Anda di halaman 1dari 52

UNIVERSITAS INDONESIA

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK

TIDAK BERHAK

TESIS

DESY BUNGDIANA

2106668264

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
2022
UNIVERSITAS INDONESIA

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK

TIDAK BERHAK

TESIS

DESY BUNGDIANA

2106668264

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK
OKTOBER 2022

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar

Nama : Desy Bungdiana

NPM : 2106668264

Tanda Tangan :

ii
Tanggal :

Nama : Desy Bungdiana

Program Studi : Magister Kenotariatan

Judul Tesis : Tanggung Jawab Notaris Terhadap Pengurusan Balik Nama

Sertipikat Yang Dimohonkan Oleh Pihak Yang Tidak Berhak

ABSTRAK

Tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh pihak yang tidak berhak. Peranan notaris dalam membantu
menciptakan sebuah kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat bersifat preventif yang merupakan upaya pencegahan apabila terjadinya masalah
hukum yaitu dengan akta otentik yang dibuat dengan status hukum. Penelitian ini berbentuk analisis yuridis normatif penelitian yuridis normatif yakni penelitian
yang dilakukan dan berfokus pada norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan. Penelitian ini akan menganalisis kewenangan notaris
untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik nama yang diajukan yang bukan pemegang hak dalam putusan pengadilan negeri nomor
25/pdt.g/2018/Pn.Krg. Hasil penelitian diperoleh yakni tindakan Notaris yang tidak mengembalikan sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar
hukum. Notaris harus menyelaraskan terkait para pihak yang datang membawa sertipikat termasuk yang pemilik objek tersebut ataupun bukan. Notaris bisa
mencegah terhindar dari adanya hukuman yang bisa diterapkan kepada Notaris yang melakukan tindakan selaras dengan adanya larangan serta sanksi yang ada
pada UUJN. Tindakan notaris menerima sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh yang pihak yang bukan pemegang hak seharusnya
melaksanakan penolakan dilaksanakan melalui sebuah pemberian edukasi pada para penghadap. Notaris dalam melaksanakan kewenangannya perlu selalu
mengacu pada aspek nilai kehati-hatian agar terhindar dari kesalahan dan pelanggaran hukum.

Kata kunci: Tanggungjawab Notaris, Kelalaian Notaris, Perbuatan Melawan Hukum

iii
Name : Desy Bungdiana

NPM : 2106668264

Study Program : Notarial Law Faculty of Law Universitas Indonesia

Title : Notary Responsibilities for Transfer of Name Management

Certificates Requested By Unauthorized Parties

Mentor : Dr. Sonyendah Retnaningsih,S.H.,M.H

Dr. Lukman, S.H.,C.N

ABSTRACT

The notary's responsibility for the management of the transfer of the name of the certificate requested by an unauthorized party. The role of the notary in helping
to create legal certainty and protection for the public is preventive in nature, which is a preventive measure in the event of a legal problem, namely by means of
an authentic deed made with legal status. This research is in the form of normative juridical analysis. Normative juridical research is research conducted and
focuses on positive legal norms in the form of laws and regulations. This research will analyze the authority of a notary to submit a certificate of land rights who
carry out the transfer of names submitted who are not the holders of the rights in the district court decision number 25/pdt.g/2018/Pn.Krg. The results of the
study were obtained, namely the action of a notary who did not return the certificate to the owner, namely an act against the law. The notary must harmonize the
parties who come with the certificate, including those who own the object or not. So it can prevent the existence of penalties that can be applied to Notaries who
take actions in accordance with the prohibitions and sanctions that exist in UUJN. The act of a notary receiving a certificate of ownership of the transfer of title
requested by a party that is not the holder of the right should carry out the refusal to be carried out through providing education to the appearers. Notaries in
exercising their authority need to always refer to the aspect of prudential values in order to avoid mistakes and violations of the law..

Keywords: Notary Liability, Notary Negligence, Unlawful Acts

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………...1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………..3


iv
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………………………..4

1.4 Metode Penelitian………………………………………………………………..5

1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………………………7

BAB 2 TINDAKAN NOTARIS YANG LALAI DALAM MENJALANKAN JABATANNYA

2.1 Notaris sebagai Pejabat Umum 9

2.1.1 Hak dan Kewajiban Notaris…………………………………………………….10

2.1.2 Kewenangan, Tugas dan Fungsi Notaris………………………………………..11

2.1.3 Larangan Notaris………………………………………………………………..20

2.2 Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban PPAT…………………………………….22

2.3 Sertipikat Hak Atas Tanah………………………………………………………27

2.4 Jenis Akta………………………………………………………………………..28

2.4.1 Akta Otentik……………………………………………………………………..30

2.4.2 Akta Di Bawah Tangan………………………………………………………….37

2.5 Prinsip Kehati-Hatian Notaris…………………………………………………...40

2.6 Tanggung Jawab Notaris/PPAT atas Hilangnya Sertipikat Hak Milik Dalam Proses Balik

Nama………………………………………………………………44

2.7 Kasus Posisi……………………………………………………………………..46

BAB 3 TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERKAIT PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK TIDAK

BERHAK

3.1 Tindakan Notaris Menerima Sertipikat Klien yang Melakukan Tindakan Balik Nama yang Diajukan oleh yang Bukan Pemegang

Hak…………………………48

3.2 Kewenangan Notaris untuk Menyerahkan Sertipikat Hak Atas Tanah yang Melakukan Balik nama yang Diajukan yang Bukan Pemegang

Hak…………...56

BAB 4 PENUTUP

4.1 Simpulan………………………………………………………………………..75

4.2 Saran……………………………………………………………………………76

DAFTAR PUSTAKA

v
vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Notaris di pelaksanaan jabatannya membuat akta autentik harus mengembalikan dokumen kepada orang yang berhak atas dokumen

tersebut, dikarenakan berkaitan dengan kewajiban notaris untuk menjaga segala isi suatu akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh

guna pembuatan akta. Notaris yang memberikan dokumen kepada orang lain yang tidak berhak, telah melanggar kewajiban jabatan notaris dimana

dikaji pada undang-undang jabatan notaris.

Notaris yakni seorang pejabat umum dimana diangkat dari pemerintah pada hal itu Kementrian Hukum serta Hak Asasi Manusia (HAM)

untuk membantu layanan keperluan publik nantinya alat bukti otentik dimana memberi rasa pasti keterkaitan hukum perdata. Dalam profesinya notaris

bertindak sebagai pelayan masyarakat selaku pejabat yang dinilai dari Kementrian Hukum serta HAM. Jabatan notaris lahir karena masyarakat

membutuhkannya, bukan jabatan yang disengaja diciptakan. Untuk menjalankan profesinya notaris diikat oleh peraturan jabatan dan kode etik sebagai

1
notaris. Notaris sering juga disebut sebagai officium nobile karena profesi notaris ini sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan .

Partisipasi notaris pada pelaksanaan pembentukan sebuah kepastian serta perlindungan hukum kepada masyarakat sifatnya preventif dalam

artian memiliki sifat mencegah apabila munculnya persoalan hukum yakni melalui akta otentik dimana disusun melalui status hukum. Pasal 1 Undang-

undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait Jabatan notaris menjelaskan yakni notaris termasuk pejabat umum dimana memiliki kewenangan untuk menyusun

2
akta otentik serta mempunyai kewenangan lain yakni pada Undang-Undang ini atau mengacu pada undang-undang yang lain. Artinya notaris

3
membawa sebuah penjabatan dan melaksanakan tugas/pekerjaannya berdasarkan pengangkatan oleh Negara dalam hal ini adalah pemerintah . Adapun

yang menjadi pembeda profesi notaris melalui profesi-profesi yang lain. Sehingga dalam notaris dipakai sebutan profesi jabatan notaris sebab dalam

maknanya notaris yakni pejabat dimana dilakukan pengangkatan pemerintah dan mempunyai hak untuk membuat akta yang otentik.

Pada dasarnya seorang notaris berperan memberikan pelayanan berupa sebuah jasa bagi masyarakat yang ingin membuat suatu akta otentik

dan berkekuatan sebagai alat pembuktian. Notaris selaku individu secara bebas serta dijadikan elemen krusial pada pembangunan bangsa yakni perlu

4
lekat pada sifat humanisme karena perannya sangat banyak kepada publik . Notaris selaku pejabat negara yang mewakili menyusun akta biasanya

memiliki pengaruh hak serta kewajiban semua pihak yakni juga timbul kepada notaris. Notaris harus menambah pengetahuan dan ketrampilan untuk

melayani masyarakat karena banyaknya aturan yang seiring waktu berubah mengikuti jaman.

Notaris dalam menjalankan tugasnya sangat penting untuk selalu jujur. Selain kejujuran dari notaris sendiri, sangat dibutuhkan kejujuran

dari para pihak yang menghadap, karena ini merupakan kunci dasar dalam hal pembuatan akta yang sempurna. Seorang profesional di suatu profesi

selalu dituntut untuk melalui proses yang panjang agar tetap terjaga profesionalitasnya. Notaris merupakan sebuah jabatan yang sangat dipercaya, di

5
mana apapun yang dibuat oleh seorang notaris masyarakat merasa bahwa itu benar . Untuk itu notaris harus dibekali dengan ilmu yang dalam dan

1
Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 7.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN. No. 5491,

TLN. No. 3, Pasal. 1.


3
Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Cetakan Pertama,: Prenada Media Group, Jakarta, 2018, hlm. 13.
4
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Notaris Indonesia, PT Gramedia Pustaka, Jakarta, 2008, hlm. 194.
5
Tedjosaputro, 1995. Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: BIGRAF Publishing, hlm 20.

Universitas Indonesia
2

mampu untuk mengemban tanggung jawab yang besar.

Pasal 2 UUJN menilai yakni notaris dilakukan pengangkatan serta dilakukan pemberhentian dari menteri. Persyaratan agar bisa dilakukan

6
pengangkatan jadi notaris didalam UUJN yakni:

a. “warga negara Indonesia


b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. berusia minimal 27 (dua puluh tujuh) tahun
d. sehat jasmani serta rohani yang dinilai melalui surat rincian sehat oleh dokter serta psikiater
e. berijazah sarjana hukum serta lulusan jenjang strata dua kenotariatan
f. sudah pelaksanaan magang serta hal nyata bekerja selaku karyawan notaris pada waktu minimal 24 (dua puluh empat) bulan di kantor notaris
atas prakarsa sendiri atau atas saran. Organisasi notaris sesudah lulus strata dua kenotariatan
g. tak memiliki status selaku pegawai negeri, pejabat negara, advokat, serta tidak sedang memangku jabatan lain yang dari undang-undang dilarang
dalam dirangkap melalui jabatan notaris serta
h. tak pernah dijatuhi pidana penjara mengacu putusan pengadilan yang sudah memperoleh kekuatan hukum masih sebab pelaksanaan tindak
pidana yakni diancam melalui pidana penjara 5 (lima) tahun serta lebih”
Menjadi seorang pejabat pejabat umum memang tidaklah mudah, karena berhubungan langsung dengan masyarakat dan tunduk pada

hukum yang ada. Hal ini terjadi pada putusan 1958K/Pdt/2020. Seorang notaris digugat dengan dalil, karena pada tanggal 16 Januari 2017 seorang

dengan insial H datang ke Kantor notaris W. H datang untuk menyerahkan fisik sertipikat Hak Milik No. 1558 Desa M atas nama orang lain yaitu

Nyonya R dan berkas-berkas untuk kepentingan roya lainnya sebagaimana di dalam tanda terima no. IV/01/2017 tertanggal 16 Januari 2017. Pada

tanggal 2 Maret 2017 Penggugat H kembali menyerahkan asli SPPT PBB NOP No. 33.11.060.0003.011.0154.0 atas nama orang lain lagi yaitu Ny. M

kepada Notaris W, dengan maksud setelah roya akan diproses balik nama menjadi atas nama penggugat H. Kemudian setelah sekian lama waktu

berjalan Penggugat H meminta klarifikasi kepada Notaris W terhadap keberadaan fisik sertifikat tanah yang diserahkan Penggugat H. Akan tetapi,

Notaris W secara diam diam dan dengan tidak meminta persetujuan serta tanpa sepengetahuan penggugat selaku orang yang telah menyerahkan

sertifikat kepada Notaris W, menyerahkan sertifkat tersebut kepada orang lain. Sehingga penggugat tidak dapat melakukan proses balik nama sertifikat.

Mengacu latar belakang dimana sudah dipaparkan tersebut diatas, nantinya akan membahas dan mengkaji permasalahan tersebut di atas

dalam bentuk sebuah tesis berjudul “tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak?

2. Bagaimana kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh bukan

pemegang hak?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

a. Tujuan Umum

Untuk pengembangan ilmu hukum khususnya pada bidang kenotariatan yang berkaitan dengan tanggung jawab notaris terhadap

pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.

6
Indonesia, Undang-Undang Tentang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN. No. 5491,

TLN. No. 3, Pasal 3.

Universitas Indonesia
3

b. Tujuan Khusus

1) Menganalisis tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang

hak.

2) Menganalisis kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik nama yang

dimohonkan oleh bukan pemegang hak.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sekaligus dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

hukum di bidang kenotariatan, khususnya pada tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang

dimohonkan oleh bukan pemegang hak.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:

1) Memberi pengetahuan mengenai tindakan balik nama yang dimohonkan oleh pihak yang bukan pemegang hak

2) Memberi pengetahuan mengenai kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak atas tanah yang melakukan balik

nama yang diajukan yang bukan pemegang hak.

3) Menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bagi notaris maupun calon notaris mengenai tanggung jawab moral dan

tanggung jawab hukum.

1.4 Metode Penelitian

a. Bentuk Penelitian

Wujud penelitian ini merupakan wujud penelitian yuridis normatif. Yuridis normatif adalah penelitian dimana dilakukan dan berfokus

pada norma-norma hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan hukum lain dimana digunakan, termasuk bahan pustaka

yang berkaitan dengan tindakan balik nama yang diajukan oleh yang bukan pemegang hak.

b. Tipologi Penelitian

Berdasarkan bentuknya, penelitian ini merupakan penelitian preskriptif. Penelitian preskriptif merupakan penelitian yang memiliki

tujuan untuk memberikan saran penyelesaiannya atau jalan keluar terhadap masalah yang dihadapi. Penelitian preskriptif adalah penelitian yang

7
dilakukan apabila dibutuhkan ataupun diperlukan saran mengenai hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi permasalahan tertentu.

c. Jenis Data

Sumber data dimana dipakai pada penelitian hukum ini adalah data sekunder karena diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Data sekunder

8
adalah data yang diperoleh oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada guna menguatkan data primer yang telah diperoleh. Data sekunder dapat

berupa bahan pustaka, literatur, penelitian, buku-buku dan lain sebagainya.

7
Nurul Qamar dan Farah Syah Rezah, Metode Penelitian Hukum Doktrinal dan Non-Doktrinal, cet.1, (Makassar: Social Politic Genius, 2020), hlm. 141.

8
www.raharja.ac.id. 01 Agustus 2022, diakses pukul 16.00 WIB.

Universitas Indonesia
4

d. Jenis Bahan Hukum

Data sekunder dimana dipakai pada penelitian ini yakni diantaranya:

1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum dimana diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan di dalamnya terdapat

bahan-bahan yang isinya bersifat mengikat. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 terkait

Jabatan Notaris, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 terkait Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 terkait Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, Peraturan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 terkait Tata Cara Pemeriksaan Majelis

Pengawas Terhadap Notaris.

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan yang berisi penjelasan ataupun inti dari pendapat hukum terkait bahan hukum primer

dimana diperoleh dari melalui buku, hasil penelitian, jurnal, serta internet. Bahan hukum sekunder dimana digunakan pada

penelitian ini adalah buku, jurnal, hasil penelitian maupun yang diperoleh dari internet terkait tanggung jawab notaris terhadap

pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.

3) Bahan hukum tersier yakni bahan dimana merupakan pelengkap ataupun penunjang pada bahan-bahan primer serta sekunder

dimana sifatnya memberikan penjelasan atau petunjuk. Bahan hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kamus

Besar Bahasa Indonesia.

e. Alat Pengumpulan Data

Penelitian dengan judul tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak

9
merupakan penelitian yuridis normatif. Alat pengumpulan data dalam penelitian itu terdiri dari studi pustaka dan pengamatan. Pada penelitian ini

alat pengumpulan data dimana dipakai yakni studi kepustakaan. Penelitian ini tidak menggunakan alat pengumpulan data dengan wawancara.

Studi kepustakaan adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku, hasil

penelitian, jurnal, dan internet yang terkait dengan tanggung jawab notaris terhadap sertipikat klien yang melakukan tindakan balik nama yang

diajukan oleh yang bukan pemegang hak.

f. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dipakai yaitu analisis kualitatif, yakni melalui melakukan pengumpulan data lalu disusun dengan sistematis

dan dianalisis sehingga mendapatkan kesimpulan yang menjawab rumusan masalah dari penelitian. Analisis kualitatif yakni analisis data melalui

langkah penguraian data dengan bermutu pada wujud kalimat yang teratur, selaras, logis, tak tumpang tindih, serta efektif, maka meminimalisir

10
interpretasi data serta pengetahuan perolehan analisa. Penelitian kualitatif merupakan suatu proses pengidentifikasian untuk memahami masalah

sosial berdasarkan pada penciptaan gambaran holistic lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci,

11
dan disusun dalam sebuah latar alamiah.

9
Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Universitas Indonesia, 2005), hlm.29.
10
Ishaq, Metode Penelitian Hukum & Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm 69.
11
Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hlm. 77.

Universitas Indonesia
5

g. Bentuk Hasil Penelitian

Bentuk hasil penelitian yang digunakan adalah prespektif-analitis, yaitu melakukan kajian fungsi hukum, aspek rasa adil, keselarasan

12
pengaturan hukum, makna hukum, serta norma hukum.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini berjudul “tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak”.

Sistematika penulisan pada tesis ini tersusun atas tiga bab serta setiap bab terbagi dijadikan sebagian sub bab. Terkait sistematikanya yakni diantaranya:

BAB 1 PENDAHULUAN

Pada Bab ini isinya pembahasan terkait latar belakang masalah, rumusan masalah yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian, metode penelitian,

serta sistematika penulisan.

BAB 2 TINDAKAN NOTARIS YANG LALAI DALAM MENJALANKAN

JABATANNYA

Dalam Bab ini berisikan uraian mengenai notaris selaku pejabat umum mempunyai tugas dan wewenang, tanggung jawab notaris terhadap

pengurusan balik nama sertipikat yang dimohonkan oleh bukan pemegang hak.

BAB 3 ANALISIS TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP

PENGURUSAN BALIK NAMA SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN OLEH BUKAN PEMEGANG HAK

Dalam Bab ini berisikan analisis mengenai tanggung jawab notaris terhadap pengurusan balik nama sertipikat hak milik yang dimohonkan oleh pihak

yang bukan pemegang hak.”

BAB 4 PENUTUP

Dalam Bab ini berisikan simpulan dan saran yang ditarik dari pembahasan dalam bab-bab sebelumnya, kemudian disimpulkan oleh penulis dan diberi

saran yang diperlukan dari permasalahan yang diangkat.

12
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm 43.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINDAKAN NOTARIS YANG LALAI DALAM MENJALANKAN
JABATANNYA

2.1 Notaris sebagai Pejabat Umum

Adat kebiasaan lahir dari kumpulan beberapa orang yang menjadi masyarakat, seperti peristiwa-peristiwa yang penting dibuktikan dengan

13
persaksian dari beberapa orang saksi. Contoh hal kecilnya adalah hidup bertetangga . Tetapi dengan saksi hidup seperti itu sangat banyak

kelemahannya karena bisa terjadi suatu peristiwa yang harus dibuktikan kebenarannya. Misalkan terjadi peristiwa sengketa maka harus dibuktikan

kebenarannya, tetapi dengan kurangnya bukti hanya saksi-saksi saja maka saksi akan memihak kepada kepentingan masing-masing. Maka hal itu

disadari masyarakat yang berkepentingan dan sudah mulai mencari suatu alat bukti dari suatu peristiwa yaitu dengan mencatat dalam suatu surat.

Dengan kejadian yang ada dan dengan berkembangnya pendidikan di Indonesia maka munculnya notaris di dalam kehidupan bermasyarkat

kita. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait perubahan pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 terkait Jabatan Notaris pada Pasal 1

angka 1 menjelaskan yakni notaris yakni pejabat umum dimana memiliki kewenangan dalam menyusun akta autentik serta kewenangan lainnya yakni

14
pada undang-undang ini . Kedudukan seorang notaris sebagai seorang pejabat umum dimana dari Negara melalui undang-undang merupakan suatu

jabatan yang terhormat.

Notaris diangkat oleh menteri untuk menjadi seorang pejabat umum, sehingga individu notaris bisa pelaksanaan tugasnya dengan tak dapat

intervensi dari badan eksekutif serta badan yang lain. Sehingga notaris dapat bertindak netral dan independen. Notaris merupakan satu-satunya pejabat

umum dimana mempunyai kewenangan serta dalam menyusun akta autentik terkait seluruh tindakan, perjanjian serta ketetapan dimana diajukan dari

para pihak bagi dimasukkan didalam akta autentik.

Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata berisikan bahwa: “sebuah akta otentik yakni sebuah akta yang disusun pada wujud dimana telah

ditetapkan dari undang-undang, disusun dari di depan pegawai-pegawai umum dimana memiliki kuasa dalam penempatan yakni akta disusunnya.”

Maka bisa kita lihat bahwa notaris menyusun alat bukti tertulis dimana memiliki rasa kuat pembuktian itu termasuk tugas utamanya sebagai pejabat

umum. Walaupun notaris termasuk pejabat umum tetapi notaris tak digaji oleh pemerintah dan tidak tunduk kepada peraturan ataupun Undang-undang

mengenai kepegawaian dalam hal ini seperti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 terkait Pokok-pokok Kepegawaian. Notaris

menjunjung tinggi martabatnya dan dapat melakukan peneriimaan uang jasa serta layanan dimana telah diberikan oleh notaris sesuai dengan aturan

undang-undang.

2.1.1 Hak dan Kewajiban Notaris

Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 16 ayat (1) berisi mengenai keperluan yang harus Notaris laksanakan pada penerapan

tugasnya. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Notaris yang melanggar ketentuan dalam Pasal ini adalah berupa “peringatan atau teguran tertulis,

15
pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau, pemberhentian dengan tidak hormat.” Kewajiban Notaris di dalam Pasal 16 ayat (1)

13
Ardinarto. Mengenal Adat Istiadat Hukum Adat di Indonesia, Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS dan UNS Press. 2008, hlm 22.
14
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Pasal 1 angka 1.
15
Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. UU No. 02 Tahun 2014, LN. No

5491 Tahun 2014, TLN. No. 3.Ps. 16 ayat (11).

Universitas Indonesia
7

dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan fungsinya. Kewajiban Notaris mengenai moralitas atas implementasi isi Sumpah Jabatan terdapat pada

Pasal 16 ayat (1) huruf a serta huruf f sedangkan Pasal 16 ayat (1) huruf b sampai dengan n menerangkan mengenai tugas Notaris

Pasal 16 ayat (1) huruf a merupakan kewajiban pertama, yaitu mengenai penting bagi Notaris untuk bertindak amanah, jujur, saksama,

mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam pembuatan hukum. Poin ini memastikan agar tindakan Notaris dalam

melaksanakan jabatannya memenuhi sifat yang disebut di atas demi kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan. Notaris adalah pihak yang

dipercayakan oleh masyarakat yang memberikan keterangan dan rahasia untuk dituangkan dalam akta sehingga untuk menjaga kepentingan penghadap,

poin ini merupakan poin terpenting dalam kewajiban Notaris.

