Anda di halaman 1dari 38

2018

MIDDLE RANGE
THEORY: CHRONIC
SORROW

GEORGENE GASKILL EAKES DI APLIKASIKAN DENGAN PENGEMBANGAN


INTERVENSI KEPERAWATAN PADA AREA SUPPORTIVE THERAPY DI
PRACTISE THEORY
Yunus Adi Wijaya, Gardha Rias Arsy

UNIVERSITAS BRAWIJAYA | adibrewijaya@gmail.com


MIDDLE RANGE THEORY : CHRONIC SORROW
GEORGENE GASKILL EAKES DI APLIKASIKAN DENGAN
PENGEMBANGAN INTERVENSI KEPERAWATAN PADA AREA
SUPPORTIVE THERAPY DI PRACTISE THEORY

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keperawatan sebagai bagian integral pelayanan kesehatan
merupakan suatu bentuk pelayanan professional yang didasarkan pada
ilmu keperawatan. Pada perkembangannya ilmu keperawatan selalu
mengikuti perkembangan ilmu lain, mengingat ilmu keperawatan
merupakan ilmu terapan yang selalu berubah mengikuti perkembangan
jaman. Demikian juga dengan pelayanan asuhan keperawatan di Indonesia,
kedepan diharapkan harus mampu memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara professional sesuai dengan tuntutan kebutuhan
masyarakat serta teknologi bidang kesehatan yang senantiasa berkembang.
Pelaksanaan asuhan keperawatan disebagian besar rumah sakit Indonesia
umumnya telah menerapkan pendekatan ilmiah melalui proses
keperawatan.
Profesi keperawatan adalah profesi yang unik dan kompleks dalam
melaksanakan asuhan prakteknya, perawat harus mengacu pada model
konsep dan teori keperawatan yang sudah dimunculkan. Konsep adalah
suatu ide dimana terdapat suatu kesan yang abstrak yang dapat diorganisir
dengan simbol-simbol yang nyata sedangkan konsep keperawatan
merupakan suatu ide untuk menyusun suatu kerangka konseptual atau
model keperawatan. Kita sedikit mengulas kembali
bahwasannya pengertian keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-
psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh
proses kehidupan manusia ( Sumijatun, 2010)
Teori merupakan sekelompok konsep yang membentuk sebuah
pola yang nyata atau suatu pernyataan yang menjelaskan suatu proses,
peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta yang telah di observasi
tetapi kurang absolute atau bukti secara langsung. Teori keperawatan
adalah usaha-usaha untuk menguraikan atau menjelaskan fenomena
mengenai keperawatan. Teori keperawatan digunakan sebagai dasar dalam
menyusun suatu model konsep dalam keperawatan yang digunakan dalam
menentukan model praktek keperawatan.Keperawatan merupakan
pelayanan profesional sebagai dasar perkembangan ilmu dan teori
keperawatan karena teori membantu memberikan pengetahuan untuk
meningkatkan praktik keperawatan melalui cara menyebutkan,
menerangkan, memperkirakan dan mengendalikan fenomena.
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang
kuat, yang dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan dalam praktik
keperawatan (Nurachmah, 2010).
Perkembangan ilmu keperawatan tidak dapat terlepas dari
pengaruh tokoh-tokoh keperawatan yang mengemukakan berbagai teori
keperawatan dan memberikan kontribusi penting dalam menentukan arah
keperawatan di masa yang akan datang. Teori adalah sekelompok konsep
yang membentuk sebuah pola yang nyata atau suatu pernyataan yang
menjelaskan suatu proses, peristiwa atau kejadian yang didasari fakta-fakta
yang telah di observasi tetapi kurang absolut atau bukti secara langsung
(Hidayat, 2009). Perkembangan teori keperawatan memiliki berbagai
tingkatan teori yaitu philosophical theory, grand theory, nursing theory,
middle range theori dan practice theory . Pemikiran kritis seorang
perawat diperlukan untuk dapat mentransfer teori ke dalam praktik nyata,
sehingga dalam penerapannya tidak menyimpang dari maksud dan tujuan
yang terkandung dalam teori tersebut. Untuk itulah perlu dilakukan
kajian-kajian atau analisis terhadap teori sehingga dapat di rumuskan
dalam suatu bentuk aplikasi dan selanjutnya dapat dikembangkan seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan uraian diatas kelompok mencoba melakukan analisis
teori tentang support theory yang merupakan bagian dari teori
keperawatan chronic sorrow di middle range theory yang dikemukakan
oleh Georgene Gaskill Eakes dihubungkan ke dalam practise nursing
theory, untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana interaksi manusia,
lingkungan dan kesehatan dalam praktik pelayanan keperawatan.

1.2 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan teori dari model Middle
Range Theory : Chronic Sorrow Georgene Gaskill Eakes di aplikasikan
dengan pengembangan intervensi keperawatan pada area Supportive
Therapy di Practise Theory.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Histori Perspektif


Georgene
Gaskill Eakes
lahir di New
Bern, North
Carolina. Dia
menerima
Diploma
keperawatan dari
Sekolah
keperawatan
Rumah sakit
Watts di
Durham, north

Gambar 2.1 Georgene Gaskill Eakes https://nursekey.com/wp-


carolina 1966
content/uploads/2017/01/F000400u31-01-9780323091947.jpg dan pada tahun
1977 dia lulus Bacalaureate dengan Summa Cumlaude dari North Carolina
Agricultural dan Technical State university. Eakes melanjutkan M.S.N pada
University of North Carolina di Greensboro pada tahun 1980 dan Ed D dari
North Carolina State University pada tahun 1988. Eakes menerima
penghargaan untuk study masternya dan dari north Carolina league untuk
studi doktoralnya. Beliau dilantik dalam Sigma Theta Tau International
Honor Society of Nurses pada 1979 dan Phi Kappa Phi Honor Society pada
1988.
Pada awal pekerjaannya, Georgene Gaskill Eakes bekerja di
lingkungan akut maupun komunitas berbasis psikiatrik dan kesehatan
mental. Pada tahun 1980 dia bergabunng di East Carolina University School
of Nursing Greenville, North Carolina dan sampai sekarang.Pada tahun
1970 Goergene GaskillEakes mengalami ancaman hidup berupa injuri
adanya kecelakaan mobil. Pengalaman mendekati kematian meningkatkan
kesadarannya tentang bagaimana mempersiapkan pelayanan kesehatan
profesional dan saat individu dihadapkan pada kematian serta kurangnya
pemahaman tentang reaksi berduka dalam situasi kehilangan. Dimotivasi
oleh pengalamannya, dia memulai usaha penelitian untuk investigasi tentang
kecemasan menjelang kematian diantara para perawat dalam setting
perawatan jangka panjang dan mengeksplorasi resolusi griefing diantara
perawat akut.
Pada tahun 1983, Georgane Gaskill Eakes mendirikan pelayanan
komunitas, dua kali sebulan mendukung kelompok untuk diagnosa kanker
maupun yang lainnya yang signifikant dia sebagi co-facilitate.
Keterlibatannya dalam kelompok ini menyiagakandalam reaksi berduka
berhubungan dengan diagnosis yang berpotensial dalam ancaman hidup,
penyakit kronik. Selama memperkenalkan disertasinya pada konferensi
Sigma Theta Tau International di Taipei, Taiwan pada 1989, dia menghadiri
presentasi tentang chronic sorrow oleh Mary Lermann Burke dan dengan
segera membuat hubungan antara deskripsi Burke tentang chronic sorrow
dengan ibu yang mempunyai anak dengan myelomeningocele dan
observasinya tentang reaksi griefing diantara anggota support sistem
kelompok kanker.
Setelah konferensi, Eakes mengkontak Burke untuk mengeksplorasi
kemungkinan penelitian secara kolaboratif. Berdasarkan diskusi mereka,
lalu menjadwalkan pertemuan dengan Burke dan koleganya yaitu Margaret
A. Hainsworth dan Carolyn Lindgren lulusan Hainsworth.
Konsorsium keperawatan untuk penelitian tentang chronic sorrow
(NCRCS) merupakan pertemuan pertama pada musim panas 1989. Anggota
NCRCS melakukan pendekatan kualitatif pada populasi dengan kondisi
kronik yang mengancam kehidupan, pada caregiver dan individu yang
kehilangan. Eakes berfokus pada penelitian dengan diagnosa kanker, family
caregiver pada anak dengan penyakit mental dan individu yang
berpengalaman tentang kematian. Dari tahun 1992 sampai 1997, Eakes
menerima 3 penghargaan penelitian dari East Carolina University School of
Nursing dan dua penghargaan penelitian dari Beta Nu Chapter of Sigma
Theta Tau International.
Sebagai tambahan dalam publikasinya, Eakes melakukan presentasi
yang berhubungan dengan grief-loss dan death dan dying. Eakes juga aktif
terlibat dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup pada akhir
kehidupan dan mendekati kematian sebagai anggota dari Board of Directors
of the End of Life Care Coalition of Eastern North Carolina. Pada tahun
2002, Eakes menerima penghargaan dari East Carolina University pada
penelitiannya yang di integrasikan dalam praktik pembelajaran. Pada 1999,
Eakes menerima penghargaan The Best Image untuk publikasi teorinya
”Middle-Range Theory of Chronic Sorrow” dari Sigma Theta tau
International Honor Society. Dia merupakan finalis dalam oncology nursing
forum 1994. Penghargaan lainnya meliputi seleksi sebagai Edukator
keperawatan dari North Carolina Nurses Association pada 1991 dan sebagai
peneliti oleh beta nu chapter of Sigma theta tau internasional honor society
for nurses pada tahun 1994 dan 1998. Eakes juga sebagai reviewer pada
penelitian kualitatif kesehatan pada jurnal internasional dengan
interdispliner.
Gergene Gaskill Eakes merupakan seorang professor pada
Department keperawatan keluarga dan komunitas di East Carolina
University School of Nursing dimana dia mengajar tentang psikiatrik dan
keperawatan kesehatan mental dan penelitian keperawatan, sebagai pengajar
di Master keperawatan dan berbagai disiplin ilmu tentang pelajaran
perspektif Death/dying. Dalam penelitian yang terkini untuk
mengembangkan peralatan pengkajian tentang Chronic Sorrow, instrument
kuantitatif yang di desain untuk mengkaji bukti adanya chronic sorrow dan
untuk mengidentifikasi mekanisme koping efektif (G. Eakes, personal
communication, 2005).

