Anda di halaman 1dari 12

WIDYACARYA: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya

: Jurnal Volume
Pendidikan, Agama
5, Nomor Dan Budaya,
2, September 2021, pp 109-120
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120
p-ISSN : 2580-7544 e-ISSN : 2721-2394
Open Access: http://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/widyacarya/index

PENDIDIKAN FORMALp-ISSN BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK


: 2580-7544 e-ISSN : 2721-2394
Open Access: http://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/widyacarya/index
SDM UNGGUL BERMARTABAT
IG. Agung Jaya Suryawan

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Artikel Info Abstrak


Perilaku yang baik akan dapat menghindari perilaku buruk dalam
kehidupan sehari-hari. Seseorang untuk dapat berperilaku baik
Received: 2021-08-22
memerlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan. Karena pada
Revised : 2021-09-06 dasarnya sikap dan perilaku individu cenderung meniru perilaku orang
Accepted: 2021-09-17 lain yang dianggap baik. Kebiasaan meniru ini membutuhkan
pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan dari orang-orang di sekitarnya.
Kata kunci: Hal ini akan tepat jika dilakukan di sekolah karena sekolah merupakan
Pendidikan, karakter mulia
tempat bersosialisasi dan menemukan jati diri individu. Pembelajaran
yang dilakukan di sekolah dalam rangka pembentukan karakter individu
-------------------------------
sangat efektif jika diintegrasikan dengan pendidikan karakter dengan
Keywords: mata pelajaran yang diajarkan. Sekolah sebagai satuan pendidikan
Education, noble character
memiliki beban dan tanggung jawab yang sangat berat, yaitu
menyiapkan peserta didik yang memiliki karakter yang baik dan
menjadikan sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat
mendukung pembangunan nasional. Oleh karena itu, yang dibutuhkan
adalah pendidikan yang mampu berintegrasi dengan perkembangan
seluruh dimensi kehidupan manusia, yaitu kognitif, fisik, sosial
emosional, kreativitas, dan spiritual peserta didik.

ABSTRACT

Good behavior will be able to avoid bad behavior in everyday life. Someone to be able to behave
well requires education, habituation, and example. Because basically the attitudes and behavior of
individuals tend to imitate the behavior of others who are considered good. This imitation habit requires
education, habituation, and example from those around him. This would be appropriate if done at school
because school is a place to socialize and find individual identity. Learning carried out in schools in the
context of building individual character is very effective if it is integrated with character education with the
subjects being taught. Schools as educational units have a very heavy burden and responsibility, namely to
prepare students who have good character and make human resources (HR) which are expected to support
national development. Therefore, what is needed is education that is able to integrate with the development
of all dimensions of human life, namely cognitive, physical, socio-emotional, creativity, and spiritual
learners.

I. PENDAHULUAN
Pada era revolusi industri 4.0 Indonesia dihadapkan dengan berbagai masalah, yaitu setiap
individu dituntut agar mampu berkompetisi dalam segala aspek kehidupan, bagi yang mampu dan
memenagkan persaiangan akan terus berjaya tetapi bagi yang kalah dalam persaingan akan
tertinggal dan tertindas. Untuk mampu kompetisi harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
serta memilki karakter yang kuat dan akhlak yang baik agar tidak mudah diombangambingkan oleh

PENDIDIKAN FORMAL
Corresponding BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT
author:
(IG. Agung
E-mail Jaya Suryawan)
: jayasuryawan@gmail.com
109
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

