Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Makalah Diare”tepat pada waktunya. Makalah ini penulis
susun untuk melengkapi tugas keperawatan medikal Penulis
mengucapkan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Baik kepada Bapak/Ibu maupun pihak
sekitarnya Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan
masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Luka bakar adalah salah satu cedera yang paling luas yang
berkembang di dunia.

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang


disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas,
bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (Moenadjat,
2003). Di Amerika Serikat, lebih dari 1 juta korban luka bakar
mencari perhatian di dunia kedokteran setiap tahun, tetapi hanya
45.000 memerlukan rawat inap (Demling dalam Gurfinkel et al.,
2012). Luka bakar yang paling parah dan tidak dapat dikelola
diluar rumah sakit. Data statistik 2001-2010 di Amerika tingkat
kelangsungan hidup: 96,1%, jenis kelamin: laki-laki 70%,
perempuan 30%, penyebab: 44% kebakaran / api, 33% melepuh,
kontak 9%, 4% listrik, kimia 3%, 7% lainnya, tempat kejadian:
68% rumah, 10% kerja, jalan 7% / jalan raya, 15% lainnya
(American Burn Association National Burn Repository, 2011).

Luka bakar derajat dua adalah luka bakar yang meliputi


destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada
bagian dermis yang lebih dalam. Luka bakar derajat dua yang
kerusakannya mengenai bagian superfisial dari dermis termasuk
derajat dua dalam dimana penyembuhan terjadi secara spontan
dalam waktu sekitar 21 hari dengan jaringan parut minimal
(Smeltzer, 2002). Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan
atau luka bakar derajat satu) membutuhkan penanganan medis
yang segera karena beresiko terhadap infeksi, dehidrasi dan
komplikasi serius lainnya (Balletto et al., 2001). Tindakan
perawatan luka merupakan salah satu tindakan yang harus
dilakukan pada klien luka bakar karena klien mengalami gangguan
integritas kulit yang memungkinkan terjadi masalah kesehatan
yang lebih serius.

Tujuan utama dari perawatan luka tersebut adalah


mengembalikan integritas kulit dan mencegah terjadinya
komplikasi infeksi. Perawatan luka meliputi pembersihan luka,
pemberian terapi antibakteri topikal, pembalutan luka, penggantian
balutan, debridemen, dan graft pada luka (Smeltzer & Bare, 2000).
Dewasa ini tren pengobatan dengan herbal sangat diminati dan
sebagai tujuan alternatif masyarakat untuk berobat. Di negara-
negara maju maupun berkembang banyak dilakukan penelitian
untuk membuktikan khasiat herbal secara ilmiah. Madu salah
satunya herbal yang terbukti menyembuhkan luka bakar. Menurut
Subrahmanyam (1998) dressing SSD telah ditemukan kurang
efektif dalam penyembuhan ketika dibandingkan dengan madu.
Menurut Gurfinkel et al. (2012), ada beberapa alasan logis minyak
zaitun digunakan untuk pengobatan topikal pada luka bakar
parsial, diantaranya mengandung vitamin E, fenol, hydrotyrosol,
tyrosol, oleuropein, 1-cetoxypinoresinol, + inoresinol, asam lemak
tak jenuh, lycopene, alkhohol triterpene, polifenol, tocopherol,
tocotrienol dan vitamin K. Lain halnya dengan madu, bukti dari
perlakuan pada hewan studi dengan madu menunjukkan dapat
mempercepat penyembuhan luka (Jull et al., 2009).

Beberapa alasan madu untuk penyembuhan luka diantaranya


madu memiliki antibakteri, antiinflamasi, fitokimia. Indonesia
adalah negara yang kaya akan tanaman herbal dan produksi alam
yang berlimpah. Madu dan minyak zaitun sering digunakan
sebagai bahan untuk berbagai macam pengobatan. Saat ini madu
dan minyak zaitun mudah didapat dan tersedia di gerai herbal.
Berdasarkan kandungan yang ada di dalam madu dan minyak
zaitun perlu dibuktikan dengan penelitian. Madu, minyak zaitun,
dan bioplacenton sebagai dressing luka bakar belum dibuktikan
keefektifannya/belum dibandingkan, maka dari itu perlu dilakukan
penelitian efektifitas perawatan luka bakar derajat dua antara
menggunakan madu dan minyak zaitun dengan menggunakan
media tikus.

