Anda di halaman 1dari 40

PROGRAM S1-FARMASI

Petunjuk Praktikum
Fitokimia

Penyusun:

Apt. Fitri Zakiah, M.Farm

Apt. Cecep Sabarudin, S.Farm

Apt. Purwaningsih, S.Farm

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS YPIB
2023
KATA PENGANTAR

Praktikum fitokimia merupakan bagian dari kuliah fitokimia yang diberikan kepada mahasiswa agar
mahasiswa mengetahui cara-cara analisis komponen kimia dalam tumbuhan, khususnya tumbuhan obat.
Melalui praktikum yang terarah diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan merangsang inovasi baru dari
mahasiswa dalam teknis praktis.

Modul praktikum fitokimia ini diharapkan dapat memberi gambaran mengenai tahapan analisis
fitokimia yang biasa dilakukan oleh para peneliti bahan alam, dimulai dengan tahapan evaluasi fitokimia
simplisia tumbuhan obat, pengenalan metabolit sekunder dalam tanaman obat melalui penapisan fitokimia
(skrining fitokimia), metode ekstraksi untuk memisahkan sebagian besar komponen kimia, kromatografi
lapis tipis ekstrak, isolasi kurkuminoid. Selain itu, juga dipelajari mengenai penetapan kadar minyak atsiri
dengan metode destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi.Teknik yang diberikan dalam modul ini merupakan teknik
dasar namun dapat diterapkan di laboratorium.

Harapan saya semoga dengan adanya Modul Praktikum Fitokimia ini dapat dimanfaatkan sebaik-
baiknya untuk proses pembelajaran di Sekolah Tinggi Farmasi YPIB Cirebon, khususnya dalam mata kuliah
Praktikum Fitokimia.

CIirebon, Februari 2022

Penyusun
TATA TERTIB

1. Berlaku sopan, santun dan menjunjung etika akademik dalam laboratorium


2. Menjunjung tinggi dan menghargai staf laboratorium dan sesama pengguna laboratorium
3. Menjaga kebersihan dan kenyamanan ruang laboratorium
4. Dilarang menyentuh, menggeser dan menggunakan peralatan di laboratorium yang tidak sesuai
dengan acara praktikum matakuliah yang diambil.
5. Peserta praktikum tidak diperbolehkan merokok, makan dan minum, membuat kericuhan selama
kegiatan praktikum dan di dalam ruang laboratorium
6. Selama kegiatan praktikum, TIDAK BOLEH menggunakan handphone untuk pembicaraan
dan/atau SMS
7. Jas laboratorium hanya boleh digunakan di dalam laboratorium, asisten harus mengenakan jas
laboratorium asisten.
8. Mahasiswa hadir tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
9. Peserta praktikum berikut : mengenakan pakaian/kaos oblong , memakai sandal, tidak memakai
jas/pakaian laboratorium; tidak boleh memasuki laboratorium dan/atau TIDAK BOLEH
MENGIKUTI PRAKTIKUM
10. Membersihkan peralatan yang digunakan dalam praktikum maupun penelitian dan
mengembalikannya kepada petugas laboratorium
11. Membaca, memahami dan mengikuti prosedur operasional untuk setiap peralatan dan kegiatan
selama praktikum dan di ruang laboratorium
12. Laporan praktikum diserahkan sebelum praktikum selanjutnya berlangsung, sebagai syarat
untuk praktikum.
13. Asisten harus menyerahkan laporan yang telah diperiksa, sebelum praktikum selanjutnya
berlangsung
14. Mahasiswa yang tidak lulus pre test, diberi kesempatan mengulang sekali, jika tidak lulus lagi
tidak boleh mengikuti praktikum.
15. Mahasiswa yang mengalami kejadian luar biasa (kedukaan, sakit dibuktikan dengan surat dokter)
harap melapor 1 x 24 jam ke dosen penanggung jawab.

SANKSI
1. Mahasiswa yang tidak mematuhi tata tertib poin 1-6 diberi teguran lisan, tulisan dan
selanjutnya tidak diperbolehkan mengikuti praktikum.
2. Peserta praktikum yang tidak mematuhi tata tertib TIDAK BOLEH masuk dan mengikuti
kegiatan praktikum di ruang laboratorium
3. Peserta praktikum yang datang terlambat (tidak sesuai kesepakatan), tidak memakai jas lab,
tidak memakai sepatu, tidak memakai baju berkerah/kaos berkerah, dan/atau tidak membawa
petunjuk praktikum, tetap diperbolehkan masuk laboratorium tetapi TIDAK BOLEH
MENGIKUTI KEGIATAN PRAKTIKUM.
4. Peserta praktikum yang telah dua (2) kali tidak mengikuti acara praktikum dinyatakan GUGUR
dan harus mengulang pada semester berikutnya, kecuali ada keterangan dari ketua
jurusan/kepala laboratorium atau surat dari dokter.
5. Peserta praktikum yang mengumpulkan laporan praktikum terlambat satu (1) hari, tetap
diberikan nilai sebesar 75%, sedangkan keterlambatan lebih dari satu hari, diberikan nilai 0%.
6. Peserta praktikum yang telah menghilangkan, merusak atau memecahkan peralatan praktikum
harus mengganti sesuai dengan spesifikasi alat yang dimaksud, dengan kesepakatan antara
laboran, pembimbing praktikum dan kepala laboratorium. Prosentase pengantian alat yang
hilang, rusak atau pecah disesuaikan dengan jenis alat atau tingkat kerusakan dari alat.
7. Apabila peserta praktikum sampai dengan jangka waktu yang ditentukan tidak bisa mengganti
alat tersebut, maka peserta praktikum TIDAK BOLEH mengikuti ujian akhir semester (UAS);
dan apabila peserta praktikum tidak sanggup mengganti alat yang hilang, rusak atau pecah
dikarenakan harga alat mahal atau alat tidak ada dipasaran, maka nilai penggantian ditetapkan
atas kesepakatan antara ketua jurusan, pembimbing praktikum dan peserta praktikum (atau
peminjam).
PEDOMAN UMUM, TUGAS, DAN KEWAJIBAN PRAKTIKAN

Beberapa hal yang perlu Anda ingat dan pahami antara lain:
 Melibatkan banyak teknik-teknik laboratorium yang khas, misalnya ekstraksi, destilasi, koagulasi dan
sebagainya, serta keterampilan yang memadai untuk menjalankannya.
 Mengerti dan memahami resiko bekerja di lingkungan yang terdapat banyak zat-zat yang beracun,
mudah terbakar atau tidak stabil.
 Mutlak diperlukan kebersihan, keterampilan, ketenangan, penguasaan teori, dan yang paling penting
Anda bekerja tanpa ragu-ragu dan selalu menggunakan logika.

1. HAL-HAL PENTING UNTUK DIINGAT


 Di laboratorium dilarang untuk makan, minum, merokok, menerima tamu serta mengobrol
 Laboratorium hanya untuk mengerjakan percobaan sesuai dengan prosedur yang diterangkan oleh
asisten praktikum
 Secepatnya menyelesaikan penggantian alat, bila terlambat nilainya tidak muncul

2. KESELAMATAN KERJA DI LABORATORIUM


a. Kesadaran - Komunikasi
 KENALI lokasi-lokasi dan cara pengoperasian fasilitas keselamatan kerja dan keadaan darurat,
seperti pemadam kebakaran, kotak P3K, alarm kebakaran, pintu darurat.
 WASPADA Terhadap berbagai kondisi yang tidak aman.
 SEGERA LAPORKAN kondisi-kondisi tak aman kepada Asisten Praktikum.

b. Peralatan Keselamatan Kerja Pribadi – Pakaian Yang Sesuai


 Pakailah pakaian kerja yang sesuai dengan pekerjaan di laboratorium. Gunakan selalu jas lab.
Gunakan sepatu tertutup yang layak untuk keamanan bekerja di laboratorium. Gunakan selalu
kaca mata pelindung dan sarung tangan ketika bekerja dengan zat yang berbahaya dan iritan.
 JANGAN PERNAH MENGGUNAKAN KONTAK LENSA ketika bekerja di Laboratorium
Fitokimia. Gunakanlah selalu kacamata pelindung yang sesuai.
 Rambut yang panjang harus selalu diikat dan dimasukkan ke dalam jas lab untuk menghindari
kontak dengan zat-zat berbahaya, mesin yang bergerak dan nyala api.
 Selalu cuci tangan dan lengan Anda sebelum meninggalkan laboratorium.

