Anda di halaman 1dari 11

TUGAS UTS FIQIH DAKWAH

DISUSUN OLEH :

Shofi Hany Nuraisyah (04184764/EKP IV)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

2020/2021
1. Jelaskan dan kuatkan dengan dalil makna dan urgensi dakwah!
Pengertian Ilmu Dakwah secara entimologi dakwah adalah menyeru atau mengajak
manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk Al-quran dan hadist. Kata
dakwah sering dikaitkan dengan Islam dan ilmu yang jika digabung menjadi ilmu
dakwah, dakwah islam, atau ad-dakwah al-islamiyah. Ilmu dakwah adalah ilmu yang
berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik orang lain supaya menganut, menyetujui,
mengikuti, atau melaksanakan suatu ideology, paham, agama, pendapat, atau
persetujuan tertentu. Orang yang menyampaikan dakwah disebut da’i, dan yang
menjadi objeknya disebut mad’u. setiap orang bisa menjadi da’i karena jalan untuk
menjadi da’i banyak sekali, bisa melalui lisan, tulisan, atau perbuatan. Nabi
Muhammad SAW sendiri pada zaman dahulu berdakwah melalui lisan, tulisan, dan
perbuatan. Beliau mengirim surat ajakan masuk islam pada raja-raja, diantaranya
kaisar heraklius dari Byzantium, mukaukis dari mesir, dan lain-lain.
Mengingat fungsi dan peran dakwah yang demikian penting dan menentukan, maka
dakwah dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya harus dipahami secara tepat dan
benar, sejalan dengan ketentuan al-Qur’an, sunnah rasul, dan, siroh nabawiyah yang
berisikan petunjuk bagaimana dakwah itu dilakukan, sehingga menghasilkan pribadi-
pribadi yang istiqomah dan tangguh dalam menyeru manusia kepada Agama Allah.
Serta mampu melahirkan tatanan hidup masyarakat yang Islami. Disinilah letak
perlunya seorang da’i untuk mengetahui dan mempelajari Ilmu Dakwah. Yakni Ilmu
yang berisikan kumpulan kaidah-kaidah dan pokok-pokok ajaran yang digunakan
untuk menyampaikan Islam, mengajarkan ajaran Islam serta mengamalkannya dalam
kehidupan nyata, juga tununan dan cara-cara bagaimana seharusnya seorangn da’i
menarik perhatian orang lain untuk menganut, menyetujui, dan melaksanakan ajaran
agama Islam. Maka dengan mempelajari ilmu Dakwah seorang da’i diharapkan
mengetahui hakekat konsep dakwah Islam yang semestinya; mengetahui ayat-ayat
atau hadits Nabi SAW yang bertemakan dakwah; mengetahui berbagai metode
dakwah dan perkembangannya; menjalankan kegiatan dakwah dengan
memperhatikan metode dan tehnik dakwah yang tepat untuk mencapai sasaran secara
efektif dan efisien. Dan tentunya dengan mengetahui ilmu dakwah seseorang da’i
akan lebih mudah dalam melakukan dakwah yang efektif dengan tujuan utama demi
mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat melalui penyebaran dan pengamalan
ajaran agama islam.
Dalil yang menjelaskan terkait dengan urgensi dakwah :
@ُ ‫ت@ ۖ@ فَ@ ِم@ ْن@ هُ@ ْم@ َم@ ْ@ن@ ه@َ@@ َد@ ى@ هَّللا‬ @َ @‫س@@ و@اًل َأ ِن@ ا@ ْع@ ب@ُ@@ ُد@ و@ا@ هَّللا َ@ َ@و@ ا@ ْ@ج@ تَ@ نِ@ ب@ُ@@ و@ا@ ا@ل@ط@َّ ا@ ُغ@ و‬
@ُ @‫َ@ر‬ @‫َ@و@ لَ@ قَ@@@ ْد@ بَ@ َع@ ْث@ ن@َ@@ ا@ فِ@ ي@ ُك@@@ ل@ِّ@ ُأ م@َّ ٍة‬
@‫ف@ َك@ ا@ َ@ن@ َع@ ا@قِ@ بَ@ ةُ@ ا@ ْل@ ُم@ َك@ ِّذ@ بِ@ ي@ َن‬
@َ @‫ض@ فَ@ ا@ ْن@ ظُ@ ُر@ و@ا@ َك@ ْي‬ِ @‫ا@ل@ضَّ@ اَل لَ@ ةُ@ ۚ@ فَ@ ِ@س@ ي@ ُر@ و@ا@ فِ@ ي@ ا@َأْل ْ@ر‬ @‫ت@ َع@ لَ@ ْي@ ِه‬@ْ َّ@‫َو@ ِم@ ْن@ هُ@ ْم@ َم@ ْ@ن@ َح@ ق‬
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada
orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang
yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
( Q.S An-Nahl : 36)

