberikan bisa terbukti. Selain itu, hakim juga terpacu pada kebenaran dimana dibuktikan oleh akta otentik itu, maka perlu menjadi acuan pertimbangan
72
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, ……. , hlm. 129
73
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata , ……., hlm. 545.
74
R. Subekti, Hukum Pembuktian, cet. 17, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), hlm. 25.
Universitas Indonesia
25
Prinsip kehati-hatian notaris jika dia menerima pekerjaan atau penyedia klien, catatan yang dia tinggalkan saat pemutusan hubungan kerja
harus akurat. Jika notaris mengajukan beberapa pertanyaan tentang masalah yang diajukan para pihak, dia memiliki wewenang dan tanggung jawab
untuk mengajukan lebih banyak detail sebelum notaris menyelesaikan laporannya. Selain itu, dimungkinkan untuk berbagi informasi sehingga akta yang
dibuat akan sempurna jika diberikan satu set data yang tidak memihak salah satu pihak. Jika catatan tersebut masih diragukan, klien mungkin akan
diberitahu bahwa masalah tersebut kemungkinan besar akan muncul di masa mendatang jika informasi dalam catatan tersebut ternyata salah. Oleh
75
karena itu, Notaris berhak untuk melakukan pembelian, tetapi penilaiannya tidak didasarkan pada alat bukti yang besar.
Penerapan asas kehati-hatian harus mengikuti asas kehati-hatian notaris, namun dengan adanya hubungan yang baik dan saling pengertian
antara notaris dengan para pihak maka pelanggaran hukum dapat dihindari. Di antara langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menghilangkan
hambatan pelaksanaan asas keadilan setelah pengangkatan Notaris sebagai badan hukum adalah hak dan keistimewaan yang melekat serta hak-hak
anggota Ikatan Notaris Indonesia, yang harus mengikuti peraturan dan ketentuan tertentu. mematuhi kewajiban tertentu. Kewajiban serta larangan
notaris dimuat pada Undang-Undang perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait Jabatan Notaris pada Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat
(3) serta Pasal 17) serta Kode Etik Notaris (Pasal 3 dan Pasal 4) yaitu Pasal 16 ayat (1), ayat (2) serta ayat (3).
Penjelasan Prinsip Kehati-hatian itu wajib diterapkan pada penyusunan akta Notaris yakni melalui :
a. Melaksanakan pekenalan pada penghadap mengacu identitasnya yang ada pada notaris.
c. Melakukan pemeriksaaan bukti surat yang berhubungan pada kehendak tiap piahk itu.
d. Melakukan pemberian rekomendasi serta menyusun kerangka akta dalam menyelesaikan kehendak tiap pihak itu.
e. Melakukan pemenuhan semua teknik administratif penyusunan akta notaris, yakni pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan serta
f. Menerapkan kewajiban lain ang terkait pada penerapan tugas serta jabatan notaris.
76
Salah satu asas yang sangat penting adalah asas visibility, yang harus dijunjung atau dijunjung tinggi oleh seorang notaris dalam
menggunakan kewenangannya sebagai wali amanat. Seorang notaris harus selalu menjalankan tugasnya dengan hati-hati, sesuai dengan prinsip
keamanan, yang berarti bahwa dia harus selalu bertindak secara profesional dan bertanggung jawab dalam mengikuti peraturan dan ketentuan di industri
notaris.
Namun UUJN tidak selalu menjunjung tinggi asas keamanan, seperti ketika seseorang tidak menerima pemberitahuan batas waktu yang
telah ditetapkan baginya sesuai dengan UU No. 35 Tahun 1999, yang mengubah UU No. 14 Tahun 1970 tentang asas-asas yang mengatur ruang lingkup
peradilan, dan apabila seorang Notaris diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban menurut ketentuan Undang-undang ini apabila tidak ada
dasar hukum untuk berbuat lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal itu.
75
Denny Saputra, Prinsip Kehati-Hatian Bagi Notaris/PPAT Dalam Menjalankan Tupoksinya Dalam Upaya Pencegahan Kriminalisasi Berdasarkan Kode Etik, Jurnal
Universitas Indonesia
26
Mengacu Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN itu tak dikaji makna terkait alasan yang berdasar, namun G.H.S. Lumban Tobing memberikan
77
beberapa misal terkait alasan yang mengacu dalam penolakan sebuah bantuan terhadap inidvidu yang datan kepadanya, yakni:
1. Pada Notaris berhalangan sebab sakit atau sebab pekerjaan jabatan lain;
2. Jika tiap penghadap tak dikenal dari Notaris atau identitasnya tak bisa diberi pada Notaris;
3. Jika para pihak tak bisa mengkaji kesanggupan mereka melalui kajian pada Notaris;
4. Jika para penghadap menghendaki sebuah hal yang berlawanan pada peraturan perundang-undangan;
5. Jika sebab Notaris nantinya menjalankan tindakan serta berlawanan pada Pasal 52 dan 53 UUJN.
Mengacu R. Soesanto alasan berdasar lainnya selain 5 (lima) hal di atas yaitu bila semua pihak yang menghadap tak melakukan
78
pembayaran ongkos segel serta ongkos-ongkos yang dibutuhkan pada notaris.
Akibat dari hal tersebut di atas, maka Notaris tidak memperbolehkan pihak ketiga untuk berkumpul di depannya, selain dengan
menggunakan ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada preseden hukum, kecuali hal itu diwajibkan oleh undang-undang dan Notaris tersebut duduk di
depan. rumah dan catatan kaki. Meskipun Undang-Undang Kenotariatan (UUJN) tidak secara eksplisit menyebutkan asas keamanan dalam setiap
pasalnya, namun mayoritas pasal-pasal Undang-Undang Notaris memuat rujukan tentang keamanan, kerahasiaan, dan keamanan. Selama notaris
melaksanakan peraturan tersebut, notaris dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan tilsynstgärder dilakukan untuk dirinya sendiri sebagai pejabat umum.
Seorang notaris harus mengetahui semua praktik terbaik yang mempengaruhi kewajibannya terkait pekerjaan untuk melindungi
kepentingan dan hak hukumnya, bahkan jika itu berarti menyatakan bahwa akta yang dikuatkan notaris tidak sah. Hal ini dapat mengakibatkan tindakan
menjadi berisiko atau bisa gagal. Pihak yang meminta bantuannya atau memulai aksi juga harus bisa bersikap tenang dan tidak menyadarinya seiring
berjalannya aksi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keamanan dalam sistem hukum, notaris dan mereka yang membutuhkan
Oleh karena itu, tidak ada pembenaran bagi seorang notaris untuk tidak menjunjung tinggi asas pertanggungjawaban selama menjalankan
tugasnya dan harus melakukannya. Artinya, semua pagar pembatas dan pagar pembatas yang dilihat bersamaan dengan pengujian harus selalu
berdasarkan hukum dan norma terkait sehingga dapat dimotivasi dengan tepat.
2.6 Tanggung Jawab Notaris/PPAT atas Hilangnya Sertipikat Hak Milik Dalam Proses Balik Nama
Pengertian officium nobile sendiri adalah suatu profesi yang sangat mulia karena profesi notaris ini sangat erat hubungannya dengan
kemanusiaan. Dengan eratnya hubungan kemanusiaan maka notaris juga mempunyai tanggung jawab penting karena harus memberikan pelayanan
sebaik mungkin tanpa membandingkan dalam hal apapun baik materi, maupun jabatan para pihak yang membutuhkan pelayanan notaris.
Notaris yang termasuk seorang pejabat umum memiliki keharusan dalam mematuhi Kewajiban Notaris agar tetap amanah kepada klien.
79
Seperti yang sudah di atur oleh Kode Etik Notaris (KEK) Pasal 3, yang berisikan:
a. “Mempunyai moral, akhlak, maupun kepribadian yang baik;
b. Menghormati serta menjunjung tinggi harkat maupun martabat jabatan Notaris;
c. Menjaga serta membela kehormatan perkumpulan;
77
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), ………, hlm 95.
78
R. Soesanto, Tugas, Kewajiban, dan Hak-hak Notaris; Wakil Notaris (sementara), (Jakarta : Pradnya Paramita, 1982), hlm. 54.
79
Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris, Ps. 3.
Universitas Indonesia
27
d. Berbuat jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, mengacu peraturan perundang-unadngan serta isi sumpah jabatan
Notaris;
e. Menaikkan ilmu pengetahuan yang sudah ada tak dibatasi dalam d ilmu pengetahuan hukum serta kenotariatan;
f. Berfokus dalam pengabdian kepada kepentingan masyarakat serta negara;
g. Memberikan jasa pembuatan akta serta jasa keNotariatan lainnya dalam masyarakat yang tak mampu tanpa meminta honorarium;
h. Menentukan satu kantor dalam tempat kedudukan serta kantor itu termasuk kantor bagi Notaris yang terkait pada penerapan wewenangnya
sehari-hari;
i. Melakukan pemasangan 1 (satu) buah papan nama dalam depan/di lingkungan kantornya melalui pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150
cm x 60 cm, 200 cm x 80 cm, dimana adanya:
a. Nama lengkap serta gelar yang sah.
b. Tanggal serta nomor SK Pengangkatan yang terakhir selaku Notaris.
c. Tempat kedudukan.
d. Alamat kantor serta nomor telepon/fax. Dasar papan berwarna putih melalui huruf berwarna hitam dan tulisan di Aatas papan nama
harus jelas dan mudah dibaca, kecuali dalam lingkungan kantor itu tak dimungkinkan dalam pemasangan papan nama
j. Menghadiri, mengikuti serta ada pada tiap aktivitas diadakan dari perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap serta semua
keputuasan perkumpulan;
k. Membayar uang iuran perkumpulan dengan tertib;
l. Melakukan pembayaran uang duka dalam membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia;
m. Menjalankan serta menaati seluruh ketetapan terkait honorarium ditetapkan perkumpulan;
n. Melaksanakan jabatan Notaris yakni pada penyusunan, pembacaan, serta penandatanganan akta dijalankan pada kantornya, kecuali sebab
alasan-alasan yang resmi;
o. Membentuk seusana kekeluargaan serta kebersamaan pada penerapan tugas jabatan serta aktivitas sehari-hari serta saling memperlakukan
rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu maupun saling berupaya menjalin komunikasi serta
tali silaturahmi;
p. Menerapkan tiap klien yang datang secara baik, tak memberi perbedaan perilaku status perekonomian dan/atau status sosialnya;
q. Menerapkan tindakan umum dikenal selaku kewajiban agar ditaati serta dijalankan tetapi tak ada batasan dalam ketetapan yang ada pada:
1) UUJN
2) Makna Pasal 19 ayat (2) UUJN
3) Isi sumpah jabatan Notaris
4) Anggaran dasar serta anggaran rumah tangga INI
r. Menyusun akta pada jumlah batasan kewajaran dalam menerapkan peraturan perundang-undangan, khiususnya Undang-Undang terkait
Jabatan Notaris serta Kode Etik.”
