Anda di halaman 1dari 15

TUGAS BAHASA INDONESIA

EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

Dosen : Mrs. Marietta


Modies, S.Pd, M.pd
Di susun oleh :
 Anugraheni :
1605020054
 Divi adinsyah :
1605020082
 Isdiana : 1605020051
 Farhan gunawan
 Uswatun hasanah

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF TANGERANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
2016/1017
Pembahasan

EJAAN YANG DI SEMPURNAKAN

Ejaan yang Disempurnakan (disingkat EYD) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku dari


tahun 1972 hingga 2015. Ejaan ini menggantikan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan
ini digantikan oleh Ejaan Bahasa Indonesia sejak tahun 2015.

A. Sejarah

Sebuah contoh buku EYD (Ejaan yang Disempurnakan)

Sebelum EYD, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, (sekarang Pusat Bahasa), pada
tahun 1967 mengeluarkan Ejaan Baru (Ejaan LBK). Ejaan Baru pada dasarnya merupakan
lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di
samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu
berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu
bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,
tanggal 19 September 1967.

Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri


Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan
untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang
Ejaan Baru dan Ejaan yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa
Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia,
ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato
kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke
XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972,
ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD).
Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang
telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan ini
merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan daripada Ejaan Suwandi atau ejaan
Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.

Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang
lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum
Pembentukan Istilah".

Revisi 1987Pada tahun 1987, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Keputusan


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0543a/U/1987 tentang Penyempurnaan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan". Keputusan menteri ini
menyempurnakan EYD edisi 1975.

B. Revisi 2009

Pada tahun 2009, Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan


Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Dengan dikeluarkannya peraturan menteri ini,
maka EYD edisi 1987 diganti dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Perbedaan dengan ejaan sebelumnya

Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:

"tj" menjadi "c" : tjutji → cuci

"dj" menjadi "j": djarak → jarak

"j" menjadi "y" : sajang → sayang

"nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk

"sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat

"ch" menjadi "kh": achir → akhir

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.

Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan,
misalnya pada kata furqan, dan xenon.

Awalan "di-" dan kata depan "udi" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di
rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-"
pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan
sebagai penanda perulangan

Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:


 Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
 Penulisan kata.
 Penulisan tanda baca.
 Penulisan singkatan dan akronim.
 Penulisan angka dan lambang bilangan.
 Penulisan unsur serapan.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan


Republik. Jadi sebelum EYD, "oe" sudah tidak digunakan.

Untuk penjelasan lanjutan tentang penulisan tanda baca, dapat dilihat pada Penulisan tanda
baca sesuai EYD.

Dalam penggunaannya, EYD memiliki tata atau aturan dalam penggunan dan jenis-
jenisnya. Diantaranya adalah :

A. Penulisan Huruf
Huruf kapital atau huruf besar
Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya:
1. Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.
2. Siapa yang datang tadi malam?
3. Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi!

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung. Misalnya:

1. Adik bertanya, ”Kapan kita ke Taman Safari?”


2. Bapak menasihatkan, ”Jaga dirimu baik-baik, Nak!”

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama ungkapan yang berhubungan dengan nama
Tuhan dan nama kitab suci, termasuk ganti untuk Tuhan. Misalnya:

1. Allah, Yang Mahakuasa, Islam, Kristen, Alkitab,  Quran, Weda, Injil.


2. Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hambanya.
3. Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan, dan
keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:

1. Haji Agus Salim, Imam Syafii, Nabi Ibrahim, Raden Wijaya.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang, nama instansi, atau nama
tempat. Misalnya:
1. Presiden Yudhoyono, Mentri Pertanian, Gubernur Bali.
2. Profesor Supomo, Sekretaris Jendral Deplu.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti
nama orang, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:

1. Siapakah gubernur yang baru dilantik itu?


2. Kapten Amir telah naik pangkat menjadi mayor.
3. Keponakan saya bercita-cita menjadi presiden.          

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang. Misalnya:

1. Albar Maulana
2. Kemal Hayati
3. Muhammad Rahyan

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya:

1. mesin diesel
2. 10 watt
3. 2 ampere
4. 5 volt

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa-bangsa dan bahasa.
Perlu diingat, posisi tengah kalimat, yang dituliskan dengan huruf kapital hanya huruf
pertama nama bangsa, nama suku, dan nama bahasa; sedangkan huruf pertama
kata bangsa, suku, dan bahasa ditulis dengan huruf kecil. Penulisan yang salah:

1. Dalam hal ini Bangsa Indonesia yang ….


2. …. tempat bermukim Suku Melayu sejak ….
3. …. memakai Bahasa Spanyol sebagai ….
4. Penulisan yang benar:
5. Dalam hal ini bangsa Indonesia yang ….
6. …. tempat bermukim suku Melayu sejak ….
7. …. memakai bahasa Spanyol sebagai ….

Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang
dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

1. keinggris-inggrisan
2. menjawakan bahasa Indonesia

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah. Misalnya:
1. tahun Saka
2. bulan November
3. hari Jumat
4. hari Natal
5. perang Dipenogoro

Huruf kapital tidak dipakai sebagi huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai
sebagai nama. Misalnya:

1. Ir. Soekarno dan Drs. Moehammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan


Indonesia.
2. Perlombaan persenjataan nuklir membawa risiko pecahnya perang dunia.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas dalam geografi. Misalnya:

Salah Benar

teluk Jakarta Teluk Jakarta

gunung Gunung Semeru


Semeru

danau Toba Danau Toba

selat  Sunda Selat Sunda

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri. Misalnya:

1. Jangan membuang sampah ke sungai.


2. Mereka mendaki gunung yang tinggi.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis. Misalnya:

1. garam inggris
2. gula jawa
3. soto madura

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, nama resmi badan/
lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya:

1. Departemen Pendidikan Nasional RI


2. Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang Dasar 1945
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi lembaga
pemerintah, ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Perhatikan penulisan
berikut.

1. Dia menjadi pegawai di salah satu departemen.


2. Menurut undang-undang, perbuatan itu melanggar hukum.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf kapital setiap unsur bentuk ulang sempurna yang
terdapat pada nama badan/ lembaga. Misalnya:

1. Perserikatan Bangsa-Bangsa.
2. Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang
sempurna) dalam penulisan nama buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, dalam, yang, untuk yang tidak terletak pada
posisi awal. Misalnya:

1. Idrus menulis buku dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.


2. Terakhir halaman 5
3. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
4. Dia agen surat kabar Suara Pembaharuan.
5. Ia menulis makalah ”Fungsi Persuasif dalam Bahasa Iklan Media Elektronik”.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan
seperti Bapak, Ibu,   Saudara, Kakak, Adik, Paman, yang dipakai dalam penyapaan dan
pengacuan. Misalnya:

1. ”Kapan Bapak berangkat?” tanya Nining kepada Ibu.


2. Para ibu mengunjungi Ibu Febiola.
3. Surat Saudara sudah saya terima.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan


yang dipakai dalam penyapaan. Misalnya:

1. Kita semua harus menghormati bapak dan ibu kita.


2. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan
sapaan. Misalnya:

1. Dr. : doktor
2. M.M. : magister manajemen
3. Jend. : jendral
4. Sdr. : saudara
Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda Misalnya:

1. Apakah kegemaran Anda?


2. Usulan Anda telah kami terima.

Huruf Miring

Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam karangan. Misalnya:

1. majalah Prisma
2. tabloid Nova
3. Surat kabar Kompas

Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian
kata, atau kelompok kata. Misalnya:

1. Huruf pertama kata Allah ialah a


2. Dia bukan menipu, melainkan ditipu

(Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital)

Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata ilmiah atau ungkapan
asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya. Misalnya:

1. Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa.


2. Politik devide et impera pernah merajalela di benua hitam itu.

Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut.

