Anda di halaman 1dari 52

BAB II.

STUDI PUSTAKA II – 1

BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1. TINJAUAN UMUM


Dalam melakukan suatu perencanaan harus disesuaikan dengan aturan dan
ketentuan yang berlaku. Aturan dan ketentuan disini adalah berupa teori-teori
dasar yang memuat dan mengatur tata cara dan segala hal yang bersangkut paut
dengan perencanaan jalan raya. Teori-teori ini diambil dari kajian pustaka
terhadap standar-standar peraturan dan literatur-literatur yang berhubungan.
Evaluasi dan perencanaan ruas jalan Prambanan-Klaten dilakukan dalam
rangka untuk menaikkan kinerja lalu lintas sehingga penggunaan ruas jalan
tersebut lebih optimal. Berikut ini akan ditinjau beberapa aspek yang berkaitan,
antara lain:
- Klasifikasi fungsional jalan
- Evaluasi kinerja lalu lintas
- Geometrik jalan
- Struktur perkerasan
- Bangunan penunjang dan pelengkap

2.2. ASPEK LALU LINTAS


2.2.1. Klasifikasi Fungsional Jalan
Klasifikasi fungsional jalan seperti yang dijabarkan dalam PPRI No. 26
tahun 1985 dan UU No. 13 tahun 1980 tentang Jalan, terbagi atas dua
sistem jaringan jalan yaitu :
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan
tata ruang dan struktur pengmbangan wilayah tingkat nasional yang
menghubungkan antara simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut :

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 2

- Dalam Satuan Wilayah Pengembangan menghubungkan secara


menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang
ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai persil.
- Menghubungkan kota jenjang kesatu dan kota jenjang kesatu
antar Satuan Wilayah Pengembangan.
Dalam sistem jaringan jalan primer ini fungsi jalan dibedakan sebagai
berikut :
a. Jalan Arteri Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
kota jenjang kesatu yang berdampingan atau menghubungkan
kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
b. Jalan Kolektor Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua yang berdampingan atau menghubungkan
kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.
c. Jalan Lokal Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan antar kota jenjang ketiga atau
kota jenjang ketiga dengan kota jenjang dibawahnya atau
menghubungkan persil dengan kota jenjang diatasnya.

2. Sistem Jaringan jalan Sekunder


Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan yang mempunyai fungsi primer,
fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya sampai
perumahan.
Dalam sistem jaringan jalan sekunder fungsi jalan dibedakan sebagai
berikut :
a. Jalan Arteri Sekunder
Yaitu jalan yang menghubungkan kawasan primer dengan kawasan
sekunder kesatu atau antar kawasan sekunder kesatu atau kawasan
sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 3

b. Jalan Kolektor Sekunder


Yaitu jalan yang menghubungkan antar kawasan sekunder kedua
atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
c. Jalan Lokal Sekunder
Yaitu jalan yang menghubungkan perumahan dengan kawasan
sekunder diatasnya.

2.2.2. Nilai Konversi Kendaran


Ekuivalen mobil penumpang ( emp ) adalah faktor dari berbagai tipe
kendaraan dibandingkan terhadap kendaraan ringan sehubungan dengan
pengaruh terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus campuran.
Emp ini berfungsi sebagai nilai konversi arus lalu lintas kedalam satuan
mobil penumpang ( smp ). Nilai emp untuk jalan antar kota ini berbeda
untuk tiap jenis kendaraan dan tergantung pula pada tipe alinyemen dan
arus lalu lintas total sehingga dalam mengkonversi perlu diperhatikan
adanya perbedaan-perbedaan kondisi tersebut.
Type kendaraan untuk perhitungan smp jalan luar kota terdiri atas :
- Kendaraan Ringan / Light Vehicle ( LV)
Meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up, dan jeep.
- Kendaraan Berat Menengah / Medum Heavy Vehicle ( MHV )
Meliputi truk 2 gandar dan bus kecil.
- Bus Besar / Large Bus ( LB )
- Truk Besar / Large Truck ( LT )
- Sepeda Motor ( MC )
Dibawah ini disajikan nilai konversi jenis kendaraan berdasarkan MKJI
1997 dalam tabel 2.1. untuk Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2 /2
UD) dan tabel 2.2. untuk Jalan Empat-Lajur Dua-Arah.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 4

Tabel 2.1. Emp Untuk Jalan Dua-Lajur Dua-Arah Tak Terbagi (2/2UD) Untuk Jalan Antar Kota.

Emp
Tipe
Arus Total MC
Alinyemen
(kend/jam) MHV LB LT Lebar Jalur Lalu Lintas (m)
 6m 6 – 8m  8m
0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
Datar 800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
 1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
Bukit
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3
0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
Gunung
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3
Sumber: MKJI 1997.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 5

Tabel 2.2. Emp Jalan Empat-Lajur Dua-Arah 4/2 (terbagi dan tak terbagi) Untuk Jalan
Antar Kota.
Arus Total
emp
(kend/jam)
Tipe
Jalan
Alinyemen Jalan tak
terbagi per
terbagi total
arah MHV LB LT MC
kend/jam
kend/jam
0 0 1,2 1,2 1,6 0,5
Datar 1000 1700 1,4 1,4 2,0 0,6
1800 3250 1,6 1,7 2,5 0,8
 2150  3950 1,3 1,5 2,0 0,5
0 0 1,8 1,6 4,8 0,4
750 1350 2,0 2,0 4,6 0,5
Bukit
1400 2500 2,2 2,3 4,3 0,7
 1750 3150 1,8 1,9 3,5 0,4
0 0 3,2 2,2 5,5 0,3
550 1000 2,9 2,6 5,1 0,4
Gunung
1100 2000 2,6 2,9 4,8 0,6
 1500  2700 2,0 2,4 3,8 0,3
Sumber: MKJI 1997.

2.2.3. Volume Lalu Lintas


Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melimtasi suatu
titik di suatu ruas jalan pada interval waktu tertentu dan dinyatakan
dalam satuan kendaraan/jam atau smp/jam.Volume dipakai sebagai
ukuran dari arus lalu lintas yang terjadi.
Hal-hal yang berhubungan dengan volume lalu lintas dan banyak
digunakan dalam analisis perhitungan lalu lintas antara lain :

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 6

- Average Annual Daily Traffic ( AADT )


Yaitu lalu lintas harian rata-rata tahunan ( LHRT ) dan merupakan
volume total dalam 1 tahun dibagi jumlah hari dalam 1 tahun tersebut.
AADT ini dinyatakan dalam satuan kendaraan/hari.
- Average Daily Traffic ( ADT )
Merupakan volume lalu lintas dari beberapa hari tertentu dibagi
banyaknya hari tersebut, minimal 2 hari.
- Volume Lalu Lintas per Jam
Jenis volume ini sering duigunakan karena memiliki akurasi yang
tinggi dan dapat mewakili besarnya pergerakan kendaraan pada ruas
jalan tersebut.
- Volume Jam Puncak
Yaitu banyaknya kendaraan yang lewat pada suatu titik tertentu pada
ruas jalan selama 1 jam pada saat arus lalu lintas terbesar dalam satu
hari.
- Rate of Flow
Merupakan jumlah kendaraan yang lewat pada suatu titik dari suatu
ruas jalan selama interval waktu kurang dari 1 jam, biasanya dalam 15
menit.
- Peak Hour factor
Merupakan perbandingan antara volume kendaraan dalam 1 jam
pada saat jam puncak dengan 4 x rate of flow pada saat yang sama.
- Directional Design Hourly Volume ( DDHV ) / Volume Jam Rencana
Merupakan volume lalu lintas per jam dari suatu ruas jalan yang
diperoleh dari volume lalu lintas harian rata-rata tahunan.
DDHV = AADT * k
Dimana :
DDHV = volume jam rencana ( kendaraan/hari )
AADT = volume lalu lintas harian rata-rata tahunan (kendaraan/hari)
k = rasio antara arus puncak dengan LHRT, untuk jalan luar
kota, k = 0.11

