Anda di halaman 1dari 105

Interna

Randy Richter
Catatan Koas | Ilmu Penyakit Dalam
“GASTROENTEROHEPATIK”

 Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan pada epigastrium, flatulensi


meningkat, mual dan fatty food intolerance
 Dispepsia  nyeri/ketidaknyamanan yang berpusat pada epigastrium
yang bersifat kronis atau rekuren (AGA)
 Dispepsia berbeda dengan GERD
 Kriteria dispepsia (mendiagnosis Dispepsia Fungsional) :
1. ROME II Criteria
- Keluhan 12 minggu tidak perlu berurutan (terjadi keluhannya
total 12 minggu dalam 1 tahun)
- Nyerinya bersifat persisten atau rekuren
- Tidak ada bukti kelainan organik (ulkus)
- Tidak ada gangguan pada Inflammatory Bowel Disease (BAB
yang sering)
2. ROME III Criteria
- Post prandial  meal-related
- Epigastric pain  meal-unrelated
 Jenis dispepsia :
1. Dispepsia organik  ulkus peptikum, gastritis erosif, gastritis,
kanker lambung
2. Dispepsia fungsional  post prandial (sindroma distress setelah
makan) dan epigastric pain (sindroma nyeri epigastrium)
 Alarm Symptoms Dispepsia  Rujuk
1. Usia > 55 tahun
2. Perdarahan saluran cerna bagian atas
3. Riwayat tukak peptik
4. Keluarga penderita kanker
5. Penurunan berat badan
6. Disfagia progresif
7. Muntah-muntah berulang
 Patofisiologi  meningkatnya asam lambung, infeksi Helicobacter pylori,
dismobilitas gastrointestinal, disfungsi autonom dan penurunan
akomodasi lambung
Catatan Alur Dispepsia :
 Epigastric pain  PPI (Omeprazole, Lansoprazole)
 Post prandial  Prokinetik (Domperidon, Metoclopramide)  3x10 mg
 Jika belum tertangani  Antidepresan (SSRI  Fluoxetine, Sertraline)

Ulkus Duodenum Ulkus Gaster

Nyeri menghilang atau mereda Nyeri tidak menghilang atau


ketika diberikan makanan, tidak mereda ketika diberikan
karakteristik sangat nyeri makanan
sampai saat terbangun saat
malam hari

 Pemeriksaan gold standard dalam mendiagnostik Helicobacter pylori


non endoskopi  C urea breath test  meminum tablet C urea
 Pemeriksaan C urea breath test  CO2 breath analyzer  pasien tidak
boleh mengonsumsi PPI dan antibiotik selama 2 minggu sebelum
pemeriksaan dilakukan
 C urea breath test (+)  terinfeksi helicobacter pylori
Lini Pertama
PPI 2x1
Amoksisilin 2x1 (1000 mg) 7-14 hari
Klaritromisin 2x1 (500 mg)
Didaerah jika resistensi Klaritromisin >20%
PPI 2x1
Bismut Subsalisilat 2x2 tab
7-14 hari
Metronidazole 3x1 (500 mg)
Tetrasiklin 4x1 (250 mg)
Jika Bismut tidak ada
PPI 2x1
Amoksisilin 2x1 (1000 mg)
7-14 hari
Klaritromisin 2x1 (500 mg)
Metronidazole 3x1 (500 mg)
Lini Kedua (jika gagal Klaritromisin)
PPI 2x1
Amoksisilin 2x1 (1000 mg) 7-14 hari
Levofloksasin 2x1 (500 mg)
 GERD (Gastroesophageal Reflux Disease)  refluks asam lambung
karena sfingter esofagus tidak mampu menutup secara adekuat
 Komplikasi GERD  esofagitis kronis, barrett esofagus, dan karsinoma
esofagus
 Alarm symptoms  disfagia (sulit menelan), odinofagia (nyeri menelan),
anemia, bukti perdarahan (hematemesis / melena), dan penurunan BB
 Penunjang diagnosis :
- GERD-Q
- Endoskopi  gold standard (mucosal break di esofagus)
- Histopatologi
- PPI test  memberikan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu tanpa
didahului pemeriksaan endoskopi, jika gejala menghilang dengan
pemberian PPI dan muncul kembali bila PPI dihentikan  GERD
dapat ditegakkan
- pH metri 24 jam
 Khas pada GERD :
- Heartburn  nyeri rasa terbakar pada ulu hati / epigastrium
- Lower esophageal sphincter/LES (-) atau menurun
- LES menurun ketika intraabdominal meningkat (sedang hamil atau
rebahan)
- Buruknya peristaltik esofagus
- Adanya hiatus hernia
- Pengosongan lambung berjalan lama
 Non farmakologi
- Memodifikasi berat badan berlebih
- Tinggikan bantal kira-kira 15-20 cm saat tidur
- Hentikan rokok dan alkohol
- Kurangi obat dan makanan perangsang GERD
- Makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur
- Makan tidak boleh terlalu kenyang
 Farmakologi
- Dosis tunggal  jika sudah terdiagnosis GERD
- Dosis ganda  belum terdiagnosis  PPI test

Pantoprazole 40 mg 2x sehari 40 mg
Esomeprazole 40 mg 2x sehari 40 mg
Lansoprazole 30 mg 2x sehari 30 mg
Omeprazole 20 mg 2x sehari 20 mg
Rabeprazole 20 mg 2x sehari 20 mg

Perdarahan Perdarahan
Saluran Saluran
Cerna Atas Cerna Bawah

Hematemesis Hematochezia
Melena Tissue toilet bleeding
Coffee ground vomit
 Etiologi perdarahan saluran cerna atas :
- Perdarahan ulkus peptikum  paling sering
- Varises esofagus
 Adanya gangguan-gangguan pembuluh darah pada perdarahan saluran
cerna atas  portosystemic anastomoses

Jika terjadi anastomoses portal-sistemik  aliran back flow  mengakibatkan:


 A  Varises esofagus (terjadi hipertensi vena portal pada cabang
esofagus  aliran back flow pada vena azygos)
 B  Caput medusae (terjadi hipertensi vena portal pada paraumbilikal
 aliran back flow pada epigastrik  menuju sampai ke umbilikus)
 C  Ascites (terjadi bendungan vena portal di splenic  meningkatnya
tekanan hidrostatik  akumulasi cairan masuk ke abdomen)
 D  Splenomegali (terjadi bendungan vena portal di splenic 
pembesaran limpa)
 E  Hemorrhoid (terjadi hipertensi vena portal pada rektal superior 
aliran back flow pada rektal inferior)
 Muntah sering (hematemesis) + hebat
 Terjadi robekan pada esofagus
 Faktor risiko  alkohol dan hiatus hernia
 Endoskopi  gold standard
 Terapi  Suportif, endoskopik (perdarahan aktif) dan menekan asam
(perdarahan tidak aktif)

 Stabilisasi ABC
 Stabilkan hemodinamik
- Pemasangan IV line 2 jalur dan persiapan transfusi
- Oskigen kanul/sungkup
- Mencatat intake output dan pemasangan kateter urin
- Monitor tekanan darah
- Antibiotik broad spectrum (ceftriaxone)
- Pertimbangkan intubasi  jika kesadaran mulai menurun
 Lakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi
 Tambahan terapi :
- Persiapan vitamin K  penyakit hepar kronis
- PPI
- Terapi lain sesuai komorbid

 Perdarahan non variseal (perdarahan ulkus peptikum), ditanyakan


tentang :
- Penggunaan obat NSAID dan riwayat obat lain
- Apakah saat makan nyerinya menghilang
- Riwayat perdarahan
- Riwayat infeksi helicobacter pylori
 Perdarahan aktif  PPI  jika perdarahan belum terkontrol terapi
endoskopik
 Terbukti infeksi helicobacter pylor  terapi helicobacter pylori + C urea
breath test
 Ikterus  keadaan dimana meningkatnya bilirubin lalu mengumpul di
kulit, mukosa dan sklera
 Tipe ikterus :
- Prehepatik  meningkatnya bilirubin indirek / unconjugated,
dominan SGOT/SGPT  bisa kernikterus  perlu dicari coomb test
- Hepatik  meningkatnya bilirubin direk + indirek, sangat tinggi
SGOT/SGPT  bisa terganggu vitamin K, albumin dan estrogen
- Posthepatik  meningkatnya bilirubin direk / conjugated, dominan
GGT/ALP  obstruksi

Unconjugated
Meningkat Meningkat Normal
bilirubin
Conjugated
Normal Meningkat Meningkat
bilirubin
VDB (Von den
Indirek Bifasik Direk
Bergh)
AST & ALT Normal Meningkat Normal

GGT & ALP Normal Normal Meningkat


Steatorrhea
Feses Gelap Pucat keabuan atau seperti
dempul
 Batu pada empedu
 Jika batu menutup pada saluran empedu 
Mirizi syndrome
 Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile) 
hipersaturasi + hipokontraktilitas
 USG  acoustic shadow + penebalan dinding
kandung empedu > 3 mm
 Batu pada duktus komunis biliaris
 Memberikan efek ikterus  tingginya bilirubin
direk
 Jika batu terletak pada papila duodeni major /
ampula Vater  pankreatitis akut
 Terjadi inflamasi akibat batu-batu yang banyak
dan berdekatan membuat radang pada empedu
 infeksi
 Faktor risiko  4F (Fat, Forty, Female, Fertile) 
hipersaturasi + hipokontraktilitas
 Nyeri kolik pada RUQ yang menyebar ke bawah
angulus scapula dextra
 Murphy sign (+)  napas berhenti dan nyeri
ketika dilakukan penekanan pada RUQ saat
inspirasi
 Radang pada duktus komunis biliaris
 Charcot triad  demam, nyeri RUQ dan ikterus
 Jika tidak ditangani  Reynold pentad  charcot
triad + hipotensi + penurunan kesadaran
 Hepatitis A  fecal-oral  akut  sudah ada vaksin
 Hepatitis B  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin
 Hepatitis C  darah/cairan tubuh  kronik  belum ada vaksin, blood
screen
 Hepatitis D  darah/cairan tubuh  akut/kronik  sudah ada vaksin,
blood screen
 Hepatitis E  fecal-oral  akut  belum ada vaksin

 Hepatitis A  transmisi fecal-oral (sanitasi yang buruk)


 Etiologi  HAV RNA
 Masa inkubasi  14-50 hari
 Sifat  akut dan dapat menjadi hepatitis fulminan
 Replikasi virus pada orofaring
 Palpasi hepar  sudut tumpul dan tidak licin
HbsAg (+) HbsAg (-)
Sakit Tidak Sakit
IgM (+) Hepatitis B Akut IgM (+) Window Period

IgG (+) Hepatitis B Kronis IgG anti-Hbs (+) Riwayat Vaksin

IgG anti-Hbs (+) Sembuh (minimal 2


HbeAg (+) Hepatitis B Infeksius
IgG anti-Hbc (+) IgG antibodi)

Arti marker :
 HbsAg  petanda infeksi
 Anti-Hbs  petanda infeksi hepatitis B yang sudah sembuh
 Anti-Hbc  IgM untuk petanda infeksi akut, IgG untuk petanda kronis
 HbeAg  petanda replikasi, sangat infeksius
Terapi :
 Imunomodulator  interferon alfa (kontraindikasi  psikosis/depresi,
sirosis hepatis dekompensata, hamil, infeksi berat, hipertensi, gagal
jantung dan akan menjalani transplantasi)
 Antinukleotida  lamivudine, adefovir, entecavir, telbivudine, tenofovir
Etiologi  virus HBV DNA  masa inkubasi 60-90 hari
 Etiologi  HCV RNA
 Masa inkubasi  15-60 hari
 Bersifat kronik
 Paling sering menyebabkan sirosis hepatis dan karsinoma
hepatoselular
 Diagnosis menggunakan HCV RNA  seberapa besar aktivitas HCV
 Serologi :
- HCV (+) dan IgM anti-HCV (+)  Hepatitis C Akut
- HCV (+) dan IgG anti-HCV (+)  Hepatitis C Kronis
- HCV (-) dan IgG anti-HCV (+)  Sembuh
 Terjadi pankreatitis akut diawali karena adanya jejas di sel asini
pankreas akibat :
- Obstruksi pada duktus pankreatikus / ampula Vater
- Stimulasi hormon kolesistokinin  akibat hipertrigliseridemia dan
alkohol
- Iskemia  prosedur seperti endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) atau aterosklerosis
 Kriteria diagnosis  klasifikasi Atlanta (2 dari 3 gejala) :
- Nyeri pada daerah perut bagian atas yang khas dengan pankreatitis
- Peningkatan lipase atau amilase >3 kali nilai batas atas normal
- Gambaran inflamasi pankreas dari pemeriksaan imaging USG, CT
Scan atau MRI
 Tanda khas :
- Cullen sign  ekimosis dan edema pada jaringan subkutan sekitar
umbilikal
- Gray-Turner sign  ekimosis di badan
 Pemeriksaan penunjang :
- Amilase  paling sering digunakan, meningkat dalam 6-12 jam dari
onset, dapat meningkat 3-5 hari
- Lipase  naik dalam 4-8 jam, pucak dalam 24 jam dan menurun 8-
14 hari, lebih baik deteksi pankreatitis akibat alkohol
- CRP  >150 dalam 48 jam masuk RS menunjukkan pankreatitis
akut, >180 dalam 72 jam menunjukkan nekrosis pankreas,
puncaknya 36-72 jam dari onset
 Etiologi sirosis hepatis :
- Infeksi  hepatitis yang tidak diobati
- Autoimun
- Toksin  alkohol yang terlalu banyak dan sering
- Metabolik  non alcoholic fatty liver disease (NAFLD)
- Genetik
 5 etiologi  mengakibatkan kematian sel-sel hepatosit  membentuk
skar dan fibrosis pada hepar  terbentuk nodul untuk meregenerasi 
menekan vaskulata  ekskresinya terganggu  sirosis hepatis
 Dua hal yang menyebabkan sirosis hepatis :
- Hipertensi portal
- Kegagalan fungsi hati
 Hipertensi portal  portosystemic anastomoses :
- Varises esofagus
- Hemorroid
- Splenomegali
- Ascites  shifting dullness (perkusi  pekak berpindah), undulasi
(palpasi  seperti ada getaran cairan pada abdomen dengan tangan
pasien keadaan tegak ditengah umbilikus) dan puddle sign (posisi
sujud, ada genangan pada daerah terendah abdomen  auskultasi)
- Caput medusa
 Kegagalan fungsi hati :
- Hipoalbuminemia  edema anasarka
- Meningkatnya hormon estrogen
1. Eritema palmar  warna merah pada thenar dan hipothenar
2. Spider navi  cari bintik perdarahan, tekan dengan jari, akan
menyebar seperti kaki laba-laba  biasanya pada daerah
vena cava superior
3. Ginekomastia  pada pria payudara membesar
4. Atrofi testis
- Koagulopati  gangguan pembekuan darah
- Ikterus  gangguan konjugasi
- Gangguan ekskresi toksin
1. Ensefalopati hepatikum  penurunan kesadaran diakibatkan
oleh peningkatan amonia
2. Asterixis  gerakan bilateral tetapi tidak sinkron, seperti
mengepak-ngepak tangan, dorsofleksi lengan
 Pemeriksaan penunjang :
- SGOT dan SGPT meningkat (SGOT >> SGPT)
- Alkali phosphatase meningkat sampai 2-3 kali batas normal atas
- Bilirubin (bisa normal/meningkat)
- Albumin menurun (hipoalbuminemia)
- Globulin meningkat
- Prothrombin time (PT) memanjang
- Na+ serum menurun (hiponatremia)
- Anemia
- Trombositopenia
- Leukopenia
 Pada pemeriksaan hepar, jika :
- Ukuran hepar mengecil  skar dan fibrosis  sirosis hepatis
- Ukuran hepar membesar  bernodul-nodul  karsinoma
hepatoselular
 Komorbid sirosis hepatis :
- Tanda sirosis hepatis + gagal jantung  cardiac cirrhosis (adanya
backflow + hepatoselular  gangguan katup, hipertensi pulmonal,
cor pulmonale, pericardial disease, cardiac tamponade, konstriktif)
- Tanda sirosis hepatis + gagal ginjal  hepatorenal syndrome
(adanya hipertensi portal  backflow splanic  vasodilatasi 
arterial waterfilling  RAAS (hipertensi)  stenosis arteri renalis 
kurang volume  AKI pre renal)
 Jenis sirosis hepatis :
- Kompensata  mudah lelah, nafsu makan berkurang, mual muntah,
kembung, berat badan menurun
- Dekompensata  hipertensi portal dan kegagalan fungsi hati,
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, hematemesis melena, air
kemih warna the pekat
 Klasifikasi derajat keparahan sirosis hepatis  Child-Turcotte-Pugh
 Tatalaksana :
- Diet protein 0,8-1 g/kg/hari  menekan uremia
- Laktulosa  membantu mengeluarkan amonia
- Enema  agar tidak konstipasi, memperlancar BAB
- Antibiotik  neomycin  mengurangi bakteri penghasil amonia
- Diuretik  spironolakton 100-200 mg/hari atau furosemide 20
mg/hari (maksimal 160 mg/hari)  mengurangi edema
- Beta blocker  varises esofagus (sebelum dan sesudah berdarah)

