STUDI PUSTAKA II – 1
BAB II
STUDI PUSTAKA
Tabel 2.1. Emp Untuk Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2/2UD) Untuk Jalan Antar Kota.
Emp
Tipe
Arus Total MC
Alinyemen
(kend/jam) MHV LB LT Lebar Jalur Lalu Lintas (m)
6m 6 – 8m 8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
Datar 800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
Bukit
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber: MKJI 1997.
Tabel 2.2. Emp Jalan Empat-Lajur Dua-Arah 4/2 (terbagi dan tak terbagi) Untuk Jalan
Antar Kota.
Arus Total
emp
(kend/jam)
Tipe
Jalan
Alinyemen Jalan tak
terbagi per
terbagi total
arah MHV LB LT MC
kend/jam
kend/jam
0 0 1,2 1,2 1,6 0,5
Datar 1000 1700 1,4 1,4 2,0 0,6
1800 3250 1,6 1,7 2,5 0,8
2150 3950 1,3 1,5 2,0 0,5
0 0 1,8 1,6 4,8 0,4
750 1350 2,0 2,0 4,6 0,5
Bukit
1400 2500 2,2 2,3 4,3 0,7
1750 3150 1,8 1,9 3,5 0,4
0 0 3,2 2,2 5,5 0,3
550 1000 2,9 2,6 5,1 0,4
Gunung
1100 2000 2,6 2,9 4,8 0,6
1500 2700 2,0 2,4 3,8 0,3
Sumber: MKJI 1997.
2.2.7. Kecepatan
1. Kecepatan Arus Bebas
Berdasarkan MKJI 1997 kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai:
- Kecepatan rata-rata teoritis dari lalu lintas pada waktu kerapatan =
nol yaitu tidak ada kendaraan di jalan.
- Kecepatan suatu kendaraan yang tertahan oleh kendaraan lain
( kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak
pada suatu segmen jalan tanpa kendaraan yang lain.
V=
Dimana :
V = kecepatan tempuh ( km/jam )
L = panjang segmen ( km )
Tt = waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen jalan ( jam )
2.4.2. Alinyemen
1. Alinyemen Horisontal
Alinyemen horisontal merupakan proyeksi sumbu jalan tegak lurus
bidang horisontal yang terdiri dari susunan garis lurus dan garis
lengkung. Perencanaan geometri pada bagian lengkung diperhatikan
karena bagian ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal
yang diterima kendaraan pada saat melewati tikungan dan gaya
tersebut cenderung melempar kendaraan kearah luar.
Pada bagian antar bagian lurus dan lengkungan biasanya disisipkan
lengkung peralihan. Lengkung peralihan ini berfungsi untuk
mengantisipasi perubahan alinyemen dari bentuk lurus sampai ke
bagian lengkungan sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berada di tikungan berubah secara berangsur-angsur.
Rmin =
Dimana :
V= Vr = kecepatan rencana
emaks = kemiringan melintang maksimum ( % )
fm = koefisien geser melintang
= untuk Vr < 80 km/jam fm = - 0,00065*Vr + 0,192
= untuk Vr > 80 km/jam fm = - 0,00125*Vr + 0,24
Besarnya jari-jari yang digunakan untuk merencana ( Rc ) harus lebih
besar atau sama dengan jari-jari minimum ( Rc Rmin )
Terdapat 3 macam aplikasi lengkung pada perencanaan alinyemen
horisontal yaitu :
1. Full Circle
Lengkung ini biasa digunakan untuk lengkung dengan jari-jari
besar. Batasan pemakaian tikungan jenis ini full circle berdasarkan
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 dan
Standar Spesifikasi untuk Perencanaan Jalan Luar Kota 1990
disajikan dalam tabel 2.6. dibawah ini.
Tabel 2.6. Jari-Jari Minimum Yang Tak Perlu Lengkung Peralihan
Jari-jari
Kecepatan Rencana ( km/jam)
minimum
120 5000
100 2000
80 1250
60 700
50 350
40 250
30 130
20 60
Sumber:TCPGJAK
Gambar 2.1.
E =
Lc =
=
Lt = Lc
Keterangan:
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangent utama.
TS = Tangent Spiral, titik awal spiral (dari Tangent ke Spiral).
SC = Spiral Circle, titik perubahan dari Spiral ke Circle.
CS =. Circle Spiral, titik perubahan dari Circle ke Spiral.
ST = Spiral Tangent, titik perubahan dari Spiral ke Tangent
Rc = Jari-jari circle (m).
Ls =
s =
Xc =
Yc =
S =
= - 2 * s
Lc = Rc * * / 180
Rc = Yc + Rc * ( cos s – 1 )
E =
Xm = X – Rc * sin s
W = ( Rc + Rc ) * tg ( ½ )
T = Xm + W
TL = x-y ctg s
Tk =
Lt = 2 * Ls + Lc
3. Spiral – Spiral
Tipe lengkung ini digunakan pda tikungan tajam dengan sudut
tangen sangat besar. Pada tikungan seperti ini dimana radius
lengkung kecil dan super elevasi yang dibutuhkan besar, lengkung
busur lingkaran akan menyebabkan perubahan kemiringan
melintang yang besar sehingga mengakibatkan timbulnya kesan
patah pada tepi perkerasan sebelah luar. Efek tersebut dapat
dikurangi dengan membuat lengkung peralihan.