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 7

2.2.4. Arus dan Komposisi Lalu Lintas


Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada
ruas jalan per satuan waktu dan dinyatakan kendaraan/jam atau smp/jam.
Nilai arus lalu lintas dapat mencerminkan komposisi lalu lintas. Semua
nilai arus lalu lintas dikonversikan menjadi satuan mobil penumpang
( smp ) dengan menggunakan ekuivalensi mobil penumpang ( emp ).
Untuk jalan luar kota, komposisi lalu lintas berdasarkan MKJI 1997
adalah sebagai berikut :
- Kendaraan Ringan / Light Vehicle ( LV)
Meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up, dan jeep.
- Kendaraan Berat Menengah / Medum Heavy Vehicle ( MHV )
Meliputi truk 2 gandar dan bus kecil.
- Bus Besar / Large Bus ( LB )
- Truk Besar / Large Truck ( LT )
- Sepeda Motor ( MC )
Pengaruh adanya kendaraan tak bermotor dimasukkan sebagai kejadian
terpisah dalam faktor penyesuaian hambatan samping.

2.2.5. Kapasitas Jalan


Kapasitas berdasarkan MKJI 1997 adalah arus lalu lintas maksimum
( mantap ) yang dapat dipertahankan sepanjang segmen jalan dalam
kondisi tertentu. Untuk jalan 2-lajur 2-arah, kapasitas dihitung untuk arus
2 arah ( kedua arah kombinasi ). Sedangkan untuk jalan dengan banyak
lajur arus dipisahkan per arah perjalanan dan kapasitas didefinisikan per
lajur.
Kapasitas ini dinyatakan dalam satuan mobil penumpang ( smp ). Berikut
ini persamaan dasar untuk penentuan kapasitas :
C = Co * FCw * FCsp * FCsf
Dimana :
C = kapasitas ( smp/jam )
Co = kapasitas dasar ( smp/jam )

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 8

FCw = faktor penyesuaian lebar jalan


FCsp = faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak
terbagi)
FCsf = faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan

2.2.6. Derajat Kejenuhan / Degree of Saturation ( DS )


Derajat kejenuhan adalah rasio arus terhadap kapasitas jalan. Biasa
digunakan sebagai faktor kunci dalam penentuan perilaku lalu lintas pada
suatu segmen jalan dan simpang. Dari nilai derajat kejenuhan ini dapat
diketahui apakah segmen jalan tersebut akan memiliki masalah kapasitas
atau tidak.
Persamaan untuk mencari besarnya nilai derajat kejenuhan adalah
sebagai berikut :
DS = Q / C
Dimana :
DS = derajat kejenuhan
Q = volume kendaraan ( smp/jam )
C = kapasitas jalan ( smp/jam )
Jika nilai DS  0,75 maka jalan tersebut masih layak, tetapi jika Ds 
0,75 maka diperlukan penanganan pada jalan tersebut untuk mengurangi
kepadatan.

2.2.7. Kecepatan
1. Kecepatan Arus Bebas
Berdasarkan MKJI 1997 kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai:
- Kecepatan rata-rata teoritis dari lalu lintas pada waktu kerapatan =
nol yaitu tidak ada kendaraan di jalan.
- Kecepatan suatu kendaraan yang tertahan oleh kendaraan lain
( kecepatan dimana pengemudi merasa nyaman untuk bergerak
pada suatu segmen jalan tanpa kendaraan yang lain.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 9

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas memiliki bentuk


umum sebagai berikut :
FV = ( Fvo + FVw ) * FFVsf * FFVrc
Dimana :
FV = kecepatan arus bebas kendaraan kendaraan ringan pada kondisi
lapangan ( km/jam )
FVo = kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan dan
alinyemen yang diamati ( km/jam )
FFVw = faktor penyesuaian akibat lebar jalan
FFVsf = faktor penyesuaian akibat hambatan samping dan lebar
bahu
FFVrc = faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan guna lahan
2. Kecepatan Tempuh
Kecepatan tempuh adalah kecepatan rata-rata dihitung sebagai
panjang jalan dibagi waktu jalan tersebut.
Kecepatan ini dipakai sebagai ukuran utama kinerja segmen jalan
karena mudah dimengerti dan mudah diukur.
Persamaan untuk mencari kecepatan tempuh adalah sebagai berikut:

V=

Dimana :
V = kecepatan tempuh ( km/jam )
L = panjang segmen ( km )
Tt = waktu tempuh rata-rata sepanjang segmen jalan ( jam )

2.2.8. Pertumbuhan Lalu Lintas


Pertumbuhan lalu lintas dimasa mendatang dapat diperkirakan dengan
menggunakan rumus:
LHRt = LHRo * ( 1 + i ) ur
Dimana :
LHRt = lalu lintas harian tahun yang dicari

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 10

LHRo = lalu lintas harian tahun awal perencanaan


i = laju pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana
Untuk perkiraan atau peramalan pertumbuhan lalu lintas digunakan
dengan metode “ Regresi Linier” yaitu :
1. Regresi Linier Sederhana
Untuk perkiraan pertumbuhan lalu lintas digunakan metode regresi
linier sederhana yaitu :
Y = a + bX
Dimana :
Y = besarnya nilai yang diketahui
a , b = konstanta
X = nlai dari data yang diketahui
Harga adan b dapat dicari dari persamaan :
X=n*a+X
 XY = a X + b  X
2. Regresi Linier Berganda
Data yang akan dicari tingkat pertumbuhan dijadikan variabel tidak
bebas. Dalam hal ini variabel tidak bebasnya adalah LHR (Y),
sedangkan untuk data jumlah penduduk (X 1) dan PDRB (X2) disebut
variabel bebas, sehingga persamaan regresi berganda ini adalah :
Y = a + bX1 + cX2
Dengan a,b,c sebagai koefisien regresi linier berganda, kemudian
dilakukan pengujian besarnya pengaruh variabel bebas ( X 1, X2,)
terhadap variabel tak bebas ( Y ) secara berurutan maupun kombinasi
sehingga dari perhitungan variabel tersebut dengan melihat harga “R“
yang mempunyai batas -1 R 1. Semakin mendekati nilai 1 (-1)
maka harga tesebut semakin baik.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 11

2.2.9. Klasifikasi Perencanaan


Berdasarkan tata cara perencanaan geometrik jalan antar kota 1997, jalan
dapat diklasifikasikan menurut :
1. Menurut Fungsi Jalan
Klasifikasi jalan menurut fungsinya adalah :
a. Jalan Arteri
Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
- perjalanan jarak jauh
- kecepatan rata-rata tinggi
- jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien
b. Jalan Kolektor
Jalan yang melayani angkutan pengumpulan / pembagi dengan ciri-
ciri :
- perjalanan jarak sedang
- kecepatan rata-rata sedang
- jumlah jalan masuk dibatasi
c. Jalan Lokal
Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-xiri sebagai
berikut :
- perjalanan jarak dekat
- kecepatan rata-rata rendah
- jumlah jalan masuk tidak dibatasi
2. Menurut Kelas Jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan
untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan dalam Muatan
Sumbu Terberat ( MST ) dalam satuan ton.
Berikut disajikan tabel 2.3. yang berisi klasifikasi jalan menurut
kelasnya berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota 1997 .