Etiologi  tersering Escherichia coli Etiologi  Entamoeba histolytica


Jumlah  multipel Jumlah  single
Lokasi  biasanya pada lobus kanan
Lokasi  biasanya diantara lobus
hepar dekat diafragma  Ludwig sign
hepar
(+)
Abses dari usus lalu masuk ke vena
porta  khas encovy sauce
Abses dari sistem biliaris
(pencairan jaringan hati nekrotik
berwarna coklat kemerahan)
Terapi  drainase + antibiotik IV
Terapi  metronidazole 500 mg per 8
(cefotaxime 2 gr IV per 8 jam atau
jam
ceftriaxone 2 gr IV per 24 jam)
 Irritable Bowel Syndrome (IBS)  kelainan fungsional usus kronis
berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman pada abdomen yang
berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan BAB setidaknya
selama 3 bulan
 Ciri khas IBS  rasa kembung, distensi, dan gangguan defekasi
 Klasifikasi  ROME III Criteria yang berdasarkan pada karakteristik
feses
1. IBS dengan diare (IBS-D)
- Feses lembek/cair > 25% waktu dan feses padat/bergumpal <
25% waktu
- Ditemukan pada sepertiga kasus
- Lebih umum pada laki-laki
2. IBS dengan konstipasi (IBS-C)
- Feses padat/bergumpal > 25% waktu dan feses lembek/cair <
25% waktu
- Ditemukan pada sepertiga kasus
- Lebih umum pada perempuan
3. IBS dengan campuran (IBS-M)
- Feses padat/bergumpal dan lembek/cair > 25% waktu
- Ditemukan pada sepertiga kasus
 25% waktu  3 minggu dalam 3 bulan
 Alarm symptoms :
- Penurunan BB
- Darah pada feses
- Riwayat keluarga keganasan kolorektal, celiac disease,
inflammatory bowel disease
- Anemia
- Diare atau nyeri nokturnal
- Onset pada usia > 45 tahun
- Nyeri abdomen bawah dengan demam
- Massa abdomen
- Ascites
 Kriteria diagnostik  nyeri abdomen/rasa tidak nyaman yang berulang
setidaknya selama 3 hari dalam sebulan pada 3 bulan terakhir, dengan
2 atau lebih gejala berikut :
- Perbaikan dengan defekasi
- Perubahan frekuensi BAB
- Perubahan bentuk dan tampilan feses
 Terapi  IBS-C (diet tinggi serat), IBS-D (membatasi makanan
pencetus), antispasmodik, laksatif, antidiare (loperamide  1-2 hari
saja), dan antibiotik broad spectrum
 Muncul dalam 30 menit
Staphylococcus Makanan yang tidak direbus – 6 jam
aureus sempurna  masih mentah  Mual, muntah, diare
dan kram perut
 Muncul dalam 6-24 jam
Clostridium Daging sapi, unggas,
 Muntah, demam dan
perfringens masakan belum matang
kram perut
Ayam belum matang, telur,  Muncul dalam 6 jam – 6
susu yang tidak hari
Salmonella typhii
dipasteurisasi, buah dan  Diare, demam, nyeri
sayuran mentah perut, mual dan muntah
 Muncul dalam 18-36
Clostridium Makanan kaleng dan jam
botulinum berfermentasi  Diplopia, ptosis, slurred
speech, paralisis
 Diare seperti cucian
Mentah atau belum matang
Vibrio cholera beras
kerang / seafood
 Kram perut
Campylobacter Mentah atau belum matang  Muncul dalam 2-5 hari
jejuni unggas  Diare dan kram perut
 Muncul dalam 3-4 hari
Daging mentah dan sayuran  Kram perut, diare
Escherichia coli
mentah berdarah, demam, mual
dan muntah

Pilihan terapi keracunan makanan (anak-anak) :


 Azitromisin (10 mg/kg/hari, selama 3-7 hari)  campylobacter, e-coli,
salmonella
 Ceftriaxone (50-100 mg/kg/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella
 Kotrimoksazol (5/25 mg 2x per hari, selama 2-3 hari)  e-coli,
salmonella
Pilihan terapi keracunan makanan (dewasa) :
 Eritromisin (500 mg 2x per hari, selama 5 hari)  campylobacter
 Azitromisin (500 mg hari pertama, 250 mg hari ke-2 sampai ke-5) 
campylobacter, e-coli, salmonella
 Ciprofloxacin (500 mg 2x per hari, selama 3 hari)  e-coli, salmonella
 Kotrimoksazol (160/800 mg 2x per hari, selama 3-7 hari)  e-coli
 Ceftriaxone (1-2 gr/hari IV, selama 5-7 hari)  salmonella
Definisi diare :
 Diare  keluarnya tinja/feses cair > 3 kali dalam 24 jam disertai
perubahan konsentrasi atau konsistensi
 Diare akut  < 14 hari
 Diare persisten  > 14 hari + penyebab infeksi
 Diare kronis  > 14 hari + penyebab non-infeksi
Etiologi infeksi :
1. Rotavirus
- Golongan  osmotik diare / gangguan absorpsi)
- Patofisiologi (vili rusak  makanan yang mengandung laktosa tidak
bisa dipecah  masuk ke usus besar  ketemu dengan e-coli 
difermentasikan  dihasilkan CO2 (flatus/kentut meningkat), H2S
(bau busuk pada feses) dan NH3 (pantat kemerahan)
- Ciri diare  diare cair kekuningan dan pantat kemerahan
- Tatalaksana  rehidrasi dan zink
2. Shigelosis
- Golongan  inflammatory diare
- Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usus  lendir dan
berdarah, lebih parah dibanding entamoeba histolytica)
- Ciri diare  diare lendir dan berdarah, kram perut, demam, disentri
dengan lemas
- Tatalaksana  Kuinolon (Ciprofloxacin 500 mg 2x1), Kotrimoksazole
960 mg 2x1
3. Entamoeba histolytica
- Golongan  inflammatory diare
- Patofisiologi (merusak tight junction dan mukosa usu)  lendir dan
berdarah
- Ciri diare  diare lendir dan berdarah, berbau busuk
- Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1
4. Giardia lamblia
- Golongan  inflammatory diare
- Ciri khas  diare berlemak dan steatorrhea (feses seperti dempul,
mengapung dan mengkilat)
- Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1
5. Vibrio cholera
- Golongan  sekretorik diare
- Patofisiologi (meningkatkan cAMP  menginhibisi absorpsi Na+ dan
K+  banyak keluar air ketika BAB)
- Ciri khas  diare seperti cucian beras
- Tatalaksana  Azitromisin 500 mg 3x1, Tetrasiklin 500 mg 4x1,
Doksisiklin 300 mg 1x1
6. Clostridium difficile
- Ciri khas  pemakaian obat antibiotik yang lama
- Tatalaksana  Metronidazole 500 mg 3x1

Enteropathogenic (EPEC) Pediatric diarrhea


Enterotoxigenic (ETEC) Traveller diarrhea
Enteroinvasive (EIEC) Bloody diarrhea
Bloody diarrhea, sebabkan hemolitik
Enterohaemorrhagic (EHEC)
uremik sindrom
Stacked brick appearance diarrhea,
Enteroaggregative (EAEC)
persisten diare pada HIV

Entamoeba histolytica  Giardia lamblia  pear


kristal Charcot-Leyden, appearance atau bentuk seperti
trofozoit pada feses encer, layang-layang, feses berlemak
kista pada feses padat

Morfologi Entamoeba histolytica vs Entamoeba coli vs Balantidum coli :


 Entamoeba histolytica  gerak aktif, pseudopodia jelas seperti jari,
ektoplasma lebar, inti bergranula halus, kromatin tipis dan halus,
kariosom konsentris dan inklusi terdapat eritrosit
 Entamoeba coli  gerak lambat, pseudopodia lebar dan tumpul,
ektoplasma sempit, inti bergranula kasar, kromatin tebal dan kasar,
kariosom eksentris dan inklusi tidak terdapat eritosit
 Balantidum coli  adanya 2 vakuola kontraktil dan vakuola makanan
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, tidak sadar
Mata Tidak cekung Cekung Cekung
Ingin minum
Keinginan untuk Normal, tidak ada
terus, rasa haus Malas minum
minum rasa haus
terus
Kembali sangat
Turgor Kembali segera Kembali lambat
lambat
Minimal 2 dari gejala diatas

5 pilar tatalaksana diare akut :


 Rehidrasi  A (diare tanpa dehidrasi), B (diare dehidrasi ringan-
sedang), C (diare dehidrasi berat)
 Zinc  pemberian selama 10 hari (< 6 bulan 10 mg, > 6 bulan 20 mg)
 Antibiotik selektif
 Edukasi
 Gizi
Mengikat reseptor opiat Loperamide 2-4 mg/3-4x
di usus sehingga sehari, kontraindikasi
Kelompok opiat
menghambat motilitas pada keadaan demam
usus dan sindroma disentri
Absorbsi air, bakteri dan
Kaolin pektin, bismuth
toksin untuk
Kelompok absorbent subsalisilat dan
menghambat kehilangan
attapulgit
cairan
Nutrisi dan reseptor
Probiotik Obat probiotik
saluran cerna
Menghambat
enkephalinase 
Anti-sekresi selektif Racecadtoril
menormalkan sekresi
elektrolit
“INFEKSI TROPIK”

 Masa inkubasi  5-14 hari


 Weil disease  bentuk berat dari leptospirosis yang ditandai demam,
ikterus (seluruh badan, kalau hanya sklera masih leptospirosis), gagal
ginjal akut, syok refrakter dan perdarahan (terutama paru)
 Weil disease  fase leptospiremia (3-7 hari) dan fase imun (10-30 hari)
 Reservoir host  kencing tikus
 Biasanya pada petani disawah atau saat korban banjir
 Tanda dan gejala leptospirosis :
- Nyeri tekan otot pada daera betis dan daerah lumbal
- Ronkhi pada auskultasi paru (hipoalbuminemia  tekanan onkotik
menurun  merembes ke interstisial)
- Sklera ikterik
- Conjunctival suffision
- Meningismus (hiporefleks atau arefleks pada tungkai)
- Demam (muncul mendadak dan bifasik  remiten tinggi pada fase
awal leptospiremia kemudian demam turun dan muncul saat fase
imun)
 Pemeriksaan penunjang :
- Kultur darah (fase I)
- Kultur urin (fase II)
- Mikroskop medan gelap
- Imunologi  microscopic agglutination test (MAT)  gold standard
 Tatalaksana :
1. Leptospirosis
- Doksisiklin 2x100 mg oral selama 7 hari (kontraindikasi pada ibu
hamil)
- Amoxcicillin 4x500 mg oral selama 7 hari
- Ampicillin 4x500 mg oral selama 7 hari
2. Weil disease (leptospirosis berat)
- Penicillin G intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari
- Ceftriaxone intravena 1 gr/24 jam selama 7 hari
- Doksisiklin intravena 100 mg/12 jam selama 7 hari
 Transmisi demam tifoid  fecal-oral
 Etiologi  Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi
 Morfologi  bakteri gram (-), berflagel dan tidak berspora
 3 macam antigen Salmonella typhi  antigen O, H dan Vi
 Tanda dan gejala demam tifoid :
- Rose spot  ruam pada daerah punggung
- Typhoid tongue  lidah tertutup selaput putih
- Bradikardi relatif  setiap peningkatan 10C tidak diikuti dengan
peningkatan 10 denyut nadi
- Pola demam  minggu pertama (step ladder), minggu kedua
(kontinu)
- Gejala-gejala timbul pada minggu kedua  jadi untuk minggu
pertama curiga terlebih dahulu DBD
 Komplikasi (sering terjadi di minggu ketiga demam) :
- Perforasi usus
- Meningitis tifosa
- Hepatitis dan kolesistitis tifosa
- Perdarahan usus
 Lab rutin :
- Limfositosis relatif  hitung jenis limfosit meningkat, tetapi leukosit
normal atau menurun
- Leukopenia
- Monositosis
- Trombositopenia ringan
- Pemeriksaan darah  minggu 1
- Pemeriksaan feses  minggu 2
- Pemeriksaan urine  minggu 3
- Media kultur  SS agar (Salmonella-Shigella agar)
- Widal  mendeteksi antigen O (somatik) dan H (flagella), dilakukan
pada akhir minggu 1, positif jika kenaikan titer 4x atau titer O 1:320
- Tubex  deteksi IgM Salmonella typhi terhadap antigen O9 (nilai > 4
positif demam tifoid, > 6 indikasi kuat tifoid, 3 borderline, < 2 negatif)
 Florokuinolon  lini pertama pada dewasa
- Ciprofloxacin 2x500 mg (selama 7-14 hari)
- Ofloxacin 2x400 mg (selama 7-14 hari)
- Norfloxacin 2x 400 mg (selama 7-14 hari)
 Kloramfenikol  50-100 mg/kgBB/hari, dibagi 4 dosis selama 14 hari 
boleh pada anak-anak
 Sefalosporin generasi 3  lini kedua
- Ceftriaxone 3-4 gr/hari (3-5 hari)
- Cefixime 20 mg/kgBB/hari (7-14 hari)
 Kontraindikasi :
- Ciprofloxacin  tidak boleh pada anak-anak  penutupan lempeng
epifisis lebih dini
- Kloramfenikol  tidak boleh pada ibu hamil  grey baby syndrome,
dan tidak boleh diberikan jika leukosit < 2000
 Pada ibu hamil :
- Amoxcicillin  lini pertama
- Cefotaxime 200 mg/kgBB IV per 24 jam dibagi menjadi 3-4 dosis
- Ceftriaxone 100 mg/kgBB IV per 24 jam (max 4 gr/24 jam) dibagi
menjadi 1-2 dosis

