Anda di halaman 1dari 2

Nama : Fayza Putri Ramadhani

NIM : 214114055

UAS TEORI LINGUISTIK


Senin, 12 Juni 2023

1. Gagasan penting dari Ferdinand de Saussure yang mengubah paradigma historis ke


paradigma formal ada tiga hal, yaitu kajian bahasa secara sinkronis dan diakronis, bahasa
sebagai tanda, dan adanya hubungan sintagmatis dan paradigmatis. Bahasa diteliti secara
diakronis artinya bahasa dipelajari melalui pendekatan historis, sedangkan bahasa dikaji
secara sinkronis artinya bahasa diteliti dalam penggunaannya pada waktu tertentu,
misalnya adanya perbedaan penggunaan bahasa pada tahun 1900an dengan penggunaan
bahasa pada masa sekarang. Sebagai tanda, bahasa terdiri atas penanda ‘yang menandai’
dan petanda ‘yang ditandai’. Tanda merupakan wujud psikis yang menyatukan penanda
yang merupakan citra akustis (bentuk) dan petanda yang merupakan konsep (makna),
misalnya penandanya berupa meja lalu petandanya yaitu benda yang umumnya berbentuk
persegi, memiliki kaki sebanyak empat buah dan umumnya digunakan untuk menaruh
barang-barang. Hubungan sintagmatis berkenaan dengan sifat linear bahasa seperti fona,
fonem, silabel, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana, sementara
hubungan paradigmatis merupakan hubungan asosiatif antara satuan kebahasaan tertentu
dengan satuan kebahasaan yang lain. Hubungan paradigmatis antarsatuan kebahasaan
akan membentuk sebuah sistem bahasa.
2. Para peneliti perlu memahami adanya perubahan paradigma dalam kajian bahasa supaya
dapat menambah serta memperluas objek kajian, teori yang digunakan, dan metode
pengkajian bahasa yang dapat dilakukan. Hal ini juga dilakukan agar ilmu pengetahuan
bahasa kita selalu baru (terupdate) dan tidak ketinggalan zaman.
3. Pada jawaban ini, saya memilih teori linguistik prinsip tindak tutur sebagai teori analisis
dari video stand up comedy Abdur: Anggota DPR Sudah Gila dari Awal. Namun, saya
tidak hanya menggunakan teori yang dikemukakan dari salah satu tokoh, tetapi
mengambil dari beberapa yang masih sama-sama membahas mengenai prinsip tindak
tutur. Pertama, saya akan menganalisis video tersebut menggunakan Prinsip Tindak Tutur
Performatif yang dikemukakan oleh J.L. Austin dan John R. Searle. Menurut mereka,
pada dasarnya perbuatan tindak tutur itu menganjurkan agar penutur mempertimbangkan
apa yang ia katakan (tindak lokusi), apa maksud yang hendak diungkapkan (tindak
ilokusi), serta pengaruh tuturan tersebut bagi orang lain (tindak perlokusi). Hasil analisis
saya dari video Abdur tersebut, tindak lokusi yang ditunjukkan yaitu mengatakan sebuah
tuturan yang bersifat humor atau menghibur dengan mengangkat materi mengenai
anggota DPR. Tindak ilokusi yang ditunjukkan yaitu mengungkapkan sebuah keresahan
masyarakat Indonesia terhadap pemerintah khususnya DPR. Lalu untuk tindak
perlokusinya adalah mempengaruhi para pendengar yang hadir di studio maupun di
rumah supaya tidak golput dalam pemilu agar Indonesia dapat dipimpin oleh seseorang
yang lebih layak dan dapat mewujudkan negara yang demokrasi. Kedua, saya
menganalisis video stand up tersebut menggunakan Prinsip Kerja Sama yang
dikemukakan oleh H.P. Grice. Grice menyebutkan bahwa terdapat empat maksim, yaitu
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim cara, dan maksim relevansi. Namun, pada
prinsip kedua ini saya hanya menggunakan tiga maksim saja yaitu maksim kualitas,
maksim relevansi, dan maksim cara. Maksim kualitas yang ditunjukkan dalam video
tersebut ditunjukkan pada tuturan Abdur yang berbunyi “teman-teman sudah 16 tahun
kita tertatih dalam reformasi, ditipu oleh para politisi yang katanya berikan bukti bukan
janji, tapi begitu ada tangis di pelosok negeri mereka sibuk mencari koalisi bukan
solusi.” Hal tersebut benar adanya dengan dibuktikan dari salah satu berita yang sempat
ramai dibicarakan akhir-akhir ini terkait akses jalan yang sangat tidak layak di daerah
Kota Lampung. Melalui media sosial terlihat banyak warga lokal yang mengeluhkan hal
tersebut kepada pemerintah daerah tetapi tidak mendapat tanggapan baik, bahkan saat
presiden melakukan terjun lapangan pun ia mengatakan bahwa jalanannya sangat bagus
hingga ia dapat tertidur. Maksim kedua yaitu maksim relevansi, meskipun jika dilihat dan
didengarkan dengan sekilas tampak seperti tidak ada hubungan antarkalimatnya karena
seperti terpecah-pecah, tapi sebenarnya ada, yaitu masih sama-sama menyinggung
mengenai DPR dibuktikan dengan tuturannya yang berbunyi “teman-teman ada 6608
orang yang berebut kursi di DPR RI 560 kursi ini berarti satu orang cuman punya
peluang menang 8%”, perbandingan peluang kemenangan menduduki kursi DPR “…
orang gila mana yang mau menghabiskan uang banyak untuk investasi yang peluang dia
kalah adalah 92% ...” dengan memenangkan perlombaan kuda “92% kalau dalam
balapan kuda, itu berarti kita bertaruh pada kuda yang giting…” dan kemenangan dalam
permainan catur “peluang 8% menang, kalau dalam permainan catur itu artinya kita
cuman pakai bidak dua kuda itupun satu kuda liar”, golput dan pemilu “makanya teman-
teman jangan ada yang golput karena kita semua yang ada di sini dan yang ada di
rumah adalah harapan Indonesia agar orang-orang yang sudah gila sejak awal tidak
terpilih di pemilu tahun ini”. Maksim ketiga yaitu maksim cara, sama seperti halnya pada
maksim kedua, jika hanya didengarkan dengan sekilas kita akan menilai bahwa stand up
yang dituturkan oleh Abdur tiak memenuhi maksim cara karena tuturan yang ia
sampaikan tidak jelas dan seperti diputar-putar. Namun menurut saya, stand up yang
dibawakan oleh Abdur memenuhi maksim cara karena ia menyampaikan dan
menjelaskan materi-materi yang ingin ia sampaikan secara berurutan mulai dari
perkenalan, pembukaan, pembahasannya pun juga tidak melompat-lompat lalu ditutup
dengan perumpamaan yang masih tetap menghibur.

Anda mungkin juga menyukai