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 12

Tabel 2.3. Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


Muatan Sumbu Terberat
Fungsi Kelas
MST (ton)
Arteri I  10
II 10
III A 8
III A
Kolektor 8
III B
Sumber:TCPGJAK

3. Menurut Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana
trase jalan dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian
kecil dari segmen jalan tersebut.
Berikut disajikan tabel 2.4. yang berisi klasifikasi jalan menurut
kelasnya berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar
Kota 1997.
Tabel 2.4. Klasifikasi Menurut Medan Jalan
Kemiringan
No Jenis Medan Notasi
Medan
1. Datar D 3
2. Perbukitan B 3 – 25
3. Pegunungan G  25
Sumber:TCPGJAK

4. Menurut Wewenang Pembinaan Jalan


Klasifikasi jalan menurut wewenang disesuaikan dengan PPRI No.
26 / 1985 yaitu terdiri atas Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan
Kabupaten / Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 13

2.3. ASPEK KINERJA LALU LINTAS


Dalam hal ini evaluasi terhadap kinerja lalu lintas dimaksudkan untuk
melihat apakah suatu jalan masih mampu memberikan pelayanan yang memadai
bagi penggunanya. Dalam masalah kinerja lalu lintas 2 hal yang paling sering
dijadikan ukuran layak tidaknya pelayanan suatu jalan adalah :
- kecepatan atau waktu perjalanan
- perbandingan antara volume arus terhadap kapasitasnya
Perbandingan ini biasa disebut derajat kejenuhan ( DS ) perbandingan ini
menunjukkan kepadatan lalu lintas dan kebebasan bagi kendaraan.
Dikarenakan kecepatan perjalanan dipengaruhi oleh keadaan fisik jalan
tanpa melihat berapa besar volume, maka ditetapkan tidak hanya satu skala
pengukur kinerja lalu lintas.

2.4. ASPEK GEOMETRIK JALAN


Dalam perencanaan geometrik jalan difokuskan pada perencanaan bentuk
fisik sehingga jalan mampu melakukan fungsinya untuk memberi pelayanan
secara optimal terhadap arus lalu lintas.
Perencanaan ini meliputi perencanaan bagian-bagian jalan yaitu :
- Kecepatan rencana
- Alinyemen, meliputi alinyemen horisontal dan vertikal
- Landai jalan
- Kemiringan melintang jalan
- Jarak pandang
- Pelebaran pada tikungan
- Bangunan penunjang jalan

2.4.1. Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang aman dan dapat
dipertahankan di sepanjang bagian tertentu pada jalan tersebut.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 14

Dalam segala keperluan perencanaan jalan raya kecepatan ini yang


digunakan sebagai kecepatan tertinggi.
Berikut ini disajikan klasifikasi besarnya kecepatan rencana menurut
fungsi jalan dan jenis dari medan jalan dalam tabel 2.5. berdasarkan Tata
Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.

Tabel 2.5. Kecepatan Rencana


Kecepatan Rencana VR, km/jam
Fungsi
Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70 – 120 60 – 80 40 – 70
Kolektor 60 – 90 50 – 60 30 – 50
Lokal 40 – 70 30 – 50 20 – 30
Sumber:TCPGJAK

2.4.2. Alinyemen
1. Alinyemen Horisontal
Alinyemen horisontal merupakan proyeksi sumbu jalan tegak lurus
bidang horisontal yang terdiri dari susunan garis lurus dan garis
lengkung. Perencanaan geometri pada bagian lengkung diperhatikan
karena bagian ini dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal
yang diterima kendaraan pada saat melewati tikungan dan gaya
tersebut cenderung melempar kendaraan kearah luar.
Pada bagian antar bagian lurus dan lengkungan biasanya disisipkan
lengkung peralihan. Lengkung peralihan ini berfungsi untuk
mengantisipasi perubahan alinyemen dari bentuk lurus sampai ke
bagian lengkungan sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada
kendaraan saat berada di tikungan berubah secara berangsur-angsur.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 15

Besarnya jari-jari minimum ( Rmin ) lengkung pada alinyemen


horisontal dapat dicari dengan rumus :

Rmin =

Dimana :
V= Vr = kecepatan rencana
emaks = kemiringan melintang maksimum ( % )
fm = koefisien geser melintang
= untuk Vr < 80 km/jam  fm = - 0,00065*Vr + 0,192
= untuk Vr > 80 km/jam  fm = - 0,00125*Vr + 0,24
Besarnya jari-jari yang digunakan untuk merencana ( Rc ) harus lebih
besar atau sama dengan jari-jari minimum ( Rc  Rmin )
Terdapat 3 macam aplikasi lengkung pada perencanaan alinyemen
horisontal yaitu :
1. Full Circle
Lengkung ini biasa digunakan untuk lengkung dengan jari-jari
besar. Batasan pemakaian tikungan jenis ini full circle berdasarkan
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 dan
Standar Spesifikasi untuk Perencanaan Jalan Luar Kota 1990
disajikan dalam tabel 2.6. dibawah ini.
Tabel 2.6. Jari-Jari Minimum Yang Tak Perlu Lengkung Peralihan

Jari-jari
Kecepatan Rencana ( km/jam)
minimum
120 5000
100 2000
80 1250
60 700
50 350
40 250
30 130
20 60
Sumber:TCPGJAK

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 16

Gambar 2.1.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 17

Lengkung Full Circle


keterangan:
PI = Point of Intersection.
Rc = Jari-jari circle (m).
 = Sudut tangent (o).
TC = Tangent Circle, titik perubahan dari Tangent ke Circle
CT = Circle Tangent, titik perubahan dari Circle ke Tangent
T = Jarak antara TC dan PI atau sebaliknya PI dan CT (m).
Lc = Panjang bagian lengkung circle (m).
E = Jarak PI ke lengkung circle (m).

Rumus-rumus yang digunakan :


T =

E =

Lc =

=
Lt = Lc

2. Spiral – Circle – Spiral


Adanya lengkung spiral ( Ls ) pada tikungan ini merupakan lengkung transisi
antara bagian lurus ke bagian lengkung. Pada bagian ini terjadi transisi gaya
sentrifugal dari nol sampai maksimum secara berangsur-angsur sewaktu
kendaraan memasukli dan meninggalkan lengkung.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 18

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 19

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 20

Keterangan:
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangent utama.
TS = Tangent Spiral, titik awal spiral (dari Tangent ke Spiral).
SC = Spiral Circle, titik perubahan dari Spiral ke Circle.
CS =. Circle Spiral, titik perubahan dari Circle ke Spiral.
ST = Spiral Tangent, titik perubahan dari Spiral ke Tangent
Rc = Jari-jari circle (m).

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 21

Lc = Panjang lengkung lingkaran.


Ls = Panjang lengkung spiral.
T = Panjang tangent utama.
E = Panjang eksternal total dari PI ke tengah lengkung lingkaran.
Tl = Panjang “tangent panjang” dari spiral.
Tk = Panjang “tangent pendek” dari spiral.
S= Panjang tali busur spiral.
Si = Panjang tali busur spiral dari TS ke titik sembarang.
Rc = Jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangent.
Xm = Jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangent.
 = Sudut pertemuan antara tangent utama.
 = Sudut pertemuan antara lingkaran dan sudut pusat lingkaran.
s = Sudut spiral.
Xc, Yc = Koordinat SC atau CS terhadap TS-PI atau PI- TS.
Xi, Yi = Koordinat setiap titik pada spiral terhadap TS-PI atau PI-TS.
e = super elevasi
C = perubahan kecepatan, diambil 1 – 3 m/dt3
Rumus-rumus yang digunakan :

Ls =

s =

Xc =

Yc =

S =
 =  - 2 * s
Lc = Rc *  *  / 180
Rc = Yc + Rc * ( cos s – 1 )