۠ ‫َ@@@@ا َومن ٱتَّبَ َعنِى ۖ َو ُس@@@@ ْب ٰ َحنَ ٱهَّلل ِ َوم@@@@ٓا َأن‬


َ‫َ@@@@ا ِمنَ ْٱل ُم ْش@@@@ ِر ِكين‬ ۠ ‫ص@@@@ي َر ٍة َأن‬
ِ َ‫ُ@@@@و ۟ا ِإلَى ٱهَّلل ِ ۚ َعلَ ٰى ب‬
ٓ ‫قُ@@@@لْ ٰهَ@@@@ ِذ ِهۦ َس@@@@بِيلِ ٓى َأ ْدع‬
َ ِ َ
Katakanlah -wahai Rasul- kepada orang yang engkau dakwahi, "Inilah jalanku yang
kudakwahkan kepada umat manusia. Aku sendiri mendakwahkannya berdasarkan
hujah yang jelas. Begitu juga orang yang mengikuti jejakku, mengikuti petunjukku
dan mengikuti sunahku mendakwahkannya berdasarkan hujah yang jelas. Dan aku
bukanlah golongan orang-orang yang menyekutukan Allah, tetapi aku adalah
golongan orang-orang yang mengesakan-Nya. (Q.S Yusuf :108)

@‫س@ َع@ لَ@ ى@ هَّللا ِ@ ُح@ جَّ@ ةٌ@ بَ@ @ْع@ َد@ ا@ل@ر@ُّ@ ُس@ @ ِ@ل@ ۚ@ َو@ َك@@ ا@ َ@ن@ هَّللا ُ@ َع@ ِز@@ي @ ًز@ ا‬
ِ @‫ُر@ ُس@ اًل ُم@ بَ@ ِّش@ ِر@ ي@ َ@ن@ َو@ ُم@ ْن@@ ِذ@ ِر@ ي@ َ@ن@ لِ@@َئ اَّل يَ@ ُك@@ و@ َ@ن@ لِ@ ل@ن@َّ ا‬
@‫َح@ ِك@ ي@مً@ ا‬
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah
diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S
An-Nissa : 165)

Sungguh Rasulullah Saw. telah memberikan motifasi dan dorongan untuk berdakwah
kepada Allah. Beliau  mengutus para da’i (shahabat) kepada umat manusia untuk
mengajari, memahamkan dan membimbing mereka kepada kebenaran dan jalan yang
lurus. Bahkan para shahabat y, telah memahami bahwa dakwah merupakan kewajiban
yang pokok, maka mereka bersegera untuk meminta Rasulullah e mengajarkan dan
memahamkan mereka supaya mereka dapat berdakwah kepada kaum mereka.
Sehingga dahulu salah seorang dari mereka yang baru masuk Islam, pertama kali yang
ia ketahui adalah pentingnya dakwah kepada Allah, serta menyampaikan dakwah
adalah wajib hukumnya.
Dari Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘anhuma dalam hadits Wafd bin Qais di dalamnya:
Para shahabat y berkata: Wahai Rasulullah perintahkanlah kami dengan suatu perkara
yang kami beramal dengannya dan menyeru manusia yang berada di belakang kami
kepadanya. (Muttafaq ‘Aliah). Berdasarkan hadits ini telah dibuat bab dalam Shahih
Muslim Bab Perintah Beriman Kepada Allah, Rasul-Nya dan Syariat Agama,
Berdakwah Kepadanya, Bertanya Tentangnya, Menjaga dan Menyampaikannya
Kepada Orang Yang Belum Sampai Kepadanya.