B. Rumusan masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan suatu masalah “Adakah
perbedaan penyembuhan luka bakar derajat dua dalam antara
menggunakan madu, minyak zaitun, dan bioplacenton pada tikus
galur wistar?”
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui efektivitas perawatan luka bakar derajat dua antara
menggunakan madu, minyak zaitun, dan bioplacenton.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-
tahapan penyembuhan luka bakar derajat dua dengan
menggunakan madu.
b. Mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-
tahapan penyembuhan luka bakar derajat dua dengan
menggunakan minyak zaitun.
c. Mengetahui lama penyembuhan berdasarkan tahapan-
tahapan penyembuhan luka bakar derajat dua dengan
menggunakan bioplacenton.

D. Manfaat penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat


bermanfaat maupun memberi sumbangan bagi pihak-pihak terkait,
yang meliputi: 1. Manfaat teoritis a. Mendapatkan pengetahuan
berdasarkan kebenaran ilmiah tentang penggunaan madu, minyak
zaitun, bioplacenton, dan NaCl dalam penyembuhan luka bakar
derajat dua. b. Sebagai wacana pengembangan penelitian lebih lanjut
di bidang keperawatan khususnya tentang Wound Care dengan
menggunakan

madu, minyak zaitun, dan bahan lain yang bisa dibuktikan


keilmiahannya. 2. Manfaat praktis: a. Bagi masyarakat Menambah
pengetahuan masyarakat tentang penggunaan madu dan minyak
zaitun dalam perawatan luka bakar, sehingga bisa dijadikan bahan
alternatif pengobatan luka bakar. b. Bagi profesi keperawatan
Menambah keilmuan di bidang Wound Care mengenai dressing luka
bakar derajat dua dengan menggunakan bahan alternatif madu dan
minyak zaitun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi luka bakar


Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan
permukaan tubuh dengan benda-benda yang
menghasilkan panas (api, bahan kimia, listrik, maupun
radiasi) atau zat-zat yang bersifat membakar baik berupa
asam kuat dan basa kuat (Safriani, 2016).
2. Penyebab luka bakar Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma yang memiliki morbiditas dan mortalitas yang
tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus
mulai fase awal hingga fase lanjut. Etiologi terjadinya
luka bakar yaitu (Hardisman, 2016):
a. Scald Burns Luka bakar yang disebabkan karena uap
panas, biasanya terjadi karena air panas dan sering terjadi
dalam masyarakat. Air pada suhu 690C menyebabkan
luka bakar parsial atau dalam waktu dengan waktu hanya
dalam 3 detik.
b. Flame Burns Luka bakar yang disebabkan oleh
kebakaran rumah seperti penggunaan detektor asap,
kebakaran yang berhubungan dengan merokok,
penyalahgunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan
kendaraan bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau
pemanas ruangan.
c. Flash Burns Luka bakar yang disebabkan oleh
ledakan gas alam, propana, butana, minyak destilasi,
alkohol dan cairan mudah terbakar kain.
d. Contact Burns Luka bakar yang disebabkan dari
logam panas, plastik, gelas atau batu bara panas seperti
setrika, oven, dan bara kayu.
e. Chemical Burns Luka bakar yang diakibatkan oleh
iritasi zat kimia, yang bersifat asam kuat atau basa kuat.
f. Electrical Burns Luka bakar yang disebabkan oleh
benda-benda yang dialiri arus listrik.

