Anda di halaman 1dari 9

Pentingnya kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dasar untuk prestasi

akademik

Anak-anak perlu berkecimpung dalam aktifitas fisik secara rutin, karena


penting bagi anak-anak untuk selalu aktif secara fisiknya sepanjang waktu (Janz,
Dawson, & Mahoney, 2000), memberikan manfaat bagi kebugaran tubuh dan
kesehatan fisik anak-anak (See Kohl & cook, 2013), serta manfaat untuk
perkembangan motorik anak-anak. (Riethmuller, Jones, & Okely, 2009). Penelitian
terdahulu juga telah meneliti dan membuktikan bahwa aktivitas fisik dapat
memberikan manfaat terhadap prestasi akademik siswa di sekolah dasar (bisa dilihat
contohnya, De Greeff, Bosker, Oosterlaan, Visscher, & Hartman, 2018; Donnelly
dkk., 2016; Vazou, pesce, lakes, & Smiley-oyen, 2016). Penelitian menunjukan
bahwa siswa yang yang rutin beraktivitas fisik dan memiliki badan yang bugar,
menunjukan bahwa prestasi akademik lebih baik dari pada teman-temannya yang
tidak bugar (de Bruijn, Hartman, Kostons, Visscher, & Bosker, 2018; Santana dkk.,
2017), anak-anak yang memiliki kemampuan motorik yang baik pada umumnya juga
mempunyai performa yang lebih baik di sekolahnya (Haapala, 2013).

Kebugaran fisik dan prestasi akademik

Hubungan antara prestasi akademik dan komponen kardiovaskular dari


kebugaran jasmani telah menerima banyak perhatian dalam penelitian tentang
interaksi antara domain fisik dan kognitif (juga dikenal sebagai "kebugaran aerobik").
Kebugaran aerobik adalah kapasitas untuk berolahraga dalam jangka waktu yang
lama (Caspersen, Powell, & Christenson, 1985). Gagasan bahwa ada korelasi antara
kebugaran aerobik dan prestasi akademik pada anak-anak dan remaja didukung oleh
temuan bahwa tingkat kebugaran aerobik yang lebih tinggi terkait dengan kinerja
akademik yang lebih baik (Santana et al., 2017). Meskipun korelasi lain telah
ditemukan, matematika telah menunjukkan hubungan terkuat antara kebugaran
aerobik dan prestasi akademik, walaupun bidang ejaan dan membaca juga ditemukan
hubungannya (de Bruijn et al., 2018; Chaddock-Heyman et al., 2015; Chomitz et al.,
2008; Lambourne et al., 2013; Pindus et al., 2016).

Latihan aerobik dihipotesiskan dapat meningkatkan fungsi kognitif dengan


mempengaruhi memori otak dan daerah yang berhubungan dengan pembelajaran baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Monoamina dan faktor perkembangan
otak, seperti faktor neurotropik yang berasal dari otak, meningkat dalam jangka
pendek, seperti halnya aliran darah otak (Etnier et al., 1997). (dopamin, norepinefrin,
dan epinefrin; First, 2010). Pada bagian otak yang mendukung berbagai proses
kognitif, dampak jangka pendek ini memiliki implikasi jangka panjang, termasuk
plastisitas sinaptik yang lebih besar, pertumbuhan pembuluh darah baru
(angiogenesis), dan pertumbuhan sel-sel saraf (neurogenesis) (high-quality, 2010).
Manfaat positif olahraga tidak hanya meningkatkan tingkat kebugaran fisik tetapi
juga di otak (Hillman, Erickson, dan Kramer, 2008).