2.2 Latar Belakang Teori


Nursing Concorcium Reseach Chronic Sorrow (NCRCS) dibuat
berdasarkan middle range teori keperawatan mengenai kesedihan kronis (
chronic sorrow). Kemudian untuk membentuk dasar konseptualisasi
mengenai koping individu terhadap kesedihan kronis digunakanlah model
stress dan adaptasi milik Lazarus dan Folkman (1984). Konsep kesedihan
kronis berasal dari teori oleh Olshansky (1962).
Para teoris Nursing Concorcium Reseach Chronic Sorrowmelihat
observasi Olshansky mengenai orang tua dengan anak-anak retardasi mental
yang mengalami kesedihan yang terus berulang. Mereka menyebutkan
dengan kesedihan kronis. Selain itu Bowlby dan Lindemann dalam
Lindgsen (1992) membuat konsep berduka sebagai proses yang akan selesai
seiring dengan perjalanan waktu dan jika tidak selesai berduka dikatakan
sebagai abnormal.Kebalikan dengan teori yang terikat waktu milik Bowlby
tersebut, Wilker et all mengatakan bahwa kesedihan yang berulang
merupakan peristiwa normal (Lindgsen, 1992). Sedangkan Burke dalam
studinya pada anak-anak dengan spina bifida mendefinisikan kesedihan
kronis sebagai kesedihan menetap yang permanent, periodic dan progresif
dan bersifat alami (Hainsworth, Eakes, Burke, 1994).Nursing Concorcium
Reseach Chronic Sorrow menggunakan hasil studi Lazarus dan Folkman
sebagai dasar metode manejemen yang efektif untuk model yang akan
mereka gunakan. Adanya perbedaan atau inkonsistensi dan respon terhadap
duka yang berulang merangsang mekanisme koping individu.
2.3 Penggunaan Bukti Empiris
Nursing Concorcium Reseach Chronic Sorrow mengadakan studi
terhadap:Individu dengan kanker, infertilitas, mutiple sclerosis, Parkinson.
Pelaku rawat suami atau istri dengan gangguan mental kronis, mutiple
sclerosis dan Parkinson. Pelaku rawat orang tua pada anak dewasa dengan
gangguan mental kronis. Berdasarkan kondisi-kondisi diatas tersebut para
teoris menyatakan bahwa kesedihan kronis dapat terjadi pada semua situasi
dimana rasa kehilangan tidak dapat diselesaikan atau tidak dapat dihentikan.
Studi kemudian dikembangkan kepada para individu yang mengalami
kehilangan (berduka) pada keadaan diri sendiri. Dinyatakan dalam studi ini
bahwa populasi ini juga terus menerus mengalami kesedihan kronis.
Berdasarkan bukti-bukti empiris tersebut maka dinyatakan bahwa definisi
kesedihan kronis sama dengan kesedihan menetap yang bersifat periodic
dalam waktu permanen, atau perasaan terkait sedih lainnya secara terus
menerus yang terjadi karena pengalaman kehilangan. (Eakes et all, 1998).
Pengalaman kesedihan kronis bersifat siklis dan terus berlanjut
selama perbedaan yang diciptakan oleh kerugian tetap ada. Kesedihan
kronis dipandang sebagai respon normal terhadap situasi abnormal.
Sementara episode kesedihan mereda dan individu terus melanjutkan hidup
mereka, selama perbedaan yang diakibatkan oleh kehilangan itu ada,
kesedihan kronis kemungkinan akan dialami secara berkala. Kembalinya
dukacita periodik ini dialami oleh individu dan perawat yang harapan
hidupnya telah terganggu. Kesedihan kronis ditandai sebagai sifat yang
meresap, permanen, periodik, dan berpotensi progresif. Atribut ini tercermin
dalam kata-kata ibu yang anaknya telah meninggal :” Rasa sakit tidak akan
pernah hilang sama sekali, tapi seperti hal lain, Anda hanya belajar untuk
hidup bersamanya. Anda belajar bagaimana hidup dengan anggota badan
yang diamputasi. Anda belajar bagaimana hidup dengan hati yang hancur
(Burke, 1999)”. Seperti yang ditunjukkan pada model (Gambar 2.1),
pengalaman kesedihan kronis dapat terjadi setelah kehilangan pengalaman
pada setiap titik sepanjang rentang hidup
Gambar 2.1 Rentang hidup dalam Chronic Sorrow.
http://img.medscape.com/article/707/848/707848-fig1.jpg
Kesedihan kronis dibedakan secara jelas dari model kesedihan
timebound yang lazim dan dari kesedihan patologis dan depresi (Burke,
Hainsworth, Eakes, & Lindgren, 1992; Lindgren et al., 1992; Teel, 1991).
Sementara teorema kesedihan tradisional (Bowlby, 1980; Lindemann, 1944)
menyatakan bahwa resolusi adalah hasil reaksi kesedihan yang diperlukan
dan normal yang terkait dengan kehilangan, premis teoritis dari kesedihan
kronis memungkinkan orang untuk secara berkala mengalami kembali
kesedihan yang meluas atau perasaan berkepribadian lainnya. yang terjadi
saat awalnya dihadapkan dengan kerugian. Meskipun setiap episode
kesedihan mereda seiring berjalannya waktu, keadaan atau situasi di mana
individu dihadapkan pada perbedaan yang diciptakan oleh kekalahan yang
memicu kekalahan dari perasaan yang berhubungan dengan kesedihan.
Karena sifat siklus kesedihan kronis, periode kebahagiaan dan kepuasan
diselingi dengan episode kesedihan kembali, sehingga mencegah kesedihan
menjadi tidak mampu (Burke et al., 1992; Copley & Bodensteiner, 1987;
Lindgren et al., 1992 Teel, 1991)
Kebutuhan akan model kerugian alternatif diakui secara luas. Selain
itu, ada pengakuan bahwa sifat kerugian yang unik, baik yang nyata maupun
simbolis, yang menyertai penyakit kronis dan kecacatan mencegah
penutupan atau resolusi (Davis, 1987; Stephenson & Murphy.1986;
Worthington, 1994). Menariknya, definisi penyakit kronis Quint's (1969)
sebagai salah satu yang progresif, periodik, dan permanen mencerminkan
pengalaman kesedihan kronis.
Model siklus kesedihan yang memungkinkan perasaan sedih untuk
ditinjau kembali telah diajukan tidak hanya oleh para profesional yang
bekerja dengan keluarga dengan anak-anak yang menderita penyakit kronis
atau cacat perkembangan (Copley & Bodensteiner, 1987; Worthington,
1994) tetapi juga oleh mereka yang menasihati yang berduka (Martin &
Elder, 1993). Namun, tidak seperti kerangka duka cita terbuka yang
deskriptif ini, model kesedihan kronis merupakan cara alternatif untuk
melihat tanggapan siklis terhadap pengalaman kehilangan yang didasarkan
pada penelitian ekstensif ( Eakes, Georgene G; Burke, Mary L; Hainsworth,
Margaret A. 1998).
2.3.1 Situasi Kehilangan ( Loss Situations)
Kejadian pendahuluan utama yang harus terjadi sebelum timbulnya
kesedihan kronis adalah keterlibatan dalam pengalaman mengalami
kerugian yang signifikan. Kehilangan itu mungkin terus berlanjut tanpa
akhir yang dapat diprediksi, seperti kelahiran anak cacat atau diagnosis
penyakit kronis, atau mungkin kerugian yang lebih terbatas seperti kematian
orang yang dicintai. Karena interpretasi kehilangan sangat individualistik,
sulit untuk menggeneralisasi tentang apa yang mungkin merupakan
kerugian yang signifikan. Apa yang digambarkan sebagai kerugian yang