orang lain. Masalahnya adalah sebagian besar SDM Indonesia belum siap untuk berkompetisi dalam
erarevolusi industri. Dampak dari ketidaksiapan tersebut adalah banyak individu yang
terpinggirkan karena kalah atau tidak mampu bersaing. Kondisi membuka peluang bagi tenaga kerja
asing untuk bekerja di Indonesia dan akhir bangsa kita menjadi penonton dan asing di negerinya
sendiri.
Permasalahan yang muncul adalah dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia sangat membahayakan dalam membangun bangsa. Berbagai permasalahan yang muncul
harus dicarikan jalan keluarnya agar tidak terus berkembang seperti bola salju, semakin lama
semakin besar dan menimbulkan masalah yang begitu besar, yaitu timbulnya disintegasi bangsa.
Oleh karena ini masalah demi masalah harus kita urai jangan menjadi benang kusut yang tidak akhir.
Pendidikan karakter harus dijadikan benteng yang kokoh untuk memperkuat jati diri bangsa agar
tidak mudah tergoyahkan. Karakter bangsa harus dibangun melaui pendidikan karakter adalah
pendidikan karakter yang bersumber pada ajaran agama untuk pembentukan karakter mulia.
Arus informasi digital yang tidak terbendung, mampu menerobos tembok tebal, gedung-
gedung dan benteng yang kokoh sekali pun dapat masuk tanpa hambatan melalui layar kaca TV dan
androit. Semuanya itu akan mudah memengaruhi individu dalam bersikap dan berperilaku, baik
yang positif maupun negatif. Pola dan gaya hidup masyarakat akan berubah begitu cepat dengan
mengadopsi cara-cara hidup yang disaksikan begitu dirasa indah dan menggiurkan serta di
anggapnya sesuai dengan kehidupan modernisasi dan globalisasi dan pada akhirnya akan
memengaruhi tatanan kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara. Saat ini, bangsa-
bangsa di dunia telah berada dalam era digitalisasi yang dikenal sebagai revolusi industri 4.0.
Sekolah merupakan tempat penggemblengan atau kawah candradimuka pembentukan SDM
yang berkarakter dan berakhlak mulia, tangguh, berkompetensi, terampil berkualitas dan unggul.
Pendidikan karakter sebagai ruh dan pondasi pendidikan dengan harmonisasi olah hati (etik), olah
rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) melalui integrasi kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, dan nonkurikuler (Budhiman, 2017). Dalam pendidikan
terdapat nilai-nilai karakter yang dapat dikembangan, yaitu nilai religius. Nilai religius tercermin
dalam sikap dan perilaku ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, seperti
bersikap toleran, mencintai alam dan selalu menjalin kerukunan hidup antarsesama. Selain itu,
memiliki nilai integritas, nasionalis mengapresiasi, menjaga, engembangkan kekayaan budaya
bangsa sendiri (kebijaksanaan, keutamaan, tradisi, nilainilai, pola pikir, mentalitas, karya budaya)
dan mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga semakin memperkuat jati diri
bangsa Indonesia. Selain itu juga memiliki sikap gotong royong, mandiri, enjalin komunikasi,
membantu orang lain, bekerja sama, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat,
tolong menolong, solidaritas, empati, tidak membedabedakan, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.

II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pendidikan karakter
Menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan
berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Wyne
mengungkapkan bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang
yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek,
sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter
mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Definisi karakter dari beberapa ahli sangat berbeda pada setiap penjelasanya. Menurut W.B.
Saunders karakter itu adalah sifat nyata, berbeda dan dapat diamati oleh individu, yang artinya
PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT
(IG. Agung Jaya Suryawan)
110
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

karakter ini dapat ditunjukkan pada masing-masing orang, karena sifat dan karakter yang dimiliki
setiap individu tidak sama dan dapat terlihat sehingga dapat dikatakan berbeda. Sedangkan menurut
Wyne, bagaimana cara seseorang mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, Karena jika seseorang itu memiliki sikap berbudi pekerti yang baik, berarti orang
tersebut memiliki karakter yang mulia. Sebaliknya jika seseorang yang tidak memiliki budi pekerti
yang baik berarti dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki perilaku yang tidak baik.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: 1). Sifat-sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. 2).Karakter juga bisa
bermakna “huruf”. Menurut (Ditjen Mandikdasmen – Kementerian Pendidikan Nasional), Karakter
adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan
tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Menurut W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa
karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat
diamati pada individu.
Wyne mengungkapkan bahwa karakter yaitu menandai bagaimana cara memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu
seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter
jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang
berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Definisi karakter dari beberapa ahli sangat berbeda pada setiap penjelasanya. Menurut W.B.
Saunders karakter itu adalah sifat nyata, berbeda dan dapat diamati oleh individu, yang artinya
karakter ini dapat ditunjukkan pada masing-masing orang, karena sifat dan karakter yang dimiliki
setiap individu tidak sama dan dapat terlihat sehingga dapat dikatakan berbeda. Sedangkan menurut
Wyne, bagaimana cara seseorang mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, Karena jika seseorang itu memiliki sikap berbudi pekerti yang baik, berarti orang
tersebut memiliki karakter yang mulia. Sebaliknya jika seseorang yang tidak memiliki budi pekerti
yang baik berarti dapat dikatakan sebagai orang yang memiliki perilaku yang tidak baik.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian,
budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah
berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak. Karakter mulia berari individu memiliki
pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta
ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati janji, adil,
rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis,
hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta
keindahan (estetis0, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat
yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya
tersebut. Karakter adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional,
sosial, etika, dan perilaku).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Individu yang berkarakter baik atau unggul
adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya (perasaannya).
PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT
(IG. Agung Jaya Suryawan)
111
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