Hal ini dikarenakan Manusia harus memiliki para da’i yang menyeru kepada Allah
Iuntuk megeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, kegelapan syirik dan
kufur kepada cahaya Islam, kegelapan bid’ah kepada cahaya sunnah, kegelapan
maksiat kepada cahaya ta’at dan petunjuk, dan dari kegelapan kebodohan kepada
cahaya ilmu. Semuanya sesuai dengan kondisinya.

Orang yang memperhatikan akan kondisi manusia, ia akan mendapati mereka sangat
membutuhkan dakwah kepada Allah dan hidayah. Bahkan terkadang melebihi
kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Maka tidak akan tegak kondisi alam ini
secara keseluruhan kecuali dengan dakwah kepada Allah, karena ia merupakan
sumber kemaslahatan dan kebaikan. Bila tidak ada dakwah maka jadilah bumi ini
penuh pergolakan dan manusia hidup dalam keadaan kacau laksana binatang.

Manusia sangat membutuhkan perintah dan larangan, karena mustahil mereka dengan
sendirinya mengenal kebenaran dan kebaikan secara lengkap dan sempurna.
Sekalipun terkadang mereka mengetahui secara global kejelekan dan kebaikan tapi
mereka tidak akan mengetahui hakekat semua urusan secara terperinci kecuali dengan
wahyu Allah . Oleh karena itu manusia membutuhkan akan diutusnya para rasul,
diturunkannya kitab-kitab dan ditegakkannya hujjah.

2. Jelaskan apa saja kaidah-kaidah penting dalam dakwah, beri penjelasan secara
singkat dan berikan contoh kasus yang relevan!.

Dakwah adalah amalan yang mulia dan sesuatu yang mulia harus disampaikan dengan
cara yang mulia yakni tidak melanggar syari’at dan ittibaa'us-sunnah (mengikuti
sunnah). Berikut ini adalah 10 kaidah penting dakwah yang harus diperhatikan oleh
para du’at:

1. Al Qudwah Qabla Ad Da’wah

(Menjadi Teladan Sebelum Berdakwah)

َ َ‫اس بِ ْٱلبِ ِّر َوتَن َسوْ نَ َأنفُ َس ُك ْم َوَأنتُ ْم تَ ْتلُونَ ْٱل ِك ٰت‬
َ‫ب ۚ َأفَاَل تَ ْعقِلُون‬ َ َّ‫َأتَْأ ُمرُونَ ٱلن‬

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu


melupakan diri (kewajiban)mu sendiri…” (QS Al Baqarah: 44)َ

۟ ُ‫وا لِم تَقُولُونَ ما اَل تَ ْف َعلُونَ ۝ َكبُ َر م ْقتًا ِعن َد ٱهَّلل ِ َأن تَقُول‬
۟ ٓ
َ‫وا َما اَل تَ ْف َعلُون‬ َ َ َ ُ‫ٰيََأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak
kalian kerjakan ? Sungguh besar murka di sisi Allah bila kalian mengatakan sesuatu
yang tidak kalian kerjakan.” (QS Ash Shaff: 2-3)

Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa memberi keteladana sebelum berdakwah
adalah bahwa kita sebagai seorang da’i haruslah terlebih dahulu yang melaksanakan
apa yang nantinya akan kita dakwah atau kita serukan kepada mad’u atau dalam ilmu
komunikasi ini dinamakan bagaimana baiknya integritas kita menurut pandangan
mad’u karna dalam komunikasi yang akan diterima itu tidak hanya apa yang
disampaikan saja namun siapa yang menyampaikannya juga.
Nabi juga terus memperluas dakwahnya sebagaimana yang telah disaksikan oleh
dunia. Dakwah yang mampu menegakkan eksistensi kemanusiaan secara utuh
manusia telah melihat sendiri betapa rasuullah memiliki sifat yang baiak. Dan akirny
mereka percaya dengan kebenaran prinsip prinsip yang konkrit dan aktual yang
dibawakan oleh rasulullah.  Karaena mereka telah melihat langsung dengan mata
kepala mereka sendiri bagaimana rasulullah telah melaksanakan prinsip prinsip
tersebut sehingga jiwa mereka tergerak dan perasaan mereka menggelora ingin
meneladani rasulullah sesuai dengan kemampuan mereka masin masing.
Pepatah Arab mengatakan :.

