Anda di halaman 1dari 7

SEGITIGA MAKNA

SYMBOL, REFERENCE, DAN REFERENT


Muhammad Zahid Adana Abada1 , I Gusti Agung Made Agung Dwipayana2,
1,2
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstrak
Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan penjelasan serta contoh tentang
teori semantik de Sausure, unsur makna, dan relasi makna. Semantik adalah ilmu
yang mempelajari arti di dalam bahasa. Semantik berkaitan dengan hubungan
makna seperti dalam sinonimi, antonimi, dan hiponimi. Semantik merupakan ilmu
pengetahuan yang direkam dalam pustaka bahasa dan dalam pola-pola
pembentukannya untuk arti yang lebih rumit dan juga lebih luas sampai ke taraf
arti dalam kata. Konsep teori de Saussure ini dikembangkan lagi oleh Richard dan
Ogdent. Dalam sebuah bagan makna berupa segi tiga yang menghubungkan tiga
komponen makna, yaitu symbol, reference, dan referent
Kata kunci: teori de sausure, unsur makna, semantik dan relasi makna.

Abstract
The purpose of this writing is to provide an explanation and examples of de
Sausure's semantic theory, elements of meaning, and meaning relations,.
Semantics is the science that studies meaning in language. Semantics is concerned
with meaning relationships such as synonymy, antonymy and hyponymy.
Semantics is the science recorded in language libraries and in the formation
patterns for more complicated and broader meanings up to the level of meaning in
words. The concept of de Saussure's theory was further developed by Richard and
Ogdent. In a meaning chart, it is in the form of a triangle that connects three
components of meaning, namely symbol, reference and referent.
Keyword: de Sausure theory, elements of meaning, semantics, and meaning
relations

1
Pendahuluan
Bahasa sebagai alat komunikasi dan alat interaksi sosial memiliki peranan
yang sangat besar. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa
adanya kehadiran bahasa. Bahasa itu sendiri tidak akan pernah terlepas dari
maknanya pada setiap perkataan yang diucapkan. Dalam studi linguistik, salah
satu konsep fundamental yang telah mengubah cara kita memahami bahasa adalah
konsep segitiga makna, yang pertama kali diperkenalkan oleh ahli bahasa Swiss
terkemuka, Ferdinand de Saussure. Konsep ini membawa pemahaman yang
mendalam tentang hubungan kompleks antara tanda linguistik, makna yang
terkandung di dalamnya, dan realitas yang direferensikannya. Sebagaimana
diungkapkan oleh de Saussure, segitiga makna ini merupakan kerangka analisis
yang membedah struktur bahasa, menyoroti bagaimana tanda-tanda linguistik
merepresentasikan konsep-konsep dalam pikiran manusia dan merujuk pada
realitas di luar sistem bahasa itu sendiri. Konsep ini telah menjadi landasan bagi
banyak teori linguistik modern dan terus memberikan kontribusi penting dalam
pemahaman kita tentang fenomena bahasa.
Dalam berinteraksi dengan pihak lain dalam sebuah komunitas, bahasa
digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan ‘maksud dan tujuan tertentu’.
Dalam hal ini susunan bahasa yang dipilih bisa menghaluskan dan memperindah
maksud dan tujuan asal atau sebaliknya bahasa bisa mempertajam atau
memperburuk keadaan. Dalam berkomunikasi, seseorang perlu untuk mempelajari
‘tata cara’ dan ‘seni’ berbahasa agar maksud dan tujuan yang ingin disampaikan
melalui sebuah tuturan sampai kepada audience secara tepat, tidak menimbulkan
salah tafsir, dan tidak meninggalkan aspek seni dan nilai emotif yang harusnya
diperhatikan dalam rangka menjaga komunikasi yang baik dengan audience.
Bahasa yang sudah dibumbui aspek-aspek lain inilah yang disebut bahasa yang
mengandung makna assosiatif, yaitu makna yang muncul sebagai akibat dari
dikaitkannya, dihubungkannya dan diasosiasikannya bahasa dengan aspek lain
seperti kiasan, gaya bahasa, nilai emotif, dan lain-lain. Makna assosiatif ini
berbeda dengan makna konseptualyang murni berangkat dari konsep awal dari
sebuah tuturan. Memaknai bahasa secara konseptual berarti mamaknai bahasa apa
adanya sesuai dengan kaidah bahasa dan diksi tertentu yang dipilih.
Konteks dan referensi merupakan salah satu sub bahasan. Konteks
berkaitan dengan situasi tempat terjadinya sesuatu dan kejadian tersebut dapat
membantu Anda memahaminya. Di dalam teks, konteks berarti kata-kata sebelum
dan sesudah suatu kata, frasa atau kalimat yang dapat membantu Anda memahami
artinya. Referensi adalah aktifitas yang Anda lakukan untuk menyampaikan atau
memperoleh suatu informasi, melalui ucapan lisan maupun tertulis, penglihatan
berupa gambar atau simbol.