2.2 Unsur-Unsur Karakter


Secara psikologis dan sosiologis pada manusia terdapat hal-hal yang berkaitan dengan
terbentuknya karakter. Unsur-unsur ini menunjukan bagaimana karakter seseorang. Unsur-unsur
tersebut antara lain:
1. Sikap
Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap cerminan karakter
seseorang tersebut. Dalam hal ini sikap seseorang terhadap sesuatu yang ada dihadapannya,
biasanya menunjukan bagaimana karakter orang tersebut. Jadi semakin baik sikap seseorang maka
akan dikatakan orang dengan karakter baik. Dan sebaliknya semakin tidak baik sikap seseorang
maka akan dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik.
2. Emosi
Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia, yang disertai dengan
efeknya pada kesadaran, perilaku dan juga merupakan proses fisiologis. Tanpa emosi, kehidupan
manusia akan terasa hambar karena manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa dan emosi
identik dengan perasaan yang kuat.
3. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosiologis-psikologis.
Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan
intuisi sangatlah penting dalam membangun watak dan karakter manusia. Jadi kepercayaan
memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh hubungan dengan orang lain.
4. Kebiasaan Dan Kemauan
Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis
pada waktu yang lama, tidak direncanakan dan diulangi berkali-kali. Sedangkan kemauan
merupakan kondisi yang sangat mencerminkan karakter seseorang karena kemauan berkaitan erat
dengan tindakan yang mencerminkan perilaku orang tersebut.

2.3 Pembentukan dan nilai-nilai Karakter


Karakter kita terbentuk dari kebiasaan kita. Kebiasaan kita saat anak-anak biasanya bertahan
sampai masa remaja. Orang tua bisa mempengaruhi baik atau buruk, pembentukan kebiasaan anak-
anak meraka “Lickona 2012:50”. Tujuan pembentukan karakter pada dasarnya ialah mendorong
lahirnya anak-anak yang baik dengan tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong anak untuk tumbuh dengan kapasitas komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukan segalanya dengan benar serta memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga
beperan dalam membentuk karakter anak melalui orang tua dan lingkungan.
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik,
dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima
nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan. Berikut adalah daftar nilai-nilai
utama yang dimaksud dan deskripsi ringkasnya:
1. Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan
Yaitu religius; pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan
pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal)
a. Jujur

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
112
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.
b. Bertanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan YME.
c. Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan
menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna
menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
f. Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya setiap keinginan
dan harapannya.
g. Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan
cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan produk baru, memasarkannya, serta
mengatur permodalan operasinya.
h. Berpikir logis, kritis, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.
i. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-
tugas.
j. Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
k. Cinta ilmu
Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap pengetahuan.
3. Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama
a. Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri dan
orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
b. Patuh pada aturan-aturan sosial
Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepertingan
umum.
c. Menghargai karya dan prestasi orang lain
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
d. Santun
Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua
orang.
PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT
(IG. Agung Jaya Suryawan)
113
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

e. Demokratis
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain.

4. Nilai karakter dalam hubungannya dengna lingkungan


a. Penduli sosial dan lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusahakan alam yang
sudah terjadi dan selalau memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

5. Nilai kebangsaan
Cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya.

6. Nasionalis
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

a. Menghargai keberagaman
Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat,
adat, budaya, suku dan agama.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME
Berakhlak mulia Sehat Berilmu Cakap Kreatif Mandiri dan Menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penaman nilai karakter kepada peserta didikn yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran pada peserta didik yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dalam
pendidikan karakter di LKP, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajarandan
penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan LKP, pelaksaan aktivitas
pembelajran, pemberdayaan sarna prasaran, pembiayaan dan ethos kerja seluruh warga LKP.
Menurut David Elkind & Freddy Sweet, Ph.D. (2004), pendidikan karakter dimaknai sebagai
berikut “character education is the deliberate efort to help people understand, cara about, and act
upon core ethical values. When we think atau the kind of character we want is right, care deeply
about what is right, even in the face of pressure from without and temptation from within” Dengan
demikian, pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidikan, yang mampu
mempengaruhi karaker peserta didik. Pendidik membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini
mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik berbiacara atau menyampaikan
materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbangsa hal terkait lainnya.