Pasal 16 ayat (1) huruf f mewajibkan Notaris untuk merahasiakan isi akta beserta keterangan yang diberikan untuk pembuatan akta oleh

Notaris. Pada poin ini diterangkan bahwa akibat Notaris adalah sebuah profesi yang memiliki hubungan dengan kliennya dalam pembuatan akta

autentik, maka timbul yang dinamakan Rahasia Jabatan.

2.1.2 Kewenangan, Tugas dan Fungsi Notaris

Notaris ialah pejabat umum dimana memiliki kewenangan menyusun akta, sehingga akta dimana disusun oleh atau di depan notaris yakni

16
akta autentik. Akta dimana disusun dari notaris bisa dijadikan alas hukum semua harta benda, hak serta kewajiban individu. Mengacu Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), notaris memiliki makna dimana memperoleh kuasa oleh pemerintah mengacu penunjukan (pada hal ini yakni Kementerian

17
Hukum serta Hak Asasi Manusia) dalam memberi pengesahan serta pertontonan beragam surat perjanjian, surat wasiat, akta, serta hal lainnya.

Notaris ialah selaku pejabat umum dimana diberikan tugas dari peraturan perundang-undangan dalam memberi pelayanan keperluan

masyarakat nantinya alat bukti autentik dimana ketetapan penyusunan akta otentik telah ditentukan melalui undang-undang, sehingga akta itu bisa

memberi rasa pasti hubungan hukum, maka sepanjang alat bukti autentik masih dibutuhkan dari sistem hukum negara, sehingga jabatan notaris biasanya

tetap dibutuhkan pada hubungan antara manusia dalam masyarakat serta dalam hal wewenang notaris selaku pejabat umum dimana menyusun akta

otentik krusial diatur melalui peraturan perundang-undangan serta diketahui dari masyarakat. Selaku terdapat pejabat umum yakni terdapat kepercayaan

oleh negara, notaris memiliki kedudukan serta peran yang krusial pada perwujudan kehidupan bangsa secara bermartabat serta berdaulat dimana

18
memiliki ranah kepastian hukum.

Mengacu pada Pasal 1313 KUHPerdata mengkaji yakni sebuah perjanjian yakni sebuah melalui satu orang maupun lebih melakukan

pengikatan dirinya pada satu orang lain maupun lebih. Melalui sebuah perjanjian itu, nantinya terbentuk sebuah perikatan. Pada wujudnya, perjanjian

tersebut berwujud sebuah susunan perkataan yang memiliki janji-janji maupun rasa sanggup yang dilafalkan maupun ditulis. Munculnya perikatan

berdasarkan perjanjian penitipan mengakibatkan hak serta kewajiban oleh semua pihak, adapun notaris selaku penerima titipan serta pemilik akta

19
dengan status selaku pemberi titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini yakni tipe perjanjian riil. Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian secara

20
baru ada saat dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat penyerahan benda dimana dilakukan penitipan. Unsur pada Perjanjian

16
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga kenotariatan Indonesia : perspektif hukum dan etika, Yogyakarta : UII Press, 2009 hlm. 25
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) hlm. 618.
18
Sri Utami, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Repertorium, Edisi 3 Januari-Juni 2015 hlm. 89.
19
Dwi Suryahartati, ‘Perjanjian Penitipan Barang dalam Pengelolaan Parkir Bagi Perlindungan Konsumen Di Indonesia’ (2019) 2 Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum

Kenotariatan. hlm 260.


20
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (4 edn, Prenada Media 2019). hlm 45.

Universitas Indonesia
8

Penitipan Pasal 1694 KUHPerdata yakni penyerahan benda serta ketentuan dalam melakukan penyimpanan serta melakukan pengembalian melalui

kondisi sejenis.

Hal itu dikuatkan terhadap perspektif Sudikno Mertokusumo yakni akta termasuk asli akta dimana memuat tanda tangan yakni ada pada

kegiatan dimana dijadikan acuan dalam sebuah hak maupun kesepakatan dimana ada ketika awalnya secara sengaja dalam membuktikan. Maka apabila

dihubungkan terhadap kasus, sehingga Notaris selaku yang menerima titipan memiliki hak dalam tak melakukan pemberian sertipikat yang termasuk

barang titipan pada orang yang tak selaras identitasnya pada tanda terima notaris itu. Hal itu pun dikuatkan mengacu pada isi Pasal 1719 KUHPerdata.

Terkait perbuatan melanggar hukum dikaji pada Pasal 1365 KUHPerdata, di mana aspeknya diantaranya:

1. Perbuatan Perbuatan yakni dilaksanakan dari notaris yakni penahanan sertipikat.

2. Perbuatan itu adanya pelanggaran hukum; undang-undang, hak orang lain, kewajiban pelaku, aspek kesusilaan serta kepatutan.

Perbuatan itu melakukan pelanggaran hak oleh pemilik sertipikat dalam pemintaan lagi hal yang dimilikinya.

3. Kekeliruan notaris sengaja tak melakukan pengembalian sertifikat itu.

4. Kerugian yakni ada yakni terdapat harga pengacara serta harga transportasi.

5. Kausalitas kerugian dimana ada pada pemilik sertifikat sebab dari tindakan notaris melakukan penahanan akta.

Makna memiliki wewenang yaitu termasuk memiliki wewenang pada pihaknya, yakni dalam kebutuhan siapa akta disusun serta diinginkan.

Berwenang pada sebuah akta, yakni dalam memiliki wewenang menyusun suatu akta otentik terkait seluruh tindakan, perjanjian serta ketentuan dimana

diperlukan oleh undang-undang serta yang diinginkan oleh orang berkaitan. Wewenang pada waktu serta tempat pembuatan akta autentik, yaitu sesuai

21
tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris dan notaris menjamin kepastian waktu para penghadap yang tercantum dalam akta.

22
Wewenang notaris ini telah ditetapkan melalui pengaturan pada UUJN. Sehingga, bisa ditentukan makna pada Pasal 15 dintaranya:

1) “Notaris wajib memegang akta-akta akta-akta atas semua akta, perjanjian, dan surat-surat yang disyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan dan/atau dikutip oleh para pihak dalam suatu akta akta untuk memastikan ketepatan tanggal berlakunya akta, pengarsipan
penanganan, dan penanganan bahan mentah, salinan, dan penawaran, seluruhnya itu selama penyusunan akta itu tak diberi penugaan atau
dikecualikan pada pejabat lain atau orang lain yang ditentukan dari undang-undang.
2) Selain kewenangan yakni dalam ayat (1), notaris memiliki wewenang yakni:
a. Melakukan pengesahan tanda tangan serta menentukan kepastian tanggal surat yakni melalui pendaftaran pada buku khusus.
b. Melakukan pembukuan surat-surat di bawah tangan melalui pendaftaran di buku khusus.
c. Menyusun fotokopi dari asli surat-surat di bawah tangan berwujud salinan yang termuat kajian yang mana ditulis serta digambarkan
pada surat yang terkait.
d. Menjalankan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya.
e. Melakukan pemberian penyuluhan hukum terkait penyusunan akta.
f. Menyusun akta yang berhubungan pada pertanahan atau
g. Menyusun akta risalah lelang.
3) Adapun kewenangan yakni dalam ayat (1) serta ayat (2), notaris memiliki kewenangan lain dimana dikaji pada peraturan perundang-
undangan.”

21
Habieb Adjie, Meneropong Khasanah Notaris dan PPAT Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2009) hlm. 14
22
Indonesia, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris, Undang-Undang No. 30 Tahun 2004, LN No. 117 Tahun 2004, TLN No. 4432 sebagaimana diubah dengan

Indonesia, Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, UU No. 2 Tahun 2014, LN No. 3 Tahun 2014, TLN No. 5491,

(selanjutnya disebut UUJN), Ps. 15 ayat (1).

Universitas Indonesia
9

“Mengacu opini melalui Sjaifurachman pada buku terkait wewenang notaris dalam membuat akta autentik. Bahwa kewenangan notaris

membuat akta autentik itu hanya apabila hal itu diminta atau dikehendaki oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan serta hal lainnya, akta itu yakni

bukti terkait tindakan hukum pihak-pihak, tak termasuk Notaris yang membuat keputusan hukum yang bersangkutan. Kemampuan notaris untuk

membuat akta dinas diakui, dan sebagian besar dari kemampuan itu ada pada pihak atau para pihak yang melaksanakan akta dengan haknya tanpa

memerlukan akta dinas dari pihak lain. Tidak mungkin seorang notaris dapat membuktikan bahwa mereka membuat atau mengganti nama suatu akta-

akta atas kemauannya sendiri, yang berarti mereka tidak berwenang dan tidak berwenang untuk melakukan transaksi yang mengikat secara hukum.

Notaris tidak diharuskan untuk menegakkan keputusan yang dibuat dalam sistem peradilan pidana; sebaliknya, otoritas mereka terbatas pada keputusan

23
yang dibuat dalam sistem peradilan perdata.”

Secara umumnya wewenang notaris selaku pejabat umum yakni melakukan perekaman dengan tertulis serta autentik keterkaitan hukum

24
diantara para pihak, yakni dengan mufakat melalui permintaan bantuan jasa-jasa notaris. Kemudian, tugas serta wewenang notaris pada penyusunan

akta autentik cukup berhubungan pada ketetapan dimana diatur KUHPerdata yang bisa dilihat diantaranya:

1) “Pasal 1867, pembuktian melalui tulisan dijalankan melalui tulisan-tulisan otentik ataupun melalui tulisan melalui tangan.

2) Pasal 1868, sebuah akta autentik yakni sebuah akta di wujud yang ditetapkan dari undang-undang, disusun oleh atau di depan pegawai-

pegawai umum yakni memiliki kuasa serta itu dalam tempat yang mana akta disusunnya.

3) Pasal 1870, sebuah akta autentik pemberian diantara para pihak maupun ahli waris-ahli warisnya serta orang-orang yang memperoleh hak

dari mereka, sebuah bukti yang menyeluruh terkait hal yang termuat padanya”.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam pasal-pasal hukum perdata terdahulu, maka peranan notaris yang merupakan

jabatan resmi menurut undang-undang dapat bertindak untuk memperlancar proses hukum yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan akan sangat

berperan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hubungan hukum karena memerlukan penilaian yang sempurna. Dokumen yang dirancang

dengan baik dapat menjamin kepastian hukum antara para pihak dalam fungsi persekutuan hukum sebagaimana dimaksud.

25
Wewenang notaris termasuk 4 (empat) hal, yakni:

1) Notaris perlu memiliki wewenang selama yang menyangkut akta yang perlu disusun.

2) Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait orang bagi kebutuhan siapa akta disusun.

3) Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait tempat, di mana akta disusun.

4) Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait waktu penyusunan akta.

Wewenang itu bisa dikaji diantaranya:

a) Dalam kewenangan yang pertama ini terdapat larangan bagi notaris untuk bertindak di hadapan surat kuasa ini. Jika dia melakukan

pelanggaran, dia dapat dimintai pertanggungjawaban secara perdata. Panggilan pengadilan dapat dibawa ke perhatian otoritas yang

tepat jika ada masalah bagi mereka yang mengancam kerugian materi atau intelektual. Misalnya, notaris berwenang untuk membuat

surat dalam bentuk pendapat hukum sebelum para pihak mulai, meskipun notaris memiliki wewenang untuk memberikan nasihat

23
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban…, hlm. 66.
24
Ibid.., hlm. 66.
25
G.H.S., Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, cet ke 4, jakarta: Elrangga, 1996, hlm. 49.

Universitas Indonesia
10

hukum tetapi tidak dalam bentuk konsep surat.

b) Adanya pembatasan bagi notaris dalam melakukan pengurusan, dengan mengacu pada Pasal 52 UUJN yang menyatakan bahwa

notaris tidak diperkenankan melakukan pengurusan untuk diri sendiri, pasangan atau laki-lakinya, atau orang lain yang bertempat

tinggal dalam satu rumah tangga dengan notaris karena hubungan darah atau hubungan darah. dasi. Dalam garis lurus turun dan/atau

naik tanpa batasan derajat, Kesamping sampai derajat ketiga, Sebagian untuk dirinya sendiri, Dalam pelayanan, dan sebagian untuk

dirinya sendiri, dan sebagian untuk dirinya sendiri. Notaris tidak bertindak sebagai penunggu dan tidak mengambil bagian setelah

selesainya kewajiban yang dibebankan kepadanya, baik ikut maupun tidak. Oleh karena itu notaris tidak termasuk sebagai pihak

dalam setiap perbuatan yang diprakarsai oleh atau atas namanya ketika ia menjalankan wewenangnya untuk bertindak sebagai wakil

26
resmi dari semua orang atas pemenuhan tugasnya dan menimbulkan kewajiban tersebut di depan notaris . Harus ada pemahaman

yang jelas antara individu dan pihak yang menjadi sasaran tindakan tersebut, misalnya kesediaan untuk menjual kepada orang yang

paling membutuhkan. Dengan mengetahui adanya keadaan tersebut, Notaris harus dapat melihat dan mulai memotret identitasnya

serta mengawasi harta peninggalan (asli surat). Seorang notaris seringkali membutuhkan kartu identitas pribadi (KTP) dan akta

kepemilikan untuk bertindak sebagai saksi di affidavit, antara lain. Ada kemungkinan orang yang namanya tertera di KTP dan yang

namanya di akta bukan orang yang sama, atau yang namanya di akta bukan orang yang tercantum di KTP. Ini karena ada banyak

nama yang dapat digunakan, dan sertifikat hanya menyebutkan nama orang yang disebutkan dalam sertifikat tanpa mengidentifikasi

identitas lain. Berhubungan pada identitas diri penghadap serta bukti kepemilikannya yang dibawa serta aslinya diperlihatkan palsu,

sehingga hal ini bukan tanggung jawab notaris, tanggung jawabnya diberi pada para pihak yang menghadap. Tetapi jika ternyata

notaris memahami yakni dalam identitas itu palsu maupun penghadapnya bukan pemilik sertifikat itu serta tetap menyusun aktanya

sehingga pemilik asli dari sertifikat itu, bisa dilaporkannya selaku perbuatan melawan hukum.

c) Selama kejadian ketiga ini. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18.1 UUJN, notaris harus hadir secara fisik di gedung pemerintah

atau gedung pengadilan. Setiap notaris memiliki tempat tinggal dan kantor bisnis di kabupaten atau daerah tergantung pada

preferensi mereka. Notaris mempunyai yurisdiksi atas seluruh provinsi tempat ia berdomisili (pasal 18.2 UUJN). Tujuan dari artikel

ini adalah untuk menunjukkan bahwa notaris tidak hanya harus berada di meja mereka ketika mereka meninggalkan pekerjaan

mereka karena mereka memiliki yurisdiksi resmi atas seluruh pemerintah federal. Misalnya, notaris yang berkedudukan di kota

seperti B dapat membuat akta di kabupaten atau kota lain dalam provinsi seperti L..

d) Untuk kewenangan semacam ini, notaris perlu bekerja dengan penuh pemenuhan kewajibannya, yaitu tanpa izin atau dengan izin

terlambat. Notaris yang tidak mau, tidak mampu, atau ceroboh untuk melaksanakan kewajibannya sehingga tidak diwajibkan

menurut hukum dapat meminta Notaris untuk bertindak sebagai kuasanya (pasal 13 UUJN). Notaris yang tidak dapat dipercaya

diberhentikan dengan pengertian bahwa mereka tidak akan menghalangi kemampuannya untuk menjalankan tugasnya. Ia dapat

memberikan persetujuan penuhnya kepada wakil notaris, seperti notaris yang berwenang bertindak, atau kepada wakil yang enggan

atau terlambat, tergantung pada protokol mana yang akan diterapkan kepada notaris yang diwakilinya setelah pemberian kuasa.

26
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia,… hlm. 87

Universitas Indonesia
11

Selanjutnya, setelah selesainya tindakan, titik waktu yang ditunjukkan dalam tindakan harus sesuai dengan titik waktu yang

diperlukan untuk menyelesaikan tindakan tersebut; tanggal tidak bisa diubah mundur atau maju. Oleh karena itu, seorang notaris

terlebih dahulu harus menyiapkan akta-akta akta-akta sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkannya, agar akta tersebut

memiliki kekuatan hukum yang lengkap. Hal ini karena notaris adalah pejabat hukum yang akan bertindak sebagai pejabat resmi.

Keberadaan surat kuasa ini dan pelaksanaan surat kuasa ini diatur dengan undang-undang, dimana notaris tidak boleh menyimpang

dari peraturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Jika notaris menyimpang dari praktik terbaik terkait,

penanganannya mungkin tidak lagi akurat dan berubah menjadi ceroboh. Adanya hal yang menimbulkan notaris yang berkaitan

diterapkan sanksi, jika ada pihak yang menggugat serta melaporkannya.

Jabatan notaris adalah jabatan yang sangat terhormat, tidak hanya diatur dalam UUJN, namun sebagian tugas negara di bidang keperdataan

diberi pada notaris serta notaris cukup tak besar peranannya bagi bangsa serta negara, terlebih pada pemberian kepastian hukum, yakni pada perjanjian,

kontrak, serta kenaikan lainya, dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik

mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum para penghadap.

Terdapat sebagian asas yang perlu dikaji acuan pada penerapan wewenang jabatan notaris, yakni selaku asas-asas pelaksanaan tugas jabatan

27
notaris secara baik, melalui substansi serta makna dalam keperluan notaris. Asas itu yakni diantaranya:

a. Asas persamaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga notaris menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin

diperkuat. Ketika mereka memberikan dukungan untuk semua orang, mereka tidak boleh mendiskriminasi satu sama lain berdasarkan

faktor sosial ekonomi atau alasan lain. Mungkin ada alasan yang sah untuk khawatir jika notaris tidak dapat menyediakan beberapa alat

untuk mosi tersebut.

b. Asas kepercayaan.

Suatu jenis notaris yang dikenal dengan istilah “fiduciary duty”, yang berarti bahwa seorang notaris berkewajiban untuk mengungkapkan

segala sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan yang telah dilakukannya dan segala keterangan yang diperolehnya untuk tujuan

memajukan perbuatan tersebut menurut undang-undang atau waktu resmi, bahkan jika hukum membutuhkan sesuatu yang berbeda. (Pasal

16 ayat (1) huruf f UUJN) (Pasal 4 ayat (2) UUJN).

c. Asas kepastian hukum.

Ketika notaris membuat perjanjiannya, dia harus menyesuaikan diri dengan undang-undang agar semua hal dapat dipertanggungjawabkan

dan kemudian dimasukkan ke dalam dokumen. Tindakan yang dijunjung tinggi notaris harus sesuai dengan hukum. Akta notaris dapat

digunakan sebagai bukti bagi para pihak jika terjadi perselisihan yang sah.

d. Asas kecermatan.

Analisis terperinci atas bukti-bukti yang diajukan kepada notaris untuk diaktakan dan analisis klarifikasi atau klarifikasi yang diberikan oleh

para pihak akan dilakukan sebagai dasar penanganan perkara. Agar akurat, notaris harus benar mengidentifikasi pelanggar berdasarkan

27
Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, (Bandung: PT. Refika Aditama), 2013, hlm. 82-87.

Universitas Indonesia
12

identitas pelanggar. Tahan pertanyaan, fokus, dan junjung tinggi önskeml lawan yang sama, tolak tindakan apa pun yang akan melanggar

önskeml atau önskeml lawan, beri nasihat kepada mereka yang sedang bergerak, gunakan teknik selama pekerjaan dasar, dan berikan

sepenuhnya hak lainnya hingga dan termasuk pemberian penuh atas haknya sebagai notaris.

e. Asas pemberian alasan;

Tiap akta yang disusun di depan atau oleh notaris perlu selaras dengan alasan serta fakta yang mendorong.

f. Larangan penyalahgunaan wewenang;

Ketentuan mengenai kewajiban notaris tercantum dalam UUJN Pasal 15. Apabila notaris melakukan perbuatan di luar wewenangnya, maka

perbuatan tersebut dapat diartikan sebagai praktek yang tidak adil..

g. Larangan bertindak sewenang-wenang;

Semua tindakan yang disajikan kepada notaris harus ditinjau secara menyeluruh. Dalam hal ini notaris mempunyai tugas untuk menentukan

apakah suatu akta dapat ditetapkan dalam bentuk surat atau tidak, dan apa yang ditentukan itu harus berdasarkan landasan hukum yang

harus dijelaskan kepada pemohon.

h. Asas proporsionalitas;

Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN, untuk memprioritaskan masa depan, Notaris harus menjaga keseimbangan antara hak dan

kewajiban para pihak yang terlibat dalam proses hukum dan ketika kewajiban mereka telah dipenuhi sepenuhnya.

i. Asas profesionalitas

Ketika kewajiban mereka dipenuhi, mereka mengutamakan nasihat ahli (ilmiah) berdasarkan UUJN dan KEK, yang tampak dalam

pelayanan kepada masyarakat dan dalam urusan-urusan yang dilakukan di hadapan atau melalui notaris.”

Di Indonesia, negara yang menganut sistem peradilan perdata, notaris memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan bahwa setiap

orang diperlakukan secara adil dalam hal pembuatan dokumen otentik yang berfungsi sebagai penilaian atau persyaratan hukum/mutlak untuk masalah

hukum tertentu. Asas notaris yang dirujuk oleh notaris adalah pejabat yang diakui secara hukum, terakreditasi yang menjunjung tinggi kewajiban

mereka sendiri dan kewajiban yang diamanatkan serta kebijakan internal dokumen dan kewajiban yang diamanatkan.

Tanpa bantuan penalaran filosofis, sosiologis, dan hukum, peran pencatat tidak terbatas pada pencatatan tindakan otentik. Sebaliknya,

dengan bantuan penalaran-penalaran ini, seorang pencatat dapat mengungkap potensi implikasi negatif serta penyebab yang mendasarinya, melindungi

pihak-pihak dengan konteks sosio ekonomi dan hukum yang luas, dan pada akhirnya melindungi pandangan pihak ketiga. Notaris memastikan

kompetensi dan kemauan peserta untuk menggugat tindakan yang telah ditetapkan.