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 22

E =

Xm = X – Rc * sin s
W = ( Rc + Rc ) * tg ( ½ )
T = Xm + W
TL = x-y ctg s

Tk =

Lt = 2 * Ls + Lc

3. Spiral – Spiral
Tipe lengkung ini digunakan pda tikungan tajam dengan sudut
tangen sangat besar. Pada tikungan seperti ini dimana radius
lengkung kecil dan super elevasi yang dibutuhkan besar, lengkung
busur lingkaran akan menyebabkan perubahan kemiringan
melintang yang besar sehingga mengakibatkan timbulnya kesan
patah pada tepi perkerasan sebelah luar. Efek tersebut dapat
dikurangi dengan membuat lengkung peralihan.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 23

Gambar 2.3.
Lengkung Spiral Spiral
Keterangan :
PI = Point of Intersection, titik perpotongan garis tangent utama.
Ts = Jarak antara PI dan TS
Ls = Panjang bagian lengkung spiral
E =Jarak PI ke lengkung spiral
 = Sudut pertemuan antara tangent utama.
s = Sudut spiral
TS = Tangent Spiral, titik awal spiral (dari Tangent ke Spiral).
ST = Spiral Tangent, titik perubahan dari Spiral ke Tangent
Rc = Jari-jari circle (m).
Rc = Jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap garis tangent.
Xm = Jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada tangent.
Xc, Yc = Koordinat SC atau CS terhadap TS-PI atau PI- TS.
e = Super elevasi
C = Perubahan kecepatan, diambil 1-3 m/dt3
Rumus-rumus yang digunakan :
s =½

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 24

Ls =

Lc = 0
Lt = 2 * Ls
Xm = X – Rc * sin s
W = ( Rc + Rc ) * tg ( ½ )
T = Xm + W

E =

2. Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertikal merupakan garis potong yang dibentuk oleh
bidang vertikal melalui sumbu jalan. Alinyemen vertikal ini
menyatakan bentuk geometri jalan dalam arah vertikal. Adanya
alinyemen vertikal adalah untuk merubah secara berangsur-angsur
perubahan dari 2 macam kelandaian.
Pada perencanaan lengkung vertikal lebih dahulu harus diketahui
elevasi dan stasiun dari PVI ( Point of Vertikal Intersection )
kemudian dilanjutkan dengan menghitung :
- panjang lengkung vertikal
- pergeseran vertikal
- elevasi permukaan jalan dibawah / diatas PVI
- elevasi dan stasiun dari PLV dan PTV
- elevasi permukaan jalan antara PLV, PVI dan PTV pada setiap
stasiun yang terdapat pada alinyemen
Panjang lengkung vertikal dapat juga diketahui dengan menggunakan
grafik panjang minimum lengkung vertikal atau dari tabel Standar
Spesifikasi untuk Perencanaan Geometrik Jalan Luar Kota 1990.
Dibawah ini disajikan Panjang Minimum Lengkung Vertikal
berdasarkan Standar Spesifikasi untuk Perencanaan Geometrik Jalan
Luar Kota 1990 dalam Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 25

Vr 80 60 50 40 30 20
Lv (m) 70 50 40 35 25 20
Sumber : SSUPGJLK 1990

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan lengkung vertikal


adalah :
1. Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang
mengalami perubahan kelandaian dengan tujuan :
- mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian
- menyediakan jarak pandangan henti
2. Lengkung vertikal dalam hal ini ditetapkan berbentuk parabola
sederhana, dengan ketentuan :
- kondisi jarak pandangan henti lebih kecil dari panjang lengkung
vertikal cembung, maka panjangnya ditetapkan dengan rumus:

Lv =

- kondisi jarak pandangan henti lebih besar dari panjang lengkung


vertikal cembung, maka panjangnya ditetapkan dengan rumus :

Lv =

- kondisi jarak pandang akibat penyinaran lampu depan lebih


kecil dari panjang lengkung vertikal, maka:

Lv =

- kondisi jarak pandang akibat penyinaran lampu depan lebih


besar dari panjang lengkung vertikal, maka :

Lv =

- Besarnya jarak pandangan henti ditentukan dengan rumus :

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 26

Jh =

- Besarnya pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung


dapat ditentukan dengan rumus :

Ev =

Dimana :
L v = panjang lengkung vertikal ( m )
A = perbedaan grade ( % )
Y = Faktor penampilan kenyamanan
Jh = Jarak pandang henti
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detk2
f = koefisien gesek memanjang aspal, ditetapkan 0,35 – 0,55
h1 = tinggi mata = 1,20 m
h2 = tinggi benda = 0,10 m
Ev = pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
2.4.3. Landai Maksimum Jalan
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan untuk
kendaraan bergerak terus tanpa mengalami kehilangan kecepatan yang
berarti.
Kelandaian ini didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tak lebih dari
separuh kecepatan awal tanpa harus menggunakan gigi rendah.
Dibawah ini disajikan tabel 2.8. tentang kelandaian maksimum ijin
berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.
Tabel 2.8. Kelandaian maksimum yang diijinkan

VR 120 110 100 80 60 50 40 40

Panjang Kritis (m) 3 3 4 5 8 9 10 10


Sumber:TCPGJAK

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 27

Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan


agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian
sehingga penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan
rencana.
Dibaawah ini disajikan tabel 2.9. tentang panjang kritis minimum
berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.
Tabel 2.9. Panjang kritis minimum

Kecepatan Pada Awal Kelandaian (%)


Tamjakan (km/jam) 4 5 6 7 8 9 10
36
80 630 460 270 230 230 200
0
16
60 320 210 120 110 90 80
0
Sumber:TCPGJAK

2.4.4. Kemiringan melintang badan jalan


Kemiringan melintang badan jalan sering juga disebut super elevasi.
Fungsi dari kemiringan ini adalah untuk drainase permukaan.
Kemiringan ini berkisar antara 2% - 10%. Rumus yang dipakai
adalah :

(e max + fm ) =

Dimana :
e max = kemiringan melintang ( % )
f m = koefisien geser melintang
Rmin = jari- jari
V = Vr ( kecepatan rencana )

Syarat agar konstruksi aman adalah bila ( emaks + fm )yang ada lebih besar
dari ( emaks ) yang didapat dari data lapangan. Besarnya f m didapat dari
grafik koefisien gesek melintang. Kenyamanan, keamanan, komposisi

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 28

kendaraan dan variasi kecepatan kendaraan merupakan hal-hal yang


perlu dipertimbangkan dalam pembuatan kemiringan jalan.

2.4.5. Jarak pandang


Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang
pengemudi pada saat pengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi
melihat sesuatu halangan yang membahayakan, pengemudi dapat
melakukan sesuatu untuk menghindar dengan aman.
Jarak pandang dibedakan atas 2 yaitu jarak pandang henti ( jh ) dan jarak
pandang mendahului ( jd ).
1. Jarak pandang henti ( jh )
Ialah jarak minimum yang diperlukan pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan di depan.
Rumus untuk mencari Jh :

Jh =

Dimana :
Vr = kecepatan rencana ( km/jam )
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik.
g = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/detik2
f = koefisien gesek memanjang perkerasan jalan aspal, ditetapkan
0,35-0,55
Dibawah ini disajikan tabel 2.10. tentang Jarak pandang henti
minimum menurut besarnya kecepatan rencana berdasarkan Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 29

Tabel 2.10. Jarak pandang henti minimum

Vr 120 110 80 60 50 40 30 20

Jh (m) 250 175 120 75 55 40 27 16

Sumber:TCPGJAK

2. Jarak pandang mendahului


Ialah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan mendahului
kendaraan lain didepannya dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajur semula.
Rumus :
Jd = d1 * d2 * d3 * d4
Dimana :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu tanggap ( m )
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai kembali ke lajur
semula (m)
d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan kendaraan yang
kendaraan yang datang dari arah berlawanan setelah proses
mendahului selesai ( m ).
d4 = jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya = 2/3 d2 ( m )
Dibawah ini disajikan tabel 2.11. tentang jarak pandang mendahului
minimum menurut kecepatan rencana berdasarkan Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997.
Tabel 2.11. Jarak pandang mendahului minimum
Vr 120 100 80 60 50 40 30 20
Jd 800 670 550 350 250 200 150 100
Sumber:TCPGJAK

