Anda di halaman 1dari 30

i

TIM PENYUSUN

Dr. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM(K)


Hendry Rusdy, drg., M.Kes., Sp.BM(K)
Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM(K)
Isnandar, drg., Sp.BM(K)
Ahyar Riza, drg., Sp.BM(K)
Gostry Aldica Dohude, drg., Sp.BM
Abdullah Oes, drg
Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga Buku Skills Lab Anestesi dapat diselesaikan sesuai pada waktunya.
Buku Panduan ini merupakan acuan bagi mahasiswa yang mengikuti skills
lab anestesi blok 14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Buku
ini telah disusun dengan mengacu pada textbook-textbook dalam bidang bedah
mulut dan maksilofasial yang disesuaikan dengan standar kompetensi dokter gigi
Indonesia. Dalam Buku Panduan Skills Lab Anestesi ini, akan dijelaskan mengenai
cara melakukan anestesi di rongga mulut, mulai dari persiapan alat dan bahan,
persiapan operator dan pasien, hingga teknik-teknik anestesi infiltrasi lokal, field
block dan nerve block pada rahang atas dan bawah serta cara mengevaluasinya.
Semoga Buku Panduan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun
fasilitator. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas Buku Panduan ini di masa mendatang.

Medan, Juli 2020

Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ............................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

BAB 1 INFORMASI UMUM.......................................................................... 1


1.1 Manfaat Keterampilan Anestesi Lokal ............................................. 1
1.2 Deskripsi Singkat .............................................................................. 1
1.3 Tujuan Instruksional Umum ............................................................. 1
1.4 Tujuan Instruksional Khusus ............................................................ 1
1.5 Organisasi Materi.............................................................................. 2
1.6 Strategi Keterampilan ....................................................................... 2
1.7 Tugas Keterampilan .......................................................................... 3

BAB 2 ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT ..................................... 4


2.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 4
2.2 Persiapan Pasien dan Prosedur Umum Anestesi Lokal .................... 5
2.2.1 Persiapan Pasien ............................................................................ 5
2.2.2 Prosedur Umum Anestesi Lokal .................................................... 5
2.3 Teknik-Teknik Anestesi Lokal di Rahang Atas................................ 9
2.3.1Infiltrasi Lokal Pada Membran Mukosa (Submucosal Injection) ... 9
2.3.2 Field Block (Paraperiosteal Injection) .......................................... 10
2.3.3 Nasopalatine Nerve Block ............................................................. 12
2.3.4 Anterior Palatine Nerve Block....................................................... 13
2.4 Teknik-Teknik Anestesi Lokal di Rahang Bawah ............................ 15
2.4.1 Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (Submucosal Injection) .. 15
2.4.2 Field Block (Paraperiosteal Injection) .......................................... 17
2.4.3 Inferior Alveolar Nerve Block ....................................................... 17
2.4.3 Mandibular Anesthesia .................................................................. 21

TATA TERTIB DAN EVALUASI ................................................................. 22

JADWAL SKILLS LAB .................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26

iv
BAB 1
INFORMASI UMUM

Nama keterampilan : Anestesi


Kode : BMS14-4
SKS : 7 SKS
Blok : 14

1.1 MANFAAT KETERAMPILAN ANESTESI LOKAL


Memberikan pengetahuan dan latihan keterampilan mengenai segala sesuatu yang
berhubungan dengan teknik melakukan anestesi kepada mahasiswa yang mengikuti
blok 14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Hal ini dilakukan
dengan pengenalan teknik-teknik anestesi melalui kuliah, demonstrasi dan latihan
pada phantom tentang cara melakukan teknik-teknik anestesi di rongga mulut yang
dilakukan oleh semua mahasiswa secara intensif. Pada akhir praktikum mahasiswa
melakukan secara mandiri teknik-teknik anestesi, kemudian diberikan penilaian
dengan tujuan sebagai persiapan keterampilan di klinik pada semester lanjut.