“Lisanul Hal Afsahu Min Lisanil Maqal” (Bahasa perbuatan lebih fasih daripada
bahasa lisan)

2. At Ta’lif Qabla At Ta’rif


(Mengikat Hati Sebelum Mengenalkan)

Objek dakwah (mad’u) adalah manusia yang sikap dan perbuatannya ditentukan oleh
kondisi hatinya. Hati adalah penentu fisik untuk dapat bergerak merespon pihak luar.

3. At Ta’rif Qabla At Taklif

(Mengenalkan Sebelum Memberi Beban/Amanah)

Kesalahan dakwah terbesar dalah membebankan suatu amalan kepada mad’u sebelum
diajarkan dengan baik. Baik beban suatu amal yang hukumnya wajib ataupun sunnah.
Sebab dakwah itu tegak di atas landasan ilmu dan dalil yang jelas bukan doktrin-
doktrin yang membabi buta.

4. At Tadarruj fi At Taklif

(Bertahap Dalam Membebankan Suatu Amal)

Manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda, baik dari sudut pandang latar
belakang pendidikan maupun kondisi sosial yang melahirkannya. Oleh karena itu,
dakwah kepada manusia dengan ragam tipologinya tersebut tentu mengonsekuensikan
perbedaan dakwah yang dilakukan.

5. At Taysir Laa At Ta’sir

(Memudahkan Bukan Menyulitkan)َ

‫ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ بِ ُك ُم ْٱليُ ْس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْٱل ُعس َْر‬

“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu…” (QS Al Baqarah: 185)

6. Al Ushul Qabla Al Furu’

(Perkara Pokok Sebelum Perkara Cabang)

Da’i yang tidak memahami masalah-masalah ushul dan furu’ ini akan menjadikan
dakwah tidak lagi menuai maslahat, bahkan akan melahirkan kontraproduktif bagi
dakwah itu sendiri. Hal ini dikarenakan perkara ushul harus didahulukan daripada
furu’ sedangkan furu’ akan dapat dilaksanakan dengan baik dan benar ketika berpijak
pada ushul yang baik dan benar pula.
7. At Targhib Qabla At Tarhib

(Memberi Harapan Sebelum Ancaman)

Seorang da’i harus senantiasa memberikan semangat kepada mad’unya agar dapat
beramal. Saat mad’u melakukan dosa, ia harus diberi harapan besar bahwa Allah
selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja. Dengan cara ini dakwah (In syaa’Allaah)
akan menuai hasil yang diharapkan.

8. At Tafhim Laa At Talqin

(Memberi Pemahaman Bukan Mendikte)


ٰٓ
‫ص َر َو ْٱلفَُؤ ا َد ُكلُّ ُأ ۟ولَِئكَ َكانَ َع ْنهُ َم ْسـُٔواًۭل‬
َ َ‫ك بِِۦه ِع ْل ٌم ۚ ِإ َّن ٱل َّس ْم َع َو ْٱلب‬ َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
َ َ‫ْس ل‬

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya itu akan
dimintai pertanggungjawaban.” (QS Al Israa’: 36)

9. At Tarbiyah Laa At Ta’riyah

(Mendidik Bukan Menelanjangi)

Menjaga kehormatan adalah termasuk tujuan syari’at Islam. Oleh karena itu, dakwah
harus berupaya memberikan didikan yang baik kepada mad’unya.

10. Tilmidzu Imam Laa Tilmidzu Kitab

(Murid Guru Bukan Murid Buku)

Sebuah pepatah mengatakan

“Guru tanpa buku akan melahirkan kejumudan sedangkan buku tanpa guru akan
melahirkan kesesatan”

Contoh kasus: ada seorang pemuda di suatu desa yang cita citanya ingin menjadi da’i
untuk mendakwahkan atau menyebarkan kebaikan, pemuda tersebut memperhatikan
kaidah penting sebelum dia mendakwahkan kepada orang lain, maka dari itu pemuda
tersebut memperbaiki akhlak dan perilakunya terlebih dahulu agar dapat menjadi
contoh yang baik dalam masyarakat nantinya, dan akhirnya dia memutuskan untuk
masuk pondok pesantren agar lebih terbimbing dan lebih luas wawasan agamanya.
3. Kenapa para dai harus memperhatikan kaidah-kaidah dakwah? Berikan
argument yang kuat!.