2.4.6. Pelebaran pada tikungan

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 30

Pada tikungan kendaraan tidak dapat membuat lintasan sesuai lajur yang
tersedia sebagaimana halnya pada bagian lurus. Pelebaran pada tikungan
dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar
kondisi operasional lalu lintas di tikungan sama dengan di bagian lurus.
Besarnya penambahan lebar di tikungan dirumuskan :
b = Bt – Bn
Bt = n ( B + C ) + Z

B=

Z=

Dimana :
b = tambahan lebar perkerasan di tikungan
Bt = lebar total perkerasan di tikungan
Bn = lebar total perkerasan di bagian lurus
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada
lajur sebelah dalam
C = lebar kebebasan samping dikiri kanan kendaraan
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
V = kecepatan rencana
Rc = jari-jari kelengkungan
n = jumlah lajur

2.5. ASPEK STRUKTUR PERKERASAN


2.5.1. Struktur Perkerasan
Pengertian dari perkerasan jalan raya adalah bagian dari jalan raya yang
diperkeras dengan lapis konstruksi tertentu, yang memiliki ketebalan,
kekuatan, dan kekakuan serta kestabilan tertentu agar mampu
menyalurkan beban lalu lintas diatasnya ke tanah dasar secara aman.
Unsur-unsur utama dalam perencanaan tebal perkerasan antara lain :
a. Unsur utama

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 31

 unsur beban / lalu lintas ( beban gandar, volume dan komposisi )


 unsur perkerasan ( ketebalan, karakteristik, dan kualitas )
 unsur tanah dasar
b. Unsur tambahan
 drainase dan curah hujan
 klimatologi
 kondisi geometri
 faktor permukaan
 faktor pelaksanaan
Jenis konstruksi perkerasan terdiri atas :
1. Konstruksi Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )
Bahan pengikat pada konstruksi perkerasan ini adalah aspal dengan
sifat lapisan memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah
dasar.
Struktur perkerasan lentur terdiri atas :
a. Lapis permukaan ( surface course )
Fungsi dari lapis permukaan adalah :
 sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda
 sebagai lapis kedap air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca
 sebagai lapisan aus
b. Lapis pondasi ( base course )
Fungsi dari lapis pondasi adalah :
 menahan beban roda dan menyebarkan ke lapisan dibawahnya
 sebagai lantai kerja bagi lapis permukaan
 sebagai lapis peresapan untuk lapis pondasi bawah
c. Lapis pondasi bawah ( subsurface course )
Fungsi dari lapis pondasi bawah adalah :
 menahan dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar
 mencapai efisiensi penggunaan material
 sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 32

 mencegah agar tanah dasar tidak masuk ke dalam struktur


perkerasan
d. Tanah dasar ( sub grade )
Tanah dasar adalah permukaan tanahsemula atau permukaan galian
atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan
permukaan dasar untuk perletakkan begian perkerasan lainnya.
Pemadatan harus dilakukan secara baik agar tidak terjadi
penurunan yang tidak merata akibat beban lalu lintas.
2. Konstruksi Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )
Perkerasan kaku merupakan plat beton tipis yang di cor diatas suatu
campuran pondasi. Bahan pengikat pada perkerasan kaku adalah
portland cement dengan sifat lapisan plat beton sebagai pemikul
sebagian besar beban lalu lintas.
Jenis-jenis perkerasan kaku adalah sebagai berikut :
 tanpa tulangan dengan sambungan
 dengan tulangan dengan sambungan
 dengan tulangan tanpa sambungan ( menerus )
 fibre reinforced concrete
 dengan blok-blok beton

2.5.3. Pelapisan Tambahan ( Overlay )


Pelapisan tambahan diberikan pada jalan yang telah / menjelang habis
masa pelayanannya, dimana kondisi permukaan jal;an telah mencapai
indeks permukaan ( IP ) yang diharapkan.
Maksud dan tujuan dari overlay adalah :
- mengembalikan ( meningkatkan ) kemampuan atau kekuatan
struktural
- mengembalikan kualitas permukaan meliputi :
 kemampuan menahan gesekan roda
 tingkat kekedapan terhadap air
 tingkat kecepatan mengalirkan air

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 33

 tingkat keamanan dan kenyamanan


Overlay terdiri atas dua lapisan utama yaitu :
- lapis pembentuk permukaan ( layer shaping )
- lapis untuk overlay ( overlay requierment )
Sedangkan lapis layer shaping dibagi atas 3 bagian yaitu lapis perata
( levelling ), lapis minimum penutup permukaan lama dan lapis
pembentuk mahkota. Lapisan layer shaping bersifat non struktural

2.5.4. Metode Perencanaan Struktur Perkerasan


1. Perkerasan Lentur
Perkerasan tebal perkerasan lentur jalan didasarkan pada Petunjuk
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode
Analisa Komponen .
Data-data yang diperlukan sebagai masukan pada perencanaan
perkerasan lentur adalah :
 data LHR dan komposisinya
 data CBR tanah dasar
 data pertimbuhan lalu lintas dan umur rencana
 data untuk penentuan faktor regional
 data jenis material yang akan digunakan
Prosedur perencanaan tebal perkerasan lentur adalah sebagai berikut:
1. Menghitung dan menampilkan jumlah serta komposisi LHR awal
tahun rencana
2. Menghitung angka ekivalen
Angka ekivalen dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan
terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton.
Harga ekivalen dapat dihitung dengan rumus :

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 34

- angka ekivalen sumbu tunggal


E = ( beban suatu sumbu tunggal dalam Kg / 8160 ) 4
- angka ekivalen sumbu ganda
E = 0,086 * ( beban suatu sumbu ganda dalam Kg / 8160 ) 4
3. Menghitung lintas ekivalen permulaan ( LEP )
Lintas ekivalen permulaan adalah jumlah lintas ekivalen harian
rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalu rencana
yang diduga terjadi pada umur rencana.
Rumus :
LEP = LHRo * C * E
Dimana :
LHRo = lalu lintas harian rata-rata pada awal umur rencana
C = koefisien distribusi kendaraan
E = angka ekivalen tiap jenis kendaraan
4. Menghitung lintas ekivalen akhir ( LEA )
Lintas ekivalen akhir adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-rata
dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang diduga
terjadi pada akhir umur rencana.
Rumus :
LEA = LHRo * ( 1 + i ) UR * C* E
Dimana :
I = laju pertumbuhan lalu lintas
UR = umur rencana
5. Menghitung lintas ekivalen tengah ( LET )
Lintas ekivalen tengah adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana yang
diduga terjadi pada tengah umur rencana.
Rumus :
LET = ½ * ( LEP + LEA )
Dimana :
Lep = lintas ekivalen permulaan