 Etiologi  virus dengue tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4


 Transmisi  nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (betina) yang
hidup pada air bersih
 Gejala umum  demam, nyeri kepala, nyeri retroorbital, nyeri otot, nyeri
sendi
 Kriteria diagnosis (2 klinis + 1 laboratorium  DBD)
1. Klinis
- Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung
terus-menerus selama 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan :
 Uji bendung / torniquet (+)
 Petekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
 Hematemesis dan/atau melena
- Hepatomegali
- Syok
2. Laboratorium
- Trombositopenia (< 100.000)
- Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas
kapiler
 Peningkatan hematokrit > 20% dari nilai standar (biasanya
nilai standar 40)
 Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi
cairan
 Efusi pleura/perikardial, ascites, hipoproteinemia
 Patogenesis  trombositopenia terjadi melalui mekanisme :
1. Supresi sumsum tulang  keadaan hiposeluler dan supresi
megakariosit
2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit
3. Agregasi trombosit pada endotel yang bocor

 Leukopenia
 Trombositopenia
(<150.000)
Demam disertai 2 atau lebih
 Peningkatan hematokrit
tanda sakit kepala, nyeri
Demam dengue (5-10%)
retroorbital, mialgia,
artralgia  Tidak ada tanda
kebocoran plasma (tidak
ada ascites, efusi pleura,
ronkhi)
Gejala demam dengue + uji
DBD derajat 1
bendung / torniquet (+)
Gejala demam dengue +
perdarahan spontan
DBD derajat 2
(perdarahan gusi,
epistaksis)  Trombositopenia
(<100.000)
Gejala demam dengue +
kegagalan sirkulasi (kulit  Peningkatan hematokrit
DBD derajat 3 (> 20%)
dan akral dingin, lembab,
(DSS)
gelisah, tekanan darah dan
nadi masih terukur)
Gejala demam dengue +
DBD derajat 4
syok (tekanan darah dan
(DSS)
nadi tidak terukur)
 Torniquet test / rumple leed test
- Pertahankan manset tensimeter pada pertengahan sistole dan
diastole selama 5 menit
- Positif  apabila terdapat > 10 petekie / 1 inchi
 NS1
- Antigen non struktural untuk replikasi virus
- Puncak deteksi NS1  hari ke 2-3 dan mulai tidak terdeteksi pada
hari ke 5 dan 6
 IgM dan IgG
- Infeksi primer IgM (+) muncul setelah hari ke 3-6 dan hilang dalam 2
bulan
- IgG muncul mulai hari ke 12
- IgG bertahan berbulan-bulan dan hasil positif seumur hidup, maka
untuk mendiagnosis dapat dilihat dari titernya

 Nyeri perut hebat Expanded Dengue Syndrome :


 Muntah persisten  Demam berdarah dengan
 Akumulasi cairan secara manifestasi yang unusual
klinis  Keterlibatan organ seperti
 Perdarahan pada mukosa hepar, ginjal, jantung dan
 Penurunan kesadaran otak
 Hepatomegali
 Peningkatan hematokrit
diikuti dengan penurunan
trombosit secara cepat
Terapi awal cairan intravena
kristaloid 6-7 ml/kg/jam
(evaluasi 3-4 jam)

Membaik Tidak
Membaik

Kurangi infus Tanda vital dan Infus kristaloid


kristaloid hematokrit 10 ml/kg/jam
5 ml/kg/jam memburuk

Membaik Membaik Tidak


Membaik

Terapi cairan Kondisi


dihentikan 24- memburuk
48 jam tanda syok

Tatalaksana
Membaik
sesuai protokol
syok

5% defisit
cairan

 Membaik  penurunan hematokrit, stabilnya pulsasi dan tekanan darah,


urine output meningkat
 Tidak membaik  peningkatan hematokrit, meningkatnya pulsasi,
tekanan darah menurun dibawah 20 mmHg, menurunnya urine output
 Tanda vital memburuk  menurunnya urine output dan adanya tanda-
tanda syok
Resusitasi dengan cairan kristaloid atau
koloid 20 ml/kg secepatnya (< 10 menit), beri
oksigen nasal canul 1-2 L/menit, usahakan
periksa hematokrit sebelum terapi

Membaik Tetap Syok

Kristaloid/Koloid IV 10 Kristaloid guyur 30 ml/kg/jam


ml/kgBB/jam selama 1 jam dalam 20-30 menit

Membaik Hematokrit Hematokrit


naik turun

Kristaloid/Koloid IV 5-7 Transfusi


ml/kgBB/jam selama 1-2 jam
darah
10 ml/kg

Membaik
Koloid 10-20 ml/kg dalam
10-15 menit
Kristaloid/Koloid IV 3-5
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam
Membaik Tetap Syok

Membaik
Koloid maksimal 30 ml/kg

Kristaloid/Koloid IV 2-3
ml/kgBB/jam selama 2-4 jam
Membaik Tetap Syok

Stop infus dalam 24-48 jam Pasang kateter vena sentral


jika syok sudah teratasi,
tanda vital cukup, dan
hematokrit selalu dipantau
tiap 6-8 jam
Pasang kateter vena sentral

Koloid (bila dosis maksimal belum dicapai) atau kristaloid (bila


koloid sebelumnya telah mencapai dosis maksimal  10 ml/kg
dalam 10 menit, dapat diulang sampai 30 menit

Hipovolemik Normovolemik

Tetap
syok
Kristaloid dipantau Koreksi gangguan
10-15 menit asam basa, elektrolit,
hipoglikemia, anemia,
infeksi sekunder

Kombinasi Perbaikan Inotropik,


koloid-kristaloid bertahap vasopressor,
vasopressor vasodilator

Membaik

Catatan penting :
 Jika syok terkompensasi (tekanan sistolik stabil tetapi ada tanda
penurunan perfusi)  kristaloid 5-10 ml/kgBB/jam selama 1 jam
 Jika syok hipotensi  kristaloid atau koloid 20 ml/kgBB/jam selama <10
menit
 Hematokrit dipantau tiap 6-8 jam
- Jika hematokrit naik  pertimbangkan bolus cairan atau tingkatkan
jumlah pemberian cairan
- Jika hematokrit turun  pertimbangkan transfusi dengan fresh whole
blood
 Hentikan pemberian cairan maksimal 48 jam
 Kriteria pulang :
- Tidak demam selama 48 jam
- Perbaikan status klinis (keadaan umum baik, nafsu makan membaik,
hemodinamik stabil, urine output normal, tidak ada distress
pernapasan)
- Peningkatan jumlah trombosit
- Hematokrit stabil tanpa ada pemberian cairan IV
 Vektor  nyamuk Anopheles (betina)
 Patogen parasit  plasmodium falciparum, plasmodium vivax,
plasmodium ovale, plasmodium malariae, dan plasmodium knowlesi
 Tanda dan Gejala :
- Menggigil  demam tinggi  berkeringat
- Riwayat sakit malaria
- Riwayat berkunjung ke daerah endemis
- Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
 Pemeriksaan penunjang :
- Preparat darah tebal (mengetahui ada atau tidaknya parasit) dan
preparat darah tipis (mengetahui spesies dan stadium malaria)
- Rapid test malaria (dengan metode imunokromatografi)
 Patogenesis :
- Sitoadherensi  perlekatan antara eritrosit berparasit stadium matur
pada permukaan endotel vaskular
- Sekuestrasi  eritrosit berparasit matur yang mengalami sekuestrasi
yaitu parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular (hanya plasmodium falciparum yang bersekuestrasi
 karena siklusnya tidak terjadi pada pembuluh darah perifer)
- Rosetting  berkelompoknya eritrosit berparasit matur yang
diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang non parasit (menyebabkan
obstruksi aliran darah dalam jaringan)
- Sitokin  terbentuk dari sel endotel, monosit dan makrofag setelah
mendapat stimulasi dari toksin (TNF, IL-1, IL-3, IL-6, limfotoksin dan
interferon gamma)
- Nitrit oksida  kadar NO tepat memberikan efek protektif karena
membatasi perkembangan parasit dan menurunkan ekspresi
molekuladhesi, jika kadar NO rendah mungkin menimbulkan malaria
berat
Plasmodium falciparum

Demam timbul intermitten dapat kontinu, sering


menyebabkan malaria berat (malaria tropikana)

Plasmodium vivax &


Plasmodium ovale

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2


hari, malaria vivax dapat menjadi berat (malaria tertiana)

Plasmodium malariae

Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3


hari (malaria kuartana)
 Serangan primer  keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai
terjadi serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas
dan berkeringat
 Periode laten  periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadi infeksi malaria
 Rekrudensi  berulang gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8
minggu sesudah berakhirnya serangan primer
 Rekuren  berulang gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer
 Relaps  berulang gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari
waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah
periode yang lama dari periode laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi
karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati 
hipnozoit) pada malaria vivax dan ovale
Masa Inkubasi 9-14 hari
Eritrosit Normal
Maurer dots (tipis)
Tanda khas
Starry sky pattern (tebal)
Bentuk stadium Cincin (ringform), accole
trofozoit ring (inti di tepi)
Maurer dots
Bentuk stadium Bulan sabit, pisang,
gametosit sosis, ginjal

Trofozoit Gametosit Skizon

Masa Inkubasi 12-17 hari


Eritrosit Lebih besar, pucat
Tanda khas Schuffner dots
Bentuk stadium
Ameboid, ring
trofozoit
Bentuk stadium
Sferis, bulat/oval Schuffner dots
gametosit

Trofozoit Gametosit Skizon


Masa Inkubasi 12-17 hari
Lebih besar, oval,
Eritrosit
fimbriated
Tanda khas Schuffner dots
Bentuk stadium Ring, bulat, ujung
trofozoit fimbrae merah
Bentuk stadium Sferis, bulat/oval, band
Schuffner dots
gametosit form

Trofozoit Gametosit Skizon

Masa Inkubasi 18-40 hari

Eritrosit Normal

Tanda khas Ziemann dots


Bentuk stadium Band form, rectangular,
trofozoit basket form, rosette
Bentuk stadium Ziemann dots
Sferis, bulat/oval
gametosit

Trofozoit Gametosit Skizon


Malaria berat  ditemukannya plasmodium falciparum stadium aseksual
dengan minimal salah satu tanda klinis atau lab berikut :
1. Tanda klinis
- Perubahan kesadaran (GCS < 11)
- Kelemahan otot
- Kejang berulang (> 2 episode dalam 24 jam)
- Distress pernapasan (cepat dan dalam  Kussmaul)
- Gagal sirkulasi atau syok (CRT > 3 detik)
- Ikterus (bilirubin > 3 mg%)
- Hemoglobinuria
- Perdarahan spontan abnormal
- Edema paru (SpO2 < 92%, RR > 30x/menit, chest indrawing)
2. Tanda laboratorium
- Hipoglikemia (GDS < 40 mg%)
- Asidosis metabolik (plasma bikarbonat < 15 mmol/L, asam laktat > 5
mmol/L)
- Anemia berat (Hb < 7 gr/dl atau Hct < 15%)
- Hiperparasitemia (parasit > 100.000, > 2% eritrosit)
- Gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 3 mg%)

Falciparum ACT (3 hari) + Primakuin (dosis tunggal)


Malariae ACT (3 hari)
ACT (3 hari) + Primakuin (14 hari)
Vivax/Ovale
Relaps  dosis primakuin ditingkatkan

Trimester 1
 Kina + klindamisin  Plasmodium falciparum
Hamil trimester 1-3  Kina saja  Plasmodium malariae, vivax, ovale
Trimester 2 dan 3
 ACT saja

ACT  Artemisinin-Based Combination Therapy :


 Dihidroartemisinin + Piperakuin (DHP)
 Artesunat + Amodiakuin
1. Artesunat injeksi
 Sediaan 60 mg/vial
 Pemberian intravena (IV) atau intramuscular (IM)
 Hari pertama  2,4 mg/kgBB pada jam ke 0, 12 dan 24
 Hari berikutnya  2,4 mg/kgBB (setiap hari sampai pasien
sadar)
 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1
2. Artemeter injeksi
 Sediaan 80 mg/vial
 Pemberian intramuskular (IM)
 Hari pertama  3,2 mg/kgBB
 Hari berikutnya  1,6 mg/kgBB (1x sehari sampai pasien sadar)
 Jika sudah sadar  ACT (3 hari) + Primakuin pada hari ke 1

1. Doksisiklin
 1 tablet per hari (1x100 mg)
 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu
setelah pulang
 Kontraindikasi  pada ibu hamil dan anak < 8 tahun
 Anak-anak > 8 tahun  20 mg/kgBB/hari (max 100 mg)
2. Mefloquine
 Untuk ibu hamil
 Dosis 250 mg (1 tablet per minggu)
 Diminum 1-2 hari sebelum pergi dan dilanjutkan hingga 4 minggu
setelah pulang
 Perjalanan infeksi HIV :
- Fase infeksi akut (sindroma retroviral akut)  jumlah limfosit T CD4
> 500 sel/mm3 (infeksi primer HIV)
- Fase infeksi laten  jumlah limfosit T CD4 200-500 sel/mm3
(berlangsung sekitar 8-10 tahun post infeksi HIV)
- Fase infeksi kronis  jumlah limfosit T CD4 < 200 sel/mm3
 Tanda dan gejala :
- Demam > 1 bulan (terus-menerus atau intermitten)
- Diare > 1 bulan
- Kehilangan BB (< 10% dari BB dasar)
- Limfadenopati yang meluas
- Kulit (kutil genital, folikulitis, dan psoriasis)
- Infeksi (jamur  kandidiasis oral, dermatitis seboroik), (virus 
herpes zoster, moluskum kontagiosum, kondiloma)
- Gangguan pernapasan (batuk > 1 bulan, sesak napas, TBC,
pneumonia berulang)
- Gejala neurologis (nyeri kepala yang semakin parah, kejang demam,
menurunnya fungsi kognitif)