c. Bahan Kimia
 JANGAN MAKAN DAN MINUM DI LABORATORIUM!
 Selalu nyalakan lemari asam ketika bekerja di laboratorium. Kerjakan reaksi- reaksi yang
melibatkan senyawa yang mudah menguap dan mudah terbakar di dalam lemari asam!
 Jika Anda menyimpan zat-zat yang mudah menguap di meja Anda, tutuplah selalu wadah yang
digunakan untuk menyimpan zat tersebut!
 Jika Anda menumpahkan zat kimia di meja Anda, segera bersihkan dengan lap kering atau
tissue. Buanglah tissue atau lap kotor di tempat sampah yang disediakan di dalam lemari asam.
Jangan buang sampah di dalam wasbak!!
 Jika Anda terkena zat kimia, segeralah cuci dengan sabun dan bilaslah dengan air yang banyak.
KECUALI APABILA ANDA TERKENA ASAM SULFAT PEKAT (H2SO4 PEKAT),
HINDARI MEMBILAS DENGAN AIR! Jika terkena H2SO4 pekat, laplah bagian tubuh
Anda yang terkena asam sulfat pekat dengan tissue kering atau lap kering. Kemudian cucilah
bagian tubuh Anda dengan air sabun dan air yang banyak.

Zat-zat kimia berikut sangat iritan, kecuali jika dalam konsentrasi encer: asam sulfat, asam
nitrat, asam hidroklorida (HCl), asam asetat dan larutan kalium hidroksida dan natrium
hidroksida. Berhati-hatilah! Dimetilsulfoksida (DMSO) walaupun tidak iritan, tapi cepat sekali
terserap oleh kulit. Berhatihatilah!
d. KECELAKAAN
 Jika Anda terluka atau mengalami kecelakaan di laboratorium, beritahu segera dosen
penanggungjawab praktikum. Segera hubungi pihak medis jika lukanya cukup serius.
 Baca dan pahami prosedur percobaan sebelum Anda bekerja di lab. Jka Anda tidak
mengerti, bertanyalah pada asisten atau dosen pemimpin praktikum. Bekerja tanpa memahami
akan mengakibatkan kecelakaan fatal!

3. PERLENGKAPAN PRAKTIKAN
a. Perlengkapan di bawah ini harus disediakan dan dibawa setiap kali melakukan praktikum:
 Panduan pratikum
 Jurnal dan tugas pendahuluan
 Jas lab, dilengkapi dengan identitas.
 Berpakaian rapi dan sopan, bersepatu (tidak boleh pakai sandal), dan disarankan memakai
kacamata (bisa dipinjam di petugas lab) untuk keselamatan mata Anda.

4. PANDUAN PENYUSUNAN LAPORAN

1. Jurnal dikerjakan dengan tulisan tangan menggunakan bolpoin tinta hitam pada kertas HVS
ukuran F4.
2. Laporan dikerjakan dengan tulisan tangan balpoint hitam pada kertas ukuran F4

Halaman Awal
Laporan
Praktikum Fitokimia
Percobaan .. *)
…………..(Judul Percobaan)……………
LOGO

Hari :
tgl
Nama :
NIM :
Kelompok :
Kelas :

SEKOLAH TINGGI FARMASI


YAYASAN PENDIDIKAN IMAM BONJOL
CIREBON
2022
Isi Jurnal:
a. Tujuan praktikum
b. Pendahuluan
c. Diagram alir/skema kerja
d. Tugas Pendahuluan (terlampir dalam panduan praktikum)

Halaman Awal (sama seperti format jurnal) Isi Laporan:


a. Tujuan
b. Pendahuluan
c. Alat dan bahan
d. Diagram alir/skema kerja
e. Hasil pengamatan
f. Pembahasan yang berisi hasil diskusi dan responsi
g. Kesimpulan
h. Daftar pustaka, yang berisi referensi primer dan sekunder (jurnal dan Publikasi ilmiah
lebih diutamakan)
PENDAHLUAN

Fitokimia ialah suatu ilmu yang terletak antara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan.
Bidang yang menjadi perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan ditimbun oleh
tumbuhan, meliputi struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan dan metabolismenya, penyebarannya secara
alamiah, serta fungsi biologinya. Untuk melakukan analisis fitokimia diperlukan pengetahuan mengenai metode
pemisahan, pemurnian, dan identifikasi kandungan kimia dalam tumbuhan. Pemanfaatan teknik analisis
fitokimia yang sudah dikenal secara umum dan inovasinya terhadap teknik tersebut diharapkan mampu
menangani masalah - masalah yang timbul dalam analisis fitokimia yang terjadi di kemudian hari.

Buku ini berupa panduan praktikum analisis fitokimia bagi mahasiswa, terdiri dari beberapa topik,
dimulai dengan penapisan fitokimia, ekstraksi, fraksinasi, pemurnian/isolasi, serta isolasi minyak atsiri dengan
destilasi, enfleurasi, dan ekstraksi dari hasil pemerasan. Metode penapisan fitokimia merupakan praktikum
paling mendasar yang bertujuan untuk mengetahui golongan metabolit yang terkandung dalam simplisia dan
merupakan panduan untuk melakukan ekstraksi, pemisahan, dan identifikasi isolatnya.

Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu ekstraksi dengan menggunakan pelarut atau
tidak menggunakan pelarut organik; dengan penambahan suhu (cara panas) atau pada suhu kamar (cara dingin);
atau dengan beberapa metode ekstraksi lainnya. Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat kimia dari
kandungan tumbuhan tersebut. Ekstrak yang diperoleh dari proses ekstraksi mengandung berbagai macam
metabolit primer dan sekunder. Untuk pemisahan metabolit dalam ekstrak tersebut, dapat digunakan beberapa
cara metode fraksinasi seperti ekstraksi cair-cair (ECC) dan kromatografi dipercepat. Metode pemurnian fraksi
dimaksudkan untuk memperoleh suatu isolat/komponen yang terdapat dalam fraksi. Pemurnian dapat
dilakukan55 dengan satu atau gabungan beberapa teknik kromatografi, seperti kromatografi datar dan metode
kromatografi kolom. Topik lain membahas metode penetapan kadar minyak atsiri menggunakan metode destilasi
dengan alat destilasi .

Metode penetapan kadar minyak atsiri menggunakan alat destilasi ini merupakan metode yang paling
sederhana tetapi mempunyai ketepatan dan ketelitian yang dapat diandalkan, sehingga metode ini dapat
dikatakan menjadi metode baku bagi penetapan kadar minyak atsiri dalam suatu simplisia. Selain itu, dilakukan
isolasi minyak atsiri menggunakan destilasi air, serta destlasi uap dan air untuk jumlah simplisia yang lebih
banyak dari bagian tanaman. Selain itu, isolasi minyak atsiri pun dapat dilakukan metode enfleurasi untuk
simplisia dari bagian bunga tanaman, serta metode ekstraksi hasil pemerasan dari bagian kulit buah tanaman.
PRAKTIKUM 1
PENULUSURAN PUSTAKA

Pustaka harus diketik dengan komputer dan dicetak dengan kualitas sedemikian rupa sehingga mudah dibaca
pada kertas ukuran F4. Adapun materi yang diberikan dalam tugas pustaka dengan format penulisan adalah
sebagai berikut:
I. Pendahuluan :
 Tinjauan botani (Nama tanaman, klasifikasi, tempat tumbuh, dll)
 Tinjauan kimia (kandungan kimia yang telah diketahui)
 Khasiat dan penggunaanya
 Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan produksi dan perdagangan simplisia, ekstrak
tanaman dan sediaan fitofarmaka.
 Peraturan zat tambahan pada obat tradisional dan analisis kualitatif zat yang ditambahkan pada obat
tradisional (misal; analgetik, antiseptik, obat penenang, antiradang, dll)