Notaris tidak hanya tunduk pada Kode Etik tetapi Notaris pun mempunyai aturan undang-undang dimana mengkaji terkait jabatan Notaris
80
yakni Pasal 16 ayat (1), yang berisikan :
a. “bebuat amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, serta menjaga kepentingan pihak yang ada pada perbuatan hukum;
b. Menyusun akta wujud Minuta Akta serta melakukan penyimpanan selaku sebagian dalam Protokol Notaris;
c. Melekatkan surat serta dokumenserta sidik jari penghadap dalam Minuta Akta;
d. Menerbitkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta mengacu Minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan selaras pada ketetapan di Undang-Undang ini, kecuali terdapat alasan agar menolaknya;
f. Merahasiakan semua hal terkait Akta yang disusun serta semua rincian yang didapatkan supaya penyusunan Akta selaras pada sumpah/janji
jabatan, kecuali unang-undang menentukan lain;
g. Melakukan penjilidan Akta yang disusun pada 1 (satu) bulan dijadikan buku yang memuat tak melebihi 50 (lima puluh) Akta, serta bila
total Akta tak bisa dimuat pada satu buku, Akta itu bisa dijilid menjadi lebih dari satu buku, serta mencatat jumlah Minuta Akta, bulan,
maupun tahun pembuatannya di sampul setiap buku;
h. Menyusun daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. Menyusun daftar Akta yang berkaitan pada wasiat mengacu susunan waktu penyusunan Akta tiap bulan;
80
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris.
Universitas Indonesia
28
j. Melakukan pengiriman daftar Akta yakni pada huruf i atau daftar nihil yang berkaitan pada wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian
yang terselenggaranya urusan pemerintahan dalam ranah hukum di waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama tiap bulan selanjutnya;
k. Melakukan pencatatan di reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat dalam setiap akhir bulan;
l. Memiliki cap atau stempel yang termuat negara Republik Indonesia serta dalam ranah yang melingkarinya ada tulisan nama, jabatan, serta
tempat kedudukan yang terkait;
m. Melakukan pembacaan Akta di depan penghadap dengan dihadiri dengan minimal 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus
dalam penyusunaan Akta wasiat di bawah tangan, serta ditandatangani ketika itu juga dari penghadap, saksi, serta Notaris; dan
n. Melakukan penerimaan magang calon Notaris.”
Penggugat melalui surat gugatan tanggal 28 Februari 2018 dimana diterima serta dilakukan pendaftaran pada Kepaniteraan Pengadilan
Negeri Karanganyar di tanggal 28 Februari 2018 dalam Register Nomor 25/Pdt.G/2018/PN Krg. penggugat pada tanggal 16 Januari 2017 datang ke
kantor tergugat yang beralamat di Karanganyar untuk menyerahkan fisik Sertipikat Hak Milik No. 1558 Desa M (Objek Sengketa) dan berkas-berkas
untuk kepentingan Roya sebagaimana tersebut dalam tanda terima No. IV/01/2017 tertanggal 16 Januari 2017 yang menyerahkan adalah penggugat
yang menerima adalah tergugat dengan maksud Sertipikat tersebut akan di proses melalui kantor tergugat dalam hal ini untuk Roya dan selanjutnya akan
Pada tanggal 2 Maret 2017 penggugat menyuruh seorang yang bernama W untuk menyerahkan Asli SPPT PBB. NOP No.
33.11.060.003.011-0154.0 atas nama Ny.M, kepada tergugat sebagaimana tersebut dalam tanda terima tertanggal 2 Maret 2017, tertulis yang
menyerahkan W dan yang menerima adalah tergugat. Setelah sekian lama waktu berjalan penggugat meminta klarifikasi kepada tergugat mengenai
keberadaan Fisik Objek Sengketa, namun ternyata oleh tergugat dinyatakan bahwa Fisik Objek Sengketa telah diserahkan tergugat kepada orang lain
tanpa persetujuan dan sepengetahuan penggugat sebagai orang yang telah menyerahkan fisik Sertipikat kepada tergugat. Bahkan kepada siapa fisik
Sertipikat itu diserahkan tergugat tidak memberi keterangan secara jelas. Bahwa dengan demikian tergugat sudah menjalankan tindakan melawan
hukum sebab telah melakukan penyerahan fisik sertipikat objek sengketa kepada orang lain tanpa persetujuan dan sepengetahuan penggugat sebagai
orang yang sudah memberi fisik sertipikat pada tergugat sehingga fisik sertipikat tersebut tidak dapat diproses balik nama menjadi atas nama penggugat.
Hakim Ketua Pengadilan Negeri pada putusan putusannya melalui nomor perkara 25/Pdt.G/2018/PN.Krg., menjelaskan pada pokok
perkaranya diantaranya Bahwa pada sebuah suatu gugatan yang didasari oleh terdapat sengketa kedua belah pihak, pihak penggugat yang menuntut
haknya serta merasa dirugikan oleh perbuatan tergugat, harusnya menjelaskan dengan jelas peristiwa hukum yang mendasari dasar tuntutan,
menguraikan fakta dimana mendahului kejadian hukum yakni dibentuk sebab munculnya kejadian hukum itu serta adanya kejelasan hubungan hukum
Universitas Indonesia
BAB III
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERKAIT PENGURUSAN BALIK NAMA
SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK TIDAK BERHAK
3.1 Tindakan Notaris Menerima Sertipikat Hak Milik Pengurusan Balik Nama yang Dimohonkan oleh Pihak yang Bukan Pemegang
Hak
Suatu tanggung jawab dibutuhkan pada setiap pekerjaan dalam hal ini semua profesi Jabatan Notaris sehingga nantinya menampilkan sikap
yang profesional serta meminimalisir notaris pada pelanggaran kode etik. Hal itu nantinya membentuk rasa percaya cukup tinggi pada Notaris. Notaris
selaku seorang pejabat umum mempunyai kode etik profesi pada pelaksanaan sebuah jabatan, sebab notaris pun turut ikut pada pembangunan nasional,
terlebih pada ranah hukum. Pada kode etik notaris diuraikan di mana notaris pada pelaksanaan tugasnya serta jabatan terdapat sebuah hal yang wajib,
melakukan pekerjaan secara mandiri, jujur, tak melakukan keberpihakan serta melalui adanya pelaksanaan tanggung jawab. Notaris mengacu dalam
adanya nilai moral, maka pekerjaannya perlu mengacu pada kewajiban, yakni terdapat kesanggupan yakni dalam diri pribadi, tak adanya ketergantungan
dalam fungsi maupun perolehan yang ada. Notaris pun memerlukan sikap serta hukum dimana tidak dipisahkan supaya bisa melaksanakan tugas profesi
81
melalui keprofesionalan dengan tak ada cela pada masyarakat. Pada pelaksanaan tugas, berkewajiban bertanggung jawab maknanya:
a. Kesediaan dalam melaksanakan dengan cara yang baik tugas apapun yang ada pada ranah profesinya.
b. Melakukan tindakan dengan seimbang, dengan tak melakukan hal yang beda pada perkara bayaran serta perkara cuma-cuma.
Maknanya, moral saling berhubungan erat terhadap etika, di mana memiliki 2 (dua) artian. Pertama, selaku sebuah sekumpulan terkait
penilaian pada tindakan manusia. Kedua, sifatnya etik, di mana dipakai dalam menemukan perbedaan tindakan manusia terkait penilaian serta norma-
82
norma etis yang sifatnya susila serta harus didorong dari integritas moral secara tinggi. Kedudukan Notaris selaku Pejabat umum, pada makna nya
kewenangan yang terdapat dalam Notaris tak adanya pejabat lainnya, hingga selama wewenangnya itu tak dijadikan wewenang pejabat lainnya.
Kesanggupan melakukan pemahaman terkait kehendak semua di mana nantinya menyusun perjanjian pun dibutuhkan. Sebab akta notaris
dijadikan selaku keperluan dalam masyarakat, serta akta notaris pun cukup krusial pada fungsi membentuk kepastian hukum, sehingga tak berlebihan
jika disebut yakni profesi notaris termasuk profesi yang mulia serta termasuk profesi yang cukup dikehendaki bisa memperoleh pelayanan secara baik
pada masyarakat. Adanya perkembangan keterkaitan pada hidup bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara, pada sebuah ranah yang ada membutuhkan
Selaras dengan berkembangnya hukum serta keperluan masyarakat, fungsi serta peran notaris pada masyarakat juga cukup luas serta
mengalami perkembangan. Keperluan masyarakat pada pembuatan akta autentik maupun sertipikat balik nama membutuhkan keberadaan notaris selaku
pejabat umum yang mempunyai kewenangan. Mengacu pada Pasal 1868 KUHPERDATA, akta otentik yakni sebuah disusun pada wujud yang
ditetapkan dari undang undang, disusun dari maupun di hadapan pegawai-pegawai umum yang memiliki kuasa dalam hal itu pada tempat akta itu
dibentuk.
81
Evie Murniaty, “Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal Terjadi Pelanggaran Kode Etik,” Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 4.
82
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu. Sekarang dan Di Masa Datang (Jakarta:Gramedia Pustaka, 2008), hlm. 19.
Universitas Indonesia
30
Walaupun pada pasal itu tidak mengkaji siapa yang dimaknai selaku pegawai/pejabat umum, namun pada Pasal 1 angka 1 UUJN mengkaji
yakni notaris termasuk pejabat umum yang memiliki wewenang dalam membentuk akta autentik serta mempunyai kewenangan lain di mana ada pada
UUJN. Kualifikasi selaku pejabat umum tak sebatas ada dalam notaris saja, namun diberi pada PPAT serta Pejabat Lelang. Wewenang itu terdapat
dalam notaris tak disebarkan pada pejabat umum yang lain, hingga wewenang itu tak termasuk wewenang pejabat umum yang lain pada pembentukan
83
akta otentik serta kewenangan lainnya, sehingga wewenang itu termasuk wewenang notaris.
Adanya ranah hidup bermasyarakat, biasanya masyarakat menemui notaris dalam penyusunan kesepakatan pengikatan jual beli hak pada
84
tanah. Perjanjian itu dinilai kesepakatan tak memiliki nama serta selanjutnya diselaraskan terhadap keperluan semua pihak yang ada didalamnya.
PPJB termasuk perjanjian diantara pihak yang menjual serta pihak yang membeli sebelum dilaksanakan jual beli sebab terdapat kausa-kausa dimana
perlu dilengkapi dalam transaksi itu diantaranya yakni sertipikat hak atas tanah tak dilakukan pendaftaran mengacu nama penjual serta tetap pada
85
rangkaian balik nama, serta tak terdapat penyelesaian biaya objek jual beli maupun sertipikat tetap diroya.