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 35

Lea = lintas ekivalen akhir


6. Menghitung lintas ekivalen rencana ( LER )
Lintas ekivalen rencana adalah suatu besaran yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah
lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton pada jalur rencana.
Rumus :
LER = LET * UR/10
Dimana :
UR = umur rencana
7. Menghitung indeks tebal perkerasan ( ITP )
Indeks tebal perkerasan adalah suatu angka yang berhubungan
dengan penentuan tebal perkerasan. Sebelum menentukan ITP
diperlukan data-data sebagai berikut :
 berdasarkan CBR tanah dasar dan grafik IV didapat daya
dukung tanahdasar
 dari data curah hujan , prosentasi kendaraan berat dan
kelandaian didapat faktor regional / FR (tabel 2.12.)
 dari besarnya LER dan klasifikasi jalan pada tabel 2.13.
didapatkan indeks permukaan akhir ( IP )
 berdasarkan data jenis lapis perkerasan pada tabel 2.14. didapat
indeks permukaan awal ( IPo )
 dengan diketahuinya data DDT, FR, IP, LER kemudian dengan
memakai nomogram IV dapat diketahui besarnya indeks tebal
permukaan
8. Menentukan tebal masing-masing lapis perkerasan
Dari data jenis material perkerasan dan dengan bantuan tabel 2.15.
dapat diketahui koefisien kekuatan relatif ( a ) dari masing-masing
jenis material. Kemudian dengan rumus dapat dicari tebal salah
satu lapis perkerasan yang dikehendaki dengan terlebih dahulu
menentukan tebal lapisan yang lainnya berdasarkan batas-batas
minimum tebal lapisan pada tabel 2.16.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 36

Rumus :
ITP = ( a1 * D1 ) + ( a1 * D2 ) + ( a3 * D3 )
Dimana :
a1,a2,a3 = koefisien kekuatan relatif bahan
D1, D2, D3 = tebal minimum masing-masing lapisan
Berikut ini tabel-tabel yang digunakan dalam perhitungan
perkerasan lentur berdasarkan “Petunjuk Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen
1997”.

Tabel 2.12. Faktor Regional


Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian II
(<6%) ( 6 –10 % ) ( > 10 % )
% Kendaraan % Kendaraan
% Kendaraan Berat
Berat Berat
 30 % > 30 %  30 % > 30 %  30 % > 30 %
Iklim I
0,5 1,0-1,5 1,0 1,5-2,0 1,5 2,0-2,5
< 900 mm/th
Iklim I
1,5 2,0-2,5 2,0 2,5-3,0 2,5 3,0-3,5
> 900 mm/th
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997

Tabel 2.13. Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana ( IP )


Lintas Ekivalen Klasifikasi Jalan
Rencana ( LER ) Lokal Kolektor Arteri Tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 37

10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -


100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0- 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997

Tabel 2.14.Iindeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana ( I Po )


Jenis Perkerasan I Po Roughness ( mm/km )
LASTON 4  1000
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5  2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5  2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0  3000
LAPEN 3,4 – 3,0 > 3000
2,9 – 2,5
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH  2,4
JALAN KERIKIL  2,4
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 38

Tabel 2.15. Koefisien Kekuatan Relatif ( a )


Koefisien Kekuatan
Kekuatan Bahan
Relatif Jenis Batuan
a1 a2 a3 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%)
0,40 - - 744 - -
0,35 - - 590 - -
LASTON
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - -
LASBUTAG
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - LASTON ATAS
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen ( mekanis )
- 0,19 - - - - Lapen ( manual )
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi Tanah dengan

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 39

- semen
- 0,13 - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stabilisasi Tanah dengan
- 0,13 - - 18 - kapur
- 0,14 - - - 100 Batu Pecah (Kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu Pecah (Kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu Pecah (Kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (Kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (Kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (Kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997
Tabel 2.16. Batas-Batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
1. Lapis Permukaan
Tebal Minimum
ITP Bahan
(cm)
< 3,00 5 Lapis pelindung : ( Buras/Burtu/Burda)
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
3,00 – 6,70 5
Laston
Lapen/Aspal Macadam, HRA, Lasbutag,
6,71 – 7,49 7,5
Laston
7,50 – 9,99 7,5 Lasbutag, Laston
 10,00 10 Laston
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997
2. Lapis Pondasi
ITP Tebal Minimum (cm) Bahan
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
< 3,00 15
semen, stabilisasi tanah dengan kapur
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
3,00 – 7,49 20
semen, stabilisasi tanah dengan kapur
10 Laston atas
7,50 – 9,99 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 40

semen, stabilisasi tanah dengan kapur,


pondasi macadam
15 Laston atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
10 - 12,14 20 semen, stabilisasi tanah dengan kapur,
pondasi macadam, lapen, laston atas
Batu pecah, stabilisasi tanah dengan
 12,25 25 semen, stabilisasi tanah dengan kapur,
pondasi macadam, lapen, laston atas
Sumber : PPTPLJRDMAK 1997

3.Lapis Pondasi Bawah


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah 10 cm.
2. Perkerasan Kaku
Dalam perencanaan perkerasan beton semen ( PBS ) beberapa faktor
yang perlu diperhatikan adalah :
- Tegangan akibat beban lalu lintas, kelelahan ( fatique ) akibat
repetisi beban dan tebal perkerasan.
- Pengaruh kondisi tanah dasar, drainase dan penanggulangan
pumping.
- Perencanaan sambungan dan tulangan.

3. Perencanaan tebal lapis tambahan ( overlay )


Hal yang perlu dialakukan sebelum melakukan perencanaan tebal
overlay adalah survai penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan lama
( existing pavement ) yang meliputi lapis permukaan, lapis pondasi
atas dan lapis pondasi bawah.
Perencanaan overlay dengan metode lendutan balik terlebih dahulu
dihitung besarnya lendutan permukaan jalan sepanjang ruas jalan
tertentu. Dengan data-data lendutan yang didapat dari Tes Benkelmen

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 41

Beam, kemudian dianalisa dan akan didapat tebal overlay dengan


bantuan “Manual Pemeriksaan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam”.
Prosedur perhitungan tebal overlay berdasarkan metode lendutan balik
adalah sebagai berikut :
1. Data-data lapangan yang didapat dari test bengkelman beam
kemudian kemudian dihitung besarnya lendutan balik tiap-tiap
titik, dengan rumus :
d = 2 (d3 – d1 ) ft. C
Dimana :
d = lendutan balik (mm)
d1 = pembacaan awal (mm)
d2 = pembacaan antara (mm)
d3 = pembacaan akhir (mm)
C = faktor pengaruh air tanah .
= 1 bila pemeriksaan dilakukan pada musim hujan ( kedudukan
air tanah tinggi)
= 1,5 bila pemeriksaan dilakukan pada musim kemarau
( kedudukan air tanah rendah )
ft = faktor penyesuaian temperatur lapis permukaan (t1) dan
grafikI.
t1 = 1/3 (tp + tt + tb )
tp = temperatur permukaan, dari data lapangan
tt = temperatur tengah, dari data lapangan atau grafik Ia.
tb = temperatur bawah, dari data lapangan atau grafik Ia.
2. Gambarlah nilai lendutan balik tiap titik pemeriksaan yang
diperoleh pada point 1 . Jika tiap titik pemeriksaan menggunakan
lebih dari satu alat bengkelman beam, maka gambarlah nilai
lendutan balik rata-rata dari tiap titik pemeriksaan tersebut.
3. Hubungkan nilai-nilai lendutan balik tadi sehingga merupakan
grafik lendutan balik.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 42

4. Tempatkan panjang seksi jalan dengan mengusahakan agar tiap-


tiap seksi jalan tersebut mempunyai lendutan balik yang kurang
lebih seragam, atau dengan rumus :
= 477 n-1,77 untuk 4  n  21
= 2 untuk n  21
( = FKn – FKn-1)

FK =

Dimana :
FKn = faktor keseragaman dengan jumlah titik pemeriksaan = n
FKn-1 = faktor keseragaman dengan jumlah titik pemeriksaan= n-1
5. Tentukan besarnya lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan
tersebut dengan rumus :
- D= +2S ………………………. untuk jalan arteri / tol
- D= + 1,64 S………………………. untuk jalan kolektor
-
- D= + 1,28 S ……………………… untuk jalan lokal
Dimana :
D = lendutan balik yang mewakili suatu seksi jalan