2.1.3 Larangan Notaris

Suatu jabatan harus mengatur mengenai larangan ataupun batasan yang harus ditaati para pemegang kekuasaan/jabatan agar tidak

melakukan perbuatan melanggar hukum yang telah diatur didalam undang-undang. Notaris yang merupakan pejabat umum juga mempunyai larangan

28
untuk notaris yang dikaji pada kode etik notaris Pasal 4:

Notaris serta orang lain (hingga yang berkaitan menerapkan jabatan notaris) dilarang:

28
Pasal 4 Kode Etik Notaris.

Universitas Indonesia
13

1. “Memiliki lebih dari 1 (satu) kantor, yakni kantor cabang hingga kantor perwakilan;
2. Melakukan pemasangan papan nama dan/atau tulisan yang bunyinya “Notaris/Kantor Notaris” dalam luar lingkungan kantor;
3. Menjalankan publikasi atau promosi diri, yakni sendiri maupun dengan kolektif melalui pemakaian nama serta jabatannya, memakai
sarana media cetak dan/atau elektronik, pada wujud
a. Iklan;
b. Ucapan selamat;
c. Ucapan belasungkawa;
d. Ucapan terima kasih;
e. Kegiatan pemasaran;
f. Kegiatan sponsor, baik dalam bidang sosial, keagamaan, maupun olahraga.
4. Melakukan kerjasama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada maknanya berlaku selaku perantara dalam mencari serta
memperoleh klien;
5. Melakukan penandatanganan akta yang rangkaian pembuatannya sudah dipersiapkan dari pihak lain;
6. Melakukan pengiriman minuta kepada klien bagi ditandatangani;
7. Melakukan upaya serta melalui jalan apapun, supaya individu berpindah dari notaris lain pada dia, yakni usaha itu ditujukan langsung
kepada klien yang berkaitan serta melalui perantaraan orang lain;
8. Melaksanakan pemaksaan pada klien melalui langkah penahanan berkas dimana sudah diberikan penyerahan serta menjalankan tekanan
psikologis melalui tujuan supaya klien itu tetap menyusun akta padanya;
9. Menjalankan upaya yakni langsung serta tidak langsung yang mengarah pada munculnya persaingan yang tak sehat melalui sejenis
kerabat Notaris
10. Melakukan penetapan honorarium yang perlu dilakukan pembayaran dari klien pada total yang lebih rendah melalui honorarium yang
ditentukan perkumpulan;
11. Mempekerjakan secara sengaja orang yang masih memiliki status pegawai kantor notrais lain tanap persetujuan terlebih dahulu dari
Notaris yang bersangkutan, yakni menerima pekerjaan dari karyawan kantor notaris lain;
12. Mencaci dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang disusun olehnya. Pada hal seorang Notaris menghadapi dan/atau
menemukan sebuah akta yang disusun dari rekan sejawar yang ternyata adanya kekeliruan yang serius dan/atau membahayakan klien,
sehingga notaris itu perlu melakukan pemberitahuan kepada rekan sejawat yang terkait mengacu kesalahan yang dilakukan melalui cara
yang tak bersifat menggurui, melainkan dalam melakukan pencegahan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap klien yang
bersangkutan serta rekan sejawat itu;
13. Tak menjalankan hal yang wajib serta pelanggaran pada larangan yakni termuat pada kode etik melalui pemakaian media elektronik,
tetapi tidak terbatas pada pemakaian internet serta media sosial;
14. Melakukan pembentukan kelompok sesama rekan sejawat yang sifatnya ekslusif melalui fungsi dalam memberi pelayanan kepentingan
sebuah instansi atau lembaga, hingga menutup kemungkinan bagi notaris lain dalam berpartisipasi;
15. Menggunkana serta menampilkan gelar yang tidak sesuai pada peraturan perundang-undangan yang ada;
16. Menyusun akta melebihi batas kewajaran yang batasan jumlahnya ditetapkan dari Dewan Kehormatan;
17. Ikut dalam pelelangan dalam memperoleh pekerjaan/pembuataan akta.”
Terkait adanya kode etik notaris, larangan pada notaris pun dikaji pada Pasal 17 UUJN yakni:

(1) “Notaris dilarang:


1. melaksanakan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. merangkap selaku pegawai negeri;
4. merangkap jabatan selaku pejabat negara;
5. merangkap jabatan selaku advokat;
6. merangkap jabatan selaku pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
7. merangkap jabatan selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II dalam luar tempat kedudukan Notaris;
8. menjadi Notaris Pengganti; atau
9. melaksanakan pekerjaan lain yang tidak sesuai pada norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang bisa memberikan pengaruh dan
kehormatan serta martabat jabatan Notaris.

Universitas Indonesia
14

(2) Notaris yang melakukan pelanggaran ketetapan yakni ada dalam ayat (1) bisa
diterapkan sanksi berbentuk:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian secara hormat; atau
d. pemberhentian secara tidak hormat.”

2.2 Tugas, Kewenangan, dan Kewajiban PPAT

Kemerdekaan Indonesia mendorong dibentuknya Hukum Agraria Nasional. Adapun Hukum Agraria nasional yang dibentuk sebagai

amanat dari Pasal 33 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian dikenal UUD 1945) adalah Undang-Undang Nomor 5

29
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA). Pasal 5 UUPA menentukan yakni:

“Hukum agraria dimana berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa yakni hukum adat, sepanjang tidak berlawanan pada kepentingan
nasional serta Negara, yang mengacu pada persatuan bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang
tercantum pada Undang-undang ini serta peraturan perundangan lainnya, semua hal pada mengindahkan unsur-unsur yang mengacu
30
dalam hukum agama.”
31
Mengacu ketentuan itu diketahui hukum yang diberlakukan pada bidang pertanahan ialah hukum adat yang disempurnakan. Jual beli

32
tanah yang termasuk dalam hukum agraria menganut hukum adat yang memiliki sifat terang dan tunai. Tunai mempunyai pengertian pembayaran

harga dan penyerahan haknya dilakukan secara sekaligus. Terang berarti para pihak melakukan transaksi jual beli di depan pejabat dimana memiliki

33
kewenangan pada hal ini PPAT. PPJB termasuk perjanjian diantara pihak penjual maupun pihak pembeli sebelum dilaksanakan jual beli sebab

terdapat kausa-kausa dimana perlu dilengkapi dalam jual beli itu diantaranya yakni sertipikat hak atas tanah tak didaftarkan mengacu nama penjual serta

ettap pada rangkaian balik nama, serta tak terdapat dilunasinya biaya objek jual beli maupun sertifikat yang diroya.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 terkait Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 terkait

Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (kemudian dikenal PP No. 24 Tahun 2016) menentukan “Pejabat Pembuat Akta Tanah, kemudian

dikenal PPAT, yakni pejabat umum dimana dilakuakn pemebrian wewenang dalam menyusun akta-akta autentik terkait perbuatan hukum tertentu yakni

34
hak atas tanah serta Hak milik atas Satuan Rumah Susun.” Pengertian tersebut sejalan dengan Sihombing yang mengatakan PPAT adalah pejabat

umum yang memiliki wewenang membuat akta autentik berisi perbuatan hukum yang spesifik berkenaan dengan hak atas tanah serta hak milik pada

35
satuan rumah susun. Salim berpendapat yakni PPAT sebagai pejabat umum merupakan orang yang mendapat pengangkatan dari pemerintah dan

36
memiliki tugas serta kewenangan memberikan pelayanan umum bagi masyarakat.

29
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, cet.5. (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 31-32.
30
Indonesia, Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU No.5 Tahun 1960, LN Nomor 104, TLN No. 2043. Ps.5.
31
Urip Santoso, Perolehan Hak Atas Tanah, cet.1, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hlm. 12.
32
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, cet.6, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019), hlm. 360.
33
Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudat Pandang Praktisi Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1989), hlm. 16.
34
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 24 Tahun 2016, LN Nomor 120, TLN No. 5893,

Ps.1.
35
B.F. Sihombing, Sistem Hukum PPAT dalam Hukum Tanah Indonesia, cet.1, (Jakarta: Kencana, 2018), hlm. 17.
36
Salim HS, Peraturan Jabatan dan Kode Etik Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), cet.1, (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019), hlm. 4.

Universitas Indonesia
15

“PPAT memiliki fungsi acuan yakni menjalankan beberapa aktivitas pendaftaran tanah melalui menyusun akta selaku bukti sudah

dijalankan perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dimana nantinya menjadi acuan dalam

37
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang disebabkan dari perbuatan hukum yang ada.”

Perbuatan hukum tertentu terhadap tanah yakni dituangkan dalam akta PPAT dikaji pada Pasal 2 ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998 yang

menentukan bahwa:

“Perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah yang dituangkan pada akta PPAT, yakni:

a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan.”
Wewenang PPAT dalam menjalankan jabatannya diatur dalam Pasal 3 serta Pasal 4 PP No. 37 Tahun 1998. Yakni “PPAT mempunyai

kewenangan untuk menyusun akta autentik terkait seluruh tindakan hukum yakni hak atas tanah serta Hak Milik pada Satuan Rumah Susun dimana ada

38
pada wilayah kerjanya.” Wewenang PPAT dalam kegiatan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 37 sampai dengan Pasal 39 Peraturan Pemerintah

Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Berkaitan dengan hal yang diatur pada pasal tersebut adalah peralihan hak atas tanah kecuali melalui

lelang dilakukan dengan akta yang dibuat PPAT (Pasal 37), adanya kehadiran para penghadap dan saksi-saksi ketika pembuatan akta PPAT dilakukan

39
(Pasal 38), dan keadaan di mana PPAT menolak membuat akta (Pasal 39).

“Seorang PPAT berwenang melakukan penolakan membuat akta yang diatur dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa:
PPAT melakukan penolakan dalam menyusun akta, jika:
1. Terkait bidang tanah yang telah dilakukan pendaftaran serta hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tak disampaikan sertipikat asli
serta sertipikat yang diserahkan tak selaras pada daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; atau
2. Seorang atau para pihak yang nantinya menjalankan perbuatan hukum yang berkaitan atau salah satu saksi tak memiliki hak serta tak
memenuhi persyaratan dalam melakukan tindakan itu; atau
3. Tidak dipenuhinya persyaratan lain atau dilanggarnya suatu larangan dimana ditetapkan pada peraturan perundang-undangan yang
40
terkait.”
Salim berpendapat bahwa kewenangan yang dimiliki oleh PPAT adalah kekuasaan yang bersumber dari undang-undang agar PPAT dapat

membuat akta peralihan hak, akta pembebanan hak atas tanah yaitu dengan hak tanggungan, dan akta pemberian kuasa membebankan hak

41
tanggungan. Selain mempunyai kewenangan, seorang PPAT juga mempunyai kewajiban dalam melaksanakan jabatannya yakni dikaji pada Pasal 19

hingga Pasal 29 PP No. 24 Tahun 2016. Kewajiban seorang PPAT juga diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 54 Perkaban No. 1 Tahun 2006 ditentukan

bahwa:

37
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, LN Nomor 52, TLN No. 3746, Ps. 2.
38
Salim, Peraturan…, hlm. 88.
39
Ibid, hlm. 7.
40
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP No. 24 Tahun 1997, LN Nomor 59, Ps. 39. Kewenangan lain PPAT untuk melakukan penolakan

dapat dilihat dalam Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997.


41
Salim, Peraturan…, hlm. 85.

Universitas Indonesia
16

“Kewajiban dari PPAT adalah:


1. Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Memiliki kantor hanya 1 (satu) kantor dalam daerah kerjanya sesuai dengan keputusan pengangkatan PPAT;
3. 42
Kewajiban lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan
4. Sebelum membuat akta, PPAT diwajibkan untuk melakukan pemeriksaan kesesuaian atau keabsahan sertipikat dan catatan lain
43
pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota letak tanah berada dengan memberikan penjelasan maksud dan tujuannya.”
Sementara itu kewajiban dalam rangka pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 menentukan bahwa:
Kewajiban PPAT adalah:
1. “Paling lambat 7 (tujuh) hari kerja dimulai tanggal ditandatanganinya akta yang terkait, PPAT wajib menyampaikan akta yang
disusunnya serta dokumen-dokumen yang terkait kepada Kantor Pertanahan agar didaftar.
2. PPAT wajib melakukan penyampaian pemberitahuan tertulis terkait sudah diberikannya akta pada para pihak yang terkait.”
Berkenaan dengan tanggung jawab PPAT dalam membuat akta yaitu PPAT bertanggung jawab mengenai kebenaran dari kejadian yang

termuat dalam akta berkaitan dengan perbuatan hukum yang dimaksud oleh para pihak misalnya mengenai perbuatan hukum jual beli telah dilakukan

pembayaran oleh pembeli dan penjual melakukan penyerahan hak bersamaan dengan diterimanya pembayaran dari pembeli. Pejabat Pembuat Akta

Tanah juga bertanggung jawab mengenai objek perbuatan hukum yaitu berkaitan dengan data fisik dan data yuridis dan mengenai identitas para

penghadap yang merupakan pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum.

Adanya penerapa hukuman administratif yakni Majelis Pengawas Wilayah, bagi sanksi peringatan lisan serta tertulis, maupun Menteri

Hukum serta HAM, bagi sanksi pemberhentian sedangkan, pemberhentian secara hormat, serta diberhentikannya tak terhormat (vide. 26(1) jo. Pasal

37(3) Permenkumham 15/2020). Pada penentuan tanggung jawab administrasi, harus dikaji juga alasan tindakan Notaris itu melakukan penahanan akta;

jika dilaksanakan agar terwujudnya keperluan semua semua pihak, sehingga Notaris tak bisa dibuktikan melaksanakan pelanggaran jabatan maupun

kode etik. Hak retensi maknanya Notaris dalam haknya melaksanakan penahanan benda milik penghadap (pada hal itu sertipikat) hingga pihak itu

menuntaskan kewajibannya dalam melakukan pembayaran jasa Notaris (vide. Pasal 1812 KUHPerdata).

Pejabat Pembuat Akta Tanah atau yang kemudian dikenal dengan PPAT yakni merupakan pejabat umum dimana diberikan wewenang

44 45
dalam menyusun akta tanah tertentu Pada Pasal 1 PP No. 37 Tahun 1998 terkait Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menilai

1. “Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, yakni pejabat umum yang diberi kewenangan dalam menyusun akta-akta otentik
terkait perbuatan hukum tertentu yakni hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
2. PPAT Sementara yani pejabat Pemerintah yang ditunjuk sebab jabatannya dalam menjalankan tugas PPAT melalui pembuatan akta PPAT
di daerah yang belum ada PPAT.
3. PPAT Khusus yakni pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk sebab jabatannya utnuk menjalankan tugas PPAT melalui menyusun
akta PPAT tertentu khusus supaya bisa menjalankan program serta tugas Pemerintah tertentu.”
Dalam Pasal 2 ayat (1) PP 37 Tahun 1998 PPAT memiliki tugas utama yakni menjalankan beberapa aktivitas mendaftarkan tanah

menyusun akta selaku bukti sudah dijalankannya perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dimana

46
nantinya selaku acuan pada pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang disebabkan dari perbuatan hukum.

42
Rudi Indrajaya et.al, Notaris dan PPAT suatu Pengantar, cet.1, (Bandung: PT Refika Aditama, 2020), hlm. 42-43. Kewajiban lain dapat dilihat pada Pasal 45 Perkaban

No. 1 Tahun 2006.


43
Urip Santoso, Pejabat Pembuat Akta Tanah Perspektif Regulasi, Wewenang, dan Sifat Akta, cet.2, (Jakarta: Kencana, 2017), hlm. 105.
44
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, UU No.24 Tahun 1997, LN No. 59, TLN 3696, Ps. 1 angka 24.
45
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
46
Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP No. 37 Tahun 1998, Ps. 2 ayat (1).

Universitas Indonesia
17

2.3 Sertipikat Hak Atas Tanah

Dalam kelangsungan hidup manusia tanah sangat berhubgan erat dalam kebutuhan manusia sebagai suatu bentuk kebutuhan manusia.

Tanah tidak hanya sebagai kebutuhan manusia untuk menetap dan bertahan hidup dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga sebagai salah satu sumber

untuk menghasilkan uang dan dijadikan sebagai aset. Untuk memperoleh suatu tana kepemilikan hak atas tanah maka dibuatlah sertipikat hak atas tanah.

Dalam hukum tanah dikenal 2 (dua) macam sertipikat. Pertama, sertipikat hak atas tanah, dan kedua, sertipikat hak tanggungan

(hipotek/credietverband). Fungsi utama sertipikat ialah sebagai alat bukti hak atas tanah/hak tanggungan. Dapat kita sebut: sertipikat hak atas tanah/hak

tanggungan adalah surat tanda bukti hak atas tanah/hak tanggungan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dalam rangka pendaftaran tanah

47
menurut PP No. 18/2021.

Secara fisik, sertipikat hak atas tanah terdiri dari:

a. sampul luar

b. sampul dalam

c. buku tanah

d. surat ukur.
48

Sertipikat tanah dapat diketahui hak apa yang dipakai oleh pemilik sertipikat misalnya Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

serta lainnya. Terdapat banyak informasi didalam Sertipikat tanah. Bahkan dapat mengetahui nama pemilik hak sebelum dijual kepada yang pemilik

baru ini.

2.4 Jenis Akta

49
Akta atau Acte menurut terminologi hukum diartikan sebagai dokumen resmi pejabat Negara. Di dalam sistem hukum Indonesia, dikenal

2 (dua) jenis akta, yaitu Akta di bawah tangan dan akta autentik.

Akta notaris bisa pula isinya sebuah “cerita” melalui hal yang muncul sebab perbuatan yang dijalankan dari pihak lain di depan notaris,

maknanya yang dimuat atau diceritakan dari pihak lain pada Notaris pada penerapan jabatannya serta bagi kebutuhan mana pihak lain itu sengaja datang

di depan notaris serta memberikan keterangan itu atau pelaksanaan perbuatan itu di depan notaris, supaya rincian atau perbuatan itu dikonstantir dari

50
notaris di dalam sebuah akta autentik. Akta seperti itu dinamakan akta yang disusun “di depan” (ten overstaan) notaris. Mengacu pada kajian itu bisa

51
dipahami yakni terdapat dua tipe akta notaris, diantaranya:

1. Akta yang disusun "oleh" (door) notaris seringkali dikenal "akta relass" serta akta Pejabat" (ambelijke akten);

2. Akta yang disusun "di hadapan" (ten overstan) notaris serta akta yang dikaji “akta Partij” (Partij Akten).

Undang-undang adanya keharusan yakni akta partij, melalui ancaman dengan kehilangan autentisitasnya serta diterapkan denda, perlu

ditanda-tangani dari para pihak yang terkait (acknowledgement) serta setidak-tidaknya pada akta itu dimuat hal yang menjadi alasan tidak ditanda

tanganinya akta itu oleh pihak atau para pihak yang terkait, contohnya para pihak atau seorang pihak buta huruf atau tangannya lumpuh serta lainnya,

47
Efendi Perangin, “Sertipikat Hak Atas Tanah”, (Jakarta, CV. Rajawali 1990) hlm. 1.
48
Ibid, hlm 2.
49
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, cet. 5 (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 14.
50
Ibid, hlm. 51.
51
Ibid, hlm. 52.

Universitas Indonesia
18

rincian mana perlu termuat dari Notaris pada akta itu serta rincian itu pada hal ini diberlakukan selaku pengganti tanda tangan (surrogate tanda tangan).

Sehingga, bagi akta partij, penandatangan dari para pihak termasuk sebuah hal yang wajib.

Bahwa untuk akta relass tak dijadikan permasalahan, akankah orang yang menghadiri itu menolak dalam menanda tangani akta itu. Bila

misalnya dalam penyusunan berita acara Rapat Umum Pemegang Saham di perseroan terbatas, pihak yang menghadiri sudah meninggalkan Rapat

sebelum akta itu ditanda tangani, sehingga cukup notaris mengkaji yakni pada Akta, dimana para pihak yang hadir sudah meninggalkan Rapat sebelum

menanda tangani akta itu serta pada akta itu tetap termasuk akta autentik. Hal yang beda pada di atas penting, yakni berkaitan pada pemberian

pembuktian sebaliknya (tegenbewijs) kedalama isi akta itu.

Keabsahan isi pada akta pejabat/akta relass (ambelijke akte) tak bisa digugat, kecuali melalui tuduhan yakni akta itu termasuk palsu. Pada

akta partij bisa dijalanakna digugat isinya, dengan tak adanya tuduhan pada kepalsuannya, melalui jalan menilai yakni rincian melalui para pihak yang

terkait ada dikaji mengacu sesungguhnya pada akta itu, nantinya keterangan itu termasuk tidak benar. Maknanya terhadap yang diberikan itu dibolehkan

52
pembuktian sebaliknya (tegenbewijs).

Terdapat anggapan dalam praktik bahwa akta pihak yakni akta dimana disusun pada permintaan semua pihak. Ini benar, karena notaris

tidak dapat atas inisiatif sendiri tanpa permintaan siapa pun membuat suatu akta. Keterangan untuk pembuatan akta pihak betul diperoleh dari

keterangan para penghadap. Oleh karena itu, dikatakan akta pihak memberi bukti bahwa apa yang dimuat di dalam akta benar adalah keterangan yang

diberikan penghadap kepada notaris, tetapi apakah benar demikian dalam kenyataannya bukan merupakan tanggung jawab notaris. Namun, hal tersebut

tidak berarti bahwa notaris bebas tanggung jawab terhadap isi akta atau dengan dalih bahwa pembuatan aktanya adalah “atas kemauan para pihak untuk

dicantumkan dalam akta”, notaris bukan juru tulis kliennya dan notaris harus melihat akankah yang dilakukan permintaan semua klien tak berlawanan

pada peraturan perundang-undangan, rasa susila, serta tertiib umum, semuanya harus didasarkan pada logika hukum. Keterangan bahwa suatu persil

adalah miliknya tidak cukup hanya menunjukkan fotokopinya apalagi hanya berdasarkan “menurut keterangan penghadap saja”.

Bukti pemilikan yang diberikan harus dicek secara teliti keasliannya, terlebih harus dilakukan pengecekan pada instansi yang berwenang

sekalipun hanya suatu perjanjian sewa-menyewa yang bukan bersifat pengalihan hak milik. Demikian guna memenuhi syarat kecakapan dan

kewenangan (para) pihak dalam akta notaris. Walaupun akta relass dibuat berdasarkan sebuah kondisi dimana dikaji serta ditandai dari notaris, hal

tersebut tidak mengurangi kehati-hatian untuk meneliti segala prosedur yang diperlukan untuk pembuatan aktanya. Misalnya, untuk penyelenggaraan

suatu Rapat perseroan terbatas (PT), yayasan, atau perkumpulan harus diteliti seluruh “riwayat” anggaran dasar dari sejak pendirian hingga

diselenggarakannya rapat dari lembaga tersebut. Dalam ranah hukum perdata, alat bukti tulisan menempati urutan teratas dalam hal pembuktian.

Pembahasan kali ini akan menguraikan 2 (dua) alat bukti berupa tulisan, yaitu:

2.4.1 Akta Otentik

Subekti berpendapat bahwa: “Suatu akte ialah sebuah penulisan dimana secara sengaja disusun dalam membentuk pembuktian tentang

53
suatu kejadian serta dilakukan penandatanganan.” Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa : “Akta adalah surat dimana disertai tandatangan, yang

52
Ibid. hlm. 53.
53
Subekti, Hukum Pembuktian, cet. 17, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), hlm. 25.

Universitas Indonesia
19

termasuk kejadian dimana adanya hal pokok dalam sebuah hak serta perikatan, yang disusun dimulai secara sengaja dalam melakukan bukti.” Pengertian

54
akta menurut Veegens-Oppenheim, yaitu: “Suatu tulisan yang ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti”.