Fundamental motor skills and academic achievement

Selain penelitian yang menginvestigasi keterkaitan antara kebugaran aerobik


dengan prestasi akademik, terdapat juga studi yang fokus pada hubungan antara
keterampilan motorik dan prestasi akademik. Penelitian ini menggunakan istilah
menggunakan istilah "keterampilan motorik dasar" untuk merujuk pada kemampuan
motorik anak-anak dalam penelitian ini. Keterampilan motorik fundamental dianggap
sebagai fondasi bagi perkembangan gerakan yang lebih kompleks dan khusus, dan
dianggap sebagai prediktor yang signifikan bagi gaya hidup aktif sepanjang hidup
(contohnya, Stodden et al., 2008). Keterampilan motorik dasar biasanya berkembang
selama masa kanak-kanak dan meliputi kemampuan mengendalikan objek (seperti
melempar dan menangkap), kemampuan gerakan tubuh (seperti berlari dan
melompat), serta kemampuan keseimbangan contohnya menyeimbangkan dan
memutar (Gallahue, Ozmun, & Goodway, 2012).

Keterampilan motorik dan kognitif memiliki proses dasar yang serupa, seperti
pemantauan, pengurutan, dan perencanaan. Kedua jenis keterampilan ini
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam perkembangannya pada usia lima
hingga sepuluh tahun dan oleh karena itu diharapkan dapat berkembang dengan cara
yang serupa. Ada saran bahwa keterampilan motorik dan kognitif dapat merangsang
area otak yang sama, seperti korteks prefrontal, otak kecil, dan ganglia basal (van der
Fels dkk., 2015).

Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan


motorik dasar dan prestasi akademik pada anak-anak sekolah dasar. Anak-anak yang
memiliki performa motorik yang lebih baik cenderung berprestasi lebih baik di
sekolah dibandingkan dengan anak-anak yang performa motoriknya lebih rendah
(Haapala, 2013), dan kemampuan motorik dasar di usia dini dapat menjadi prediktor
untuk prestasi membaca dan matematika di kemudian hari di sekolah (Son & Meisels,
2006). Di sisi lain, kinerja motorik dasar yang lebih buruk dikaitkan dengan defisit
pembelajaran yang lebih besar pada anak-anak dengan ketidakmampuan belajar
(Vuijk, Hartman, Mombarg, Scherder, & Visscher, 2011; Westendorp, Hartman,
Houwen, Smith, & Visscher, 2011), dan banyak anak yang memiliki defisit
keterampilan motorik dasar juga mengalami kendala dalam belajar membaca dan
menulis di kemudian hari (Ericsson, 2008). Meskipun hubungan antara keterampilan
motorik dan prestasi akademik telah terbukti, penelitian yang fokus pada hubungan
antara keterampilan motorik dan prestasi akademik pada area akademik tertentu
masih terbatas.

Sebagian besar penelitian sebelumnya hanya memfokuskan pada satu aspek


fisik seperti kebugaran aerobik atau keterampilan motorik dalam mengeksplorasi
hubungan dengan prestasi akademik. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa
kebugaran aerobik dan keterampilan motorik saling berhubungan, sehingga
keterbatasan penelitian sebelumnya (mis, Lubans, Morgan, Cliff, Barnett, & Okely,
2010). Sebuah studi menunjukkan bahwa kebugaran aerobik dan keterampilan
motorik secara positif berhubungan dengan prestasi akademik, terutama dalam
membaca dan matematika pada anak-anak usia 6-18 tahun. Namun, hubungan
tersebut lebih kuat pada keterampilan motorik dibandingkan dengan kapasitas
kardiorespirasi. Studi lain menunjukkan bahwa hubungan antara kebugaran aerobik
dan keterampilan motorik dengan prestasi akademik di sekolah dasar berbeda untuk
anak laki-laki dan perempuan. Meskipun begitu, penelitian tersebut menyimpulkan
bahwa keterampilan motorik tampaknya lebih penting dalam kaitannya dengan
prestasi akademik daripada kebugaran aerobik.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aadland et al. (2017), diselidiki
hubungan antara kebugaran aerobik dan kemampuan motorik dengan komponen lain
dari fungsi kognitif seperti memori kerja dan perhatian. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat korelasi yang lebih kuat antara kemampuan kognitif dan kemampuan
motorik daripada antara kemampuan kognitif dan kebugaran aerobik.