signifikan oleh satu orang mungkin tidak dipandang sama oleh orang lain.
Namun, penelitian telah menunjukkan secara sangat banyak bahwa
kehilangan seorang anak "sempurna" yang tidak pernah berakhir yang
dialami oleh orang tua anak-anak cacat fisik atau mental membuat mereka
berisiko tinggi mengalami kesedihan kronis (Burke, 1989; Damrosch &
Perry, 1989; Fraley, 1986, Golden, 1994; Hummel & Eastman, 1991;
Mallow, 1994; Olshansky, 1962; Phillips, 1991; Seideman & Kleine, 1995;
Shumaker, 1995; Wikler et al., 1981).
Demikian pula, pengasuh keluarga anak-anak dewasa, pasangan,
orang tua, atau kerabat dekat lainnya dengan penyakit yang secara fisik atau
mental melumpuhkan menghadapi kerugian yang terkait dengan kondisi
orang yang mereka cintai memburuk dan mengalami pengorbanan pribadi
yang menyertai pengasuhan (Atkinson, 1994; Cockerill & Warren, 1990 ,
Miller, 1991; Miller, Dworkin, Ward, & Barone, 1990; Parks & Pilisuk,
1991). Pengalaman-pengalaman dari kerugian yang terus berlanjut yang
tertanam dalam peran pengasuh ini sering menyebabkan kesedihan kronis
(Burke, Eakes, & Hainsworth, 1997; Eakes, 1995; Hainsworth, 1995;
Hainsworth et al., 1995; Lindgren, 1996).
Adanya kondisi kronis dengan ketidakpastiannya yang bersamaan
menciptakan situasi dimana tidak ada akhir yang dapat diprediksi (Loveys,
1990; Mishel, 1990). Selain itu, kerugian aktual dan simbolis yang terkait
dengan hidup dengan penyakit kronis atau kecacatan sedang berlangsung.
Keterlibatan dalam kerugian yang terus berlanjut yang terkait dengan
kondisi kronis atau mengancam jiwa seperti kemandulan, kanker, atau
multiple sclerosis cenderung mengarah pada perkembangan kesedihan
kronis (Burke et al., 1997; Eakes, 1993; Eakes et al., 1993). Hainsworth et
al., 1993; Hainsworth et al., 1994; Lindgren, 1996).
Berbeda dengan pengalaman kehilangan yang terus berlanjut dimana
tidak ada akhir yang dapat diprediksi dalam situasi kehilangan produksi,
kematian orang yang dicintai mewakili kejadian kerugian yang terbatas
yang dapat memicu perkembangan kesedihan kronis. Tiga studi konsorsium
yang dilakukan pada tahun 1994 menyelidiki terjadinya kesedihan kronis
pada individu yang pernah mengalami kematian anggota keluarga. Studi ini
mewakili tengara dalam mengeksplorasi kesedihan kronis di antara mereka
yang telah mengalami kerugian yang terbatas, dan bukan kerugian yang
terus berlanjut. Sampel terdiri dari 14 orang tua yang pernah mengalami
kematian seorang anak, 10 orang yang telah kehilangan pasangannya
melalui kematian, dan 10 orang yang telah mengalami kematian seorang
anggota keluarga setelah penyakit jangka panjang. Sementara lamanya
waktu sejak kejadian kematian berkisar antara 2 sampai 25 tahun, 97%
sampel menunjukkan kesedihan kronis seperti yang diidentifikasi dengan
menggunakan Kuesioner Kesengsaraan Kronis Burke / NCRCS (Bereaved
Individual Version), sebuah panduan wawancara semi terstruktur. Kata-kata
dari seorang pria yang istrinya telah meninggal 10 tahun sebelumnya
memberi gambaran tentang kesedihan kronis yang terkait dengan kematian
orang yang dicintai : “Ada orang yang mengatakan bahwa waktu akan
dihapus atau waktu akan mengubah keadaan, tapi itu tidak benar. Waktu
akan mempermudah, tapi waktu tidak menghapus apa yang telah Anda
bangun selama bertahun-tahun. Itu tidak menghapusnya jadi jangan
mengharapkan mereka (perasaan berduka periodik) untuk pergi. Anda bisa
mengatasinya seperti tahun-tahun berlalu, tapi saya tidak berpikir bahwa
saya akan pernah melakukannya, jika saya hidup sampai 100, bisa
mengatasinya. Istri saya akan selalu menjadi bagian dari diri saya. Dia
meninggalkan dampak pada hidup saya dan anak saya bahwa tidak ada satu
pun di dunia ini yang akan pernah terjadi” (Eakes, 1994).
Sementara kesedihan tradisional secara tradisional hanya dikaitkan
dengan individu-individu yang terlibat dalam situasi kehilangan yang
sedang berlangsung tanpa akhir yang dapat diprediksi, temuan terbaru
tentang individu yang kehilangan ini memvalidasi pengalaman dukacita
kronis tidak hanya bagi mereka yang mengalami kerugian terus-menerus,
tetapi juga bagi mereka yang telah mengalami kehilangan tunggal . Oleh
karena itu, kita asumsikan bahwa semua jenis pengalaman kehilangan yang
signifikan dapat menyebabkan perkembangan kesedihan kronis.
2.3.2 Perbedaan ( Disparity )
Kunci kedua yang menjadi penyebab kesedihan kronis adalah
disparitas yang tidak terselesaikan akibat kerugian (Lindgren et al., 1993;
Teel, 1991). Disparitas diciptakan oleh pengalaman kehilangan ketika
realitas individu saat ini sangat berbeda dari ideal; Bila kerugian
menciptakan celah antara hubungan yang diinginkan dan yang sebenarnya.
Entah terkait dengan kerugian yang terus berlanjut sebagai individu atau
pengasuh yang terpengaruh atau sebagai survivor dari satu kejadian
kerugian tunggal, adanya perbedaan yang terus berlanjut dan tidak
terselesaikan adalah atribut umum dari kesedihan kronis (Burke et al., 1997;
Eakes, 1993; Eakes, 1995). , Et al, 1993; Hainsworth, 1994a; Hainsworth,
1995; Hainsworth et al., 1993; Hainsworth et al., 1994; Hainsworth et al.,
1995; Lindgren et al., 1993; Teel, 1991). Perbedaan yang tidak terselesaikan
yang menjadi ciri kesedihan kronis dapat disamakan dengan mengalami
kerugian dalam potongan-potongan. Kurangnya penutupan celah yang
diciptakan oleh peristiwa kehilangan tersebut membuat panggung untuk
didambakan dialami secara berkala sebagaimana tercermin dalam komentar
seorang ibu yang anaknya telah meninggal dunia : “Ini adalah proses yang
terus-menerus dan orang-orang yang mengatakannya hanya berakhir setelah
dua tahun setelah itu Anda seharusnya baik-baik saja. Nah itu nada gila
memang mengubah Anda dan Anda bisa beradaptasi, tapi bagi saya pribadi,
itu tidak sepenuhnya menyembuhkan bekas luka yang tertinggal” (Burke,
1994).
2.3.3. Acara Pemicu ( Trigger Event )
Dalam kerangka teori kesedihan kronis, peristiwa pemicu
berhubungan erat dengan perbedaan. Pemicu, juga disebut sebagai tonggak
sejarah, didefinisikan sebagai keadaan, situasi, dan kondisi yang membawa
perbedaan negatif yang diakibatkan oleh pengalaman kehilangan dengan
jelas menjadi fokus atau yang memperparah pengalaman perbedaan (Burke
et al., 1997; Eakes, 1995; Teel, 1991). Peristiwa yang cenderung memicu
konfrontasi dengan perbedaan yang berkelanjutan bervariasi tergantung
pada apakah kerugian dikaitkan dengan kondisi kronis atau mengancam
jiwa, menjadi pengasuh keluarga, atau mengalami kematian orang yang
dicintai.
2.3.4 Individu yang Terkena Dampak ( Affected Individuals )