2.4 Pendidikan Karakter di Sekolah Formal

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
114
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

Pendidikan karakter merupakan suatu keharusan dalam era globalisasi agar peserta didik tidak
mudah terpengaruh oleh sikap dan perilaku yang tidak baik. Pendidikan karakter berkaitan dengan
pengembangan nilai, moral dan kebiasaan yang baik sikap sikap positif untuk membentuk individu
yang bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan (Zamroni, 2010; Wahyuni, 2016).
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang membekali pada peserta didik mengenai nilai,
norma, dan pengetahuan yang menimbulkan kesadaran untuk melaksanakannya sehingga akan
terwujud insan kamil (Safruroh, t.t.). Peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa yang
akan datang, memerlukan pondasi karakter yang kuat dan tangguh untuk mengantisipasi berbagai
pengaruh informasi dalam globalisasi. Tidak sedikit generasi muda yang telah terjangkit virus
globalisasi dan arus informasi yang memengarui gaya dan pola hidupnya. Akibatnya adalah banyak
generasi muda melakukan perbuatan yang menyimpang dari norma-norma susila dan norma-norma
agama. Oleh karena itu, sangat tepat pendidikan karakter diberikan kepada peserta didik untuk
membekali pengetahuan dan kemampuan seseorang agar mampu mengambil keputusan yang tepat
terhadap persoalan hidup yang dihadapi. Dalam pengambilan keputusan tentu melalui pertimbangan
baik buruknya sikap dan perilaku yang akan dilakukan.
Berperilaku yang baik akan dapat menghidari perilaku yang buruk dalam kehidupan sehar-
hari (Koesoema, 2007; Muslich, 2011; Zainal, 2011; Komara, 2018). Seseorang untuk dapat
berperilaku baik diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladan. Karena pada dasarnya sikap
dan perilaku individu cenderung untuk meniru perilaku orang lain yang dianggapnya baik.
Kebiasaan meniru ini diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladan dari orang yang berada di
sekitarnya. Hal ini akan tepat jika dilakukan di sekolah karena sekolah merupakan tempat untuk
bersosialisasi dan mencari jati diri indivu. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah dalam rangka
pembentukan karakter individu sangat efektif jika diintegrasikan pendidikan karatker dengan mata
pelajaran yang diajarkan. Sekolah merupakan satuan pendidikan memunyai beban dan tanggung
jawab yang sangat berat, yaitu untuk menyiapkan peserta didik yang memiliki karakter baik dan
menjadikan sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan dapat menunjang pembangunan
nasional. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah pendidikan yang mampu mengintegrasikan
dengan perkembangan seluruh dimensi kehidupan manusia, yaitu kognitif, fisik, sosial-emosi,
kreativitas, dan spiritual peserta didik (Sahroni, 2017).
Melalui pengitegrasian kurikulum dalam mata pelajaran yang diajarkan di sekolah akan dapat
menghasilkan SDM yang berkarakter, berkualitas, dan unggul. Sebagaimana disebutkan dalam UU
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta
peradaban bangsa yang bermartabat. Salah satu tujuan nasioanal Indonesia merdeka adalah untuk
mencerdakan kehidupan bangasa. Untuk mencpai tujuan tersebut diperlukan pendidikan pendidikan
nasional yang dapat mewadahi seluruh lapisan masyarakat indonesia, sebagaimana tertera dalam
UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Untuk menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa diperlukan
keterlibatan berbagai pihak diantaranya adalah pemerintah sebagai penentu kebijakan, guru sebagai
garda terdepan di sekolah, dan orang tua sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam
keluarga serta masyarakat yang turut serta membentuk lingkungan di mana peserta didik berada.
Sekolah merupakan tempat penggemblengan atau kawah candradimuka pembentukan SDM
yang berkarakter dan berakhlak mulia, tangguh, berkompetensi, terampil berkualitas dan unggul.
Pendidikan karakter sebagai ruh dan pondasi pendidikan dengan harmonisasi olah hati (etik),
olah rasa (estetik), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik) melalui integrasi kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, ekstrakurikuler, dan nonkurikuler (Budhiman, 2017). Dalam pendidikan
terdapat nilainilai karakter yang dapat dikembangan, yaitu nilai religius. Nilai religius tercermin

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
115
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

