Anda di halaman 1dari 9

TUGAS INDIVIDU SANITASI PERKOTAAN

Dosen Pengampu :
Winarko, SKM, M.Kes
Olievia Rahma Akhsani, SKM, M.KL

Disusun Oleh :
Syawalina Putri Fajar (P27833121067)

Kelas :
D3-5B

PROGRAM STUDI SANITASI DIPLOMA TIGA


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
TAHUN 2023
A. PENYEHATAN UDARA
1. PERMENKES RI TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYEHATAN UDARA
DALAM RUANG RUMAH
a. BAB II Persyaratan Kualitas Udara Dalam Ruang Rumah
1) Kualitas fisik, terdiri dari parameter: partikulas (Particulate Matter/PM2,5 dan
PM10), suhu udara (18-30oC), pencahayaan (60 lux), kelembaban (40-60%Rh),
serta pengaturan dan pertukaran udara (laju ventilasi)
2) Kualitas kimia, terdiri dari parameter: Sulfur dikosida (SO2), NO2, CO, CO2,
Timbal, asap rokok, asbes, HCHO, dan VOC
3) Kualitas biologi: bakteri dan jamur (0 CFU/m3), Angka kuman (< 700 CFU/m3)
b. BAB III Upaya Penyehatan
Upaya penyehatan udara dalam ruang rumah meliputi upaya penyehatan terhadap
sumber pencemar fisik, kimia, dan biologi
1) Sumber Pencemar Fisik
 Suhu dalam ruang yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan
kesehatan hingga hypotermia, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan dehidrasi sampai dengan heat stroke. Perubahan suhu udara
dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ventilasi yang tidak
memenuhi syarat, kepadatan hunian, kondisi geografis, dll. Upaya
penyehatan bisa dilakukan bila suhu udara di atas 30oC diturunkan dengan
cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambah ventilasi mekanik
atau buatan.
 Pencahayaan dengan nilai (lux) yang terllau rendah akan berpengaruh
terhadap penglihatan mata yakni kerusakan retina mata dan cahaya yang
terlalu tinggi mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Faktor risiko
pencahyaan karena intensitas cahaya yang rendah baik dari alamiah
maupun buatan. Upaya penyehatan pencahayaan dalam rumah dapat
diusahakan agar sesuai dengan kebutuhan untuk melihat benda sekitar dan
membaca berdasarkan persyaratan minimal 60 Lux.
 Kelembaban yang terlalu tinggi maupun rendah dapat menyebabkan
suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Disebabkan oleh beberapa faktor
risiko seperti konstruksi rumah yang tidak baik dan kurangnya
pencahayaan. Upaya Penyehatan dapat dilakukan : 1) Bila kelembaban
udara kurang dari 40%, maka upaya yang dilakukan yakni Menggunakan
alat untuk meningkatkan kelembaban seperti humidifier (alat pengatur
kelembaban udara), Membuka jendela rumah, Menambah jumlah dan luas
jendela rumah, Memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan,
sirkulasi udara) 2) Bila kelembaban udara lebih dari 60%, maka dapat
dilakukan upaya penyehatan antara lain Memasang genteng kaca,
Menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti humidifier (alat
pengatur kelembaban udara)
 Laju ventilasi, Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat dapat
menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang
mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Faktor risiko
disebabkan oleh kurangnya ventilasi, dan tidak ada pemeliharaan AC secara
berkala. Upaya penyehatan dapat dilakukan dengan mengatur pertukaran
udara, antara lain yaitu : Rumah harus dilengkapi dengan ventilasi, minimal
10% luas lantai dengan sistem ventilasi silang, Rumah ber-AC (Air
Condition) pemeliharaan AC dilakukan secara berkala sesuai dengan buku
petunjuk, serta harus melakukan pergantian udara dengan membuka jendela
minimal pada pagi hari secara rutin, Menggunakan exhaust fan, dan
Mengatur tata letak ruang.
 Particulate Matter/PM2,5 dan PM10, dapat menyebabkan pneumonia,
gangguan sistem pernapasan, iritasi mata, alergi, bronchitis khronis. PM2,5
dapat masuk kedalam paru yang berakibat timbulnya emfisema paru, asma
bronchial, dan kanker paru-paru serta gangguan kardiovaskular atau
kardiovascular (KVS). Upaya penyehatan yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan konsentrasi PM2,5 antara lain: 1) Rumah dibersihkan dari
debu setiap hari dengan kain pel basah atau alat penyedot debu. 2)
Memasang penangkap debu (electro precipitator) pada ventilasi rumah dan
dibersihkan secara berkala. 3) Menanam tanaman di sekeliling rumah untuk
mengurangi masuknya debu ke dalam rumah. 4) Ventilasi dapur
mempunyai bukaan sekurang-kurangnya 40% dari luas lantai, dengan
sistem silang sehingga terjadi aliran udara, atau menggunakan teknologi
tepat guna untuk menangkap asap dan zat pencemar udara.
2) Sumber Pencemar Kimia
Upaya penyehatan terhadap sumber pencemar kimia terdiri dari Sulfur dioksida
(SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida
(CO2), Timbal (Plumbum = Pb), Asbes, Formaldehid (HCHO), Volatile
Organic Compounds/VOCs (senyawa organik yang mudah menguap), Asap
rokok (Environmental Tobacco Smoke/ETS). Kualitas udara yang tidak
memenuhi persyaratan kimia akibat faktor risiko dapat menimbulkan dampak
kesehatan dan perlu dilakukan upaya penyehatannya. Upaya penyehatan
diantaranya dapat dilakukan dengan tidak merokok di dalam rumah,
menggunakan ventilasi alami/mekanik dalam rumah agar terjadi sirkulasi
udara, Menggunakan bahan bakar rumah tangga yang ramah lingkungan,
seperti LPG dan listrik, menanam tanaman di sekeliling rumah, dan
Menggunakan teknik-teknik pengelolaan hama terpadu untuk mengurangi
kebutuhan akan pestisida.
3) Sumber Pencemaran Biologi
Upaya penyehatan terhadap sumber pencemar biologi terdiri dari parameter
jamur, bakteri patogen dan angka kuman. Kualitas udara yang tidak memenuhi
persyaratan biologi akibat faktor risiko dapat menimbulkan dampak kesehatan
dan perlu dilakukan upaya penyehatannya. Upaya Penyehatan dapat dilakukan
dengan membersihkan perabotan rumah tangga secara rutin, Rumah harus
dilengkapi dengan ventilasi yang adequate, Membersihkan AC minimal 3 atau
6 bulan sekali, Membersihkan dan mengeringkan karpet yang basah atau
lembab, Apabila hendak menggunakan basement sebagai salah satu ruang
tempat tinggal, pastikan tidak ada kebocoran dan ruangan memiliki sistem
ventilasi yang baik. Apabila perlu, gunakan mesin pengatur kelembaban untuk
menjaga kelembaban udara antara 40 - 60%, antai selalu dibersihkan dengan
antiseptik secara berkala, mengisolasi anggota rumah tangga yang mempunyai
penyakit menular dan mencegah kontaminasi dari bahan dan peralatan yang
telah dipakai oleh penderita dengan cara disinfeksi, mengupayakan sinar
matahari pagi dapat memasuki rumah terutama setiap kamar tidur, dan
mengelola sampah basah dengan baik.
2. PERMENKES RI NO 2 TAHUN 2023 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN
PERATURAN PEMERINTAH NO 66 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN
LINGKUNGAN
a. BAB III Upaya Penyehatan
1) Penyehatan Udara, penyelenggaraan penyehatan udara meliputi upaya
pemantauan dan pencegahan penurunan kualitas udara, sedangkan untuk
menjaga kualitas udara memenuhi SBMKL dan persyaratan kesehatan perlu
dilakukan pengawasan internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakulmn
melalul penilaian mandirt dan pe.ngulruran parameter media udara, dan
pengawasan eksternal dilakukan rnelalui pentlalan dan penguku.rnnparameter
media udara,
2) Pemantauan Kualitas Udara yakni dilakukan melalui surveilans, uji
laboratorium, analisis risiko, rekomendasi tindak lanjut, dan/atau pemetaan
kualitas udara pada daerah beresiko. Dalam rangka mendukung dan
memperkuat pernamantauan kualitas udara dllakukan pengawasan internal dan
eksternal, Pengawasan internal dan ekstemal dapat memperkuat pengumpulan
data kualitas udara dan waktu ke waktu sehingga mendukung dilaksanakannya
surveilans.
3) Pencegahan Penurunan Kualitas Udara, perlu dilakukan upaya pencegahan
penurunan kualitas udara yang disebabkan oleh sumber pencemar fisik, kimia,
dan biologi sebagai berikut.
 Sumber Pencemar Fisik, seperti suhu diperlukan upaya pencegahan
penurunan kualitas Udara Dalam Ruangan dilakukan seperti, bila suhu
udara di atas 30°C diturunkan dengan cara meningkatkan sirkulasi udara
dengan menambahkan ventiJasi mekanik/buatan; atau bila suhu kurang
dari 18oC, maka perlu menggunakan pemanas ruangan dengan
menggunakan sumber energi yang aman bagi lingkungan dan kesehatan.
selanjutnya pencahayaan dimana suatu ruangan diusahakan agar sesuai
persyaratan minimal 60 Lux untuk melihat benda sekitar dan membaca.
Laju ventilasi ruangan secara umum minimal 10% luas lantai dengan
system ventilasi silang.
 Sumber Pencemar Kimia, yakni dengan menggunakan ventilasi alami atau
mekanik dalam ruangan agar terjadi pertukaran udara, tidak merokok
dalam rungan, menananm tanaman di sekeliling bangunan, dan tidak
menghidupkan mesin kendaraan di dalam ruangan.
 Sumber Pencemar Biologi, dapat dilakukan pencegahan dengan
membersihkan perabotan secara rutin, karpet secara berkala,
mengupayakan sinar matahari pagi dapat memasuki ruangan, dan
mengelola sampah basah dengan baik.

B. PENYEDIAAN AIR
1. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO 122 TAHUN 2015
TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
Penyediaan Air Minum adalah kegiatan menyediakan Air Minum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.
Sedangkan, Sistem Penyediaan Air Minum yang selanjutnya disingkat SPAM
merupakan satu kesatuan sarana dan prasarana penyediaan Air Minum.
a. BAB II Jenis Sistem Penyediaan Air Minum
1) Jenis SPAM meliputi :
 SPAM jaringan perpipaan, terdiri dari unit air baku (bangunan
penampuangan air, sistem pemompaan,dll), unit produksi (Perangkat
operasional, bangunan penampungan air minum, dll), unit distribusi
(bangunan penampungan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan,
jaringan distribusi), unit pelayanan (sambungan langsung, hidran umum,
dan hidran kebakaran). SPAM jaringan perpipaan diselenggarakan untuk
menjamin kepastian kuantitas dan kualitas Air Minum yang dihasilkan serta
kontinuitas pengaliran Air Minum. Kuantitas Air Minum yang dihasilkan
paling sedikit mencukupi Kebutuhan Pokok Air Minum Sehari-hari.
Kontinuitas pengaliran Air Minum memberikan jaminan pengaliran selama
24 (dua puluh empat) jam per hari.
 SPAM bukan jaringan perpipaan , yakni terdiri dari
i. Sumur dangkal merupakan sarana untuk menyadap dan menampung air
tanah yang digunakan sebagai sumber Air Baku untuk Air Minum.
Pembangunan sumur dangkal wajib memperhatikan ketentuan teknis
tentang kedalaman muka air dan jarak aman dari sumber pencemaran.
ii. Sumur pompa merupakan sarana berupa sumur yang bertujuan untuk
mendapatkan Air Baku untuk Air Minum yang dibuat dengan mengebor
tanah pada kedalaman tertentu dengan cara menekan air ke permukaan
menggunakan pompa.
iii. Bak penampungan air hujan bertujuan untuk menampung air hujan
sebagai Air Baku. PAH harus dilengkapi dengan saringan dan penutup
sebagai pengaman dari kotoran.
iv. Terminal air merupakan sarana pelayanan Air Minum yang digunakan
secara komunal berupa bak penampung air yang ditempatkan di atas
permukaan tanah atau pondasi dan pengisian air dilakukan dengan
sistem curah dari mobil tangki air atau kapal tangki air. Terminal air
ditempatkan di daerah rawan Air Minum, daerah kumuh, masyarakat
berpenghasilan rendah, dan/atau daerah terpencil.
v. Bangunan penangkap mata air merupakan sarana yang dibangun untuk
mengumpulkan air pada sumber mata air dan melindungi sumber mata
air terhadap pencemaran. Bangunan penangkap mata air dapat
dilengkapi dengan bak penampung dan harus dilengkapi fasilitas keran
umum bagi masyarakat di sekitar mata air.

C. PENGOLAHAN SAMPAH KOTA


1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO 18 TAHUN 2008 TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
a. BAB VI Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah
1) Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga
terdiri dari pengurangan sampah dan penanganan sampah. Pengurangan
sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang
sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Pelaku usaha dalam
melaksanakan kegiatan menggunakan bahan produksi yang menimbulkan
sampah sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau
mudah diurai oleh proses alam. Penanganan Sampah terdapat berbagai kegiatan
seperti pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, pengumpulan dalam bentuk
pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, pengolahan
dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dll.
2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NO 27 TAHUN 2020
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK
a. BAB II Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Spesifik
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Spesifik dilakukan melalui:
1) Pengurangan yakni meliputi pembatasan timbulan Sampah Spesifik, pendauran
ulang Sampah Spesifik, dan/atau pemanfaatan kembali Sampah Spesifik.
2) Penanganan sampah spesifik meliputi kegiatan mulai dari pemilahan,
pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan/atau pemrosesan akhir Sampah
b. Sampah yang mengandung B3 berasal dari rumah tangga, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, kawasan permukiman, fasilitas sosial, fasilitas
umum, dll. Setiap Orang yang menghasilkan Sampah yang Mengandung 83 wajib
melakukan pengurangan sampah. Pengurangan sampah wajib dilakukan untuk
setiap orang yang menghasilkan sampah yang mengandung B3

D. PENYEDIAAN JAMBAN DAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK


1. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO 3 TAHUN
2014 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
a. Lampiran Lima Pilar STBM
1) Perilaku SBS (Stop Buang air besar Sembarangan) diikuti dengan pemanfaatan
sarana sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:
 Tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan
yang berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan
 Dapat mencegah vektor pembawa untuk meyebar penyakit pada
pemakai dan lingkungan sekitarnya.
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan
penempatan (di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh
penghuni rumah. Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri
dari :
 Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap) Bangunan atas jamban
harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan cuaca dan
gangguan lainnya.
 Bangunan tengah jamban Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah
jamban, yaitu Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)
yang saniter dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi
sederhana (semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher
angsa, tetapi harus diberi tutup, dan Lantai Jamban terbuat dari bahan
kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran untuk pembuangan air
bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
 Bangunan Bawah Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan
pengurai kotoran/tinja yang berfungsi mencegah terjadinya
pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui vektor pembawa
penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat 2
(dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu: Tangki Septik,
adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai penampungan
limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari kotoran
manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian cairnya
akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan. Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu
filter untuk mengelola cairan tersebut. Cubluk, merupakan lubang
galian yang akan menampung limbah padat dan cair dari jamban yang
masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan limbah tersebut ke
dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah, sedangkan bagian
padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
2) Pengamanan limbah cair rumah tangga yang aman pada tingkat rumah tangga
untuk menghindari terjadinya genangan air limbah yang berpotensi
menimbulkan penyakit berbasis lingkungan. Untuk menyalurkan limbah cair
rumah tangga diperlukan sarana berupa sumur resapan dan saluran
pembuangan air limbah rumah tangga. Limbah cair rumah tangga yang berupa
tinja dan urine disalurkan ke tangki septik yang dilengkapi dengan sumur
resapan. Limbah cair rumah tangga yang berupa air bekas yang dihasilkan dari
buangan dapur, kamar mandi, dan sarana cuci tangan disalurkan ke saluran
pembuangan air limbah. Prinsip Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
adalah:
 Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air
dari jamban
 Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
 Tidak boleh menimbulkan bau
 Tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan
kecelakaan
 Terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.
2. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR P.68/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016 TENTANG BAKU MUTU AIR
LIMBAH DOMESTIK
a. Pasal 3
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik wajib
melakukan pengolahan air limbah domestik yang dihasilkannya. Pengolahan air
limbah domestik dilakukan secara:
 Tersendiri, tanpa menggabungkan dengan pengolahan air limbah dari
kegiatan lainnya; atau
 Terintegrasi, melalui penggabungan air limbah dari kegiatan lainnya ke
dalam satu sistem pengolahan air limbah.
b. Pasal 4
Pemantauan baku mutu air limbah domestik dilakukan untuk memenuhi ketentuan
persyaratan teknis antara lain:
 Menjamin seluruh air limbah dome stik yang dihasilkan masuk ke instalasi
pengolahan air limbah domestic
 Menggunakan instalasi pengolahan air limbah domestik dan saluran air
limbah domestik kedap air sehingga tidak terjadi perembesan air limbah
domestik ke lingkungan
 Memisahkan saluran pengumpulan air limbah domestik dengan saluran air
hujan
 Melakukan pengolahan air limbah domestik, sehingga mutu air limbah
domestik yang dibuang ke sumber air tidak melampaui baku mutu air
limbah domestic
 Tidak melakukan pengenceran air limbah domestik ke dalam aliran
buangan air limbah domestic
 Menetapkan titik penaatan untuk pengambilan contoh uji air limbah
domestik dan koordinat titik penaatan; dan g. memasang alat ukur debit
atau laju alir air limbah domestik di titik penaatan.
c. Lampiran Baku Mutu Air Limbah Domestik Tersendiri
Parameter Satuan Kadar Maksimum*

pH - 6-9

BOD Mg/L 30

COD Mg/L 100

TSS Mg/L 30

Minyak dan Lemak Mg/L 5

Amoniak Mg/L 10

Total Coliform Jumlah/100mL 3000

Debit L/orang/hari 100

Anda mungkin juga menyukai