 Tidak ada gejala atau hanya ada limfadenopati luas


 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya
 Infeksi saluran napas berulang
 Herpes zoster
 Ulkus mulut berulang
 Ruam kulit  papul yang gatal (papular pruritic eruption)
 Dermatitis seboroik
 Infeksi jamur pada kuku
 Penurunan BB 5-10% yang tidak diketahui penyebabnya
 Diare kronis > 1 bulan
 Demam menetap yang tidak diketahui penyebabnya
 Kandidiasis pada mulut
 Infeksi bakteri yang berat
 Sindrom wasting HIV  Nefropati
 Pneumonia berat berulang  Kardiomiopati
 Herpes simpleks berulang  Karsinoma serviks
 Kandidiasis  Limfoma
 TB ekstra paru  Septikemia
 Sarkoma kaposi  Mikosis desiminata
 CMV  Cryptosporidiosis kronis
 Toksoplasmosis  Leishmaniasis
 Ensefalopati HIV desiminata
1. ODHA tanpa gejala klinis (stadium 1) + belum pernah terapi ARV  bila
CD4 < 350 sel/mm3
2. ODHA dengan gejala klinis + belum pernah terapi ARV
 Stadium 2  bila CD4 < 350 sel/mm3
 Stadium 3 atau 4  berapapun jumlah CD4
3. Perempuan hamil dengan HIV  berapapun jumlah CD4 atau apapun
stadiumnya
4. ODHA dengan koinfeksi TB + belum pernah terapi ARV  berapapun
jumlah CD4
5. ODHA dengan koinfeksi hepatitis B + belum pernah terapi ARV 
berapapun jumlah CD4

Lini pertama 2 NRTI + 1 NNRTI

1. AZT + 3TC + NVP


2. AZT + 3TC + EFV
3. TDF + 3TC atau FTC + NVP
4. TDF + 3TC atau FTC + EFV

Lini kedua 1 NtRTI + 1 NRTI + 1 PI

TDF + 3TC atau FTC + LPV

NRTI (Nucleside Reverse Transcriptase Inhibitor) :


 AZT (Zidovudine)  250-300 mg tiap 12 jam
 3TC (Lamivudine)  150 mg tiap 12 jam atau 300 mg tiap 24 jam
 FTC (Emitricitabine)  300 mg tiap 12 jam atau 600 mg tiap 24 jam
NtRTI (Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :
 TDF (Tenofovir)  300 mg tiap 24 jam
NNRTI (Non Nucletide Reverse Transcriptase Inhibitor) :
 NVP (Nevirapine)  200 mg tiap 24 jam, selama 14 hari
 EFV (Efavirenz)  600 mg, single dose 24 jam (malam hari)
PI (Protease Inhibitor) :
 LPV (Lopinavir)  400 mg setiap 12 jam
 Sepsis  infeksi + > 2 gejala SIRS (sindrom inflamasi respon sistemik)
 tahun 2001
- Suhu > 380C atau < 360C
- Denyut jantung > 90 x/menit
- Pernapasan > 20 x/menit
- PaCO2 < 32 mmHg
- Leukosit > 12000 /mm3 atau < 4000 /mm3 atau > 10% immature
bands
 Sepsis  disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh
disregulasi respon host terhadap infeksi  tahun 2016
 Syok septik  subset dari sepsis dengan disfungsi peredaran darah dan
seluler / metabolik yang berhubungan dengan risiko mortalitas yang
tinggi
 Patofisiologi  infeksi  munculnya mediator inflamasi  menimbulkan
(vasodilator  hipotensi), (disfungsi endotel  edema), vasokonstriksi
dan penyumbatan mikrovaskular  ke-4 hal tersebut mengakibatkan
maldistribusi peredaran darah mikrovaskular  iskemia  kematian sel
 disfungsi organ  sepsis
 Menghitung rasio PaO2 / FiO2 :
- Rasio PaO2 / FiO2  normal > 300
- Rasio PaO2 / FiO2  < 300  acute lung injury
- Rasio PaO2 / FiO2  < 200  ARDS
- Cara hitung  cari nilai FiO2 (misalnya menggunakan oksigen nasal
canul 3 L/menit  FiO2 33% atau 0,32. Kemudian hasil pemeriksaan
AGD pada PaO2 didapatkan 82 mmHg
- Hasilnya  PaO2 / FiO2 = 82/0,33 = 273,3  acute lung injury
1. Oksigen  high flow 15 L/menit via non-rebreathe mask (target saturasi
>94%)
2. Kultur darah
3. Antibiotik  broad spektrum IV
4. Resusitasi cairan  NaCl 0,9% bolus atau Hartmann’s 20 ml/kgBB
sampai maksimal 60 ml/kgBB
5. Serum laktat
6. Urine output
“NEFROLOGI”

 AKI atau gangguan ginjal akut  kelainan ginjal struktural dan fungsional
dalam 48 jam yang diketahui melalui pemeriksaan darah, urin atau
radiologis

 Peningkatan serum kreatinin (SCr) > 0,3 mg/dL dalam 48 jam, atau
 Peningkatan SCr > 1,5 x baseline (nilai dasar), yang terjadi atau
diasumsikan terjadi dalam kurun waktu 7 hari sebelumnya, atau
 Volume urine < 0,5 mL/kgBB/jam selama > 6 jam

Serum kreatinin > 0,3 mg/dl


atau < 0,5 ml/kgBB/jam selama
1
kenaikan 150-200% dari nilai 6-12 jam
dasar
Kenaikan serum kreatinin < 0,5 ml/kgBB/jam selama
2
200-300% dari nilai dasar > 12 jam
Kenaikan serum kreatinin >300%
dari nilai dasar
atau
Serum kreatinin > 4 mg/dl < 0,3 ml/kgBB/jam selama
atau > 24 jam
3
Inisiasi terapi penggantian ginjal atau
(TPG) Anuria selama 12 jam
atau
Pasien <18 tahun + penurunan
eGFR <35 mL/menit per 1,73 m2
Peningkatan serum kreatinin
1,5x < 0,5 ml/kgBB/jam selama
Risk
atau 6 jam
penurunan GFR >25%
Peningkatan serum kreatinin
2x < 0,5 ml/kgBB/jam selama
Injury
atau 12 jam
Penurunan GFR >100%
< 0,5 ml/kgBB/jam selama
Peningkatan serum kreatinin 24 jam
Failure
3x atau
Anuria selama 12 jam
Gangguan ginjal akut persisten, kerusakan total fungsi ginjal
Loss
selama 4 minggu
End stage
renal Gagal ginjal terminal > 3 bulan
disease

Gangguan Ginjal Akut

Pre renal Renal Post renal

Tubulus dan  Obstruksi


 Hipovolemia interstitium saluran kemih
 Cardiac output  Obstruksi
menurun pelvo-ureteral
 Gagal jantung bilateral
kongestif  Hipertrofi
 Gagal hati prostat

 Vaskular
 Glomerular  Vaskulitis
 Glomerulonefritis  Hipertensi maligna
akut
 HUS
 Etiologi  Escherichia coli  Shiga-like toksin (verotoxin)
 Trias HUS :
- Anemia hemolitik mikroangiopati
- Trombositopenia
- Insufisiensi renal (AKI)

 Acyclovir
 Allopurinol
 Aminoglikosida
 Cephalosporine
 Amphotericin
 NSAIDs
 Cisplatin
 Penicillin
 Cyclosporine
 Phenytoin
 Indinavir
 PPI
 Lithium
 Quinolone
 NSAIDs
 Rifampisin
 Pentamidine
 Sulfas
 Vancomycin

 Risiko tinggi
- Hentikan semua agen nefrotoksik bila memungkinkan
- Pastikan status volume dan tekanan perfusi
- Pertimbangkan pemantauan hemodinamik fungsional
- Pantau serum kreatinin dan urine output
- Hindari hiperglikemia
- Pertimbangkan prosedur alternatif dari radiokontras
 Stadium 1
- Lakukan pemeriksaan diagnostik non-invasif (USG)
- Pertimbangkan pemeriksaan diagnostik invasif
 Stadium 2
- Periksa bila ada perubahan dosis obat
- Pertimbangkan terapi pengganti ginjal  hemodialisis
- Pertimbangkan ICU
 Stadium 3
- Hindari kateter
- Subklavia bila memungkinkan
Asidosis dengan pH <7,1

Intoksikasi

Uremic syndrome (perikarditis / ensefalopati)

Elektrolit  hiperkalemia (> 6,5 mEq/L)

Overload cairan

 Oliguria (produksi urin < 2000 ml dalam 12 jam)


 Anuria (produksi urin < 50 ml dalam 12 jam)
 Hiperkalemia (kalium > 6,5 mmol/L)
 Asidemia (pH < 7)
 Azotemia (kadar urea > 30 mmol/L)
 Ensefalopati uremikum
 Neuropati uremikum
 Perikarditis uremikum
 Abnormalitas natrium plasma
 Hipertermia
 Keracunan obat
 CKD  kerusakan ginjal baik struktural maupun fungsional yang ditandai
dengan penurunan LFG/GFR selama > 3 bulan
 GFR  < 60 ml/menit/1,73 m2  perlu dievaluasi
 Laju filtasi glomerulus  Cockcroft-Gault equation

(140 − umur) 𝑥 BB
72 x kreatinin plasma

 Pada wanita dikali 0,85

 Terapi penyakit dasar


 Evaluasi perburukan fungsi
Kerusakan ginjal + GFR
1 > 90 ginjal
normal atau meningkat
 Perkecil risiko
kardiovaskular
Kerusakan ginjal + GFR  Menghambat perburukan
2 60-89
menurun ringan fungsi ginjal
Kerusakan ginjal + GFR  Evaluasi
3 30-59
menurun sedang  Terapi komplikasi
Kerusakan ginjal + GFR  Persiapan untuk terapi
4 15-29
menurun berat pengganti ginjal
 Terapi pengganti ginjal
5 Gagal ginjal  rutin HD <15
(dialisis)

 Terdapat penyakit mendasari :


- DM  mesengeal expansion (nefropati diabetes), podocytopathy
(meregangnya tight junction di ginjal), glomerulo basal membran
thickening (penebalan membran), dan sklerosis (kekakuan pembuluh
darah)
- Hipertensi  arteri renalis menebal  GFR menurun  aktivasi
RAAS  stenosis  glomerulosklerosis
- Infeksi
- Batu
- Autoimun  SLE
 Laboratorium  anemia, asam urat, hiponatremia, hipofosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik, proteinuria, hematuria, ureum,
kreatinin dan laju filtrasi glomerulus
Neural dan muskular Endokrin dan metabolik
 Kehilangan energi  Amenorea
 Menurunnya aktivitas mental  Disfungsi seksual
 Anoreksia dan nausea  Resistensi insulin
 Kelemahan tungkai  Meningkatnya protein
 Menurunnya rasa pada lidah  Pruritus
 Neuropati perifer  Disfungsi trombosit
 Gangguan tidur

 GFR < 60 :
- Protein  0,6 – 0,8 gr/kgBB/hari
- Fosfat  < 10 gr/hari
 Anemia  eritropoietin subkutan atau terapi zat besi 2-3 mg/kgBB/hari,
dibagi 2-3 dosis
 Osteodistrofi renal  batas asupan fosfat
 Restriksi cairan  input cairan adalah 500-800 ml + urin yang keluar
 Kontrol tekanan darah  ACE inhibitor atau ARB
 Diuretik
 Kontrol dislipidemia  target LDL <100 mg/dL (golongan statin)
Belum terkompensasi ↓ ↑ normal asma berat,
Asidosis
Terkompensasi sebagian ↓ ↑ ↑ pneumonia,
Respiratorik hipoventilasi
Terkompensasi penuh normal ↑ ↑
Belum terkompensasi ↑ ↓ normal hiperventilasi,
Alkalosis
Terkompensasi sebagian ↑ ↓ ↓ serangan panik,
Respiratorik keracunan aspirin
Terkompensasi penuh normal ↓ ↓
Belum terkompensasi ↓ normal ↓ ketoasidosis
Asidosis
Terkompensasi sebagian ↓ ↓ ↓ diabetikum, asidosis
Metabolik laktat, alkohol
Terkompensasi penuh normal ↓ ↓
Belum terkompensasi ↑ normal ↑
Alkalosis muntah berat,
Terkompensasi sebagian ↑ ↑ ↑
Metabolik hipokalemia
Terkompensasi penuh normal ↑ ↑

 Sampel darah  arteri


 Nilai normal :
- pH  7,35 – 7,45
- O2  80 – 100 mmHg
- CO2  35 – 45 mmHg
- HCO3  22 – 28 mEq/L
- BE  -2 sampai +2 mEq/L
- SaO2  93 – 98%
 Jika pH normal lihat BE / base excess untuk menilai asidosis atau alkalosis

pH : 7,69 (alkalosis) pH : 7,13 (asidosis)


PaO2 : 88 mmHg PaO2 : 65 mmHg (hipoksemia)
PaCO2 : 30 mmHg (turun) PaCO2 : 28 mmHg (turun)
HCO3 : 25 mEq/L (normal) HCO3 : 17 mEq/L (turun)
BE : +3 (alkalosis) BE : -9 (asidosis)
SaO2 : 96% SaO2 : 93%

Kesimpulan : Kesimpulan :
Alkalosis respiratorik belum Asidosis metabolik dengan
terkompensasi hipoksemia terkompensasi
sebagian
 Terapi asidosis metabolik berat  Terapi penyakit yang
(pH <7,2) mendasarinya
- KAD  insulin dan cairan  Infus normal saline
- KAD berhubungan dengan  Kalium klorida sesuai indikasi
alkohol  saline dan glukosa  Antagonis reseptor histamin H2
- AKI  dialisis  menurunkan produksi HCl
 Terapi bikarbonat dengan natrium dan mencegah alkalosis
bikarbonat metabolik yang dapat terjadi
akibat penghisapan NGT
 Anhidrase carbonic inhibitor 
asetazolamide

EKG  T tall atau peaked T wave EKG  U prominen


 Penggantian kalium secara oral   Ca glukonas 25 mg  10 cc
40-60 mEq dapat menaikkan (diberikan perlahan-lahan)
sebesar 1-1,5 mEq/L  Insulin  memasukkan insulin dari
 KCl intravena  20 mEq intravaskular ke interstitial
dilarutkan 100 cc NaCl isotonik  Glukosa D 40  kofaktor insulin
 Dosis : dapat bekerja untuk memasukkan
- <40 kg  0,25 mEq/L x kg x 2 kaliumnya, jika sudah tinggi tidak
jam dimasukkan
- >40 kg  10-20 mEq/L x 2 jam
 ISK  adanya bukti mikroorganisme dalam urine (tersering bakteri),
bermakna jika mikroorganismenya > 105 /ml pada biakan urine
 Pembagian ISK
1. Berdasarkan komplesitas
a) ISK sederhana  ISK pada wanita, tidak terdapat disfungsi
struktural, penyebab Escherichia coli
b) ISK komplikata  ISK pada laki-laki, pada anak-anak, berlokasi
di vesika urinaria, penyebab Proteus mirabilis
2. Berdasarkan anatomi
a) ISK atas  pielonefritis akut dan kronik, ureteritis
b) ISK bawah  sistitis, prostatitis, epididimitis, urethritis
 Tanda dan gejala :
a) ISK atas
- Pielonefritis  demam tinggi, nyeri pinggang, nyeri ketok
kostovertebra
- Ureteritis  demam, urin keruh, nyeri daerah abdomen
b) ISK bawah  disuria, urgensi, sering kencing, nyeri tekan
suprapubik (gejala LUTS)
 Pemeriksaan penunjang :
- Kultur urin (+)  bakteriuria > 105 /ml urine
- Pemeriksaan urine pancar tengah (midstream)  gold standard
- Midstream  sistitis/pielonefritis (> 103), asimptomatik (> 105)
- Kateter  ditemukan bakteri > 102 CFU
- Pungsi suprapubik  1 bakteri saja sudah positif

