TIM PENYUSUN
ii
KATA PENGANTAR
Ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga Buku Skills Lab Anestesi dapat diselesaikan sesuai pada waktunya.
Buku Panduan ini merupakan acuan bagi mahasiswa yang mengikuti skills
lab anestesi blok 14 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Buku
ini telah disusun dengan mengacu pada textbook-textbook dalam bidang bedah
mulut dan maksilofasial yang disesuaikan dengan standar kompetensi dokter gigi
Indonesia. Dalam Buku Panduan Skills Lab Anestesi ini, akan dijelaskan mengenai
cara melakukan anestesi di rongga mulut, mulai dari persiapan alat dan bahan,
persiapan operator dan pasien, hingga teknik-teknik anestesi infiltrasi lokal, field
block dan nerve block pada rahang atas dan bawah serta cara mengevaluasinya.
Semoga Buku Panduan ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun
fasilitator. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan peningkatan
kualitas Buku Panduan ini di masa mendatang.
Tim Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB 1
INFORMASI UMUM
1
1.5 ORGANISASI MATERI
Persiapan Pasien
2
1.7 TUGAS KETERAMPILAN
Mahasiswa diharuskan membaca buku Pedoman Skill Lab Anestesia yang telah
dibagikan untuk memperlancar dan mengerti apa yang akan dilakukan pada
praktikum. Mahasiswa boleh bertanya dan meminta petunjuk pada instruktur
tentang teknik-teknik anestesi serta hal-hal yang belum dimengerti.
3
BAB 2
ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT
1. Kaca mulut
2. Pinset
3. Sonde
4. Cotton stick
5. Disposable injection syringe (semprit injeksi)
6. Sarung tangan
4
2.2 PERSIAPAN PASIEN DAN PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL
1. Pastikan bahwa pasien sudah makan, atau setidaknya tidak sedang merasa lapar,
sebelum tindakan anestesi lokal.
2. Dudukkan pasien pada posisi semi supine, pada posisi demikian pasien akan
merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih mudah dilakukan, dan
kemungkinan terjadinya vasovagal syncope dapat dikurangi (gambar 2).
5
2. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, periksa keterangan pada
dinding ampul yang mencantumkan: kandungan, konsentrasi, dan volume
larutan anestesi lokal, kandungan dan konsentrasi bahan vasokonstriktor, dan
tanggal kadaluarsa cairan anestesi lokal tersebut (gambar 4).
Gambar 3. Cara membuka disposable syringe Jarum pada barrel dieratkan terlebih
dahulu sebelum membuka pembungkusnya dengan memutar hub
searah jarum jam (kiri), kemudian handle pada syringe didorong
sehingga plunger menyentuh ujung barrel (tengah), baru kemudian
pembungkus syringe dibuka (kanan).
Gambar 4. Cara membuka ampul. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi
lokal, sebelum membukanya periksa terlebih dulu apakah seluruh
cairan berada di bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih
berada di atas leher ampul (kiri) lakukan ketukan pada dinding ampul
dengan jari tangan (tengah) atau putar ampul dengan gerakan
sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul
(kanan).
6
4. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable syringe dibuka,
kemudian larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum
injeksi sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa
ujung jarum menyentuh dinding ampul (gambar 4).
5. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel penutup jarum dipasang
kembali dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum menyentuh penutupnya,
kemudian diperiksa apakah ada gelembung udara di dalam cairan di dalam
barrel tersebut, apabila terdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada
dinding barrel sampai semua gelembung udara keluar dari cairan yang ada
kemudian dorong handle sampai terlihat ada cairan yang keluar dari ujung jarum
(gambar 5).
7
6. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum dengan kasa steril
lalu ulasi daerah tersebut dengan cairan antiseptik secukupnya (gambar 6).
8. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka injeksikan cairan
anestesi lokal secara perlahan-lahan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul
selama injeksi dan menghindari terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal.
9. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari daerah kerja
secara perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah timbulnya perdarahan di
tempat tusukan jarum, efek anestesi mulai terasa beberapa detik sampai beberapa
menit setelah injeksi, pada umumnya efek anestesi lokal sudah tercapai dalam
waktu 5 menit.
8
2.3 TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG ATAS
9
2.3.2 Field Block (Paraperiosteal Injection)
1. Saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik.
2. Daerah yang teranestesi: pulpa gigi rahang atas yang bersangkutan, ligamen
periodontal, tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial
atau bukal dari gigi tersebut.
3. Pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang
akarnya, tulang alveolaris, mucolabial fold atau mucobuccal fold gigi yang
bersangkutan.
4. Indikasi:
a. Untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang atas misalnya:
sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau
ekstirpasi jaringan pulpa.
b. Untuk pencabutan sebuah gigi di rahang atas, dalam hal ini perlu ditambahkan
anestesi pada mukosa palatal.
5. Teknik:
a. Jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial atau mucobuccal
fold dari gigi yang bersangkutan, jarum diinsersikan sampai ujung jarum
terasa menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik
sedikit kemudian dilakukan aspirasi, bila tidak ada darah yang masuk ke
dalam barrel cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml
dengan perlahan-lahan (gambar 9a).
b. Khusus untuk gigi molar pertama rahang atas tusukan jarum dan injeksi cairan
anestesi dilakukan dua kali yakni pada mucobuccal fold apeks gigi premolar
kedua dan apeks mesiobukal gigi molar kedua rahang atas (gambar 9b).
c. Khusus untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas, pasien diminta
untuk sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum
dapat dilakukan semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccal fold
apeks gigi molar kedua rahang atas (gambar 9c).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi
10
Gambar 9a. Field Block dengan teknik
paraperiosteal injection pada gigi
insisif sentral rahang atas kanan
(atas) dan gigi premolar pertama
rahang atas kanan (bawah); jarum
ditusukkan pada cekungan terdalam
pada mucolabial fold atau
mucobuccal fold dengan arah jarum
membentuk sudut sedemikian rupa
sehingga ujung jarum akan
menyentuh tulang setinggi apeks
akar gigi yang bersangkutan.
Gambar 9b. Field blockuntuk menganestesi gigi molar pertama rahang atas
kanan;injeksi dilakukan dua kali yaitu pada mucobuccal fold apeks
gigi premolar kedua rahang atas kanan (kiri) dan mucobuccal fold
apeks gigi molar kedua rahang atas kanan (kanan);
11
Gambar 9c. Field block untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas
kanan; pasien diminta untuk sedikit menutup mulutnya dan
pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat dilakukan
semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccalfold
apeks gigi molar kedua rahang atas (kanan).
1. Saraf yang teranestesi: nervus nasopalatinus yang keluar dari foramen insisivus.
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum sepertiga anterior palatum durum dan
mukosa palatal gigi-gigi anterior rahang atas.
3. Pedoman anatomis: gigi insisif sentral rahang atas dan papilla incisivus.
4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa sepertiga anterior palatum durum di antara
kedua kaninus rahang atas, misalnya: pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang
atas.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada batas lateral papilla insisivus sedalam kira- kira
5 mm, kemudian cairan anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-
lahan (gambar 10).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian anterior apabila
dirasakan dengan lidah.
12
Gambar 10. Jarum ditusukkan pada batas lateral papilla
incisivus sedalam kira-kira 5mm, kemudian cairan
anestesi diinjeksikan sekitar 0, 25 ml dengan
perlahan-lahan.
1. Saraf yang teranestesi: nervus palatina anterior atau nervus palatinus majus
yang keluar dari foramen palatinus majus.
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum dan mukosa palatal dua pertiga
posterior palatum durum, mulai dari pertengahan kaninus atas sampai dengan
batas posterior palatum durum.
3. Pedoman anatomis: gigi molar kedua dan ketiga rahang atas, gingival marginalis
bagian palatal dari molar kedua dan ketiga, garis median palatum durum.
4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa dua pertiga posterior palatum durum
misalnya: pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus yang
secara klinis terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh
kira-kira 10 mm dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut, kemudian
injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan- lahan.
(gambar 11).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian posterior apabila
dirasakan dengan lidah.
13
Gambar 11. Jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen
palatinus majus terletakdi antara gigi molar kedua
dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari
gingival marginal bagian palatal gigi tersebut,
kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25
sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan.
14
2.4 TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG BAWAH
15
Gambar 13. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection untuk gigi anterior
rahang bawah. Ujung jarum ditusukkan pada cekungan terdalam
mucolabial fold gigi insisif sentral rahang bawah kanan, arah jarum
membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan
menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi tersebut
16
2.4.2 Field Block (Paraperiosteal Injection)
1. Saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik.
2. Daerah yang teranestesi: pulpa gigi yang bersangkutan, ligamen periodontal,
tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial.
3. Pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang
akarnya, tulang alveolaris, mucolabial fold gigi yang bersangkutan.
4. Indikasi:
a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang bawah anterior
misalnya: sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau
ekstirpasi jaringan pulpa.
b. untuk pencabutan sebuah gigi anterior rahang bawah, dalam hal ini perlu
ditambahkan infiltrasi lokal pada mukosa alveolaris sisi lingual untuk
menganestesi gingiva bagian lingual gigi tersebut.
5. Teknik: jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial fold,
kemudian jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang
setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi,
kemudian cairan anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan
perlahan-lahan (gambar 13).
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi.
17
posterior sejauh kira-kira10 mm untuk mendapatkan cekungan yang disebut
dengan coronoid notch. Untuk tindakan pada sisi kiri perabaan di atas
menggunakan ibu jari kiri (gambar 15);
catatan: coronoid notch terletak pada garis horizontal yangsama dengan
foramen mandibularis yang merupakan tempat sasaran prosedur anestesi
ini.
b. Jarum diarahkan dari sisi berlawanan yakni antara premolar pertama dan
kedua rahang bawah kontralateral dengan bevel menghadap kearah tulang,
kemudian jarum ditusukkan tepat di pertengahan ujung jari telunjuk tadi
sampai ujung jarum menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit kemudian arah
syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior rahang
bawah pada sisi yang sama, kemudian jarum dimasukkan ke arah posterior
sejauh kira-kira 10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique interna,
kemudian syringe diubah lagi posisinya dengan arah kontralateral, langkah
terakhir masukkan lagi jarum ke dalam jaringan sampai ujung jarum terasa
menyentuh tulang.
18
Gambar 14. Inferior alveolar nerve blockpada sisi kanan. Jari telunjuk
merabacoronoidnotch (kiri atas); jarum ditusukkan pada
pertengahan ujung jari telunjuk dari arah kontralateral sampai ujung
jarum menyentuh tulang (tengah atas); jarum ditarik sedikit
kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-
gigi posterior rahang bawah pada sisi yang sama (kanan atas); jarum
dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil
menyusuri tulang linea oblique interna (kiri bawah); kemudian
syringe diubah lagi posisinya dari arah kontralateral (tengah bawah);
langkah terakhir jarum dimasukkan lagi ke dalam jaringan sampai
ujung jarum terasa menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit,
dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan
perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml (kanan bawah).
19
Gambar 15. Inferior alveolar nerve block sisi kiri. Untuk
melakukan teknik ini pada sisikiri digunakan
ibu jari kiri untuk meraba coronoid notch dan
jarum ditusukkan pada pertengahan ujung ibu
jari tersebut, tahap-tahap selanjutnya dari
teknik ini sama seperti pada sisi kanan pada
gambar 15 tersebut diatas.
20
2.4.3 Mandibular Anesthesia
Mandibular anesthesia adalah gabungan teknik inferior alveolar nerve block dan
lingual nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan.
Gambar 16. Lingual nerve block sebagai bagian dari mandibular anesthesia.
Setelah inferior alveolar nerve block selesai dilakukan maka jarum
selanjutnya ditarik sejauh kira-kira 10 mm, kemudian cairan anestesi
diinjeksikan perlahan-lahan untuk menganestesi nervus lingualis.
21
TATA TERTIB DAN EVALUASI
22
Setelah selesai melakukan praktikum anestesi, mahasiswa akan dinilai oleh
dosen pembimbing/instruktur.
23
Panduan cara pemberian skor:
24
JADWAL SKILLS LAB
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Malamed SF. Handbook of Local Anesthesia. 6th ed. Mosby Inc. Missouri.
2013
2. Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite PD. Peterson’s Principles of Oral
and Maxillofacial Surgery. 2nd ed. BC Decker Inc. Canada. 2004.
3. Fragiskos DF.Oral and Maxillofacial Surgery. Springer. Germany. 2007.
4. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial
Surgery. 6th ed. Elsevier. 2014.
26