Dikarenakan kinerja akademik sering dikaitkan dengan fungsi kognitif yang


signifikan (seperti yang dijelaskan dalam penelitian oleh Pleasant, Miller, & Naglieri,
2011; Diamond, 2013), maka mungkin terdapat korelasi antara fungsi kognitif,
kebugaran aerobik, dan kemampuan motorik. Namun, meskipun terdapat korelasi
antara fungsi kognitif dan prestasi akademik, istilah-istilah tersebut tidak dapat
dipertukarkan karena mengacu pada konsep yang berbeda. Ada teori yang
mengungkapkan bahwa kemampuan belajar motorik lebih dipengaruhi oleh arsitektur
dan fungsi otak daripada olahraga aerobik. Meskipun begitu, kemampuan motorik
memiliki keterkaitan yang kuat dengan fungsi kognitif sehingga keduanya saling
berhubungan
Selain teori bahwa kebugaran aerobik dan keterampilan motorik memiliki
kaitan yang berbeda dengan prestasi akademik, kemungkinan besar hubungan ini
akan berbeda tergantung pada area akademik yang diamati. Matematika, membaca,
dan mengeja dianggap sebagai area inti karena keterampilan yang diperoleh di sana
sangat penting untuk kinerja di bidang skolastik lainnya dan kesuksesan karir di masa
depan (Onderwijsraad, 2011). Keterampilan kognitif yang diperlukan untuk
matematika berbeda dari keterampilan yang diperlukan untuk membaca dan mengeja
(De Bruijn et al., 2018; St. Clair-Thompson & Gathercole, 2006). Karena itu,
seberapa jauh kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dapat memprediksi
kinerja di bidang-bidang ini akan berbeda pula. Beberapa penelitian mendukung
hubungan yang spesifik ini, namun hasilnya tidak konsisten. Misalnya, beberapa
penelitian menemukan hubungan positif antara kebugaran aerobik dan matematika,
tetapi tidak dengan membaca, sedangkan penelitian lain menemukan sebaliknya
(Donnelly et al., 2016). Sedikit yang diketahui tentang hubungan spesifik antara
keterampilan motorik dan prestasi akademik, tetapi tinjauan oleh van der Fels dan
kolega (2015) menunjukkan bahwa hubungan antara keterampilan motorik dan
keterampilan kognitif juga lebih kompleks. Karena prestasi akademik dan fungsi
kognitif seperti perhatian dan memori kerja sangat berkaitan erat (Pleasant, Miller, &
Naglieri, 2011), maka hubungan antara keterampilan motorik dan prestasi akademik
kemungkinan akan bersifat spesifik dan bukan umum.

Memahami keterkaitan antara kebugaran aerobik dan keterampilan motorik


dengan prestasi akademik sangatlah penting karena kemampuan membaca,
matematika, dan mengeja merupakan keterampilan yang sangat esensial bagi
pertumbuhan anak-anak (OECD, 2016). Anak-anak memerlukan keterampilan
akademik ini untuk mencapai potensi penuh mereka, yang pada akhirnya membantu
membuka jalan menuju kehidupan profesional yang sukses, dan keterampilan ini juga
berperan penting dalam menjaga kesehatan dan kesejahteraan mereka (OECD, 2016).
Mengetahui bagaimana kebugaran aerobik dan keterampilan motorik berkaitan
dengan prestasi akademik dapat membantu dalam merancang intervensi fisik yang
efektif untuk meningkatkan prestasi akademik anak-anak dengan meningkatkan
kebugaran aerobik dan keterampilan motorik mereka secara bersamaan. Sesuai
dengan harapan tentang hubungan spesifik untuk masing-masing domain akademik,
intervensi yang dilakukan seharusnya difokuskan pada aspek perkembangan yang
terkait.