2. Fase Luka Bakar

1. Fase akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara
umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam
keadaan yang bersifat relatif life threatening. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72
jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut Pada fase akut sering terjadi
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal
dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara
paskan O dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema
instabilitas sirkulasi (Barbara, 2010).
2. Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi yang
berlangsung sampai 21 hari. Masalah utama pada fase ini
adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan
Multi-System Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan
sepsis. Hal ini merupakan dampak atau perkembangan masalah
yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari
kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi penyebab proses inflamasi dan infeksi, masalah
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau
tidak dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau organ-
organ fungsional (Barbara, 2010).
3. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8-12 bulan
hingga terjadinya maturasi parut akibat luka bakar dan
pemulihan fungsi organorgan fungsional. Masalah yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik,
keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur
(Barbara, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional yang
bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan pengetahuan
dan sikap perilaku masyarakat dalam menangani luka bakar
ringan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Penulis dapat menyimpulkan dari teori yang sudah
penulis kumpulkan dan yaitu luka bakar adalah suatu
bentuk kerusakan atau dan atau kehilangan jaringan
disebabkan kontak dengan sumber yang memilik suhu
yang sanat tinggi (misalnya api, air panas, bahan kimia,
listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah dan
keparahan dari mulai segmen minor sampai ke segmen
mayor. Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman luka
bakar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu luka bakar
superfisial, luka bakar luka bakar Partial Thickness
superfisial dan dalam dan luka bakar Full Thickness. Jika
menurut luas luka bakar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu
luka bakar minor, luka bakar sedang dan luka bakar
mayor. Fase luka bakar berdasarkan perjalanan
penyakitnya dibagi tiga yaitu fase aku, fase sub akut dan
fase lanjut.
Penulis menemukan 5 diagnosis keperawatan hasil
Analisa data Tyaitu Nyeri akut berhubungan dengan efek
agen pencedera fisik (Prosedur Operasi), Risiko infeksi
berhubungan dengan kerusakan integritas kulit, Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, Obesitas
berhubungan dengan kurang 124 aktivitas fisik harian dan
sering makan makanan yang berminyak. Berlemak dan
kesiapan meningkatkan religiositas. Dengan intervensi
yang diberikan yaitu manajemen nyeri dengan terapi
nonfarmakologis murottal Al - Qur’an , bimbingan do’a
mengurangi rasa nyeri dan Teknik relaksasi nafas dalam
serta pemberian anlgetik. Selanjutnya intervensi
pencegahan infeksi dan perawatan luka bakar. Lalu
intervensi dukungan mobilisasi, manajemen berat badan,
edukasi diet dan peningkatan ritual keagamaan.
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama
3 hari, dari 5 diagnosis keperawatan diantaranya yaitu
Nyeri akut, Risiko Infeksi, Gangguan Mobilitas Fisik
Obesitas dan Kesiapan menigkatkan Religiositas, satu
diagnosa yang belum teratatasi yaitu obesitas dikarenakan
butuh intervensi yang berkelanjutan dan manajemen berat
badan yang terus berulang sampai BB pasien mencapai
ukuran ideal dan IMT pasien normal yaitu 18,5 – 24,9.
B. Saran
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan
dengan Luka Bakar, maka penulis mengajukan beberapa
saran antara lain:
1. Bagi Pasien Setelah penulis melakukan asuhan
keperawatan penulis ingin menyampaikan beberapa saran
untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang optimal,
yaitu dengan menyarankan kepada keluarga dan pasien
untuk melakukan perawatan luka bakar dan diet hipertensi
di rumah agar kondisi pasien bisa terus membaik dan
mendukung perkembangan Kesehatan pada pasien.
2. Bagi Profesi Keperawatan Meningkatkan riset dalam
bidang keperawatan medikal bedah agar pada saat
menentukan perencanaan serta implementasi dalam
pemberian asuhan keperawatan lebih tepat dan lebih
spesifik dengan melihat respon pasien dan keluarga
pasien.
3. Bagi Institusi Pendidikan Menyediakan atau memfasilitasi
mahasiswa terhadap sumber-sumber referensi yang terkini.
Diharapkan untuk memudahkan mahasiswa menemukan
sumber referensi dalam proses penyusunan Karya Tulis
Ilmiah
4. Bagi Penulis Dalam melakukan asuhan keperawatan ini
diharapkan penulis lebih cermat untuk mencermati
literatur dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
MAKALAH

DIARE

OLEH

NAMA : ROGASIANA SUSANA M. LAY


NIP : 19780524 200604 2 031

TAHUN : 2022

Anda mungkin juga menyukai