dalam sikap dan perilaku ketaatan dalam menjalankan ajaran agama yang dipeluknya, seperti
bersikap toleran, mencintai alam dan selalu menjalin kerukunan hidup antarsesama. Selain itu,
memiliki nilai integritas, nasionalis mengapresiasi, menjaga, engembangkan kekayaan budaya
bangsa sendiri (kebijaksanaan, keutamaan, tradisi, nilainilai, pola pikir, mentalitas, karya budaya)
dan mampu mengapresiasi kekayaan budaya bangsa lain sehingga semakin memperkuat jati diri
bangsa Indonesia. Selain itu juga memiliki sikap gotong royong, mandiri, enjalin komunikasi,
membantu orang lain, bekerja sama, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat,
tolong menolong, solidaritas, empati, tidak membedabedakan, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi, keterampilan
daya saing, dan mampu berkompetisi dengan bangsabangsa lain. Agar SDM Indonesia dapat berada
dalam kompetisi global, setiap orang dituntut memiliki kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang unggul. Dalam rangka menghadapi persaingan dan kompetisi global diperlukan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena sejak munculnya teknologi kabel optic dan web browser, arus informasi yang
tersebar di seluruh dunia semakin tidak terkendali dan mengakibatkan apa yang disebut sebagai
“ledakan informasi digital”(Halpern, 2003; Junanto dan Afriani, 2016).
Bila masyrakat telah menjalankan ajaran agama dan berakhlak mulia berati telah bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan telah mengamalkan Pancasila. Setiap individu memunyai potensi
yang dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minatnya untuk menyiapkan diri
dalam memenuhi tuntutan dan kebutuhan hidupanya di masa depan. Potensi yang dikembangkan,
diharapkan menjadi suatu kompetensi yang dapat dimanfaatkan sebagai modal dalam menghadapi
persaingan dalam dunia kerja. Pengembangan potensi termasuk pembentukan watak sebagai
indentitas dan jati diri bangsa, watak merupakan suatu sifat yang dibawa sejak lahir. Seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, watak atau karakter perlu dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan hidup manusia. Pembentukan karakter harus dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting. Pijakan utama yang
harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan karakter ialah nilai moral universal
yang dapat digali dan bersumber dari ajaran agama (Sahroni, 2017).
Nilai-nilai moral dan ajaran agama telah banyak yang diabaikan dan bahkan ditinggalkan
sehingga menimbulkkan pergeseran dan degradasi moral terutama pada anak remaja yang
melanggar norma agama dan norma sosial terjadi di manamana, dapat disaksikan melalui media
masa, media sosial, dan media elektronik yang tidak ada filternya. Keadaan seperti ini sangat
memprihatinkan sebagai bangsa beragama dan berketuhanan Yang Maha Esa. Perilaku
menyimpang dilakukan tanpa rasa malu, bahkan ada yang dijadikan kebanggan terbukti banyak
perbuatan asusila yang diunggah di media sosial dan media elektronik demi kepopuleran atau
keuntungan semata. Ini merupakan kejadian yang anomaly bagi bangsa yang berketuhanan Yang
Maha Esa. Karena tidak satu agama pun di Indonesia yang yang memperkenankan perbuatan amoral
dan asusila.
Tantangan ke depan, bangsa ini sangat berat dan diperlukan penanganan yang serius dan
berkelanjutan. Di samping itu telah terjadi pergeseran nilai, masih banyaknya perbuatan individu
yang bertentangan dengan nilai-nilai dan noroma-norma bangsa, yaitu kecurangan, kekerasan,
kriminalitas dan sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa begitu rumitnya masalah yang dihadapi
bangsa ini. Di sinilah karakter bangasa harus dibangun dan hadir untuk mengatasi hambatan dan
tantangan yang dihadapi. Ketidakhormatan anak terhadap orang tua atau guru dan sederet perilaku
tidak terpuji, telah terjadi di tambah lagi kerendahan prestasi, apalagi kreativitas dan inovasi
(Megawangi, 2004;Bastomi2017). Begitu dahsyatnya pengaruh teknologi dan arus informasi digital
yang secara terus menerus menggerogoti nilai-nilai luhur bangsa. Betapa mengerikan keadaan yang

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
116
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