Kesedihan kronis paling sering dipicu pada individu dengan kondisi
kronis atau mengancam jiwa saat individu mengalami disparitas dengan
norma yang diterima. Norma-norma ini mungkin bersifat sosial,
perkembangan, atau pribadi (Burke et al., 1997; Eakes, 1993; Eakes et al.,
1993; Hainsworth, 1994b). Individu dengan penyakit kronis atau
mengancam jiwa mungkin mengalami stigmatisasi oleh masyarakat. Selain
itu, kemampuan mereka untuk berpartisipasi penuh dan memenuhi harapan
masyarakat dapat dikompromikan (Lubkin, 1990). Contoh disparitas dengan
norma sosial adalah individu yang menghadapi kesadaran bahwa dia
"berbeda" dari orang lain. Norma perkembangan mengacu pada tonggak
perkembangan keluarga atau keluarga yang dapat diprediksi dan
diantisipasi. Salah satu contoh disparitas dengan norma perkembangan
keluarga adalah wanita subur pada usia subur. Orang yang didiagnosis
dengan kondisi degeneratif yang progresif seperti multiple sclerosis,
mengalami disparitas yang sedang berlangsung dengan norma-norma
pribadi yang sudah mapan hampir pasti memicu pengalaman berduka
kronis. Situasi seperti itu mungkin timbul saat seseorang tidak lagi dapat
berpartisipasi dalam aktivitas yang sebelumnya dinikmati. Selain perbedaan
dengan norma, kejadian yang terkait dengan pengelolaan penyakit seperti
rawat inap dapat menyebabkan disparitas yang sedang berlangsung menjadi
fokus bagi mereka yang terkena kondisi kronis atau lifetreatening (Burke et
al., 1997; Eakes, 1993; Eakes, et al, 1993; Hainsworth, 1994b; Lindgren,
1996).
2.3.5 Pengasuh keluarga ( Family Caregivers )
Bagi orang tua yang merawat anak-anak muda dengan kelemahan
fisik atau mental, konfrontasi dengan perbedaan antara yang diidealkan dan
yang sebenarnya sangat terkait dengan perkembangan tonggak (Burke,
1989; Clubb, 1991; Damrosch & Perry, 1989; Fraley, 1986; Fraley, 1990;
Golden, 1994; Hummel & Eastman, 1991; Mallow, 1994; Olshansky, 1962;
Phillips, 1991; Seideman & Kleine, 1995; Shumaker, 1995; Wikler dkk,
1981). Perbedaan dicatat antara kinerja seorang anak dan harapan orang tua
terhadap perkembangan "normal" membawa disparitas dengan jelas menjadi
fokus. Bagi pengasuh keluarga lainnya, kesedihan kronis paling sering
dipicu oleh krisis manajemen yang terkait dengan penyakit anggota keluarga
dan oleh kejadian yang memperkuat sifat tanggung jawab pengasuhan
mereka yang tak berkesudahan (Burke et al., 1997; Eakes, 1995; Eakes et
al., 1993). , Hainsworth, 1995; Hainsworth et al., 1995; Lindgren, 1996).
Potensi perbandingan kondisi abnormal dengan norma untuk memicu
kesedihan kronis juga terlihat pada pengasuh keluarga. Situasi dan keadaan
yang memicu kesadaran akan kesenjangan antara diri dan orang lain,
terutama berkenaan dengan harapan perkembangan, hubungan dan
kemampuan biasanya dikutip dalam hal ini (Burke, 1989; Burke et al., 1997;
Eakes, 1995; Fraley, 1986; Hainsworth , 1995; Hummel & Eastman, 1991;
Olshansky, 1962; Wikler dkk, 1981). Seperti suami seorang wanita dengan
multiple sclerosis yang mencatat, "Saya tidak tahan melihat pasangan
berjalan mengelilingi mal atau membawa cucu mereka keluar karena saya
tahu itu tidak akan pernah terjadi pada kita" (Hainsworth, 1995).
2.3.6 Individu yang Berkabung ( Bereaved Individuals )
Dalam situasi berkabung, disparitas yang memicu kesedihan kronis
bukanlah kehadiran seseorang dengan kondisi kronis. Sebaliknya, ini adalah
perbedaan dari cita-cita yang diciptakan oleh tidak adanya orang yang
sentral dalam kehidupan orang yang berduka. Dengan kata lain, bagi orang-
orang yang kehilangan, ada kehadiran yang memicu kesedihan kronis.
Pengalaman kesedihan kronis untuk orang-orang yang kehilangan sebagian
besar sering dipicu oleh konfrontasi dengan perbedaan yang terkait dengan
kenangan akan kenyataan masa lalu, yang sering dikaitkan dengan kejadian
ulang tahun, dan dengan varians yang diakui dari norma sosial (Burke,
1994; Eakes, 1994; Hainsworth, 1994). Selain itu, perubahan peran yang
diharuskan oleh kematian "orang lain yang signifikan" juga berfungsi
sebagai pengingat akan perbedaan negatif antara masa lalu dan masa kini
dan dapat memicu kesedihan kronis.
2.3.7 Metode manajemen ( Management Methods )
Metode manajemen mengacu pada strategi penanggulangan yang
digunakan oleh orang dengan kesedihan kronis (internal) dan intervensi
yang diberikan oleh profesional (eksternal). Penggunaan metode
penanganan yang efektif dan pemberian intervensi yang tepat dapat
membantu orang-orang dengan kesedihan kronis untuk mendapatkan
kembali keseimbangan emosional mereka dan mencapai tingkat
kenyamanan yang meningkat. Pekerjaan metode manajemen yang efektif
juga dapat memperpanjang periode antara kejadian pemicu dan mengurangi
tingkat disparitas yang dirasakan.
2.3.8 Metode Manajemen Eksternal yang Efektif ( Effective External
Management Methods )
Penting untuk dicatat bahwa metode pengelolaan yang diberikan oleh
profesional perawatan kesehatan harus didasarkan pada konseptualisasi
kesedihan kronis seperti biasa dan bukan patologis. Normalisasi pengalaman
adalah, dalam dan dari dirinya sendiri, fondasi dimana intervensi lain
dibangun. Perawat dan penyedia lainnya harus menyadari bahwa individu-
individu yang telah didiagnosis dengan kondisi kronis atau mengancam
jiwa, orang tua dari anak-anak cacat, pengasuh bagi orang tua yang cacat
atau cacat, dan orang-orang yang meninggal melalui kematian orang-orang
terkasih dapat mengalami kekambuhan periodik Perasaan terkait
didefinisikan sebagai dukacita kronis. Kesadaran akan keadaan dan situasi
yang cenderung memicu kesedihan kronis memungkinkan pemberian
bimbingan antisipatif. Gaya koping pribadi dapat dinilai dengan hanya
bertanya, "Apa yang membantu?" Setelah diidentifikasi, strategi
penanganan positif harus diperkuat dan didukung. Bagi mereka yang kurang
memiliki kemampuan mengatasi yang efektif, strategi yang diidentifikasi
efektif dalam menghadapi dukacita kronis dapat diajarkan.
Selanjutnya, tindakan spesifik oleh profesional perawatan kesehatan
telah diidentifikasi sebagai membantu mengurangi rasa sakit emosional dari
kesedihan kronis. Intervensi ini dapat dikategorikan sebagai peran yang
dapat diberikan perawat dan penyedia layanan kesehatan lainnya dalam
kontak mereka dengan individu yang mengalami kesedihan kronis (Burke,
1989; Copley & Bodensteiner, 1987; Eakes, 1993; Eakes, 1995; Eakes et al.,
1993; Fraley , 1990; Hainsworth, 1995; Hainsworth et al., 1995; Hummel &
Eastman, 1991; Wikler dkk., 1981).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN KONSEP TEORI CRONIC SORROW