Negara itu telah mengalami beberapa kudeta (dari coup d’etat)

B. Penulisan Kata
Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:

1. Kantor pos sangat ramai.


2. Buku itu sudah saya baca.
3. Adik naik sepeda baru

(ketiga kalimat ini dibangun dengan gabungan kata dasar)


Kata Turunan

1. Ditulis serangkai dengan kata dasarnya: dikelola, permainan


2. Imbuhan ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya, tapi unsur gabungan kata ditulis terpisah jika hanya mendapat
awalan atau akhiran: bertanggung jawab, garis bawahi
3. Imbuhan dan unsur gabungan kata ditulis serangkai jika mendapat awalan dan
akhiran sekaligus: pertanggungjawaban
4. Ditulis serangkai jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam
kombinasi: adipati, narapidana
5. Diberi tanda hubung jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah
huruf kapital: non-Indonesia
6. Ditulis terpisah jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata
yang bukan kata dasar: maha esa, maha pengasih

Gabungan kata

1. Ditulis terpisah antarunsurnya: duta besar, kambing hitam


2. Dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur
yang bersangkutan untuk mencegah kesalahan pengertian: alat pandang-
dengar, anak-istri saya
3. Ditulis serangkai untuk 47
pengecualian: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagai
mana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada
, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata,
kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari,
olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga,
saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi,
sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam.

Salah Benar Partikel

Sikecil si kecil Partikel –lah dan –kah ditulis serangkai dengan kata yang


mendahuluinya. Misalnya:
Sipemalu si pemalu
1. Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Sangdiktator sang diktator 2. Siapakah tokoh yang menemukan radium?

Sangkancil sang kancil Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang


mendahuluinya. Misalnya:

1. Apa pun yang dikatakannya, aku tetap tak percaya.


2. Satu kali pun Dedy belum pernah datang ke rumahku.
3. Bukan hanya saya, melainkan dia pun turut serta.
Catatan: Kelompok berikut ini ditulis serangkaian, misalnya adapun, andaipun,
bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun,
walaupun.  Misalnya:

1. Adapun sebab-musababnya sampai sekarang belum diketahui.


2. Bagaimanapun juga akan dicobanya mengajukan permohonan itu.
3. Baik para dosen maupun mahasiswa ikut menjadi anggota koperasi.
4. Walaupun hari hujan, ia datang juga.

Partikel per yang berarti (demi), dan (tiap) ditulis terpisah dari bagian kalimat yang
mendahului atau mengikutinya. Misalnya:

1. Mereka masuk ruang satu per satu (satu demi satu).


2. Harga kain itu Rp 2.000,00 per meter (tiap meter).

C. Pemakaian Tanda baca

Tanda titik (.)

Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:

1. Ayahku tinggal di Aceh.


2. Anak kecil itu menangis.
3. Mereka sedang minum kopi.
4. Adik bungsunya bekerja di Samarinda.

Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf pengkodean suatu judul bab dan subbab.
Misalnya:

Contoh pertama

I. Departemen Dalam Negeri


A. Direktorat Jendral PMD
B. Direktorat Jendral Agraria
1. Subdit ….
2. Subdit ….

 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Permasalahan .................................................................... 6

1.3 Tujuan................................................................................................ 7

1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................... 7


1.3.2 Kegunaan Penelitian................................................................ 7

1.4 Sitematika Penulisan ......................................................................... 8

Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka pada pengkodean sistem digit jika angka
itu merupakan yang terakhir dalam deret angka sebelum judul bab atau subbab.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu
dan jangka waktu. Misalnya:

1. pukul 12.10.20 (pukul 12 lewat 10 menit 20 detik)


2. 12.10.20 (12 jam, 10 menit, dan 20 detik)

Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah. Misalnya:

1. Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.


2. Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
3. Nomor gironya 5645678.

Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:

Lawrence, Marry S, Writting as a Thingking Process. Ann Arbor: University of Michigan Press,
1974.

Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya. Misalnya:

1. Calon mahasiswa yang mendaftar mencapai 20.590 orang.


2. Koleksi buku di perpustakaanku sebanyak 2.799.

Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul, misalnya judul buku, karangan lain, kepala
ilustrasi, atau tabel. Misalnya:

1. Catur Untuk Semua Umur (tanpa titk)


2. Gambar 1: Bentuk Surat Resmi Indonesia Baru (tanpa titik)

Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim atau tanggal surat atau (2) nama
dan alamat penerima surat. Misalnya:

1. Jakarta, 11 Januari 2005 (tanpa titik)


2. Yth. Bapak. Tarmizi Hakim (tanpa titik)
3. Jalan Arif Rahman Hakim No. 26 (tanpa titik)
4. Palembang 12241 (tanpa titik)
5. Sumatera Selatan (tanpa titik)
6. Kantor Pengadilan Negeri (tanpa titik)
7. Jalan Teratai II/ 61 (tanpa titik)
8. Semarang 17350 (tanpa titik)

Tanda koma (,)

Tanda koma dipaki di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:      

1. Reny membeli permen, roti, dan air mineral.


2. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus, memerlukan prangko.
3. Menteri, pengusaha, serta tukang becak, perlu makan.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara
berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya:

1. Saya ingin datang, tetapi hari hujan.


2. Didik bukan anak saya, melainkan anak Pak Daud.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya. Misalnya:

Anak Kalimat Induk Kalimat

Kalau hujan tidak saya tidak akan pergi


reda

Karena sakit, kakek tidak bisa hadir

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak itu
mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:

 
Induk Kalimat Anak Kalimat
 
Saya tidak akan pergi kalau hujan tidak
reda.

Kakek tidak bisa hadir karena sakit.


Tanda koma harus dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang
terdapat pada awal kalimat, seperti oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan
tetapi.  Misalnya:

1. Meskipun begitu, kita harus tetap jaga-jaga.


2. Jadi, masalahnya tidak semudah itu.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang
lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:

1. O, begitu?
2. Wah, bagus, ya?
3. Aduh, sakitnya bukan main.

Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:

1. Kata ibu, ”Saya berbahagia sekali”.


2. ”Saya berbahagia sekali,” kata ibu.

Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan
tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:

                Surat ini agar dikirim kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jalan Raya Salemba 6, Jakarta Pusat. Sdr. Zulkifli Amsyah, Jalan Cempaka Wangi VII/11,
Jakarta Utara 10640

Jakarta, 11 November 2004

Bangkok, Thailand

Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya:

        Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diskusi Insan Mulia, 2001),


hlm. 27.

Tanda koma dipakai di antara orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:

1. A. Yasser Samad, S.S.


2. Zukri Karyadi, M.A.

Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya:

1. Guru saya, Pak Malik, Pandai sekali.


2. Di daerah Aceh, misalnya, masih banyak orang laki-laki makan sirih.
Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti praktik komputer.

(Bandingkan dengan keterangan pembatas yang tidak diapit oleh tanda koma.)

Semua siswa yang berminat mengikuti lomba penulisan resensi segera mendaftarkan
namanya   kepada panitia.

Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat. Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersunguh-
sungguh.

Atas pertolongan Dewi, Kartika mengucapkan terima kasih.

Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau
tanda seru. Misalnya:

1. ”Di mana pameran itu diadakan?” tanya Sinta.


2. ”Baca dengan teliti!” ujar Bu Guru.

 Tanda Titik Koma (;)

Tanda titik koma untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:

Hari makin siang; dagangannya belum juga terjual.

Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:

Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghapal nama-nama menteri;
saya sendiri asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola.

Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang tidak
cukup dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara keseluruhan.
Misalnya:

Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab para orang tua,
guru, polisi, atau pamong praja; sebab sebagian besar penduduk negeri ini terdiri atas anak-
anak, remaja, dan pemuda di bawah umur 21 tahun.

Daftar pustaka
https://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/eyd/

https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan_yang_Disempurnakan

https://id.wikibooks.org/wiki/Bahasa_Indonesia/EYD

Anda mungkin juga menyukai