terjadi sehingga wajar jika saat ini masyarakat luas dalam keadaan ketakutan dan cemas yang
berlebihan.
Gobalisasi ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia menjadi tanpa
batas karena semua dapat ditembus oleh teknologi modern yang berdaya saing tinggi. Salah satu
ciri yang menonjol dari era Abad-XXI adalah semakin bertautnya dunia ilmu dan teknologi,
sehingga sinergi di antaranya menjadi semakin cepat (Mukminan, 2014). Globalisasi tidak mungkin
dibendung bahkan arus infomasi digital semakin deras, inilah yang disebut dengan modernisasi.
Peradaban modern yang lahir dari ibu kandung globalisasi ternyata menimbulkan sejumlah
permasalahan dan kekecewaan (Budimansyah, 2010). Fakta mengecewakan didapati bahwa zaman
semakin modern, kemmpuan SDM semakin meningkat, pemahaman terhadap agama semakin
hilang, tanda-tanda akhir zaman pun sudah terjadi dan semakin mudah dikenal dan dirasakan.
Namun, semua itu belum mampu mengendalikan keangkuhan, keserakahan, kemarahan, merasa
paling benar, selalu ingin menang, dan semakin tertutup pintu hatinya (Wiyono, 2012). Semua ini
dianggapnya sebagai keberhasilan manusia itu sendiri tanpa intervensi Tuhan Yang Maha Kuasa.
Padahal tanpa tuntunan Tuhan semuanya tidak mungkin terjadi. Hal ini yang menimbulkan perasaan
sombong dan angkuh ternya benar seseoroang semakin bertambah ilmunya tidak semakin
bertambah petunjuk-Nya tetapi semakin jauh dari Tuhan.
Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan salah satu unsur pendidikan yang penting dan
berperan adalah seorang guru. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar peran guru dalam
mengarahkan dan membentuk situasi belajar siswa sangat menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut karena guru berfungsi sebagai motivator peserta didik
untuk mendorong siswa agar belajar lebih rajin dan berhasil atas kesadarannya sendiri. Proses
pendidikan tersebut terjadi di lingkungan sekolah peserta didik tidak berhasil dalam prestasi
belajarnya namun juga harus memiliki karakter yang tangguh untuk mencapai cita-cita menjadi
manusia sukses yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain serta memiliki kesadaran menghargai
orang lain.
Pendidikan sejatinya pertama-tama adalah proses untuk menanamkan sikap menghargai
perbedaan warna kulit, suku, ras yang mana perbedaan tersebut harus diterima sebagai suatu hal
yang taken for granted. Pendidikan juga bertujuan untuk membentuk nilai budaya yang menyangkut
cara berpikir bebas (freedom of thought), tanpa ada tekanan dan paksaan dari berbagai pihak dan
kreatif untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru dalam mendekati suatu realitas, inovatif dalam
mencari solusi permasalahan. Disini, pembentukan masyarakat yang kritis terhadap perkembangan
zaman, korektif terhadap penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat dan yang lebih penting
adalah sikap konstruktif yang mencoba memperbaiki keadaan sebagai suatu konsekuensi dari sikap
yang kritis dan korektif. Secara umum, proses perbaikan tentunya harus bisa direalisasikan dalam
jangka waktu yang singkat. Tentunya perbaikan dilakukan dalam setiap aspek kehidupan secara
menyeluruh lewat tahapan-tahapan yang dibuat. Dalam jangka waktu perbaikan ini, aktualisasi
terhadap kondisikondisi terbaru harus dijadikan sebagai aspek operasional dalam bergerak sehingga
tidak ada ketimpangan pemikiran atau pun gerak antara perbaikan dan aktualisasi. Oleh karena itu,
pendidikan karakter sangat diperlukan dalam mewujudkan peserta didik memiliki prinsip-prisip
kebenaran yang saling menghargai dan kasih sayang antara sesama.
Seperti uraian di atas, pendidikan karakter adalah suatu proses pendidikan secara holistik yang
menghubungkan dimensi moral dengan ranah sosial dalam kehidupan peserta didik sebagai pondasi
bagi terbentuknya generasi yang berkualitas yang mampu hidup mandiri dan memiliki prinsip suatu
kebenaran yang dapat dipertanggung jawabkan. Adapun karakterkarakter yang harus dikembangkan
adalah cinta kepada Tuhan dan alam semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri,
jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerja sama, percaya diri, kreatif, kerja keras dan
pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, dan toleransi, cinta damai
dan persatuan.

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
117
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