= = lendutan balik rata-rata dari suatu seksi jalan

d = lendutan balik tiap titik di dalam suatu seksi jalan


n = jumlah titik pemeriksaan pada suatu seksi jalan

S = standar deviasi =

6. Menghitung lalu lintas harian rata-rata ( LHR ) dan lalu lintas


rencana atas dasar jumlah lajur dan jenis kendaraan.
Berikut ini disajikan prosentase kendaraan yang lewat pada jalur
rencana pada tabel 2.17. berdasarkan Pemeriksaan Perkerasan Jalan
dengan Alat Benkelman Beam.
Tabel 2.17. Prosentase kendaraan yng lewat pada jalur rencana ( C )

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 43

JUMLAH KENDARAAN RINGAN KENDARAAN BERAT

LAJUR
1 ARAH 2 ARAH 1 ARAH 2 ARAH

1 lajur 100 % 100 % 100 % 100 %


2 lajur 60 % 50 % 70 % 50 %
3 lajur 40 % 40 % 50 % 47,5 %
4 lajur - 30 % - 45 %
6 lajur - 20 % - 40 %
Sumber : PPJDABB

7. Dengan menggunakan lampiran tabel 2.18. dihitung besarnya


jumlah ekivalen harian rata-rata dari satuan 8,16 ton beban as
tunggal, dengan cara menjumlahkan hasil perkalian dari masing-
masing jenis lalu lintas harian rata-rata tersebut baik kosong
maupun bermuatan dengan faktor ekivalen yang sesuai.
Berikut ini disajikan tabel 2.18. tentang unit ekivalen 8,16 ton
beban as tunggal (UE 18 KSAL), berdasarkan Pemeriksaan
Perkerasan Jalan dengan Alat Benkelman Beam.
Tabel 2.18. Unit Ekivalen 8,160 ton Beban As Tunggal (UE 18 KSAL )
Beban Berat
Konfiguras Berat UE 18
Muatan Total UE KSAL
i sumbu kosong KSAL
Maksimum Maksimu Maksimum
dan tipe ( ton ) kosong
( ton ) m ( ton )
1,1
1,5 0,5 2,0 0,0001 0,0004
MP
1,2
3 6 9 0,0037 0,3006
Bus
1,2 L
2,3 6 8,3 0,0013 0,2174
Truck
1,2 H
4,2 14 18,2 0,0143 5,0264
Truck
1,22 5 20 25 0,0044 2,7416

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 44

Truck
1,2 + 2,2
6,4 25 31,4 0,0085 4,9283
Trailer
1,2 – 2
6,2 20 26,2 0,0192 6,1179
Trailer
1,2 – 2,2
10 32 42 0,0327 10,183
Trailer
Sumber : PPJDABB

8. Tentukan umur rencana dan perkembangan lalu lintas dengan


bantuan lampiran tabel 2.19. Berikut ini disajikan tabel 2.19.
tentang Faktor hubungan antara umur rencana dengan
perkembangan lalu lintas ( N ).

Tabel 2.19. Faktor Hubungan Antara Umur Rencana Dengan Perkembangan Lalu Lintas
R%
n Tahun 2% 4% 5% 6% 8% 10 %
1 Tahun 1,01 1,02 1,02 1,03 1,04 1,05
2 Tahun 2,04 2,08 2,10 2,12 2,16 2,21
3 Tahun 3,09 3,18 3,23 3,30 3,38 3,48
4 Tahun 4,16 4,33 4,42 4,51 4,69 4,87
5 Tahun 5,25 5,53 5,66 5,80 6,10 6,41
6 Tahun 6,37 6,77 6,97 7,18 7,63 8,10
7 Tahun 7,51 8,06 8,35 8,65 9,28 9,96
8 Tahun 8,70 9,51 9,62 10,20 11,05 12,00
9 Tahun 9,85 10,79 11,30 11,84 12,99 14,26
10 Tahun 11,05 12,25 12,90 13,60 15,05 16,73

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 45

15 Tahun 17,45 20,25 22,15 23,90 28,30 33,36


20 Tahun 24,55 30,40 33,90 37,95 47,70 60,20
Sumber : PPJDABB

9. Tentukan jumlah lalu lintas secara akumulatif selama umur


rencana dengan rumus sebagai berikut :

AE 18 KSAL = 365 * N * *AEI * CI

N = ½ [1 + ( 1+i )n + 2 ( 1+i )

Dimana :
AE18KSAL= Accumulative Equivalen 18 Kips Single Axel
Load
= beban akumulatif lalu lintas dalam satuan 8,16 ton
beban as tunggal
365 = jumlah hari dalam satu tahun
Vol i = volume masing-masing jenis kendaraan perhari
AE i = angka ekivalen masing-masing jenis kendaraan
Ci = angka distribusi lajur
i = % pertumbuhan lalu lintas
N = faktor umur rencana yang sudah disesuaikan dengan
perkembangan lalu lintas
n = umur rencana
10. Berdasarkan hasil AE 18 KSAL dari grafik hubungan antara
lendutan balik yang diijinkan akan diperoleh lendutan balik yang
diijinkan ( grafik 3 dan 3a )
11. Berdasarkan lendutan balik yang ada ( sebelum diberi lapis
tambahan ) dan grafik 4, dapat ditentukan tebal lapisan tambahan
yang nilai lendutan baliknya tidak boleh melebihi lendutan balik
yang diijinkan.
12. Tebal lapisan tambahan dapat juga dihitung berdasarkan rumus :
- tebal lapis layer shaping

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 46

T = 0,001 * ( 9 – RCI ) 4,5 + + T min

Dimana :
RCI = road condition index
Pd = lebar perkerasan ( cm )
C = bentuk kemiringan rencana 2 %
T min = lapisan penutup minimal 2 cm
- tebal lapis overlay requierment

t=

Dimana :
D = lendutan balik yang mewakili
L = lintas ekivalen kumulatif selama umur rencana, dalam 10 6

2.6. BANGUNAN PENUNJANG DAN PELENGKAP


Perencanaan suatu jalan perlu dilengkapi dengan sarana untuk membantu
jalan tersebut agar dapat memberikan pelayanan secara optimal.
2.6.1. Bangunan Drainase
Sistem drainase berfungsi untuk mengalirkan air dari badan jalan
sehingga tidak mengganggu penggunaan jalan dan tidak menimbulkan
kerusakan pada badan jalan.
Sistem drainase dapat dibagi menjadi 2 macam menurut fungsinya :
1. Drainase permukaan ( surface drainage )
Drainase permukaan berfungsi untuk mengalirkan air dari permukaan
badan jalan. Air tersebut harus segera dilairkan agar tidak meresap ke
dalam struktur perkerasan badan jalan. Pengaliran dilakukan ke arah
samping ke dalam saluran samping yang terdapat di kiri kanan dan
sejajar jalan.
Dalam perencanaan dimensi saluran perlu diperhatikan :

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 47

- Saluran harus mampu menampung seluruh air yang ada di


permukaan jalan.
- Saluran memiliki kemiringan memanjang yangn tidak
menyebabkan erosi namun dapat menghindari pengendapan.
- Terdapat saluran outlet ke saluran pembuangan yang lain.
- Saluran harus dipelihara secara berkala.
- Saluran dapat juga diberi penutup.
2. Drainase bawah permukaan ( subsurface drainage )
Drainase bawah permukaan biasa disebut gorong-gorong. Drainase
iniberfungsi untuk menanggulangi air bawah permukaan/air tanah
agar tidak merembes masuk ke dalam struktur perkerasan. Drainse
sistem ini biasa dilakukan pada jalan dimana muka air tanahnya
tinggi.