Leukosit
(-) (+)  pyuria
esterase
Nitrit (-) (+)  penanda bakteri pereduksi nitrat
WBC <5 WBC > 10  pyuria
RBC <5 Hematuria
Adanya kontaminasi flora kulit  biasanya
Epitel <5
ISK atas
pH 4,5 – 8 pH meningkat pada infeksi bakteri urease
1. Pungsi suprapubik
 Berapapun jumlah koloni
2. Kateter
 >105  ISK
 104 – 105  diperkirakan ISK
 103 - 104  diragukan (ulangi)
3. Midstream
a) Laki-laki
 >104  ISK
 < 104  tidak ada ISK
b) Perempuan
 1 atau 2 atau 3 x biakan > 105  ISK
 5 x 104 – 105  diragukan (ulangi)
 104 – 5 x 104 + klinis simptomatik  diperkirakan ISK (ulangi)
 104 – 5 x 104 + klinis asimptomatik  tidak ada ISK
 < 104  tidak ada ISK

Trimetroprim + Sulfametoksazol 2x960 mg 3 hari


Trimetroprim 2x100 mg 3 hari
Ciprofloxacine 2x100-250 mg 3 hari
Levofloxacine 2x250 mg 3 hari
Cefixime 1x400 mg 3 hari
Sefpodoksim proksetil 2x100 mg 3 hari
Nitrofurantoin makrokristal 4x50 mg 7 hari
Nitrofurantoin monohidrat 2x100 mg 7 hari
Amoksisilin klavulanat 2x625 mg 7 hari

Sefepim 2x1 gram 12 jam


Ciprofloxacine 2x400 mg 12 jam
Levofloxacine 1x500 mg 24 jam
Ofloxacine 2x400 mg 12 jam
Gentamicin (+ ampicilin) 1x3-5 mg/kgBB 24 jam
3x1 mg/kgBB 8 jam
Ampisilin (+ gentamicin) 4x1-2 gram 6 jam
Tikarsilin + Klavulanat 3x3,2 gram 8 jam
Piperasilin + Tazobaktam 3-12x3,375 gram 2-8 jam
Imipenem + Silastatin 3-4x250-500 mg 6-8 jam
“ENDOKRINOLOGI”

 DM  sindrom hiperglikemia (peningkatan gula dalam darah)


 Etiologi  produksi insulin menurun atau rusaknya transporter insulin
(GLUT-4)
 Gejala klasik DM  polifagia, polidipsi, poliuria
 Tipe DM :
- Tipe 1
 Produksi insulin menurun akibat destruksi sel beta pankreas
(autoimun atau idiopatik)
 Biasanya terjadi pada anak-anak (<15 tahun)
 Biasanya tiba-tiba dan pada orang kurus
 Autoantibodi IAA/CAA (+)
 Terapinya insulin
- Tipe 2
 Insulin ada tetapi transporter insulinnya yang bermasalah
(GLUT-4)  resistensi insulin
 Biasanya terjadi pada dewasa (>50 tahun)
 Biasanya perlahan-lahan dan pada orang gemuk (obesitas)
 C-peptide (+)
 Terapinya bermacam-macam
- Gestasional
 Didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga (> 20 minggu)
dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes
 Terapinya insulin
Maturity Onset DM of Young Latent Autoimmune DM in Adult

DM tipe 2 pada anak-anak / remaja DM tipe 1 pada dewasa

Biasanya pada usia 15-30 tahun Biasanya pada usia >40 tahun

C-peptide (+) Autoantibodi IAA/CAA (+)

11 penyebab hiperglikemia pada DM (The Egregious Eleven), ada beberapa


literatur menyebutkan 8 penyebab hiperglikemia pada DM (Omnious Octet) :
1. Sel beta pankreas  penurunan sekresi insulin (DM tipe 1), obat yang
bekerja di pankreas yaitu sulfonilurea
2. Sel alpha pankreas  peningkatan sekresi glukagon (lawan hormon
insulin yaitu glukagon, hormon yang berpengaruh juga yaitu kortisol dan
tiroid yang mana sama dengan glukoagon / kontra insulin)
3. Sel lemak  peningkatan lipolisis (lipid-lipid lisis akibat proses
glukoneogenesis)
4. Otot  penurunan utilisasi glukosa (energi berkurang)
5. Hepar  peningkatan produksi glukosa
- Hepar berperan penting dalam metabolisme glukosa
- 3 proses yang terjadi pada hepar  glikogenesis, glikogenolisis dan
glukoneogenesis
- Insulin  meningkatnya glikogenesis, menurunnya glikogenolisis
dan menurunnya glukoneogenesis
- Jika transporter insulin (GLUT-4) rusak  menurunnya glikogenesis,
meningkatnya glikogenolisis dan meningkatnya glukoneogenesis
- Obat yang bekerja di hepar yaitu Metformin (golongan biguanide) dan
Tianzolindindion (TZD)  fungsi memperbaiki 3 proses tadi yang
terjadi pada hepar gara-gara defisiensi insulin
6. Otak  disfungsi neurotransmitter (karena makanan utama otak 
glukosa)
7. Kolon  abnormal mikrobiota (glukosanya tertumpuk di darah
sedangkan pada flora usus normal yaitu e-coli butuh glukosa)
8. Usus halus  peningkatan absorpsi glukosa (akibat efek inkretin
menurun)
- Ketika makan karbohidrat (polisakarida)  didalam usus diubah oleh
enzim amilase menjadi monosakarida
- Selain enzim amilase ada juga enzim alpha glukonidase (membantu
enzim amilase)  agar tidak diubah menjadi monosakarida diberikan
obat alpha glukonidase inhibitor (acarbose)
- Monosakarida dari usus akan diserap oleh darah menggunakan
hormon inkretin
- Pada hormon inkretin ada 2 yaitu GLP1 dan GIT, yang berguna
menstimulasi insulin, ketika efek inkretin menurun maka untuk
menaikkannya menggunakan obat GLP1 agonis
- Hormon inkretin akan dihancurkan oleh DPP-4, agar stimulasi insulin
baik maka hormon inkretin tidak dihancurkan maka digunakan obat
DPP-4 inhibitor
9. Ginjal  peningkatan reabsorpsi glukosa (oleh transporter SGLT-2),
agar tidak hiperglikemia maka harus diturunkan reabsorpsi glukosa oleh
obat SGLT-2 inhibitor
10. Lambung  percepatan pengosongan (akibat amylin meningkat) yang
mana normalnya lambung kosong dalam 30 menit – 3 jam akibatnya
langsung cepat masuk ke usus halus
11. Sistem imun  disregulasi atau inflamasi (autoimun) akibatnya
penurunan sekresi insulin
Gejala  polifagia, polidipsi,
poliuria dan penurunan BB

Ada gejala trias Tidak ada gejala trias

GDS > 200 mg/dl GDP > 126 mg/dl


atau
TTGO > 200 mg/dl
atau
Diabetes Mellitus HbA1c > 6,5%

Diabetes Mellitus

 GDS (glukosa darah sewaktu)  langsung diperiksa saat itu juga (tanpa
puasa)
 GDP (glukosa darah puasa)  pasien puasa 8 jam dari malam,
kemudian dilakukan pengecekkan
 TTGO (tes toleransi glukosa oral)  setelah cek GDP kemudian
menyuruh pasien meminum 75 gram glukosa, kemudian diukur
 GD2PP (gula darah 2 jam post prandial)  setelah sudah dilakukan
TTGO, 2 jam setelah makan 75 gram glukosa yang tadi kemudian pasien
cek lagi gula darahnya
 HbA1c  paling bagus menggambarkan kondisi selama 3 bulan
 GDPT (glukosa darah puasa terganggu)
- GDP 100 – 125 mg/dl
- TTGO < 140 mg/dl  normal
 TGT (toleransi glukosa terganggu)
- GDP < 100 mg/dl  normal
- TTGO 140 – 199 mg/dl
 Prediabetes  GDPT + TGT
Obesitas (IMT > 25)

Ya Tidak

Kadar C-peptide Autoantibodi

Tinggi Rendah Tidak Ya

DMT2 Autoantibodi Kadar C-peptide DMT1

Ya Tidak Rendah Tinggi

DMT1 DMT1 atau MODY DMT2

5 pilar tatalaksana DM
- Edukasi (pemeliharaan dan perawatan kaki, mengenal dan mencegah
penyakit, dan rencana kegiatan khusus)
- Manajemen diet
 Rumus Broca  BB ideal = 90% x (TB-100)
 90% digunakan jika tinggi laki-laki > 160 cm dan perempuan > 150 cm
 Kebutuhan kalori laki-laki  30 kal/kgBB
 Kebutuhan kalori perempuan  25 kal/kgBB
 Karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-20%) dan serat (20-
35 gram /hari)
- Aktivitas fisik
- Obat-obatan
- Monitoring mandiri
 HbA1c saat diperiksa < 7,5%  monoterapi (Metformin)
 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi
monoterapi) atau HbA1c saat diperiksa > 7,5%  kombinasi 2 obat
(biasanya Metformin + Sulfonilurea)
 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi
kombinasi 2 obat)  kombinasi 3 obat (Metformin + salah satu obat +
salah satu obat sesuai tabel diatas)
 HbA1c saat diperiksa > 9%
- Gejala klinis (+)  tambahkan insulin atau intensifikasi insulin
- Gejala klinis (-)  kombinasi 2 atau 3 obat
 HbA1c belum mencapai < 7% dalam 3 bulan (ketika mengonsumsi
kombinasi 3 obat)  Insulin
 Lini pertama  Metformin
 Insulin  disuntikkan pada daerah perut sekitar pusat sampai
kesamping, kedua lengan atas bagian luar (bukan deltoid), atau kedua
paha bagian luar
1. Biguanide
- Obat  Metformin
- Cara kerja  menekan produksi glukosa hati dan menambah
sensitivitas terhadap insulin
- Indikasi  bagus pada orang tua dan obesitas, tidak menyebabkan
hipoglikemia, menurunkan kejadian penyakit kardiovaskular
- Kontraindikasi  CKD, asidosis, hipoksia dan dehidrasi
- Efek samping  gastrointestinal, asidosis laktat, defisiensi vitamin B12
2. Sulfonilurea
- Obat  glibenklamid, glipizid, gliklazid, glimepirid
- Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin
- Indikasi  bagus pada orang kurus atau IMT normal, efek hipoglikemik
kuat, menurunkan komplikasi mikrovaskuler
- Efek samping  risiko hipoglikemia dan BB meningkat
- Kontraindikasi  lansia, wanita hamil, gangguan fungsi hati dan ginjal
3. Tiazolindindion
- Obat  pioglitazone, rosiglitazone
- Cara kerja  menambah sensitivitas terhadap insulin
- Indikasi  tidak menyebabkan hipoglikemia, bagus untuk dislipidemia
- Efek samping  BB meningkat, edema, gagal jantung, risiko fraktur
meningkat pada wanita menopause
4. Alpha glukonidase inhibitor
- Obat  acarbose
- Cara kerja  menghambat absorpsi glukosa
- Indikasi  gula darah yang sangat meningkat setelah makan, tidak
menyebabkan hipoglikemia
- Efek samping  gastointestinal
5. DPP4 inhibitor
- Obat  sitagliptin, linagliptin, saxagliptin, vildagliptin
- Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi
glukogon
- Indikasi  tidak menyebabkan hipoglikemia
- Efek samping  angioedema, urtika atau efek dermatologis lain
6. SGLT-2 inhibitor
- Obat  canagliflozin, empagliflozin, dapagliflozin
- Cara kerja  menghambat absorpsi kembali gula di tubuli distal ginjal
- Indikasi  penyakit kardiovaskular, BB menurun, tidak hipoglikemia
- Efek samping  ISK
7. GLP1 agonis
- Obat  exenatide, liraglutide, lixisenatide, dulaglutide
- Cara kerja  meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi
glukogon
- Indikasi  penyakit kardiovaskular, obesitas, tidak hipoglikemia
- Efek samping  BB menurun, gastrointestinal
Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin)
 Insulin Lispro
(Humalog)
 Insulin Aspart
5-15 menit 1-2 jam 4-6 jam
(Novorapid)
 Insulin Glulisin
(Apidra)
Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

 Humulin R
30-60 menit 2-4 jam 6-8 jam
 Actrapid

Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)


 Humulin N
 Insulatard 1,5-4 jam 4-10 jam 8-12 jam
 Insuman Basal
Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

 Insulin Glargine
(Lantus)
Hampir tanpa
 Insulin Detemir 1-3 jam 12-24 jam
puncak
(Levemir)
 Lantus 300

Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin)

 Degludec Hampir tanpa


30-60 menit Sampai 48 jam
(Tresiba) puncak

 Insulin post prandial  Rapid-acting insulin (kerja cepat)  GDS tinggi


 Insulin basal  Long-acting insulin (kerja panjang)  GDP tinggi
 Indikasi insulin  HbA1c > 9% dengan dekompensasi metabolik,
penurunan BB cepat, hiperglikemia berat dengan ketosis, krisis
hiperglikemia, gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal, stress berat,
DM gestasional yang tidak terkendali, gangguan fungsi ginjal/hati,
kontraindikasi terhadap OHO
 Efek samping  hipoglikemia dan reaksi alergi terhadap insulin
 Kebutuhan insulin harian total  0,2 unit / kgBB
- Prandial  50% (misalnya BB 50 kg  total 10 unit (50% yaitu 5 unit)
 3x pemberian (jam 6 pagi, jam 12 siang, jam 6 sore)
- Basal  50% (misalnya BB kg  total 10 unit (50% yaitu 5 unit) 
1x pemberian (misalnya jam 10 malam)
IMT 18,5 - < 23
TD sistolik < 140
TD diastolik < 90
GDP 80 – 130
GD2PP < 180
HbA1c <7
Kadar LDL < 100 (< 70 bila risiko kardiovaskular sangat tinggi)
Kadar HDL Laki-laki (> 40) dan perempuan (> 50)
Trigliserida < 150

Komplikasi

Akut Kronis

Hipoglikemia Hiperglikemia Makro Mikro

Gula darah PJK Retinopati DM


<70 mg/dl + PAD Nefropati DM
trias whipple CVD Katarak
Neuropati perifer

Ketoasidosis Hiperosmolar
Diabetikum Hiperglikemia
(KAD) Sindrom (HHS)