@‫ا@ل@د@ا@ع@ي@ة@ م@ر@آ@ة@ د@ع@و@ت@ه@ و@ا@ل@ن@م@و@ذ@ج@ ا@ل@م@ع@ب@ِّ@ر@ ع@ن@ه@ا‬

“Da’i adalah Cermin dan Contoh Nyata bagi Dakwahnya”

Dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari seorang da’i adalah karakter yang ia miliki
dan misi dakwah yang tengah ia emban. Penilaian seperti ini merupakan hal lumrah
yang ada di tengah masyarakat. Karena da’i merupakan sosok yang sudah menjiwai
setiap hal dari apa yang ia sampaikan, sehingga ia benar-benar menjadi model dari
hasil dakwah yang ia ‘promosikan’. Hal inilah yang kemudian menjadi pertimbangan
terhadap penerimaan dakwah itu sendiri, apakah dakwah ini akan diterima atau tidak
oleh masyarakat.

Oleh karena itu seorang da’i harus benar-benar secara utuh memahami pondasi Islam
ini dengan baik dan mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam Islam,
banyak kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan dengan penuh mujahadah. Ini
memiliki posisi yang sangat penting, karena ketika seorang da’i memiliki sifat yang
jauh dari keistiqomahan dalam menjalankan kewajiban sebagai sosok muslim ideal,
kelak akan berimbas terhadap timbulnya keraguan di tengah masyarakat dan
melemahkan misi dakwah yang ia perjuangkan. Terlebih dari itu, ini akan menjadi
peluang bagi orang yang membenci Islam dengan menjadikannya “obyek sasaran
empuk” dan menyerang sisi lemah ini.

Hendaklah kita senantiasa berdoa kepada Allah Ta’ala dalam hal ini, sebagaimana


yang telah dicontohkan dalam doa kaum Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman
Allah Ta’ala,

@َ@‫@م@ ي@ن‬ @ْ @َ‫ج@ َع@ ْل@ نَ@ ا@ فِ@ ْت@ ن@َ@ ة@ً لِ@ ْل@ ق‬
@ِ @ِ‫@و@ ِ@م@ ا@ل@ظ@َّ ا@ل‬ @ْ @َ@‫فَ@ قَ@ ا@لُ@ و@ا@ َع@ لَ@ ى@ هَّللا ِ@ تَ@ َو@ ك@َّ ْل@ نَ@ ا@ َر@ ب@َّ ن@َ@ ا@ اَل ت‬

“Lalu mereka berkata: “Kepada Allah-lah kami bertawakal! Ya Tuhan kami;


janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang lalim” (QS. Yunus:
85)
Imam Ar-Razi menafsirkan ayat di atas sebagai berikut, “Jangan beri mereka
kemampuan untuk menyeret kami ke dalam kezaliman untuk kemudian menjauhkan
kami dari kebenaran agama mulia yang telah kami terima ini”.

Imam Al Qurtubi dalam tafsirnya kemudian menambahkan, “Demikianlah perilaku


dari orang-orang kafir ketika mereka tampil sebagai penguasa atas umat Islam,
mereka seakan-akan keluar sebagai pihak yang mewakili kebenaran dan kaum
muslimin berada dalam kebatilan.”

Termasuk pelajaran yang bisa kita petik dari ayat di atas, bahwa salah satu indikasi
melemahnya seorang da’i dikarenakan kepribadiannya yang bertolak belakang dari
nilai Islam yang ia dakwahkan, sehingga mengosongkan jiwanya dari keimanan.
Karena rumusannya adalah, jikalau agama ini merupakan yang hak, maka tentunya ia
akan tercermin dari kepribadian para pelakunya (da’i). Ketika kebenaran itu tak
nampak dari pribadinya, maka akan menghilangkan kepercayaan dari obyek
dakwahnya.

Contoh Teladan

Para sahabat telah menghadirkan kepribadian yang mengagumkan dari agama ini,
sosok yang tegar dan mulia yang hidup di tengah-tengah umat manusia, mereka tegar
dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, sedikit pun tak terlihat lemah sehingga
menutup peluang dari orang-orang kafir dalam menyebarkan fitnah terhadap diri-diri
mereka.