II. Metodologi
 Pembuatan simplisia (pengumpulan, pengeringan, penyimpanan, dll)
 Spesifikasi dan standarisasi simplisia (Parameter dan penetapan parameter mutu simplisia, ekstrak dan
minyak atsiri menurut WHO, Farmakope dan Materia Medika Indonesia, Analisis kualitatif kandungan
utama simplisia)
 Pembuatan ekstrak (cara-cara ekstraksi yang dapat dipakai, pemekatan ekstrak, dll)
 Standarisasi ekstrak
 Pembuatan obat tradisional
 Evaluasi obat tradisional

III. Kesimpulan

IV. Daftar Pustaka

prosedur
Setiap peserta praktikum harus mengerjakan kajian tentang tugas praktikum Fitokimia.
DIJADIKAN SATU DALAM SATU KELOMPOK
KEL 1 : RIMPANG
KEL 2 : DAUN
KEL 3 : BUAH
KEL 4 : BUNGA
KEL 5 : BIJI
KEL 6 : KULIT BUAH
KEL 7 : AKAR
KEL 8 : KULIT BATANG
PRAKTIKUM 2
KARAKTERISASI SIMPLISIA

A. UJI KEBENARAN SIMPLISIA


I. Tujuan
 Memahami pentingnya uji kebenaran simplisia
 Dapat melakuakan uji kebenaran simplisia dengan cara biologi. Kimia dan gabungan keduanya
 Dapat menjamin kebenaran simplisia yang dipakai sebagai bahan obat tradisional

II. TEORI
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada akhir tahap proses penyiapan simplisia, yaitu setelah
dilakukan sortasi kering. Farmakope Indonesia, Materia Medika Indonesia (MMI) memuat ketentuan.
Cara dan teknik pemeriksaan yang diperlukan untuk menguji mutu suatu simplisia. Untuk jenis simplisia
yang telah dimuat dalam Farmakope Indonesia dan MMI tentang persyaratan mutunya telah ditentukan
dengan jelas.
Pengujian mutu suatu simplisia meliputi pemeriksaan :
1. Organoleptik yang meliputi pemeriksaan dengan menggunakan alat indera manusia.
2. Kebenaran jenis simplisia yang ditentukan secara deterimnasi botani, makroskopik dan mikroskopik;
serta kimia yaitu mengidentifikasi komponen kimiawi dominan dalam simplisia secara kualitatif dan
kuantitatif.
3. Kadar air dan susut pengeringan dengan menggunakan metode resmi yang berlaku atau metode lain
yang sesuai.
4. Pengotor yang terdiri dari Pengotor bagian tanaman itu sendiri yang tidak dikehendaki ada dalam
simplisia dan Pengotor dari luar tanaman berupa benda anorganik ditentukan melalui penetapan
kadar abu total, kadar abu larut air dan kadar abu tak larut dalm asam.
5. Apabila diperlukan, pemeriksaan cemaran residu pestisida. Ini terutama untuk simplisia asal
tanaman kultur yang menggunakan pestisida untuk tujuan pemeliharaannya.
6. Apabila diperlukan, (karena simplisia telah diketahui aktivitas farmakologinya) perlu pemeriksaan
aktivitas farmakologi dengan metode farmakologi yang sesuai.
Dari beberapa faktor yang disebutkan diatas, faktor utama yang berhubungan dengan khasiat obat
tradisional ini adalah kebenaran simplisia yang dipergunakan. Juka jenis (spesies) tanaman yang
dikehendaki sering tidak tetap dari suatu waktu kewaktu pengumpulan selanjutnya. Apalagi jika sering
terjadi kekeliruan akan jenis tanaman yang dikehendaki akibat dari persamaan bentuk dari dua jenis
tanaman dalam satu marga (Genus) yang dianggap sama oleh seseorang (Pengumpul) yang sering bukan
seorang ahli atau bukan orang yang berpengalaman dalam mengenal jenis tanaman yang dikehendaki
sebagai sumber simplisia yang bersangkutan. Perbedaan jenis suatu tanaman akan berarti perbedaan
kandungan senyawa aktif dan dengan demikian, terdapat perbedaan aktivitas biologi simplisia yang
dihasilkan tanaman itu.
Kebenaran Simplisia harus diuji dengan melakukan determinasi botani dan dibantu dengan
pengamatan organoleptik, makroskopik dan mikroskopik, serta beberapa reaksi mikrokimia tertentu.
Selain itu pengenalan terhadap senyawa identitas akan sangat membantu memastikan kebenaran
simplisia yang akan dipakai.
III. ALAT
mikroskop,objek gelas, plat tetes dan pipet.

IV. BAHAN
1) simplisia yang akan dipakai sebagai bahan aktif maupun bahan tambahan (lengkap meliputi semua
organnya daun, bunga, buah, akar dll),
2) kloral hidrat
3) pereaksi mikrokimia (asam sulfat, asam klorida, asam nitrat, ammonia, Natrium hidroksida, kalium
hidroksida).

V. PROSEDUR KERJA
Masing-masing kelompok membuat simplisia :

1) Bobot bahan baku 300 – 500 g


a. KEL 1 dan 7 : RIMPANG TEMULAWAK
b. KEL 2 dan 8 : DAUN SIRIH
c. KEL 3 dan 9 : BUAH MENGKUDU
d. KEL 4 dan 10 : KAYU MANIS
e. KEL 5 dan 11 : BIJI KOPI
f. KEL 6 dan 12 : DAUN TEH
2) Catat dan dokumentasi pembuatan simplisia
3) Catat susut pengeringan dan kadar air simplisia
4) Lakukan karakterisisasi simplisia
5) Simpan dalam wadah sesuai, beri label, simpan untuk proses selanjutnya

A. Determinasi botani
Mengamati semua organ tanaman meliputi daun, bunga, buah, akar dan batang kemudian dibandingkan
dengan data pustaka.

B. Organoleptik, makroskopik dan mikroskopik


Mengenali simplisia berdasarkan bau, warna, rasa dan bentuk dengan cara organoleptik. Dan mengenali
ciri khusus dari tekstur dan ukurannya secara makroskopik. Melakukan pengamatan bagian-bagian
simplisia secara mikroskopik.

C. Reaksi mikrokimia
Melakukan uji sederhana terhadap serbuk langsung dengan beberapa pereaksi asam dan basa yang
umum ada dilaboratorium antara lain asam sulfat, asam klorida, asam nitrat, ammonia, natrium
hidroksida, dan kalium hidroksida. Perubahan warna yang terjadi diamati dan dicatat.
PRAKTIKUM 3
SKRINING FITOKIMIA SERBUK SIMPLISIA

I. Tujuan
 Memahami cara identifikasi senyawa kimia (metabolit sekunder) dari tumbuhan obat
 Dapat menentukan golongan senyawa kimia apa saja yang ada dalam tumbuhan obat
 Memberikan informasi awal untuk investigasi selanjutnya terhadap tumbuhan.

II. TEORI
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapisan senyawa kimia yang
terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa kimia tumbuhan berdasarkan
golongannya sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa kimia apa yang mempunyai aktivitas
biologis dari suatu tanaman. Informasi yang diperoleh dari pendekatan ini juga dapat digunakan untuk
keperluan sumber bahan yang mempunyai nilai ekonomis lain seperti sumber tanin, minyak untuk
industri, sumber gum, prekursor untuk sintesis senyawa kompleks berguna dan lain-lain. Metode yang
telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin,
saponin, kumarin, quinon, steroid/triterpenoid.

