akademik
Keterampilan motorik dan kognitif memiliki proses dasar yang serupa, seperti
pemantauan, pengurutan, dan perencanaan. Kedua jenis keterampilan ini
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam perkembangannya pada usia lima
hingga sepuluh tahun dan oleh karena itu diharapkan dapat berkembang dengan cara
yang serupa. Ada saran bahwa keterampilan motorik dan kognitif dapat merangsang
area otak yang sama, seperti korteks prefrontal, otak kecil, dan ganglia basal (van der
Fels dkk., 2015).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aadland et al. (2017), diselidiki
hubungan antara kebugaran aerobik dan kemampuan motorik dengan komponen lain
dari fungsi kognitif seperti memori kerja dan perhatian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang lebih kuat antara kemampuan kognitif dan kemampuan
motorik daripada antara kemampuan kognitif dan kebugaran aerobik.
Tujuan penelitian
Karena hasil beberapa penelitian yang mengeksplorasi hubungan simultan
antara kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dengan prestasi akademik belum
jelas (Aadland et al., 2017; Esteban-Cornejo et al., 2014; Haapala et al., 2014), maka
diperlukan penelitian yang lebih sensitif dengan membedakan domain akademik yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara
kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dengan prestasi akademik di sekolah
dasar secara spesifik pada tiga area akademik yang berbeda, yaitu membaca,
matematika, dan mengeja. Selain itu, penelitian sebelumnya hanya fokus pada
hubungan secara keseluruhan atau area akademik yang sangat spesifik seperti
berhitung, sedangkan penelitian ini akan memfokuskan pada hubungan yang spesifik
antara kebugaran aerobik, keterampilan motorik, dan prestasi akademik pada setiap
area akademik.
Metode
Participants
Dalam penelitian ini, sebanyak 891 siswa dari 22 sekolah dasar di Belanda
berpartisipasi, dengan 451 anak perempuan (50,6%). Siswa yang berpartisipasi
berusia rata-rata 9,17 tahun (SD = 0,66), dengan 456 siswa (51,2%) berasal dari kelas
3 dan 435 siswa (48,8%) berasal dari kelas 4. Rata-rata indeks massa tubuh (BMI)
siswa adalah 16,73 (SD = 2,41), dengan 724 siswa (81,3%) memiliki berat badan
sehat, 109 siswa (12,2%) kelebihan berat badan, dan 24 siswa (2,7%) mengalami
obesitas berdasarkan klasifikasi oleh Cole dan Lobstein (2012). Semua anak telah
memberikan persetujuan dari wali mereka dan penelitian ini telah disetujui secara etis
oleh komite etik Fakultas Ilmu Perilaku dan Gerakan di Vrije Universiteit
Amsterdam.
BAHAN
Kebugaran aerobic
Tes Lari Bolak-balik 20 meter, diambil dari Eurofit Physical Fitness Battery
(van Mechelen, van Lier, Hlobil, Crolla, & Kemper, 1991), digunakan sebagai
pengukuran daya tahan kardiovaskular yang merupakan indikator kebugaran aerobik.
Dalam tes ini, anak-anak berlari bolak-balik di antara dua garis yang terletak 20 meter
jaraknya, dengan interval waktu yang semakin singkat diindikasikan oleh sinyal
audio. Tes berakhir ketika anak gagal mencapai garis sebelum sinyal pada dua kali
percobaan berturut-turut. Skor daya tahan aerobik dihitung berdasarkan jumlah trek
yang berhasil diselesaikan. Shuttle Run Test ini dianggap sebagai tes yang reliabel
(reliabilitas tes-retes r = .89; Leger, Mercier, Gadoury, & Lambert, 1988) dan
merupakan pengukuran yang valid untuk kebugaran aerobik anak-anak (Leger et al.,
1988; Voss, & Sandercock, 2009). Tes ini juga dianggap sebagai tes kebugaran
aerobik yang paling cocok untuk anak-anak dan remaja (Artego et al., 2011).
Tes KTK ini adalah alat ukur koordinasi motoric yang dapat diandalkan
(reliabilitas tes-retes α = .97) dan valid pada anak usia 5 sampai 15 tahun (Kiphard &
Schilling, 1974; 2007). KTK pada awalnya memiliki empat subtes, subtes melompat
tidak disertakan karena keterbatasan waktu. Peneliti sebelumnya sudah memberi
bukti bahwa versi KTK yang lebih pendek ini menunjukan kesesuaian yang
substansial dengan empat subtes KTK yang asli (r = .97; Novak et al., 2017).
Prestasi akademik
Anak-anak diuji dengan tes membaca yang melibatkan beberapa jenis teks
yang berbeda, seperti teks informatif atau argumentatif. Setelah membaca, mereka
menjawab 25 pertanyaan pilihan ganda yang terkait dengan teks-teks tersebut untuk
memperoleh skor maksimum 25. Tes membaca ini bertujuan untuk mengukur
pemahaman membaca, interpretasi teks tertulis, pencarian informasi, dan kemampuan
merangkum teks. Tes membaca ini memiliki keandalan (tes-retes reliabilitas = .90)
dan validitas yang baik, menurut Tomesen, Weekers, Hilte, Jolink, & Engelen (2016).
Tes mengeja melibatkan dikte di mana guru membacakan sebuah kalimat dan
mengulang satu kata dari kalimat tersebut yang harus di tulis dengan benar oleh anak-
anak. Tes ini terdiri dari 25 kata dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 25.
Menurut Tomesen, Wouda, & Horsels (2016), reliabilitas tes mengeja cukup tinggi
(tes-retes reliabilitas > .90) dan validitas isi serta validitas konstruk dari tes ini baik.
Menurut Feenstra, Kamphuis, Kleintjes, & Krom (2010), tes membaca adalah
pengukuran yang andal dan valid (r = .85) untuk mengukur kemampuan pemahaman
membaca. Tes membaca mengukur kemampuan anak dalam memahami bacaan,
menerjemahkan teks tertulis, mencari informasi, dan merangkum teks tertulis.
Tes matematika merupakan alat ukur yang valid dan reliabel (r = .91
sampai .93) untuk mengukur kemampuan matematika siswa matematika siswa
(Janssen, Verhelst, Engelen, & Scheltens, 2010). Tes ini mengukur kinerja pada
berbagai aspek matematika yang berbeda, seperti kemampuan berhitung, geometri,
dan aljabar.
Tes mengeja adalah tes yang valid dan reliabel (r = .88 hingga .91) yang
terdiri dari dua bagian (De Wijs, Kamphuis, Kleintjes, & Tomesen, 2010). Subtes
pertama adalah dikte di mana guru membacakan sebuah kalimat dengan keras dan
mengulang satu kata dari kalimat tersebut. Siswa harus menuliskan kata tersebut
dengan benar. Bagian kedua adalah tes pilihan ganda di mana anak-anak harus
mengidentifikasi kata mana dari daftar kata yang dieja dengan salah.
Hasil tes awal diubah ke level kemampuan standar dan skor menggunakan
lima level (I hingga V), di mana level I adalah level tertinggi dan level V adalah yang
terendah. Setiap level diisi oleh 20% siswa. Norma skor dan level ini dapat digunakan
untuk memantau kemajuan siswa dengan membandingkan kinerja mereka saat ini
dengan nilai yang dicapai di tahun-tahun sebelumnya. Sebagai indikator kedua dari
kemampuan akademik, level kemahiran pada tes akhir tahun sebelumnya digunakan
untuk siswa kelas 3 (di akhir kelas 2) dan siswa kelas 4 (di akhir kelas 3). Hal ini
dikutip dari Janssen dan Hickendorff (2008).