3.1 State of Art


Tabel 3.1 State of Art Chronic Sorrow
No Judul dan Nama Pengarang Teori Metode Hasil
1 Artikel : Bereavement Experience Pengalaman pribadi ini
telah memungkinkan
BEREAVEMENT & GRIEF saya untuk
RELATED TO THE LOSS OF A mengembangkan
PARENT. wawasan tentang dan
Dr. Hila Spear, Professor of Nursing kepekaan terhadap
and Director of Graduate Studies, pengalaman dari orang
Liberty University, 2005 lain yang dihadapkan
Department of Nursing, Lynchburg, dengan kematian dan
Virginia. kematian, dan hasilnya
Perasaan
psychoemotional terkait
dengan kerugian
permanen Itu penting
untuk perawat dan orang
lain bersikap responsif
terhadap kompleks dan
proses persidangan
individual mereka yang
hidup melalui kematian
orang yang dicintai
https://search.proquest.com/docview/225535965/B2834000612442E2PQ/2?accountid=170128

2 Book Review : The loss and Intelligent and teknik intervensi khusus
grief humane untuk identifikasi dan
CHRONIC SORROW: A LIVING observations resolusi trauma, sistem
LOSS. and kepercayaan klien yang
Roos, S. New York: Brunner- considerations up-dating, mengatasi
Routledge, 2002, 269 pp. useful both for frustrasi hidup sehari-
mental health hari, serta perangkap
clinicians profesional dan
kelalaian. Roos juga
menyusun sebuah alat
penilaian dan intervensi
menyeluruh yang
komprehensif bagi para
dokter untuk digunakan
sebagai panduan saat
bekerja dengan individu
yang berurusan dengan
dukacita kronis. Model
yang diajukannya sangat
mencolok karena bukan
hanya deskriptif daftar
gejala; melainkan
melihat dimensi atau
gradasi kesedihan kronis.
Model ini menawarkan
kepada para klinisi
kerangka yang bagus
untuk menilai kesusahan
yang dialami orang-
orang yang mengalami
kesengsaraan kronis,
sambil mengidentifikasi
faktor-faktor pribadi dan
lingkungan yang unik
yang dapat
mempengaruhi fungsi
individu. Alat yang
sangat membantu ini
dapat memfasilitasi
penilaian klinis dan
merupakan batu loncatan
untuk mendorong
penelitian tentang
masalah kesedihan
kronis.
https://search.proquest.com/docview/227772390/abstract/497837F110014D1APQ/1?accountid=170128

3. Journal : Learning Mallow dan Memiliki anak dengan


disability; Bechtel (1999) ketidakmampuan belajar
SUPPORTING PARENTS Parenting mensurvei mengharuskan orang tua
CARING FOR A CHILD WITH A orang tua (n = untuk menangani dan
LEARNING DISABILITY 28; 19 ibu dan menyesuaikan diri
sembilan ayah) dengan tuntutan baru dan
Fitzpatrick, Anne; Dowling, menghadiri ekstensif. Strategi
Maura Nursing Standard (2013); sebuah penanganan pribadi yang
London Vol. 22, Iss. 14-16, (Dec 12, kelompok diterapkan orang tua
2007-Jan 1, 2008): 35-9. pendukung dapat didukung oleh
dengan dukungan perawat
menggunakan belajar. Emosi orang tua
Kuesioner dan tidak statis tapi terus
melaporkan bereaksi dan berubah
bahwa pola seiring berjalannya
kesedihan dan waktu dan sebagai
kesedihan respons terhadap faktor
muncul kembali situasional. Perawat
dan lebih ketidakmampuan belajar
konsisten di dapat berperan dalam
antara para ibu.memberikan dukungan
Yang penting yang sangat dibutuhkan
adalah temuan bagi orang tua.
bahwa krisis
Membentuk hubungan
manajemen baik di mana ada
memicu kejujuran, kepercayaan,
kesedihan kasih sayang dan
berulang pada fleksibilitas sangat
ibu, sementara penting. Mempelajari
perbandingan perawat cacat harus
dengan norma mendukung dan
sosial ayah yangmendidik dengan humor
sedih. dan optimisme, dan
merangkul komitmen
untuk mengembangkan
potensi setiap klien,
dalam iklim
penghormatan yang
tulus. Pada akhirnya,
anak akan menuai
keuntungan
https://search.proquest.com/docview/219827170/fulltext/B2834000612442E2PQ/3?accountid=170128

4 Journal : Chronic Sorrow The model of Teori kesedihan kronis


Chronic dari tengah-tengah kita
MIDDLE-RANGE THEORY OF Sorrow memberi kerangka kerja
CHRONIC SORROW includes untuk memahami reaksi
antecedents, individu terhadap
Eakes, Georgene G; Burke, Mary trigger events,
kerugian. Teori ini
L; Hainsworth, Margaret A.; and internal and
berasal dari wawancara
Indianapolis Vol. 30, Iss. 2, (Second external dengan 196 individu,
Quarter 1998): 179. management mulai dari orang dewasa
methods. muda sampai orang tua,
yang telah berbagi
pengalaman mereka
sebagai orang dengan
kondisi kronis, pengasuh
keluarga yang sakit
kronis, atau sebagai
anggota keluarga yang
berduka. Apapun sifat
dari situasi kehilangan,
jika terjadi disparitas
yang sedang
berlangsung, kesedihan
kronis kemungkinan
akan dialami. Memang,
sebanyak 169 (86%) dari
mereka yang diteliti
menunjukkan bukti
kesedihan kronis.
https://search.proquest.com/docview/236474014/B2834000612442E2PQ/1?accountid=170128

5 Artikel : Chronic Sorrow Center of Chronic Sorrow is a


Epidemiological profound sadness
DEPRESSION; STUDY FINDS resulting from long-term
CHRONIC SORROW HIGHER disability, ill health or
FOR HIV POSITIVE WOMEN impairment.
THAN MEN The study used the
AIDS Weekly; Atlanta,18 Feb 2002: concept
ofchronic sorrow to
10. examine the social
support needs of HIV-
positive men and women.
https://search.proquest.com/docview/212137509/fulltext/7D40C18678F84897PQ/1?accountid=170128