Gambar 2.3.
Lengkung Spiral Spiral
Keterangan :
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangent utama.
Ts = Jarak antara PI dan TS
Ls = Panjang bagian lengkung spiral
E =Jarak PI ke lengkung spiral
= Sudut pertemuan antara tangent utama.
s = Sudut spiral
TS = Tangent Spiral, titik awal spiral (dari Tangent ke Spiral).
ST = Spiral Tangent, titik perubahan dari Spiral ke Tangent
Rc = Jari-jari circle (m).
Rc = Jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangent.
Xm = Jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangent.
Xc, Yc = Koordinat SC atau CS terhadap TS-PI atau PI- TS.
e = Super elevasi
C = Perubahan kecepatan, diambil 1-3 m/dt3
Rumus-rumus yang digunakan :
s =½
Ls =
Lc = 0
Lt = 2 * Ls
Xm = X – Rc * sin s
W = ( Rc + Rc ) * tg ( ½ )
T = Xm + W
E =
2. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal merupakan garis potong yang dibentuk oleh
bidang vertikal melalui sumbu jalan. Alinyemen vertikal ini
menyatakan bentuk geometri jalan dalam arah vertikal. Adanya
alinyemen vertikal adalah untuk merubah secara berangsur-angsur
perubahan dari 2 macam kelandaian.
Pada perencanaan lengkung vertikal lebih dahulu harus diketahui
elevasi dan stasiun dari PVI ( Point of Vertikal Intersection )
kemudian dilanjutkan dengan menghitung :
- panjang lengkung vertikal
- pergeseran vertikal
- elevasi permukaan jalan dibawah / diatas PVI
- elevasi dan stasiun dari PLV dan PTV
- elevasi permukaan jalan antara PLV, PVI dan PTV pada setiap
stasiun yang terdapat pada alinyemen
Panjang lengkung vertikal dapat juga diketahui dengan menggunakan
grafik panjang minimum lengkung vertikal atau dari tabel Standar
Spesifikasi untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota 1990.
Dibawah ini disajikan Panjang Minimum Lengkung Vertikal
berdasarkan Standar Spesifikasi untuk Perencanaan Geometrik Jalan
Luar Kota 1990 dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Vr 80 60 50 40 30 20
Lv (m) 70 50 40 35 25 20
Sumber : SSUPGJLK 1990
Lv =
Lv =
Lv =
Lv =
Jh =
Ev =
Dimana :
L v = panjang lengkung vertikal ( m )
A = perbedaan grade ( % )
Y = Faktor penampilan kenyamanan
Jh = Jarak pandang henti
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detk2
f = koefisien gesek memanjang aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55
h1 = tinggi mata = 1,20 m
h2 = tinggi benda = 0,10 m
Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
2.4.3. Landai Maksimum Jalan
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan untuk
kendaraan bergerak terus tanpa mengalami kehilangan kecepatan yang
berarti.
Kelandaian ini didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tak lebih dari
separuh kecepatan awal tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Dibawah ini disajikan tabel 2.8. tentang kelandaian maksimum ijin
berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.
Tabel 2.8. Kelandaian maksimum yang diijinkan
(e max + fm ) =
Dimana :
e max = kemiringan melintang ( % )
f m = koefisien geser melintang
Rmin = jari- jari
V = Vr ( kecepatan rencana )
Syarat agar konstruksi aman adalah bila ( emaks + fm )yang ada lebih besar
dari ( emaks ) yang didapat dari data lapangan. Besarnya f m didapat dari
grafik koefisien gesek melintang. Kenyamanan, keamanan, komposisi
Jh =
Dimana :
Vr = kecepatan rencana ( km/jam )
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik.
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35-0,55
Dibawah ini disajikan tabel 2.10. tentang Jarak pandang henti
minimum menurut besarnya kecepatan rencana berdasarkan Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.
Vr 120 110 80 60 50 40 30 20
Sumber:TCPGJAK
Pada tikungan kendaraan tidak dapat membuat lintasan sesuai lajur yang
tersedia sebagaimana halnya pada bagian lurus. Pelebaran pada tikungan
dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar
kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Besarnya penambahan lebar di tikungan dirumuskan :
b = Bt – Bn
Bt = n ( B + C ) + Z
B=
Z=
Dimana :
b = tambahan lebar perkerasan di tikungan
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
Bn = lebar total perkerasan di bagian lurus
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam
C = lebar kebebasan samping dikiri kanan kendaraan
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
V = kecepatan rencana
Rc = jari-jari kelengkungan
n = jumlah lajur
Rumus :
ITP = ( a1 * D1 ) + ( a1 * D2 ) + ( a3 * D3 )
Dimana :
a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan
D1, D2, D3 = tebal minimum masing-masing lapisan
Berikut ini tabel-tabel yang digunakan dalam perhitungan
perkerasan lentur berdasarkan “Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen
1997”.