Tujuan penelitian
Karena hasil beberapa penelitian yang mengeksplorasi hubungan simultan
antara kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dengan prestasi akademik belum
jelas (Aadland et al., 2017; Esteban-Cornejo et al., 2014; Haapala et al., 2014), maka
diperlukan penelitian yang lebih sensitif dengan membedakan domain akademik yang
berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara
kebugaran aerobik dan keterampilan motorik dengan prestasi akademik di sekolah
dasar secara spesifik pada tiga area akademik yang berbeda, yaitu membaca,
matematika, dan mengeja. Selain itu, penelitian sebelumnya hanya fokus pada
hubungan secara keseluruhan atau area akademik yang sangat spesifik seperti
berhitung, sedangkan penelitian ini akan memfokuskan pada hubungan yang spesifik
antara kebugaran aerobik, keterampilan motorik, dan prestasi akademik pada setiap
area akademik.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada anak-anak di


sekolah dasar (Aadland et al., 2017; Esteban-Cornejo et al., 2014; Haapala, 2013;
Haapala et al., 2014; Vazou et al., 2016), hubungan antara keterampilan motorik dan
prestasi akademik diperkirakan lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara
kebugaran aerobik dan prestasi akademik. Dalam penelitian ini, hubungan antara
kebugaran aerobik, keterampilan motorik, dan prestasi akademik akan diperiksa
secara terpisah pada setiap domain akademik, yaitu membaca, matematika, dan
mengeja. Meskipun tidak ada hipotesis khusus yang diajukan, penelitian sebelumnya
tentang hubungan antara kebugaran aerobik, keterampilan motorik, dan prestasi
akademik masih belum memberikan hasil yang memuaskan (lihat Donnelly et al.,
2016).

Metode

Participants

Dalam penelitian ini, sebanyak 891 siswa dari 22 sekolah dasar di Belanda
berpartisipasi, dengan 451 anak perempuan (50,6%). Siswa yang berpartisipasi
berusia rata-rata 9,17 tahun (SD = 0,66), dengan 456 siswa (51,2%) berasal dari kelas
3 dan 435 siswa (48,8%) berasal dari kelas 4. Rata-rata indeks massa tubuh (BMI)
siswa adalah 16,73 (SD = 2,41), dengan 724 siswa (81,3%) memiliki berat badan
sehat, 109 siswa (12,2%) kelebihan berat badan, dan 24 siswa (2,7%) mengalami
obesitas berdasarkan klasifikasi oleh Cole dan Lobstein (2012). Semua anak telah
memberikan persetujuan dari wali mereka dan penelitian ini telah disetujui secara etis
oleh komite etik Fakultas Ilmu Perilaku dan Gerakan di Vrije Universiteit
Amsterdam.
BAHAN

Kebugaran aerobic

Tes Lari Bolak-balik 20 meter, diambil dari Eurofit Physical Fitness Battery
(van Mechelen, van Lier, Hlobil, Crolla, & Kemper, 1991), digunakan sebagai
pengukuran daya tahan kardiovaskular yang merupakan indikator kebugaran aerobik.
Dalam tes ini, anak-anak berlari bolak-balik di antara dua garis yang terletak 20 meter
jaraknya, dengan interval waktu yang semakin singkat diindikasikan oleh sinyal
audio. Tes berakhir ketika anak gagal mencapai garis sebelum sinyal pada dua kali
percobaan berturut-turut. Skor daya tahan aerobik dihitung berdasarkan jumlah trek
yang berhasil diselesaikan. Shuttle Run Test ini dianggap sebagai tes yang reliabel
(reliabilitas tes-retes r = .89; Leger, Mercier, Gadoury, & Lambert, 1988) dan
merupakan pengukuran yang valid untuk kebugaran aerobik anak-anak (Leger et al.,
1988; Voss, & Sandercock, 2009). Tes ini juga dianggap sebagai tes kebugaran
aerobik yang paling cocok untuk anak-anak dan remaja (Artego et al., 2011).

Keterampilan motorik dasar

Satu item dari Bruininks-Oseretsky Test for Motor Proficiency, Second


Edition (BOT-II; Bruininks, 1978; Bruininks & Bruininks, 2005) dan tiga subtes dari
Körperkoordinationstest für Kinder (KTK; Kiphard & Schilling, 1974; 2007)
digunakan untuk menentukan skor kemampuan dalam keterampilan motorik dasar.