Makna PPJB itu terdapat kesepakatan dalam melaksanakan jual beli tanah jika syarat yang dibutuhkan dilengkapi. Sehingga bisa dinilai
yakni PPJB termasuk tindakan hukum yakni termasuk adanya pendahluan sebuah tindakan hukum jual beli pada sesuatu terkait tanah. PPJB
berhubungan terhadap tanah yakni tipe akta partij dimana disusun dalam depan notaris mengacu pada kemauan semua yang menghadap. Pada
pelaksanaannya, dalam kebutuhan rangkaian meresmikan Akta (verlijden) notaris perlu melakukan penelitian atas dokumen-dokumen yang diperlukan
melalui semua penghadap. Berhubungan terhadap adanya peresmian PPJB, notaris perlu meneliti adanya objek perjanjian itu. Sehingga sudah dijadikan
sesuatu secara dasarnya di mana notaris memiliki sertipikat hak atas tanah berhubungan terhadap akta yakni disusun dalam depannya itu.
Penerbitan sebuah sertipikat yakni selaku penyelesaian aktivitas pendaftaran tanah, sehingga terbentuk penjaminan kepastian hukum serta
perlindungan hukum terhadap pemilik hak itu. Adanya hal yang krusial dalam peran sertipikat, maka kekuatan pembuktiannya tak sebatas diberlakukan
eksternal/pada pihak luas, namun memiliki kekuatan internal, di mana adanya pemberian keamanan terhadap semua pemegang/pemiliknya maupun ahli
warisnya supaya ahli warisnya pada hari selanjutnya tak menderita hal yang sulit, maknanya tak harus berusaha dalam melakukan pengurusan namun
perlu menjaga keamanannya maupun menjaga kerusakannya. Maknanya yakni sertipikat termasuk tanda bukti hak yang kuat, sehingga ketika tak bisa
dibuktikan sebaliknya data fisik serta data yuridis yang ada padanya perlu diterima selaku data yang benar. Pada kejadian ini, pengadilan yang nantinya
memutuskan alat bukti mana yang benar. Bila faktanya data fisik serta data yuridis yang ada pada sertipikat tak benar, sehingga nantinya dilakukan
86
pembetulan sesuai dengan hal secara aturannya.
Adanya ayat (1 dan 2) pada Pasal 1320 itu termasuk persyaratan subjektif jika persyaratan itu dilanggar sehingga akta notaris yang terkait
bisa dilakukan pembatalan, selanjutnya pada ayat (3 serta 4) termasuk syarat obyektif, pelanggaran pada syarat obyektif menjadikan akta notaris batal
demi hukum. Selaku seorang notaris yang profesional, semua aspek pada ranah dibuatnya akta yang nantinya dilaksanakan perlu dikaji secara
menyeluruh melalui asas kehati-hatian notaris, pelaksanaan asas kehati-hatian notaris diterapkan melalui pelaksanaan pengenalan sebelumnya dari
semua penghadap, melakukan pemeriksaan dengan menyeluruh identitas melalui pemberian pertanyaan ulang nama, tempat tanggal lahir, jumlah
83
Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2018, hlm 17.
84
Iman Sjahputra, Pengantar Hukum Pasar Modal, Jakarta, Harvarindo 2012, hlm 2.
85
R Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cet-4, Jakarta, Alumni 1986,. hlm 75.
86
Benny Bosu, Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah, Tanggungan dan Condominium), (Jakarta: PT.Mediatama Saptakarya, 1997), hlm.1.
Universitas Indonesia
31
saudara, nama saudara, ibu kandung, ayah kandung serta seterusnya yang harus dilaksanakan dari notaris jika mempunyai keraguan pada sifat asli
dokumen maupun pihak yang menghadap, serta dokumen lainnya yang diperlukan pada rangkaian penyusunan akta itu dikaji dengan menyeluruh.
Penolakan terhadap proses balik nama sertipikat di mana dijalankan melalui notaris perlu mengacu pada aturan yang tertulis maupun penolakan melalui
yuridis, penolakan yang tak berlandaskan dalam peraturan yang tertulis yakni penolakan subjektif, selaku notaris yang profesional pada pelaksanaan
Tindakan notaris pada penerimaan pihak yang tak termasuk pemilik hak pada persoalan balik nama sertipikat seharusnya melaksanakan
penolakan. Notaris harus memberikan edukasi pada semua penghadap terkait semua hal yang mengakibatkan penyusunan akta itu tak dapat diteruskan.
Berdasarkan edukasi itu diarahkan melalui alasan di mana para pihak tak memahami hukum maupun suatu pihak tak mengetahui hal itu. Penolakan
yang dilaksanakan tak disebabkan Notaris tak berkeinginan dalam menyusunnya tetapi sebabnya akta yang nantinya dibuat termasuk adanya
pelanggaran sebuah norma. Melakukan pelanggaran hukum maupun adanya kerugian bagi suatu pihak. Sebuah penolakan riil yang ada pada kantornya
yakni pihak yang mendatangi notaris melakukan penyertaan sertipikat di mana dia tak termasuk yang mempunyai objek itu, selanjutnya sertipikat yang
dibawa itu nantinya bisa dijadikan selaku jaminan hutang serta dengan tegas notaris yang terkait perlu menjelaskan penolakannya meneruskan
Dibutuhkannya aspek ketelitian pada notaris, berhati-hati pada rangkaian penyusunan peralihan sertipikat sebab sertipikat itu jika nantinya
muncul suatu permasalahan di mana notaris yang terkait bisa turut digugat, yakni dengan perdata atau tuntutan pidana, selain digugat notaris yang
terkait pun dapat diterapkan sanksi selaras terhadap aturan yang ada pada UUJN maupun Kode Etik Notaris. Tindakan penolakan yang dilaksanakan
dari notaris yakni disebabkan adanya penyebab hukum maupun yuridis terlebih disebabkan alasan pribadi diperbolehkan selama notaris itu dapat
menguraikan dengan logis penolakan yang dilaksanakan, tiap tindakan yang dilaksanakan dari notaris perlu dilaksanakan sebuah pertanggungjawaban
Notaris pada pelaksanaan jabatan wajib mengacu dalam Kode Etik Notaris, undang-undang jabatan notaris serta aturan aturan hukum
lainnya. Semua hal yang ada dengan implisit pada suatu aturan perlu dilakukan pemaknaan dengan meluas memakai akal serta hati nurani maka notaris
tak sama halnya dengan benda mati yang sebatas mengikuti terhadap yang ada tetapi notaris bisa melakukan penafsiran ketika tak melakukan
penyimpangan terhadap acuan yang ada, hal itu dipakai pada penerimaan klien atau penolakan klien dalam meneruskan rangkaian penyusunan sebuah
akta ontektik. Penolakan dalam memberikan layanan jasa notaris pada pembentukan akta autentik diperbolehkan dilakukan penolakan walaupun
undang-undang tak mengkaji lebih rinci hal itu, sebab selaku seorang notaris yang mempunyai ilmu tinggi telah sepantasnya memahami sebuah norma,
nilai, maupun aturan-aturan tak tertulis yang ada di masyarakat. Notaris yang profesional, perlu mempunyai pandangan secara progresif serta memiliki
wawasan luas.
Peraturan disusun dari badan legislatif yang tak dipastikan memahami dengan sesungguhnya peristiwa, persoalan yang ada pada lapangan,
notaris selaku pelaksanaan dari aturan itu maupun yang menjalankan semua yang terdapat pada aturan tersebut perlu mengkaji aspek didalamnya secara
teliti, agar produk yang diciptakan dari notaris bisa menjadikan kepastian hukum pada semua pihak yang terkait, sebab akta yang disusun dari notaris
difungsikan supaya jika ada persoalan yakni wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum akta notaris itu bisa menjadi selaku alat bukti yang otentik
Universitas Indonesia
32
pada pengadilan. Tindakan penolakan pelayanan jasa notaris pada sebuah tindakan pembentukan akta mengacu pada hasil penelitian yang penulis
lakukan, penulis menggolongkan penolakan pada penyusunan akta notaris mengacu pada kualifikasi diantaranya:
Penolakan sebab judul makna nya yakni judul akta yang dipakai mengacu pada sebuah hal yang adanya pelanggaran undang-undang pada
masyarakat, misalnya nantinya dibangun suatu Perseroan Terbatas, maupun para pihak yang nantinya membangun Perseroan Terbatas itu
mendatangi Notaris selanjutnya menguraikan terkait hal yang dikehendaki serta membentuk nama PT yang nantinya disusun yakni adanya
klen melalui nama itu telah memiliki makna yang negatif, hal itu harus diberikan selaku pertimbangan awal akankah nantinya melakukan
penerimaan maupun penolakan pembuatan Akta Pendirian itu. Pada diajukannya Nama Perseroan, maupun yayasan serta lainnya, jika
Notaris ragu nantinya hal yang akan muncul ke depan pada persero itu Notaris diperbolehkan melakukan penolakan tetapi jika notaris
nantinya meneruskan pembentukannya namun tetap ragu bisa dilakukan antisipasi melalui penyusunan permohonan jika yang mengajukan,
memiliki ide atas nama itu maupun apa yang nantinya dilaksanakan seluruhnya melalui keinginan sepenuhnya melalui semua pihak yang
Pada peristiwa itu Notaris memberi waktu dalam memenuhi persyaratan yang diperlukan, pada semua hal kelengkapan maupun aslinya
dokumen/surat-surat yang diperlukan dalam rangkaian pembentukan akta terdapat hal tak memadai, Notaris tak memberikan penolakan
dengan penuh, namun Notaris memberi penyuluhan hukum pada klien terhadap hal yang tak cukup, terkait penyebab surat-surat itu perlu
dilengkapi, memberi pengetahuan secara detail, bila seluruhnya telah dilaksanakan dari Notaris serta klien atau penghadap tak mempunyai
itikad dalam memberikan kelengkapan sehingga Notaris perlu memberikan penolakan dalam meneruskan pembentukan sebuah akta. Hal itu
agar menunjang kepentingan Notaris tersebut selanjutnya, sebab selaku seorang Notaris tak ada kewajiban dalam mengkaji kebenaran
materiil terhadap sebuah sesuatu, sebatas melihat surat surat serta rincian yang ada dari penghadap, rasa teliti yang tinggi cukup dibutuhkan
Penolakan terhadap adanya isi akta sebab terdapat sesuatu yang berlawanan terhadap aturan-aturan yang ada, maka notaris perlu melakukan
penolakan jika makna akta yang nantinya dibentuk berlawanan terhadap hukum, ilmu tinggi maupun wawasan secara luas oleh seorang
notaris diperlukan pada hal itu, sebab apabila isi akta terbukti berlawanan terhadap hukum sehingga akta maupun sertipikat yang dibuat
Adanya kehadiran notaris dalam melakukan pemenuhan keperluan masyarakat yang membutuhkan bukti otentik. Sehingga, pelayanan pada
masyarakat harus fokus selaras adanya makna di undang-undang jabatan notaris. Namun di sebuah kondisi bisa melakukan penolakan dalam pemberian
pelayanan melalui sebuah alasan-alasan, selaras adanya ketetapan Pasal 16 ayat (1) huruf d undang-undang jabatan notaris. Pada makna pasal itu dengan
limitatif dimaknai artian melalui alasan untuk penolakannya, alasan yang menyebabkan notaris tak melakukan keberpihakan, misalnya terdapat
Universitas Indonesia
33
keterkaitan darah serta semenda terhadap notaris maupun terhadap suami serta istri, suatu orang tak memiliki kemampuan bertindak dalam menjalankan
tindakan perbuatan, serta hal lainnya yang tak diperbolehkan dari undang-undang.