III. PROSEDUR KERJA


A. Identifikasi Lignin
Bahan :Simplisia yang mengandung lignin, aquadest, larutan floroglusin, asam klorida.
Alat : Penangis air, kaca arloji, pelat tetes, corong pisah, lumpang, stamper.
Cara
 Tambahkan serbuk simplisia dengan beberapa teteskan larutan floroglusin dalam asam klorida
 Bila terjadi warna merah menunjukkan adanya golongan senyawa lignin

B. Identifikasi Alkaloid
Bahan :Simplisia yang mengandung alkaloid, asam klorida 2 N, aquadest, pereaksi Bouchardat,
Mayer, Dragendorff, ammonia pekat, eter, kloroform, natrium sulfat anhidrat.
Alat : Penengas air, kaca arloji, pelat tetes, corong pisah, lumpang, stamper
Cara I
 Ditimbang 500 mg serbuk simplisia
 Ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air, Panaskan diatas penangas air, dinginkan dan
saring
 Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji, Diteteskan pereaksi Bouchardat atau Dragendorff
 Bila terjadi endapan berwarna coklat sampai hitam makan serbuk simplisia mengandung
alkaloid
 Jika dengan pereaksi mayer terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning yang
larut dalam metanol maka ada kemungkinan terdapat alkaloid.
 Sisa filtrat dikocok dengan 3 ml ammonia pekat dan 10 ml campuran eter kloroform (3.1)
 Diambil fase organik, tambahkan natrium sulfat, saring
 Diuapkan filtrat di atas penangas air, larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2 N
 Ditambahkan pereaksi alkaloid (Mayer, Dragendorff, Bouchardat asam silika)
 Jika terbentuk endapan sekurang-kurangnya dengan 2 pereaksi tersebut, hal itu menunjukkan
bahwa serbuk simplisia mengandung alkaloid.
Cara II
 Ditimbang 500 mg serbuk simplisia
 Dibasakan dengan 1 m ammonia pekat, genus dengan 5 ml kloroform, saring
 Difiltrat kemudian dikocok dengan 1 ml asam klorida 2 N
 Diambil lapisan anorganik
 Ditambahkan 1 tetes pereaksi mayer, Apabila terjadi endapan putih sampai kuning, menandakan
adanya alkaloid.
C. Identifikasi Kuinon
Bahan : Simplisia yang mengandung kuinon, aquadest, larutan natrium hidroksida 1 N
Alat : Penangas air, kaca arloji, pelat tetes, corong pisah, lumpang, stamper
Cara
 Ditimbang 500 mg serbuk simplisia
 Ditambahkan 50 ml air panas, didihkan selama 5 menit
 Dpindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji
 Diteteskan larutan natrium hidroksida 1 N
 Bila terjadi warna merah menunjukkan adanya golongan senyawa kuinon

D. Identifikasi Tanin
Bahan : Simplisia yang mengandung tanin, aquadest, pereaksi steasny, besi (III) klorida 1%, natrium
asetat
Alat : Penangas air, kaca arloji, pelat tetes, corong pisah, lumpang, stamper
Cara I
 Dtimbang 500 mg serbuk simplisia
 Ditambahkan 50 ml aquadest, didihkan selama 15 menit, lalu dinginkan
 Dipindahkan 5 ml filtrat pada tabung reaksi
 Diteteskan pereaksi besi (III) klorida 1%, bila terjadi warna hitam kehijauan menunjukkan adanya
golongan senyawa tanin.
Cara II
 Ditimbang 500 mg serbuk simplisia
 Ditambahkan 50 ml aquadest, didihkan selama 15 menit, lalu dinginkan
 Dipindahkan 5 ml filtrat padaa tabung reaksi
 Ditambahkan 15 ml pereaksi Steasny, bila terjadi endapan warna merah muda menunjukkan adanya
golongan senyawa tanin katekat.
 Kemudian endapan dipisahkan dan filtrat dijenuhkan dengan natrium asetat, dan ditambahkan
beberapa tetes larutan besi (III) klorida bila terbentuk warna biru tinta menunjukkan adanya tanin
galat.
E. Identifikasi Flavonoid
Bahan :Simplisia yang mengandung flavonoid, metanol, air, etil asetat, etanol, serbuk seng. Asam
klorida, eter, serbuk mg, aseton asam borat, serbuk asam oksalat.
Alat : Alat pendingin balik, kertas saring, tabung reaksi, erlenmayer, pipet tetes, sinar ultra violet
366 nm, spatel, pengangas air.

Cara :
 Ditimbang 500 mg simplisia, sari dengan sari metanol selama 10 menit
 Disaring panas, encerkan dengan 10 ml air, dinginkan
 Ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, kocok hati2 diamkan
 Diambil lapisan metanol, uapka pada suhu 40° dibawah tekanan
 Sisa dilarutkan dengan 5 ml etil asetat, saring. Selanjutnya dilakukan percobaan sbb :
Cara 1 :
- Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan
- Sisa dilarutkan dalam 1-2 ml etanol
- Ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N, diamkan selama 1 menit
- Ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat
- Terbentuk warna merah intensif menunjukkan adanya flavonoid

Cara 2 :
- Diuapkan hingga kering 1 mi larutan percobaan
- Disisa dilarutkan dalam 1 mi etanol .
- Ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat
- Jika terjadi warna merah jingga sampai meran ungu, ini menunjukkan adanya flavonoid
- Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon. kalkon dan auron
Cara 3 :
- Diuapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan. basahkan sisa dengan aseton
- Ditambahkan sedikit serbuk halus asamborat dan asam oksalat
- Dipanaskan hati-hati di atas penangas air dan hindari pemanasan yang berlebihan
- Dicampur sisa yang diperoleh dengan 10 ml eter.
- Diamati dengan sinar ultraviolet 366 nm
- Larutan berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan adanya flavonoid

G. Identifikasi Saponin
Bahan : Simplisia, air, asam/klorida. dapar fosfat natrium sitrat
Alat :Tabung reaksi, labu takar bersumbat kaca, Erienmeyer, pipet ukur
Cara :
 Dimasukkan 0.5 gram serbuk yang diperiksa ke dalam tabung reaksi
 Ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan
 kocok kuat-kuat selama 10 detik (Jika zat yang diperiksa berupa sediaan cair, encerkan 1 ml sediaan
yang diperiksa dengan 10 ml air dan kocok kuat-kuat selama 10 detik)
 Terbentuk buih putih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm.
 Ditambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang menandakz padaqsimplisia uji terdapat
saponin.

H. Identifikasi Steroid/Triterpenoid
Bahan : Simpiisia yang mengandung steroid/triterpenoid, aquadest, pereaksi Liebermann-Bourchard
(asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat)
Alat : Penangas air. kaca arloji. Pelat tetes. corona pisah. lumpang. stamper
Cara
 Ditimbang 500 mg serbuk simplisia
 Ditambahkan 20 ml eter, maserasi selama 2 jam
 Dipindahkan 3 tetes filtrat pada kaca arloji
 Diteteskan pereaksi Liebermann-Bourchard (asan asam sulfat pekat), Bila terjadi warna merah atau
hijau menunjukkar senyawa steroid atau triterpenoid.

LEMBAR KERJA 3 PRAKTIKUM FITOKIMIA

Tabel hasil skiring fitokimia Serbuk simplisia

No Zat aktif Metode uji Hasil (+/-)

1 Alkaloid a.

b.

c....

2 Flavonoid a.

b. dst

dst
PRAKTIKUM 4

METODE PENYARIAN

I. TUJUAN
 Memahami pemilihan metode ekstraksi dikaitkan dengan sifat fisnka-l senyawa aktif yang akan
disari/diekstraksi.
 Dapat melakukan berbagai macam metoda ekstraksi senyawa bahan alam