 GDS 300 - 600  GDS 600 – 1200


 Keton (+)  Osmolaritas
 Osmolaritas tinggi (330 – 380)
normal  pH normal
 pH < 7,35
 Hipoglikemia Ringan
- Tanpa penurunan kesadaran
- Terapi  pemberian glukosa 15-20 gram oral (air manis / teh manis)
- Cek glukosa dalam 15 menit
 Hipoglikemia Berat
- Adanya penurunan kesadaran
- Terapi :
 D10% 150 ml dalam 15 menit IV, atau
 D40% 25 ml, cek tiap 15-30 menit (target glukosa > 70)
 Ketika sudah tercapai  D10% 100 ml tiap jam

1. Cairan  NaCl 0,% 1L/jam


2. Insulin
- KAD  0,15 IU bolus, lalu maintenance 0,05 IU/jam
- HHS  0,05 IU/jam
3. Hipokalemia (kalium < 3,3 mEq/L)  40 mEq/L (koreksi kalium dulu jika
ada sebelum diberikan insulin)
4. Bikarbonat (pada KAD)  100 mmol dalam 400 ml H2O (indikasi pH <
6,9)

 Klasifikasi Wagner :
- Grade 0  tidak terdapat ulkus
- Grade 1  ulkus superficial yang mengenai seluruh lapisan kulit
tapi tidak mengenai jaringan dibawahnya
- Grade 2  ulkus dalam, penetrasi ke dalam sampai ligamen dan
otot, tapi tidak mengenai tulang atau terdapat abses
- Grade 3  ulkus dalam dengan selulitis atau abses, sering dengan
osteomielitis
- Grade 4  gangren yang terlokalisasi pada fore foot
- Grade 5  gangren yang mengani seluruh kaki
 Pemeriksaan fisik
- Ankle Brachial Index
 Right ABI  tekanan tertinggi pada kaki kanan / tekanan
tertinggi pada kedua tangan
 Left ABI  tekanan tertinggi pada kaki kiri / tekanan tertinggi
pada kedua tangan
 Indikasi obstruksi < 0,9 (normal ABI  0,9 – 1,3)
- Pulsasi a. dorsalis pedis atau a. tibialis posterior
- Sensoris (nyeri, raba, getaran)

 Dalrymple sign  tampaknya sklera antara kornea dan palpebra
superior pada saat membuka mata
 Eksoftalmus  penonjolan bola mata
 Jofroy sign  otot fasial yang tidak bergerak pada saat gerak bola mata
ke arah atas
 Lid lag sign  kelopak mata atas berada di atas iris pada saat gerak
bola mata ke arah bawah
 Moebius sign  gangguan gerak konvergen bola mata
 Rosenbach sign  tremor palpebra superior saat menutup mata
 Stellwag sign  melihat tanpa sering berkedip
 Von Graef sign  ketidakmampuan kelopak mata atas untuk mengikuti
gerak bola mata ke arah bawah

 Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi  amati kelenjar tiroid dari depan dan samping, meminta
pasien menelan ludah
- Palpasi  dari belakang pasien, menilai (lokasi, bentuk, permukaan,
ukuran, pembesaran KGB, konsistensi, mobilitas dan nyeri)
- Auskultasi  menilai apakah ada bruit (menandakan adanya toksin
 Grave)
 Kelenjar tiroid :
- Folikular  T3 dan T4 (pro-metabolisme)
- Parafolikular (meningkatkan pelepasan kalsium pada darah) 
kalsitonin (merangsang osteoblast  menghambat pelepasan
kalsium pada darah)
TSH Hipertiroid
menurun primer
Meningkat

TSH Hipertiroid
Benjolan meningkat sekunder
leher T4

TSH Hipotiroid
menurun sekunder
Menurun
TSH Hipotiroid
meningkat primer
Ya Kista duktus
tiroglossus

Bergerak saat
Ya Tiroid menjulurkan
lidah

Tidak Tiroid
Bergerak
saat menelan

Limfoma
Tidak (keganasan)
atau kista

Uninodular

Nodul

Toxic Multinodular

Difus

Goiter
Difus

Non Toxic Uninodular

Nodul

Multinodular
 Nodul  keganasan
 Difus + hipertiroid + eksoftalmus  Graves
 Difus + hipotiroid + anti-TPO (+)  Hashimoto
 Eutiroid atau Hipotiroid + daerah gunung + kena masal  goiter endemik

 Hipertiroid  berkurangnya efek tiroid atau kadar tiroksin di jaringan


 Hipertiroid primer :
- Hashimoto  goiter difus, dominan hipotoroid, antibodi TPO (+),
hurtle sign (+)
- Silent tiroiditis  goiter tidak nyeri, ada fase hipertiroid singkat,
antibodi TPO (+) dan defisiensi iodin
- Subakut tiroiditis (de Quervain’s tiroiditis)  goiter nyeri, peningkatan
LED dan CRP, defisiensi iodin, adanya post infeksi (giant cell)
 Hipertiroid sekunder  masalah di hipofisis atau hipotalamus
 Tanda dan gejala :
- Cepat lelah, mudah mengantuk dan lamban
- Rambut dan alis rontok
- BB naik
- Suara serak, lamban bicara dan sesak napas
- Obstipasi
- Depresi
- Oligomenorrhea atau infertilitas
 Pemeriksaan fisik  kulit kering, pucat, dingin, edema wajah dan
ekstremitas, refleks fisiologis menurun, bradikardia
 Diagnosis  skor Billewicz (hipotiroid jika skor > 25)
 Dalam mendiagnosis hipotiroid  pertama cek selalu TSH
 Hipotiroid dekompensata berat (koma miksedema)
- Infeksi (septikemia, pneumonia, ISK dan selulitis)
- Stress (penyakit serebrovaskular, infark miokard, gagal jantung)
- Trauma akut
 Terapi hipotiroid :
- Levothroxin  dosis 112 mcg/hari atau 1,6 mcg/kgBB (diberikan
pada pagi hari saat perut kosong)
- Hipotiroid subklinis (mild hypothroidism)  tidak dianjurkan terapi
rutin apabila TSH < 10 mU/L
- Terapi suportif  hidrokortison
- Terapi jika gangguan elektrolit  pembatasan cairan dan pemberian
NaCl (jika Na < 120 mEq/L)
- Koma miksedema  hormon tiroid, pengobatan umum, ventilator,
cegah hipotermia dan atasi hipotensi

 Hipertiroid  bertambahnya efek tiroid atau kadar tiroksin di jaringan


 Tirotoksikosis  manifestasi yang muncul akibat hipertiroid (kelelahan,
oftalmopati, dispnea, penurunan libido / oligomenorrhea, insomnia,
berkeringat, kehilangan BB, palpitasi, tremor halus)
 Etiologi tersering hipertiroid  Grave’s disease
 Diagnosis hipertiroid yaitu gejala hipertiroid ditambah :
- Antibodi tiroid (+)  TSI/TBII (+), anti TPO (+), dan anti-thyroglobullin
(+)
- Goiter  difus, tidak nyeri, bruit (+)
- Oftalmopati  edema preorbita, retraksi
- Myxedema pretibial disertai dermatopati infiltratif
 Diagnosis  skor Wayne (hipertiroid jika skor > 19)
 Dalam mendiagnosis hipertiroid  pertama cek selalu TSH dan T4
 Pemeriksaan TSH :
- TSH normal dengan tiroid < 1 cm  USG guided FNAC
- TSH normal dengan tiroid > 1 cm  FNAC
- TSH menurun  hot nodule (benign) dan cold nodule (malignant)
 Terapi hipertiroid :
- Propiltiuurasil (PTU) 100-200 mg per 6-8 jam, maintain 50-100 mg,
atau Metimazole dosis awal 15 mg/hari  menghambat sintesis
hormon tiroid, efek imunosupresif dan menghambat konversi T4 ke
T3
- Propanolol  untuk kontrol takikardi, dosis 20-40 mg per 6 jam
- Ibu hamil  PTU pada trimester 1, Metimazole pada trimester 2 dan
3
 Krisis tiroid  penyakit hipertiroid disertai trias :
- Demam tinggi (sampai 400C)
- Penurunan kesadaran
- Kolaps kardiovaskular (dapat menyebabkan atrial fibrilasi)
 Diagnosis  skor Burch-Wartofsky
 Tatalaksana :
- Terapi suportif
- Rehidrasi cairan (NaCl, dextrose 5%)
- Antagonis aktivitas hormon tiroid
- Blokade produksi hormon tiroid :
 PTU 300 mg tiap 4-6 jam oral (kondisi berat diberikan via NGT
600-1000 mg loading dose)
 Metimazole 20-30 mg tiap 4 jam oral (kondisi berat diberikan
via NGT 60-100 mg)
- Blokade ekskresi hormon tiroid  lugol 8 tetes tiap 6 jam
- Beta blocker  propranolol 20-40 mg tiap 6 jam
Kolesterol LDL :
 < 100 mg/dl Optimal
 100 – 129 mg/dl Hampir optimal
 130 – 159 mg/dl Borderline tinggi
 160 – 189 mg/dl Tinggi
 > 190 mg/dl Sangat tinggi

Kolesterol Total :
 < 200 mg/dl Optimal
 200 – 239 mg/dl Borderline tinggi
 > 240 mg/dl Tinggi

Kolesterol HDL :
 < 40 mg/dl Rendah
 > 60 mg/dl Tinggi

 Faktor risiko  merokok, hipertensi, HDL rendah, LDL tinggi, riwayat


PJK dini dari keluarga, umur pria > 45 tahun dan wanita > 55 tahun
 Jenis risiko :
- Rendah  0-1 faktor risiko, dengan risiko PJK dalam 10 tahun
terakhir < 10%
- Sedang  > 2 faktor risiko, dengan risiko PJK dalam 10 tahun
terakhir < 20%
- Tinggi  salah satu (riwayat PJK, diabetes, gagal ginjal kronis,
stroke, PAD, aneurisma aorta abdominal, penyakit aterosklerosis
lainnya)
 Hiperkolesterolemia  kolesterol LDL dan total tinggi
 Dislipidemia hiperkolesterolemia + trigliserida tinggi
Jumlah faktor risiko 0-1

LDL < 160 mg/dl LDL > 160 mg/dl

 Gaya hidup sehat Cari dan obati


 Periksa ulang penyebab sekunder
setiap 1-2 tahun
bila LDL < 130
mg/dl LDL > 160 mg/dl

Terapi diet periksa


ulang 3 bulan

LDL 160 – 189 mg/dl LDL > 190 mg/dl

 Teruskan diet dan  Mulai statin


olahraga  Periksa ulang 3
 Pertimbangkan bulan
statin
 Periksa ulang 3
bulan

Sasaran LDL < 160 mg/dl


Jumlah faktor risiko > 2

LDL < 130 mg/dl LDL > 130 mg/dl

 Gaya hidup sehat Cari dan obati


 Periksa ulang penyebab sekunder
setiap 1-2 tahun

LDL > 130 mg/dl

Terapi diet periksa


ulang 3 bulan

LDL 130 – 159 mg/dl LDL > 160 mg/dl

 Teruskan diet dan  Mulai statin


olahraga  Periksa ulang 3
 Pertimbangkan bulan
statin
 Periksa ulang 3
bulan

Sasaran LDL < 130 mg/dl


Risiko tinggi

LDL < 100 mg/dl LDL > 100 mg/dl

 Gaya hidup sehat  Diet dan olahraga


 Periksa ulang  Dipertimbangkan
setiap 6-12 tahun pemberian statin
bila LDL > 130
mg/dl

Periksa ulang 3 bulan

LDL > 130 mg/dl

 Mulai statin
 Periksa ulang 3
bulan

Sasaran LDL < 100 mg/dl

Riwayat penyakit kardiovaskular Risiko sangat tinggi


dengan : Sasaran LDL < 70 mg/dl
 DM
 Merokok
 Sindroma metabolik
 Sindroma koroner akut
1. HMG-CoA reductase inhibitor
- Obat  statin
- Mekanisme  hambat sintesis kolesterol hepar
- Efek samping  miopati/mialgia dan peningkatan SGOT/SGPT
- Indikasi  lini pertama (jika kolesterol total dan trigliserida > 200
mg/dl)
2. Fibrat
- Obat  gemfibrozil (2x600 mg atau 1x900mg) dan fenofibrat (1x200
mg)
- Mekanisme  menurunkan ApoC3 dan menaikkan ApoA1 dan
ApoA2, sehingga menurunkan trigliserida dan menaikkan HDL
- Efek samping  dispepsia, batu empedu, dan miopati
- Kontraindikasi  CKD dan penyakit hepar
- Indikasi  jika trigliserida > 500 mg/dl (langsung berikan fibrat)
3. Penghambat absorpsi kolesterol
- Obat  ezetimibe
- Mekanisme  hambat absorpsi kolesterol dari diet dan empedu
- Efek samping  gangguan gastrointestinal
4. Resin
- Obat  kolesistramin dan kolestipol
- Mekanisme  hambat sirkulasi enterohepatik dan meningkatkan
perubahan asam empedu di hati
- Efek samping  flushing, hiperglikemia, hiperurisemia, hepatotoksik,
konstipasi
5. Asam nikotinat
- Obat  niasin
- Mekanisme  hambat mobilisasi lemak perifer ke hepar
- Efek samping  ruam, dispepsia
Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan Memiliki kemampuan
menurunkan kolesterol menurunkan kolesterol menurunkan kolesterol
LDL > 50% LDL 30 - 50% LDL < 30%
 Atorvastatin  Atorvastatin  Simvastatin
40-80 mg 10-20 mg 10 mg
 Rosuvastatin  Rosuvastatin
20-40 mg 5-10 mg
 Simvastatin
20-40 mg

Diagnosis sindroma metabolik  > 3 faktor risiko dibawah ini :

Lingkar perut > 90 cm > 80 cm

Trigliserida > 150 mg/dl > 150 mg/dl

HDL < 40 mg/dl < 50 mg/dl

Tekanan darah > 130 / > 85 mmHg > 130 / > 85 mmHg

Gula darah puasa > 100 mg/dl > 100 mg/dl


 Cushing syndrome  kumpulan manifestasi klinis akibat kelebihan
abnormal hormon glukokortikoid yang kronis  bila disebabkan oleh
peningkatan ACTH
 Etiologi  dependen ACTH (cushing disease dan ektopik sindrom
ACTH), independen ACTH (adrenokortikal adenoma)
 Gejala  badan lemah, anoreksia, gangguan memori dan konsentrasi,
insomnia, iritabel dan gangguan mood, memar atau kemerahan
 Tanda :
- Obesitas sentral
- Hipertensi
- Moon face dan buffalo bump
- Intoleransi glukosa
- Ruam atau hiperpigmentasi
- Striae rubra
- Kelemahan otot proksimal
- Edema tungkai
 Diagnosis :
- Dexamethasone Supression Test (DST)  pemberian kortisol
eksogen dengan low dose (overnight 1 mg, 2 hari 2 mg) dan high
dose (overnight 8 mg, 2 hari 8 mg)
- Tumor pituitary  low dose DST (ACTH meningkat dan kortisol
meningkat) dan high dose DST (ACTH menurun dan kortisol
menurun)
- Tumor adrenal  low dose DST (ACTH menurun dan kortisol
meningkat) dan high dose DST (ACTH menurun dan kortisol
meningkat)
- Tumor ektopik  low dose DST (ACTH meningkat dan kortisol
meningkat) dan high dose DST (ACTH meningkat dan kortisol
meningkat)
 Terapi definitif :
- Cushing disease  reseksi tumor pituitari transsfenoidal
- Adrenal tumor  adrenalectomy
 Terapi farmakologis  Antisteroid
- Ketoconazole 3x200 mg
- Mietyapone 4-6x250 mg
- Mifepristone 1x300-600 mg
 Terapi suportif
- Antihipertensi
- Antidiabetes
- Kotrimoksazol  cegah infeksi Pneumocystis carinii
Tanda dan Gejala Cushing Syndrome

