Anda di halaman 1dari 19

PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DI ERA POST-INDUSTRI

DALAM PEMIKIRAN DANIEL BELL


Disusun Guna Memenuhi Syarat Latihan Kader II (Intermediet Training)
HMI Cabang Pasuruan

Oleh :
Burhanudin
Cabang Salatiga

HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM KOMISARIAT LAFRAN PANE


CABANG SALATIGA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4
A. Konsep Masyarakat Post Industrial .............................................................. 4
1. Masyarakat Post Industri Dalam Pemikiran Daniel Bell .......................... 4
2. Lahirnya Pemikiran Bell .......................................................................... 6
3. Posisi Pikiran Bell Dalam Dinamika Teori Sosial ................................... 8
B. Perubahan Perilaku Masyarakat Di Era Post Industrial ............................. 11
1. Fase Pra Industri. .................................................................................... 11
2. Fase Masyarakat Industri ........................................................................ 11
3. Fase Masyarakat Post Industrial ............................................................. 12
C. Perilaku Konsumi Di Era Masyarakat Post Industrial ............................... 12
PENUTUP ............................................................................................................. 14
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang sudah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-NYA tentunya kami tidak sanggup untuk menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam kami haturkan kepada junjungan kami nabi agung
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan terimakasih kepada para senior-senior kami, orang
tua, dan teman-teman semua atas doa dan dukungannya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan. Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini,
dari para pembaca.

Salatiga, 7 Agustus 2023

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk dikenai oleh hukum perubahan. Baik
yang berkenaan dengan fisiknya, pemikiran, maupun tingkah lakunya.
Dalam kehidupan di dunia ini, awalnya manusia terlahir sebagai individu
yang menyendiri, selanjutnya manusia berhubungan dengan manusia lain,
mereka hidup bersama dan bekerja bersama untuk mewujudkan keperluan
asasinya. Dan setiap masyarakat, manusia selama hidupnya pasti
mengalami perubahan-perubahan, yang berupa perubahan yang tidak
menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang
pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-
perubahan yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat.
Selo Soemardjan mendefinisikan bahwa perubahan sosial adalah
perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat dapat mengenai nilai-
nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organasasi, susunan
organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, dan lain sebagainya. Dan adaapun segala perubahan yang
adapada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat,
yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai, sikap-
sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok masyarakat.
(Soerjono Soekanto, 2010: 259).
Dalam perjalanannya manusia mengalami perubahan, maka dengan
perubahan itulah manusia bisa berkembang. Manusia juga dapat dibedakan
dari makhuluk lainnya karen adanya perubahan dalam diri mereka
terutama dari segi pengetahuan dan spiritnya. Oleh karena ini mengakaji
manusia, baik itu dari aspek fisik, pemikiran atau pun sosialnya sangatlah
penting, karena merupakan titik tolak untuk mengetahui perkembangan
manusia dan juga langkah-langkah yang telah dibuat oleh manusia untuk
memakmurkan hidupnya dan juga menjalankan tugasnya sebagai khalifah
Allah di muka bumi (QS:2:30).