II. TEORI
Ekstraksi atau penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larur dan bahan yang tidak
dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari. mengandung zat aktif yang dapat larut dan zat
yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kecepatan
penyarian adalah kecepatan difusi zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari
dengan bahan yang mengandung zat tersebut. Zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam alkaloida, glikosida, flavonoid, dan lain-'ain. Struktur kimia yang berbeda-beda
akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan. logam
berat. udara, cahaya, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang terkandung simplisia,
akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian yang tepat.
Simplisia ada yang lunak seperti rimpang, daun, bunga dan ada yang keras seperti biji. kulit kayu,
kulit akar. Simplisia yang lunak mudah ditembus oleh cairan penyari, karena itu, pada penyarian tidak
perlu ditumbuk sampai halus. Sebaliknya pada simplisia yang keras, perlu dihaluskan terlebih dahulu
sebelum dilakukan penyarian. Penyarian disamping memperhatikan sifat fisik simplisia dan sifat zat
aktifnya.. harus juga memperhatikan zat-zat yang sering terdapat dalam simpiisia seperti protein.
karbohidrat, lemak dan gula. Proses penyarian dapat dipisahkan menjadi : Pembuatan serbuk,
Pembasahan, Penyarian dan Pemekatan.
Secara umum, penyarian dapat dibedakan menjadi refluks, infundasi, maserasn, perkolasi. Sohxlet,
dan destilasi. Cairan penyari yang dipakai harus dipertimbangkan banyak faktor antara lain harus
memenuhi kriteria berikut ini :
1. Murah dan mudah diperoleh.
2. Stabil secara fisika dan kimia
3. Bereaksi netral
4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar.
5. Selektif, yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki.
6. Tidak mempengaruhi zat yang berkhasiat.
7. Diperbolehkan oleh peraturan.
Pelarut organik kurang digunakan dalam penyarian, kecuali dalam penyarian. tertentu. Salah satu
contoh eter minyak bumi digunakan untuk menarik lemak dari serbuk simpiisia sebelum dilakukan proses
penyarian. Untuk penyarian ini, Farmakope lndonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah
air, etanol, etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat tradisional masih terbatas pada
penggunaan cairan penyari air, etanol, atau etanol air.
III. Percobaan

A. INFUNDASI
Infus adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada suhu 90° C
selama 15 menit. Sedangkan dekok hampir sama dengan infus hanya waktunya 30 menit.
Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman
dan kapang. Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan pada suhu
kamar lebih dari 24 jam.
 Basahi bahan bakunya, biasanya dengan air 2 kali bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan
dan untuk karogen 10 kali bobot bahan.
 bahan baku ditambah dengan air dan dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90-98 C. Umumnya
untuk 100 bagian sari diperlukan 10 bagian bahan. Pada simplisia tertentu tidak diambil 10
bagian. Hal ini disebabkan karena : (a) Kandungan simplisla kelarutannya terbatas, misalnya
kulit kina digunakan 6 bagian . (b) Disesuaikan dengan cara penggunaannya dalam pengobatan.
misalnya daun kumis kucing, sekali minum infus 100 cc, karena bagian itu diambil 1/z bagian.
(c) Berlendir, misalnya karaqenan pada suhu kamar digunakan 1/2 bagian. (d) Daya kerjanya
keras, misalnya digitalis digunakan 1 1/2 bagian.
 Untuk memindahkan penyarian kadang-kadang perlu ditambah bahan k:mia misainya asam
sitrat untuk infus kina. kalium atau natrium karbonat untuk infus kelembak.
 Penyaringan dilakukan saat cairan masih panas, kecuali bahan yang mengandung bahan yang
mudah menguap.

B. MASERASI

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan


merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena
adanyaperbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan zat aktif di luar sel,
maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
Metode :
Bagian dasar maserator dilapisi dengan kapas sebagai penyaring. Kemudian dimasukkan
sebanyak 30 gram serbuk simplisia ke dalam maserator. Tambahkan pelarut etanol 70% 300
mL dan biarkan selama kira-kira 10 menit agar terjadi proses pembasahan simplisia,
kemudian ditambahkan pelarut etanol sampai seluruh serbuk simplisia terendam.
Didiamkan selama 3x 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak cair yang diperoleh
kemudian. Ekstraksi diulangi sampai ekstrak cair yang diperoleh hampir tidak berwarna.
Ukur volume ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotavapor pada suhu
30-40 oC sehingga diperoleh ekstrak kental. Timbang ekstrak yang diperoleh.
C. PERKOLASI

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Cara perkolasi adalah sebagai berikut: “Serbuk
simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori.
Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui sebuk tersebut. cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah
disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan gaya
kapiler yang cenderung untuk menahan.”
 Kalau tidak dinyatakan lain, perkoiasi dilakukan dengan membasahi 10 bagian SimpiiSia
dengan derajat halus yang cocok dengan 2,5 5 bagian cairan penyari lalu dimasukkan ke
dalam bejana tertutup sekurangkurangnya selama 3 jam.
 Kemudian massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan dengan hati-hati.
 Selanjutnya dituangi dengan cairan penyari secukupnyua sambil cairan mulai menetes dan
di atas simpiisia masih terdapat selapis cairan penyari.
 Kemudian, perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
 Selanjutnya, cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit dan
 ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis
cairan penyari di atas simplisia. hingga jika 500 mg perkolat Yang keluar terakhir diuapkan,
tidak meninggalkan sisa. Untuk menentukan akhir perkolasi, dapat dilakukan pemeriksaan
zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir.
 Perkolat kemudian disuling atau diuapkan dengan tekanan rendah pada suhu tidak lebih dari
50° C hingga konsistensi yang dikehendaki.
 Timbang ekstrak yang diperoleh.

D. REFLUKS

Refluks merupakan cara penyarian dengan pelarut organik yang menggunakan panas.
Refluks dilakukan dengan merendam serbuk simpiisia dalam cairan penyari didalam labu
bundar. Dengan pemanasan proses pnyariannya akan lebih cepat, dan dengan adanya kondensor
akan dapat mendestilasi penyari, seolah-pian ditambahkan pelarut baru ke dalam sistem tsb
sehingga dapat menarik lebih banyak senyawa aktif dari simplisia.
 Timbang 100-200 g simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam labu
bundar, kemudian dituangi dengan 200-400 ml penyari (hingga total srmplisia dan
penyarinya sekitar 3/4 bagian labu bundar)
 Sambungkan labu bundar dengan kondensor.
 Alirkan air yang menuju kondensor, dan nyalakan pemanas.
 Setelah sekitar 2-4 jam ekstraksi, disaring dengan kain penyaring, ambil filtrate
 Pekatkan filtrat hingga diperoleh ekstrak pekat/kental.
 Timbang ekstrak yang diperoleh.

E. DESTILASI

 Dibersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci. bilas dengan air, keringkan dalam
lemari pengering.
 Dimasukkan Kedalam labu kering
 Dimasukkan sejumlah zat yang ditimbang seksama yang diperkirakan mengandung 2 ml-4ml air.
 Untuk zat yang menyebabkan gejolak mendadak, tambahkan pasir kering yang telah dicuci secukupnya
hingga mencukupi dasar labu, atau sejumlah taoung kapiler, panjang lebih kurang 100 nm yang salah
satu ujungnya ditutup.
 Dimasukkan 200 ml toluene ke dalam labu. hubungkan alat
 Dituangkan toluene ke dalam tabung penerima melalui alat pendingin
 Dipanaskan labu hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, suling dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling.
 Dinaikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik.
 Setelah semua air tersuiing, cuci bagian dalam dengan pendingin dan toluene, labu dibersihkan dengan
sikat.
 Dilanjutkan penyulingan selama 5 menit
 Dibiarkan tabung penerima sampai dingin
 Jika ada tetes air yang melekat pada pendingin tabung penerima. gosok dengan karet yang diikatkan
pada sebuah kawat tembaga dan basahi dengan toluene hingga tetesan air turun

F. SOHXLET

Sohxlet adalah alat penyarian dengan pelarut organik yang menggunakan panas dimana
simplisia hanya dapat kontak dengan pelarut yang selalu segar. Hasil sarinya dibawa oleh
larutan penyari masuk ke dalam labu bundar, sedangkan pelarulnya akan kembali lagi
terdestilasi untuk proses ekstraksi selanjutnya. Dengan cara ekstraksi ini dapat dengan mudah
dilakukan penggantian pelarut dari non-polar menjadi semipolar dan polar dengan cara
mengganti isi labu bundar.
 Timbang 100g simplisna dengan derajat halus yang cocok dibungki kertas saring dan
dimasukkan ke dalam tabung tempat sampel.
 Masukkan 250 ml larutan penyari ke dalam labu bundar.
 Pasangkan labu bundar dan tabung tempat sampel dengan kondensor.
 Alirkan air yang menuju kondensor. dan nyalakan pemanas.
 Lakukan ekstraksi sekitar 6 jam atau sampai hasil ekstraksinya tidak berwarna lain.
 Setelah selesai ekstraksi, saring dengan kain penyaring, ambil filtrat.
 Pekatkan filtrat hingga diperoleh ekstrak pekat/kental, timbang ekstrak

LEMBAR KERJA 4 PRAKTIKUM FITOKIMIA

BOBOT SIMPLISIA PELARUT VOLUME EKSTRAK BERAT EKSTRAK


KENTAL
PRAKTIKUM 5
STANDARISASI EKSTRAK

I. TUJUAN
Memahami perlunya mengetahui jumlah air yang terkandung dalam ekstrak, Dapat melakukan
penentuan kadar air yang ada dalam ekstrak.