Karakter tersebut ditanamkan kepada peserta didik melalui proses pendidikan dalam se tiap
mata pela jaran. Artinya pendidikan karakter tidak perlu berdiri sendiri namun dalam setiap mata
pelajaran mengandung unsur-unsur karakter yang mulia yang harus dipahami dan diamalkan oleh
setiap peserta didik. Oleh karena itu, guru sebagai agen perubahan dalam lembaga sekolah perannya
sangat strategis dalam mewujudkan karakter peserta didik. Guru sebagai tokoh sentral tentunya
dituntut terlebih dulu harus dapat memerankan karakter-karakter yang mulia tersebut sehingga guru
dapat menjadi anutan dan teladan yang dapat di contoh setiap saat di lingkungan sekolah.
Perilaku yang setiap saat diperhatikan peserta didik adalah bagaimana guru berpenampilan,
cara bicara, berperilaku, sikap guru terhadap ilmu dan komitmen guru terhadap apa yang ia katakan.
Apabila hal tersebut dapat diperankan oleh guru dengan baik maka akan mengimbas pada peserta
didik. Dengan demikian peserta didik akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki akhlak mulia.
Akhlak mulia merupakan sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatanperbuatan
mudah tanpa memikirkan dan merenung terlebih dahulu. Dari sifat yang tertanam tersebut terlahir
perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang
baik. Oleh karena itu, dengan tertanamnya karakter-karakter mulia tersebut maka akan muncul
akhlak mulia pada saat anak menghadapi pergaulan di lingkungan sekolah maupun masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan perilaku dari individu sampai perubahan kelompok tidak
terjadi secara sekaligus namun ada tahapan yang harus dilalui. Tentunya perubahan yang mendasar
adalah perubahan dari individu tersebut dalam memahami pengetahuan yang diserap dalam
berinteraksi sosial dengan lingkungannya di mana dia berada. Perubahan sebagaimana yang
dikemukakan oleh Harsey dan Blanchard (1995) bahwa dalam diri orang-orang terdapat empat level
perubahan yaitu (1) perubahan pengetahuan, (2) perubahan sikap, (3) perubahan perilaku, dan (4)
perubahan prestasi kelompok atau organisasi.
Menurut Harsey (1995) perubahan pengetahuan paling mudah dilakukan, diikuti dengan
perubahan sikap. Struktur sikap berbeda dengan struktur pengetahuan dalam arti bahwa struktur
sikap dibebankan secara emosional dalam cara positif atau negatif. Perubahan perilaku secara
signifikan lebih sukar dan memakan waktu lama dibandingkan dengan level-level sebelumnya.
Namun, implementasi perubahan prestasi kelompok barangkali merupakan yang paling sukar dan
memerlukan waktu yang lebih lama. Memperhatikan proses perubahan tersebut, bagaimana
pendidikan karakter dilaksanakan untuk mencapai suatu perubahan pada diri dan masyarakat
sebagai suatu kelompok dalam pergaulan. Perubahan harus dimulai dari memberikan pemahaman
tentang nilai-nilai karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, guru harus dapat
menyampaikan pendidikan karakter secara tepat kepada peserta didik sehingga akan di dapat
perubahan secara signifikan terhadap perilaku peserta didik. Untuk itu, penilaian pendidikan
karakter harus dilakukan dengan empat cara. Pertama, jika fungsi penilaian pendidikan karakter
untuk mengarahkan tingkah laku maka seorang pendidik harus dapat menunjukkan bahwa ia
mengajar sesuai dengan prinsip yang dianutnya dan bukan hanya sebagai ucapan (lipservice).
Kedua, jika penilaian pendidikan karakter lebih bersifat preskriptif daripada deskriptif maka anak-
anak harus diajarkan bahwa pendidikan tinggi Perilaku Kelompok Perilaku individu Tingkat
kesukaran Sikap Pengetahuan rendah (singkat) waktu yang diperlukan (lama). karakter bukan
hanya penilaian yang diucapkan tetapi merupakan pilihan prinsip yang harus ditentukan, agar dapat
mengarahkan cara hidupnya. Ketiga, jika penilaian pendidikan Model pengembangan pendidikan
karakter yang dapat dikembangkan berdasarkan uraian di atas kalau diformulasikan dalam bentuk
model. Karakter berhubungan dalam menguniversalkan preskriptif seseorang maka pendidikan
karakter harus dapat mengajarkan anak bagaimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan orang
lain, sehingga hal ini akan membutuhkan kemampuan untuk memahami perasaan orang lain.
Keempat, jika keuniversalan berarti bahwa agen pendidikan karakter tidak dapat menerima
keinginan dirinya terhadap orang lain maka pendidikan karakter harus mengajarkan anakanak untuk

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
118
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

saling mencintai Berdasarkan bahasan di atas maka pendidikan karakter apabila dilakukan dengan
prinsipprinsip tertentu, komitmen yang kuat dari guru, dan lingkungan masyarakat yang mendukung
tercipta lingkungan yang baik akan dapat mempengaruhi akhlak mulia peserta didik. Oleh karena
pendidikan karakter harus dilakukan secara seksama maka adanya keterlibatan orang tua, guru,
kepala sekolah, masyarakat dan lingkungan yang mendukung akan tercipta karakter peserta didik.
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Doni (2010) bahwa jika pendidikan karakter
ingin efektif dan utuh mesti menyertakan tiga basis desain dalam pemrogramannya yaitu berbasis
kelas, sekolah dan komunitas atau masyarakat.