Selaras adanya asas-asas yang mengatur kewenangan notaris dalam pelaksanaan di masyarakat yakni adanya beberapa asas terkait:
a. Asas persamaan.
Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga notaris menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin
diperkuat. Ketika mereka memberikan dukungan untuk semua orang, mereka tidak boleh mendiskriminasi satu sama lain berdasarkan faktor sosial
ekonomi atau alasan lain. Mungkin ada alasan yang sah untuk khawatir jika notaris tidak dapat menyediakan beberapa alat untuk jasa pada para
penghadap tersebut.
b. Asas kepercayaan.
Jenis notaris yang dikenal sebagai notaris jabatan kepercayaan, berkewajiban untuk mengungkapkan semua informasi mengenai
penanganan yang dilakukannya dan setiap hadiah yang diterima dalam rangka menegakkan penanganan tersebut sesuai dengan ketentuan kontrak atau
perjanjian, kecuali undang-undang menetapkan lainnya (Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN) (Pasal 4 ayat (2) UUJN).
Ketika notaris membuat perjanjiannya, dia harus menyesuaikan diri dengan undang-undang agar semua hal dapat dipertanggungjawabkan
dan kemudian dimasukkan ke dalam dokumen. Tindakan yang dijunjung tinggi notaris harus sesuai dengan hukum. Akta notaris dapat digunakan
sebagai bukti bagi para pihak jika terjadi perselisihan yang sah.
d. Asas kecermatan.
Pengetahuan terperinci dari semua bukti yang disajikan untuk pengesahan dan analisis klarifikasi atau klarifikasi yang dibuat oleh para
pihak akan digunakan sebagai dasar penanganan perkara. Agar akurat, notaris harus benar mengidentifikasi pelanggar berdasarkan identitas pelanggar.
Sehubungan dengan dikeluarkannya surat permohonannya sebagai notaris, seharusnya ia mengajukan pertanyaan, mendengarkan dengan seksama, dan
mengetahui syarat-syarat perjanjian antara para pihak. Notaris seharusnya juga menyangkal tindakan apa pun yang mungkin memengaruhi persyaratan
tersebut atau persyaratan para pihak, memberikan nasihat kepada pihak yang bergerak maju, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk
Keperluan terhadap jasa notaris pada masyarakat modern tak bisa dibatasi. Notaris selaku pejabat umum dilakukan pengangkatan dari
pemerintah serta pemerintah selaku organ negara melakukan pengangkatan notaris tak terbatas pada keperluan kepentingan notaris itu, namun adanya
keperluan masyarakat luas. Jasa yang ada pada notaris berhubungan terhadap permasalahan trust (rasa percaya antara para pihak), maknanya negara
memberi rasa percaya cukup mendalam pada notaris serta maka bisa dinilai di mana adanya rasa percaya pada notaris maknanya notaris itu sudah bisa
dinilai membawa tanggung jawab terhadapnya. Tanggung jawab itu bisa berbentuk tanggung jawab melalui hukum serta moral.
Penggugat (inisial H) pada penyerahan SHM no 1558/Desa M dengan nama inisial Ny. R pada tergugat dalam keperluan roya serta balik
nama terhadap nama penggugat dengan tak melakukan penyebutan dengan jelas keterkaitan hukum diantara penggugat terhadap sertipikat SHM No
1558/Desa M serta terkait langkah mendapatkan sertipikat itu, akankah terdapat sebuah jual beli maupun pinjam meminjam maupun perbuatan hukum
yang lain maka sertipikat itu ada di penguasaan penggugat, sehingga adanya ketidakjelasan keterkaitan hukum diantara penggugat pada obyek sengketa
Universitas Indonesia
34
sehingga sudah menyebabkan gugatan penggugat tak jelas serta perlu dinilai kabur (obscuur libel). Seharusnya notaris menolak untuk melakukan proses
balik nama sertipikat karena pihak yang mengajukan tersebut tidak mendatangkan pemilik sertipikat.
Penolakan pelayanan jasa oleh notaris pada klien mengacu pada hasil penelitian yang sudah penulis uraikan itu bervariatif, hingga
penolakan yang dilaksanakan dari Notaris bisa dipertanggungjawabkan melalui alasan hukum secara logis yakni terkait alasan hukum yang ada dalam
aturan-aturan yang tertulis atau alasan hukum yang terkait dalam norma-norma yang ada di masyarakat hingga bisa dipertanggungjawabkan sehingga
Notaris diperbolehkan melaksanakan penolakan pelayanan jasa pada klien. Pada kode Etik Notaris hasil kongres luar biasa Ikatan Notaris Indonesia tan
ggal 29-30 mei 2015 pada banten, pasal 3 angka 4 mengkaji yakni notaris pada pelaksanaan jabatannya perlu memiliki perilaku kejujuran, kemandirian,
tak terpihak, menyampaikan, kolektif, dengan adanya tanggungjawab, mengacu dalam aturan perundang-undangan serta makna sumpah jabatan notaris.
Pasal di kode etik itu dijadikan landasan bagi Notaris pada pelaksanaan jabatannya terlebih pada pembentukan akta autentik serta sertipikat balik nama.
3.2 Kewenangan Notaris untuk Menyerahkan Sertipikat Hak Milik yang Melakukan Pengurusan Balik nama yang Dimohonkan oleh
Sertipikat hak atas tanah yakni diserahkan pada notaris dalam rangkaian meresmikan Akta (verlijden) itu memiliki tujuan dalam melakukan
penjaminan kepastian hukum serta perlindungan keperluan semua pihak. Sertipikat hak atas tanah yang diserahkan pada notaris dalam rangkaian
meresmikan sebuah Akta (verlijden) termasuk bentuk adanya pelaksanaan sebuah asas cermat notaris dalam mengkaji sebelumnya terkait seluruh
pembuktian dimana ditampilkan padanya serta menelaah rincian serta pernyataan terhadap semua yang menghadap. Sesuatu itu selaras adanya
kewajiban notaris yakni termuat pada Pasal 16 ayat (1) UUJN di mana pada pelaksanaan tugas jabatannya, notaris mempunyai hal yang wajib dalam
melakukan tindakan secara amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, serta melakukan penjagaan keperluan pihak yang ada pada pelaksanaan
tindakan hukum.
Bertindak amanah maknanya notaris berjanji dalam melakukan penjagaan serta memberikan perlindungan terhadap semua yang sudah
diberikan kepadanya serta melaksanakan tugas secara sepenuhnya. Jujur disini maknanya hal dengan memang dilandaskan pada fakta atau menghindar
pada hal tak sesuai serta tak patut, kejujuran pada individu, penghadap, serta profesi. Kolektif dimaknai yakni notaris pada pelaksanaan wewenang
fungsinya perlu ketelitian. Kemandirian maknanya yakni mempunyai kantor sendiri serta tak ketergantungan terhadap orang lain. Tidak berpihak
maknanya notaris berkedudukan selaku penengah maupun netral serta tak melakukan pembelaan suatu pihak. Menjaga kepentingan para pihak
maknanya notaris harus menjaga serta fokus pada keselarasan antara hak serta kewajiban semua pihak maka kepentingan para pihak bisa dijaga dengan
seimbang.
Diserahkannya sertipikat hak atas tanah pada notaris dalam rangkaian meresmikan Akta (verlijden) termasuk bentuk hal yang wajib bagi
notaris pada penjagaan keperluan semua penghadap. Hal itu bisa menghindari terhadap sebuah itikad buruk oleh pihak penjual maupun pembeli di mana
bisa mengakibatkan kerugian. Misalnya jika sebagian prestasi sudah dilengkapi dari pembeli serta sertipikat itu ada pada penjual, saat penjual beritikad
buruk nantinya bisa menimbulkan kerugian pada pihak pembeli. Sejenis adanya hal jika sertipikat itu ada pada pembeli, hal itu pun tak bisa dijalankan
sebab pembeli tak melaksanakaan pelunasan pembayaran. Sehingga, notaris memiliki kewenangan dalam melakukan penerimaan sertipikat hak atas
tanah agar rangkaian pengesahan Akta (verlijden) serta diterimanya sertipikat itu selaku wujud penerapan kewajiban notaris pada penjagaan keperluan
semua pihak.
Universitas Indonesia
35
Notaris pada pelaksanaannya menyusun tanda terima serta diberikan pada pemilik sertipikat, sesudah pemilik sertipikat memberi
sertipikatnya pada notaris yang terkait. tanda terima notaris itu isinya tanda tangan notaris selaku yang menerima sertipikat serta tandatangan semua
pihak selaku yang menitipkan sertipikat, adapun tak termuat batasan periode pada makna tanda terima. Batasan itu, dikaji pada adanya persetujuan
diantara notaris serta semua pihak. Tanda terima notaris tak dijelaskan bentuk serta wujud pokok pada hukum di Indonesia. Maka notaris dalam
pembentukan tanda terima notaris bebas memilih tentang format serta wujudnya yang diselaraskan terhadap keperluan pada pelaksanaan profesi. Notaris
pada rangkaian dialihkannya hak atas tanah harus menjalankan verifikasi pada Badan Pertanahan Nasional melalui pembawaan bukti akta hak atas tanah
itu. Maka pemegang akta hak atas tanah itu harus melakukan penyerahan akta hak atas tanah secara asli itu pada notaris. saat notaris sudah melakukan
penerimaan penitipan akta hak atas tanah oleh yang memiliki sehingga notaris nantinya memberi sebuah wujud tandaterima berwujud surat pada yang
memilikinya.
Penitipan barang yakni suatu kesepakatan dimana membentuk persetujuan terhadap Notaris serta pihak yakni melakukan penitipan
sertipikatnya. Mengacu pada Pasal 1313 KUHPerdata mengkaji yakni sebuah perjanjian yakni sebuah melalui satu orang maupun lebih melakukan
pengikatan dirinya pada satu orang lain maupun lebih. Melalui sebuah perjanjian itu, nantinya terbentuk sebuah perikatan. Pada wujudnya, perjanjian
tersebut berwujud sebuah susunan perkataan yang memiliki janji-janji maupun rasa sanggup yang dilafalkan maupun ditulis. Munculnya perikatan
berdasarkan perjanjian penitipan mengakibatkan hak serta kewajiban oleh semua pihak, adapun notaris selaku penerima titipan serta pemilik akta
87
dengan status selaku pemberi titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini pada tipe perjanjian riil. Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian dimana
88
muncul saat dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat penyerahan barang yang dititipkan itu. Aspek pada Perjanjian Penitipan Pasal
1694 KUHPerdata yakni diterimanya benda serta kesepakatan dalam melakukan penyimpanan serta melakukan pengembalian melalui kondisi sejenis.