1
Proses pembentukan masyarakat dan perubahan masyarakat
menurut Gerhard Lenski, Karl Marx, Max Weber dan Emile Durkheim
mewakili empat sudut pandang. Gerhard Lenski menjelaskan bagaimana
teknologi mengubah masyarakat sejak 10 ribu tahun yang lalu dan terus
berlangsung hingga kini. Karl Marx menjelaskan bagaimana masyarakat
mengalami perubahan akibat konflik cara produksi ekonomi. Max Weber
menjelaskan bagaimana masyarakat terbentuk dan berubah akibat
munculnya gagasan antara masyarakat tradisional (yang dicirikan kuatnya
unsur kekeluargaan) dikontraskan dengan gagasan masyarakat kompleks
(yang dicirikan unsur pemikiran rasional). Emile Durkheim menjelaskan
bagaimana solidaritas sosial yang terbangun baik dalam masyarakat
tradisional maupun modern agar mampu menciptakan hubungan
antarstruktur yang harmonis. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa
pertumbuhan dan perubahan masyarakat yaitu, pertama-pertama dari
masyarakat pra-industri, masyarakat industri kemudian masyarakat pos-
industrial. Adapun untuk kali ini yang akan kelompok kami bahas adalah
mengenai masyarakat post-industrial.
Konsep masyarakat post industrial menunjukkan bahwa perubahan
radikal dalam karakteristik sentral masyarakat industri akan menjadi awal
dari peningkatan penggunaan teknologi dan mekanisasi untuk pekerjaan,
komunikasi, transportasi, pasar dan pertumbuhan pendapatan.
Urbanisation adalah cara hidup dan pembagian kerja menjadi semakin
kompleks. Hal ini ditandai dengan meningkatnya peran negara dan
birokrasi pemerintahan dan perekonomian. Hal ini juga ditandai dengan
peningkatan secularization dan rationalization. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa masyarakat post-industrial merupakan perkembangan
masyarakat industri maju. (Borgatta and Montgomery 2000).
Perihal ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
inovasi industri dan juga teknologi (Ridwan 2018). Lebih lanjut menurut
Kistanto dalam menjalankan perubahan mendasar menuju masyarakat
industrial, perubahan tersebut ditandai dengan berdirinya pabrik-pabrik
industri dan masuknya masyarakat pra-industri dari masyarakat industri

2
maju (Kistanto 2016). Lingkup perkembangan pemikiran postmodern juga
mencakup cita-cita post modernisme dan teori konsumen. (Heldi 2009).
Perilaku konsumsi masyarakat perkotaan sangat dinamis setelah
munculnya pasar virtual dan toko online, sehingga struktur permintaan
terhadap barang juga ikut berubah. Akibatnya, permintaan barang
menurun di pasar non-virtual, terutama di pusat perbelanjaan di beberapa
kota besar (Anwar, Parakkasi, and Rusydi 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Masyarakat Post Industrial menurut Daniel
Bell?
2. Bagaimana Perubahan Perilaku Masyarakat di Era Post Industrial?
3. Bagaimana Perilaku Konsumsi Di Era Masyarakat Post Industrial?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Konsep Masyarakat Post Industrial menurut
Daniel Bell
2. Untuk mengetahui Perubahan Perilaku Masyarakat di Era Post
Industrial
3. Untuk Mengetahui Perilaku Konsumsi Di Era Masyarakat Post
Industrial

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Masyarakat Post Industrial
Hossein Nasr dalam bukunya The Pligh Of Men yang dikutipoleh
Amin Syukur, menyatakan bahwa dampak dari manusia modern yang
memuja teknologi dan ilmu pengetahuan, membuat mereka berada dalam
wilayah pinggiran mereka sendiri, beralih menjauh dari pusat, sedangkan
pemahaman agama yang berlandaskan wahyu mereka jauhi, dan hidup
dalam keadaan yang bersifat duniawi. Masyarakat seperti itu merupakan
masyarakat Barat yang disebut dengan the post-industrial society telah
kehilangan sisi keIlahian. Masyarakat seperti ini telah pandangan
intelektualnya telah dangkal dalam melihat kenyataan hidup serta
kehidupan1.
1. Masyarakat Post Industri Dalam Pemikiran Daniel Bell
Teori masyarakat post-industri yang dikemukakan oleh Daniel
Bell, diformulasikan pada saat perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) belum banyak menjadi alat analisis utama. Pada
tahun 1973, Bell menulis buku yang berjudul The Coming of
PostIndustrial Society, yang menggambarkan terjadinya ledakan
teknologi di masyarakat pada akhir tahun 1970-an hingga awal tahun
1980-an. Teknologi (komputer) muncul dimana-mana, di kantor,
didalam proses industri, di sekolah bahkan di rumah, akibatnya terjadi
pemanfaatan teknologi informasi secara besar-besaran.
Dalam pandangan Bell, pada 20-30 tahun mendatang akan muncul
struktur masyarakat baru yang mengalami perkembangan dalam
bidang perekonomian, struktur kerja dan sistem stratifikasi
masyarakat. Bell membahas tentang ide masyarakat post-industri
dengan melihat perkembangan struktur masyarakat di negara Amerika
Serikat,tentu saja Bell sangat memahami kondisi negara tersebut (ia

1
Muvid, dkk, Konsep Tarekat Sammaniyah Dan Peranannya Terhadap Pembentukan Moral,
Spiritual Dan Sosial Masyrakat Post Modern, (Dialogia: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 2020) 18:
79–99.

4
dibesarkan di Amerika) dan menurutnya proses perubahan masyarakat
di negara tersebut bergerak lebih cepat dan nyata.
Perubahan masyarakat pada masa itu menjadi fakta bahwa
teknologi yang muncul akan mewujudkan model organisasi
(pekerjaan) baru2. Perwujudannya dapat melalui model pekerjaan
seperti para pekerja kerah putih atau white collar yang melakukan
pekerjaan administrasi, manajerial, profesional, dan lain sebagainya.
Pekerjaan yang dilakukan relative membutuhkan kualifikasi
pendidikan dan keterampilan dibidang yang dikerjakan serta dengan
penghasilan tetap dan bernilai tinggi. Hal tersebut menyebabkan
mereka identik dengan pekerja yang pandai dan berpengetahuan.
Perubahan bidang pekerjaaan dari pekerja kerah biru (blue collar) yang
melakukan pekerjaan manual dengan penghasilan tidak tetap, menjadi
pekerja kerah putih (white collar), menciptakan sebuah titik perubahan
masyarakat ke post industri, selain itu perubahan ini juga didorong atas
kepuasan yang dicapai individu ketika memperoleh sesuatu yang leih
baik.
Bell menyebut konsep pemikirannya dengan istilah masyarakat
post-industri (ia tidak menggunakan istilah “masyarakat
berpengetahuan”, “masyarakat informasi” atau “masyarakat
profesional”), meskipun menurut sebagian ahli konsep-konsep tersebut
juga memiliki kesamaan dengan beberapa aspek pada bukunya, yang
kemudian menjadi acuan bagi sebagian teoritis dalam membahas
munculnya fenomena masyarakat baru3.
Bell memprediksi karakteristik utama masyarakat post-industri
adalah adanya informasi dan pengetahuan yang secara kuantitas dan
kualitas sangat berperan dalam masyarakat. Kenyataannya, tidak hanya
jumlah informasi yang banyak (kuantitas) beredar di masyarakat
namun juga beraneka bentuk informasi yang dipergunakan oleh
masyarakat (kualitas). Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya
pengetahuan teoretis di bidang sosial, ekonomi dan politik yang
2
Cohen, D Three Lectures on Post-Industrial Society. (Massachusetts: The MIT Press, 2009)
3
Martin, WJ.. The Global Information Society. (England: Aslib Gower. 1995)

5
mampu mengubah cara dan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
masyarakat.
Pada masyarakat post industri, informasi dan pengetahuan
dilibatkan secara praktis dalam aktivitas sehari-hari karena memiliki
manfaat yang besar dalam berinovasi untuk menyelesaikan suatu
permasalahan4. Suatu inovasi membutuhkan manajemen dan
pengetahuan terkait pengelolaan informasi agar menghasilkan output
yang berdampak luas serta dapat memeperhitungkan risiko yang
muncul dalam prosesnya. Hal tersebut semakin mempertegas bahwa
informasi dan pengetahuan yang mumpuni terhadap suatu kondisi akan
mempermudah untuk menghasilkan pekerjaan yang inovatif.
2. Lahirnya Pemikiran Bell
Daniel Bell lahir pada tanggal 10 Mei 1919 di tepi timur kota New
York atau lebih dikenal dengan istilah “garment district”. Sebagian
besar keluarganya merupakan imigran dari daerah Bialystok, yang
berada diantara Polandia dan Rusia. Awalnya keluarga besar Daniel
menggunakan nama keluarga “Bolotsky”, namun nama tersebut
dipakai oleh anggota keluarganya hanya untuk menghindari kewajiban
militer. Ayah Daniel wafat ketika ia berusia 8 bulan, kemudian ia
tinggal bersama-sama dengan saudara kandung dan ibunya serta
beberapa anggota keluarga lainnya hingga tahun 1927. Ibunya bekerja
sebagai pembuat pola pakaian, sehingga Daniel sering dititipkan pada
tempat penitipan anak yatim milik orang yahudi 5.
Pada usia 11 tahun, Daniel Bell diasuh oleh salah seorang
pamannya yang bernama Samuel Bolotsky (Waters, 1996). Ia seorang
dokter gigi yang menganggap nama keluarga Bolotsky tidak cocok
untuk menunjang kepentingan kariernya, sehingga ia beserta beberapa
orang paman Daniel lainnya bersepakat untuk memilih nama keluarga
lain untuk dipakai sebagai nama keluarga mereka. Ada yang memilih

4
Kornienko, A.A, The Concept of Knowledge Society in The Ontology of Modern Society. (Social
and Behavioral Sciences,2015) 166, 378-386.
5
Bakri, W. 2020. Biografi Tokoh-tokoh Sosiologi Klasik sampai Postmodern. (Parepare: IAIN
Parepare Nusantara Press, 2020)

6
nama Ballin, ada pula yang memilih Ballot dan sebagian lainnya
memilih mengunakan nama Bell. Dalam perkembangan selanjutnya,
Daniel Bell hidup dalam kemiskinan, hidup sebagai imigran yahudi,
mengenyam pendidikan di sekolah yahudi, terbiasa dengan aksi
kelompok jalanan, kejahatan, dan sebagainya.
Daniel Bell adalah sosok yang berdasarkan pengakuannya sendiri,
memang sudah ditakdirkan untuk menjadi sosiolog. Di masa remaja, ia
hidup dalam kepapaan ekonomi dan bergelut dengan masalah sosial,
ketika dunia menyaksikan sebuah era paling mencekam dengan
berkuasanya Hitler. Tahun 1932 pada umur 13 tahun, ia bergabung
dengan Liga Pemuda Sosialis (Young People’s Socialist League), yang
secara luas dikenal sebagai Yipsel (divisi pemuda Partai Sosialis),
namun tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan organisasi
pekerja garmen yahudi (Jewish garment-workers unions). Tentang
masa kecilnya, Bell6 mengisahkan:
“…Saya tumbuh di kawasan kumuh New York. Sejauh yang saya
ingat, ibu bekerja di pabrik garmen; sedangkan ayah sudah wafat
ketika saya masih bayi. Di sekeliling saya melihat “Hoovervilles”,
gubug-gubug reyot dekat pelabuhan East River tempat para
pengangguran hidup dalam rumah-rumah darurat dan mencari
makanan dari tumpukan sampah. Di malam hari saya pergi bersama
sekelompok anak laki-laki ke pasar sayur-mayur di West Side,
mengambil kentang atau tomat busuk di jalan, kemudian dimakan
sambil mengelilingi api unggun kecil yang kami buat di jalan dari
bekas kardus kemasan di pasar. Saya hanya ingin tahu mengapa harus
seperti itu. Tampaknya memang tidak terelakan bahwa saya akan
menjadi seorang sosiolog.”
Catatan sejarah mengisahkan kondisi serupa pernah dialami
beberapa tokoh teori sosial lainnya yang lahir dari latar belakang yang
suram, ketika kemiskinan menjadi salah satu pendorong minatnya pada
teori-teori sosial terutama yang berhaluan kiri. Bell banyak

6
Waters, M. 1996. Key Sociologists, Daniel Bell. London and New York: Roultledge.

7
menghabiskan masa remajanya di perpustakaan umum New York
cabang Ottendorfer. Di sana ia membaca karya-karya John Dewey,
Albert Hunter, atau Principles of Sociology tulisan Herbert Spencer.
Pada akhir pekan ia biasa pergi ke Sekolah Minggu Sosialis, dan
belajar karya Fred Henderson, Case for Socialism, dan karya
Algernoon Less, The Essential Marx. Dua kali seminggu di sore hari,
ia pergi ke Rand School of Social Science di kawasan Fifteenth Street
untuk mengikuti sebuah kelompok membaca.
Daniel Bell hidup dalam dua lingkungan, yaitu dunia jurnalistik
ketika ia menjadi wartawan (editor) untuk beberapa publikasi seperti
The New Leader, Common Sense, bahkan majalah terkemuka
Fortune.Disisi lain, Bell mengembangkan minatnya pada dunia
akademik tempat ia mendedikasikan seluruh kapasitas intelektualnya
untuk mengajar di beberapa perguruan tinggi terkenal mulai dari
universitas Chicago, universitas Colombia, sampai universitas
Harvard. Tidaklah mengherankan jika dua latarbelakang kehidupan
tersebut sangat berpengaruh pada karya-karya yang dihasilkannya
3. Posisi Pikiran Bell Dalam Dinamika Teori Sosial
Menilik pada orientasi pemikirannya, Bell tidak ragu
menyampaikan bahwa konsep masyarakat post-industri sebagai sebuah
narasi besar pembangunan, terutama di Amerika Serikat, Jepang,
Eropa Barat, dan Uni Soviet (saat itu). Bell memperjelas idenya dalam
konteks narasi besar tentang skema umum mengenai perubahan sosial,
yaitu dari masyarakat praindustri (Asia, Afrika, Amerika Utara),
menuju ke masyarakat industri (Eropa Barat, Jepang) hingga ke
masyarakat post-industri (Amerika Serikat)7.
Bell tidak pernah menyatakan secara gamblang apakah konsep
tentang ancaman budaya terhadap masyarakat post-industri berasal
dari modernisme atau post-modernisme. Bell hanya menyatakan,
bahwa ketika legitimasi tradisional bagi kapitalisme telah berubah
menjadi hedonisme, maka perkembangan mekanisme pemasaran

7
Ritzer, G, Teori Sosial Postmodern.(Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset, 2010)

8
dalam kapitalisme yang melayani sektor budaya, akan menyebabkan
penurunan atau berakhirnya gaya dan pandangan hidup borjuis. Di sisi
lain, Bell tidak menyebutkan modernisme sebagai penyebab utama
merosotnya etika Protestan dan Puritanisme. Pikiran Bell tentang
merebaknya hedonisme budaya terhadap tatanan borjuis dapat
dimaknai bahwa ia memandang negatif terhadap perkembangan
budaya postmodern. Masyarakat dan kebudayaan barat pada masa itu
sedang mengalami penurunan, terombang-ambing oleh berbagai
perubahan radikal dan instabilitas yang terlihat dalam proses
pengembangan masyarakat dan budaya massa.
Menurut Bell, aspek utama dari post-industri mengikuti pentingnya
modal manusia dan sentralitas pengetahuan teori. Hal tersebut
membentuk sumber daya dan kekuatan teknologi baru, pertumbuhan
ekonomi, dan perubahan stratifikasi masyarakat. Sumber kekuatan
utama dari masyarakat post-industri berkaitan dengan pengelolaan
ilmu pengetahuan. Masyarakat mengorganisasi pengetahuan dan
informasi untuk melakukan kontrol sosial dan mewujudkan inovasi8.
Pandangan Bell tentang sentralitas pengetahuan dan informasi pada era
post-industri merupakan bahan yang penting bagi landasan teori
postmodernisme seperti yang dikembangkan oleh Lyotard di kemudian
hari. Karya Lyotard pada buku The Postmodern Condition, memang
merujuk pada post industrialisme sebagai indikasi munculnya kondisi
postmodern9. Tidak hanya itu, Lyotard melihat bahwa jika kondisi
masyarakat dalam dekade tahun 1970-an telah memasuki era post
industri, maka dalam wilayah kebudayaan juga memasuki jaman
postmodern yang ditandai oleh dominasi ilmu pengetahuan dalam
berbagai relasi sosial yang ada
Sebagai salah seorang konseptor awal dari postmodern, Lyotard
membahas informasi dan pengetahuan dengan melihat peran dan

8
Ampuja, and Koivisto, From “Post-Industrial” to “Network Society” and Beyond: The Political
Conjunctures and Current Crisis of Information Society Theory From “Post-Industrial to “Network
Society” and Beyond. (Triple C Journal For a Global Sustainanble Information Society, 2019)
9
Budiman, H, Pembunuhan yang Selalu Gagal; Modernisme dan Krisis Rasionalitas Menurut
Danie Bell. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997)

9
fungsinya secara mendalam. Lyotard menyatakan bahwa pada
beberapa dekade terakhir, informasi telah menjadi kekuatan utama
dalam produksi karena informasi ditransformasikan menjadi
komoditas. Masyarakat post-industri menyediakan informasi agar
mudah diakses oleh masyarakat awam, ketika pengetahuan, dan
teknologi informasi menyebar di masyarakat dan menghilangkan
narasi besar (grand narratives) tentang pemusatan struktur dan
kelompok. Perubahan kondisi lingkungan masyarakat ini disebut
Lyotard sebagai masyarakat postmodern10.
Masyarakat komputerisasi adalah sebutan yang diberikan Lyotard
untuk menunjuk gejala perkembangan masyarakat barat di era revolusi
informasi yang dikuasai teknologi informasi dan sibernetika menuju ke
tahap era teknologi informasi. Hadirnya teknologi informasi yang
semakin canggih, menyebabkan prinsip-prinsip produksi, konsumsi,
dan transformasi yang berkembang di masyarakat post-industri telah
mengalami revolusi yang sangat radikal. Menurut Lyotard,
pengetahuan dan informasi secara mendalam berubah dalam dua
macam cara yang saling berkaitan11, berikut ini:
a. Pengetahuan dan informasi diproduksi hanya jika mereka dapat
dinilai berdasarkan efisiensi dan efektivitas atau Lyotard
menyebutnya dengan istilah prinsip performativitas (a principle
of performativity). Hal ini berarti informasi dikumpulkan,
dianalisis, dan dihasilkan kembali apabila informasi tersebut
dapat dinilai berdasarkan kriteria kegunaannya (utility).
b. Pengetahuan atau informasi semakin digunakan sebagai sebuah
komoditas. Informasi semakin menjadi sebuah fenomena yang
dapat diperdagangkan, menjadi subjek dari mekanisme pasar
yang mempunyai kuasa menentukan performativitas dari suatu
hal atau keadaan.

10
Suhartono, Postmodernisme. (Diambil dari: SPI UIN Alauddin:
http://spi.uinalauddin.ac.id/index.php/ 2016/10/31/postmodernisme/, 2016)
11
Webster, F, Theories of The Information Society. (New York: Taylor & Francis eLibrary, 2016)

10
Terkait dengan pokok-pokok pikirannya, maka dapat diketahui
bahwa Bell adalah seorang yang konservatif di bidang budaya, liberal
di bidang politik, dan sosialis dalam ekonomi. Secara eksplisit, Bell
menyatakan ketiga pendiriannya tersebut dalam karyanya yang
berjudul The Cultural Contradictions of Capitalisme. Meskipun
pendiriannya secara jelas dapat ditemui pada karyanya yang ke-3
tersebut, namun sesungguhnya pada setiap karyanya secara implisit
dapat diperoleh gambaran tentang pendirian Bell.
B. Perubahan Perilaku Masyarakat Di Era Post Industrial
Manusia merupakan individu yang berakhlak dan cerdas. Realitas dan
pengaruh manusia dapat dilihat dalam tindakan mereka tiap harinya.
Perilaku manusia berubah dari waktu ke waktu. Perbuahan adalah suatu
proses yang mengakibatkan individu berbeda dari sebelumnya12.
Berikut proses perubahan perilaku masyarakat menurut Daniel Bell,
yaitu:
1. Fase Pra Industri.
Tenaga kerja pada fase pra industri, kebanyakan terlibat pada
industry pertembangan seperti pertanian, perikanan, pertambangan,
dan pembangunan kehutanan. Ketika sumber daya alam berlimpah,
serta orang-orang kurang bergantung terhadap teknologi untuk
mendapatkan sesuatu. Jadi, pada fase pra industry kehidupan
masyarakatnya sangat bergantung pada kondisi alam.
2. Fase Masyarakat Industri
Kehidupan dalam masyarakat industry seperti bermain dengan
alam, lain halnya dengan masyarakat pra industry dimana kehidupan
lebih dikendalikan oleh alam. Masyarakat industry sangat bergantung
pada mesin. Kekuatan tenaga manual telah tergantikan oleh penemuan
energi dan mesin. Dan sebagai basis produktivitas, keberadaan listrk
ialah ciri masyarakat industri.

12
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, and Ernest R. Hilgard, “Pengantar Psikologi.” In (Jakarta:
Penerbit Erlangga, 1987)

11
3. Fase Masyarakat Post Industrial
Masyarakat di era post industrial ialah teori ekonomi yang
menerangkan bahwa industry dibidang jasa lebih diminati dari pada
industry manufaktur. Menurut Daniel Bell, masyarakat post industrial
sangat bergantung pada informasi (pengetahuan) dimana kaum
professional sangat dibutuhkan. Jadi dalam era masyarakat post
industry terjadi pergeseran perekonomian, baik berupa barang maupun
jasa. Selain itu masyarakat post industry sangat bertumpu pada
pengetahuan, sehingga kaum profesional sangat dibutuhkan di era
tersebut. Masyarakat post industry sangat berbeda dengan kedua era
sebelumnya. Sumber daya alam merupakan vitalitas utama masyarakat
pra industry, sedangkan mesin merupakan komponen utama dari
masyarakat industry, serta masyarakat post industry bergantung pada
pengetahuan dan informasi13.
C. Perilaku Konsumi Di Era Masyarakat Post Industrial
Pada era masyarakat post industri perilaku konsumsi mayoritas di
pengaruhi oleh life style, keinginan dan hasrat, masuknya kebudayaan
baru yang di akibatkan bertambahnya jumlah. Pada akhir tahun 1950-an
konsumsi dipandang sebagai budaya dan kemudian diawal tahun 1960
menjadi perdebatan tentang perkembangan masyarakat konsumen. Sejalan
dengan hal itu konsumsi kemudian menjadi studi budaya pada tahun 1970.
Dengan demikian studi budaya ini tertuang dalam sebuah karya tentang
bagaimana suatu tradisi yang berkembang dimasyarakat dapat
menyediakan beragam komoditas, yang bertujuan menghasilkan kegunaan
alternatif dan oposisional. Konsumsi dapat dijumpai dalam berbagai studi
mengenai budaya penggemar (Fan Culture), studi tentang berbelanja
sebagai suatu bentuk budaya baru14. Konsumsi dapat juga dimaknai
sebagai suatu jalan yamg melibatkan pembelian dan pertukaran ekonomi
yang hanya berorientasi ke hal-hal negatif seperti menimbulkan tindakan

13
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, and Ernest R. Hilgard, “Pengantar Psikologi.” (jakarta:
Penerbit Erlangga, 1987)
14
Uswah, Lilik Kurniawati, “Konsumsi Gadget Siswa Sekolah Dasar Muhammadiyah Kota
(Yogyakarta.” Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi, 2014) 10(2): 24–32.

12
pemborosan dan pamer. Lebih lanjut konsumsi juga dipahami sebagai
suatu proses yang dapat di terapakan dalam kehidupan. Sejalan dengan hal
tersebut perilaku masyarakat era post industri dimana segala bentuk
aktivits manusia sangat bergantung pada peran teknologi contohnya
gadget.

13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Menurut Bell karakteristik utama masyarakat post-industri adalah
adanya informasi dan pengetahuan yang secara kuantitas dan kualitas
sangat berperan dalam masyarakat. Kenyataannya, tidak hanya jumlah
informasi yang banyak (kuantitas) beredar di masyarakat namun juga
beraneka bentuk informasi yang dipergunakan oleh masyarakat
(kualitas). Hal tersebut dapat dilihat dengan munculnya pengetahuan
teoretis di bidang sosial, ekonomi dan politik yang mampu mengubah
cara dan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat.
Proses perubahan perilaku masyarakat menurut Daniel Bell, yaitu:
Tenaga kerja pada fase pra industry yaitu kebanyakan terlibat pada
industry pertembangan seperti pertanian, perikanan, pertambangan,
dan pembangunan kehutanan. Fase Masyarakat Industri Masyarakat
industry sangat bergantung pada mesin. Masyarakat di era post
industrial ialah teori ekonomi yang menerangkan bahwa industry
dibidang jasa lebih diminati dari pada industry manufaktur. Menurut
Daniel Bell, masyarakat post industrial sangat bergantung pada
informasi (pengetahuan) dimana kaum professional sangat dibutuhkan.
Pada era masyarakat post industri perilaku konsumsi mayoritas di
pengaruhi oleh life style, keinginan dan hasrat, masuknya kebudayaan
baru yang di akibatkan bertambahnya jumlah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muvid, Muhammad Basyrul, and Nur Kholis. 2020. “Konsep Tarekat


Sammaniyah Dan Peranannya Terhadap Pembentukan Moral, Spiritual
Dan Sosial Masyrakat Post Modern.” Dialogia: Jurnal Studi Islam Dan
Sosial 18: 79–99.
Cohen, D. 2009. Three Lectures on Post-Industrial Society. Massachusetts: The
MIT Press Collinicos, A. 2008. Menolak Posmodernisme. Yogyakarta:
Resist Book.
Martin, WJ. 1995. The Global Information Society. England: Aslib Gower.
Kornienko, A.A. 2015. The Concept of Knowledge Society in The Ontology of
Modern Society. Social and Behavioral Sciences, 166, 378-386.
Bakri, W. 2020. Biografi Tokoh-tokoh Sosiologi Klasik sampai Postmodern.
Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press.
Waters, M. 1996. Key Sociologists, Daniel Bell. London and New York:
Roultledge.
Ritzer, G. 2010. Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta: Kreasi Wacana Offset.
Ampuja, and Koivisto. 2019. From “Post-Industrial” to “Network Society” and
Beyond: The Political Conjunctures and Current Crisis of Information
Society Theory From “Post-Industrial to “Network Society” and
Beyond.Triple C Journal For a Global Sustainanble Information Society.
Budiman, H. 1997. Pembunuhan yang Selalu Gagal; Modernisme dan Krisis
Rasionalitas Menurut Danie Bell. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suhartono, 2016. Postmodernisme. Diambil dari: SPI UIN Alauddin:
http://spi.uinalauddin.ac.id/index.php/ 2016/10/31/postmodernisme/
Webster, F. 2006. Theories of The Information Society.3rdEd New York: Taylor
& Francis eLibrary.
Atkinson, Rita L., Richard C. Atkinson, and Ernest R. Hilgard. 1987. “Pengantar
Psikologi.” In jakarta: Penerbit Erlangga.

15
Uswah, Lilik Kurniawati. 2014. “Konsumsi Gadget Siswa Sekolah Dasar
Muhammadiyah Kota Yogyakarta.” Berkala Ilmu Perpustakaan dan
Informasi 10(2): 24–32.

16

Anda mungkin juga menyukai