Untuk mengukur koordinasi mata-tangan dalam keterampilan motorik dasar,


digunakan subtes koordinasi anggota tubuh bagian atas dari BOT-II yang terdiri dari
tujuh tugas, seperti menangkap bola dan memantulkan bola dengan kedua tangan.
Skor total diperoleh dengan menjumlahkan jumlah poin dari ketujuh tugas tersebut,
dengan total maksimum 39 poin. BOT-II telah terbukti dapat diandalkan (reliabilitas
tes-retes adalah .80) dan valid untuk mengevaluasi kemampuan motorik anak-anak
(Deitz, Kartin & Kopp, 2007).

Untuk menilai tingkat keterampilan lokomotor anak-anak dalam keterampilan


motorik dasar, digunakan dua subtes dari KTK: berpindah platform dan melompat ke
samping. Pada subtes berpindah platform, anak berdiri di atas platform (25cm x
25cm) yang didukung oleh empat kaki setinggi 3,7cm dan diminta untuk
memindahkan platform kedua yang identik di samping platform pertama
menggunakan kedua tangan. Anak diberikan dua poin untuk setiap perpindahan yang
berhasil dari satu platform ke platform berikutnya: satu poin untuk menggeser
platform dan satu poin untuk memindahkan tubuh. Total skor dihitung dengan
menjumlahkan jumlah poin dari dua kali percobaan sebanyak 20 poin. Subtes
pemindahan platform telah terbukti memiliki reliabilitas tes-retes sebesar 0,85
(Kiphard & Schilling, 1974; 2007).

Pada subtes melompat ke samping dari KTK, seorang anak melakukan


lompatan berurutan dari sisi ke sisi di atas papan tulis yang ditempatkan di tengah
matras. Anak diberikan dua kesempatan untuk melompat sebanyak mungkin dalam
waktu 15 detik. Jumlah total lompatan yang benar dalam dua kali percobaan dicatat
sebagai skor total. Subtes melompat ke samping telah terbukti memiliki reliabilitas
tes-retes yang baik (α = .95; Kiphard & Schilling, 1974; 2007).

Keseimbangan (KTK), KTK digunakan dalam mengukur keterampilan


motoric dasar anak yaitu keseimbangan, dalam subtesnya, anak berjalan mundur di
atas tiga balok keseimbangan sepanjang 3m dengan lebar yang semakin mengecil, 6,
5, 4, dan 3cm. untuk setiap balok seorang anak mendapatkan tiga kali kesempatan
untuk melangkah mundur sebanyak mungkin dengan maksimal delapan langkah.
Jumlah langkah yang berhasil akan di catat per percobaannya. Setiap percobaan
mendapatkan nilai maksimum delapan langkah yang menuju skor maksimum 24
langkah per balok keseimbangan, dan skor maksimum 72 untuk ketiga balok
keseimbangan. Tes ini valid dan dapat digunakan untuk mengukur keseimbangan
anak-anak (reliabilitas tes-retes adalah 80; Kiphard & Schilling, 1974; 2007).

Tes KTK ini adalah alat ukur koordinasi motoric yang dapat diandalkan
(reliabilitas tes-retes α = .97) dan valid pada anak usia 5 sampai 15 tahun (Kiphard &
Schilling, 1974; 2007). KTK pada awalnya memiliki empat subtes, subtes melompat
tidak disertakan karena keterbatasan waktu. Peneliti sebelumnya sudah memberi
bukti bahwa versi KTK yang lebih pendek ini menunjukan kesesuaian yang
substansial dengan empat subtes KTK yang asli (r = .97; Novak et al., 2017).

Prestasi akademik

Tes standar digunakan untuk mengukur prestasi akademik dalam membaca,


matematika, dan mengeja di Belanda. Tes ini merupakan bagian dari sistem
pemantauan akademik anak Belanda yang disebut CAMS (Gillijns & Verhoeven,
1992).