Untuk mengetahui besarnya debit air limpasan yang terjadi pada suatu
daerah tangkapan ( catchment area ) digunakan analisis hidrologi.
Besarnya debit air dapat diacari dengan rumus rasional yaitu :

Q =

= 0,278 C * I* A
Dimana :
C = koefisien run off
I = intensitas hujan ( mm/jam )
A = luas daerah tangkapan ( km2)
Berikut ini disajikan besarnya koefisien run off menurut keadaan
daerah dalam tabel 2.20.
Tabel 2.20 Koefisien Run Off

Keadaan Daerah C
- Bergunung 0,75 – 0,90
- Pegunungan tersier 0,70 – 0,80
- Sungai dengan tanah dan hutan 0,50 – 0,75

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 48

- Tanah datar ditanami 0,45 – 0,60


- Sawah waktu diairi 0,70 – 0,80
- Sungai bergunung 0,75 – 0,85
- Sungai dataran 0,45 – 0,75

Dengan menggunakan data curah hujan dan hasil perhitungan debit,


maka kita dpat melakukan perhitungan dimensi saluran.
Rumus yang digunakan :
Q=V*F
F = K * R2/3* I 0,5

R=

Dimana :
Q = debit pengaliran
V = kecepatan pengaliran
K = koefisien kekasaran = 40
R = jari-jari hidrolis
I = kemiringan dasar saluran arah memanjang
F = luas penampang basah
O = keliling penampang basah

2.6.2. Jembatan
Dalam pembangunan suatu jalan pada umumnya diikuti dengan
pembangunan jembatan. Jembatan adalah suatu bangunan untuk
menghubungkan jalan yang melewati suatu rintangan ( sungai ).
Jembatan dapat terbuat dari kayu, baja, atau beton bertulang. Dari analisa
data perencanaan dilakukan alternatif perencanaan yang meliputi :
 Dimensi dan bentuk jembatan
 Konstruksi bangunan atas
 Konstruksi bangunan bawah
 Konstruksi bangunan pelengkap

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 49

Standard literatur yang digunakan untuk perhitungan konstruksi antara


lain:
a. Pembebanan
Digunakan standard Peraturan Pembebanan Jalan Raya Bina Marga
untuk pembebanan bangunan atas dan bawah yang terdiri dari :
- Beban primer adalah beban utama yang diperhitungkan di dalam
perhitungan tegangan pada setiap perencanaan jembatan. Termasuk
beban primer adalah beban mati, beban hidup, beban kejut dan
beban akibat tekanan tanah.
- Beban sekunder adalah beban akibat pengaruh luar. Termasuk
beban sekunder adalah beban angin, gaya rem, beban gempa dan
beban khusus.

b. Struktur Bangunan Atas


Struktur bangunan atas merupakan struktur yang berhubungan
langsung dengan jalan raya yaitu bagian yang mendapat beban lalu
lintas. Struktur bangunan atas terdiri dari :
- Plat lantai jembatan
Plat lantai adalah konstruksi yang berfungsi meneruskan beban
bersamaan dengan gelagar melalui pilar ke pondasi.
- Balok induk/gelagar jembatan
Terbuat dari beton atau baja dengan jumlah disesuaikan dengan
lebar jembatan dan dimensi disesuaikan dengan perhitungan.

- Perkerasan
Lapisan perkerasan merupakan lapis penutup yang berfungsi untuk
meratakan permukaan jembatan dan sebagai lapisan pelindung
konstruksi.
c. Struktur Bangunan Bawah

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 50

Struktur bangunan bawah merupakan konstruksi yang memikul beban


dari bangunan di atasnya serta lalu lintas yang melewatinya dan gaya-
gaya sekunder yang kemudian diteruskan ke tanah melalui pondasi.
- Pilar
Untuk menghitung dimensinya dipengaruhi oleh struktur atasnya
yaitu beban balok induk dan plat lantai jembatan serta struktur
bawah yaitu kedalaman dari sungai itu sendiri.
- Abutmen
Adalah konstrruksi yang menyalurkan beban diatasnya dan terletak
pada pangkal jembatan. Fungsi abutmen sama dengan pilar hanya
letak dan bentuknya yang berbeda.
- Pondasi
Untuk perencanaan dan penggunaan bentuk pondasi yang akan
dipakai disesuaikan dengan daya dukung tanah dasar dan besar
beban yang harus ditahan, serta peninjauan terhadap segi
ekonomisnya. Ada dua macam pondasi, yaitu :
 Pondasi dangkal
Pondasi dangkal digunakan apabila lapisan tanah dasar pondasi
yang mampu mendukung beban yang dilimpahkan terhadap
pondasi tidak terlalu dalam ( B<D<2,5B)
 Pondasi dalam
Pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah dasar pondasi
yang mampu mendukung beban yang dilimpahkan terhadap
pondasi letaknya cukup dalam. ( D> 2,5B).
Ada dua macam pondasi dalam yaitu :
 Pile yang penempatannya dengan mendesak tanah, misalnya
tiang pancang
 Pile yang penempatannya dengan cara disediakan ruangan
sebelumnya didalam tanah, kemudian baru dipasang,
misalnya bor pile.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 51

2.6.3. Dinding Penahan Tanah


Dinding penahan tanah harus memenuhi 2 keadaan, yaitu :
 Syarat stabilitas, yaitu aman terhadap guling akibat momen guling,
aman terhadap geser akibat gaya-gaya horisontal dan memenuhi
persyaratan daya dukung tanah dibawahnya.
 Faktor keamanan, harus dipenuhi dengan batasan tertentu untuk
kondisi stabilitas diatas.
Dinding penahan tanah dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
 Dinding penahan tanah gravitasi, yaitu :
 Stabilitasnya tergantung dari berat sendiri konstruksi dan tanah
isian.
 Umumnya tidak memerlukan pembesian
 Bahan-bahannya : pasangan batu kali, beton tumbuk dan lain-lain.
 Dinding penahan tanah semigravitasi
 Struktur lebih langsing dari pada dinding penahan tanah gravitasi
 Memerlukan pembesian vertikal pada sisi dalam
 Bahan-bahannya : beton tumbuk dan lain-lain
 Dinding penahan tanah kantilever
 Sruktur lebih langsing dari pada dinding penahan tanah
semigravitasi
 Memerlukan pembesian pada semua penampang untuk menahan
momen dan gaya geser
 Bahan-bahannya : beton bertulang
Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah, yaitu :
 Gaya tekanan tanah aktif
 Gaya tekanan tanah pasif
 Gaya berat tanah
 Gaya akibat berat sendiri
 Tegangan tanah yang terjadi
Langkah- langkah perencanaan :
1. Menaksir dimensi struktur konstruksi

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten
BAB II. STUDI PUSTAKA II – 52

2. Tentukan gaya-gaya yang bekerja dan besarnya serta arahnya.


3. Cari titik tangkap gaya resultante gaya-gaya yang bekerja terhadap
dasar landasan untuk kontrol terhadap stabilitas akibat momen guling
dan apakah ada bagian landasan/tanah yang mengalami tegangan
negatif /tarik.
4. Tentukan tegangan tanah dibawah dasar pondasi
5. Kontrol faktor keamanan terhadap geser.
6. Tentukan gaya-gaya yang bekerja pada penampang konstruksi
ekstrim, seperti momen dan gaya lintang.
7. Tentukan gaya-gaya dan momen dalam.
Bila pekerjaan dari langkah ke-1 sampai dengan ke-5 mempunyai hasil
yang tidak memenuhi syarat, maka diperlukan adanya perbaikan dimensi
struktur sebelum melangkah ke langkah selanjutnya.

Laporan Tugas Akhir


Evaluasi Dan Perencanaan Jalan Prambanan – Kartasura Ruas Prambanan - Klaten

Anda mungkin juga menyukai