2
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Peneliti memilih metode ini
agar memudahkan dalam memahami peristiwa yang diangkat, peneliti merasa
menggunakan metode ini akan meminimalisir kendala serta masalah yang akan
dihadapi, sehingga nantinya peneliti akan mudah untuk menentukan variable dan
membantu menghasilkan teori. Menurut Sugiono (2018) , Dedi Mulyana (2018)
dalam Purohman (2018) juga mengemukakan bahwa metode penelitian kualitatif
dalam arti penelitian ini tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis,
prinsip angka, atau metode statistik. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi
pustaka dan literasi. Sumber data dalam penelitian ini adalah jurnal, buku, artikel,
dan sumber lain yang relevan. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka.
Analisis data dilakukan dengan melakukan interpretasi kritis secara kualitatif.
Hasil dan Pembahasan
Pembahasan ini memaparkan mengenai Konsep teori segitiga makna yang
dikemukakan oleh de Saussure dan dikembangkan oleh Richard dan Ogdent
Dalam sebuah bagan makna berupa segi tiga yang menghubungkan tiga
komponen makna, yaitu bentuk (Symbol), reference, dan referent.

Konsep Segitiga Makna


Konsep teori de Saussure ini dikembangkan lagi oleh Richard dan Ogdent (dalam
Chaer, 1994: 287) Dalam sebuah bagan makna berupa segi tiga yang
menghubungkan tiga komponen makna, yaitu bentuk bentuk (Symbol), reference,
dan referent. Bagannya adalah sebagai berikut:

Reference

Symbol Referent
Symbol, Reference, dan Referent Bagan segitiga makna Hubungan
ketiganya dapat dijelaskan sebagai berikut. Symbol dan referent dihubungkan
dengan garis putus-putus, sedangkan Symbol dan konsep, serta konsep dan
referent dihubungankan dengan garis biasa. Ini disebabkan, karena hubungan

3
antara bentuk dan referent bersifat tidak langsung, sebab symbol adalah masalah
dalam bahasa sementara referent merupakan masalah di luar bahasa yang
hubungannya biasanya bersifat arbitrer. Sementara hubungan bentuk dan konsep
serta hubungan konsep dan referent bersifat langsung, bentuk dan konsep sama-
sama berada di dalam bahasa, begitu juga hubungan konsep dan referent karena
referent adalah acuan dari konsep tersebut. Teori ini merupakan pendekatan
saintifik dalam penguraian makna yang digunakan secara meluas oleh pengkaji-
pengkaji linguistik tradisional. Mereka setuju bahwa setiap perkataan yang
disebut, didengar dan dibaca akan ditafsirkan secara automatik oleh pikiran
masing-masing.

 Symbol adalah bentuk kata.


 Reference adalah apa yang ada di otak/ benak kita yang dapat
menghasilkan makna bisa berupa makna denotasi dan konotasi yang
berbeda yang dimiliki masing - masing orang mengenai objek yang
ditunjukan oleh bentuk kata.
 Referent adalah objek atau rujukan di luar bahasa yang berhubungan
dengan pengalaman manusia.
 Contoh : Mobil
 Symbol: M - O - B - I – L
 Reference : bentuk mobil yang tergambar dipikiran kita yaitu alat
berkendara/ transportasi darat beroda 4 memiliki pintu 4. Konsep ini yang
kemudian mengacu kepada acuan diluar bahasa yaitu
 Referent : Mobil nya ( bendanya ) sebagai acuan dari konsep tadi. acuan
ini dapat berbeda - beda antara Indonesia atau negara lain. karena mobil
bermacam - macam bentuk dan setiap negara atau orang memiliki mobil
yang berbeda bentuknya. Acuannya sesuai kesepakatan dan pengalaman
masyarakat yang berbeda sehingga bersifat arbitrer
Teori ini juga dapat disebut imeg makna. Sebagai imeg makna yang
tergambar dalam mitra penutur atau pendengar, apabila sesuatu benda atau perkara
disebut. Dalam arti, makna kata diuraikan berdasarkan gambaran yang ada dalam
pikiran seseorang. Sesuatu perkataan yang dibaca, didengar dan disebut tergambar
dalam pikiran dan diinterpretasi sehingga memberi makna yang abstrak. Imeg
yang dimaksudkan ini bagaimanapun tidak bersifat visual karena tidak tepat
menggambarkan hal sebenarnya yang dimaksudkan secara tepat. Hal ini
bergantung pada keluasan, pengalaman dan ilmu yang dimiliki oleh individu itu
sendiri. Jadi, kekurangan teori ini adalah imeg yang tergambar dalam pikiran
seseorang itu bisa betul atau bisa salah. Individu itu mungkin mempunyai
beberapa imeg bagi satu ungkapan atau pun dalam situasi yang lain mungkin
wujud dari beberapa ungkapan yang berkongsi imeg yang sama. Pada hakikatnya,
satu nama boleh mempunyai lebih daripada satu pengertian dan juga sebaliknya.