Diantara sosok sahabat yang layak dicontoh dalam hal ini adalah Abdullah bin
Hudzafah As Sahmi yang kala itu berada di bawah tahanan prajurit Romawi. Ia
kemudian dihadapkan ke Raja Romawi, Sang Raja kemudian memaksanya untuk
murtad dari Islam, “Masuklah ke dalam agama Nashrani, maka aku akan berbagi
kekuasaan denganmu,” jelas sang Raja. Namun tawaran ini ditolak mentah-mentah
oleh Abdullah bin Hudazafah. Raja Romawi murka dan Abdullah pun disalib, ia
dijadikan sasaran tembak anak panah para prajuritnya. Namun Abdullah tetap tidak
bergeming dengan pilihannya dan sama sekali tidak menampakkan rasa cemas.
Abdullah kemudian diturunkan dari tiang salib. Pengawal Romawi kemudian
diperintahkan menyiapkan sebuah wadah yang didalamnya diisi air, kemudian air itu
dipanaskan hingga mendidih, yang apabila seorang manusia dimasukkan ke
dalamnya, tulang-tulangnya dipastikan akan hancur lebur. Abdullah kemudian
diancam oleh Raja Romawi akan dicampakkan ke dalam air yang mendidih itu apabila
menolak pindah ke agama Nashrani. Abdullah tetap menolak dengan tegas dan
kemudian ia menangis. Raja Romawi bingung, lalu bertanya kepadanya, “Kenapa
engkau menangis?” Abdullah menjawab, “Aku menangis karena berharap,
seandainya saja aku memiliki seratus nyawa, niscaya aku siap korbankan semuanya
untuk menjalani siksaan seperti ini di jalan Allah.” Raja Romawi kemudian tertegun
begitu mendengar jawaban Abdullah itu.

Para sahabat dengan kejujuran iman yang mereka miliki telah memberikan teladannya
kepada kita semua. Mereka membuat umat manusia di masanya terkagum-kagum
sehingga berbondong-bondonglah mereka memeluk agama Islam. Ibnu Qayyim Al
Jauziah mengatakan, “Ketika kaum Nasrani melihat keteguhan dari keyakinan para
sahabat, mereka kemudian berpindah memeluk agama Islam tanpa sedikit pun ada
rasa keterpaksaan, mereka kemudian berkata, siapakah yang lebih layak menemani
Al Masih selain orang-orang seperti mereka?”

Sesuaikan Ucapan dan Perbuatan

Sosok seorang da’i bisa jadi begitu dikenal di tengah masyarakat atau bisa pula
menjadi orang yang paling asing. Apabila selama dalam berdakwah, ia dikenal dengan
pribadi yang konsisten dalam beramal, maka perkataanya akan dapat diterima di hati
masyarakat. Namun sebaliknya, apabila seorang da’i lemah dalam menjalankan
agamanya, tidak konsisten, maka jangan berharap perkataannya dapat diterima oleh
siapapun yang mendengarnya. Ucapannya ibarat masuk telinga kiri keluar telinga
kanan.

Da’i yang terlihat asing dihadapan para mad’u-nya, maka kata-katanya masih


“menggantung.” Ucapannya tidak serta merta diterima dan tidak pula tertolak sampai
mereka tahu siapa dan bagaimana kepribadian da’i tersebut. Apabila mereka
mengetahui bahwa ia merupakan sosok yang istiqomah dalam menjalankan nilai-nilai
Islam, maka perkataan yang sebelumnya masih menggantung di hati mereka dapat
diterima dan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Namun apabila
yang yang mereka ketahui justru sebaliknya, maka jangan salahkan apabila pesan
kebaikan yang disampaikan luntur bersama kepribadiannya yang tidak sesuai dengan
ucapan.

Dengan demikian selayaknya kita para da’i berhati-hati dalam berbuat, karena
kehidupan seorang da’i disadari atau tidak telah menjadi sorotan bagi masyarakat
sekitarnya. Maka selayaknya sebelum seorang da’i menyampaikan materi dakwahnya,
sudah terlebih dahulu materi itu ia jiwai dan amalkan di dalam keseharian. Wallahu al
Musta’an

Anda mungkin juga menyukai