Munculnya perikatan mengacu pada perjanjian penitipan membentuk hak serta kewajiban oleh para pihak, adapun notaris memiliki status
selaku yang menerima titipan serta pemilik akta memiliki status selaku yang memberikan titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini tipe perjanjian riil.
Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian yang baru ada apabila dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat diserahkannya benda yakni
dilakukan penitipan itu. Aspek pada Perjanjian Penitipan mengacu pada Pasal 1694 KUHPerdata yakni diterimanya barang serta janji dalam
penyimpanan serta pengembalian melalui kondisi sejenis. Apabila dihubungkan terhadap tindakan hukum antara Notaris serta klien pada rangkaian
dialihkannya hak atas tanah, sehingga unsur penerimaan barang dilengkapi sebab sertipikat hak atas tanah yang dimiliki penghadap sudah diberi pada
notaris, serta unsur lainnya yakni kesepakatan agar melakukan penyimpanan serta pengembalian pada kondisi sejenis, unsur itu dilengkapi supaya pada
kasus, penerima titipan yakni notaris nantinya melakukan penyimpanan sehingga rangkaian verifikasi tanah pada Badan Pertanahan Nasional serta
pengembalian sertipikat hak atas tanah itu pada pemberi titipan yakni diakibatkan perjanjian jual-beli tanah diantara penghadap melalui pihak pembeli
Adanya sebuah bukti, tandaterima notaris dimana termasuk suatu akta dibawah tangan pun termasuk adanya perjanjian penitipan. Sebab
sebuah perjanjian yang ada pada wujud akta, sehingga akta itu termasuk acuan perjanjian terhadap para pihak yang ada pada perjanjian itu. Hal itu
dikuatkan terhadap perspektif Soedikno Mertokusumo yakni akta termasuk asli yakni yang memuat tanda tangan yang ada pada kegiatan yang dijadikan
87
Dwi Suryahartati, ‘Perjanjian Penitipan Barang dalam Pengelolaan Parkir Bagi Perlindungan Konsumen Di Indonesia’ (2019) 2 Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum
Universitas Indonesia
36
acuan dalam sebuah kepemilikan maupun perikatan dimana ada ketika awalnya secara sengaja dalam membuktikan. Maka apabila dihubungkan
terhadap kasus, sehingga Notaris selaku yang menerima titipan memiliki hak dalam tak melakukan pemberian sertipikat yang termasuk barang titipan
pada orang yang tak selaras identitasnya pada tanda erima notaris itu. Hal itu pun dikuatkan mengacu pada isi Pasal 1719 KUHPerdata.
89
Penitipan barang bisa muncul melalui sukarela serta terpaksa. Mengacu pada Pasal 1695 KUHPerdata mengkaji yakni penitipan barang
terdapat 2 jenis yakni penitipan barang maknanya serta sekestrasi. Perjanjian penitipan yakni notaris serta klien ada pada penitipan barang yang sejati
secara sukarela. Perjanjian penitipan antara notaris serta klien menyetujui dimuat pada suatu akta. Akta memiliki aspek formal yakni adanya
kelengkapan maupun penyesuaian sebuah perbuatan hukum perlu disusun sebuah akta. Adanya 2 macam akta yakni akta autentik serta akta di bawah
tangan. Mengacu pada Pasal 1868 KUHPerdata menilai yakni Akta Otentik termasuk sebuah akta pada wujud di mana ditetapkan pada Undang Undang
disusun dari di depan pegawai-pegawai umum yang memiliki kuasa untuk pada pemaknaan akta dibentuknya. Sementara Akta di bawah tangan yakni
akta dimana tak dibentuk di depan pejabat umum yakni memiliki kewenangan. Akta di bawah tangan bisa dibentuk berlandaskan persetujuan para pihak
90
serta yang krusial yakni tanggal bisa dibentuk kapanpun.
Sebelum ditandatangani sebuah AJB, semua pihak perlu memberikan tanda tangan Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB. PPJB
dilaksanakan sebab terdapat persyaratan AJB yang tak dilengkapi, contohnya terdapat dokumen tak dipenuhi, objek transaksi tetap dilakukan
penjaminan. Pada PPJB, semua pihak setuju penitipan sertipikat objek transaksi pada notaris. Maka, peristiwa penitipan sertipikat sejatinya muncul oleh
91
kebiasaan. Terdapat kebiasaan itu dengan tanpa landasan. Acuan pihak menitipkan sertifikatnya diantaranya:
a. Kebutuhan mengecek sertipikat pada BPN, supaya ada kepastian dalam data fisik serta yuridis yang ada pada sertipikat selaras terhadap
b. Adanya antisipasi apabila para pihak tak melakukan pembayaran jasa notaris sesudah transaksi (hak retensi);
c. Pada pembangunan rumah, developer melakukan penitipan sertipikat induk supaya memudahkan rangkaian pembagian sertipikat;
d. Pihak yang membeli belum bisa melakukan pelunasan harga tanah serta bangunan yakni dijadikan obyek transaksi.
Sesudah mengetahui landasan semua pihak melakukan penitipan sertipikat, sehingga bisa dikaji adanya fungsi dalam menitipkan sertipikat
yakni supaya memudahkan transaksi para pihak. Selaku pembktian adanya penitipan sertipikat dari semua pihak, notaris memberi tanda terima.
Pertukaran prestasi pada sebuah perjanjian tak semuanya sesuai. Seringkali hal itu berakhir dalam diputuskannya kontrak. Contohnya pada PPJB, calon
pembeli beberapa kali gagal bayar, itu menjadikan pihak yang menjual berkehendak melakukan pemutusan kesepakatan. Selaku bentuk niatan itu,
penjual melakukan permintaan lagi sertipikat yakni dititipkan pada notaris. Tetapi biasanya notaris melakukan penolakan pengembalian sertipikat
apabila pemilik sertipikat serta pihak dimana memberi tanda tangan tanda terima penitipan sertipikat yakni pihak yang tak sama.
Seringkali dalam pihak yakni melakukan pengurusan rangkaian pembalikan nama pada sebuah kegiatan berbentuk rumah maupun tanah
yakni adalah perantara maupun orang yang menerima kuasa. Mengacu pada notaris, suatu pihak yakni bisa melakukan pengambilan sertipikat yakni
yang nama serta tanda tangannya ada pada tanda terima. Seringkali ditemukan kasus yakni notaris dilakukan gugatan dari yang memiliki sertipikat
89
Meutya Rachma dan Ika Tunggal Puspitasari, ‘Pertanggung Jawaban Para Pihak Dalam Perjannjian Perkawinan Yang Dibuat Di Bawah Tangan Pasca Putusan
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Bukit Tinggi Nomor 53/Pid.B/2017/PN.Bkt)’ (2019) 1 Indonesian Notary. hlm 5.
Universitas Indonesia
37
(pemilik hak atas tanah) sebab perbuatan menahan akta. Itu menjadikan notaris dalam kedudukan yakni tak mudah. Mengacu pemikiran, pihak yakni
mendapat rugi nantinya melakukan ganti kerugian pada pihak yakni mengakibatkan rugi itu. Pada sebuah penitipan sertipikat, sehingga pemilik hak atas
tanah yang rugi melalui prbuatan notaris yakni tidak melakukan pengembalian sertipikat, nantinya mengajukan gugatan pada notaris yang itu. Sehingga,
terlepas alasannya, notaris itu perlu menerima gugatan, serta bila terbukti bersalah, notaris itu harus tanggung jawab.
Tanggung jawab notaris dibedakan kedalam tiga mengacu pada wujud sebuah sanksi, yakni pertanggungjawaban pidana,
92
pertanggungjawaban perdata, serta tanggungjawab administrasi:
a. Pertanggungjawaban pidana
Wujud sanksi pidana biasanya berbentuk hukuman penjara, denda, dicabutnya hak, perampasan benda, (Pasal 10 KUHP). Pada melakukan
penahanan sertipikat, notaris berpeluang menerima tuntutan melalui Pasal 374 KUHP berbentuk tindak pidana penggelapan pada jabatan. Unsur tindak
1. Barang siapa pada hal ini yakni dijadikan subjeknya yakni Notaris.
2. Secara sengaja maupun melawan hukum Notaris sengaja melakukan penahanan sertipikat serta melakukan pelanggaran hak pemilik
4. Semuanya maupun beberapa kemilikikan pihak lain Sertipikat yang dititipkan pada notaris yakni kepemilikan penjual.
5. Dikuasainya pada benda dikarenakan terdapat ikatan kerja maupun sebab pencarian maupun memperoleh upah terhadap hal
tersebut. Sertipikat itu ada pada notaris sebab dilakukan penitipan dari tiap pihak agar lancarnya bertransaksi.
Mengacu pada penjelasan itu, bisa ditarik simpulan yakni tindakan notaris melakukan penahanan sertipikat melengkapi seluruh unsur Pasal
374 KUHP. Sehingga, notaris bisa disangkakan melaksanakan tindak pidana penggelapan pada jabatan. Tetapi harus dikaji yakni individu dimana
dibuktikan melaksanakan tindak pidana belum tentu bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Pada hukum pidana adanya alasan pembenar, yakni
apabila terdakwa melaksanakan tindakan dalam pelaksanaan ketetapan undang undang (vide. Pasal 50 KUHP). Maka pada hal notaris melaksanakan
tuntutan penggelapan pada jabatan sebab melakukan penahanan sertipikat, harus dilakukan analisis rinci akankah tindakan itu pada pelaksanaan
Mengacu pada UUJN maupun aturan yang lain, Bila notaris nyatanya melakukan penyimpanan sertipikat pada pelaksanaan jabatannya,
sehingga notaris tak bisa dimintakan pertanggung jawaban, tetapi bila notaris melakukan penyimpanan sertipikat tak pada tujuan pelaksanaan
jabatannya, sehingga notaris bisa dimintakan pertanggungjawaban. Pada putusan nomor 25/Pdt.G/2018/PN Krg itu adanya dugaan seorang notaris
didakwa melakukan penggelapan pada jabatan sebab sudah diserahkan Sertipikat itu dari notaris pada orang lain dengan tak adanya persetujuan serta
sepengetahuan yang menerima tanda bukti terima selaku orang yang sudah menyerahkan fisik Sertipikat maka fisik Sertipikat itu tak bisa diproses balik
nama menjadi atas nama Penggugat maupun hal ini yakni termasuk tindakan perbuatan melawan hukum.