4
Unsur makna dalam semantik
merupakan unsur yang paling mudah berubah dibandingkan dengan unsur
bahasa yang lain seperti morfem, kata, frasa dan lain-lain. Manusia menggunakan
bahasa untuk berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Bahasa sebagai
alat komunikasi memiliki dua komponen penting yaitu bentuk dan makna.
Hubungan antar bentuk dan makna yang dimiliki bahasa bersifat arbitrer. Arbitrer
berarti tidak ada hubungan yang wajib antara bentuk atau lambang bahasa dengan
makna atau referent benda yang ditunjukkan. Bentuk bahasa dapat berupa
morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, atau paragraf.
lambang-lambang atau bentuk-bentuk bahasa memiliki konsep dalam
pikiran manusia. Konsep yang terdapat dalam pikiran manusia tersebut disebut
makna. Makna merupakan konsep abstrak pengalaman manusia, tetapi bukan
pengalaman pribadi manusia. Makna tidak dibentuk dengan pengalaman pribadi
karena konsep abstrak pengalaman pribadi manusia berbedabeda satu dengan
yang lainnya. Jika, makna ditemukan berdasarkan konsep abstrak pengalaman
pribadi, makna yang dimiliki setiap orang untuk satu bentuk bahasa pasti berbeda.
Semantik merupakan unsur yang mudah berubah dibandingkan unsur bahasa yang
lain, karena tiap orang dalam menginterpretasi sesuatu berbeda-beda terhadap
rujukan yang sebenarnya. Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari
kata kata yang kita gunakan berumur 200 atau 300 tahun. Tapi makna dari kata-
kata tersebut mengalami perubahan yang dinamis, terutama pada dimensi
emosional dari makna.

Hubungan Antar Makna


Pada setiap bahasa seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau
relasi semantik antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau
satuan bahasa yang lain. Pada dasarnya prinsip relasi makna terdiri dari empat
jenis, yaitu: (Tarigan 2009). 1. Prinsip kontiguitas, yaitu prinsip yang menjelaskan
bahwa beberapa kata dapat memiliki makna sama atau mirip. Prinsip ini dapat
menimbulkan adanya relasi makna yang disebut sinonimi. 2. Prinsip
komplementasi, yaitu prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu
berlawanan dengan makna kata yang lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya
relasi makna yang disebut antonimi. 3. Prinsip overlaping, yaitu prinsip yang
menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang berbeda atau kata-kata yang
sama bunyinya tetapi mengandung makna berbeda. Prinsip ini dapat menimbulkan
adanya relasi makna yang disebut homonimi dan polisemi. 4. Prinsip inklusi, yaitu

5
prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa makna kata
lain. Prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut hiponimi.
Adapun hubungan atau relasi kemaknaan ini menyangkut hal kesamaan makna
(sinonimi), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan
ambiguitas). Ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi),
kelebihan makna (redundansi) dan lain sebagainya. (Chaer 2013).

KESIMPULAN

Pembahasan konsep segitiga makna menurut Ferdinand de Saussure


menggambarkan kompleksitas hubungan antara tanda linguistik, makna, dan
realitas yang direpresentasikannya dalam bahasa. Dalam segitiga makna, bentuk
(signifier), konsep (signified), dan referen (referent) saling terkait secara arbitrer,
di mana tidak ada hubungan alamiah antara bentuk dengan konsep atau referen
yang direpresentasikannya. Dengan memahami konsep ini, kita menyadari bahwa
bahasa adalah sebuah sistem simbolik yang tergantung pada konvensi atau
kesepakatan dalam komunitas berbahasa. Bahasa tidak secara inheren
merefleksikan realitas, tetapi mengkonstruksinya melalui hubungan arbitrernya
dengan tanda-tanda linguistik. Ini menyoroti pentingnya konteks sosial, budaya,
dan historis dalam memahami bahasa. Selain itu, konsep segitiga makna
memberikan landasan bagi studi linguistik modern dan membantu kita memahami
peran bahasa dalam proses pemikiran, komunikasi, dan pembentukan identitas
manusia. Dengan mempertimbangkan hubungan yang kompleks antara bentuk,
konsep, dan referen, kita dapat menghargai kekayaan dan fleksibilitas bahasa
sebagai alat komunikasi yang sangat kompleks dan dinamis. Oleh karena itu,
pemahaman konsep segitiga makna memberikan wawasan yang dalam tentang
sifat bahasa sebagai sistem simbolik yang membentuk inti dari pengalaman
manusia.

6
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Fromkin, Victoria et.al. 2003. An Introduction to Language: Seventh Edition. United
States: Thomson Wadsworth.
Farhany Sultiani. 2020. TRIANGLE OF MEANING THEORY. Jakarta:
Academia.edu

Anda mungkin juga menyukai