6 Artikel Jurnal : Phenomenology Inclusion Studi secara kolektif


of Loss and Criteria mendokumentasikan
PARENTS' GRIEF IN THE Grief empat jenis temuan.
CONTEXT OF ADULT CHILD Pertama, Analisis
MENTAL ILLNESS: A kualitatif
QUALITATIVE REVIEW menggambarkan
keluarga orang tua dan
Richardson, Meg; Cobham, keluarga lainnya
Vanessa; Murray, Judith; Mcdermott, kehilangan anggota dan
Brett. Clinical Child and Family kesedihan, termasuk
Psychology Review; New fenomena tersebut
York Vol. 14, Iss. 1, (Mar 2011): kesedihan kronis Kedua,
28-43. statistik deskriptif
mendokumentasikan
terjadinya kesedihan
pada orang tua dan
lainnya anggota keluarga
yang memiliki anak atau
saudara dengan mental
kekacauan. Ketiga,
analisis korelasi
menggambarkan asosiasi
antara kesedihan dan
berbagai hasil. Terakhir,
korelasi statistik
mengidentifikasi faktor-
faktor yang menjadi
prediktif orang tua dan
pengalaman berduka
keluarga '. Tabel 1
merangkum sampling,
desain, metode dan
temuan utama studi yang
ditinjau.
https://search.proquest.com/docview/854958041/fulltextPDF/552BA811DF3B4098PQ/1?accountid=170128

3.2 Model Teori Cronic Sorrow


Dalam rentang kehidupan manusia, individu dihadapkan pada
situasi kehilangan yang dapat terjadi secara terus menerus ataupun satu
kejadian. Pengalaman kehilangan tersebut akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Kejadian
tersebut dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/
mendalam yang potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang
dan permanent. Individu dengan pengalaman kesedihan tersebut biasanya
akan menggunakan metode management dalam mengatasinya. Metode
management dapat berasal dari internal (koping personal) ataupun dari
eksternal (dukungan orang yang berharga maupun tim kesehatan). Jika
metode manajemen yang digunakan efektif maka individu akan meningkat
perasaan kenyamanannya. Tetapi jika tidak efektif akan terjadi hal
sebaliknya. Kesedihan kronis diperkenalkan ke dalam literatur lebih dari
30 tahun yang lalu untuk menandai gelombang kesedihan yang berulang
yang diamati pada orang tua anak-anak dengan kekurangan mental saat
mereka berjuang untuk mengatasi hilangnya "anak yang sempurna"
(Olshansky, 1962). Kesedihan yang meluas dan berulang-ulang yang
disukai Olshansky sebagai dukacita kronis dipandang sebagai respons
normal terhadap gangguan normalitas yang diantisipasi.
Penelitian selanjutnya memvalidasi terjadinya kesedihan kronis di
antara orang tua anak cacat mental atau fisik dan memperluas emosi yang
biasanya dialami mencakup tidak hanya kesedihan dan kesedihan, tapi
juga ketakutan, ketidakberdayaan, kemarahan, frustrasi, dan perasaan lain
yang khas dari kesedihan (Burke, 1989; Damrosch & Perry, 1989; Fraley,
1986; Hummel & Eastman, 1991; Phillips, 1991; Seideman & Kleine,
1995; Wikler, Wasow, & Hatfield, 1981). Disimpulkan dalam penelitian
ini adalah gagasan bahwa sifat tidak terputusnya hilangnya anak
"sempurna" mencegah resolusi kesedihan dan episode periodik yang
dipicu oleh kesedihan atau kesedihan kronis.

3.3 Mayor Konsep dan Definisi


3.3.1 Chronic Sorrow
Chronic sorrow adalah ketidakseimbangan yang berkelanjutan
karena kehilangan yang dikarakteristikkan dengan pervasif dan
permanen. Gejala kesedihan berulang secara periodik dan biasanya
gejala ini terus berkembang.
3.3.2 Loss Experience
Kehilangan muncul karena adanya ketidakseimbangan/ perbedaan
antara ideal dan situasi atau pengalaman yang nyata. Sebagai
contoh anak yang sempurna dengan anak dengan kondisi kronik
yang berbeda dengan ideal.
3.3.3 Trigger Events
Kejadian pencetus adalah situasi, keadaan dan kondisi yang
menyebabkan perbedaan atau kehilangan berulang dan memulai
atau memperburuk perasaan berduka.

3.3.4 Management method


Management method diartikan bahwa individu menerima keadaan
chronic sorrow. Hal tersebut dapat secara internal (strategi koping
personal) atau eksternal (praktisi pelayanan kesehatan atau
intervensi orang lain).
3.3.5 Inefektif management
Management inefektif merupakan hasil dari strategi yang
meningkatkan ketidaknyamanan atau mempertinggi perasaan
chronic sorrow.
3.3.6 Effective management
Management efektif merupakan hasil dari strategi yang
meningkatkan kenyamanan perasaan individual.

3.4 Strategi Management


Nursing Concorcium Reseach Chronic Sorrowmenyakinkan bahwa
kesedihan kronis bukan masalah jika para individu dapat melakukan
menejemen perasaan secara efektif. Strategi tersebut adalah :
3.4.1 Strategi koping internal
Action (tindakan), mekanisme koping action individu baik yang
bersangkutan maupun pelaku rawatnya. Contohnya metode
distraksi yang umum digunakan untuk menghadapi nyeri Kognitif,
mekanisme koping ini juga sering digunakan, misalnya berpikir
positif, ikhlas menerima semua ini
3.3.2 Interpersonal
Mekanisme koping interpersonal misalnya dengan berkonsultasi
dengan ahli jiwa, bergabung dengan kelompok pendukung,
melakukan curhat.
3.3.3 Emosional
Mekanisme koping emosional misalnya adalah menangis dan
mengekspresi kanemosi Strategi menejemen ini semua dianggap
efektif bila para pelaku atau individu mengaku terbantu untuk
menurunkan perasaan kembali berduka (re-grief). Strategi koping
eksternal, dideskripsikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh
professional kesehatan dengan cara meningkatkan rasa nyaman
para subyek dengan bersikap empati, memberi edukasi serta
merawat dan melakukan tindakan professional kompeten lainnya.

3.4 Asumsi Mayor


3.4.1 Keperawatan
Praktek keperawatan memiliki lingkup praktek untuk mendiagnosa
adanya kesedihan kronis untuk kemudian melakukan intervensi
untuk mengatasinya. Peran utama perawat adalah bersikap empati,
memberi edukasi, serta merawat dan melakukan tindakan
professional kompeten lainnya.

3.4.2 Manusia
Memiliki persepsi ideal mengenai proses kehidupan dan kesehatan.
Manusia akan membandingkan pengalamannya dengan
idealismenya pribadi dan dengan orang-orang disekitarnya.
Meskipun pengalaman individu terhadap kehilangan bersifat unik,
namun terdapat komponen-komponen yang umumnya dapat
diprediksi ada terikat pengalaman kehilangan.
3.4.3 Kesehatan
Kesehatan seseorang tergantung adaptasi terhadap kesenjangan
yang tercipta setelah kehilangan. Koping yang efektif
menghasilkan respon normal terhadap kehilangan.
3.4.4 Lingkungan
Lingkungan pelayanan kesehatan merupakan tempat terjadinya
interaksi individu dalam konteks social, dengan keluarga, social
dan pekerjaan.

3.5 Penerimaan dalam Keperawatan


3.5.1 Praktek keperawatan
Membantu perawat dalam menghadapi pasien dan keluarga, pelaku
rawat untuk secara efektif memenejemen kejadian- kejadian
pemicu kesedihan kronis.
3.5.2 Pendidikan
Memberi masukan bagi NANDA dalam diagnosa keperawatan
diterima pada tahun 1998. Merupakan langkah penting dalam
mengajarkan praktek berbasis bukti atau fakta.
3.5.3 Riset
Menjadi dasar pengembangan studi ini terhadap populasi, misalnya
pasien dengan HIV/AIDS, ibu dengan anak anemia sickle cell,
diabetes miletus dan asma.
BAB IV
APLIKASI TEORI CHRONIC SORROW

4.1 KASUS
Annie adalah anak pertama Amanda dan Alan yang sudah lama
dirindukan kehadirannya didunia ini. Ketika dia dilahirkan dia tidak
responsif, terkulai dan tidak mampu untuk saat diberi makan. Prognosisnya
buruk dan dia diprediksikan tidak akan bertahan hidup. Ketika dia berumur
beberapa minggu, orang tua nya membawanya pulang ke rumah dan mereka
doberitahu untuk memberinya kecintaan, karena dia akan berumur pendek.
Faktanya, perawat klinik mengatakan kepada Amanda bahwa itu akan lebih
baik jika Annie menghilang saja. Karena ternyata Amanda mempunyai
radang selaput otak (viral meningitis) selama trimester pertama
kehamilannya.
4.1.1 Tinjauan teori:
Orang tua dengan anak yang didiagnosa dengan
ketidakmampuan/ disability saat lahir atau dalam awal hidupnya,
mulai belajar proses yang disebut dengan kehilangan “loss” anak yang
normal dan peran orangtua yang normal yang mereka harapkan.
Profesional perawatan kesehatan primer membutuhkan
pemahaman terhadap kehilangan alamiah ini dan dampaknya terhadap
kehidupan keluarga dan masa depan orangtua. Saat didiagnosa adalah
merupakan waktu penuh emosional dan kebingungan yang sering juga
adalah kecemasan yang tinggi. Orangtua tidak akan pernah siap untuk
mendengar berita yang traumatik tentang anak mereka dan pendapat
anggota keluarga, teman, para kenalan dan laporan media yang
menambah kebingungan mereka. Informasi akurat dan komprehensif
tentang disability dibuat secepat mungkin meliputi hasil positif dan
negatif terhadap kerusakan dan disablity. Sebaiknya orangtua
dipersiapkan dulu bahwa mereka akan mendengar berita buruk.