92
Meta Suriyani, ‘Legalitas Kewenangan Notaris/PPAT Dalam Menahan Sertipikat Hak Milik Karena Adanya Pembatalan Jual Beli’ (2016) 10 Jurnal Hukum Samudra
Universitas Indonesia
38
Mengacu pada Gunawan Widjaja serta Kartini Muljadi, perbuatan melawan hukum yakni perikatan yang muncul dalam Undang-undang
disebabkan adanya perbuatan manusia yang melanggar hukum yakni ada pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Perbuatan melawan
hukum maknanya kesalahan perdata yang tak berasal melalui wanprestasi pada sebuah perjanjian, namun sebuah tindakan melawan hukum yang
dilaksanakan dari sebab kesalahannya sudah menyebabkan kerugian terhadap orang lain serta perbuatan melawan hukum mengharuskan pelakunya
melakukan mengganti kerugian itu yakni ada pada Pasal 1365 KUHPer. Hak tertentu yakni hak pribadi nantinya dilindungi melalui sanksi tegas bagi
pihak yang melanggar hak itu, yakni tanggung jawab membayar ganti rugi pada pihak yang dilanggar haknya. Sehingga tiap perbuatan yang
b. Pertanggungjawaban perdata
Wujud hukuman pada pertanggung jawaban perdata yakni ganti kerugian pada wujud uang, maupun wujud lain yang selaras. Pada
penahanan sertipikat, biasanya notaris menerima gugatan mengacu pada perbuatan melanggar hukum, sebab nama pemilik sertipikat tak ada pada tanda
terima, maka pemilik sertipikat bukan pihak pada persetujuan dititipkannya sertipikat (privity of contract). Terkait perbuatan melanggar hukum dikaji
1. Perbuatan Perbuatan yakni dilaksanakan dari notaris yakni melakukan penahanan sertipikat.
2. Perbuatan itu melanggar hukum, undang-undang, hak pihak lain, kewajiban pelaku, nilai asusila serta ketaatan. Tindakan itu
melanggar hak pada yang memiliki sertipikat dalam meminta lagi hal yang dimilikinya.
5. Kausalitas kerugian yang ada pada pemilik sertipikat sebab dari perilaku notaris melakukan penahanan akta.
Mengacu pada penjelasan itu, sehingga tindakan notaris yang tidak mau melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni
perbuatan melanggar hukum. Tetapi hukum perdata pun ada alasan pembenar, yakni pada isi Pasal 50 KUHP. Maka apabila notaris melakukan
penahanan sertipikat supaya melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, sehingga hal itu menghapuskan sifat melanggar hukum, serta notaris perlu
c. Pertanggungjawaban administrasi
Hukuman administratif yakni bisa diberi pada notaris diantaranya berwujud peringatan tertulis, diberhentikan sementara, maupun
diberhentikannya secara tak hormat (vide. Pasal 47 Peraturan Menteri Hukum serta Hak Asasi Manusia No. 15 Tahun 2020 terkait Tata Cara
Pemeriksaan Majelis Pengawas pada notaris [Permenkumham 15/2020]). Terkait memiliki hak dalam menerapkan hukuman administratif yakni Majelis
Pengawas Wilayah, bagi sanksi peringatan lisan/tertulis, maupun Menteri Hukum dan HAM, bagi sanksi pemberhentian sedangkan, pemberhentian
secara hormat, atau pemberhentian tidak terhormat (vide. 26(1) jo. Pasal 37(3) Permenkumham 15/2020). Pada penentuan tanggung jawab administrasi,
harus dikaji juga alasan tindakan Notaris itu melakukan penahanan akta; jika dilaksanakan agar terwujudnya keperluan semua para pihak, sehingga
Adapun disebabkan pelaksanaan jabatan, terdapat alat perlindungan hukum lainnya, dimana bisa dipakai Notaris selaku “penghalang” pada
menerima gugatan penitipan sertipikat dari pemilik hak pada tanah diantaranya:
Universitas Indonesia
39
a. Norma penerima titipan harus melakukan pengembalian barang sebatas pada orang yang menitipkannya maupun pada pihak yang
ditunjuk olehnya. Norma ini ada pada Pasal 1719 KUHPerdata, maka jika pemilik hak atas tanah ingin melakukan pengambilan lagi
sertipikatnya, Ia perlu membuktikan di mana dirinya sudah ditunjuk dari pihak yang melakuka penitipan sertipikat itu misalnya
adanya surat kuasa tertulis. Itu cukup sesuai dilaksanakan pada pencegahan itikad tidak baik pemilik hak atas tanah maupun penjual
b. Hak retensi maknanya Notaris dalam haknya melaksanakan penahanan benda milik penghadap (pada hal itu sertipikat) hingga pihak
itu menuntaskan kewajibannya dalam melakukan pembayaran jasa Notaris (Pasal 1812 KUHPerdata).
c. Dibatasinya keleluasaan hak kepemilikan Pasal 570 KUHPerdata mengkaji hak kepemilikan yakni hak dalam menikmati kegunaan
sebuah kebendaan secara bebas serta luwes asal tak berkaitan terhadap aturan perundang-undangan dan/atau memberikan gangguan
pada hak pihak lain. Apabila dihubungkan terhadap ditahannya sertipikat dari Notaris, sehingga hak milik berkaitan terhadap
peraturan perundang-undangan terkait nabatan notaris, yakni notaris perlu melakukan penjagaan keperluan tiap pihak, serta tak
melakukan gangguan pada hak orang lain, yakni hak yang membeli, terlebih apabila pihak yang membeli sudah melakukan
kewajiban mereka.
Dalam perkara perdata pada putusan Nomor: 25/Pdt.G/2018/PN.Krg, serta adanya notaris/PPAT inisial W (tergugat) digugat oleh seorang
inisial H (penggugat) sebab diberikannya Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M milik Ny. R di mana disimpan pada kantor notaris/PPAT inisial W
itu. Tetapi dalam amar putusan, Hakim menilai gugatan penggugat tidak bisa diterima (Niet Ontvankelijke Verkland) serta memberikan hukuman
penggugat dalam pembayaran biaya yang muncul pada perkara ini berjumlah Rp. 1.125.000,- (satu juta seratus dua puluh lima ribu rupiah).
Berhubungan adanya putusan hakim tidak adil sebab pada hal itu notaris inisial W dijadikan korban adanya peristiwa hilangnya Sertipikat Hak Milik
Nomor: 1559/Desa M serta baiknya hakim memberikan pertimbangan pada fakta dari gugatan penggugat inisial H yang menilai yakni notaris/PPAT
inisial W pada pelaksanaan tugasnya selaku pejabat yang berwenang maupun selaku pihak yang bertanggung jawab pada pengurusan proses balik nama
Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1558/Desa M sudah melaksanakan perbuatan melawan hukum yang memberikan kerugian pada penggugat inisial
H serta melakukan pelanggaran kewajiban hukumnya selaku seorang notaris dalam jabatannya.
Munculnya kejadian diberikannya Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M pada pihak lain awalnya melalui seorang notaris/PPAT
inisial W dalam pelaksanaan proses roya. Selama proses pelaksanaan rangkaian roya, tak terdapat laporan selanjutnya dari notaris inisial W terkait
Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M. Tindakan maupun perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik pada pihak lain dilakukan oleh
notaris/PPAT inisial W termasuk pelanggaran pada hak orang lain. Sebab pada hal itu, perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik Nomor:1558/Desa
M pada pihak lain melanggar hak penggugat inisial H selaku yang memberikan perintah balik nama sertipikat. Kejadian hilangnya Sertipikat Hak Milik
Nomor:1558/Desa M atas nama Ny. R. sehingga mengacu pada teori perbuatan melawan hukum, perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik pada
pihak lain digolongkan selaku perbuatan melawan hukum sebab memiliki unsur-unsur pada Pasal 1365 KUHPer. Mengacu pada uraian itu, perbuatan
Notaris yang tak mau melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar hukum. Tetapi hukum perdata pun adanya alasan
pembenar, yakni pada Pasal 50 KUHP maka apabila Notaris melakukan penahanan sertipikat melalui tujuan pelaksanaan sebuah kewajiban, sehingga
hal itu bisa memberikan penghapusan sifat melanggar hukum, serta notaris dinilai tak bersalah.
Universitas Indonesia
40
Dalam gugatan pada Putusan Nomor: 25/Pdt.G/2018/PN.Krg, notaris inisial W tersebut pada jabatannya selaku PPAT pun tak memberikan
penyelesaian tugas wajibnya secara menyeluruh. Pada persoalan pemenuhan ganti kerugian immateriil, yakni kerugian dari kehilangan keuntungan yang
mungkin ada dari Pemohon pada hari selanjutnya. Ganti kerugian immateriil berbentuk uang pengganti selaku tanggung jawab Notaris selain
penggantian sertipikat itu tergantung pada amar putusan pengadilannya. Apabila hakim memberikan putusan yakni menghukum notaris ppat inisial W
supaya melakukan pembayaran ganti rugi immateriil, sehingga pembayaran ganti rugi perlu dijalankan dari notaris/PPAT inisial W. Tetapi apabila tak
terdapat amar putusan seperti itu, sehingga pembayaran ganti rugi immateriil tak diwajibkan dilaksanakan. Persoalan pembayaran ganti rugi perlu
disetujui semua pihak serta perlu terdapat putusan Pengadilan Negeri yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sebab tak bisa
dipaksakan kewajiban ganti rugi yang bisa mengakibatkan munculnya hal pemerasan serta hal lainnya.
Adapun bisa ditelaah dalam putusannya, hakim sama sekali tak mempertimbangkan terkait gugatan Haidar (Penggugat) yang menilai di
mana Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M atas nama Ny. R belum selesai diproses balik namanya dari notaris/PPAT inisial W (tergugat). Hal itu
bisa dikaji pada pertimbangan Hakim yang sebatas menimbang yakni penggugat inisial H telah menyerahkan Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa
M pada notaris inisial W selaku notaris/PPAT serta sertipikat itu tidak diketahui keberadaannya. Keberadaan Ny. R selaku nama yang ada dalam
Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M perlu diikutsertakan selaku pihak pada perkara ini. Hakim tidak mengkaji lagi dalam kesalahan yang
Mengacu pada kewenangan serta tanggung jawab notaris, sehingga notaris/PPAT inisial W dihukum sebab sudah melaksanakan
pelanggaran terhadap hak inisial H selaku pemilik tanah yang sebenarnya, sebab tindakan notaris/PPAT inisial W di mana tak menjalankan rangkaian
balik nama secara benar menjadikan inisial H selaku penggugat yakni pemilik tanah tak bisa memperoleh kepastian hukum serta kepastian hak (legal
cadaster). Sehingga tidak terlengkapinya legal cadaster, maka tujuan adanya legal cadaster dalam memudahkan pembuktian hak atas tanah yang ada
serta dimiliki pemilik tanah yang sah pun tidak terpenuhi serta mengakibatkan inisial H selaku pemilik tanah tidak bisa membuktikan Hak Miliknya
Apabila dikaitkan melalui teori serta peraturan perundang undangan, notaris/PPAT inisial W tetap perlu bertanggung jawab pada kerugian
selaku pihak yang menjadi tanggung jawabnya. Pada perkara ini seharusnya diberlakukan teori tanggung gugat (vicarious lability) atas perbuatan
melawan hukum yang dilaksanakan dari orang lain, yakni teori tanggung jawab atasan. Hal itu dengan rinci dijelaskan pada Pasal 1367 KUHPer yakni
adanya tanggung gugat terhadap tindakan yang dilaksanakan, maknanya notaris/PPAT inisial W perlu bertanggung gugat terhadap tindakan memberikan
serta menghilangkan sertipikat hak milik nomor: 1558/desa M yang dilaksanakan dari notaris inisial W. Mengacu pada penjelasan itu, sehingga tindakan
Notaris yang tak berkehendak melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar hukum. Tetapi pada hukum perdata pun
ada alasan pembenar, yakni pada Pasal 50 KUHP. Maka apabila Notaris melakukan penahanan sertipikat melalui tujuan melaksanakan kewajibannya,
sehingga hal itu adanya penghapusan sifat melanggar hukum, serta notaris dinilai tak melakukan kesalahan.
Setiap kantor notaris/PPAT perlu memberikan penjagaan klien serta tak melakukan pemberian dengan cuma-cuma pada pihak yang tak
seharusnya bisa melakukan pengambilan sertipikat itu. Hal itu sebab notaris/PPAT perlu melaksanakan pekerjaannya atas sebuah instruksi, sementara
pada kasus itu, inisial W selaku notaris/PPAT memberikan sertipikat klien pada orang lain tanpa sepengetahuan atau adanya instruksi dari penggugat.
Sehingga, jika dihubungkan terhadap kasus terkait, tindakan yang dilaksanakan oleh tergugat selaku notaris/PPAT bisa digolongkan pada selaku
Universitas Indonesia
41
perbuatan melawan hukum sebab melanggar kewajiban yang sebenarnya perlu dilaksanakan. Terkait pertimbangan hakim, seharusnya Majelis Hakim
mempertimbangkan terkait perbuatan melawan hukum yang dilaksanakan pegawai kantor notaris/PPAT. Majelis Hakim pun perlu mempertimbangkan
yakni notaris/PPAT pun mempunyai kewajiban yang perlu dilaksanakan pada pelaksanaan profesinya. Tindakan yang dilaksanakan oleh notaris/PPAT
itu nantinya bisa melanggar kewajiban yang seharusnya dilaksanakan notaris/PPAT. Notaris/PPAT terkait tidak bisa melaksanakan profesinya secara
baik serta akibat perbuatan yang dilaksanakan dari kantor notaris/PPAT, nama baik notaris/PPAT tidak bisa dilangsungkan secara baik.
Notaris termasuk profesi hukum serta adanya profesi notaris yakni sebuah profesi mulia (nobile officium), sebab jabatan notaris berkaitan
erat terhadap kemanusiaan. Akta yang dibentuk dari notaris bisa dijadikan acuan hukum terhadap status aset benda, hak, serta kewajiban individu
93
maupun dibebankannya individu atas sebuah kewajiban. Profesi dimaknai selaku ranah pekerjaan dimana didasarkan pendidikan keahlian
(keterampilan, kejuruan, serta lainnya). Profesional dimaknai selaku yakni terkait terhadap jabatan, membutuhkan kepintaran tertentu dalam
pelaksanaannya, memerlukan sebuah pembayaran dalam menjalankannya (lawan dari amati) Terkait unsur-unsur dari profesionalisme yakni sebuah
94
pekerjaan yang membutuhkan keahlian, sehingga harus memperoleh latihan khusus maupun mendapat penghasilan karenanya.
Melalui sebuah profesi memiliki makna sebuah pekerjaan secara kecermatan tertentu dimana memerlukan pemahaman luas maupun
tanggungjawab, yakni diabadikan dalam keperluan pihak, memiliki instansi atau asosiasi profesi serta memperoleh diakuinya masyarakat maupun
95
memiliki sebuah kode etik. Pertanggungjawaban profesional yakni pertanggungjawaban pada diri sendiri serta pada masyarakat. Bertanggung jawab
pada diri sendiri maknanya seorang profesional bekerja sebab integritas moral, intelektual, serta profesional selaku bagian dalam hidupnya. Saat
profesional memberikan pelayanan, perlu terus mempertahankan cita-cita luhur profesi selaras terhadap tuntutan kewajiban hati nuraninya, tak sebab
Mengacu dalam Putusan Pengadilan No.25/Pdt.G/2018/PN Krg, di mana adanya tindakan notaris inisial W yakni seorang Notaris di Kota
Karanganyar. Notaris inisial W tersebut memperoleh amanah melalui inisial H selaku penggugat dalam melaksanakan pengurusan balik nama SHM No.
1558/Desa M dari atas nama Ny. R dijadikan atas nama inisial H. Inisial H juga sudah memberi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
pengurusan balik nama itu. Sehingga inisial H sudah mempercayakan notaris inisial W dalam melaksanakan perbuatan hukum, yang menurut inisial H
bisa membantunya.
Permintaan pengurusan balik nama sertipikat itu dilaksanakan di tahun 2017. Tetapi pengurusan balik nama sertipikat itu masih juga belum
diselesaikan dari jangka waktu yang ditetapkan dari notaris inisial W itu, lewat begitu saja. Hingga kemudian inisial H selaku penggugat menanyakan
kelanjutan pengurusan itu serta keberadaan dari SHM No. 1558/Desa M. Notaris inisial W itu tidak mengindahkan pertanyaan inisial H serta bersikap
seperti tak mengetahui keberadaan SHM No. 1558/Dusun Mulur. Hingga pada sidang yang dilaksanakan oleh pengadilan, notaris inisial W sama sekali
tidak mempunyai itikad baik dalam melakukan pengembalian asli SHM no. 1558/Dusun M yang tetap atas nama Nyonya R, apabila memang
Kedudukan seorang notaris/PPAT selaku sebuah fungsionaris pada masyarakat cukup krusial. Akta notaris/PPAT (akta autentik) selaku
dokumen yang dibentuk pada rangkaian proses hukum memiliki partisipasi khusus pada tiap hubungan hukum di masyarakat. Hal itu menjadikan yakni
93
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarata: UII Press, 2009), hlm. 7.
94
A. Kohar, Notaris dan Persoalan Hukum, (Surabaya: PT. Bina Indra Karya, 1985), hlm. 100.
95
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, hlm. 9.
Universitas Indonesia
42
notaris/PPAT selaku sebuah profesi dituntut pada dipenuhinya nilai moral serta pengembangannya yakni seperti yang tertera dari Frans Magnis Suseno,
terdapat dua macam yang perlu dilakukan perbedaan pada profesi yakni profesi secara umumnya sserta adanya profesi luhur.
Kewenangan notaris/PPAT selaku profesional hukum tak sebatas membentuk akta autentik, akan tetapi notaris/PPAT pun memiliki
kewenangan pada pelaksanaan pengurusan pada hal aktivitas proses balik nama sertipikat di mana termuat pada Pasal 2 Ayat (2) PP PPAT Nomor 37
Tahun 1998 terkait Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Presiden Republik Indonesia (kemudian dikenal “PP PPAT”). Profesi Notaris/PPAT
perlu dinilai serta dihayati selaku sebuah pelayanan dalam membantu keperluan klien serta keperluan umum, tak sebatas keperluan individu. Layanan
profesional berlandaskan adanya penilaian luhur pada pendahuluan keperluan klien serta terus menerus mengacu dalam masyarakat yang membutuhkan
jasa Notaris.
Penyerahan sertipikat hak milik atas tanah pada Notaris termasuk bagian dalam pelaksanaan profesinya selaku pejabat umum serta perlu
disesuaikan terhadap UUJN maupun kode etik profesi Notaris. Notaris perlu melakukan penjagaan pada sertipikat yang dititipkan kepadanya melalui
adanya tanggung jawab terhadap rasa percaya yang ada dari para pihak yang melaksanakan perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah di
hadapannya. Perwujudan tanggung jawab Notaris bisa dijalankan selaras adanya makna dalam Pasal 1694 KUHPerdata di mana menetapkan yakni,
“Penitipan barang muncul jika orang menerima barang orang lain melalui janji agar menyimpannya serta selanjutnya melakukan pengembalian pada
kondisi serupa”. Barang yang dimaknai pada pasal ini bisa disebut sertipikat hak milik atas tanah.
Sertipikat hak milik atas tanah itu pun selaku barang bukti terdapat pengikatan jual beli yang tak diselesaikan. Jika pengikatan jual beli itu
sudah diselesaikan, sehingga sertipikat hak milik atas tanah itu nantinya diberikan pengembalian pada kondisi serupa. Maknanya,, dikembalikan pada
kondisi serupa yakni ketika adanya perjanjian pengikatan jual beli itu dibentuk. Jika sertipikat hak milik atas tanah itu sudah ada ditangan Notaris
maupun disimpan oleh Notaris, sehingga Notaris wajib pula melakukan pemeliharaan serat perawatan pada sertipikat itu. Notaris pada pelaksanaan
penitipan sertipikat tak diperbolehkan memakai sertipikat yang dititipkan bagi kepentingan pribadi, yakni ada pada Pasal 1712 KUHPerdata yang
mengkaji yakni “Penerima titipan tidak boleh memakai barang titipan tanpa izin yang diberikan dengan tegas dari pemberi titipan atau bisa disimpulkan
adanya, melalui ancaman melakukan pergantian biaya, rugi serta bunga, bila terdapat keterkaitan baginya”. Selaku bukti penyimpanan sertipikat oleh
Notaris adanya sebuah tanda terima pada pemilik sertipikat, kenyataannya penyimpanan sertipikat tidak bisa dinilai dengan tak terdapat sebuah resiko,
Penyimpanan sertipikat hak milik atas tanah itu dilaksanakan dari Notaris. Pada pelaksanaannya, Notaris menerima sertipikat hak milik atas
tanah itu disimpan. Penyimpanan dari Notaris ini mengakibatkan terdapat sebuah perpindahan bukti kepemilikan hak milik atas tanah. Meskipun
perpindahan itu tidak berlandaskan atas jual beli, namun penyimpanan itu menjadikan terdapat penguasaan pada sertipikat hak milik atas tanah yang ada
pada Notaris. Dengan makna lainnya, sertipikat hak milik atas tanah itu dikuasai oleh Notaris. Sehingga, bisa muncul rasa khawatir oleh semua pihak,
yakni pihak penjual maupun pembeli. Terutama bagi pihak penjual, terdapat rasa cemas jika sertipikat itu dipakai dalam kepentingan Notaris sendiri.
Adapun terkait sertipikat hak milik itu bisa dipakai oleh Notaris dalam kepentingan pihak lain melalui tujuan dalam memanfaatkan sertipikat itu dalam
mendapatkan sebuah benefit pribadi. Namun dalam arah lainnya jika sertipikat itu tidak disimpan oleh Notaris, atau tidak dititipkan, sehingga tak
terdapat bukti dari perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah yang disebutkan.
Universitas Indonesia
43
Selain itu, pihak pembeli pun tak tidak dibolehkan jika sertipikat itu masih tetap berada ditangan pihak pemilik atau pihak penjual.