III. SIMPULAN
Pendidikan karakter dapat mempengaruhi akhlak mulia peserta didik apabila dilakukan secara
integral dan secara simultan di keluarga, kelas, lingkungan sekolah, dan masyarakat. Pertama di
lingkungan keluarga, orang tua dalam hal ini memiliki peran untuk menanamkan nilai karakter yang
menjadi kebiasaan anak untuk berperilaku baik sesuai norma agama maupun norma perilaku yang
dapat menghargai dirinya dan orang lain. Kedua, pendidikan karakter berbasis kelas. Guru sebagai
pendidik dan siswa sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses
relasional komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi guru-pembelajar bukan monolog,
melainkan dialog dengan banyak arah sebab komunitas kelas terdiri dari guru dan siswa yang sama-
sama berinteraksi dengan materi. Memberikan pemahaman dan pengertian akan keutamaan yang
benar terjadi dalam konteks pengajaran ini, termasuk di dalamnya pula adalah ranah
noninstruksional, seperti manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang membantu
terciptanya suasana belajar yang nyaman. Ketiga, pendidikan karakter berbasis kultur sekolah.
Desain ini mencoba membangun kultur sekolah yang mampu membentuk karakter anak didik
dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa.
Untuk menanamkan nilai kejujuran tidak cukup dengan memberikan pesan-pesan moral kepada
anak didik melainkan juga moral ini mesti diperkuat dengan penciptaan kultur kejujuran melalui
pembuatan tata peraturan sekolah yang tegas dan konsisten terhadap setiap perilaku ketidakjujuran.
Keempat, pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas sekolah tidak
berjuang sendirian. Masyarakat di luar lembaga pendidikan, seperti keluarga, masyarakat umum,
dan negara, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukan karakter
dalam konteks kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemah dalam penegakan hukum, ketika
mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkan sanksi yang setimpal, negara telah mendidik
masyarakatnya untuk menjadi manusia yang tidak menghargai makna tatanan sosial bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Junanto, T., & Afriani, R. (2016). Implementasi Digital Age Literasycy Dalam Pendidikan Abad 21
DiIndonesia,

Bastomi, H. (2017) Pendidikan Karakter dalam Pembentukan Akhlak Anak PraSekolah, Elementary Vol.
5/No.1/Januari-Juni 2017.

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
119
: Jurnal Pendidikan, Agama Dan Budaya,
Vol 5, No 2, September 2021, pp 109-120

Budimansyah, D. (2010) Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Membangun Karakter Bangsa,


Bandung: Widya Aksara Press. .

Dhiu, D., & Bate, N. (2017). Pentingnnya Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi : Kajian Teoretis dan
Praktis, 2ndAnnual Proceeding, November 2017 (ISSN: 2355-5106) STKIP Citra Bakti, Bajawa, NTT
(November),

Dianti, P. (2014). Integrasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Mengembangkan Karakter Siswa, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, (1), 58–68.

Hendriana, E. C., & Jacobus, A. (2016). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Melalui Keteladanan
dan Pembiasaan Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia Volum 1 Nomor 2 bulan September 2016. Page 25
– 29.

Hersey, Paul & Ken Blanchard. 1995. Manajemen Perilaku Organisasi, terjemahan Agus Dharma, Jakarta:
Penerbit Erlangga,

Komara, E. (2018). Penguatan Pendidikan Karakter dan Pembelajaran Abad 21, South-East Asian Journal
for Youth, Sports & Health Education 4(April), 17–26.

Latif, Yudi. 2009. Menyemai Karakter Bangsa Budaya Kebangkitan Berbasis Kesastraan, publisher: Kompas
Jakarta.

Lickona, Thomas. 2012. Educating forCharacter: Mendidik untk Membentuk Karakter, terj. Juma Wadu
Wamaungu dan Editor Puyu Wahyuddin dan Suryani. Jakarta: Bumi Aksara

Martini E. (2018). JI 3 (2) (2018) Membangun Karakter Generasi Muda Melalui Model Pembelajaran
Berbasis Kecakapan Abad 21 Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan

Mukminan (2014). Strategi Menyiasati Pendidikan Abad 21, Seminar Nasional “Pendidikan Abad 21”
Universitas Pendidikan Indonesia, 24 April 2014 Nashir, H. (2015). Understanding The Idioloogi Of
Muhammadiyah, Surakarta: Muhammadiyah University Press.

McCain, John & Mark Salter. 2009. Karakter-karakter yang Menggugah Dunia, terjemah T. Hermaya,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.

Semiawan, Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta, PT Gramedia.

Sudardja, Adiwikarta. 1994. Kovensi Nasional Pendidikan Indonesia II, Kurikulum untuk Abad ke 21,
Jakarta: PT Gramedia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

PENDIDIKAN FORMAL BERKARAKTER MULIA SEBAGAI PEMBENTUK SDM UNGGUL BERMARTABAT


(IG. Agung Jaya Suryawan)
120

Anda mungkin juga menyukai