II. TEORI
Beberapa parameter standar ekstrak antara lain : organoleptik, kelarutan, keasaman, bobot jenis.
viskositas, bahan padat total. za identitas, profil kromatografi, analisis kualitatif dan kuantitatif.
kemantapan fisika dan kimia. serta Kadar air adalah salah satu parameter penting dalam standarisasi
simplisia, ekstrak maupun sediaan obat tradisional. Adanya air dalam simplisia, ekstrak maupun sediaan
obat akan memungkinkan pertumbuhan mikroba. Batas kandungan air untuk simplisia, ekstrak dan
sediaan tidak diperbolehkan melebihi 10 %.

III. ALAT DAN BAHAN


a) Alat
 seperangkat alat penetapan kadar air
 Oven
 Desikator ekstrak
b) Bahan

IV. PROSEDUR KERJA


A. PEMERIKSAAN PARAMETER EKSTRAK:

Pemeriksaan parameter ekstrak perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas ekstrak


dilihat dari sifat fisik dan kandungan kimianya. Parameter yang diperiksa adalah sebagai
berikut :
1. Organoleptik Ekstrak
Pemeriksaan menggunakan panca indera untuk mendiskripsikan bentuk,
warna, bau dan rasa dari ekstrak yang diperoleh.

2. Rendemen Ekstrak
Rendemen dapat ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
berat ekstrak total
Rendemen (%) = x 100
berat simplisia

Untuk menetapkan rendemen ekstrak, sejumlah tertentu ekstrak kental dalam


cawan penguap ditimbang kemudian diuapkan di atas penangas air dengan
temperatur 40-50˚C sampai bobot tetap. Tentukan berat ekstrak setelah penguapan
dengan mengurangkan dengan bobot cawan kosong, kemudian hitung rendemen
ekstrak (% b/b) sesuai dengan rumus di atas.
3. Bobot Jenis Ekstrak
Penetapan bobot jenis ekstrak dapat dilakukan sebagai berikut. Ditimbang
piknometer dengan volume tertentu dalam keadaan kosong. Kemudian piknometer
diisi penuh dengan air dan ditimbang ulang. Kerapatan air dapat ditetapkan.
Kemudian piknometer dikosongkan dan diisi penuh dengan ekstrak, lalu ditimbang.
Melalui berat ekstrak yang mempunyai volume tertentu, dapat ditetapkan kerapatan
ekstrak. Bobot jenis ekstrak ditetapkan dengan rumus sebagai berikut :
kerapatan ekstrak
Bobot jenis ekstrak =
kerapatan air

1) Massa Jenis (kerapatan massa) ekstrak kental


a. Menghitung massa jenis (kerapatan massa) air :
- Timbang pikno kosong
- Isi pikno dengan air sampai penuh lalu tutup kemudian ditimbang
- Hitung berat air
- Hitung massa jenis (kerapatan massa air dengan rumus :

P=m/v
Keterangan : m= berat zat (gr)
V= volume zat (ml)
b. Menghitung massa jenis (kerapatan) ekstrak encer :
- Lakukan prosedur yang sama seperti mencari massa jenis air.
- Tentukan massa jenis (kerapatan) ekstrak encer dengan rumus:

Massa Jenis Ekstrak Encer


Massa Jenis Ekstrak Kental =
Massa Jenis Air

4. Kadar Air Ekstrak


Penetapan kadar air ekstrak dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya
dengan titrasi langsung atau tidak langsung (pereaksi Karl-Fischer), destilasi atau
gravimetri. Pada praktikum ini akan dilakukan penetapan kadar air dengan destilasi
menggunakan destilasi toluene.

Prosedur :
Ke dalam labu bersih dan kering dimasukkan sejumlah ekstrak kental yang telah
ditimbang seksama kemudian tambahkan 200 ml toluene, hubungkan alat.
Tuangkan toluene ke dalam labu penerima melalui alat pendingin. Panaskan labu
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, suling dengan kecepatan lebih
kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan
penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, biarkan tabung
penerima mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluene memisah
sempurna, baca volume air. Hitung kadar air dalam % v/b.

PUSTAKA

Harborne, J.B. 1973. Phytochemical Methods , A Guide to Modern Techniques of


Plant Analysis. Chapmann and Hall. London, 1- 32.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirjen
POM. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 9-17.
Depkes RI. 1980. Materia Medika Indonesia, jilid IV. 154-157
LEMBAR KERJA 5 PRAKTIKUM FITOKIMIA

PRAKTIKUM 5 :
NAMA MAHASISWA : .............................................................
NIM : .............................................................
KELOMPOK : .............................................................
NAMA SIMPLISIA : .............................................................
METODE EKSTRAKSI : .............................................................

HASIL PERCOBAAN :
1. Organoleptik Ekstrak
Bentuk : ....................
Warna : ....................
Bau : ....................
Rasa : ....................

2. Rendemen Ekstrak

Volume ekstrak kental : ................. mL


Berat cawan kosong : ................. g
Berat cawan + ekstrak : ................. g
Berat cawan+ekstrak setelah penguapan : ................. g
Berat simplisia awal : ................. g
Rendemen ekstrak : ................. % b/b

3. Bobot Jenis Ekstrak

Berat piknometer kosong : ................. g


Berat piknometer + air : ................. g
Berat air : ................. g
Volume piknometer : ................. ml
Kerapatan air : ................. g/mL
Berat piknometer + ekstrak : ................. g
Volume piknometer : ................. mL
Berat ekstrak : ................. g
Kerapatan ekstrak : .....................g/mL
Bobot jenis ekstrak : .................

4. Kadar Air Ekstrak


Berat ekstrak uji : ................. g
Volume air : ................. mL
Kadar air : ................. % v/b

5. Pola Kromatogram Lapis Tipis


PENGAMATAN
No.bercak Rf Sinar UV 366
UV 254 nm H2SO4 10%
tampak nm

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan


Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :

( ) ( )
MODUL PRAKTIKUM 6
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS EKSTRAK

A. SEJARAH KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen komponennya
akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan
menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen
campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan
komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat.
Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-
padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen-komponen yang
berbeda bergerak pada laju yang berbeda.
Kromatografi pertamakali dikenalkan oleh Michael Tswest yaitu seorang botani dari Rusia.
Dia berhasil mencoba memisahkan klorofil dan pigmen – pigmen lain dalam ekstrak tumbuhan
dengan menggunakan serbuk kalsium karbonat yang diisikan ke dalam kolom kaca dan petroleum
eter sebagai pelarut.
Proses pemisahan itu diawali dengan menempatkan larutan cuplikan pada permukaan atas
kalsium karbonat, kemudian dialirkan pelarut petroleum eter. Hasilnya berupa pita – pita
berwarna yang terlihat sepanjang kolom sebagai hasil pemisahan komponen – komponen dalam
ekstrak tumbuhan. Dari pita – pita berwarna tersebut muncul istilah kromatografi, dari kata
“choram” dan “graphein”. Menurut bahasa yunani kedua kata itu berarti ‘warna” dan “menulis”.

B. PENGERTIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi
senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga
merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun
cuplikannya.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk
mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki system
pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi
cair kinerja tinggi.KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi
kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang
diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa
murni skala kecil. Pelarut yang dipilih untuk pengembang disesuaikan dengan sifat kelarutan
senyawa yang dianalisis.

C. BAGIAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan
semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi
dan resolusinya. Penyerap yang paling sering digunakan adalah silica dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi dan partisi.
Berikut ini adalah beberapa penjerap fase diam yang digunkanan pada KLT :
Penyerap Mekanisme Sorpsi Penggunaan
Silica Gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon,
vitamin, alkaloid
Silica modifikasi Partisi termodifikasi Senyawa-senyawa
dengan hidrokarbon non polar
Partisi Asam amino, nukleotida,
Serbuk selulosa
karbohidrat
Alumina Adsorpsi Hidrokarbon, ion logam, pewarna
makanan, alkaloid
Kieselgur Partisi Gula, asam-asam lemak
Selulosa Penukar ion Pertukaran Ion Asam nukleat, nukleotida, halide
dan ion-ion logam
Gel Sephadex Eksklusi Polimer, protein, kompleks logam
Interaksi adsorpsi
β-siklodekstrin Campuran enansiomer
stereospesifik
2. Fase Gerak
Dalam kromatografi, eluent adalah fasa gerak yang berperan penting pada proses
elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara
adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab
itu pemisahan komponen gula dalam tetes secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir
eluent dan jumlah umpan.
Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau
campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah
jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Penggolongan ini dikenal sebagai
deret eluotropik pelarut. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir
pelarut yang relatif tak polar dari ikatannya dengan alumina (jel silika).
Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
 Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang
sensitif.
 Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8
untuk memaksimalkan pemisahan.
 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silica gel, polaritas fase gerak
akan menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf.
Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
 Solut-solut ionik dan solute-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya, seperti campuran air dan methanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan
sedikit asam etanoat atau ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solute yang
bersifat basa dan asam.
3. Penotolan atau Pembercakkan
Untuk memperoleh roprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling sedikit 0,5
µl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus
dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar totolan.
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah mengembangkan sampel
dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi
bagian bawah lempeng tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang
lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi
totolan sampel. Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume fase
gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai ketinggian
lempeng yang telah ditentukan. Untuk melakukan penjenuhan fase gerak, biasanya bejana
dilapisi dengan kertas saring . Jika fase gerak telah mencapai ujung dari kertas saring, maka
dapat dikatakan bahwa fase gerak telah jenuh.
Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi lempeng dalam
bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :

( Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis pembatas


penotolan sampel dan batas eluen.)

(Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas atas pengelusian.)

4. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi melalui cara
penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika yang dapat digunakan untuk
menampakkan bercak adalah dengan dengan cara pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar
ultraviolet. Fluorosensi sinar ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi,
membuat bercak akan terlihat jelas.

Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :


 Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan bereaksi secara kimia
dengan solute yang mengandung gugus fungsional tertentu sehingga bercak menjadi
berwarna. Kadang-kadang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi
pembentukan warna dan intensitas warna bercak.
 Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang gelombang emisi
254 atau 366 untuk menampakkan solute sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
berfluorosensi terang pada dasar yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag
diperdagangkan dapat dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa
fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk memberikan dasar
fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot lempeng dengan reagen fluorosensi
setelah dilakukan pengembangan.
 Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu dipanaskan
untuk mengoksidasi solute-solut organic yang akan Nampak sebagai bercak hitam sampai
kecoklat-coklatan.
 Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer, suatu instrument
yang dapat mengukur intensitas radiasi yang direfleksikan dari permukaan lempeng ketika
disinari dengan lampu UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyerap
sinar akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative pada
pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi dengan jarak
tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa berlaku rumus sebagai berikut.
Perhitungan nilai Rf didasarkan atas rumus :

Jarak yang ditempuh oleh komponen


Rf =
Jarak yang ditempuh oleh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang
menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8. Rf juga menyatakan
derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena itu Rf juga disebut factor referensi.
(Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen.)

D. PENGGUNAAN KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS


Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran,
identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian,
menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom,
melakukan screening sampel untuk obat.
Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif
dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan
ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara berikutnya adalah dengan mengerok
bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang
lain, misalnya dengan metode spektrofotometri.
Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang
besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non-dekstruktif. Bercak yang
mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan. Saat ini
metode KLT semakin berkembang dengan hadirnya KLT-KT (Kromatografi Lapis Tipis Kinerja
Tinggi), dimana cara ini lebih efisien dan dengan menghasilkan analisa yang lebih baik
dibandingkan KLT biasa.
PROSEDUR KERJA

Pola Kromatogram Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan dengan fasa diam silika gel GF 254 dan fasa
gerak/pengembang kombinasi pelarut dengan perbandingan yang cocok. Untuk memperoleh
perbandingan pengembang yang optimal, dapat diperoleh dari literatur atau data penelitian atau
dengan perbandingan pelarut polar, semipolar atau non polar yang umum.

Prosedur :
Pelat silika gel disiapkan dengan ukuran tertentu kemudian ekstrak cair ditutulkan pada garis awal
dengan menggunakan pipa kapiler, biarkan beberapa saat hingga pelarutnya menguap. Pelat silika
kemudian dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan
cairan pengembang. Proses kromatografi dihentikan sampai cairan pengembang sampai ke garis
depan. Amati pola kromatogram dibawah lampu UV 254 dan 366 nm dan hitung Rf setiap bercak
yang teramati. Penampak bercak dapat juga menggunakan asam sulfat 10% dalam metanol.
MODUL PRAKTIKUM 7
ISOLASI DAN PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI

TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan isolasi minyak atsiri dengan cara destilasi air, destilasi uap dan air,
enfleurasi, dan pemerasan, serta melakukan penetapan kadar minyak atsirinya
menggunakan alat destilasi Stahl.

TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa mampu melakukan isolasi minyak
atsiri dari suatu simplisia dengan cara destilasi air, destilasi uap dan air, enfleurasi, dan
pengepresan, serta melakukan penetapan kadar minyak atsirinya menggunakan alat
destilasi Stahl.

TEORI
Minyak atsiri merupakan suatu lipophilic mixtures yang mudah menguap, yang
pada umumnya diperoleh dengan cara destilasi uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan.
Minyak atsiri mempunyai bau yang khas dan tersusun oleh suatu susunan senyawa
kimia yang kompleks yang terdiri atas puluhan hingga ratusan komponen. Sifat umum
dari minyak atsiri adalah mudah menguap, berbau aromatik, bila masih segar umumnya
tidak berwarna atau kekuning-kuningan yang berubah menjadi gelap pada pendiaman,
tidak mengeruhkan air, optis aktif, mempunyai indeks bias tinggi. Minyak atsiri yang
diperoleh dengan cara destilasi bila diteteskan pada kertas saring, tetesan tersebut tidak
akan meninggalkan bekas seperti bintik lemak.
Secara kimia umumnya minyak atsiri terdiri atas komponen- komponen
terpenoid, umumnya monoterpen dan seskuiterpen sebagai penyusun utama. Selain itu
terdapat berbagai komponen lain yang merupakan komponen minor, yang terdiri atas
senyawa-senyawa kimia alifatik, aromatik, turunan benzena, dan lain-lain. Pada
umumnya komponen minyak atsiri golongan mono dan seskuiterpen merupakan
senyawa kimia turunan isopren C5H8. Monoterpen tersusun atas 2 unit
isopren, sedangkan seskuiterpen tersusun atas 3 unit isopren. Kedua golongan tersebut
masih terpilah lagi menjadi komponen-komponen lain berdasarkan gugus
fungsionalnya ataupun rangka strukturnya, misalnya monoterpen dan seskuiterpen
asiklik, monosiklik, atau bisiklik, monoterpen atau seskuiterpen alkohol (misalnya
eugenol), monoterpen atau seskuiterpen aldehid (misalnya sitral), atau monoterpen dan
seskuiterpen keton (misalnya karvon).
Tergantung pada sifat tumbuhan asal atau minyak atsiri yang terkandung
didalamnya, dikenal berbagai cara isolasi minyak atsiri, misalnya :
1. Destilasi uap
Merupakan proses isolasi minyak atsiri dengan bantuan uap air. Air dan uap
air akan menembus dinding sel dan dengan adanya panas, minyak atsiri akan
terbawa oleh uap air. Pada pendinginan, minyak atsiri akan terkondensasi dan
terpisah dari airnya.
2. Pemerasan
Merupakan metode isolasi minyak atsiri yang sangat sederhana. Bahan
langsung diperas atau ditekan dengan suatu alat. Sel-sel yang mengandung minyak
atsiri akan pecah dan minyak atsirinya keluar. Cara ini digunakan untuk tumbuhan
yang mengandung cukup banyak minyak atsiri. Keburukan cara ini adalah
terjadinya pengotoran minyak atsiri oleh zat warna yang ikut terperas.
3. Penyarian
Minyak atsiri dalam tumbuhan dapat diisolasi dengan cara penyarian /
ekstraksi menggunakan pelarut yang non polar misalnya heksana, atau pelarut yang
kurang polar seperti misalnya alkohol. Pelarut penyari kemudian dipisahkan
dengan cara destilasi, hingga diperoleh minyak atsiri yang terbebas dari pelarutnya.
4. Enfleurage
Cara ini merupakan cara klasik untuk isolasi minyak atsiri. Simplisia yang
mengandung minyak atsiri, misalnya bunga mawar ditempatkan di atas lapisan
semacam vaselin di atas papan. Setelah dibiarkan beberapa lama, minyak atsiri
akan terserap di dalam vaselin, kemudian dipisahkan dari vaselinnya dengan cara
destilasi.
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI
Penetapan kadar minyak atsiri yang paling sederhana dan paling banyak
dilakukan karena dianggap mudah, murah, tetapi cukup terandalkan adalah dengan
metode destilasi. Metode ini menggunakan alat destilasi Stahl.
Cara penetapan kadar menurut metode destilasi Stahl ini ada dua, yaitu :
Cara pertama :
Campur bahan yang akan diperiksa dalam labu dengan cairan penyuling (air),
pasang alat, isi buret dengan air hingga penuh, panaskan dengan tangas udara hingga
penyulingan berlangsung lambat tetapi teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan
selama tidak kurang dari 15 menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Hitung kadar
minyak atsiri dalam % b/v.
Cara kedua :
Dilakukan seperti cara pertama tetapi sebelum buret diisi penuh dengan air, lebih
dahulu diisi dengan 0,2 mL xilena yang diukur seksama. Volume minyak atsiri dihitung
dengan mengurangkan volume yang dibaca dengan volume xilena.