Mengacu pada Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum menjadikan perlindungan pada hak asasi manusia yang memperoleh kerugian melalui pihak lain
maupun perlindungan diserahkan dalam khalayak umum sehingga masyarakat dapat menikmati seluruh hak yang diserahkan oleh hukum, seorang
birokrat publik notaris dari akta otentik serta akta otentik yakni sempurna bukti, akta itu selaku bukti yang memiliki tujuan dalam memberi perlindungan
hukum bagi semua faksi. Notaris ini ketika adanya pelaksanaan pembentukan akta maupun penerbitan sertipikat balik nama memberikan perlindungan
Mengacu pada penjelasan itu, sehingga bisa dikatakan yakni apabila terdapat pemilik sertipikat merasa rugi terhadap tindakan Notaris yang
melakukan penahanan sertipikat, sehingga tanggung jawab Notaris ada dalam landasan Notaris enggan melakukan pengembalian sertipikat itu. Apabila
faktanya pada tujuan melaksanakan, sehingga Notaris tidak bisa diminta pertanggungjawaban, tetapi apabila tindakan itu dilaksanakan tak pada
pelaksanaan jabatannya, sehingga Notaris bisa diminta pertanggungjawaban. Notaris pun bisa memberikan tangkisan berwujud: 1) di mana dirinya
sebatas memiliki kewajiban melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai hak retensi, serta 3) dibatasinya hak milik
sebab berlawanan terhadap peraturan perundang-undangan terkait Notaris serta mengganggu hak pembeli. Terkait hal dalam penghindaran gugatan,
seharusnya Notaris bisa berhati-hati pada penerimaan titipan sertipikat, terlebih apabila yakni melakukan penyerahan sertipikat bukan pemilik hak atas
tanah. Pada hal itu, seharusnya Notaris memberikan anjuran supaya tiap pihak sebelumnya menyusun sebuah perjanjian kuasa dengan tertulis.
Hakim Ketua Pengadilan Negeri pada putusan putusannya melalui nomor perkara 25/Pdt.G/2018/PN.Krg., menjelaskan pada pokok perkaranya
diantaranya:
Bahwa pada sebuah suatu gugatan yang didasari oleh terdapat sengketa kedua belah pihak, pihak penggugat yang menuntut haknya serta
merasa dirugikan oleh perbuatan tergugat, harusnya menjelaskan dengan jelas peristiwa hukum yang mendasari dasar tuntutan, menguraikan kebenaran
yang ada sebelum kejadian hukum yang menjadi sebab munculnya kejadian hukum itu serta adanya kejelasan hubungan hukum yang dijadikan dasar
tuntutan;
Inisial H pada hal ini selaku penggugat tak menyebutkan dengan jelas hubungan hukum antara penggugat terhadap sertipikat SHM No
1558/Desa M atas nama Ny. R serta bagaimana langkah mendapatkan sertipikat itu, apakah terdapat sebuah jual beli maupun pinjam meminjam maupun
perbuatan hukum lainnya maka sertipikat itu ada pada penguasaan penggugat, sehingga adanya sebuah ketidakjelasan hubungan hukum antara
penggugat melalui obyek sengketa maka sudah mengakibatkan gugatan penggugat tidak jelas serta perlu dinilai kabur (obscuur libel). Sebab tak
dijelaskan apakah Penggugat pada hal ini berinisial H itu termasuk pihak yang mempunyai hak pada sertipikat itu maupun tak memiliki hak.
Bahwa opini majelis hakim itu selaras adanya yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusanya No. 250 K/Pdt/1984
dengan kaidah hukum yang bunyinya“ bahwa pada sebuah gugatan perlu diuraikan dengan rinci kedudukan hukum para pihak, dasar hukum (rechtelijke
ground) yang dilendengan sebuah dasar fakta (feitelijke ground)”. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinilai tak bisa diterima, sehingga majelis
hakim tidak akan mempertimbangkan terkait pokok perkara demikian juga pada alat bukti yang ada pada Penggugat mendorong dalil pokok gugatan.
Bahwa sebab gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sehingga Penggugat perlu diberi hukuman dalam melakukan pembayaran biaya yang ada pada
perkara ini yang besarnya sebagaimana tertera pada amar putusan. Maka pengadilan memberikan putusan pada perkara ini yakni:
Universitas Indonesia
44
2. Menghukum Penggugat untuk membayar perkara yang hingga saat ini ditaksir sebesar Rp. 1.125.000,- (satu juta seratus dua puluh lima
ribu rupiah);
Namun terdapat pihak yang mengajukan pergantian balik nama pada sertipikat merasa dirugikan sebab perilaku notaris yang melakukan
penahanan sertipikat, sehingga tanggungjawab notaris bergantung dalam alasan notaris tak melakukan pengembalian sertipikat itu namun
memberikannya pada pihak lain. Apabila faktanya pada pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris tidak bisa diminta pertanggungjawaban, tetapi apabila
perbuatan itu dilaksanakan bukan pada tujuan pelaksanaan jabatannya, nantinya notaris bisa diminta pertanggungjawaban. Notaris pun bisa memberi
tangkisan berbentuk: 1) bahwa dirinya sebatas memiliki kewajiban dalam melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai
hak retensi, serta 3) dibatasinya hak kepemilikan sebab bertentangan terhadap peraturan perundang-undangan tentang notaris serta mengganggu hak
pembeli. Terkait adanya penghindaran gugatan, seringkali notaris harus menerapkan kehati-hatian pada diserahkannya sebuah sertipikat, terlebih apabila
melakukan penyerahan sertipikat bukan pemilik hak atas tanah. Sehingga pada sesuatunya seharusnya notaris memberikan anjuran supaya tiap pihak
Berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan oleh hakim tentang notaris/PPAT inisial W (tergugat), Hakim tidak mempermasalahkan
perbuatan notaris/PPAT yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Kode Etik notaris serta Kode Etik PPAT karena melakukan
penyerahan sertipikat pada pihak lain. Putusan hakim yang menilai gugatan inisial H (Pengugat) tidak bisa diterima harus dipertimbangkan lagi sebab
kurangnya pihak pada perkara ini. Ditambah lagi apabila dikaji Penulis menemui kejanggalan pada tindakan notaris/PPAT Inisial W yang tidak
langsung melaksanakan pendaftaran AJB dalam proses balik nama Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M, sedangkan pendaftaran AJB bisa
dilaksanakan maksimal sesudah 7 (tujuh) hari kerja dimulai penandatangan AJB dari para pihak. Selanjutnya terkait persoalan ketika Sertipikat Hak
Milik Nomor: 1558/Desa M tidak ditemukan dalam kantor notaris/PPAT Inisial W serta dinyatakan telah diserahkan notaris inisial W pada pihak lain.
Pada hal wewenang notaris dalam memberikan penyerahan Sertipikat Hak Atas Tanah yang melaksanakan balik nama yang diajukan yang
bukan pemegang hak sehingga tanggungjawab notaris tergantung dalam alasan notaris tidak melakukan pengembalian sertipikat itu. Apabila faktanya
pada tujuan pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris yang menerima penyerahan sertipikat tidak bisa dibebani pertanggungjawaban, tetapi apabila
perbuatan itu dilaksanakan bukan pada tujuan pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris bisa dibebani pertanggungjawaban. notaris pun bisa memiliki
beberapa alasan yakni: 1) bahwa dirinya sebatas memiliki kewajiban melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai hak
retensi, serta 3) dibatasinya hak milik sebab berkaitan terhadap aturan perundang-undangan terkait notaris serta menciderai hak yang membeli. Notaris
perlu memberikan sebuah anjuran pada semua pihak itu sebelumnya dimintakan adakah sebuah perjanjian kuasa secara tertulis dalam memberikan
kepastian hukum.
Universitas Indonesia
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pembahasan serta analisa yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, sehingga bisa disimpulkan diantaranya:
1. Tindakan notaris menerima sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh yang pihak yang bukan pemegang hak
seharusnya melaksanakan penolakan dilaksanakan melalui sebuah pemberian edukasi pada para penghadap terkait apa saja yang menjadi
penyebab pembentukan sebuah akta tak bisa diteruskan, pemberian edukasi itu diberikan melalui alasan mungkin para pihak tak memahami
hukumnya maupun suatu pihak tidak memahaminya. Penolakan yang dilaksanakan bukan sebab notarisnya tidak ingin menyusun sertipikat
balik nama namun sebabnya akta yang nantinya dibuat bisa melanggar norma, melanggar hukum maupun menimbulkan kerugian suatu
pihak. Salah satu penolakan nyata yang ada yakni berupa para pihak meminta dibuatkan akta jual beli sebab pembuatan Akta Jual Beli itu
tak bisa dijalankan sebab sertipikat itu tidak jelas keaslian nama pemiliknya, sebab pihak yang datang membawa sertipikat bukan yang
mempunyai objek itu, selanjutnya sertipikat yang dibawa itu nantinya akan diberikan selaku jaminan hutang serta secara tegas notaris yang
terkait menilai tak bisa diteruskan dalam pembuatan balik nama dalam Sertipikat Akta Jual Beli terkait.
2. Kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak milik yang dimohonkan pengurusan balik nama oleh pihak yang bukan pemegang
hak sepatutnya tidak dilakukan, dikarenakan seorang notaris secara umumnya mempunyai wewenang dalam menyimpan sebuah sertipikat
pada tujuan peresmian sebuah akta. Tetapi harus dikaji masih banyak pihak yang tak mengetahui hal itu serta menjadikan seorang notaris
ada pada kondisi tak menguntungkan. Sehingga mengacu pada uraian potensi, seorang notaris pada pelaksanaan jabatannya perlu
melaksanakan hal-hal melalui kehati-hatian pada diserahkannya sebuah sertipikat oleh pihak yang tak memiliki hak melalui langkah
melakukan permintaan kuasa tertulis oleh pihak yang melakukan penyerahan sertipikat (pada penyerah sertipikat tak termasuk yang
memiliki objek). Notaris bisa juga memberi permintaan pada pemilik objek serta pihak ketiga penerima kuasa dengan bersamaan
menghadap apabila ada kuasa tak tertulis. Tindakan notaris dimana tidak melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni
perbuatan melanggar hukum. Maka sertipikat perlu diberikan pada pihak yang menitipkannya sebab hal itu masuk pada salah satu
kewajiban notaris.
4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis persoalan pada penelitian ini yakni diantaranya:
1. Notaris sebaiknya harus lebih taat dalam menerapkan asas kehati-hatian dalam segala aspek dalam jabatan notaris. Tidak hanya sekedar
pembuatan akta notaris, namun dalam segala perbuatan yang terkait dengan kepentingan para pihak, mulai dari proses administrasi hingga
dikembalikan kepada pihak yang berwenang dan berkompeten. Dokumen dan sertipikat tidak boleh sembarang diberikan kepada orang lain
walaupun orang kepercayaan notaris. Selain itu notaris harus berpedoman teguh pada prinsip rahasia jabatan dalam menjalankan jabatannya
agar terhindar dari permasalahan hukum yang akan merugikan notaris dan masyarakat
Universitas Indonesia
46
2. Pemerintah selaku lembaga legislatif dan Ikatan notaris Indonesia selaku organiasasi notaris diharapkan dapat bekerja sama untuk
memperjelas kembali pengaturan mengenai administrasi dalam kantor notaris supaya bisa melakukan pencegahan adanya persoalan hukum
46
Universitas Indonesia