Suatu akta haruslah berupa tulisan atau surat mengenai suatu peristiwa, yang sengaja dibuat untuk kepentingan pembuktian bahwa peristiwa

tersebut memang benar terjadi dan dikuatkan dengan adanya tandatangan. Keharusan terdapat tandatangan memiliki fungsi dalam melakukan

pembedaan akta yang satu dari akta lainnya serta pada akta yang disusun pihak lain. Suatu tandatangan didefinisikan sebagai semua tanda-tanda huruf

yang ada pada tandatangan, dimana mengindividualisir penandatangan pada sebuah batasan. Sehingga, tujuan tanda tangan yakni dalam memberikan

kriteria atau serta mengindividualisir suatu akta. Akta yang disusun dari A serta B bisa digolongkan melalui tandatangan dimana disertai dalam akta-

akta itu. Sehingga, nama serta tandatangan yang termuat pada huruf balok tak cukup, sebab melalui tulisan huruf balok itu tak muncul kriteria serta sifat

55
yang membuat.

56
Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, maka akta otentik perlu dipenuhinya syarat:

1. Akta itu perlu disusun “oleh” (door) atau di depan (ten overstaan) seorang pejabat umum;

2. Akta itu perlu disusun pada wujud yang ditetapkan dari undang-undang, serta

3. Pejabat umum dari atau di depan siapa akta itu dibuat, perlu memiliki kewenangan dalam menyusun akta.

Selain berfungsi dalam melakukan pemastian identifikasi serta penentuan keabsahan kriteria tandatangan, adanya tandatangan juga

berfungsi bahwa penandatangan menjamin kebenaran makna diman ada pada tulisan itu. Sehingga apabila surat atau tulisan tersebut merupakan

pernyataan sepihak, harus ditandatangani orang yang membuat pernyataan, dan apabila merupakan kesepakatan dua belah pihak, maka masing-masing

57
pihak harus ikut menandatangani.

Syarat penandatanganan tersebut, ditegaskan pada Pasal 1869 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : “Sebuah akta, yang, sebab tak

berkuasa atau tak cakapnya pegawai itu sebab cacat pada wujudnya, tak bisa dianggap selaku akta otentik, tetapi memiliki kekuatan selaku tulisan di

58
bawah tangan bila ia ditandatangani dari semua pihak.” Pada intinya, Pasal 1869 tersebut di atas mengatur bahwa akta dimana pembuatannya

dilakukan oleh pegawai yang tak memiliki kewenangan untuk membuat akta itu atau terdapat suatu cacat pada bentuk aktanya, tidak mempunyai

kekuatan sebagai akta otentik, akan tetapi bila akta tersebut dilakukan tandatangan dari semua pihak maka ia memiliki dorongan selaku akta di bawah

59
tangan.

Hal tersebut berkaitan dengan salah satu fungsi akta, yaitu sebagai alat bukti. Secara umum akta memiliki dua tujuan , yakni fungsi formil

(Formalitas Causa) serta fungsi alat bukti (Probaiionis Causa). Formalitas causa maknanya akta memiliki tujuan dalam kelengkapan serta sempurnanya

sebuah perbuatan hukum, sehingga bukan menetapkan sahnya perbuatan hukum, pada ranah ini akta termasuk persyaratan formil bagi sebuah tindakan

60
hukum.

54
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek Notaris, cet. 1, (Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 2007), hlm. 441.
55
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris ,…., hlm.166.
56
Ibid. hlm 42
57
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, cet. 8, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm

560-561.
58
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Pasal 1869.
59
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 560.
60
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1985), hlm. 129.

Universitas Indonesia
20

Probationis causa artinya akta mempunyai tujuan selaku alat bukti, sebab dari awalnya akta itu disusun melalui sengaja bagi membuktikan

di kemudian hari. Sifatnya tertulisnya sebuah perjanjian pada wujud akta ini tak menjadikan resminya perjanjian namun sebatas supaya bisa dipakai

61
selaku alat bukti di kemudian hari. Suatu akta yang mempunyai nilai pembuktian yang sempurna tak diharuskan nilai serta makna, namun apa yang

dimuat pada akta itu . Pentingnya suatu akta yang memilikinilai pembuktian yang sempurna tersebut sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat yang

berkaitan dengan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum, karena dapat menetapkan ssecara terang jelas hak serta kewajiban individu sebagai

subyek hukum di masyarakat.

Suatu akta untuk dapat dikatakan mempunyai kekuatan pembuktian yakni sempurna, haruslah dipenuhi syarat dimana telah ditetapkan dari

peraturan perundang-undangan. Salah satunya yakni harus dibuat oleh pejabat dimana berwenang untuk membuatnya. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya pada Pasal 1 serta Pasal 15 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2004 UUJN, kewenangan utama yang dimiliki seorang notaris adalah membuat akta

otentik. Dengan kewenangan yang dimilikinya maka akta yang disusun dari seorang notaris termasuk akta otentik, selama memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan dari aturan perundang-undangan.

G.H.S. Lumban Tobing menyebutkan bahwa mengikuti pendapat umum kekuatan pembuktian akta dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) aspek,

yaitu :

1. Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht)

Dengan kuatnya pembuktian lahiriah iitu maknanya kesanggupan dalam akta itu sendiri dalam melakukan pembuktian dirinya selaku akta

otentik Kemampuan ini mengacu Pasal 1875 KUHPerdata tak bisa diberi pada akta yang disusun di bawah tangan. Dalam hal ini, Sudikno

Mertokusumo berpendapat yakni surat yang nampaknya(dari lahir) yakni akta, dinilai (memiliki kekuatan) yakni akta selama tak dibuktikan

kebalikannya. Selaku asas berlaku acta publica probant sese ipsa, maknanya sebuah akta yang diciptakan muncul layaknya akta otentik

maupun pemenuhan persyaratan dimana sudah ditetapkan sehingga akta itu diterapkan serta bisa dinilai selaku akta otentik hingga

62
dibuktikan kebalikannya. Dengan kata lain, apabila suatu akta dilihat dari luarnya merupakan akta otentik karena telah memenuhi

persyaratan perundang- undangan sebagai akta otentik, sehingga akta itu diterapkan sselaku akta otentik hingga dapat dibuktikan

kebalikannya.

2. Kekuatan pembuktian formil (Formele Bewijskracht)

Kekuatan pembuktian formil ini mengacu pada kesungguhan terdpatnya pernyataan dari yang melakukan tandatangan di bawah akta.

Kekuatan pembuktian formil itu menjadi kepastian terkait kejadiann yakni pejabat serta semua pihak menilai serta menjalankan hal yang

ada pada akta." Makna formil, selama terkait akta pejabat (ambtelijke akie), akta itu adanya bukti kebenaran melalui hal yang dilalui,

63
dimana dilihat, didengar serta dijalankan dari notaris selaku pejabat umum pada penerapan tugasnya. Bila nilai formil yang dikaji,

sehingga prlu dilakukan bukti formalitas melalui akta tersebut, yakni antara lain perlu bisa membuktikan hal tak benar hari, tanggal, bulan,

tahun serta pukul menemui, ketidaksesuaian identitas pihak menghadap pejabat yang membuat akta, ketidakbenaran tandatangan serta

membuktikan bahwa prosedur pembuatan akta tidak dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan.

61
Ibid.
62
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, …….., hlm. 130-131.
63
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris … hlm. 49.

Universitas Indonesia
21

3. Kekuatan pembuktian materiil (Materiele Bewijskracht)

Kekuatan pembuktian materiil menjadi kepastian terkait materi sebuah akta, ppemberian kepastian terkait kejadian yakni pejabat atau para

64
pihak menilai serta melaksanakan yakni terdapat dalam akta. Rasa pasti terkait materi sebuah akta adalah cuku krusial yakni hal itu pada

akta termasuk pembuktian yang resmi pada pihak-pihak yang menyusun akta atau mereka yang memperoleh hak serta keberlakuan bagi

umum.

Ketiga aspek yang sudah disebutkan sebelumnya merupakan kekuatan pembuktian sempurna yakni ada dalam akta otentik. Apabila suatu

akta otentik dapat dibuktikan tidak memenuhi aspek-aspek tersebut di atas, maka akta itu hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah

tangan.

Kekuatan dalam suatu pernyataan yang sempurna dan mengikat yang terdapat dalam suatu dokumen otentik merupakan gabungan dari

beberapa unsur tersebut. Apabila perbuatan tersebut mempunyai nilai pembuktian lahir, proses, dan materiil serta memenuhi syarat-syarat yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan, maka diharapkan dapat dikatakan tuntas. Jika salah satu dari kekuatan ini kurang, dokumen tidak akan

memiliki kekuatan penuh (yolledig) dan perlindungan yang mengikat (binding), hanya perlindungan sebagai dokumen pribadi.

Menurut Pasal 1 UUJN, notaris berwenang untuk mengukuhkan suatu naskah dinas. Akta notaris didefinisikan dalam Pasal 1 Ayat 7 UUJN

sebagai akta resmi yang dilakukan oleh atau atas nama notaris sesuai dengan format dan pedoman yang ditentukan dalam bagian ini. Penanganan resmi

adalah penanganan yang mengikuti pedoman dalam Pasal 1868 Hukum Perdata dan dilakukan dengan cara yang ditentukan dalam surat, oleh, atau

dengan bantuan, mereka yang berwenang melakukannya di tempat yang ditunjuk untuk menangani.. Dari Pasal 1 UUJN jo Pasal 1868 KUHPerdata dan

1 butir 7 UUJN jo Pasal 1868 KUHPerdata tersebut, bisa ditarik simpulan yakni pengertian akta notaris sebagai akta otentik adalah sama. Pada dasarnya

suatu akta notaris termasuk akta otentik, sepanjang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai akta otentik.

Berkaitan dengan akta notaris sebagai akta otentik, maka menurut G.H.S. Lumban Tobing, berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata, akta yang

65
terkait perlu terpenuhinya syarat diantaranya :

1. “Akta itu perlu disusun “oleh” (door) atau “di hadapan” (ten overstaan) seorang pejabat umum ;

2. Akta yang disusun dari notaris bisa termasuk sebuah akta yang termuat relaas atau menguraikan secara otentik sebuah tindakan yang

dijalankan pada sebuah kondisi yang dilihat atau disaksikan oleh penyusun akta itu, yakni notaris sendiri, di dalam penerapan jabatannya

selaku notaris. Akta yang disusun sedemikian serta yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan maupun dialaminya itu disebut
66
akta yang disusun “oleh” (door) notaris selaku pejabat umum”.

Adapun praktik notaris akta ini disebut akta relaas atau akta berita acara. G.H.S. Lumban Tobing juga menyebut akta ini sebagai akta

pejabat atau ambtelijke akten. Akta dimana disusun “di depan” (ten overstaan) notaris merupakan akta yang isinya “cerita” melalui hal yang ada sebab

tindakan yang dijalankan dari pihak lain di depan notaris, maknanya yang dimuat serta ada dari pihak lainnya itu sengaja datang di hadapan notaris serta

memberikan rincian itu atau menjalankan perbuatan itu di depan notaris, supaya keterangan atau perbuatan itu dikonstantir dari notaris pada sebuah akta

67
otentik.

64
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata,.., hlm. 130.
65
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, ….. , hlm. 42.
66
Ibid, hlm. 44.
67
Ibid.

Universitas Indonesia
22

Pada praktik notaris akta ini disebut akta partij atau akta pihak. Inisiasi akta notaris, termasuk akta relaashandling dan akta pesta,

mensyaratkan adanya surat wasiat atau surat wasiat (Willsvorming) dan permintaan dari para pihak; apabila keinginan dan keinginan para pihak tidak

ada, notaris tidak melakukan perbuatan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Klarifikasi Lengkap UUJN yang menyatakan bahwa

salah satu syarat agar suatu acara notaris dapat beracara adalah para pihak yang berkepentingan ingin agar hak dan kewajiban hukumnya dilindungi oleh

suatu acara notaris dan terjaminnya hak dan kewajibannya. penyelenggaraan peradilan bagi para pihak yang terlibat dan masyarakat luas.

G.H.S. Lumban Tobing membagi kewenangan notaris dalam pembuatan akta otentik ini ke dalam empat tipe, yakni:

a. Notaris harus resmi untuk memahami akta; prinsipnya adalah tidak ada seorang pejabat pun yang dapat melaksanakan setiap tugas;

melainkan hanya ada satu pejabat, yaitu yang ditunjuk atau diangkat menurut undang-undang.. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1 atau

Pasal 15 UUJN

b. Notaris tidak berkewajiban untuk membuat suatu akta untuk dibuat bagi setiap orang, maka ia harus diberi kuasa dalam hal hal itu

berkaitan dengan orang tersebut. Pembatasan ini dapat dilihat dalam Pasal 20 atau Pasal 52 UUJN yang menyatakan bahwa notaris

tidak berhak membuat suatu akta atas nama dirinya sendiri, pasangannya, atau orang lain yang sebelumnya telah mengalami

penyalahgunaan kekuasaan atau perbuatan melawan hukum. merugikan dan ditampar dengan notaris secara garis lurus ke bawah

dan/atau ke atas tanpa larangan pemeriksaan, maupun garis kesamping ke atas sampai derajat ketiga, baik sebagai bagian terhadap diri

sendiri maupun perantaraan kuasa.

c. Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait tempat, di mana akta itu disusun, Maknanya adalah dalam tiiap notaris telah

ditetapkan daerah hukumnya (daerah jabatannya) dan hanya di dalam daerah yang ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat

akta otentik. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 17 butir a, Pasal 18 dan Pasal 19 UUJN

d. Notaris perlu memiliki wewenang selama terkait periode penyusunan akta akta itu, Maknanya yakni notaris tak bisa menyusun akta saat

ia belum diambil sumpahnya (Pasal 18 atau Pasal 4 ayat (1) UUJN), sedang mengambil cuti (Pasal 6a atau Pasal 11 UUJN), berhenti

serta diberhentikan melalui jabatannya melalui hormat (Pasal 3 atau Pasal 8 UUJN), diberhentikan sementara dari jabatannya (Pasal 50

atau Pasal 9 UUJN), atau diberhentikan dari jabatannya dengan tidak hormat (Pasal 58 atau Pasal 12 dan Pasal 13 UUJN).

Dengan kewenangan yang diberikan undang-undang, yaitu oleh Pasal 1 dan Pasal 15 UUJN, kepada notaris Oleh karena itu, akta notaris

mengikat para pihak yang disebutkan di dalamnya, serta pihak atau orang lain yang berkepentingan dengan akta tersebut, jika tidak ada hal lain yang

mengikuti undang-undang. Dalam bagian umum penjelasan UUJN disebutkan bahwa putusan juru tulis yang paling kuat dan lengkap harus diterima dari

akta notaris jika saksi tidak dapat menyaksikan syarat-syarat titipan secara tepat waktu.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa akta notaris merupakan akta otentik, sepanjang akta tersebut dibuat memenuhi syarat-syarat

yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan mengenai akta otentik. Sehingga nilai kekuatan pembuktian sempurna serta terikatt pada

kepemilikan oleh akta otentik, berlaku pula tehadap akta notaris tersebut. Pada bagian umum Penjelasan UUJN tentang Jabatan Notaris disebutkan yakni

selaku Ketentuan terkuat dan terlengkap dalam notaris harus diikuti jika saksi tidak dapat melihat syarat-syarat perjanjian perdamaian sebelum

perselisihan diselesaikan. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa akta itu sah, akta notaris dapat dilakukan.

Universitas Indonesia
23

Gugatan harus diajukan di depan seluruh pengadilan untuk memperjelas atau menghancurkan situasi saat ini. Akta notaris adalah sah dan

mengikat bagi semua pihak atau siapa saja yang terlibat dalam pengurusan akta tersebut sebelum dan sesudah diperoleh putusan pidana yang cukup sah

di pengadilan. Dalam suatu persidangan mengenai batalnya suatu akta notaris, ketidakabsahan suatu akta ditentukan dari sisi atas, formil, dan materil

akta notaris tersebut.

2.4.2 Akta Di Bawah Tangan

Menurut Sudikno Mertokusumo, akta dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu akta otentik dan akta di bawah tangan. Pendapat tersebut

didasarkan pada isi Pasal 1867 KUHPerdata yakni menyebutkan dimana pembuktian melalui tulisan dijalankan melalui sebuah tulisan otentik serta

melalui tulisan di bawah tangan. Mengacu pasal itu, bisa dikaji simpulan dimana terdapat terdapat 2 (dua) jenis akta yakni dikaji pada Kitab Undang-

68
Undang Hukum Perdata, termasuk akta otentik dan akta di bawah tangan.

Pengertian akta di bawah tangan menurut Sudikno Mertokusumo, adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa

bantuan dari seorang pejabat, yang pembuatannya semata-mata hanya untuk kepentingan para pihak saja. Pendapat tersebut menegaskan isi Pasal 1874

KUHPerdata, yang menyebutkan bahwa akta di bawah tangan disusun dari semua pihak sendiri dengan tak ada pembantuan pegawai umum, yang dapat

digolongkan sebagai akta di bawah tangan, antara lain yakni surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga serta lainnya tulisan dimana

disusun tak adanya perantaraan individu pejabat umum.

Pada dasarnya perbedaan antara akta otentik dan akta di bawah tangan terletak pada kuatnya pembuktian yakni dimilikinya. Kekuatan

pembuktian akta di bawah tangan digantungkan kepada pengakuan terhadap akta tersebut. Hal itu dikaji pada Pasal 1875 KUHPerdata, Pasal 1876

KUHPerdata serta Pasal 1877 KUHPerdata, dimana tiap hal menilai yakni: “Sebuah tulisan di bawah tangan yang dinilai oleh orang terhadap siapa

tulisan itu hendak dipakai, atau yang melalui cara mangacu undang-undang dinilai selaku diakui, memberikan terhadap orang-orang yang

menandatanganinya maupun para ahli warisnya dan orang- orang yang memperoleh hak dari pada mereka, bukti yang sempurna yakni sebuah akta

69
otentik, serta sama halnya adanya ketetapan Pasal 1871 bagi tulisan tersebut”.

“Barangsiapa yang terhadapnya dimajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan dengan tegas mengakui atau memungkiri tanda

tangannya; namun bagi para ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak daripadanya yakni cukup bila mereka menerangkan tidak
70
mengakui tulisan atau tanda tangan itu selaku tulisan atau tanda tangan orang yang diwakili.”

“Bila individu tulisan atau tanda tangannya, atau pun jika para ahli warisnya atau orang-orang yang memperoleh hak daripadanya terkait

tidak mengakuinya, sehingga Hakim perlu memberi perintah agar kebenaran pada tulisan atau tanda tangan itu dilakukan pemeriksaan pada
71
Pengadilan.”

Tindakan pribadi memiliki nilai hanya selama semua orang berpartisipasi di dalamnya atau tidak ada peserta yang memberikannya. Jika

klien memahami hal ini, tindakan tertulis akan sepenuhnya dipahami sebagai tindakan yang akurat. Namun, jika salah satu pihak tidak mengetahui

papan bukti umum tentang orang yang menyebabkan pelanggaran dan domer berhenti, bukti akan dilanjutkan.

Akta otentik diperlukan oleh subjek hukum sebagai alat bukti dan untuk melengkapi suatu perbuatan hukum sebagaimana yang

diperintahkan oleh undang-undang. Penjelasan Umum UUJN menyebutkanDokumen asli, yang merupakan representasi paling jelas dan terlengkap,

68
Ibid.
69
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1875.
70
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1876
71
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Ps. 1877

Universitas Indonesia
24

sangat penting dalam setiap kasus hukum yang mempengaruhi kehidupan seseorang. Dalam berbagai hubungan bisnis, lembaga keuangan, rantai

makanan cepat saji, perusahaan sosial, dan hubungan bisnis lainnya, terdapat peningkatan kebutuhan akan nasihat tertulis dalam bentuk penanganan akta

nyata sejalan dengan meningkatnya kepedulian terhadap stabilitas hukum dan sosial di suatu negara. berskala nasional, regional, dan internasional.

Dengan menggunakan dokumen asli yang secara jelas mendefinisikan hak dan kewajiban, kepastian hukum terjamin sekaligus meniadakan

pelanggaran. Bahkan jika permintaan tidak dapat diubah, berikan dokumen otentik, yang merupakan permintaan manuskrip terkuat dan terlengkap,

sebagai kontribusi praktis untuk penyelesaian masalah pemohon yang cepat dan hemat biaya. Menurut Pasal 1868 KUHPerdata, akta otentik adalah akta

yang dibuat di bawah pengawasan atau di hadapan seorang pejabat resmi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya di tempat diadakannya surat

itu.

Selanjutnya, Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa akta otentik adalah akta yang dilakukan oleh suatu pihak dengan maksud untuk

melaksanakan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, seringkali dengan atau tanpa sepengetahuan pihak lawan, dan mengantisipasi apa yang akan

terjadi pada pihak lawan tersebut. Terkait kepemilikan dokumen otentik dari seorang saksi yang merinci apa yang mereka lakukan dan apa yang

72
dikatakan kepada mereka di hadapan mereka..

Pada dasarnya, suatu akta otentik serta akta di bawah tangan disusun melalui fungsi dalam pemakaian selaku alat bukti. Suatu alat bukti

baru akan dirasakan mempunyai arti yang sangat penting apabila terjadi perselisihan. Perselisihan yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan

oleh para pihak dapat berlanjut dengan pengajuan gugatan ke pengadilan. Dalam proses beracara di pengadilan para pihak akan berusaha untuk

menyakinkan hakim bahwa suatu peristiwa benar telah terjadi. Kebenaran peristiwa ini hanya dapat diperoleh dengan pembuktian. Untuk dapat

menjatuhkan putusan yang adil maka hakim harus mengenal peristiwanya yang telah dibuktikan kebenarannya.

Secara kolektif, adalah kehendak bebas hakim untuk mengesampingkan prediksi bahwa hukum tidak meramalkan hal lain. Jika penilaian

hakim dianggap cukup untuk memberikan kepastian tentang situasi saat ini untuk memberikan tindakan yudisial yang diperlukan, penilaian harus penuh

atau tegas jika tidak ada penilaian untuk masalah tersebut. Hukum Perdata Pasal 1870 menyatakan: "Sebuah instrumen yang dirancang dengan baik

memberikan pemahaman yang sempurna antara para pihak dan mereka yang mencari hak hukum dari mereka tentang apa artinya itu.”

Berdasarkan Pasal 1870 KUHPerdata tersebut, aspek kekuatan pembuktian dimana ada dalam akta otentik yakni sempurna (volledig) serta

73
mengikat (bindende). Maksud dari sebuah akta otentik memiliki nilai kekuatan pembuktian secara sempurna dan mengikat adalah suatu akta otentik

tidak memerlukan alat bukti lain atau suatu penambahan pembuktian dan sesuatu yang dikaji pada akta perlu dinilai selaku benar hingga

74
ketidakselarasan tak dilakukan pembuktian.