Gambar. Alat destilasi Stahl


Cara penetapan kadar minyak atsiri lain yang lebih canggih, lebih akurat, tetapi
memerlukan peralatan yang mahal adalah dengan cara kromatografi gas. Dengan
peralatan mutakhir, dalam sekali penetapan, selain kadar minyak atsiri, kadar masing-
masing komponen penyusun minyak atsiri tersebut dapat sekaligus langsung diketahui.

PUSTAKA
Ditjen POM. 1979. Materia Medika Indonesia. Jilid III. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 153-154.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan: Kosasih P. Penerbit ITB.
Bandung. 123 – 131.
LEMBAR KERJA 7 PRAKTIKUM FITOKIMIA

PRAKTIKUM 5 : Isolasi dan Penetapan Kadar Minyak Atsiri

NAMA MAHASISWA : .............................................................


NIM : .............................................................
KELOMPOK : .............................................................
NAMA SIMPLISIA : .............................................................

PROSEDUR :
I. Isolasi dan Penetapan Kadar Minyak Atsiri menggunakan Metode Destilasi Air,
dengan alat destilasi Stahl.
1. Siapkan simplisia yang akan ditetapkan kadar minyak atsirinya. Simplisia yang
digunakan adalah bentuk rajangan yang telah dipotong-potong atau diris-iris
hingga derajat halus tertentu
2. Timbang sejumlah tertentu simplisia di atas, kemudian masukkan ke dalam
labu stahl, campur dengan sejumlah volume tertentu aquades hingga seluruh
simplisia dalam labu terendam
3. Pasang alat destilasi Stahl, kemudian isi buret dengan aquades hingga penuh
(atau sebelumnya ditambahkan terlebih dahulu 0,2 mL xilene yang diukur
seksama untuk penetapan kadar minyak atsiri)
4. Lakukan destilasi dengan alat pemanas atau tangas udara, atur pemanasannya
hingga destilasi berjalan lambat tetapi teratur. Destilasi dilakukan sekurang-
kurangnya 3 jam
5. Hentikan pemanasan, biarkan dingin, lalu volume minyak atsiri yang terjadi
dicatat
6. Hitung kadar minyak atsirinya dengan rumus

II. Isolasi Minyak Atsiri menggunakan Metode Destilasi Uap dan Air.
1. Siapkan simplisia yang akan ditetapkan kadar minyak atsirinya. Simplisia yang
digunakan adalah bentuk rajangan yang telah dipotong-potong atau diris-iris
hingga derajat halus tertentu
2. Timbang sejumlah tertentu simplisia di atas, kemudian masukkan ke dalam
tabung alat destilasi dan ditempatkan di atas saringan yang sudah diisi aquades
di bawah saringannya.
3. Pasang alat destilasi, kemudian isi buret dengan aquades hingga penuh .
4. Lakukan destilasi dengan alat pemanas, atur pemanasannya hingga destilasi
berjalan lambat tetapi teratur. Destilasi dilakukan sekurang-kurangnya 3 jam
5. Hentikan pemanasan, biarkan dingin, lalu volume minyak atsiri yang terjadi
dicatat
6. Hitung kadar minyak atsirinya.

III. Isolasi Minyak Atsiri menggunakan Metode Enflerasi


1. Mengoleskan lemak sebanyak 120 g secara merata diatas permukaan
bingkai kaca atau chassis.
2. Chasis yang digunakan sebanyak 3 buah dengan masing-masing lemak tiap
chassis sebanyak 40 g.
3. Permukaan lemak digores untuk memperluas permukaan lemak.
4. Bunga yang telah disortasi diletakkan di atas chassis yang telah dilumuri
lemak.
5. Chassis kemudian ditutup dan dibiarkan pada suhu ruang.
6. Chassis dibuka dan bunga melati dikeluarkan dan diganti setiap 24 jam selama
7 hari.
7. Selanjutnya dilakukan pengambilan lemak dari chassis dan ditimbang
beratnya.
8. Lemak hasil enfleurasi disebut dengan pomade. Pomade dilarutkan dalam
etanol teknis 96% dengan perbandingan 1 (lemak) : 2 (pelarut). Mendinginkan
pomade dan etanol dalam lemari pendingin atau freezer pada suhu -15
9. Pomade dipisahkan dari etanol menggunakan kertas saring dan hasilnya
merupakan ekstrait (mengandung minyak).
10. Ekstrait kemudian dievaporasi dengan menggunakan rotary vacuum
evaporator pada suhu dan tekanan 550 mmHg.
11. Minyak atsiri yang dihasilkan kemudian dianalisa meliputi rendemen dan berat
jenisnya.
IV. Isolasi Minyak Atsiri menggunakan Metode Pemerasan dan Ekstraksi Pelarut
Menguap
1. Siapkan simplisia kulit jeruk dan lakukan pemerasan hingga keluar cairannya.
2. Masukkan simplisia hasil pemerasan dalam suatu bejana yang terbuat dari
plastik dan tertutup rapat. Menambahkan pelarut dengan perbandingan 1
(simplisia) : 2 (pelarut), kemudian diaduk dengan mengunakan pengaduk
selama 3 jam. Hasil ekstraksi selanjutnya disaring dengan kain untuk
memisahkan ampas kulit jeruk dengan filtrat, kemudian filtrat dievaporasi

pelarut etanol dan untuk pelarut n-heksan pada tekanan


550 mmHg. Hasil evaporasi kemudian dianalisa meliputi rendemen dan berat
jenisnya.

Berat simplisia : ................................. g


Lama destilasi/perendaman : ........................................ jam
Volume minyak atsiri : ................................. mL
Kadar minyak atsiri : ................................. %
Spesifikasi minyak atsiri :
Warna:…………………….......
Bau : …………………………
Rasa : ………………………..
KESIMPULAN :

Paraf Asisten Praktikum Paraf Praktikan


Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :

( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai