Abstrak
Abortus pada kehamilan akan mengakibatkan pengaruh yang buruk pada ibu diantaranya
adalah perdarahan, perforasi uterus terutama pada uterus dalam posisi hiperretofleksi, syok
hemoragik, infeksi dan juga kematian pada ibu. Sekitar seperempat dari wanita hamil akan
mengalami pendarahan pada trimester pertama. Untuk mengurangi efek yang ditimbulkan
dari terjadinya abortus pada ibu, maka perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
abortus sehingga sedini mungkin dapat dicegah atau diberikan asuhan yang tepat. Abortus
memiliki beberapa jenis dan dapat dibedakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun
pemeriksaan penunjang. Didalam makalah ini akan dibahas pemeriksaan sampai pada
tatalaksana pada abortus.
Abstract
Abortion in pregnancy will result in adverse effects on the mother including bleeding, uterine
perforation, especially in the uterus in a hyperretrophic position, hemorrhagic shock,
infection and also death in the mother. Approximately one-fourth of pregnant women will
experience bleeding in the first trimmest. To reduce the effects of abortion on the mother, it is
necessary to know the factors that affect abortion so that as early as possible can be
prevented or given appropriate care. Abortion has several types and can be distinguished by
history taking, physical examination and supporting examination. In this paper the
examination will be discussed until the management of the abortion.
Aborsi adalah menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan
istilah “abortus” yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma)
sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Abortus dapat dibedakan menjadi abortus
spontan dan abortus yang diinduksi. Pada arbotus spontan didefinisikan oleh Center for
Disease Control dan World Health Organization yaitu, penghentian kehamilan sebelum
gestasi 20 minggu atau dengan janin memiliki berat lahir kurang dari 500 gram. 1 Pada kasus
ini didapatkan seorang perempuan 25 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan perdarahan
banyak dari jalan lahir. Pada makalah ini akan dibahas mengenai perbedaan abortus dan juga
cara menanganinya.
Anamnesis
Dalam mewawancari ibu hamil perlu kita tanyakan riwayat prenatal dengan
menanyakan bagaimana atau dengan cara apa ibu mengkonfirmasi bahwa dia hamil? Lalu
tanyakan riwayat haid. Kapan hari pertama haid terakhir, apakah haid teratur? Berapa lama?
Lalu apakah ada nyeri haid? Setelah itu ditanyakan riwayat kehamilan. Sudah hamil ke
berapa? Apakah ibu tersebut mempunyai komplikasi kehamilan terdahulu seperti diabetes,
eklampsia. Dan lain - lain? Apakah pernah keguguran? Kalau iya, pada kehamilan ke berapa?
Lalu ditanyakan riwayat persalinan ibu, sudah berapa kali bersalin? Bagaimana persalinannya
terdahulu? Apakah normal (persalinan lewat vagina), dibantu (dengan vakum atau forceps),
atau dengan operasi caesar dengan dibertahu alasannya. Lalu ditanyakan apakah pada saat
bersalin terdapat komplikasi seperti bayi besar (fetal makrosomia), fetal distress, dan lain –
lain? Lalu ditanyakan riwayat pernikahan. Lalu ditanyakan keluhan utama ibu tersebut. Pada
kasus ini keluarnya darah. Kita tanyakan sejak kapan? Apakah terdapat nyeri? Letaknya
dimana? Jika ada, sudah berapa lama merasakan nyerinya? Apakah hilang timbul atau terus
menerus? Lalu pada darah yang keluar adakah daging atau seperti anggur? Lalu ditanyakan
apakah ada keluhan penyerta yg lain?
Pada riwayat penyakit dahulu ditanyakan apakah ibu tersebut sedang atau pernah menderita
penyakit? Tanyakan riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes, asma, penyakit jantung,
penyakit menular seksual, HIV. Riwayat keluarga ditanyakan yang mempunyai keluhan yang
sama? Ada yang pernah mengalami komplikasi kehamilan?. Ditanyakan riwayat sosial
bagaimana keseimbangan gizi ibu? Apakah ibu tersebut merokok atau minum alkohol?
Apakah ibu tersebut sedang menggunakan obat?3
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik melihat keadaan umum dan kesadaran umum pasien. Setelah
itu dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital pada pasien yaitu suhu pasien, respiratory rate,
tekanan darah untuk , dan heart rate. Setelah itu dilakukan pemeriksaan inspeksi dari head to
toe. Dimulai dari kepala dan leher, dari hasil pemerikaan didapatkan konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, dan yang lain dalam batas normal. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan aukultasi torak dan abdomen untuk mencari
adanya kelainan. Pada kasus ini didapatkan status generalis dalam batas normal, status
obstetri infeksi genital luar pulpa dan vaginanormal tampak basah pada genital luar.
Pemeriksaan bimanual permukaan vagina licin, servik longgar 2 jari terdapat di oue uterus
teraba pada simfis tidak teraba pada apex adnexa
Pemeriksaan penunjang
Diagnosa kerja
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas disimpulkan bahwa diagnosa kerja
adalah G1P1A0 abortus inkomplet. Abotus inkomplet terjadi jika plasenta terlepas dari uterus
dan dilatasa ostium cerviks sehingga janin dan plasenta dapat tetap diuterus atau keluar
melalui ostium yang terbuka. Abortus komplet terjadi jika semua produk hasil konsepsi telah
keluar semua. Gejala dapat meliputi pendarahan yang minimal, nyeri pada perut bagian
bawah, ostium cerviks tertutup, dan pada pemeriksaan USG uterus kosong. 4,5
Diagnosa banding
Secara klinis, abortus dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipiens, dan missed
abortion. Abortus imminens dapat dibedakan dari tipe abortus lainnya. Pada arbotus insipiens
atau abortus tak - terelakkan terjadi ruptur pada membran, yang ditandain dengan keluarnya
cairan amnion dan dilatasi pada cerviks. Biasanya pengeluaran cairan ini diikuti oleh
pendarahan, nyeri, atau demam dapat dianggap abortus insipiens.
Missed abortion adalah kematian fetus dalam uterus dengan ostium serviks tertutup. Awalnya
pasien mengalami gejala – gejala hamil normal seperti amenorea, mual dan muntah,
perubahan payudara, dan pembesaran uterus. Kematian fetus terjadi terlebih dahulu sebelum
pendarahan. Untuk mendiagnosa dapat dilakukan dengan USG yaitu tidak adanya detak
jantung pada fetus. Jika tidak ada terjadi keguguran, maka lama kelamaan ukuran uterus akan
mengecil.4,5
1. Abortus Imminiens (keguguran mengancam). Abortus ini baru mengancam dan masih
ada harapan untuk mempertahankannya. Pada abortus ini terjadinya pendarahan
uterus pada kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu, janin masih dalam uterus,
tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi pendarahan melalui ostium uteri
eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan. Serviks belum
membuka, dan tes kehamilan positif.
2. Abortus incipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sudah berlangsung dan tidak
dapat dicegah lagi. Pada abortus ini peristiwa peradangan uterus pada kehamilan
sebelum usia kehamilan 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa
mulas menjadi lebih sering dan kuat, pendarahan bertambah.
3. Abortus incompletes (keguguran tidak lengkap). Sebagian dari buah kehamilan telah
dilahirkan tapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih tertinggal di dalam rahim.
Pada abortus ini pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada pemeriksaan vaginal, servikalis
terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavun uteri atau kadang-kadang sudah
menonjol dari ostium uteri eksternum. Pendarahan tidak akan berhenti sebelum sisa
janin dikeluarkan, dapat menyebabkan syok.
4. Abortus komplit (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan
dengan lengkap. Pada abortus ini, ditemukan pendarahan sedikit, ostium uteri telah
menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila
penderita anemia perlu diberi sulfat ferrosus atau transfuse.5
5. Missed Abortion (keguguran tertunda) ialah keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke-22. Pada abortus ini, apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim
selama 8 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminiens.4
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah keadaan embrio menempel diluar uterus atau dinding
rahim. Normalnya, blastokista tertanam di endrometrium dinding uterus dan berkembang
sampai menjadi janin. Kebanyakan kehamilan ektopik tertanam di bagian tuba uterina. Faktor
– faktor risiko meningkatkan kehamilan ektopik adalah kerusakan pada tuba akibat
pembedahan, riwayat infeksi pada tuba atau penyakit menular seksual, atau terjadi salpingitis.
Gejala – gejala ditimbulkan nyeri pada panggul dan abdomen, pendarahan, perubahan uterus
dimana terdorong ke satu sisi.adnexa dengan pemeriksaan bimanual. Pada pemeriksaan fisik
terdapat nyeri goyang cerviks dan teraba nyeri suatu massa. Pada transvaginal ultrasonografi
ditemukan gambaran tubal ring signatau ring of fire.4,5
Mola hidatosa
Mola hidatosa atau kehamilan mola dikenal sebagai hamil anggur merupakan
penyakit trofoblastik gestational yaitu tumor pada plasenta yang behubungan dengan
kehamilan. Gejala klinis yang sering dijumpai adalah pertumbuhan uterus lebih cepat dari
usia kehamilan, terdapat spotting atau pendarahan pervagina, dan uterus yang membesar
tetapi tidak terdeksi detak jantung. Juga ditemukan tirotoksikosis walaupun tidak ada gejala
hipertiroid dikarenakan HCG yang mempunyai efek yang mirip seperti tiroksin. Jika mola
besar terdapat pre-eklampsia dibawah 24 minggu. Pasien datang berobat dikarenakan
pendarahan yang disertai keluarnya jaringan mola atau seperti anggur. Pada pemeriksaan
transvaginal ultrasonografi ditemukan snowstorm sign atau cluster of grape sign.4
Etiologi
Penyebab dari abortus biasanya disebabkan oleh faktor – faktor yang mempengaruhi
ibu seperti infeksi, penyakit metabolik, dan nutrisi. Ketiga faktor – faktor ini belum tersebut
terbukti meningkatkan risiko keguguran. Sedangkan peningkatan abortus disebabkan karena
merokok, konsumsi alkohol yang tinggi di awal kehamilan, konsumsi kafein yang tinggi,
radiasi untuk mengobati keganasan, toksin lingkungan. Jika terjadi abortus berulang atau
abortus habituasi, dapat disebabkan oleh faktor imunologis yaitu autoimun seperti penderita
SLE, trombofilia herediter, anatomis dimana terdapat kelainan pada uterus baik didapat
maupun keturunan.4
Epidemiologi
Pusat data dari kementrian kesehatan republik Indonesia mendata bawah abortus
menyebabkan penyebabkan kematian ibu no – 5 di Indonesia yang sebelummnya diikuti oleh
pendarahan sebagai penyebab kematian pertama, kedua kematian akibat lain – lain yaitu
penyakit komplikasi yang di diderita ibu selama khemilan seperti penyakit jantung, ginjal dan
lain – lain, ketiga adalah hipertensi dalam kehamilan, dan keempat adalah infeksi.6
Patofisiologi
Pada awal abortus, terjadi pendarahan dalam desidua basalis kemudian diikuti oleh
nekrosi jaringan sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil
konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua
secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 dan 14 minggu, vili korinalis menembus desidua lebih dalam
dan umumnya plasenta tidak dilepaskan dengan sempurna sehingga dapat menyebabkan
banyak pendarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas, umumnya yang dikeluarkan setelah
ketuban pecah adalah janin, disusul setelah beberapa waktu kemudian adalah plasenta.
Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini
menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.4
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari abortus yang dapat ditemui adalah terjadi pendarahan dan nyeri perut.
Pada pemeriksaan fisik dan ultrasonografi dapat diketahui jenis abortus. Pada abortus
imminens uterus sesuai dengan usia gestasi, servik belum dilatasi, dan tidak ada pengeluaran
jaringan konsepsi. Abortus insipiens besar uterus sesuai dengan usia kehamilan, serviks
sudah dilatasi, dan tidak ada pengeluaran jaringan konsepsi. Abortus inkomplet besar uterus
sesuai dengan usia kehamilan, serviks sudah dilatasi, dan pengeluaran sebagian jaringan
konsepsi. Sedangkan pada abortus komplet besar uterus lebih kecil dari usia kehamilan,
serviks tertutup, dan pengeluaran seluruh hasil konsepsi. Missed abortion terdapat kematian
janin sehingga gejala pendarahan dan nyeri perut tidak ada. Besar uterus awalnya mengikuti
umur kehamilan tetapi lama – lama mengecil., dan serviks masih menutup. Diagnosis dapat
dipastikan dengan ultrasonografi.4,5
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abortus secara spesifik disesuaikan dengan jenis abortusnya yaitu:
1. Abortus imminens8
Tirah baring tidak memberikan hasil lebih baik namun dianjurkan untuk membatasi
aktivitas agar meminimalkan kemungkinan rangsangan prostaglandin. Tidak dianjurkan
terapi dengan hormon estrogen dan progesteron. Meta analisis menunjukkan bahwa
tatalaksana abortus imminens dengan preparat progesteron dengan plasebo menunjukkan
hasil yang hampir sama (RR 0,53; 95CI 0,35-0,79). Regimen progesteron yang dipakai yaitu
dydrogesteron oral 40 mg lalu 10 mg dilanjutkan sampai 16 minggu, pervaginam 25-90 mg
sampai 14 hari berhenti berdarah, dan dydrogesteron oral 10 mg dilanjutkan sampai 1 minggu
setelah berhenti berdarah.
2. Abortus insipiens9
Umumnya harus dirawat. Karena tidak ada kemungkinan kelangsungan hidup bagi
janin, maka dapat diberikan misoprostol untuk mengeluarkan konsepsi. Dapat analgetik
mungkin diberikan. Demikian pula, setelah janin lahir, kuretase mungkin diperlukan.
Pada kehamilan kurang dari 12 atau 16 minggu biasanya perdarahan tidak banyak
namun bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses abortus harus dipercepat.
Dengan pemberian infuse oksitosin janin dapat keluar. Regimen lain yang dapat diberikan
adalah ergometrin im (dapat diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 μg oral
(dapat diulang sekali setelah 4 jam bila perlu). Apabila plasenta masih tertinggal pengeluaran
plasenta dilakukan secara manualdan disusul kerokan. Namun bahaya yang perforasi yang
terakhir ini tidak begitu besar karena dinding uterus jadi lebih tebal karena hasil konsepsi
telah keluar.
3. Abortus Inkomplit8,9
Abortus Inkomplit harus segera dibersihkan dengan curettage atau secara digital.
Selama masih ada sisa-sisa plasenta akan terus terjadi pendarahan.
4. Abortus komplit
5. Missed abortion10
Bila gestasional <12 minggu, bisa langsung dilakukan dilatasi dan kuretase jika seviks
memungkinkan. Bila gestasional >12 minggu / <20 minggu, dilakukan induksi (untuk
mengeluarkan janin) & diberi Invus (iv) cairan oksitosin (untuk profilaksis retensi cairan).
Terdapat tehnik pemberian prostagalandin untuk induksi serta berefek pd pembukaan ostium
serviks, dgn pemberian mesoprostol (sublingual). Bila usia gestasi lebih dari 4 minggu
memungkinkan terjadinya gangguan trombosis darah oleh karena hipofibrinogenemia
sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.
6. Abortus infeksi atau septik
Kuretase dilakukan setelah 6 jam diberikan antibiotika yang adekuat. Pada infeksi
berat, diberikan ampisilin intravena 2 g setiap 6 jam, gentamisin 5 mg/kgBB intravena selama
24 jam, dan metronidazole 500 mg intravena setiap 8 jam. Pada infeksi ringan, cukup
diberikan amoxicillin oral 3 kali sehari selama 5 hari, metronidazole oral 400 mg 3 kali sehari
selama 5 hari, dan gentamisin intravena 5 mg/kgBB bila perlu.9
Komplikasi
a. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika
perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabil
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus pada posisi hiperretrofleksi.
Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadi perforasi, laparatomi harus segerah di lakukan
untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan apakah ada perlukaan alat-alat lain.
c. Infeksi
Infeksi dalam uterus dan sekitarnya dapat terjadi disetiap abortus, tetapi biasanya ditemukan
pada abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa
memperhatikan asepsis dan antisepsis.
d. Syok
Syok pada abortus biasa terjadi karena perdarahan dan karena infeksi berat.
e. Kematian
Abortus berkontribusi terhadap kematian ibu sekitar 15%. Data tersebut sering kali
tersembunyi di balik data kematian ibu akibat perdarahan. Data lapangan menunjukkan
bahwa sekitar 60% -70% kematian ibu disebabkan oleh perdarahan , dan sekitar 60%
kematian akibat perdarahan tersebut, atau sekitar 35-40% dari seluruh kematian ibu,
disebabkan oleh perdarahan postpartum. Sekitar 15-20% kematian disebabkan oleh
perdarahan.7
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk abortus untuk menjaga gaya hidup, tidak
menggunakan obat – obatan yang di kontraindikasikan selama kehamilan, kurangi minum
kafein, periksa dan obati penyakit metabolik yang terjadi saat kehamilan, dan jaga nutrisi
tubuh agar tidak terlalu kegemukan.
Kesuburan dapat kembali kira – kira 2 minggu setelah keguguran spontan. Untuk mencegah
kehamilan, dapat dipasang alat kontrasepsi dalam rahim. Kontraindikasi pemasangan antara
lain infeksi pelvik, abortus septik,atau komplikasi lainnya. Penetlitian yang dilakukan di
Skotlandia menemukan bahwa pasien yang mengandung dalam waktu 6 bulan dapat
mengalami abortus. Sedangkan pasien yang melakukan kontrasepsi dalam waktu 6 bulan
mempunyai prognosis kehamilan yang baik.4,7
Kesimpulan
1. Macdorman MF, Gregory ECW. Fetal and perinatal mortality, United States, 2013.
National vital statistics reports; vol 64 no 8. Hyattsville, MD: National Center for
Health Statistics. 2015.
2. Gleadle, Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga;
2007.
3. Bickley, Lynn. Bates buku ajar pemeriksaan fisik &riwayat kesehatan. Edisi 13.
Jakarta: EGC; 2013.h.897-911.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY. Obstetri
williams. 23th ed. Pendit BU, translator.. Jakarta: EGC; 2012.p.720.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Edisi ke 4. Jakarta: PT Bina Jakarta; 2008.