Anda di halaman 1dari 3

KONSEP STUNTING

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering)


akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari
kehamilan sampai usia 24 bulan. Stunting dilihat dari status gizi yang
didasarkan pada indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri
penilaian status gizi anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang
batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/stunted) dan <-3 SD
(sangat pendek/severely stunted). Stunting adalah masalah kurang gizi kronis
yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Periode 0- 24
bulan merupakan periode yang menentukan kualitas kehidupan sehingga
disebut dengan periode emas. Periode ini merupakan periode yang sensitif
karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat
permanen dan tidak dapat dikoreksi. Untuk itu diperlukan pemenuhan gizi
yang adekuat pada usia ini (Mitra, 2015; Rahmadhita K, 2019).

Menurut Kemenkes RI tahun 2016, Stunting dapat terjadi mulai janin


masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth
(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan
baik motorik maupun mental. Stunting dibentuk oleh growth faltering dan
catcth up growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan
untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut mengungkapkan bahwa
kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat mengalami
stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik
(Rahmadhita K, 2019).
Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting. Penyebab
langsung adalah kurangnya asupan makanan dan adanya penyakit infeksi.
Faktor lainnya adalah pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah,
sanitasi dan hygiene yang buruk dan rendahnya pelayanan kesehatan,
pemberian ASI yang tidak ekslusif, pemberian MPASI yang tidak optimal, berat
badan lahir rendah (BBLR), serta riwayat anemia pada saat ibu sedang hamil
juga dapat menjadi faktor penyebab terjadinya stunting. Faktor determinan
lainnya yang berhubungan dengan kejadian stunting adalah faktor sosial
ekonomi. Status sosial ekonomi, usia, jenis kelamin dan pendidikan ibu
merupakan faktor penting dari status gizi remaja (underweight dan stunting).
Selain itu masyarakat belum menyadari anak pendek merupakan suatu
masalah, karena anak pendek di masyarakat terlihat sebagai anak-anak
dengan aktivitas yang normal, tidak seperti anak kurus yang harus segera
ditanggulangi. Demikian pula halnya gizi ibu waktu hamil, masyarakat belum
menyadari pentingnya gizi selama kehamilan berkontribusi terhadap keadaan
gizi bayi yang akan dilahirkannya kelak (Mitra, 2015; (Ni’mah K, Nadhiroh SH,
2015)

Masalah kurang gizi dan stunting merupakan dua masalah yang saling
berhubungan. Stunting pada anak merupakan dampak dari defisiensi nutrien
selama seribu hari pertama kehidupan. Hal ini menimbulkan gangguan
perkembangan fisik anak yang irreversible, sehingga menyebabkan penurunan
kemampuan kognitif dan motorik serta penurunan performa kerja. Dampak
stunting tidak hanya dirasakan saat balita, dampak ini bisa berkepanjangan
dan berpengaruh sampai dewasa. Anak stunting memiliki rerata skor
Intelligence Quotient (IQ) sebelas poin lebih rendah dibandingkan rerata skor
IQ pada anak normal. Gangguan tumbuh kembang pada anak akibat
kekurangan gizi bila tidak mendapatkan intervensi sejak dini akan berlanjut
hingga dewasa (Setiawan EE, dkk 2018).
Dampak-dampak yang dapat terjadi yaitu terhambatnya pertumbuhan
fisik, perkembangan mental dan status kesehatan pada anak. Studi terkini
menunjukkan anak yang mengalami stunting berkaitan dengan prestasi di
sekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan pendapatan yang
rendah saat dewasa. Anak yang mengalami stunting memiliki kemungkinan
lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan miskin.
Stunting pada anak juga berhubungan dengan peningkatan kerentanan anak
terhadap penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular
(PTM) serta peningkatan risiko overweight dan obesitas. Keadaan overweight
dan obesitas jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit degenerative
seperti jantung, diabetes, stroke, dan gagal ginjal. Kasus stunting pada anak
dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia suatu
negara. Keadaan stunting menyebabkan buruknya kemampuan kognitif,
rendahnya produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan
kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia (Mitra, 2015).

DAPUS

1. Mitra. Permasalahan anak pendek (stunting) dan intervensi untuk


mencegah terjadinya stunting. Jurnal Kesehatan Komunitas 2015; 2(6):
254-261.
2. Rahmadhita K. Permasalahan stunting dan pencegahannya. Jurnal
Ilmiah Kesehatan 2020; 11(1): 225-229.
3. Ni’mah K, Nadhiroh SH. Faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada balita. Jurnal Media Gizi Indonesia 2015; 10(1): 13-19.
4. Setiawan E, Machmud R, Masrul. faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 2018.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2) 275-284.

Anda mungkin juga menyukai