Apabila suatu akta otentik terpenuhi syarat formil dan materiilnya, maka pada dirinya langsung mencukupi batas minimal pembuktian

tanpa bantuan alat bukti lain. Selain itu, akta otentik tersebut langsung sah sebagai alat bukti. Pada dirinya juga ada aspek kekuatan pembuktian yang

sempurna serta mengikat. Maka hakim dalam hal ini wajib menilai akta otentik itu benar serta sempurna, serta perlu menilai hal yang didalilkan serta

diberikan bisa terbukti. Selain itu, hakim juga terpacu pada kebenaran dimana dibuktikan oleh akta otentik itu, maka perlu menjadi acuan pertimbangan

pada diambilnya keputusan terhadap penyelesaian sengketa.

72
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, ……. , hlm. 129
73
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata , ……., hlm. 545.
74
R. Subekti, Hukum Pembuktian, cet. 17, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), hlm. 25.

Universitas Indonesia
25

2.5 Prinsip Kehati-Hatian Notaris

Prinsip kehati-hatian notaris jika dia menerima pekerjaan atau penyedia klien, catatan yang dia tinggalkan saat pemutusan hubungan kerja

harus akurat. Jika notaris mengajukan beberapa pertanyaan tentang masalah yang diajukan para pihak, dia memiliki wewenang dan tanggung jawab

untuk mengajukan lebih banyak detail sebelum notaris menyelesaikan laporannya. Selain itu, dimungkinkan untuk berbagi informasi sehingga akta yang

dibuat akan sempurna jika diberikan satu set data yang tidak memihak salah satu pihak. Jika catatan tersebut masih diragukan, klien mungkin akan

diberitahu bahwa masalah tersebut kemungkinan besar akan muncul di masa mendatang jika informasi dalam catatan tersebut ternyata salah. Oleh

75
karena itu, Notaris berhak untuk melakukan pembelian, tetapi penilaiannya tidak didasarkan pada alat bukti yang besar.

Penerapan asas kehati-hatian harus mengikuti asas kehati-hatian notaris, namun dengan adanya hubungan yang baik dan saling pengertian

antara notaris dengan para pihak maka pelanggaran hukum dapat dihindari. Di antara langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menghilangkan

hambatan pelaksanaan asas keadilan setelah pengangkatan Notaris sebagai badan hukum adalah hak dan keistimewaan yang melekat serta hak-hak

anggota Ikatan Notaris Indonesia, yang harus mengikuti peraturan dan ketentuan tertentu. mematuhi kewajiban tertentu. Kewajiban serta larangan

notaris dimuat pada Undang-Undang perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 terkait Jabatan Notaris pada Pasal 16 ayat (1), ayat (2), ayat

(3) serta Pasal 17) serta Kode Etik Notaris (Pasal 3 dan Pasal 4) yaitu Pasal 16 ayat (1), ayat (2) serta ayat (3).

Penjelasan Prinsip Kehati-hatian itu wajib diterapkan pada penyusunan akta Notaris yakni melalui :

a. Melaksanakan pekenalan pada penghadap mengacu identitasnya yang ada pada notaris.

b. Menanyakan, selanjutnya mendengarkan serta mengkaji kehendak tiap pihak itu.

c. Melakukan pemeriksaaan bukti surat yang berhubungan pada kehendak tiap piahk itu.

d. Melakukan pemberian rekomendasi serta menyusun kerangka akta dalam menyelesaikan kehendak tiap pihak itu.

e. Melakukan pemenuhan semua teknik administratif penyusunan akta notaris, yakni pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan serta

pemberkasan bagi minuta.

f. Menerapkan kewajiban lain ang terkait pada penerapan tugas serta jabatan notaris.
76

Salah satu asas yang sangat penting adalah asas visibility, yang harus dijunjung atau dijunjung tinggi oleh seorang notaris dalam

menggunakan kewenangannya sebagai wali amanat. Seorang notaris harus selalu menjalankan tugasnya dengan hati-hati, sesuai dengan prinsip

keamanan, yang berarti bahwa dia harus selalu bertindak secara profesional dan bertanggung jawab dalam mengikuti peraturan dan ketentuan di industri

notaris.

Namun UUJN tidak selalu menjunjung tinggi asas keamanan, seperti ketika seseorang tidak menerima pemberitahuan batas waktu yang

telah ditetapkan baginya sesuai dengan UU No. 35 Tahun 1999, yang mengubah UU No. 14 Tahun 1970 tentang asas-asas yang mengatur ruang lingkup

peradilan, dan apabila seorang Notaris diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban menurut ketentuan Undang-undang ini apabila tidak ada

dasar hukum untuk berbuat lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal itu.

75
Denny Saputra, Prinsip Kehati-Hatian Bagi Notaris/PPAT Dalam Menjalankan Tupoksinya Dalam Upaya Pencegahan Kriminalisasi Berdasarkan Kode Etik, Jurnal

Akta, 2017, hlm. 352.


76
Habib Adjie, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Notaris dan PPAT), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2009), hlm. 86.

Universitas Indonesia
26

Mengacu Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN itu tak dikaji makna terkait alasan yang berdasar, namun G.H.S. Lumban Tobing memberikan

77
beberapa misal terkait alasan yang mengacu dalam penolakan sebuah bantuan terhadap inidvidu yang datan kepadanya, yakni:

1. Pada Notaris berhalangan sebab sakit atau sebab pekerjaan jabatan lain;

2. Jika tiap penghadap tak dikenal dari Notaris atau identitasnya tak bisa diberi pada Notaris;

3. Jika para pihak tak bisa mengkaji kesanggupan mereka melalui kajian pada Notaris;

4. Jika para penghadap menghendaki sebuah hal yang berlawanan pada peraturan perundang-undangan;

5. Jika sebab Notaris nantinya menjalankan tindakan serta berlawanan pada Pasal 52 dan 53 UUJN.

Mengacu R. Soesanto alasan berdasar lainnya selain 5 (lima) hal di atas yaitu bila semua pihak yang menghadap tak melakukan

78
pembayaran ongkos segel serta ongkos-ongkos yang dibutuhkan pada notaris.

Akibat dari hal tersebut di atas, maka Notaris tidak memperbolehkan pihak ketiga untuk berkumpul di depannya, selain dengan

menggunakan ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada preseden hukum, kecuali hal itu diwajibkan oleh undang-undang dan Notaris tersebut duduk di

depan. rumah dan catatan kaki. Meskipun Undang-Undang Kenotariatan (UUJN) tidak secara eksplisit menyebutkan asas keamanan dalam setiap

pasalnya, namun mayoritas pasal-pasal Undang-Undang Notaris memuat rujukan tentang keamanan, kerahasiaan, dan keamanan. Selama notaris

melaksanakan peraturan tersebut, notaris dapat menyimpulkan bahwa pelaksanaan tilsynstgärder dilakukan untuk dirinya sendiri sebagai pejabat umum.

Seorang notaris harus mengetahui semua praktik terbaik yang mempengaruhi kewajibannya terkait pekerjaan untuk melindungi

kepentingan dan hak hukumnya, bahkan jika itu berarti menyatakan bahwa akta yang dikuatkan notaris tidak sah. Hal ini dapat mengakibatkan tindakan

menjadi berisiko atau bisa gagal. Pihak yang meminta bantuannya atau memulai aksi juga harus bisa bersikap tenang dan tidak menyadarinya seiring

berjalannya aksi. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan kepercayaan dan keamanan dalam sistem hukum, notaris dan mereka yang membutuhkan

jasanya harus memiliki karakter moral dan integritas yang tinggi.

Oleh karena itu, tidak ada pembenaran bagi seorang notaris untuk tidak menjunjung tinggi asas pertanggungjawaban selama menjalankan

tugasnya dan harus melakukannya. Artinya, semua pagar pembatas dan pagar pembatas yang dilihat bersamaan dengan pengujian harus selalu

berdasarkan hukum dan norma terkait sehingga dapat dimotivasi dengan tepat.

2.6 Tanggung Jawab Notaris/PPAT atas Hilangnya Sertipikat Hak Milik Dalam Proses Balik Nama

Pengertian officium nobile sendiri adalah suatu profesi yang sangat mulia karena profesi notaris ini sangat erat hubungannya dengan

kemanusiaan. Dengan eratnya hubungan kemanusiaan maka notaris juga mempunyai tanggung jawab penting karena harus memberikan pelayanan

sebaik mungkin tanpa membandingkan dalam hal apapun baik materi, maupun jabatan para pihak yang membutuhkan pelayanan notaris.

Notaris yang termasuk seorang pejabat umum memiliki keharusan dalam mematuhi Kewajiban Notaris agar tetap amanah kepada klien.
79
Seperti yang sudah di atur oleh Kode Etik Notaris (KEK) Pasal 3, yang berisikan:
a. “Mempunyai moral, akhlak, maupun kepribadian yang baik;
b. Menghormati serta menjunjung tinggi harkat maupun martabat jabatan Notaris;
c. Menjaga serta membela kehormatan perkumpulan;

77
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), ………, hlm 95.
78
R. Soesanto, Tugas, Kewajiban, dan Hak-hak Notaris; Wakil Notaris (sementara), (Jakarta : Pradnya Paramita, 1982), hlm. 54.
79
Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Notaris, Ps. 3.

Universitas Indonesia
27

d. Berbuat jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, mengacu peraturan perundang-unadngan serta isi sumpah jabatan
Notaris;
e. Menaikkan ilmu pengetahuan yang sudah ada tak dibatasi dalam d ilmu pengetahuan hukum serta kenotariatan;
f. Berfokus dalam pengabdian kepada kepentingan masyarakat serta negara;
g. Memberikan jasa pembuatan akta serta jasa keNotariatan lainnya dalam masyarakat yang tak mampu tanpa meminta honorarium;
h. Menentukan satu kantor dalam tempat kedudukan serta kantor itu termasuk kantor bagi Notaris yang terkait pada penerapan wewenangnya
sehari-hari;
i. Melakukan pemasangan 1 (satu) buah papan nama dalam depan/di lingkungan kantornya melalui pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150
cm x 60 cm, 200 cm x 80 cm, dimana adanya:
a. Nama lengkap serta gelar yang sah.
b. Tanggal serta nomor SK Pengangkatan yang terakhir selaku Notaris.
c. Tempat kedudukan.
d. Alamat kantor serta nomor telepon/fax. Dasar papan berwarna putih melalui huruf berwarna hitam dan tulisan di Aatas papan nama
harus jelas dan mudah dibaca, kecuali dalam lingkungan kantor itu tak dimungkinkan dalam pemasangan papan nama
j. Menghadiri, mengikuti serta ada pada tiap aktivitas diadakan dari perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap serta semua
keputuasan perkumpulan;
k. Membayar uang iuran perkumpulan dengan tertib;
l. Melakukan pembayaran uang duka dalam membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia;
m. Menjalankan serta menaati seluruh ketetapan terkait honorarium ditetapkan perkumpulan;
n. Melaksanakan jabatan Notaris yakni pada penyusunan, pembacaan, serta penandatanganan akta dijalankan pada kantornya, kecuali sebab
alasan-alasan yang resmi;
o. Membentuk seusana kekeluargaan serta kebersamaan pada penerapan tugas jabatan serta aktivitas sehari-hari serta saling memperlakukan
rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu maupun saling berupaya menjalin komunikasi serta
tali silaturahmi;
p. Menerapkan tiap klien yang datang secara baik, tak memberi perbedaan perilaku status perekonomian dan/atau status sosialnya;
q. Menerapkan tindakan umum dikenal selaku kewajiban agar ditaati serta dijalankan tetapi tak ada batasan dalam ketetapan yang ada pada:
1) UUJN
2) Makna Pasal 19 ayat (2) UUJN
3) Isi sumpah jabatan Notaris
4) Anggaran dasar serta anggaran rumah tangga INI
r. Menyusun akta pada jumlah batasan kewajaran dalam menerapkan peraturan perundang-undangan, khiususnya Undang-Undang terkait
Jabatan Notaris serta Kode Etik.”

Notaris tidak hanya tunduk pada Kode Etik tetapi Notaris pun mempunyai aturan undang-undang dimana mengkaji terkait jabatan Notaris
80
yakni Pasal 16 ayat (1), yang berisikan :
a. “bebuat amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, serta menjaga kepentingan pihak yang ada pada perbuatan hukum;
b. Menyusun akta wujud Minuta Akta serta melakukan penyimpanan selaku sebagian dalam Protokol Notaris;
c. Melekatkan surat serta dokumenserta sidik jari penghadap dalam Minuta Akta;
d. Menerbitkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta mengacu Minuta Akta;
e. Memberikan pelayanan selaras pada ketetapan di Undang-Undang ini, kecuali terdapat alasan agar menolaknya;
f. Merahasiakan semua hal terkait Akta yang disusun serta semua rincian yang didapatkan supaya penyusunan Akta selaras pada sumpah/janji
jabatan, kecuali unang-undang menentukan lain;
g. Melakukan penjilidan Akta yang disusun pada 1 (satu) bulan dijadikan buku yang memuat tak melebihi 50 (lima puluh) Akta, serta bila
total Akta tak bisa dimuat pada satu buku, Akta itu bisa dijilid menjadi lebih dari satu buku, serta mencatat jumlah Minuta Akta, bulan,
maupun tahun pembuatannya di sampul setiap buku;
h. Menyusun daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
i. Menyusun daftar Akta yang berkaitan pada wasiat mengacu susunan waktu penyusunan Akta tiap bulan;

80
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Jabatan Notaris.

Universitas Indonesia
28

j. Melakukan pengiriman daftar Akta yakni pada huruf i atau daftar nihil yang berkaitan pada wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementrian
yang terselenggaranya urusan pemerintahan dalam ranah hukum di waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama tiap bulan selanjutnya;
k. Melakukan pencatatan di reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat dalam setiap akhir bulan;
l. Memiliki cap atau stempel yang termuat negara Republik Indonesia serta dalam ranah yang melingkarinya ada tulisan nama, jabatan, serta
tempat kedudukan yang terkait;
m. Melakukan pembacaan Akta di depan penghadap dengan dihadiri dengan minimal 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus
dalam penyusunaan Akta wasiat di bawah tangan, serta ditandatangani ketika itu juga dari penghadap, saksi, serta Notaris; dan
n. Melakukan penerimaan magang calon Notaris.”

2.7 Kasus Posisi

Penggugat melalui surat gugatan tanggal 28 Februari 2018 dimana diterima serta dilakukan pendaftaran pada Kepaniteraan Pengadilan

Negeri Karanganyar di tanggal 28 Februari 2018 dalam Register Nomor 25/Pdt.G/2018/PN Krg. penggugat pada tanggal 16 Januari 2017 datang ke

kantor tergugat yang beralamat di Karanganyar untuk menyerahkan fisik Sertipikat Hak Milik No. 1558 Desa M (Objek Sengketa) dan berkas-berkas

untuk kepentingan Roya sebagaimana tersebut dalam tanda terima No. IV/01/2017 tertanggal 16 Januari 2017 yang menyerahkan adalah penggugat

yang menerima adalah tergugat dengan maksud Sertipikat tersebut akan di proses melalui kantor tergugat dalam hal ini untuk Roya dan selanjutnya akan

diproses balik nama menjadi atas nama penggugat.

Pada tanggal 2 Maret 2017 penggugat menyuruh seorang yang bernama W untuk menyerahkan Asli SPPT PBB. NOP No.

33.11.060.003.011-0154.0 atas nama Ny.M, kepada tergugat sebagaimana tersebut dalam tanda terima tertanggal 2 Maret 2017, tertulis yang

menyerahkan W dan yang menerima adalah tergugat. Setelah sekian lama waktu berjalan penggugat meminta klarifikasi kepada tergugat mengenai

keberadaan Fisik Objek Sengketa, namun ternyata oleh tergugat dinyatakan bahwa Fisik Objek Sengketa telah diserahkan tergugat kepada orang lain

tanpa persetujuan dan sepengetahuan penggugat sebagai orang yang telah menyerahkan fisik Sertipikat kepada tergugat. Bahkan kepada siapa fisik

Sertipikat itu diserahkan tergugat tidak memberi keterangan secara jelas. Bahwa dengan demikian tergugat sudah menjalankan tindakan melawan

hukum sebab telah melakukan penyerahan fisik sertipikat objek sengketa kepada orang lain tanpa persetujuan dan sepengetahuan penggugat sebagai

orang yang sudah memberi fisik sertipikat pada tergugat sehingga fisik sertipikat tersebut tidak dapat diproses balik nama menjadi atas nama penggugat.

Hakim Ketua Pengadilan Negeri pada putusan putusannya melalui nomor perkara 25/Pdt.G/2018/PN.Krg., menjelaskan pada pokok

perkaranya diantaranya Bahwa pada sebuah suatu gugatan yang didasari oleh terdapat sengketa kedua belah pihak, pihak penggugat yang menuntut

haknya serta merasa dirugikan oleh perbuatan tergugat, harusnya menjelaskan dengan jelas peristiwa hukum yang mendasari dasar tuntutan,

menguraikan fakta dimana mendahului kejadian hukum yakni dibentuk sebab munculnya kejadian hukum itu serta adanya kejelasan hubungan hukum

yang dijadikan dasar tuntutan

Universitas Indonesia
BAB III
TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERKAIT PENGURUSAN BALIK NAMA
SERTIPIKAT YANG DIMOHONKAN PIHAK TIDAK BERHAK

3.1 Tindakan Notaris Menerima Sertipikat Hak Milik Pengurusan Balik Nama yang Dimohonkan oleh Pihak yang Bukan Pemegang

Hak

Suatu tanggung jawab dibutuhkan pada setiap pekerjaan dalam hal ini semua profesi Jabatan Notaris sehingga nantinya menampilkan sikap

yang profesional serta meminimalisir notaris pada pelanggaran kode etik. Hal itu nantinya membentuk rasa percaya cukup tinggi pada Notaris. Notaris

selaku seorang pejabat umum mempunyai kode etik profesi pada pelaksanaan sebuah jabatan, sebab notaris pun turut ikut pada pembangunan nasional,

terlebih pada ranah hukum. Pada kode etik notaris diuraikan di mana notaris pada pelaksanaan tugasnya serta jabatan terdapat sebuah hal yang wajib,

melakukan pekerjaan secara mandiri, jujur, tak melakukan keberpihakan serta melalui adanya pelaksanaan tanggung jawab. Notaris mengacu dalam

adanya nilai moral, maka pekerjaannya perlu mengacu pada kewajiban, yakni terdapat kesanggupan yakni dalam diri pribadi, tak adanya ketergantungan

dalam fungsi maupun perolehan yang ada. Notaris pun memerlukan sikap serta hukum dimana tidak dipisahkan supaya bisa melaksanakan tugas profesi

81
melalui keprofesionalan dengan tak ada cela pada masyarakat. Pada pelaksanaan tugas, berkewajiban bertanggung jawab maknanya:

a. Kesediaan dalam melaksanakan dengan cara yang baik tugas apapun yang ada pada ranah profesinya.

b. Melakukan tindakan dengan seimbang, dengan tak melakukan hal yang beda pada perkara bayaran serta perkara cuma-cuma.

c. Kesanggupan dalam pemberian laporan pertanggungjawaban maupun penerapan kewajiban mereka.

Maknanya, moral saling berhubungan erat terhadap etika, di mana memiliki 2 (dua) artian. Pertama, selaku sebuah sekumpulan terkait

penilaian pada tindakan manusia. Kedua, sifatnya etik, di mana dipakai dalam menemukan perbedaan tindakan manusia terkait penilaian serta norma-

82
norma etis yang sifatnya susila serta harus didorong dari integritas moral secara tinggi. Kedudukan Notaris selaku Pejabat umum, pada makna nya

kewenangan yang terdapat dalam Notaris tak adanya pejabat lainnya, hingga selama wewenangnya itu tak dijadikan wewenang pejabat lainnya.

Kesanggupan melakukan pemahaman terkait kehendak semua di mana nantinya menyusun perjanjian pun dibutuhkan. Sebab akta notaris

dijadikan selaku keperluan dalam masyarakat, serta akta notaris pun cukup krusial pada fungsi membentuk kepastian hukum, sehingga tak berlebihan

jika disebut yakni profesi notaris termasuk profesi yang mulia serta termasuk profesi yang cukup dikehendaki bisa memperoleh pelayanan secara baik

pada masyarakat. Adanya perkembangan keterkaitan pada hidup bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara, pada sebuah ranah yang ada membutuhkan

sebuah alat bukti akta autentik.

Selaras dengan berkembangnya hukum serta keperluan masyarakat, fungsi serta peran notaris pada masyarakat juga cukup luas serta

mengalami perkembangan. Keperluan masyarakat pada pembuatan akta autentik maupun sertipikat balik nama membutuhkan keberadaan notaris selaku

pejabat umum yang mempunyai kewenangan. Mengacu pada Pasal 1868 KUHPERDATA, akta otentik yakni sebuah disusun pada wujud yang

ditetapkan dari undang undang, disusun dari maupun di hadapan pegawai-pegawai umum yang memiliki kuasa dalam hal itu pada tempat akta itu

dibentuk.

81
Evie Murniaty, “Tanggung Jawab Notaris Dalam Hal Terjadi Pelanggaran Kode Etik,” Tesis Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hlm. 4.
82
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu. Sekarang dan Di Masa Datang (Jakarta:Gramedia Pustaka, 2008), hlm. 19.

Universitas Indonesia
30

Walaupun pada pasal itu tidak mengkaji siapa yang dimaknai selaku pegawai/pejabat umum, namun pada Pasal 1 angka 1 UUJN mengkaji

yakni notaris termasuk pejabat umum yang memiliki wewenang dalam membentuk akta autentik serta mempunyai kewenangan lain di mana ada pada

UUJN. Kualifikasi selaku pejabat umum tak sebatas ada dalam notaris saja, namun diberi pada PPAT serta Pejabat Lelang. Wewenang itu terdapat

dalam notaris tak disebarkan pada pejabat umum yang lain, hingga wewenang itu tak termasuk wewenang pejabat umum yang lain pada pembentukan

83
akta otentik serta kewenangan lainnya, sehingga wewenang itu termasuk wewenang notaris.

Adanya ranah hidup bermasyarakat, biasanya masyarakat menemui notaris dalam penyusunan kesepakatan pengikatan jual beli hak pada

84
tanah. Perjanjian itu dinilai kesepakatan tak memiliki nama serta selanjutnya diselaraskan terhadap keperluan semua pihak yang ada didalamnya.

PPJB termasuk perjanjian diantara pihak yang menjual serta pihak yang membeli sebelum dilaksanakan jual beli sebab terdapat kausa-kausa dimana

perlu dilengkapi dalam transaksi itu diantaranya yakni sertipikat hak atas tanah tak dilakukan pendaftaran mengacu nama penjual serta tetap pada

85
rangkaian balik nama, serta tak terdapat penyelesaian biaya objek jual beli maupun sertipikat tetap diroya.