Cek level ACTH

Borderline

Rendah Tes stimulasi CRH Tinggi

ACTH ACTH
independen Dependen

Sampel sinus
CAT scan atau petrosal inferior
MRI abdomen dan MRI otak

Adrenal adenoma / Bilateral adrenal


Adrenal cancer hyperplasia

Tumor pituitari Ectopic ACTH


(Cushing disease) producing tumor
“ALERGI IMUNOLOGI”

1. Hipersensitivitas tipe I
- Anaphylaxis  IgE-mediated  tipe cepat
- Patogenesis  antigen mengikat IgE yang terikat membran pada sel
mast, menghasilkan pelepasan amine, metabolit asam arakidonat,
dan molekul vasoaktif lainnya.
- Penyakit  atopi, urtikaria, asma, rheumatoid arthritis, konjungtivitis
alergi, alergi makanan, anafilaksis
2. Hipersensitivitas tipe 2
- Cytotoxic IgG-mediated
- Patogenesis  antibodi IgG atau IgM terikat pada permukaan sel
antigen atau komponen matriks ekstraseluler
- Penyakit  anemia hemolitik, ITP
3. Hipersensitivitas tipe 3
- Immune-complex mediated
- Patogenesis  pengendapan kompleks antigen-antibodi yang
terbentuk dalam substansi padat seperti sel atau jaringan
- Penyakit  ENL, glomerulonefritis, arthus reaction, rheumatoid
disease, SLE
4. Hipersensitivitas tipe 4
- Delayed type  cell-mediated  tipe lambat
- Patogenesis  aktivitas perusakan jaringan oleh sel limfosit T dan
makrofag
- Penyakit  SJS/TEN, fixed drug eruption, dermatitis kontak,
eritroderma, psoriasis, pemfigus vulgaris, reaksi tuberkulin, reaksi 1
yang kronis
“RHEUMATOLOGI”

 Osteoarthritis  penyakit sendi yang ditandai dengan degenerasi tulang


rawan, hipertrofi tepi tulang dan perubahan membran sinovial
 Tanda dan gejala :
- Nyeri memberat saat aktivitas, membaik saat istirahat
- Biasanya mengenai pada lumbosakral, hip joint dan knee joint
- Lebih diperberat pada orang obesitas  sulit berjalan
- Kaku di pagi hari < 30 menit
- Terdapat deformitas berupa genu varus (kaki seperti huruf O)
- Sendi bengkak asimetris
- Nyeri weight bearing joint
- Nodus Bouchard (pada proximal interphalangeal  PIP) dan nodus
Herberden (pada distal interphalangeal  DIP)
 Patognomonik X-ray OA  osteofit, kista tulang, sklerosis subkondral,
dan penyempitan celah sendi
 Klasifikasi Kellgren-Lawrence :
- Grade 1  penyempitan celah sendi
- Grade 2  grade 1 + osteofit
- Grade 3  grade 2 + sklerosis
- Grade 4  grade 3 + deformitas kontur tulang

Tatalaksana :
 Analgesik  paracetamol (lini pertama), NSAID (tidak ada gastritis /
ulkus peptikum)
 Selektif COX-2 inhibitor  (partial  meloxicam atau piroxicam) dan
(total  celecoxib)  ada gastritis / ulkus peptikum
 DMOADS  glukosamin, kondroitin sulfat, asam hialuronat, vitamin C,
injeksi steroid intraartikular  grade 1 dan 2
 Operatif  TKR atau THR  grade 3 dan 4
 Perlindungan sendi  penurunan BB, olahraga (seperti berenang,
sepeda statis, senam OA), fisioterapis dan penguatan otot quadriceps
 Gout arthritis (pirai)  radang sendi karena deposisi kristal monosodium
urat
 Tanda klinis :
- Kondisi hiperurisemia (laki-laki > 7,0 mg/dl) dan (perempuan > 6,0
mg/dl)
- Tanda-tanda inflamasi
- Lokasi tersering  MTP 1 (Metatarsophalangeal 1), bisa juga pada
siku, lutut, dorsum pedis, dekat Achilles, tulang rawan telinga
- Gejala memberat biasanya pada malam hari atau lingkungan dingin
- Bisa menyebabkan demam, menggigil dan nyeri badan
- X-ray  erosion with overhanging edges dan rat-bite erosion
 Fase gout :
- Akut  bentuk podagra  nyeri, merah dan bengkak  terapinya
Kolkisin atau NSAID
- Interkritikal  gejala gout menurun
- Kronis  bentuk tophus  sudah tidak ada tanda inflamasi, tetapi
ada nodul  terapinya Allopurinol

Sendi-sendi kecil Sendi-sendi yang lebih besar


Nyeri sekali Nyeri moderate
Sendi inflamasi Sendi bengkak
Hiperurisemia Kondrokalsinosis
Kristal kalsium pirofosfat (berbentuk
Kristal asam urat (berbentuk jarum)
rhomboid)
Birefringent test negatif kuat (biru) Birefringent test positif lemah (merah)

Gout Pseudogout
1. Akut
 Kolkisin
- Dosis awal 1 mg PO dilanjut 0,5-0,6 mg per 2 jam sampai nyeri dan
inflamasinya hilang (max 6-8 mg)
- Mekanisme kerja  menghambat fagositosis, pergerakan neutrofil,
kemotaksis dan menghambat prostaglandin
- Kontraindikasi  gangguan ginjal
 NSAIDS
- Full dose 2-5 hari, setelah serangan terkontrol turun dalam 2 minggu
(natrium diklofenak 2x50 mg atau asam mefenamat 2x500 mg)
2. Kronis (2-4 minggu post serangan akut)
 Xanthine Oxidase Inhibitor (Allopurinol)
- Dosis awal 100 mg/hari
- Bila perlu  naik bertahap (max 800 mg/hari)
- Target terapi  kadar asam urat < 6 mg/dl
 Urikosurik (Probenesid)
- Dosis 0,5 gr/hari
- Kontraindikasi  gangguan ginjal
- Target terapi  < 6 mg/dl
3. Modifikasi gaya hidup hindari makanan tinggi purin (bayam, jeroan, otak-
otak, emping), buah nangka, seafood, minuman manis pengawet
 Rheumatoid arthritis  penyakit radang sendi kronik akibat proses
autoimun pada HLA B27
 Patofisiologi  proliferasi makrofag dan fibroblas membran sinovial,
infiltrasi leukosit intraartikular, pembentukan pannus yang merusak
kartilago dan osteum sehingga kartilago menghilang, dan terdapat erosi
juksaartikular
 Tanda dan gejala :
- Sinovitis
- Erosi tulang
- Pannus (jaringan ikat pada celah sendi)
- Degradasi kartilago
- Swan neck deformity  hiperekstensi PIP dan fleksi DIP
- Boutonniere deformity  fleksi PIP dan hiperekstensi DIP
- Deviasi ulnar pada sendi metacarpophalangeal (MCP)
- Hallux valgus  MTP 1 terdesak ke arah medial dan ibu jari kaki
terdesak ke arah lateral
- Rheumatoid factor (+) dan anti-CCP (ACPA) (+)
- Nyeri sendi simetris
- Membaik dengan aktivitas
- Kaku di pagi hari > 30 menit
 Terapi :
- DMARDs (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)  drug of choice
 Methrotrexate 7,5 – 25 mg/minggu + suplemen asam folat
 Sulfasalazine 2-3 gr/hari
 Leflunomide 1x20 mg
 Klorokuin 250 mg
- NSAID  mengontrol nyeri
 Diklofenak 50-100 mg 2x/hari
 Meloksikam 7,5-15 mg/hari
 Celecoxib 200-400 mg/hari
- Kortikosteroid  mengontrol inflamasi
 Prednisone 10-15 mg/hari
 Osteoporosis  penyakit tulang sistemik akibat gangguan
mikroarsitektur tulang
 Tipe osteoporosis :
- Primer  penurunan estrogen, penurunan fungsi paratiroid, tingkat
keropos tulang cepat (tipe 1  post menopause dan tipe 2 
berhubungan dengan usia)
- Sekunder  penuaan dan penurunan kalsium, peningkatan fungsi
paratiroid, tingkat keropos lambat (tipe 3  konsumsi steroid,
osteodistrofi renal, hiperparatiroid
 Tanda dan gejala :
- Fraktur patologis  fraktur colles, collum femoris, wedge
- Penurunan tinggi badan
- Peningkatan kifosis torakal
- Riwayat penggunaan obat-obatan  kortikosteroid, siklosporin
- Dowager’s Hump  kifosis dorsal (Bone mineral density  menurun)
 Pemeriksaan Penunjang :
- Biokimiawi tulang  alkali fosfatase isoenzim tulang dan osteocalcin
 pembentukan tulang (diukur dalam serum)
- Biokimiawi tulang  deoxypyridinoline dan pyridinoline cross-links 
reabsorpsi tulang (diukur dalam urine)
- Densitometri tulang  teknik DXA (dual X-ray absorptiometry) diukur
pada vertebra lumbal 1-4, panggul dan lengan bawah (radius 1/3
distal)

Nilai T-score :
 > -1  normal
 -1 sampai -2,5 
osteopenia
 < -2,5  osteoporosis
 < -2,5 + fraktur
patologis 
osteoporosis berat

Nilai Z-score :
 > -2  within expected
range for age
 < -2  low BMD (bone
mineral density) for
chronological age
 Tatalaksana :
- Non farmakologis
 Aktivitas fisik teratur  berjalan 30-60 menit/hari, bersepeda atau
berenang
 Intake kalsium  1000-1500 mg/hari
- Farmakologis
 Bifosfonat
1. Alendronate 5 mg/hari
2. Risendronate 5 mg/hari
3. Ibandronate 150 mg/bulan (oral) atau 3 mg/3 bulan (IV)
 SERMS (Selective Estrogen Receptor Modulators)
1. Raloxifene 60 mg/hari
2. Tamoxifene (sesuai kondisi)
 Terapi lainnya
1. Kalsitonin
2. Kalsitriol
3. Hormon paratiroid
4. Strontium ranelat
5. Denosumab
“HEMATOLOGI”

Thalassemia
Normal

Sideroblastik

Mikrositik Besi
Hipokromik serum
Defisiensi
besi
Menurun
Penyakit
kronik

Anemia
ANEMIA

Normositik hemolitik
Normokromik Retikulosit Meningkat

Perdarahan
akut

Defisiensi Anemia
folat aplastik
Makrositik Normal /
Menurun
Defisiensi Leukemia
B12

 MCV < 80 fl  MCV 80-100 fl  MCV > 100 fl


 MHC < 27 pg  MHC 27-32 pg  MHC > 32 pg
 MCHC < 32%  MCHC 32-35%  MCHC 32-35%
PP  apusan darah PP  leukosit, PP  apusan darah
tepi, ferritin, kadar zat trombosit, apusan darah tepi, kadar vitamin B12,
besi serum, TIBC, tepi, retikulosit kadar asam
saturasi transferrin, metilmalonik (MMA)
elektroforesis Hb
 Gejala :
- Lemah, lelah, letih, lesu dan lunglai
- Sakit kepala
- Light-headedness (penglihatan berkunang-kunang)
- Kesemutan
- Rambut rontok
- Restless leg
 Tanda :
- Konjungtiva anemis
- Glossitis (lidah warna merah permukaan licin)
- Stomatitis (sariawan)
- Angular cheilitis (radang pada ujung sudut bibir)
- Koilonikia / spoon nail (kuku cekung)
- Disfagia
- Pica (makanan yang tidak lazim, seperti tanah)
- Atrofi papil
 Pemeriksaan penunjang :
- Besi serum  menurun
- TIBC  meningkat
- Feritin serum  menurun
- Saturasi transferin  menurun (< 15%)
- Morfologi  mikrositik hipokromik
- Apusan darah tepi  anisositosis, poikilositosis, sel pensil
 Patofisiologi :
- Proses absorpsi besi  diserap di duodenum dalam bentuk ferro
(Fe2+)
- Pengaruh antasida terhadap suplemen besi  absorpsi Fe
berkurang
 Tatalaksana :
- Sulfas ferosus  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 65 mg
- Fero fumarat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 107 mg
- Fero glukonat  sediaan 325 mg, kandungan besi elemental 39 mg
- Kandungan Fe elemental terbanyak  Fero fumarat > sulfas ferosus
> fero glukonat
- Dosis  3-6 mg besi elemental/kgBB/hari
- Target Hb  meningkat 1 gr/dl dalam 2-3 minggu
- Terapi besi oral tetap dilanjutkan hingga usia 3-4 bulan
 Anemia megaloblastik :
- Defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin)
- Defisiensi vitamin B9 (asam folat)
 Etiologi :
- B12  kurang pasokan vitamin B12, akloridia (atrofi mukosa gaster),
defisiensi faktor intrinsik (anemia pernisiosa, gastrektomi), celiac
disease (penyakit autoimun akibat konsumsi gluten), pankreatitis
kronis, vegetarian
- B9  kekurangan asupan asam folat, alkoholisme, reseksi usus dan
jejunum, pada wanita hamil
 Tanda khas :
- Defisiensi B12  absorpsi di ileum dan ada gangguan neurologis
- Defisiensi B9  absopris di duodenum/jejunum dan tidak ada
gangguan neurologis
 Pemeriksaan penunjang :
- Morfologi  makrositik
- Schilling test  mengukur kadar vitamin B12
- Pemeriksaan kadar asam folat
- Apusan darah tepi  hipersegmentasi neutrofil
 Tatalaksana :
- Defisiensi B12
 Vitamin B12 1 mg/hari (IM atau SC), selama 1 minggu
 Dilanjutkan dengan 1 mg/minggu selama 4 minggu, lalu 1
mg/bulan
 Sediaan oral kurang efektif apabila ada gangguan absorpsi
vitamin B12 di gastrointestinal
- Defisiensi B9
 Asam folat 1-5 mg/hari selama 1-4 bulan
 Dosis 1 mg/hari biasanya cukup efektif
 Anemia hemolitik :
- Intravaskular
 Mikroangiopati
 Inkompabilitas ABO
 Paroksismal cold hemoglobinuria
 Infeksi
 Gigitan ular
- Ekstravaskular
 Hemoglobinopati (anemia bulan sabit atau thalassemia) 
defek intrakorpuskular
 Defek membran (sferositosis herediter  bentuk eritrosit oval
besar gendut serta tidak ada central pallor atau defisiensi
G6PD  hilangnya radikal bebas pada eritrosit)  defek
intrakorpuskular
 Defek ekstrakorpuskular (autoimun, akibat obat-obatan,
penyakit hepar, toksin)
 Tanda khas :
- Anemia
- Ikterus
- Hepatosplenomegali
 Pemeriksaan penunjang :
- Retikulosit  meningkat
- Eritrosit  peningkatan eritrosit berinti
- Morfologi  normositik normokromik
- Bilirubin total  meningkat (dominasi bilirubin indirek)
- Coomb test (+)
- Defisiensi G6PD  Heinz bodies dan bite cell
 Tatalaksana  pemberian kortikosteroid
 Anemia aplastik  anemia yang disertai pansitopenia pada darah tepi
karena kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau
hipoplasia tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum
tulang
 Etiologi :
- Primer  kongenital (Fanconi  tanda anemia aplastik + gangguan
tumbuh kembang)
- Sekunder  radiasi, bahan kimia dan obat-obatan
 Patofisiologi  gangguan induk hemopoeitik, gangguan lingkungan
mikro sumsum tulang dan proses imunologis
 Tanda khas :
- Anemia
- Leukopenia
- Trombositopenia
- Tidak ada organomegali
- Hasil sumsum tulang  hiposelular dan berlemak
 Gejala anemia aplastik hampir sama dengan mielodisplasia sindrom,
bedanya mielodisplasia sindrom adanya organomegali
 Pemeriksaan penunjang :
- Retikulosit  menurun
- Eritrosit  penurunan eritrosit berinti
- Leukosit  menurun dengan relatif limfositosis (tidak dijumpai sel
muda dalam darah tepi)
- Trombosit  menurun
- Besi serum  normal atau meningkat
- TIBC  normal
- HbF  meningkat
- Morfologi  normositik normokromik
 Anemia sideroblastik  anemia yang timbul karena berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoiesis karena gangguan mitokondria
 Patofisiologi  terganggunya inkorporasi besi ke dalam heme 
akumulasi heme di mitokondria  degenerasi Fe
 Pemeriksaan penunjang :
- Morfologi  mikrositik hipokromik
- Besi serum  normal atau meningkat
- Feritin  meningkat
- TIBC  normal
- Saturasi transferin  menurun atau normal (50-100%)
- Apusan darah tepi  besi berbentuk cincin (ring sideroblastik),
Pappenheimer bodies