Anak-anak diuji dengan tes membaca yang melibatkan beberapa jenis teks
yang berbeda, seperti teks informatif atau argumentatif. Setelah membaca, mereka
menjawab 25 pertanyaan pilihan ganda yang terkait dengan teks-teks tersebut untuk
memperoleh skor maksimum 25. Tes membaca ini bertujuan untuk mengukur
pemahaman membaca, interpretasi teks tertulis, pencarian informasi, dan kemampuan
merangkum teks. Tes membaca ini memiliki keandalan (tes-retes reliabilitas = .90)
dan validitas yang baik, menurut Tomesen, Weekers, Hilte, Jolink, & Engelen (2016).

Tes matematika terdiri dari 20 pertanyaan yang mengevaluasi kemampuan


matematika umum, termasuk berhitung, aritmatika, pemahaman tentang pecahan dan
rasio, geometri, waktu dan uang, serta kemampuan membaca grafik dan gambar. Tes
ini mencakup latihan aritmatika dasar dan masalah matematika yang harus diambil
anak dari informasi yang diberikan dalam sebuah teks pendek. Tes ini menunjukkan
reliabilitas yang dapat diterima (tes-retes reliabilitas > .90) dan merupakan ukuran
yang valid untuk mengevaluasi kemampuan matematika anak-anak, menurut Hop,
Janssen, & Engelen (2016).

Tes mengeja melibatkan dikte di mana guru membacakan sebuah kalimat dan
mengulang satu kata dari kalimat tersebut yang harus di tulis dengan benar oleh anak-
anak. Tes ini terdiri dari 25 kata dan skor maksimum yang dapat diperoleh adalah 25.
Menurut Tomesen, Wouda, & Horsels (2016), reliabilitas tes mengeja cukup tinggi
(tes-retes reliabilitas > .90) dan validitas isi serta validitas konstruk dari tes ini baik.

Menurut Feenstra, Kamphuis, Kleintjes, & Krom (2010), tes membaca adalah
pengukuran yang andal dan valid (r = .85) untuk mengukur kemampuan pemahaman
membaca. Tes membaca mengukur kemampuan anak dalam memahami bacaan,
menerjemahkan teks tertulis, mencari informasi, dan merangkum teks tertulis.

Tes matematika merupakan alat ukur yang valid dan reliabel (r = .91
sampai .93) untuk mengukur kemampuan matematika siswa matematika siswa
(Janssen, Verhelst, Engelen, & Scheltens, 2010). Tes ini mengukur kinerja pada
berbagai aspek matematika yang berbeda, seperti kemampuan berhitung, geometri,
dan aljabar.

Tes mengeja adalah tes yang valid dan reliabel (r = .88 hingga .91) yang
terdiri dari dua bagian (De Wijs, Kamphuis, Kleintjes, & Tomesen, 2010). Subtes
pertama adalah dikte di mana guru membacakan sebuah kalimat dengan keras dan
mengulang satu kata dari kalimat tersebut. Siswa harus menuliskan kata tersebut
dengan benar. Bagian kedua adalah tes pilihan ganda di mana anak-anak harus
mengidentifikasi kata mana dari daftar kata yang dieja dengan salah.
Hasil tes awal diubah ke level kemampuan standar dan skor menggunakan
lima level (I hingga V), di mana level I adalah level tertinggi dan level V adalah yang
terendah. Setiap level diisi oleh 20% siswa. Norma skor dan level ini dapat digunakan
untuk memantau kemajuan siswa dengan membandingkan kinerja mereka saat ini
dengan nilai yang dicapai di tahun-tahun sebelumnya. Sebagai indikator kedua dari
kemampuan akademik, level kemahiran pada tes akhir tahun sebelumnya digunakan
untuk siswa kelas 3 (di akhir kelas 2) dan siswa kelas 4 (di akhir kelas 3). Hal ini
dikutip dari Janssen dan Hickendorff (2008).

Anda mungkin juga menyukai