Makna PPJB itu terdapat kesepakatan dalam melaksanakan jual beli tanah jika syarat yang dibutuhkan dilengkapi. Sehingga bisa dinilai

yakni PPJB termasuk tindakan hukum yakni termasuk adanya pendahluan sebuah tindakan hukum jual beli pada sesuatu terkait tanah. PPJB

berhubungan terhadap tanah yakni tipe akta partij dimana disusun dalam depan notaris mengacu pada kemauan semua yang menghadap. Pada

pelaksanaannya, dalam kebutuhan rangkaian meresmikan Akta (verlijden) notaris perlu melakukan penelitian atas dokumen-dokumen yang diperlukan

melalui semua penghadap. Berhubungan terhadap adanya peresmian PPJB, notaris perlu meneliti adanya objek perjanjian itu. Sehingga sudah dijadikan

sesuatu secara dasarnya di mana notaris memiliki sertipikat hak atas tanah berhubungan terhadap akta yakni disusun dalam depannya itu.

Penerbitan sebuah sertipikat yakni selaku penyelesaian aktivitas pendaftaran tanah, sehingga terbentuk penjaminan kepastian hukum serta

perlindungan hukum terhadap pemilik hak itu. Adanya hal yang krusial dalam peran sertipikat, maka kekuatan pembuktiannya tak sebatas diberlakukan

eksternal/pada pihak luas, namun memiliki kekuatan internal, di mana adanya pemberian keamanan terhadap semua pemegang/pemiliknya maupun ahli

warisnya supaya ahli warisnya pada hari selanjutnya tak menderita hal yang sulit, maknanya tak harus berusaha dalam melakukan pengurusan namun

perlu menjaga keamanannya maupun menjaga kerusakannya. Maknanya yakni sertipikat termasuk tanda bukti hak yang kuat, sehingga ketika tak bisa

dibuktikan sebaliknya data fisik serta data yuridis yang ada padanya perlu diterima selaku data yang benar. Pada kejadian ini, pengadilan yang nantinya

memutuskan alat bukti mana yang benar. Bila faktanya data fisik serta data yuridis yang ada pada sertipikat tak benar, sehingga nantinya dilakukan

86
pembetulan sesuai dengan hal secara aturannya.

Adanya ayat (1 dan 2) pada Pasal 1320 itu termasuk persyaratan subjektif jika persyaratan itu dilanggar sehingga akta notaris yang terkait

bisa dilakukan pembatalan, selanjutnya pada ayat (3 serta 4) termasuk syarat obyektif, pelanggaran pada syarat obyektif menjadikan akta notaris batal

demi hukum. Selaku seorang notaris yang profesional, semua aspek pada ranah dibuatnya akta yang nantinya dilaksanakan perlu dikaji secara

menyeluruh melalui asas kehati-hatian notaris, pelaksanaan asas kehati-hatian notaris diterapkan melalui pelaksanaan pengenalan sebelumnya dari

semua penghadap, melakukan pemeriksaan dengan menyeluruh identitas melalui pemberian pertanyaan ulang nama, tempat tanggal lahir, jumlah

83
Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2018, hlm 17.
84
Iman Sjahputra, Pengantar Hukum Pasar Modal, Jakarta, Harvarindo 2012, hlm 2.
85
R Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cet-4, Jakarta, Alumni 1986,. hlm 75.
86
Benny Bosu, Perkembangan Terbaru Sertipikat (Tanah, Tanggungan dan Condominium), (Jakarta: PT.Mediatama Saptakarya, 1997), hlm.1.

Universitas Indonesia
31

saudara, nama saudara, ibu kandung, ayah kandung serta seterusnya yang harus dilaksanakan dari notaris jika mempunyai keraguan pada sifat asli

dokumen maupun pihak yang menghadap, serta dokumen lainnya yang diperlukan pada rangkaian penyusunan akta itu dikaji dengan menyeluruh.

Penolakan terhadap proses balik nama sertipikat di mana dijalankan melalui notaris perlu mengacu pada aturan yang tertulis maupun penolakan melalui

yuridis, penolakan yang tak berlandaskan dalam peraturan yang tertulis yakni penolakan subjektif, selaku notaris yang profesional pada pelaksanaan

sebuah jabatan perlu memiliki acuan dalam peraturan yang diberlakukan.

Tindakan notaris pada penerimaan pihak yang tak termasuk pemilik hak pada persoalan balik nama sertipikat seharusnya melaksanakan

penolakan. Notaris harus memberikan edukasi pada semua penghadap terkait semua hal yang mengakibatkan penyusunan akta itu tak dapat diteruskan.

Berdasarkan edukasi itu diarahkan melalui alasan di mana para pihak tak memahami hukum maupun suatu pihak tak mengetahui hal itu. Penolakan

yang dilaksanakan tak disebabkan Notaris tak berkeinginan dalam menyusunnya tetapi sebabnya akta yang nantinya dibuat termasuk adanya

pelanggaran sebuah norma. Melakukan pelanggaran hukum maupun adanya kerugian bagi suatu pihak. Sebuah penolakan riil yang ada pada kantornya

yakni pihak yang mendatangi notaris melakukan penyertaan sertipikat di mana dia tak termasuk yang mempunyai objek itu, selanjutnya sertipikat yang

dibawa itu nantinya bisa dijadikan selaku jaminan hutang serta dengan tegas notaris yang terkait perlu menjelaskan penolakannya meneruskan

pengurusan balik nama.

Dibutuhkannya aspek ketelitian pada notaris, berhati-hati pada rangkaian penyusunan peralihan sertipikat sebab sertipikat itu jika nantinya

muncul suatu permasalahan di mana notaris yang terkait bisa turut digugat, yakni dengan perdata atau tuntutan pidana, selain digugat notaris yang

terkait pun dapat diterapkan sanksi selaras terhadap aturan yang ada pada UUJN maupun Kode Etik Notaris. Tindakan penolakan yang dilaksanakan

dari notaris yakni disebabkan adanya penyebab hukum maupun yuridis terlebih disebabkan alasan pribadi diperbolehkan selama notaris itu dapat

menguraikan dengan logis penolakan yang dilaksanakan, tiap tindakan yang dilaksanakan dari notaris perlu dilaksanakan sebuah pertanggungjawaban

yakni dalam meneruskan penyusunan akta maupun penolakannya.

Notaris pada pelaksanaan jabatan wajib mengacu dalam Kode Etik Notaris, undang-undang jabatan notaris serta aturan aturan hukum

lainnya. Semua hal yang ada dengan implisit pada suatu aturan perlu dilakukan pemaknaan dengan meluas memakai akal serta hati nurani maka notaris

tak sama halnya dengan benda mati yang sebatas mengikuti terhadap yang ada tetapi notaris bisa melakukan penafsiran ketika tak melakukan

penyimpangan terhadap acuan yang ada, hal itu dipakai pada penerimaan klien atau penolakan klien dalam meneruskan rangkaian penyusunan sebuah

akta ontektik. Penolakan dalam memberikan layanan jasa notaris pada pembentukan akta autentik diperbolehkan dilakukan penolakan walaupun

undang-undang tak mengkaji lebih rinci hal itu, sebab selaku seorang notaris yang mempunyai ilmu tinggi telah sepantasnya memahami sebuah norma,

nilai, maupun aturan-aturan tak tertulis yang ada di masyarakat. Notaris yang profesional, perlu mempunyai pandangan secara progresif serta memiliki

wawasan luas.

Peraturan disusun dari badan legislatif yang tak dipastikan memahami dengan sesungguhnya peristiwa, persoalan yang ada pada lapangan,

notaris selaku pelaksanaan dari aturan itu maupun yang menjalankan semua yang terdapat pada aturan tersebut perlu mengkaji aspek didalamnya secara

teliti, agar produk yang diciptakan dari notaris bisa menjadikan kepastian hukum pada semua pihak yang terkait, sebab akta yang disusun dari notaris

difungsikan supaya jika ada persoalan yakni wanprestasi ataupun perbuatan melawan hukum akta notaris itu bisa menjadi selaku alat bukti yang otentik

Universitas Indonesia
32

pada pengadilan. Tindakan penolakan pelayanan jasa notaris pada sebuah tindakan pembentukan akta mengacu pada hasil penelitian yang penulis

lakukan, penulis menggolongkan penolakan pada penyusunan akta notaris mengacu pada kualifikasi diantaranya:

1. Penolakan sebab judul Akta

Penolakan sebab judul makna nya yakni judul akta yang dipakai mengacu pada sebuah hal yang adanya pelanggaran undang-undang pada

masyarakat, misalnya nantinya dibangun suatu Perseroan Terbatas, maupun para pihak yang nantinya membangun Perseroan Terbatas itu

mendatangi Notaris selanjutnya menguraikan terkait hal yang dikehendaki serta membentuk nama PT yang nantinya disusun yakni adanya

klen melalui nama itu telah memiliki makna yang negatif, hal itu harus diberikan selaku pertimbangan awal akankah nantinya melakukan

penerimaan maupun penolakan pembuatan Akta Pendirian itu. Pada diajukannya Nama Perseroan, maupun yayasan serta lainnya, jika

Notaris ragu nantinya hal yang akan muncul ke depan pada persero itu Notaris diperbolehkan melakukan penolakan tetapi jika notaris

nantinya meneruskan pembentukannya namun tetap ragu bisa dilakukan antisipasi melalui penyusunan permohonan jika yang mengajukan,

memiliki ide atas nama itu maupun apa yang nantinya dilaksanakan seluruhnya melalui keinginan sepenuhnya melalui semua pihak yang

terkait, tak terdapat adanya ide oleh Notaris.

2. Penolakan karena sebab kelengkapan dokumen maupun surat yang diperlukan

dalam rangkaian penyusunan akta.

Pada peristiwa itu Notaris memberi waktu dalam memenuhi persyaratan yang diperlukan, pada semua hal kelengkapan maupun aslinya

dokumen/surat-surat yang diperlukan dalam rangkaian pembentukan akta terdapat hal tak memadai, Notaris tak memberikan penolakan

dengan penuh, namun Notaris memberi penyuluhan hukum pada klien terhadap hal yang tak cukup, terkait penyebab surat-surat itu perlu

dilengkapi, memberi pengetahuan secara detail, bila seluruhnya telah dilaksanakan dari Notaris serta klien atau penghadap tak mempunyai

itikad dalam memberikan kelengkapan sehingga Notaris perlu memberikan penolakan dalam meneruskan pembentukan sebuah akta. Hal itu

agar menunjang kepentingan Notaris tersebut selanjutnya, sebab selaku seorang Notaris tak ada kewajiban dalam mengkaji kebenaran

materiil terhadap sebuah sesuatu, sebatas melihat surat surat serta rincian yang ada dari penghadap, rasa teliti yang tinggi cukup dibutuhkan

supaya Notaris yang terkait tak tersangkut dengan permasalahan hukum.

3. Penolakan terhadap adanya isi akta.

Penolakan terhadap adanya isi akta sebab terdapat sesuatu yang berlawanan terhadap aturan-aturan yang ada, maka notaris perlu melakukan

penolakan jika makna akta yang nantinya dibentuk berlawanan terhadap hukum, ilmu tinggi maupun wawasan secara luas oleh seorang

notaris diperlukan pada hal itu, sebab apabila isi akta terbukti berlawanan terhadap hukum sehingga akta maupun sertipikat yang dibuat

tersebut bisa batal demi hukum.

Adanya kehadiran notaris dalam melakukan pemenuhan keperluan masyarakat yang membutuhkan bukti otentik. Sehingga, pelayanan pada

masyarakat harus fokus selaras adanya makna di undang-undang jabatan notaris. Namun di sebuah kondisi bisa melakukan penolakan dalam pemberian

pelayanan melalui sebuah alasan-alasan, selaras adanya ketetapan Pasal 16 ayat (1) huruf d undang-undang jabatan notaris. Pada makna pasal itu dengan

limitatif dimaknai artian melalui alasan untuk penolakannya, alasan yang menyebabkan notaris tak melakukan keberpihakan, misalnya terdapat

Universitas Indonesia
33

keterkaitan darah serta semenda terhadap notaris maupun terhadap suami serta istri, suatu orang tak memiliki kemampuan bertindak dalam menjalankan

tindakan perbuatan, serta hal lainnya yang tak diperbolehkan dari undang-undang.

Selaras adanya asas-asas yang mengatur kewenangan notaris dalam pelaksanaan di masyarakat yakni adanya beberapa asas terkait:

a. Asas persamaan.

Seiring dengan berjalannya waktu, lembaga notaris menjadi bagian dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin

diperkuat. Ketika mereka memberikan dukungan untuk semua orang, mereka tidak boleh mendiskriminasi satu sama lain berdasarkan faktor sosial

ekonomi atau alasan lain. Mungkin ada alasan yang sah untuk khawatir jika notaris tidak dapat menyediakan beberapa alat untuk jasa pada para

penghadap tersebut.

b. Asas kepercayaan.

Jenis notaris yang dikenal sebagai notaris jabatan kepercayaan, berkewajiban untuk mengungkapkan semua informasi mengenai

penanganan yang dilakukannya dan setiap hadiah yang diterima dalam rangka menegakkan penanganan tersebut sesuai dengan ketentuan kontrak atau

perjanjian, kecuali undang-undang menetapkan lainnya (Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN) (Pasal 4 ayat (2) UUJN).

c. Asas kepastian hukum.

Ketika notaris membuat perjanjiannya, dia harus menyesuaikan diri dengan undang-undang agar semua hal dapat dipertanggungjawabkan

dan kemudian dimasukkan ke dalam dokumen. Tindakan yang dijunjung tinggi notaris harus sesuai dengan hukum. Akta notaris dapat digunakan

sebagai bukti bagi para pihak jika terjadi perselisihan yang sah.

d. Asas kecermatan.

Pengetahuan terperinci dari semua bukti yang disajikan untuk pengesahan dan analisis klarifikasi atau klarifikasi yang dibuat oleh para

pihak akan digunakan sebagai dasar penanganan perkara. Agar akurat, notaris harus benar mengidentifikasi pelanggar berdasarkan identitas pelanggar.

Sehubungan dengan dikeluarkannya surat permohonannya sebagai notaris, seharusnya ia mengajukan pertanyaan, mendengarkan dengan seksama, dan

mengetahui syarat-syarat perjanjian antara para pihak. Notaris seharusnya juga menyangkal tindakan apa pun yang mungkin memengaruhi persyaratan

tersebut atau persyaratan para pihak, memberikan nasihat kepada pihak yang bergerak maju, dan mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk

sepenuhnya memenuhi kewajiban hukum lainnya.

Keperluan terhadap jasa notaris pada masyarakat modern tak bisa dibatasi. Notaris selaku pejabat umum dilakukan pengangkatan dari

pemerintah serta pemerintah selaku organ negara melakukan pengangkatan notaris tak terbatas pada keperluan kepentingan notaris itu, namun adanya

keperluan masyarakat luas. Jasa yang ada pada notaris berhubungan terhadap permasalahan trust (rasa percaya antara para pihak), maknanya negara

memberi rasa percaya cukup mendalam pada notaris serta maka bisa dinilai di mana adanya rasa percaya pada notaris maknanya notaris itu sudah bisa

dinilai membawa tanggung jawab terhadapnya. Tanggung jawab itu bisa berbentuk tanggung jawab melalui hukum serta moral.

Penggugat (inisial H) pada penyerahan SHM no 1558/Desa M dengan nama inisial Ny. R pada tergugat dalam keperluan roya serta balik

nama terhadap nama penggugat dengan tak melakukan penyebutan dengan jelas keterkaitan hukum diantara penggugat terhadap sertipikat SHM No

1558/Desa M serta terkait langkah mendapatkan sertipikat itu, akankah terdapat sebuah jual beli maupun pinjam meminjam maupun perbuatan hukum

yang lain maka sertipikat itu ada di penguasaan penggugat, sehingga adanya ketidakjelasan keterkaitan hukum diantara penggugat pada obyek sengketa

Universitas Indonesia
34

sehingga sudah menyebabkan gugatan penggugat tak jelas serta perlu dinilai kabur (obscuur libel). Seharusnya notaris menolak untuk melakukan proses

balik nama sertipikat karena pihak yang mengajukan tersebut tidak mendatangkan pemilik sertipikat.

Penolakan pelayanan jasa oleh notaris pada klien mengacu pada hasil penelitian yang sudah penulis uraikan itu bervariatif, hingga

penolakan yang dilaksanakan dari Notaris bisa dipertanggungjawabkan melalui alasan hukum secara logis yakni terkait alasan hukum yang ada dalam

aturan-aturan yang tertulis atau alasan hukum yang terkait dalam norma-norma yang ada di masyarakat hingga bisa dipertanggungjawabkan sehingga

Notaris diperbolehkan melaksanakan penolakan pelayanan jasa pada klien. Pada kode Etik Notaris hasil kongres luar biasa Ikatan Notaris Indonesia tan

ggal 29-30 mei 2015 pada banten, pasal 3 angka 4 mengkaji yakni notaris pada pelaksanaan jabatannya perlu memiliki perilaku kejujuran, kemandirian,

tak terpihak, menyampaikan, kolektif, dengan adanya tanggungjawab, mengacu dalam aturan perundang-undangan serta makna sumpah jabatan notaris.

Pasal di kode etik itu dijadikan landasan bagi Notaris pada pelaksanaan jabatannya terlebih pada pembentukan akta autentik serta sertipikat balik nama.

3.2 Kewenangan Notaris untuk Menyerahkan Sertipikat Hak Milik yang Melakukan Pengurusan Balik nama yang Dimohonkan oleh

Pihak yang Bukan Pemegang Hak

Sertipikat hak atas tanah yakni diserahkan pada notaris dalam rangkaian meresmikan Akta (verlijden) itu memiliki tujuan dalam melakukan

penjaminan kepastian hukum serta perlindungan keperluan semua pihak. Sertipikat hak atas tanah yang diserahkan pada notaris dalam rangkaian

meresmikan sebuah Akta (verlijden) termasuk bentuk adanya pelaksanaan sebuah asas cermat notaris dalam mengkaji sebelumnya terkait seluruh

pembuktian dimana ditampilkan padanya serta menelaah rincian serta pernyataan terhadap semua yang menghadap. Sesuatu itu selaras adanya

kewajiban notaris yakni termuat pada Pasal 16 ayat (1) UUJN di mana pada pelaksanaan tugas jabatannya, notaris mempunyai hal yang wajib dalam

melakukan tindakan secara amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, serta melakukan penjagaan keperluan pihak yang ada pada pelaksanaan

tindakan hukum.

Bertindak amanah maknanya notaris berjanji dalam melakukan penjagaan serta memberikan perlindungan terhadap semua yang sudah

diberikan kepadanya serta melaksanakan tugas secara sepenuhnya. Jujur disini maknanya hal dengan memang dilandaskan pada fakta atau menghindar

pada hal tak sesuai serta tak patut, kejujuran pada individu, penghadap, serta profesi. Kolektif dimaknai yakni notaris pada pelaksanaan wewenang

fungsinya perlu ketelitian. Kemandirian maknanya yakni mempunyai kantor sendiri serta tak ketergantungan terhadap orang lain. Tidak berpihak

maknanya notaris berkedudukan selaku penengah maupun netral serta tak melakukan pembelaan suatu pihak. Menjaga kepentingan para pihak

maknanya notaris harus menjaga serta fokus pada keselarasan antara hak serta kewajiban semua pihak maka kepentingan para pihak bisa dijaga dengan

seimbang.

Diserahkannya sertipikat hak atas tanah pada notaris dalam rangkaian meresmikan Akta (verlijden) termasuk bentuk hal yang wajib bagi

notaris pada penjagaan keperluan semua penghadap. Hal itu bisa menghindari terhadap sebuah itikad buruk oleh pihak penjual maupun pembeli di mana

bisa mengakibatkan kerugian. Misalnya jika sebagian prestasi sudah dilengkapi dari pembeli serta sertipikat itu ada pada penjual, saat penjual beritikad

buruk nantinya bisa menimbulkan kerugian pada pihak pembeli. Sejenis adanya hal jika sertipikat itu ada pada pembeli, hal itu pun tak bisa dijalankan

sebab pembeli tak melaksanakaan pelunasan pembayaran. Sehingga, notaris memiliki kewenangan dalam melakukan penerimaan sertipikat hak atas

tanah agar rangkaian pengesahan Akta (verlijden) serta diterimanya sertipikat itu selaku wujud penerapan kewajiban notaris pada penjagaan keperluan

semua pihak.

Universitas Indonesia
35

Notaris pada pelaksanaannya menyusun tanda terima serta diberikan pada pemilik sertipikat, sesudah pemilik sertipikat memberi

sertipikatnya pada notaris yang terkait. tanda terima notaris itu isinya tanda tangan notaris selaku yang menerima sertipikat serta tandatangan semua

pihak selaku yang menitipkan sertipikat, adapun tak termuat batasan periode pada makna tanda terima. Batasan itu, dikaji pada adanya persetujuan

diantara notaris serta semua pihak. Tanda terima notaris tak dijelaskan bentuk serta wujud pokok pada hukum di Indonesia. Maka notaris dalam

pembentukan tanda terima notaris bebas memilih tentang format serta wujudnya yang diselaraskan terhadap keperluan pada pelaksanaan profesi. Notaris

pada rangkaian dialihkannya hak atas tanah harus menjalankan verifikasi pada Badan Pertanahan Nasional melalui pembawaan bukti akta hak atas tanah

itu. Maka pemegang akta hak atas tanah itu harus melakukan penyerahan akta hak atas tanah secara asli itu pada notaris. saat notaris sudah melakukan

penerimaan penitipan akta hak atas tanah oleh yang memiliki sehingga notaris nantinya memberi sebuah wujud tandaterima berwujud surat pada yang

memilikinya.

Penitipan barang yakni suatu kesepakatan dimana membentuk persetujuan terhadap Notaris serta pihak yakni melakukan penitipan

sertipikatnya. Mengacu pada Pasal 1313 KUHPerdata mengkaji yakni sebuah perjanjian yakni sebuah melalui satu orang maupun lebih melakukan

pengikatan dirinya pada satu orang lain maupun lebih. Melalui sebuah perjanjian itu, nantinya terbentuk sebuah perikatan. Pada wujudnya, perjanjian

tersebut berwujud sebuah susunan perkataan yang memiliki janji-janji maupun rasa sanggup yang dilafalkan maupun ditulis. Munculnya perikatan

berdasarkan perjanjian penitipan mengakibatkan hak serta kewajiban oleh semua pihak, adapun notaris selaku penerima titipan serta pemilik akta

87
dengan status selaku pemberi titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini pada tipe perjanjian riil. Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian dimana

88
muncul saat dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat penyerahan barang yang dititipkan itu. Aspek pada Perjanjian Penitipan Pasal

1694 KUHPerdata yakni diterimanya benda serta kesepakatan dalam melakukan penyimpanan serta melakukan pengembalian melalui kondisi sejenis.

Munculnya perikatan mengacu pada perjanjian penitipan membentuk hak serta kewajiban oleh para pihak, adapun notaris memiliki status

selaku yang menerima titipan serta pemilik akta memiliki status selaku yang memberikan titipan. Perjanjian penitipan dalam hal ini tipe perjanjian riil.