 Anemia kronis  anemia yang disebabkan oleh penyakit-penyakit kronis


(kanker, infeksi kronis, autoimun, dan lain-lain)
 Gambaran klinis  mirip dengan anemia defisiensi besi
 Pemeriksaan penunjang :
- Morfologi  mikrositik hipokromik
- Besi serum  menurun
- Feritin  normal atau meningkat
- TIBC  menurun
- Saturasi transferin  menurun (10-20%)
- Sideroblas  tidak ada atau menurun
MCV dan MCH
menurun

Besi serum

Besi serum Besi serum Besi serum


meningkat normal/menurun menurun
Besi serum Besi serum

Besi sumsum Pemeriksaan Kadar feritin


tulang meningkat HbF/HbA2

Feritin Feritin normal


menurun atau menurun

Anemia Defisiensi Penyakit


Thalassemia
Sideroblastik Besi kronik

 Membedakan thalassemia dan anemia defisiensi besi  Mentzer Index


- Skor < 13  Thalassemia
- Skor < 13  anemia defisiensi besi
 Thalassemia  diturunkan secara autosomal resesif, merupakan defek
sintesis rantai globin
 Fenotip :
- Mayor  transfusion dependent
- Intermedia  gejala klinis ringan
- Minor  asimptomatik
 Genotip :
- Alfa thalassemia  kromosom 16  HbH dan Hb Bart
- Beta thalassemia  kromosom 11  HbF dan HbA2
 Tanda khas :
- Riwayat keluarga (+)
- Tanda-tanda anemia hemolitik
- Deformitas tulang
- Apusan darah tepi  sel target, teardrop cell, howell jolly bodies,
basophillic stippling dan anisositosis
- Morfologi  mikrositik hipokromik
Defek 4 rantai beta  hidrops fetalis atau
Hb Bart disease
IUFD
Thalassemia Hb dengan 4 rantai beta  anemia
alfa HbH disease
hemolitik kronis, mikrositosis, splenomegali
Asimptomatik, anemia ringan, target cell
Alfa minor
(+)
Simptomatik, anemia berat, transfusi
seumur hidup, hepatosplenomegali, facies
Beta mayor cooley (wajah mongoloid, mulut roden)
Anisositosis, poikilositosis, target cell (+),
Thalassemia
basophillic stippling (+)
beta
Asimptomatik
Beta minor Anemia ringan, mikrositik, target cell (+),
tear drop cell (+)

 Hb elektroforesis  pengukuran densitometri


- Thalasemia alfa  terdapat HbH atau Hb Barts
- Thalasemia beta  peningkatan HbA2, penurunan HbA dan
peningkatan HbF
 Tatalaksana
- Transfusi PRC
 Indikasi  Hb < 8
 Indikasi  Hb > 8 (bila keadaan umum kurang baik, anoreksia,
gangguan aktivitas, gangguan pertumbuhan, splenomegali,
perubahan pada tulang
 Diberikan sampai target Hb 12
 Bila Hb > 5  dosis PRC diberikan 10-15 ml/kgBB/kali dalam
2 jam atau 20 ml/kgBB/kali dalam 3-4 jam
- Iron chelating agent
 Biar pemberian besi tidak berlebihan
 Deferiprox  75 mg/kg/hari dibagi 3 dosis PO
 Diberikan bersamaan dengan transfusi PRC

 Catatan transfusi darah :


- Whole blood
 Isi  eritrosit, trombosit dan plasma serta antikoagulan CPDA
 Transfusi sebaiknya dilakukan dalam 30 menit setelah darah
dikeluarkan dari pendingin
 Pemberian 1 unit (500 ml)  naikkan Hb 1 gr% atau
hematokrit 3-4%
 Indikasi  syok hipovolemik (perdarahan >30%) dan bedah
mayor dengan perdarahan > 1500 ml
- Packed Red Cell (PRC)
 1 unit biasanya 300 ml  2/3 nya atau 200 ml  eritrosit
 PRC 10 ml/kgBB  Hb naik 3 gr/dl dan hematokrit naik 10%
(Hb 1 gr/dl  perlu PRC 4 ml/kgBB)
 Indikasi  anemia tanpa penurunan volume
- Fresh Frozen Plasma (FFP)
 Volume 200 ml
 Isi  semua faktor koagulasi
 Manfaat  gangguan faktor koagulasi
- Kriopresipitat
 Dibuat dari pemisahan FFP yang dicairkan pada suhu 4 0C
dengan metode pemutaran dengan waktu dan kecepatan
tertentu
 Volume 200 cc
 Isi  250 mg fibrinogen dan 80-100 unit faktor VIII dan vWF
 Indikasi  hemofilia A, vWD, defisiensi faktor VIII yang
didapat
 1 unit kriopresipitat  menaikkan fibrinogen 8 mg/dl
Gangguan Koagulasi :
 Trombosit  bleeding time (normal < 10 menit)
 Vaskuler  bleeding time (normal < 10 menit)
 Faktor koagulasi  clotting time (normal 4-10 menit)  APTT dan PT
Jumlah
Trombosit

Menurun Normal

Faktor Faktor
koagulasi koagulasi Bleeding
menurun normal Time

DIC ITP Memanjang Normal

APTT APTT

Memanjang Normal

Von Gangguan
Willebrand vaskular &
Disease platelet Memanjang Normal

PT PT

Memanjang Normal

Gangguan Gangguan
semua faktor faktor intrinsik
koagulasi (hemofilia) Memanjang Normal

Gangguan
Gangguan
faktor
faktor XII
ekstrinsik
 Faktor koagulasi terganggu  APTT dan PT memanjang
 Faktor intrinsik  APTT  VIII, IX, XI, XII  hemofilia A, B, C (normal
25-35 detik)
 Faktor ekstrinsik  PT  III, VII (normal 11-13 detik)
 Common pathway  PT  I, II, IV, V, VI, X, XIII
 Nama lain faktor-faktor koagulasi :
- I = fibrinogen
- II = protrombin
- III = tissue factor
- IV = calcium
- V = proaccelerin
- VI = accelerin
- VII = proconvertin
- VIII = antihemophilic factor A
- IX = christmas factor
- X = stuart-prower factor
- XI = plasma thromboplastin antecedent (PTA)
- XII = hageman factor
- XIII = protransglutaminase
 ITP  penyakit yang menyebabkan tubuh mudah memar atau berdarah,
karena rendahnya jumlah trombosit
 Etiologi  autoimun
 Tanda khas :
- Riwayat infeksi yang sudah sembuh
- Ruam merah atau memar di tubuh
- Perdarahan yang sulit dihentikan ketika luka
- Bercak darah pada urine dan feses
- Trombositopenia saja
 Tatalaksana awal :
- Prednisone 1 mg/kgBB/hari oral (7-10 hari)
- Dexametasone 40 mg/hari oral (4 hari setiap 2 minggu untuk 4 siklus)
- IVIG 1 gr/kgBB/hari IV (2 hari)
- Platelet  jika sedang perdarahan
 Hemofilia  kelainan pembuluh darah tersering yang diturunkan dengan
pola X-linked resesif baik A dan B
 Jenis hemofilia (defisiensi faktor intinsik) :
- Hemofilia A  defisiensi faktor VIII
- Hemofilia B  defisiensi faktor IX
- Hemofilia C  defisiensi faktor XI (jarang)
 Diagnosis :
- Riwayat perdarahan pada pria
- Hemarthrosis spontan (perdarahan spontan pada sendi)
- Trombosit  normal
- Bleeding time  normal
- Clotting time  memanjang
- PT  normal
- APTT  memanjang
 Tatalaksana :
- Cegah terjadinya perdarahan
- Pemberian suntikan dihindari
- Hemofilia A  konsentrat faktor VIII + kriopresipitat
- Hemofilia B  konsentrat faktor IX + FFP (fresh frozen plasma)
 vWD  penyakit yang disebabkan defek pada faktor VIII dalam plasma
disertai gangguan agregasi trombosit pada subendotel dinding
pembuluh darah
 vWD  kelainan ini diturunkan secara autosomal dominan, autosomal
resesif, dan X-linked resesif
 Tanda khas :
- Mudah memar
- Perdarahan kulit
- Perdarahan berkepanjangan dari permukaan mukosa
 Pemeriksaan penunjang :
- Tes vWF antigen (+)
- Tes ritocetin (+)  waktu aglutinasi meningkat ketika menggunakan
antibiotik
- Trombosit  normal
- PT  normal
- INR  normal (bentuk standar internasional dari rasio PT)  monitor
terapi warfarin
- Bleeding time  memanjang
- APTT  memanjang
 Tatalaksana  Desmopressin (DDAVP), dosis diberikan sesuai berat
ringannya gejala atau tindakan invasif yang akan dilakukan
 Polisitemia vera  kelainan mieloproliferatif dengan ciri proliferasi sel
prekursor eritroid yang tidak terkendali (masalah bone marrow)
 Jenis polisitemia :
- Primer (Vera)  peningkatan RBC karena keganasan RBC
- Sekunder  stimulasi eritropoietin berlebihan dari respon tubuh
terhadap oksigenasi jaringan yang berkurang (akibat penyakit)
- Relatif  peningkatan bukan karena RBC (dehidrasi atau luka bakar)
 Gejala dan tanda :
- Gangguan oksigenasi ringan  nyeri kepala, vertigo, tinnitus,
gangguan penglihatan dan angina
- Trombosis vena atau arteritromboemboli
- Tanda perdarahan  petekie hingga perdarahan saluran cerna
- Gatal  lepasnya granulosit histamin
- Neuropati perifer  degenerasi akson saraf
- Hepatosplenomegali
- Hipertensi
- Facial plethora
 Kriteria diagnosis (WHO 2016)  3 mayor atau 2 mayor + 1 minor
1. Hemoglobin > 16,5 gr/dl (pria), > 16,0 gr/dl (wanita),
atau
Hematokrit > 49% (pria), > 48% (wanita), atau
Peningkatan massa eritrosit (>25%)
2. Biopsi sumsum tulang menunjukkan hiperselularitas
dengan adanya eritroid yang menonjol, granulositik,
dan proliferasi megakariositik dengan pleomorfik
3. Adanya mutasi dari JAK2V617F atau JAK2 ekson 12
Level eritropoietin serum dibawah normal

 Pemeriksaan penunjang :
- Hb  meningkat
- Leukosit  meningkat
- Trombosit  meningkat
 Tatalaksana :
- Flebotomi  mempertahankan hematokrit (< 0,45 + dosis rendah
ASA / aspirin 81-100 mg/hari)
- Jika risiko tinggi dari trombosis (kepatuhan yang buruk terhadap
flebotomi, mieloproliferasi yang progresif, splenomegali, leukositosis
dan trombositosis  terapi sitoreduktif
- Terapi sitoreduktif :
 Hydroxyurea  lini pertama
 Interferon  umur < 40 tahun dan hamil
 Leukemia  keganasan darah akibat tubuh terlalu banyak memproduksi
sel darah normal
 Faktor risiko  paparan benzena
 Gejala dan tanda :
- Organomegali  hepatosplenomegali
- Perdarahan spontan  petekie
- Demam
- Nyeri tulang
 Klasifikasi :
- Akut  sel blast banyak (limfoblast atau mieloblast), perdarahan
spontan dan gejala berat muncul
- Kronik  sel matur banyak dan gejala asimptomatis  tidak ada
perdarahan spontan
 Jenis leukemia :
- AML (acute myeloblast leukemia)  Auer rod (+), perdarahan
spontan, sel blast banyak
- ALL (acute lymphoblast leukemia )  biasanya pada anak-anak, sel
blast banyak
- CML (chronic myeloblast leukemia)  semua fase pembelahan sel
darah putih ada (fenomena pasar mala), philadelphia kromosom, sel
matur banyak
- CLL (chronic lymphoblast leukemia)  smudge cell, sel matur
banyak
 Pemeriksaan penunjang :
- Leukosit  meningkat
- Bisitopenia  anemia dan trombositopenia
- Apusan darah tepi
 Limfoblast  akan menjadi limfosit  tidak ada granul
 Mieloblast  akan menjadi semua (selain limfosit)  ada
granul
- Hitung jenis leukosit
 Urutannya  eosinofil / basofil / neutrofil batang / neutrofil
segmen / limfosit / monosit
 Shift to the left  peningkatan PMN  mieloblast
 Shift to the right  peningkatan MN  limfoblast
 Normal neutrofil segmen dan limfosit  2 digit, yang lainnya
normal (eosinofil, basofil, neutrofil batang dan monosit)  1
digit

Anda mungkin juga menyukai