- semen
- 0,13 - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi Tanah dengan
- 0,13 - - 18 - kapur
- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997
Tabel 2.16. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
1. Lapis Permukaan
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : ( Buras/Burtu/Burda)
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
3,00 – 6,70 5
Laston
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
6,71 – 7,49 7,5
Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
10,00 10 Laston
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997
2. Lapis Pondasi
ITP Tebal Minimum (cm) Bahan
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
< 3,00 15
semen, stabilisasi tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
3,00 – 7,49 20
semen, stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
FK =
Dimana :
FKn = faktor keseragaman dengan jumlah titik pemeriksaan = n
FKn-1 = faktor keseragaman dengan jumlah titik pemeriksaan= n-1
5. Tentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan
tersebut dengan rumus :
- D= +2S ………………………. untuk jalan arteri / tol
- D= + 1,64 S………………………. untuk jalan kolektor
-
- D= + 1,28 S ……………………… untuk jalan lokal
Dimana :
D = lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan
S = standar deviasi =
LAJUR
1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH
Truck
1,2 + 2,2
6,4 25 31,4 0,0085 4,9283
Trailer
1,2 – 2
6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
Trailer
1,2 – 2,2
10 32 42 0,0327 10,183
Trailer
Sumber : PPJDABB
Tabel 2.19. Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas
R%
n Tahun 2% 4% 5% 6% 8% 10 %
1 Tahun 1,01 1,02 1,02 1,03 1,04 1,05
2 Tahun 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 Tahun 3,09 3,18 3,23 3,30 3,38 3,48
4 Tahun 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 Tahun 5,25 5,53 5,66 5,80 6,10 6,41
6 Tahun 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,10
7 Tahun 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 Tahun 8,70 9,51 9,62 10,20 11,05 12,00
9 Tahun 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 Tahun 11,05 12,25 12,90 13,60 15,05 16,73
N = ½ [1 + ( 1+i )n + 2 ( 1+i )
Dimana :
AE18KSAL= Accumulative Equivalen 18 Kips Single Axel
Load
= beban akumulatif lalu lintas dalam satuan 8,16 ton
beban as tunggal
365 = jumlah hari dalam satu tahun
Vol i = volume masing-masing jenis kendaraan perhari
AE i = angka ekivalen masing-masing jenis kendaraan
Ci = angka distribusi lajur
i = % pertumbuhan lalu lintas
N = faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas
n = umur rencana
10. Berdasarkan hasil AE 18 KSAL dari grafik hubungan antara
lendutan balik yang diijinkan akan diperoleh lendutan balik yang
diijinkan ( grafik 3 dan 3a )
11. Berdasarkan lendutan balik yang ada ( sebelum diberi lapis
tambahan ) dan grafik 4, dapat ditentukan tebal lapisan tambahan
yang nilai lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik
yang diijinkan.
12. Tebal lapisan tambahan dapat juga dihitung berdasarkan rumus :
- tebal lapis layer shaping
Dimana :
RCI = road condition index
Pd = lebar perkerasan ( cm )
C = bentuk kemiringan rencana 2 %
T min = lapisan penutup minimal 2 cm
- tebal lapis overlay requierment
t=
Dimana :
D = lendutan balik yang mewakili
L = lintas ekivalen kumulatif selama umur rencana, dalam 10 6
Untuk mengetahui besarnya debit air limpasan yang terjadi pada suatu
daerah tangkapan ( catchment area ) digunakan analisis hidrologi.
Besarnya debit air dapat diacari dengan rumus rasional yaitu :
Q =
= 0,278 C * I* A
Dimana :
C = koefisien run off
I = intensitas hujan ( mm/jam )
A = luas daerah tangkapan ( km2)
Berikut ini disajikan besarnya koefisien run off menurut keadaan
daerah dalam tabel 2.20.
Tabel 2.20 Koefisien Run Off
Keadaan Daerah C
- Bergunung 0,75 – 0,90
- Pegunungan tersier 0,70 – 0,80
- Sungai dengan tanah dan hutan 0,50 – 0,75
R=
Dimana :
Q = debit pengaliran
V = kecepatan pengaliran
K = koefisien kekasaran = 40
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan dasar saluran arah memanjang
F = luas penampang basah
O = keliling penampang basah
2.6.2. Jembatan
Dalam pembangunan suatu jalan pada umumnya diikuti dengan
pembangunan jembatan. Jembatan adalah suatu bangunan untuk
menghubungkan jalan yang melewati suatu rintangan ( sungai ).
Jembatan dapat terbuat dari kayu, baja, atau beton bertulang. Dari analisa
data perencanaan dilakukan alternatif perencanaan yang meliputi :
Dimensi dan bentuk jembatan
Konstruksi bangunan atas
Konstruksi bangunan bawah
Konstruksi bangunan pelengkap
- Perkerasan
Lapisan perkerasan merupakan lapis penutup yang berfungsi untuk
meratakan permukaan jembatan dan sebagai lapisan pelindung
konstruksi.
c. Struktur Bangunan Bawah