Perjanjian riil mempunyai makna perjanjian yang baru ada apabila dilaksanakan sebuah tindakan secara nyata yakni terdapat diserahkannya benda yakni

dilakukan penitipan itu. Aspek pada Perjanjian Penitipan mengacu pada Pasal 1694 KUHPerdata yakni diterimanya barang serta janji dalam

penyimpanan serta pengembalian melalui kondisi sejenis. Apabila dihubungkan terhadap tindakan hukum antara Notaris serta klien pada rangkaian

dialihkannya hak atas tanah, sehingga unsur penerimaan barang dilengkapi sebab sertipikat hak atas tanah yang dimiliki penghadap sudah diberi pada

notaris, serta unsur lainnya yakni kesepakatan agar melakukan penyimpanan serta pengembalian pada kondisi sejenis, unsur itu dilengkapi supaya pada

kasus, penerima titipan yakni notaris nantinya melakukan penyimpanan sehingga rangkaian verifikasi tanah pada Badan Pertanahan Nasional serta

pengembalian sertipikat hak atas tanah itu pada pemberi titipan yakni diakibatkan perjanjian jual-beli tanah diantara penghadap melalui pihak pembeli

tak terdapat pelaksanaan.

Adanya sebuah bukti, tandaterima notaris dimana termasuk suatu akta dibawah tangan pun termasuk adanya perjanjian penitipan. Sebab

sebuah perjanjian yang ada pada wujud akta, sehingga akta itu termasuk acuan perjanjian terhadap para pihak yang ada pada perjanjian itu. Hal itu

dikuatkan terhadap perspektif Soedikno Mertokusumo yakni akta termasuk asli yakni yang memuat tanda tangan yang ada pada kegiatan yang dijadikan

87
Dwi Suryahartati, ‘Perjanjian Penitipan Barang dalam Pengelolaan Parkir Bagi Perlindungan Konsumen Di Indonesia’ (2019) 2 Acta Diurnal Jurnal Ilmu Hukum

Kenotariatan. hlm 260.


88
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (4 edn, Prenada Media 2019). hlm 45.

Universitas Indonesia
36

acuan dalam sebuah kepemilikan maupun perikatan dimana ada ketika awalnya secara sengaja dalam membuktikan. Maka apabila dihubungkan

terhadap kasus, sehingga Notaris selaku yang menerima titipan memiliki hak dalam tak melakukan pemberian sertipikat yang termasuk barang titipan

pada orang yang tak selaras identitasnya pada tanda erima notaris itu. Hal itu pun dikuatkan mengacu pada isi Pasal 1719 KUHPerdata.

89
Penitipan barang bisa muncul melalui sukarela serta terpaksa. Mengacu pada Pasal 1695 KUHPerdata mengkaji yakni penitipan barang

terdapat 2 jenis yakni penitipan barang maknanya serta sekestrasi. Perjanjian penitipan yakni notaris serta klien ada pada penitipan barang yang sejati

secara sukarela. Perjanjian penitipan antara notaris serta klien menyetujui dimuat pada suatu akta. Akta memiliki aspek formal yakni adanya

kelengkapan maupun penyesuaian sebuah perbuatan hukum perlu disusun sebuah akta. Adanya 2 macam akta yakni akta autentik serta akta di bawah

tangan. Mengacu pada Pasal 1868 KUHPerdata menilai yakni Akta Otentik termasuk sebuah akta pada wujud di mana ditetapkan pada Undang Undang

disusun dari di depan pegawai-pegawai umum yang memiliki kuasa untuk pada pemaknaan akta dibentuknya. Sementara Akta di bawah tangan yakni

akta dimana tak dibentuk di depan pejabat umum yakni memiliki kewenangan. Akta di bawah tangan bisa dibentuk berlandaskan persetujuan para pihak

90
serta yang krusial yakni tanggal bisa dibentuk kapanpun.

Sebelum ditandatangani sebuah AJB, semua pihak perlu memberikan tanda tangan Perjanjian Pengikatan Jual Beli PPJB. PPJB

dilaksanakan sebab terdapat persyaratan AJB yang tak dilengkapi, contohnya terdapat dokumen tak dipenuhi, objek transaksi tetap dilakukan

penjaminan. Pada PPJB, semua pihak setuju penitipan sertipikat objek transaksi pada notaris. Maka, peristiwa penitipan sertipikat sejatinya muncul oleh

91
kebiasaan. Terdapat kebiasaan itu dengan tanpa landasan. Acuan pihak menitipkan sertifikatnya diantaranya:

a. Kebutuhan mengecek sertipikat pada BPN, supaya ada kepastian dalam data fisik serta yuridis yang ada pada sertipikat selaras terhadap

yang ada pada buku tanah;

b. Adanya antisipasi apabila para pihak tak melakukan pembayaran jasa notaris sesudah transaksi (hak retensi);

c. Pada pembangunan rumah, developer melakukan penitipan sertipikat induk supaya memudahkan rangkaian pembagian sertipikat;

d. Pihak yang membeli belum bisa melakukan pelunasan harga tanah serta bangunan yakni dijadikan obyek transaksi.

Sesudah mengetahui landasan semua pihak melakukan penitipan sertipikat, sehingga bisa dikaji adanya fungsi dalam menitipkan sertipikat

yakni supaya memudahkan transaksi para pihak. Selaku pembktian adanya penitipan sertipikat dari semua pihak, notaris memberi tanda terima.

Pertukaran prestasi pada sebuah perjanjian tak semuanya sesuai. Seringkali hal itu berakhir dalam diputuskannya kontrak. Contohnya pada PPJB, calon

pembeli beberapa kali gagal bayar, itu menjadikan pihak yang menjual berkehendak melakukan pemutusan kesepakatan. Selaku bentuk niatan itu,

penjual melakukan permintaan lagi sertipikat yakni dititipkan pada notaris. Tetapi biasanya notaris melakukan penolakan pengembalian sertipikat

apabila pemilik sertipikat serta pihak dimana memberi tanda tangan tanda terima penitipan sertipikat yakni pihak yang tak sama.

Seringkali dalam pihak yakni melakukan pengurusan rangkaian pembalikan nama pada sebuah kegiatan berbentuk rumah maupun tanah

yakni adalah perantara maupun orang yang menerima kuasa. Mengacu pada notaris, suatu pihak yakni bisa melakukan pengambilan sertipikat yakni

yang nama serta tanda tangannya ada pada tanda terima. Seringkali ditemukan kasus yakni notaris dilakukan gugatan dari yang memiliki sertipikat

89
Meutya Rachma dan Ika Tunggal Puspitasari, ‘Pertanggung Jawaban Para Pihak Dalam Perjannjian Perkawinan Yang Dibuat Di Bawah Tangan Pasca Putusan

Mahkamah Konstitusi No. 69/PUU-XIII/2015’ (2019) 2 Notaire. hlm 261.


90
Ghita Aprillia Tulenan, ‘Kedudukan Dan Fungsi Akta Di Bawah Tangan Yang Dilegalisasi Notaris’ (2014) 2 Lex Administratum hlm 122.
91
Bagdhady Zanjani Al Misbakh, ‘Perlindungan Hukum Bagi Notaris Yang Menahan Sertipikat Demi Menjaga Kepentingan Para Pihak Dalam Pengikatan Jual Beli

(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Bukit Tinggi Nomor 53/Pid.B/2017/PN.Bkt)’ (2019) 1 Indonesian Notary. hlm 5.

Universitas Indonesia
37

(pemilik hak atas tanah) sebab perbuatan menahan akta. Itu menjadikan notaris dalam kedudukan yakni tak mudah. Mengacu pemikiran, pihak yakni

mendapat rugi nantinya melakukan ganti kerugian pada pihak yakni mengakibatkan rugi itu. Pada sebuah penitipan sertipikat, sehingga pemilik hak atas

tanah yang rugi melalui prbuatan notaris yakni tidak melakukan pengembalian sertipikat, nantinya mengajukan gugatan pada notaris yang itu. Sehingga,

terlepas alasannya, notaris itu perlu menerima gugatan, serta bila terbukti bersalah, notaris itu harus tanggung jawab.

Tanggung jawab notaris dibedakan kedalam tiga mengacu pada wujud sebuah sanksi, yakni pertanggungjawaban pidana,

92
pertanggungjawaban perdata, serta tanggungjawab administrasi:

a. Pertanggungjawaban pidana

Wujud sanksi pidana biasanya berbentuk hukuman penjara, denda, dicabutnya hak, perampasan benda, (Pasal 10 KUHP). Pada melakukan

penahanan sertipikat, notaris berpeluang menerima tuntutan melalui Pasal 374 KUHP berbentuk tindak pidana penggelapan pada jabatan. Unsur tindak

pidana penggelapan pada jabatan yakni sudah dilengkapi, diantaranya:

1. Barang siapa pada hal ini yakni dijadikan subjeknya yakni Notaris.

2. Secara sengaja maupun melawan hukum Notaris sengaja melakukan penahanan sertipikat serta melakukan pelanggaran hak pemilik

sertipikat dalam melakukan permintaan lagi sertipikat yang dimilikinya.

3. Mempunyai barang semua Notaris melakukan penyimpanan sertipikat penjual.

4. Semuanya maupun beberapa kemilikikan pihak lain Sertipikat yang dititipkan pada notaris yakni kepemilikan penjual.

5. Dikuasainya pada benda dikarenakan terdapat ikatan kerja maupun sebab pencarian maupun memperoleh upah terhadap hal

tersebut. Sertipikat itu ada pada notaris sebab dilakukan penitipan dari tiap pihak agar lancarnya bertransaksi.

Mengacu pada penjelasan itu, bisa ditarik simpulan yakni tindakan notaris melakukan penahanan sertipikat melengkapi seluruh unsur Pasal

374 KUHP. Sehingga, notaris bisa disangkakan melaksanakan tindak pidana penggelapan pada jabatan. Tetapi harus dikaji yakni individu dimana

dibuktikan melaksanakan tindak pidana belum tentu bisa dimintai pertanggungjawaban pidana. Pada hukum pidana adanya alasan pembenar, yakni

apabila terdakwa melaksanakan tindakan dalam pelaksanaan ketetapan undang undang (vide. Pasal 50 KUHP). Maka pada hal notaris melaksanakan

tuntutan penggelapan pada jabatan sebab melakukan penahanan sertipikat, harus dilakukan analisis rinci akankah tindakan itu pada pelaksanaan

ketetapan Undang-Undang maupun tidak.

Mengacu pada UUJN maupun aturan yang lain, Bila notaris nyatanya melakukan penyimpanan sertipikat pada pelaksanaan jabatannya,

sehingga notaris tak bisa dimintakan pertanggung jawaban, tetapi bila notaris melakukan penyimpanan sertipikat tak pada tujuan pelaksanaan

jabatannya, sehingga notaris bisa dimintakan pertanggungjawaban. Pada putusan nomor 25/Pdt.G/2018/PN Krg itu adanya dugaan seorang notaris

didakwa melakukan penggelapan pada jabatan sebab sudah diserahkan Sertipikat itu dari notaris pada orang lain dengan tak adanya persetujuan serta

sepengetahuan yang menerima tanda bukti terima selaku orang yang sudah menyerahkan fisik Sertipikat maka fisik Sertipikat itu tak bisa diproses balik

nama menjadi atas nama Penggugat maupun hal ini yakni termasuk tindakan perbuatan melawan hukum.

92
Meta Suriyani, ‘Legalitas Kewenangan Notaris/PPAT Dalam Menahan Sertipikat Hak Milik Karena Adanya Pembatalan Jual Beli’ (2016) 10 Jurnal Hukum Samudra

Keadilan. hlm 284–288.

Universitas Indonesia
38

Mengacu pada Gunawan Widjaja serta Kartini Muljadi, perbuatan melawan hukum yakni perikatan yang muncul dalam Undang-undang

disebabkan adanya perbuatan manusia yang melanggar hukum yakni ada pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Perbuatan melawan

hukum maknanya kesalahan perdata yang tak berasal melalui wanprestasi pada sebuah perjanjian, namun sebuah tindakan melawan hukum yang

dilaksanakan dari sebab kesalahannya sudah menyebabkan kerugian terhadap orang lain serta perbuatan melawan hukum mengharuskan pelakunya

melakukan mengganti kerugian itu yakni ada pada Pasal 1365 KUHPer. Hak tertentu yakni hak pribadi nantinya dilindungi melalui sanksi tegas bagi

pihak yang melanggar hak itu, yakni tanggung jawab membayar ganti rugi pada pihak yang dilanggar haknya. Sehingga tiap perbuatan yang

mengakibatkan kerugian pada orang lain mengakibatkan pertanggungjawaban.

b. Pertanggungjawaban perdata

Wujud hukuman pada pertanggung jawaban perdata yakni ganti kerugian pada wujud uang, maupun wujud lain yang selaras. Pada

penahanan sertipikat, biasanya notaris menerima gugatan mengacu pada perbuatan melanggar hukum, sebab nama pemilik sertipikat tak ada pada tanda

terima, maka pemilik sertipikat bukan pihak pada persetujuan dititipkannya sertipikat (privity of contract). Terkait perbuatan melanggar hukum dikaji

pada Pasal 1365 KUHPerdata, di mana aspek-aspeknya diantaranya:

1. Perbuatan Perbuatan yakni dilaksanakan dari notaris yakni melakukan penahanan sertipikat.

2. Perbuatan itu melanggar hukum, undang-undang, hak pihak lain, kewajiban pelaku, nilai asusila serta ketaatan. Tindakan itu

melanggar hak pada yang memiliki sertipikat dalam meminta lagi hal yang dimilikinya.

3. Kekeliruan notaris sengaja tak melakukan pengembalian sertipikat itu.

4. Kerugiannya yakni terdapat harga pengacara serta harga transportasi.

5. Kausalitas kerugian yang ada pada pemilik sertipikat sebab dari perilaku notaris melakukan penahanan akta.

Mengacu pada penjelasan itu, sehingga tindakan notaris yang tidak mau melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni

perbuatan melanggar hukum. Tetapi hukum perdata pun ada alasan pembenar, yakni pada isi Pasal 50 KUHP. Maka apabila notaris melakukan

penahanan sertipikat supaya melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya, sehingga hal itu menghapuskan sifat melanggar hukum, serta notaris perlu

dinilai tidak melakukan kesalahan.

c. Pertanggungjawaban administrasi

Hukuman administratif yakni bisa diberi pada notaris diantaranya berwujud peringatan tertulis, diberhentikan sementara, maupun

diberhentikannya secara tak hormat (vide. Pasal 47 Peraturan Menteri Hukum serta Hak Asasi Manusia No. 15 Tahun 2020 terkait Tata Cara

Pemeriksaan Majelis Pengawas pada notaris [Permenkumham 15/2020]). Terkait memiliki hak dalam menerapkan hukuman administratif yakni Majelis

Pengawas Wilayah, bagi sanksi peringatan lisan/tertulis, maupun Menteri Hukum dan HAM, bagi sanksi pemberhentian sedangkan, pemberhentian

secara hormat, atau pemberhentian tidak terhormat (vide. 26(1) jo. Pasal 37(3) Permenkumham 15/2020). Pada penentuan tanggung jawab administrasi,

harus dikaji juga alasan tindakan Notaris itu melakukan penahanan akta; jika dilaksanakan agar terwujudnya keperluan semua para pihak, sehingga

Notaris tak dibuktikan melaksanakan pelanggaran jabatan maupun kode etik.

Adapun disebabkan pelaksanaan jabatan, terdapat alat perlindungan hukum lainnya, dimana bisa dipakai Notaris selaku “penghalang” pada

menerima gugatan penitipan sertipikat dari pemilik hak pada tanah diantaranya:

Universitas Indonesia
39

a. Norma penerima titipan harus melakukan pengembalian barang sebatas pada orang yang menitipkannya maupun pada pihak yang

ditunjuk olehnya. Norma ini ada pada Pasal 1719 KUHPerdata, maka jika pemilik hak atas tanah ingin melakukan pengambilan lagi

sertipikatnya, Ia perlu membuktikan di mana dirinya sudah ditunjuk dari pihak yang melakuka penitipan sertipikat itu misalnya

adanya surat kuasa tertulis. Itu cukup sesuai dilaksanakan pada pencegahan itikad tidak baik pemilik hak atas tanah maupun penjual

yang akan melakukan pembatalan perjanjian dengan sepihak

b. Hak retensi maknanya Notaris dalam haknya melaksanakan penahanan benda milik penghadap (pada hal itu sertipikat) hingga pihak

itu menuntaskan kewajibannya dalam melakukan pembayaran jasa Notaris (Pasal 1812 KUHPerdata).

c. Dibatasinya keleluasaan hak kepemilikan Pasal 570 KUHPerdata mengkaji hak kepemilikan yakni hak dalam menikmati kegunaan

sebuah kebendaan secara bebas serta luwes asal tak berkaitan terhadap aturan perundang-undangan dan/atau memberikan gangguan

pada hak pihak lain. Apabila dihubungkan terhadap ditahannya sertipikat dari Notaris, sehingga hak milik berkaitan terhadap

peraturan perundang-undangan terkait nabatan notaris, yakni notaris perlu melakukan penjagaan keperluan tiap pihak, serta tak

melakukan gangguan pada hak orang lain, yakni hak yang membeli, terlebih apabila pihak yang membeli sudah melakukan

kewajiban mereka.

Dalam perkara perdata pada putusan Nomor: 25/Pdt.G/2018/PN.Krg, serta adanya notaris/PPAT inisial W (tergugat) digugat oleh seorang

inisial H (penggugat) sebab diberikannya Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M milik Ny. R di mana disimpan pada kantor notaris/PPAT inisial W

itu. Tetapi dalam amar putusan, Hakim menilai gugatan penggugat tidak bisa diterima (Niet Ontvankelijke Verkland) serta memberikan hukuman

penggugat dalam pembayaran biaya yang muncul pada perkara ini berjumlah Rp. 1.125.000,- (satu juta seratus dua puluh lima ribu rupiah).

Berhubungan adanya putusan hakim tidak adil sebab pada hal itu notaris inisial W dijadikan korban adanya peristiwa hilangnya Sertipikat Hak Milik

Nomor: 1559/Desa M serta baiknya hakim memberikan pertimbangan pada fakta dari gugatan penggugat inisial H yang menilai yakni notaris/PPAT

inisial W pada pelaksanaan tugasnya selaku pejabat yang berwenang maupun selaku pihak yang bertanggung jawab pada pengurusan proses balik nama

Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor: 1558/Desa M sudah melaksanakan perbuatan melawan hukum yang memberikan kerugian pada penggugat inisial

H serta melakukan pelanggaran kewajiban hukumnya selaku seorang notaris dalam jabatannya.

Munculnya kejadian diberikannya Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M pada pihak lain awalnya melalui seorang notaris/PPAT

inisial W dalam pelaksanaan proses roya. Selama proses pelaksanaan rangkaian roya, tak terdapat laporan selanjutnya dari notaris inisial W terkait

Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M. Tindakan maupun perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik pada pihak lain dilakukan oleh

notaris/PPAT inisial W termasuk pelanggaran pada hak orang lain. Sebab pada hal itu, perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik Nomor:1558/Desa

M pada pihak lain melanggar hak penggugat inisial H selaku yang memberikan perintah balik nama sertipikat. Kejadian hilangnya Sertipikat Hak Milik

Nomor:1558/Desa M atas nama Ny. R. sehingga mengacu pada teori perbuatan melawan hukum, perbuatan memberikan Sertipikat Hak Milik pada

pihak lain digolongkan selaku perbuatan melawan hukum sebab memiliki unsur-unsur pada Pasal 1365 KUHPer. Mengacu pada uraian itu, perbuatan

Notaris yang tak mau melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar hukum. Tetapi hukum perdata pun adanya alasan

pembenar, yakni pada Pasal 50 KUHP maka apabila Notaris melakukan penahanan sertipikat melalui tujuan pelaksanaan sebuah kewajiban, sehingga

hal itu bisa memberikan penghapusan sifat melanggar hukum, serta notaris dinilai tak bersalah.

Universitas Indonesia
40

Dalam gugatan pada Putusan Nomor: 25/Pdt.G/2018/PN.Krg, notaris inisial W tersebut pada jabatannya selaku PPAT pun tak memberikan

penyelesaian tugas wajibnya secara menyeluruh. Pada persoalan pemenuhan ganti kerugian immateriil, yakni kerugian dari kehilangan keuntungan yang

mungkin ada dari Pemohon pada hari selanjutnya. Ganti kerugian immateriil berbentuk uang pengganti selaku tanggung jawab Notaris selain

penggantian sertipikat itu tergantung pada amar putusan pengadilannya. Apabila hakim memberikan putusan yakni menghukum notaris ppat inisial W

supaya melakukan pembayaran ganti rugi immateriil, sehingga pembayaran ganti rugi perlu dijalankan dari notaris/PPAT inisial W. Tetapi apabila tak

terdapat amar putusan seperti itu, sehingga pembayaran ganti rugi immateriil tak diwajibkan dilaksanakan. Persoalan pembayaran ganti rugi perlu

disetujui semua pihak serta perlu terdapat putusan Pengadilan Negeri yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) sebab tak bisa

dipaksakan kewajiban ganti rugi yang bisa mengakibatkan munculnya hal pemerasan serta hal lainnya.

Adapun bisa ditelaah dalam putusannya, hakim sama sekali tak mempertimbangkan terkait gugatan Haidar (Penggugat) yang menilai di

mana Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M atas nama Ny. R belum selesai diproses balik namanya dari notaris/PPAT inisial W (tergugat). Hal itu

bisa dikaji pada pertimbangan Hakim yang sebatas menimbang yakni penggugat inisial H telah menyerahkan Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa

M pada notaris inisial W selaku notaris/PPAT serta sertipikat itu tidak diketahui keberadaannya. Keberadaan Ny. R selaku nama yang ada dalam

Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M perlu diikutsertakan selaku pihak pada perkara ini. Hakim tidak mengkaji lagi dalam kesalahan yang

dilaksanakan Notaris/PPAT Inisial W pada pelaksanaan rangkaian balik nama sertipikat.

Mengacu pada kewenangan serta tanggung jawab notaris, sehingga notaris/PPAT inisial W dihukum sebab sudah melaksanakan

pelanggaran terhadap hak inisial H selaku pemilik tanah yang sebenarnya, sebab tindakan notaris/PPAT inisial W di mana tak menjalankan rangkaian

balik nama secara benar menjadikan inisial H selaku penggugat yakni pemilik tanah tak bisa memperoleh kepastian hukum serta kepastian hak (legal

cadaster). Sehingga tidak terlengkapinya legal cadaster, maka tujuan adanya legal cadaster dalam memudahkan pembuktian hak atas tanah yang ada

serta dimiliki pemilik tanah yang sah pun tidak terpenuhi serta mengakibatkan inisial H selaku pemilik tanah tidak bisa membuktikan Hak Miliknya

sebab sertipikat itu masih mengatasnamakan Ny. R

Apabila dikaitkan melalui teori serta peraturan perundang undangan, notaris/PPAT inisial W tetap perlu bertanggung jawab pada kerugian

selaku pihak yang menjadi tanggung jawabnya. Pada perkara ini seharusnya diberlakukan teori tanggung gugat (vicarious lability) atas perbuatan

melawan hukum yang dilaksanakan dari orang lain, yakni teori tanggung jawab atasan. Hal itu dengan rinci dijelaskan pada Pasal 1367 KUHPer yakni

adanya tanggung gugat terhadap tindakan yang dilaksanakan, maknanya notaris/PPAT inisial W perlu bertanggung gugat terhadap tindakan memberikan

serta menghilangkan sertipikat hak milik nomor: 1558/desa M yang dilaksanakan dari notaris inisial W. Mengacu pada penjelasan itu, sehingga tindakan

Notaris yang tak berkehendak melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni perbuatan melanggar hukum. Tetapi pada hukum perdata pun

ada alasan pembenar, yakni pada Pasal 50 KUHP. Maka apabila Notaris melakukan penahanan sertipikat melalui tujuan melaksanakan kewajibannya,

sehingga hal itu adanya penghapusan sifat melanggar hukum, serta notaris dinilai tak melakukan kesalahan.