1.2 DESKRIPSI SINGKAT


Keterampilan anestesi merupakan faktor penting untuk kelancaran praktikum di
klinik yaitu: Klinik Bedah Mulut. Untuk memperoleh keterampilan tersebut
dibutuhkan rangkaian tindakan yang meliputi: mempersiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk anestesi, melakukan latihan prosedur umum anestesi dan
melakukan latihan teknik-teknik anestesi pada phantom.

1.3 TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM


Setelah mengikuti latihan keterampilan anestesi mahasiswa yang mengikuti blok 14
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara diharapkan mampu
mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk anestesi, melakukan
prosedur umum anestesi, dan teknik-teknik anestesi pada phantom, sehingga
nantinya dapat menjadi bekal bagi mahasiswa untuk dapat melakukan anestesi di
rongga mulut dengan tepat dan benar.

1.4 TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


Setelah melakukan latihan keterampilan anestesi, mahasiswa yang mengikuti blok
14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara mampu dengan baik:
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk anestesi.
2. Menempatkan posisi operator sesuai dengan gigi-gigi yang akan diekstraksi.
3. Menempatkan posisi pasien sesuai dengan gigi-gigi yang akan diekstraksi.
4. Melakukan prosedur umum untuk melakukan tindakan anestesi.
5. Melakukan teknik-teknik anestesi di rahang atas dan bawah.

1
1.5 ORGANISASI MATERI

Persiapan alat dan bahan

Persiapan Pasien

Prosedur umum anestesi lokal

Melakukan teknik anestesi


lokal

Anestesi lokal Anestesi lokal


rahang atas rahang bawah

Mengevaluasi hasil anestesi Mengevaluasi hasil anestesi


lokal yang telah dilakukan lokal yang telah dilakukan

1.6 STRATEGI KETERAMPILAN


1. Mengikuti kuliah pengantar tentang anestesi di ruang kuliah. (1x tatap muka = 2
jam)
2. Mahasiswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok dibimbing oleh
seorang instruktur, setiap mahasiswa harus mengikuti demonstrasi dan latihan
determinasi alat-alat anestesi di bawah bimbingan dosen pembimbing. (1x tatap
muka= 2 jam)
3. Latihan melakukan prosedur umum anestesi di bawah bimbingan tutor. (1x tatap
muka= 2 jam)
4. Melakukan prosedur umum anestesi secara mandiri dan hasilnya di evaluasi. (1x
tatap muka= 2 jam)

2
1.7 TUGAS KETERAMPILAN
Mahasiswa diharuskan membaca buku Pedoman Skill Lab Anestesia yang telah
dibagikan untuk memperlancar dan mengerti apa yang akan dilakukan pada
praktikum. Mahasiswa boleh bertanya dan meminta petunjuk pada instruktur
tentang teknik-teknik anestesi serta hal-hal yang belum dimengerti.

3
BAB 2
ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT

2. 1 ALAT DAN BAHAN

Alat-alat (gambar 1):

1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Sonde
4. Cotton stick
5. Disposable injection syringe (semprit injeksi)
6. Sarung tangan

Bahan-bahan (gambar 1):

1. Larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)


2. Larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline 1:80.000) dalam ampul
2 cc

Gambar 1. Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan pada


prosedur anestesi lokal di rongga mulut: neir bekken
yang berisi kaca mulut, pinset, sonde dan cotton
stick, sepasang sarung tangan, botol yang berisi
bahan antiseptik, disposable syringe, ampul yang
berisi larutan anestesi lokal.

4
2.2 PERSIAPAN PASIEN DAN PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL

2.2.1 PERSIAPAN PASIEN

1. Pastikan bahwa pasien sudah makan, atau setidaknya tidak sedang merasa lapar,
sebelum tindakan anestesi lokal.

2. Dudukkan pasien pada posisi semi supine, pada posisi demikian pasien akan
merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih mudah dilakukan, dan
kemungkinan terjadinya vasovagal syncope dapat dikurangi (gambar 2).

Gambar 2. Pasien didudukkan pada posisisemi supine selama


prosedur anestesi lokal.

2.2.2 PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL

1. Ambil sebuah disposable syringe, pastikan hal-hal berikut ini:


a. Masih tersimpan pada pembungkus dan tidak terdapat cacat atau robekan.
b. Periksa tanggal kadaluwarsa.
c. Jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka pembungkusnya
dengan memutar hub searah jarum jam, kemudian handle pada syringe didorong
sehingga plunger menyentuh ujung barrel, baru kemudian pembungkus syringe
dibuka (gambar 3).

5
2. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, periksa keterangan pada
dinding ampul yang mencantumkan: kandungan, konsentrasi, dan volume
larutan anestesi lokal, kandungan dan konsentrasi bahan vasokonstriktor, dan
tanggal kadaluarsa cairan anestesi lokal tersebut (gambar 4).

Gambar 3. Cara membuka disposable syringe Jarum pada barrel dieratkan terlebih
dahulu sebelum membuka pembungkusnya dengan memutar hub
searah jarum jam (kiri), kemudian handle pada syringe didorong
sehingga plunger menyentuh ujung barrel (tengah), baru kemudian
pembungkus syringe dibuka (kanan).

Gambar 4. Cara membuka ampul. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi
lokal, sebelum membukanya periksa terlebih dulu apakah seluruh
cairan berada di bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih
berada di atas leher ampul (kiri) lakukan ketukan pada dinding ampul
dengan jari tangan (tengah) atau putar ampul dengan gerakan
sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul
(kanan).

3. Sebelum mematahkan leher ampul pastikan bahwa seluruh cairan berada di


bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul
lakukan ketukan pada dinding ampul dengan jari tangan atau putar ampul dengan
gerakan sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul (gambar
4).

6
4. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable syringe dibuka,
kemudian larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum
injeksi sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa
ujung jarum menyentuh dinding ampul (gambar 4).

5. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel penutup jarum dipasang
kembali dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum menyentuh penutupnya,
kemudian diperiksa apakah ada gelembung udara di dalam cairan di dalam
barrel tersebut, apabila terdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada
dinding barrel sampai semua gelembung udara keluar dari cairan yang ada
kemudian dorong handle sampai terlihat ada cairan yang keluar dari ujung jarum
(gambar 5).

Gambar 5. Ampul dipatahkan pada bagian lehernya (a & b), larutan


anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum
sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel
tanpa ujung jarum menyentuh dinding ampul. (c), kemudian
handle pada syringe ditarik perlahan-lahan dan dinding barrel
diketuk-ketuk untuk mengeluarkan gelembung udara di dalam
cairan. (d), handle kemudian didorong dengan perlahan-lahan
sampai cairan anestesi mengisi seluruh barrel dan terlihat ada
tetesan cairan keluar dari ujung jarum. (e) ---

Gambar 6. Daerah tempat tusukan jarum dikeringkan dengan kasa


steril lalu diulasi dengan cairan antiseptik menggunakan
cotton stick (kiri), ujung jarum ditusukkan pada mukosa
dengan perlahan-lahan, perlu diperhatikan bahwa bevel
pada ujung jarum selalu menghadap ke arah tulang
(kanan).

7
6. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum dengan kasa steril
lalu ulasi daerah tersebut dengan cairan antiseptik secukupnya (gambar 6).

7. Jarum ditusukkan pada mukosa di daerah yang dituju secara perlahan-lahan,


perlu diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah
tulang (gambar 6); sebelum cairan anestesi lokal diinjeksikan mutlak dilakukan
aspirasi (gambar 7); apabila terlihat darah masuk ke dalam barrel maka tariklah
jarum keluar dari mukosa. Catatan: (1) Tempat insersi jarum dan kedalaman
tusukan jarum pada mukosa disesuaikan dengan gigi yang akan dianestesi dan
teknik anestesi yang digunakan; (2) Aspirasi adalah tindakan menarik sedikit
handle pada syringe sesaat untuk mengetahui kemungkinan masuknya ujung
jarum ke dalam pembuluh darah.

Gambar 7. Setelah ujung jarum sampai pada daerah sasaran maka


sebelum cairan anestesi diinjeksikan harus dilakukan aspirasi
terlebih dahulu dengan cara menarik handle selama beberapa
saat (kiri), bila tidak ada darah yang masuk ke dalam barrel
maka cairan anestesi diinjeksikan dengan cara mendorong
handle perlahan-lahan menggunakan palmar manus (kanan).

8. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka injeksikan cairan
anestesi lokal secara perlahan-lahan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul
selama injeksi dan menghindari terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal.

9. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari daerah kerja
secara perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah timbulnya perdarahan di
tempat tusukan jarum, efek anestesi mulai terasa beberapa detik sampai beberapa
menit setelah injeksi, pada umumnya efek anestesi lokal sudah tercapai dalam
waktu 5 menit.

8
2.3 TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG ATAS

2.3.1 Infiltrasi Lokal Pada Membran Mukosa (Submucosal Injection)

1. Saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal.


2. Daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal
diinjeksikan.
3. Pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi
diinjeksikan langsung pada tempat yang dituju.
4. Indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada
daerah yang akan dilakukan tindakan, misalnya: pada insisi mukosa atau
gingivektomi.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan. submukosa
kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 8).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi.

Gambar 8. Infiltrasi lokal dengan teknik


submucosal injection pada mukosa
bukalrahang atas. Jarum ditusukkan
pada membran mukosa sedalam
jaringan submukosa kemudian cairan
anestesi diinjeksikan perlahan-lahan.

9
2.3.2 Field Block (Paraperiosteal Injection)

1. Saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik.
2. Daerah yang teranestesi: pulpa gigi rahang atas yang bersangkutan, ligamen
periodontal, tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial
atau bukal dari gigi tersebut.
3. Pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang
akarnya, tulang alveolaris, mucolabial fold atau mucobuccal fold gigi yang
bersangkutan.
4. Indikasi:
a. Untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang atas misalnya:
sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau
ekstirpasi jaringan pulpa.
b. Untuk pencabutan sebuah gigi di rahang atas, dalam hal ini perlu ditambahkan
anestesi pada mukosa palatal.
5. Teknik:
a. Jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial atau mucobuccal
fold dari gigi yang bersangkutan, jarum diinsersikan sampai ujung jarum
terasa menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik
sedikit kemudian dilakukan aspirasi, bila tidak ada darah yang masuk ke
dalam barrel cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml
dengan perlahan-lahan (gambar 9a).
b. Khusus untuk gigi molar pertama rahang atas tusukan jarum dan injeksi cairan
anestesi dilakukan dua kali yakni pada mucobuccal fold apeks gigi premolar
kedua dan apeks mesiobukal gigi molar kedua rahang atas (gambar 9b).
c. Khusus untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas, pasien diminta
untuk sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum
dapat dilakukan semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccal fold
apeks gigi molar kedua rahang atas (gambar 9c).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

10
Gambar 9a. Field Block dengan teknik
paraperiosteal injection pada gigi
insisif sentral rahang atas kanan
(atas) dan gigi premolar pertama
rahang atas kanan (bawah); jarum
ditusukkan pada cekungan terdalam
pada mucolabial fold atau
mucobuccal fold dengan arah jarum
membentuk sudut sedemikian rupa
sehingga ujung jarum akan
menyentuh tulang setinggi apeks
akar gigi yang bersangkutan.

Gambar 9b. Field blockuntuk menganestesi gigi molar pertama rahang atas
kanan;injeksi dilakukan dua kali yaitu pada mucobuccal fold apeks
gigi premolar kedua rahang atas kanan (kiri) dan mucobuccal fold
apeks gigi molar kedua rahang atas kanan (kanan);

11
Gambar 9c. Field block untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas
kanan; pasien diminta untuk sedikit menutup mulutnya dan
pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat dilakukan
semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccalfold
apeks gigi molar kedua rahang atas (kanan).

2.3.3 Nasopalatine Nerve Block

1. Saraf yang teranestesi: nervus nasopalatinus yang keluar dari foramen insisivus.
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum sepertiga anterior palatum durum dan
mukosa palatal gigi-gigi anterior rahang atas.
3. Pedoman anatomis: gigi insisif sentral rahang atas dan papilla incisivus.
4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa sepertiga anterior palatum durum di antara
kedua kaninus rahang atas, misalnya: pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang
atas.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada batas lateral papilla insisivus sedalam kira- kira
5 mm, kemudian cairan anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-
lahan (gambar 10).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian anterior apabila
dirasakan dengan lidah.

12
Gambar 10. Jarum ditusukkan pada batas lateral papilla
incisivus sedalam kira-kira 5mm, kemudian cairan
anestesi diinjeksikan sekitar 0, 25 ml dengan
perlahan-lahan.

2.3.4 Anterior Palatine Nerve Block

1. Saraf yang teranestesi: nervus palatina anterior atau nervus palatinus majus
yang keluar dari foramen palatinus majus.
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum dan mukosa palatal dua pertiga
posterior palatum durum, mulai dari pertengahan kaninus atas sampai dengan
batas posterior palatum durum.
3. Pedoman anatomis: gigi molar kedua dan ketiga rahang atas, gingival marginalis
bagian palatal dari molar kedua dan ketiga, garis median palatum durum.
4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa dua pertiga posterior palatum durum
misalnya: pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus yang
secara klinis terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh
kira-kira 10 mm dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut, kemudian
injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan- lahan.
(gambar 11).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian posterior apabila
dirasakan dengan lidah.

13
Gambar 11. Jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen
palatinus majus terletakdi antara gigi molar kedua
dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari
gingival marginal bagian palatal gigi tersebut,
kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25
sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan.

14
2.4 TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG BAWAH

2.4.1 Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (Submucosal Injection)


1. Saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal.
2. Daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal
diinjeksikan.
3. Pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi
diinjeksikan langsung pada tempat yang dituju.
4. Indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada
daerah yang akan dilakukan tindakan, misalnya:
a. Pada insisi mukosa, gingivektomi, atau eksisi lesi pada jaringan lunak.
b. Untuk menganestesi gingiva sisi lingual pada pencabutan gigi-gigi anterior
rahang bawah untuk menganestesi gingival sisi bukal pada pencabutan gigi-gigi
posterior rahang bawah.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sampai sedalam jaringan
submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 12).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi.

Gambar 12. Infiltrasi lokal dengan tekniksubmucosal injectionpada mukosa


bukal rahang bawah (kiri) dan mukosa alveolaris lingual rahang
bawah (kanan), jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam
jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan
perlahan-lahan.

15
Gambar 13. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection untuk gigi anterior
rahang bawah. Ujung jarum ditusukkan pada cekungan terdalam
mucolabial fold gigi insisif sentral rahang bawah kanan, arah jarum
membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan
menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi tersebut

16
2.4.2 Field Block (Paraperiosteal Injection)

1. Saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik.
2. Daerah yang teranestesi: pulpa gigi yang bersangkutan, ligamen periodontal,
tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial.
3. Pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang
akarnya, tulang alveolaris, mucolabial fold gigi yang bersangkutan.
4. Indikasi:
a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang bawah anterior
misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau
ekstirpasi jaringan pulpa.
b. untuk pencabutan sebuah gigi anterior rahang bawah, dalam hal ini perlu
ditambahkan infiltrasi lokal pada mukosa alveolaris sisi lingual untuk
menganestesi gingiva bagian lingual gigi tersebut.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial fold,
kemudian jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang
setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi,
kemudian cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan
perlahan-lahan (gambar 13).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi.

2.4.3 Inferior Alveolar Nerve Block

1. Saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu:


rami dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus.
2. Daerah yang teranestesi: corpus mandibula dan bagian inferior ramus ascendens
pada sisi yang dianestesi, seluruh gigi rahang bawah termasuk jaringan
penyangga dan processus alveolaris pada sisi yang dianestesi, mukoperiosteum
dan gingiva sisi bukal atau labial mulai dari foramen mentalis sampai dengan
linea mediana, mukosa bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi.
3. Pedoman anatomis: linea oblique externa, linea oblique interna, bagian anterior
ramus ascendens, dan coronoid notch.
4. Indikasi: untuk menganestesi jaringan pulpa gigi-gigi posterior rahang
bawahmisalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota
gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa.
5. Teknik (gambar 14):
a. Pasien diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan
prosedur anestesi lokal ini, pertama-tama dilakukan perabaan dengan jari
telunjuk pada mucobuccal fold gigi-gigi molar rahang bawah, kemudian
tulang ditelusuri sampai teraba linea oblique externa dan batas anterior
ramus ascendens, dari situ ujung jari telunjuk digeser ke

17
posterior sejauh kira-kira10 mm untuk mendapatkan cekungan yang disebut
dengan coronoid notch. Untuk tindakan pada sisi kiri perabaan di atas
menggunakan ibu jari kiri (gambar 15);
catatan: coronoid notch terletak pada garis horizontal yangsama dengan
foramen mandibularis yang merupakan tempat sasaran prosedur anestesi
ini.

b. Jarum diarahkan dari sisi berlawanan yakni antara premolar pertama dan
kedua rahang bawah kontralateral dengan bevel menghadap kearah tulang,
kemudian jarum ditusukkan tepat di pertengahan ujung jari telunjuk tadi
sampai ujung jarum menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit kemudian arah
syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior rahang
bawah pada sisi yang sama, kemudian jarum dimasukkan ke arah posterior
sejauh kira-kira 10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique interna,
kemudian syringe diubah lagi posisinya dengan arah kontralateral, langkah
terakhir masukkan lagi jarum ke dalam jaringan sampai ujung jarum terasa
menyentuh tulang.

18
Gambar 14. Inferior alveolar nerve blockpada sisi kanan. Jari telunjuk
merabacoronoidnotch (kiri atas); jarum ditusukkan pada
pertengahan ujung jari telunjuk dari arah kontralateral sampai ujung
jarum menyentuh tulang (tengah atas); jarum ditarik sedikit
kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-
gigi posterior rahang bawah pada sisi yang sama (kanan atas); jarum
dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil
menyusuri tulang linea oblique interna (kiri bawah); kemudian
syringe diubah lagi posisinya dari arah kontralateral (tengah bawah);
langkah terakhir jarum dimasukkan lagi ke dalam jaringan sampai
ujung jarum terasa menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit,
dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan
perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml (kanan bawah).

c. Jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian larutan anestesi lokal


diinjeksikan secara perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml, setelah selesai
jarum ditarik ke luar dari mukosa dengan perlahan-lahan.
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang
sama.

19
Gambar 15. Inferior alveolar nerve block sisi kiri. Untuk
melakukan teknik ini pada sisikiri digunakan
ibu jari kiri untuk meraba coronoid notch dan
jarum ditusukkan pada pertengahan ujung ibu
jari tersebut, tahap-tahap selanjutnya dari
teknik ini sama seperti pada sisi kanan pada
gambar 15 tersebut diatas.

20
2.4.3 Mandibular Anesthesia

Mandibular anesthesia adalah gabungan teknik inferior alveolar nerve block dan
lingual nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan.

1. Saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu:


rami dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus, dan nervus lingualis beserta
cabang-cabangnya.
2. Daerah yang teranestesi: sama dengan daerah yang teranestesi oleh teknik
inferior alveolar nerve block tersebut di atas, ditambah dengan daerah yang
dilayani oleh nervus lingualis yaitu: dua pertiga anterior lidah, mukosa dasar
mulut, dan mukosa gingiva dan alveolaris sisi lingual mulai region retromolar
sampai dengan linea mediana.
3. Pedoman anatomis: Sama dengan pedoman anatomis pada teknik inferior
alveolar nerve block.
4. Indikasi: Digunakan pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah, perlu
ditambah dengan teknik lain untuk menganestesi mukosa gingiva sisi bukal gigi
yang akan dilakukan pencabutan.
5. Teknik: Diawali dengan teknik yang sama dengan teknik inferior alveolar nerve
block, tetapi setelah selesai dilakukan injeksi pada nervus alveolaris inferior,
maka selanjutnya dilakukan lingual nerve block yakni dengan menarik jarum
sejauh kira-kira 10 mm kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan
sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi nervus lingualis, setelah injeksi selesai
jarum ditarik keluar dari jaringan dengan perlahan-lahan (gambar 16).
6. Gejala subjektif: Rasa kesemutan pada ujung lidah pada sisi yang dianestesi.

Gambar 16. Lingual nerve block sebagai bagian dari mandibular anesthesia.
Setelah inferior alveolar nerve block selesai dilakukan maka jarum
selanjutnya ditarik sejauh kira-kira 10 mm, kemudian cairan anestesi
diinjeksikan perlahan-lahan untuk menganestesi nervus lingualis.

21
TATA TERTIB DAN EVALUASI

Tata tertib skills lab:


1. Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti kegiatan skills lab
2. Mahasiswa wajib membaca Buku Panduan Skills Lab sebelum melakukan skill’s
lab.
3. Mahasiswa wajib hadir sesuai waktu yang telah ditentukan, mengenakan jas
praktikum/skills lab berwarna putih dengan rapi dan name tag sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, membawa Buku Panduan Skills Lab dan kelengkapan
peralatan skill’s lab yang diperlukan.
4. Bagi mahasiswa perempuan, rambut harus terikat rapi dan apabila berjilbab agar
jilbab dimasukkan ke dalam jas praktikum/skill’s lab. Bagi mahasiswa laki -laki,
tidak diperkenankanmemanjangkan rambut melebihi bahu.
5. Mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 15 menit tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, tidak diperkenankan mengikuti kegiatan
praktikum/skill’s lab. Mahasiswa yang berhalangan melakukan kegiatan
praktikum/skill’s lab harus melapor pada Penanggung Jawab Mata Ajar yang
bersangkutan
6. Selama kegiatan praktikum/skill’s lab berlangsung, mahasiswa dilarang
merokok, makan, mengaktifkan telepon genggam, mengganggu jalannya
praktikum/skill’s lab atau bersenda gurau, dan meninggalkan ruang
praktikum/skill’s lab tanpa seijin instruktur skills lab.
7. Peralatan skills lab yang dipinjam menjadi tanggung jawab mahasiswa
Sebelum dan sesudah kegiatan skills lab, periksa/teliti kelengkapan
peralatan/sarana yang digunakan, apabila kurang lengkap atau rusak wajib
segera melapor pada petugas laboran atau instruktur praktikum yang bertugas.
Apabila terjadi kerusakan pada peralatan praktikum/skills lab, maka menjadi
tanggung jawab mahasiswa yang bersangkutan.
8. Selesai kegiatan skills lab, seluruh peralatan yang telah dipinjam wajib
dikembalikan. Tempat kerja ditinggalkan harus dalam keadaan bersih dan rapi.
9. Fakultas/Laboratorium tidak bertanggung jawab atas barang yang
tertinggal/hilang di dalam ruang praktikum/skills lab

22
Setelah selesai melakukan praktikum anestesi, mahasiswa akan dinilai oleh
dosen pembimbing/instruktur.

1. PENILAIAN ASPEK KOGNITIF DAN PSIKOMOTOR


No Aspek yang Keterangan Skor
Dinilai 0 1 2
1. Persiapan operator 1. Menggunakan masker dan sarung
tangan
2. Persiapan pasien 1. Menempatkan pasien pada posisi
yang benar sesuai dengan daerah
yang akan dilakukan anestesi
3. Persiapan alat dan 1. Semua peralatan dan bahan yang
bahan untuk dibutuhkan untuk anestesi telah
anestesi lokal dipersiapkan dengan lengkap
4. Prosedur umum 1. Memanipulasi dengan baik spuit
anestesi injeksi di dalam pembungkusnya
sebelum digunakan
2. Memanipulasi dengan baik dan
mampu mematahkan leher ampul
cairan anestesi lokal yang akan
digunakan
3. Mengisi spuit dengan cairan
anestesi lokal dan memanipulasi
dengan baik cairan anestesi lokal di
dalam spuit injeksi
4. Mengeringkan dan mengulasi
daerah kerja dengan cairan
antiseptik
5. Melakukan tusukan jarum dengan
cara yang benar (arah bevel jarum
dan aspirasi sebelum injeksi)
5. Teknik anestesi 1. Menyebutkan dengan benar
gigi rahang atas struktur anatomi dan persarafan
dan rahang bawah sensorik yang harus dianestesi
2. Menyebutkan dengan benar teknik
anestesi lokal yang diperlukan pada
rencana perawatan
3. Melakukan teknik anestesi lokal
dengan benar sesuai jenis
perawatan yang akan dilakukan
4. Mengevaluasi keberhasilan teknik
anestesi lokal yang telah dilakukan

23
Panduan cara pemberian skor:

No. Respon Mahasiswa Skor


1 Tidak mampu menjelaskan atau tidak mampu 0
melakukan
2 Mampu menjelaskan atau mampu melakukan 1
tetapi tidak dengan benar/tidak lengkap
3 Mampu menjelaskan atau mampu melakukan 2
dengan benar/lengkap

Konversi skor ke dalam nilai angka dan huruf:

Skor Nilai angka Nilai huruf


5 ≥ 80 A
4 ≥75- ≤84 B+
3 ≥70- ≤75 B
2 ≥65- ≤80 C+
1 ≥60- ≤65 C
0 ≥50- ≤60 D
- <50 E

NILAI AKHIR = Laporan Tugas Kelompok + Attitude + Skills Lab + Modul


Nilai batas lulus adalah C+

2. PENILAIAN ASPEK AFEKTIF

No. Aspek yang dinilai Skor


1. Laporan tugas kelompok 10%
2. Attitude 10%
3. Skills Lab 25%
4. Modul 55%

24
JADWAL SKILLS LAB

No. Pertemuan Materi Tatap Tempat


muka
1. I Kuliah pengantar 2 jam R kuliah
2. II Pengenalan dan latihan 2 jam R praktikum
determinasi A&B
alat anestesi,
3. III Demonstrasi dan latihan 2 jam R praktikum A &
teknik anestesi pada rahang B
atas dan rahang bawah
(phantom gigi yang
bisa dilepaskan)
4. IV Ujian Kelas A 6/7/18 R praktikum
Kelas A1 Olivia A.H., drg
Kelas A2 Abdullah, drg
Kelas A3 Indra B.S., drg
Kelas A4 Hendry R, drg
Kelas A5 Isnandar, drg
Kelas A6 Rahmi S, drg
Kelas A7 Ahyar R, drg

5. V Ujian Kelas B 9/7/18 R praktikum


Kelas B1 Olivia A.H., drg.
Kelas B2 Abdullah, drg
Kelas B3 Indra B.S., drg
Kelas B4 Hendry R, drg
Kelas B5 Isnandar, drg
Kelas B6 Rahmi S, drg
Kelas B7 Ahyar R, drg

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Malamed SF. Handbook of Local Anesthesia. 6th ed. Mosby Inc. Missouri.
2013
2. Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s Principles of Oral
and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC Decker Inc. Canada. 2004.
3. Fragiskos DF.Oral and Maxillofacial Surgery. Springer. Germany. 2007.
4. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery. 6th ed. Elsevier. 2014.

26

Anda mungkin juga menyukai