Menurut teori yang dikembangkan oleh Georgene Gaskill


Eakes, Mary Lermann Burke dan Margaret A. Hainsworth
a. Chronic Sorrow:
Kesedihan mendalam dirasakan oleh keluarga Amanda dan alan
karena Annie adalah anak yang idam-idamkan. Tetapi dia
mengalami keterbatasan.
b. Loss
Pasangan Amanda dan Alan ”kehilangan” anak normal/sempurna.
Dia mengharapkan (idealnya) anak mereka bisa hidup dengan
normal seperti anak yang lain, tetapi kenyataan sejak lahir Annie
sudah mempunyai keterbatasan yang disebabkan karena radang
selaput otak yang diderita Amanda.
c. Trigger events
Annie sebagai anak yang diharpakan lahir tidak sesuai harapan.
Ketika dia dilahirkan dia tidak responsif, terkulai dan tidak mampu
untuk saat diberi makan.
d. Management method
Secara internal pasangan ini menggunakan strategi koping untuk
mengidentifikasi proses berduka. Secara eksternal didapat dari
dukungan keluarga lain atau praktisi perawatan kesehatan. Perawat
juga dapat membantu mengidentifikasi strategi koping secara
personal.
Berikut adalah rencana managemen untuk mengatasi permasalahan
diatas:
1) Diagnosa keperawatan
2) Outcome
3) Intervensi
Sedih kronis berhubungan dengan pengalaman sakit fisik
kronik/ ketidakmampuan orang yang significant:
a) menunjukkan grief resolution
b) mengeksprsikan perasaan bersalah, marah dan sedih
c) mengidentifikasi penggunaan strategi koping yang efektif
d) mengungkapkan dampak kehilangan
e) mencari inforamsi tentang penyakit dan perawatan

4) Grief work fasilitation:


a) identifiksi kehilangan
b) bantu pasien untuk mengidentifikasi ikatan antara orang
yang hilang
c) bantu pasien untuk mengidentifikasi reaksi pertama
terhadap kehilangan
d) anjurkan untukmengekspresikan perasaan kehilangan
e) Dengarkan ekspresi kesedihan
f) Anjurkan diskusi pengalaman kehilangan sebelumnya
g) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan memori tentang
kehilangan baik masa lalu dan sekarang
h) Buat pernyataan empati tentang duka cita
i) Anjurkan identifikasi ketakutan yang paling besar terhadap
kehilangan
j) instruksikan dalam fase berduka
k) dukung perkemabangan melalui tahapan berduka
l) libatkan orang yang berarti dalam diskusi/ pengambilan
keputusan
m) bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi koping
personal
n) anjurkan pasien untuk melakukan kebiasaan sosial, budaya
dan keagamaan
o) komunikasikan tentang penerimaan kehilangan
p) beri reinforcement untuk perkembangan yang dbuat dalam
proses berduka
q) bantu dalam mengidentifikasi modifikasi lifestyle yang
dibutuhkan

5) Hope instillation
a) bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi harapan
dalam hidup
b) informasikan pasien tentang situasi saat ini adalah bagian
yang temporer
c) demonstrasikan harapan dengan mengenali nilai intrinsik
pasien dan pandangan penyakit dari segi individu
d) kembangkan mekanisme koping individu
e) ajarkan mengenali realita dengan mengamati situasi dan
membuat perencanaan darurat
f) bantu pasien menemukan dan meninjau ulang tujuan
berhubungan dengan harapan
g) bantu pasien kembangkan spiritual diri
h) hindari menutupi kebenaran
i) libatan pasien secara aktif dalam perawatan diri
j) ajarkan kepada keluarga tentang aspek positif pada harapan
k) berikan kesempatan pasien dan keluarga untuk terlibat
dalam kelompok pendukung
l) ciptakan lingkungan untuk praktik keagamaan pasien
6) Coping enhancement
a) Kaji hal-hal yang dapat merubah gambaran diri klien
b) Kaji dampak situasi kehidupan klien terhadap peran dan
hubungan
c) Dukung klien untuk mengidentifikasi gambaran nyata
perubahan peran
d) Kaji pemahaman klien terkait dengan proses penyakit
e) Kaji dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi
f) Gunakan pendekatan yang membuat klien tenang dan
nyaman
g) Ciptakan suasana untuk dapat menerima klien
h) Bantu klien untuk mengembangkan kemampuannya untuk
menerima kejadian yang dialaminya
i) Bantu klien mengidentifikasi informasi yang paling
menarik
j) Berikan informasi faktual terkait diagnosa, perawatan dan
prognosis
k) Berikan klien untuk memilih jenis perawatan yang
diinginkan
l) Dukung klien untuk bersikap realistic
m) Evaluasi kemampuan klien untuk membuat keputusan
n) Kaji persepsi klien terhadap situasi yang menimbulkan
stress
o) Hindari pembuatan keputusan pada saat klien mengalami
stress berat
p) Gunakan pendekatan dengan sabar
q) Bina hubungan dengan orang-orang yang memiliki
ketertarikan dan tujuan yang sama
r) Dukung dalam aktivitas sosial dan komunitas
s) Dukung penerimaan terhadap keterbatasan orang lain
t) Kaji latar belakang spiritual dan budaya klien
u) Sediakan dukungan spiritual
v) Eksplorasi prestasi-prestasi yang pernah dicapai
sebelumnya untuk meningkatkan koping

7) Counseling:
a) Bina hubungan saling percaya sebagai dasar rasa percaya
dan perhatian
b) Tunjukkan perasaan empati, kehangatan, dan ketulusan
c) Lakukan konseling yang lebih mendalam
d) Tentukan tujuan
e) Tingkatkan prifasi klien dan rasa percaya diri klien
f) Berikan informasi yang nyata sesuai kebutuhan
g) Anjurkan untuk mengekspresikan perasaan
h) Identifikasi permasalahan atau situasi yang menyebabkan
sterss pada klien
i) Gunakan teknik refleksi dan klarifikasi untuk memfasilitasi
ekspresi perasaan
j) Tanya pada klien atau orang terdekat lainnya untuk
mengidentifikasi apa yang dapat atau tidak dapat mereka
kerjakan terkait dengan kejadian ini
k) Kaji klien untuk mencatat dan memprioritaskan alternatif
kemungkinan dari permasalahan yang ada
l) Identifikasi beberapa perbedaan diantara pandangan klien
terhadap situasi dan pandangan klien terhadap pemberi
layanan kesehatan
m) Kaji bagaimana perilaku keluarga terhadap klien terkait
dengan penyakit yang dialami
n) Ungkapkan perbedaan diantara perasaan dan perilaku klien
o) Gunakan tools pengkajian untuk membantu meningkatkan
kesadaran diri klien dan pengetahuan konselor terhadap
situasi yang terjadi
p) Ungkapkan secara selektif pengalaman-pengalaman klien
q) sendiri serta ketulusan dan keyakinan pribadi yang sesuai
r) Identifikasi kekuatan klien dan beri dukungan
s) Berikan reinforcemnet terhadap setiap perkembangan yang
baru
t) Jika memungkinkan, jangan membuat keputusan pada saat
klien berada dalam kondisi stress berat

8) Emotional Support:
a) Diskusikan dengan klien terkait pengalaman emosional
klien
b) Eksplorasikan stimulus yang memicu emosi klien
c) Berikan dukungan atau pernyataan yang empati
d) Berikan sentuhan yang terapeutik
e) Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri
f) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaannya seperti
cemas, takut, sedih
g) Dengarkan keluhan klien dengan tenang
h) Fasilitasi klien untuk mengidentifikasi mekanisme koping
terhadap ketakutan yang dialami
i) Berikan dukungan selama fase menolak, marah, tawar
menawar dan menerima terhadap proses berduka
j) Identifikasi adanya perasaan marah, frustasi dan amuk yang
dialami klien
k) Berikan kesempatan klien untuk mengunkapkan
perasaannya atau menangis untuk menurunkan emosinya
l) Berada bersama klien dan beri rasa aman dan nyaman
selama periode cemas
m) Bantu dalam pengambilan keputusan
n) Kurangi beban pikiran klien ketika klien berada dalam
kondisi stress (jangan menambah beban pikirannya selama
sakit)

9) Spiritual Support:
a) Gunakan komunikasi terapeutik untuk membina rasa
percaya dan empati
b) Kaji pengalaman masa lalu klien yang mendukung
kekuatan spiritualnya
c) Rawat klien dengan sopan
d) Motivasi klien untuk mengenang masa lalu yang
menyenangkan
e) Motivasi klien untuk berinteraksi dengan anggota
keluarga, teman dan orang lain
f) Berikan waktu khusus dan ketenangan untuk aktivitas
spiritual
g) Motivasi klien untuk berpartisipasi dalam kelompok
pendukung sosialnya
h) Ajarkan metode relaksasi, meditasi dan imaginasi
terbimbing
i) Diskusikan kepercayaan diri mengenai arti dan tujuan
hidup
j) Diskusikan pandangan spiritual klien
k) Berikan kesempatan untuk mendiskusikan berbagai
pandangannya tentang sistem kepercayaan
l) Berdoa dengan klien
m) Sediakan alat pendukung spiritual seperti musik, bacaan
atau radio, atau program-program televise
n) Empaty terhadap ekspresi klien akan kesendirian dan
ketidakberdayaan
o) Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual
p) Libatkan rohaniawan
q) Fasilitasi individu untuk melakukan meditasi, ibadah atau
ritual dan tradisi keagamaannya
r) Dengarkan secara cermat
s)Yakinkan klien bahwa perawat akan selalu ada untuk klien
t) Menerima setiap keluhan klien terkait penyakit dan
kematian
u) Bantu klien untuk mengekspresikan perasaan marah dan
cara mengendalikannya.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Simpulan
Chronic sorrow adalah ketidakseimbangan yang berkelanjutan karena
kehilangan yang dikarakteristikkan dengan pervasif dan permanen. Gejala
kesedihan berulang secara periodik dan biasanya gejala ini terus berkembang.
dapat memicu timbulnya kesedihan atau dukacita berkepanjangan/ mendalam
yang potensial progresif, meresap dalam diri individu, berulang dan permanent.
Individu dengan pengalaman kesedihan tersebut biasanya akan menggunakan
metode management dalam mengatasinya. Metode managemen dapat berasal
dari internal (koping personal) ataupun dari eksternal (dukungan orang yang
berharga maupun tim kesehatan). Kesedihan kronis diperkenalkan ke dalam
literatur lebih dari 30 tahun yang lalu untuk menandai gelombang kesedihan
yang berulang yang diamati pada orang tua anak-anak dengan kekurangan
mental saat mereka berjuang untuk mengatasi hilangnya "anak yang sempurna"
(Olshansky, 1962). Kesedihan yang meluas dan berulang-ulang yang disukai
Olshansky sebagai dukacita kronis dipandang sebagai respons normal terhadap
gangguan normalitas yang diantisipasi ( Eakes, Georgene G; Burke, Mary
L; Hainsworth, Margaret A, 1998).
Orang tua dengan anak yang didiagnosa dengan ketidakmampuan/
disability saat lahir atau dalam awal hidupnya, mulai belajar proses yang
disebut dengan kehilangan “loss” anak yang normal dan peran orangtua yang
normal yang mereka harapkan.
Profesional perawatan kesehatan primer membutuhkan pemahaman
terhadap kehilangan alamiah ini dan dampaknya terhadap kehidupan keluarga
dan masa depan orangtua. Saat didiagnosa adalah merupakan waktu penuh
emosional dan kebingungan yang sering juga adalah kecemasan yang tinggi.
Orangtua tidak akan pernah siap untuk mendengar berita yang traumatik
tentang anak mereka dan pendapat anggota keluarga, teman, para kenalan dan
laporan media yang menambah kebingungan mereka. Informasi akurat dan
komprehensif tentang disability dibuat secepat mungkin meliputi hasil positif
dan negatif terhadap kerusakan dan disablity. Sebaiknya orangtua dipersiapkan
dulu bahwa mereka akan mendengar berita buruk.

4.2 Saran
Perlu dilakukan pendalaman pembelajaran dengan berbagai metode
yang mendukung untuk memahami dengan benar teori keperawatan chronic
sorrow, serta studi kasus dan penelitian berbasis evidance based.
DAFTAR PUSTAKA

Burke, M.L., Eakes, G.G., & Hainsworth, M.A. (1999). Milestones of chronic
sorrow: Perspectives of chronically ill and bereaved persons and family
caregivers. Journal of Family Nursing, 5(4), 374-387

Nursing outcomes classification (NOC). (2004). Editors Sue Moorhead, marion


Johnson, Meridean Maas. Ed 3rd. Mosby Inc: St Louis Missiouri.

Nursing interventions classification (NIC). (2004). Editors, Joanne McCloskey


Dochterman, Gloria M. Bulechek. Ed 4th. Mosby Inc. St. Louis Missiouri.

Marriner Tomey, Alligood Raile Martha. (2006). Nursing theorists and their
work. Ed 6th. Mosby Inc: St Louis Missiouri.

Sumijatun. 2010. Konsep Dasar Menuju Keperawatan Profesional. Jakarta: Trans


Info Media

Timothy, S, (2004), Middle Range Theory; Applivcation to Nursing Research,


Lippincot Wilkins & Williams, Philadelphia.

Sumber Lain :

Eakes, Georgene G; Burke, Mary L; Hainsworth, Margaret A. (1998). Middle-


range theory of chronic sorrow. The Journal of Nursing Scholarship 30(2).
https://search.proquest.com/docview/236474014/B2834000612442E2PQ/1?accou
ntid=170128.

Fitzpatrick, Anne; Dowling, Maura. (2013). Supporting parents caring for a child
with a learning disability. Nursing Standart 22(35).
https://search.proquest.com/docview/219827170/fulltext/B2834000612442E
2PQ/3?accountid=170128

Lichtenstein B, PhD. (2002). Depression ; Study Finds Chronic Sorrow Higher


For HIV Positive Women Than Men. Wire feeds. AIDS Weekly.
https://search.proquest.com/docview/212137509/fulltext/7D40C18678F848
97PQ/1?accountid=170128

Spear H. Dr ( 2005). Bereavement & Grief Related to the Loss of a Parent.


Liberty University ; Department of Nursing. Virginia.
https://search.proquest.com/docview/225535965/B2834000612442E2PQ/2?
accountid=170128

Ross ( 2002 ). Chronic Sorrow : A Living Loss. Book Review. Brunner-Routledge.


New York : 269 pp.
https://search.proquest.com/docview/227772390/abstract/497837F110014D
1APQ/1?accountid=170128
Richardson, Meg; Cobham, Vanessa; Murray, Judith; Mcdermott, Brett. (2011).
Parents' Grief in the Context of Adult Child Mental Illness: A Qualitative
Review .Clinical Child and Family Psychology Review 14(1).
https://search.proquest.com/docview/854958041/fulltextPDF/552BA811DF
3B4098PQ/1?accountid=170128

Anda mungkin juga menyukai