Setiap kantor notaris/PPAT perlu memberikan penjagaan klien serta tak melakukan pemberian dengan cuma-cuma pada pihak yang tak

seharusnya bisa melakukan pengambilan sertipikat itu. Hal itu sebab notaris/PPAT perlu melaksanakan pekerjaannya atas sebuah instruksi, sementara

pada kasus itu, inisial W selaku notaris/PPAT memberikan sertipikat klien pada orang lain tanpa sepengetahuan atau adanya instruksi dari penggugat.

Sehingga, jika dihubungkan terhadap kasus terkait, tindakan yang dilaksanakan oleh tergugat selaku notaris/PPAT bisa digolongkan pada selaku

Universitas Indonesia
41

perbuatan melawan hukum sebab melanggar kewajiban yang sebenarnya perlu dilaksanakan. Terkait pertimbangan hakim, seharusnya Majelis Hakim

mempertimbangkan terkait perbuatan melawan hukum yang dilaksanakan pegawai kantor notaris/PPAT. Majelis Hakim pun perlu mempertimbangkan

yakni notaris/PPAT pun mempunyai kewajiban yang perlu dilaksanakan pada pelaksanaan profesinya. Tindakan yang dilaksanakan oleh notaris/PPAT

itu nantinya bisa melanggar kewajiban yang seharusnya dilaksanakan notaris/PPAT. Notaris/PPAT terkait tidak bisa melaksanakan profesinya secara

baik serta akibat perbuatan yang dilaksanakan dari kantor notaris/PPAT, nama baik notaris/PPAT tidak bisa dilangsungkan secara baik.

Notaris termasuk profesi hukum serta adanya profesi notaris yakni sebuah profesi mulia (nobile officium), sebab jabatan notaris berkaitan

erat terhadap kemanusiaan. Akta yang dibentuk dari notaris bisa dijadikan acuan hukum terhadap status aset benda, hak, serta kewajiban individu

93
maupun dibebankannya individu atas sebuah kewajiban. Profesi dimaknai selaku ranah pekerjaan dimana didasarkan pendidikan keahlian

(keterampilan, kejuruan, serta lainnya). Profesional dimaknai selaku yakni terkait terhadap jabatan, membutuhkan kepintaran tertentu dalam

pelaksanaannya, memerlukan sebuah pembayaran dalam menjalankannya (lawan dari amati) Terkait unsur-unsur dari profesionalisme yakni sebuah

94
pekerjaan yang membutuhkan keahlian, sehingga harus memperoleh latihan khusus maupun mendapat penghasilan karenanya.

Melalui sebuah profesi memiliki makna sebuah pekerjaan secara kecermatan tertentu dimana memerlukan pemahaman luas maupun

tanggungjawab, yakni diabadikan dalam keperluan pihak, memiliki instansi atau asosiasi profesi serta memperoleh diakuinya masyarakat maupun

95
memiliki sebuah kode etik. Pertanggungjawaban profesional yakni pertanggungjawaban pada diri sendiri serta pada masyarakat. Bertanggung jawab

pada diri sendiri maknanya seorang profesional bekerja sebab integritas moral, intelektual, serta profesional selaku bagian dalam hidupnya. Saat

profesional memberikan pelayanan, perlu terus mempertahankan cita-cita luhur profesi selaras terhadap tuntutan kewajiban hati nuraninya, tak sebab

adanya sebuah kesenangan semata.

Mengacu dalam Putusan Pengadilan No.25/Pdt.G/2018/PN Krg, di mana adanya tindakan notaris inisial W yakni seorang Notaris di Kota

Karanganyar. Notaris inisial W tersebut memperoleh amanah melalui inisial H selaku penggugat dalam melaksanakan pengurusan balik nama SHM No.

1558/Desa M dari atas nama Ny. R dijadikan atas nama inisial H. Inisial H juga sudah memberi dokumen-dokumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

pengurusan balik nama itu. Sehingga inisial H sudah mempercayakan notaris inisial W dalam melaksanakan perbuatan hukum, yang menurut inisial H

bisa membantunya.

Permintaan pengurusan balik nama sertipikat itu dilaksanakan di tahun 2017. Tetapi pengurusan balik nama sertipikat itu masih juga belum

diselesaikan dari jangka waktu yang ditetapkan dari notaris inisial W itu, lewat begitu saja. Hingga kemudian inisial H selaku penggugat menanyakan

kelanjutan pengurusan itu serta keberadaan dari SHM No. 1558/Desa M. Notaris inisial W itu tidak mengindahkan pertanyaan inisial H serta bersikap

seperti tak mengetahui keberadaan SHM No. 1558/Dusun Mulur. Hingga pada sidang yang dilaksanakan oleh pengadilan, notaris inisial W sama sekali

tidak mempunyai itikad baik dalam melakukan pengembalian asli SHM no. 1558/Dusun M yang tetap atas nama Nyonya R, apabila memang

pengurusan balik nama itu tak dilaksanakan.

Kedudukan seorang notaris/PPAT selaku sebuah fungsionaris pada masyarakat cukup krusial. Akta notaris/PPAT (akta autentik) selaku

dokumen yang dibentuk pada rangkaian proses hukum memiliki partisipasi khusus pada tiap hubungan hukum di masyarakat. Hal itu menjadikan yakni

93
Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarata: UII Press, 2009), hlm. 7.
94
A. Kohar, Notaris dan Persoalan Hukum, (Surabaya: PT. Bina Indra Karya, 1985), hlm. 100.
95
Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, hlm. 9.

Universitas Indonesia
42

notaris/PPAT selaku sebuah profesi dituntut pada dipenuhinya nilai moral serta pengembangannya yakni seperti yang tertera dari Frans Magnis Suseno,

terdapat dua macam yang perlu dilakukan perbedaan pada profesi yakni profesi secara umumnya sserta adanya profesi luhur.

Kewenangan notaris/PPAT selaku profesional hukum tak sebatas membentuk akta autentik, akan tetapi notaris/PPAT pun memiliki

kewenangan pada pelaksanaan pengurusan pada hal aktivitas proses balik nama sertipikat di mana termuat pada Pasal 2 Ayat (2) PP PPAT Nomor 37

Tahun 1998 terkait Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Presiden Republik Indonesia (kemudian dikenal “PP PPAT”). Profesi Notaris/PPAT

perlu dinilai serta dihayati selaku sebuah pelayanan dalam membantu keperluan klien serta keperluan umum, tak sebatas keperluan individu. Layanan

profesional berlandaskan adanya penilaian luhur pada pendahuluan keperluan klien serta terus menerus mengacu dalam masyarakat yang membutuhkan

jasa Notaris.

Penyerahan sertipikat hak milik atas tanah pada Notaris termasuk bagian dalam pelaksanaan profesinya selaku pejabat umum serta perlu

disesuaikan terhadap UUJN maupun kode etik profesi Notaris. Notaris perlu melakukan penjagaan pada sertipikat yang dititipkan kepadanya melalui

adanya tanggung jawab terhadap rasa percaya yang ada dari para pihak yang melaksanakan perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah di

hadapannya. Perwujudan tanggung jawab Notaris bisa dijalankan selaras adanya makna dalam Pasal 1694 KUHPerdata di mana menetapkan yakni,

“Penitipan barang muncul jika orang menerima barang orang lain melalui janji agar menyimpannya serta selanjutnya melakukan pengembalian pada

kondisi serupa”. Barang yang dimaknai pada pasal ini bisa disebut sertipikat hak milik atas tanah.

Sertipikat hak milik atas tanah itu pun selaku barang bukti terdapat pengikatan jual beli yang tak diselesaikan. Jika pengikatan jual beli itu

sudah diselesaikan, sehingga sertipikat hak milik atas tanah itu nantinya diberikan pengembalian pada kondisi serupa. Maknanya,, dikembalikan pada

kondisi serupa yakni ketika adanya perjanjian pengikatan jual beli itu dibentuk. Jika sertipikat hak milik atas tanah itu sudah ada ditangan Notaris

maupun disimpan oleh Notaris, sehingga Notaris wajib pula melakukan pemeliharaan serat perawatan pada sertipikat itu. Notaris pada pelaksanaan

penitipan sertipikat tak diperbolehkan memakai sertipikat yang dititipkan bagi kepentingan pribadi, yakni ada pada Pasal 1712 KUHPerdata yang

mengkaji yakni “Penerima titipan tidak boleh memakai barang titipan tanpa izin yang diberikan dengan tegas dari pemberi titipan atau bisa disimpulkan

adanya, melalui ancaman melakukan pergantian biaya, rugi serta bunga, bila terdapat keterkaitan baginya”. Selaku bukti penyimpanan sertipikat oleh

Notaris adanya sebuah tanda terima pada pemilik sertipikat, kenyataannya penyimpanan sertipikat tidak bisa dinilai dengan tak terdapat sebuah resiko,

yakni terhadap Notaris maupun terhadap pemilik sertipikat.

Penyimpanan sertipikat hak milik atas tanah itu dilaksanakan dari Notaris. Pada pelaksanaannya, Notaris menerima sertipikat hak milik atas

tanah itu disimpan. Penyimpanan dari Notaris ini mengakibatkan terdapat sebuah perpindahan bukti kepemilikan hak milik atas tanah. Meskipun

perpindahan itu tidak berlandaskan atas jual beli, namun penyimpanan itu menjadikan terdapat penguasaan pada sertipikat hak milik atas tanah yang ada

pada Notaris. Dengan makna lainnya, sertipikat hak milik atas tanah itu dikuasai oleh Notaris. Sehingga, bisa muncul rasa khawatir oleh semua pihak,

yakni pihak penjual maupun pembeli. Terutama bagi pihak penjual, terdapat rasa cemas jika sertipikat itu dipakai dalam kepentingan Notaris sendiri.

Adapun terkait sertipikat hak milik itu bisa dipakai oleh Notaris dalam kepentingan pihak lain melalui tujuan dalam memanfaatkan sertipikat itu dalam

mendapatkan sebuah benefit pribadi. Namun dalam arah lainnya jika sertipikat itu tidak disimpan oleh Notaris, atau tidak dititipkan, sehingga tak

terdapat bukti dari perjanjian pengikatan jual beli hak milik atas tanah yang disebutkan.

Universitas Indonesia
43

Selain itu, pihak pembeli pun tak tidak dibolehkan jika sertipikat itu masih tetap berada ditangan pihak pemilik atau pihak penjual.

Mengacu pada Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum menjadikan perlindungan pada hak asasi manusia yang memperoleh kerugian melalui pihak lain

maupun perlindungan diserahkan dalam khalayak umum sehingga masyarakat dapat menikmati seluruh hak yang diserahkan oleh hukum, seorang

birokrat publik notaris dari akta otentik serta akta otentik yakni sempurna bukti, akta itu selaku bukti yang memiliki tujuan dalam memberi perlindungan

hukum bagi semua faksi. Notaris ini ketika adanya pelaksanaan pembentukan akta maupun penerbitan sertipikat balik nama memberikan perlindungan

pada keperluan semua pihak.

Mengacu pada penjelasan itu, sehingga bisa dikatakan yakni apabila terdapat pemilik sertipikat merasa rugi terhadap tindakan Notaris yang

melakukan penahanan sertipikat, sehingga tanggung jawab Notaris ada dalam landasan Notaris enggan melakukan pengembalian sertipikat itu. Apabila

faktanya pada tujuan melaksanakan, sehingga Notaris tidak bisa diminta pertanggungjawaban, tetapi apabila tindakan itu dilaksanakan tak pada

pelaksanaan jabatannya, sehingga Notaris bisa diminta pertanggungjawaban. Notaris pun bisa memberikan tangkisan berwujud: 1) di mana dirinya

sebatas memiliki kewajiban melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai hak retensi, serta 3) dibatasinya hak milik

sebab berlawanan terhadap peraturan perundang-undangan terkait Notaris serta mengganggu hak pembeli. Terkait hal dalam penghindaran gugatan,

seharusnya Notaris bisa berhati-hati pada penerimaan titipan sertipikat, terlebih apabila yakni melakukan penyerahan sertipikat bukan pemilik hak atas

tanah. Pada hal itu, seharusnya Notaris memberikan anjuran supaya tiap pihak sebelumnya menyusun sebuah perjanjian kuasa dengan tertulis.

Hakim Ketua Pengadilan Negeri pada putusan putusannya melalui nomor perkara 25/Pdt.G/2018/PN.Krg., menjelaskan pada pokok perkaranya

diantaranya:

Bahwa pada sebuah suatu gugatan yang didasari oleh terdapat sengketa kedua belah pihak, pihak penggugat yang menuntut haknya serta

merasa dirugikan oleh perbuatan tergugat, harusnya menjelaskan dengan jelas peristiwa hukum yang mendasari dasar tuntutan, menguraikan kebenaran

yang ada sebelum kejadian hukum yang menjadi sebab munculnya kejadian hukum itu serta adanya kejelasan hubungan hukum yang dijadikan dasar

tuntutan;

Inisial H pada hal ini selaku penggugat tak menyebutkan dengan jelas hubungan hukum antara penggugat terhadap sertipikat SHM No

1558/Desa M atas nama Ny. R serta bagaimana langkah mendapatkan sertipikat itu, apakah terdapat sebuah jual beli maupun pinjam meminjam maupun

perbuatan hukum lainnya maka sertipikat itu ada pada penguasaan penggugat, sehingga adanya sebuah ketidakjelasan hubungan hukum antara

penggugat melalui obyek sengketa maka sudah mengakibatkan gugatan penggugat tidak jelas serta perlu dinilai kabur (obscuur libel). Sebab tak

dijelaskan apakah Penggugat pada hal ini berinisial H itu termasuk pihak yang mempunyai hak pada sertipikat itu maupun tak memiliki hak.

Bahwa opini majelis hakim itu selaras adanya yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusanya No. 250 K/Pdt/1984

dengan kaidah hukum yang bunyinya“ bahwa pada sebuah gugatan perlu diuraikan dengan rinci kedudukan hukum para pihak, dasar hukum (rechtelijke

ground) yang dilendengan sebuah dasar fakta (feitelijke ground)”. Bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinilai tak bisa diterima, sehingga majelis

hakim tidak akan mempertimbangkan terkait pokok perkara demikian juga pada alat bukti yang ada pada Penggugat mendorong dalil pokok gugatan.

Bahwa sebab gugatan Penggugat tidak dapat diterima, sehingga Penggugat perlu diberi hukuman dalam melakukan pembayaran biaya yang ada pada

perkara ini yang besarnya sebagaimana tertera pada amar putusan. Maka pengadilan memberikan putusan pada perkara ini yakni:

1. Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima;

Universitas Indonesia
44

2. Menghukum Penggugat untuk membayar perkara yang hingga saat ini ditaksir sebesar Rp. 1.125.000,- (satu juta seratus dua puluh lima

ribu rupiah);

Namun terdapat pihak yang mengajukan pergantian balik nama pada sertipikat merasa dirugikan sebab perilaku notaris yang melakukan

penahanan sertipikat, sehingga tanggungjawab notaris bergantung dalam alasan notaris tak melakukan pengembalian sertipikat itu namun

memberikannya pada pihak lain. Apabila faktanya pada pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris tidak bisa diminta pertanggungjawaban, tetapi apabila

perbuatan itu dilaksanakan bukan pada tujuan pelaksanaan jabatannya, nantinya notaris bisa diminta pertanggungjawaban. Notaris pun bisa memberi

tangkisan berbentuk: 1) bahwa dirinya sebatas memiliki kewajiban dalam melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai

hak retensi, serta 3) dibatasinya hak kepemilikan sebab bertentangan terhadap peraturan perundang-undangan tentang notaris serta mengganggu hak

pembeli. Terkait adanya penghindaran gugatan, seringkali notaris harus menerapkan kehati-hatian pada diserahkannya sebuah sertipikat, terlebih apabila

melakukan penyerahan sertipikat bukan pemilik hak atas tanah. Sehingga pada sesuatunya seharusnya notaris memberikan anjuran supaya tiap pihak

sebelumnya menyusun perjanjian kuasa dengan tertulis.

Berkaitan dengan putusan yang dijatuhkan oleh hakim tentang notaris/PPAT inisial W (tergugat), Hakim tidak mempermasalahkan

perbuatan notaris/PPAT yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku serta Kode Etik notaris serta Kode Etik PPAT karena melakukan

penyerahan sertipikat pada pihak lain. Putusan hakim yang menilai gugatan inisial H (Pengugat) tidak bisa diterima harus dipertimbangkan lagi sebab

kurangnya pihak pada perkara ini. Ditambah lagi apabila dikaji Penulis menemui kejanggalan pada tindakan notaris/PPAT Inisial W yang tidak

langsung melaksanakan pendaftaran AJB dalam proses balik nama Sertipikat Hak Milik Nomor: 1558/Desa M, sedangkan pendaftaran AJB bisa

dilaksanakan maksimal sesudah 7 (tujuh) hari kerja dimulai penandatangan AJB dari para pihak. Selanjutnya terkait persoalan ketika Sertipikat Hak

Milik Nomor: 1558/Desa M tidak ditemukan dalam kantor notaris/PPAT Inisial W serta dinyatakan telah diserahkan notaris inisial W pada pihak lain.

Pada hal wewenang notaris dalam memberikan penyerahan Sertipikat Hak Atas Tanah yang melaksanakan balik nama yang diajukan yang

bukan pemegang hak sehingga tanggungjawab notaris tergantung dalam alasan notaris tidak melakukan pengembalian sertipikat itu. Apabila faktanya

pada tujuan pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris yang menerima penyerahan sertipikat tidak bisa dibebani pertanggungjawaban, tetapi apabila

perbuatan itu dilaksanakan bukan pada tujuan pelaksanaan jabatannya, sehingga notaris bisa dibebani pertanggungjawaban. notaris pun bisa memiliki

beberapa alasan yakni: 1) bahwa dirinya sebatas memiliki kewajiban melakukan pengembalian benda pada pihak yang menitipkannya, 2) memakai hak

retensi, serta 3) dibatasinya hak milik sebab berkaitan terhadap aturan perundang-undangan terkait notaris serta menciderai hak yang membeli. Notaris

perlu memberikan sebuah anjuran pada semua pihak itu sebelumnya dimintakan adakah sebuah perjanjian kuasa secara tertulis dalam memberikan

kepastian hukum.

Universitas Indonesia
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan uraian pembahasan serta analisa yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya, sehingga bisa disimpulkan diantaranya:

1. Tindakan notaris menerima sertipikat hak milik pengurusan balik nama yang dimohonkan oleh yang pihak yang bukan pemegang hak

seharusnya melaksanakan penolakan dilaksanakan melalui sebuah pemberian edukasi pada para penghadap terkait apa saja yang menjadi

penyebab pembentukan sebuah akta tak bisa diteruskan, pemberian edukasi itu diberikan melalui alasan mungkin para pihak tak memahami

hukumnya maupun suatu pihak tidak memahaminya. Penolakan yang dilaksanakan bukan sebab notarisnya tidak ingin menyusun sertipikat

balik nama namun sebabnya akta yang nantinya dibuat bisa melanggar norma, melanggar hukum maupun menimbulkan kerugian suatu

pihak. Salah satu penolakan nyata yang ada yakni berupa para pihak meminta dibuatkan akta jual beli sebab pembuatan Akta Jual Beli itu

tak bisa dijalankan sebab sertipikat itu tidak jelas keaslian nama pemiliknya, sebab pihak yang datang membawa sertipikat bukan yang

mempunyai objek itu, selanjutnya sertipikat yang dibawa itu nantinya akan diberikan selaku jaminan hutang serta secara tegas notaris yang

terkait menilai tak bisa diteruskan dalam pembuatan balik nama dalam Sertipikat Akta Jual Beli terkait.

2. Kewenangan notaris untuk menyerahkan sertipikat hak milik yang dimohonkan pengurusan balik nama oleh pihak yang bukan pemegang

hak sepatutnya tidak dilakukan, dikarenakan seorang notaris secara umumnya mempunyai wewenang dalam menyimpan sebuah sertipikat

pada tujuan peresmian sebuah akta. Tetapi harus dikaji masih banyak pihak yang tak mengetahui hal itu serta menjadikan seorang notaris

ada pada kondisi tak menguntungkan. Sehingga mengacu pada uraian potensi, seorang notaris pada pelaksanaan jabatannya perlu

melaksanakan hal-hal melalui kehati-hatian pada diserahkannya sebuah sertipikat oleh pihak yang tak memiliki hak melalui langkah

melakukan permintaan kuasa tertulis oleh pihak yang melakukan penyerahan sertipikat (pada penyerah sertipikat tak termasuk yang

memiliki objek). Notaris bisa juga memberi permintaan pada pemilik objek serta pihak ketiga penerima kuasa dengan bersamaan

menghadap apabila ada kuasa tak tertulis. Tindakan notaris dimana tidak melakukan pengembalian sertipikat pada pemiliknya yakni

perbuatan melanggar hukum. Maka sertipikat perlu diberikan pada pihak yang menitipkannya sebab hal itu masuk pada salah satu

kewajiban notaris.

4.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil analisis persoalan pada penelitian ini yakni diantaranya:

1. Notaris sebaiknya harus lebih taat dalam menerapkan asas kehati-hatian dalam segala aspek dalam jabatan notaris. Tidak hanya sekedar

pembuatan akta notaris, namun dalam segala perbuatan yang terkait dengan kepentingan para pihak, mulai dari proses administrasi hingga

dikembalikan kepada pihak yang berwenang dan berkompeten. Dokumen dan sertipikat tidak boleh sembarang diberikan kepada orang lain

walaupun orang kepercayaan notaris. Selain itu notaris harus berpedoman teguh pada prinsip rahasia jabatan dalam menjalankan jabatannya

agar terhindar dari permasalahan hukum yang akan merugikan notaris dan masyarakat

Universitas Indonesia
46

2. Pemerintah selaku lembaga legislatif dan Ikatan notaris Indonesia selaku organiasasi notaris diharapkan dapat bekerja sama untuk

memperjelas kembali pengaturan mengenai administrasi dalam kantor notaris supaya bisa melakukan pencegahan adanya persoalan hukum

dimana merugikan notaris dan masyarakat.

46

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai