Anda di halaman 1dari 4

Kualitas Hidup

2.1.1 Pengertian Kualitas Hidup

World Health Organization (1997) mendefenisikan kualitas hidup (quality of life) sebagai suatu
persepsi subjektif mengenai posisi diri individu dalam kehidupannya, yang dilihat dari konteks
budaya dan sistem nilai tempat mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan, harapan, standar,
dan hal-hal lain yang menjadi perhatian dari individu tersebut.

Sulistyarini (2013) menyebutkan bahwa kualitas hidup merupakan suatu evaluasi subjektif, yang
tertanam dalam konteks kultural, sosial dan lingkungan pada diri tiap individu

Sedangkan menurut Raphael, Brown, & Renwick (1999) kualitas hidup digambarkan sebagai sejauh
mana seseorang menikmati kemungkinan pentingnya hidup terkait dengan tiga domain yaitu being,
belonging, dan become. Being mengacu pada aspek dasar siapa dirinya, belonging mengacu pada
memiliki lingkungan yang sesuai dengan individu, dan become mengacu pada tujuan, harapan dan
keinginan individu.

Sealin itu, Taylor (2020) juga mengemukakan pengertian dari kualitas hidup, menurutnya kualitas
hidup adalah suatu tingkat dimana seseorang dapat memaksimalkan keberfungsian fisik, psikis,
vokasi dan kehidupan sosialnya. Kualitas hidup juga diartikan sebagai suatu konsep luas yang
mencakup banyak

Komponen dari kesehatan secara keseluruhan dan kesejahteraan misalnya, fisik, psikososial,
ekonomi, dan budaya (Oliel & Thomas, 2011).

Lebih lanjutnya lagi Ferrans dkk. (2005) mendefinisikan kualitas hidup sebagai suatu perasaan
sejahtera individu, yang berasal dari rasa puas atau tidak puas individu dengan area kehidupan yang
penting baginya. Sedangkan menurut Endarti (2015), kualitas hidup adalah status kesehatan yang
dinilai secara subjektif dari persepsi pasien / individu. Brett, dkk. (2012) juga mendefinisikan kualitas
hidup, kualitas hidup merupakan konsep multidimensi menggabungkan kesejahteraan, partisipasi
sosial dan gaya hidup, faktor fisik dan psikologis, dan harapan individu untuk hidupnya.

Berdasarkan definisi yang diungkap oleh WHO (1997) dan Sulistyarini (2013) dan di atas, dapat
disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah suatu persepsi subjektif mengenai posisi diri individu
dalam kehidupannya, yang dilihat dari konteks budaya/kultural, sosial dan lingkungan pada diri tiap
individu

2.1.2 Aspek-Aspek Kualitas Hidup

Cella, Tulsky, Gray, dkk., (Mazanec, 2010) mengemukakan empat aspek kualitas hidup, yaitu sebagai
berikut:

Physical Well-Being. Kesejahteraan fisik adalah suatu kondisi dimana seseorang melakukan penilaian
terhadap hidupnya sehari-hari yang meliputi reaksi emosional terhadap suatu peristiwa dan evaluasi
sadar yang dilaporkan, baik pada saat suatu peristiwa terjadi atau secara global setelah waktu yang
lama.
Social Well-Being. Kesejahteraan sosial adalah penilaian terhadap keadaan seseorang dan
keberfungsian dalam masyarakat (Keyes, 1998). Keyes menjelaskan bahwa kesejahteraan sosial
terdiri dari lima dimensi yaitu integrasi sosial, kontribusi sosial, koherensi sosial, aktualisasi sosial,
dan penerimaan sosial.

Emotional Well-Being. Menurut Diener dan Lucas (1999) emotional well-being mengacu kepada
kepuasan hidup secara umum dan perasaan positif seperti kebahagiaan (happiness), minat dalam
hidup dan kenikmatan dalam hidup.

Functional Well- Being. Kesejahteraan fungsional adalah kemampuan seseorang untuk melakukan
tugas-tugas yang biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat melaksanakan peran
sosial

2.1.3 Domain Kualitas Hidup

Menurut Raphael, Brown & Renwick (1999) terdapat tiga domain dalam kualitas hidup, yaitu:

Being, merupakan domain yang paling dasar yang menunjukkan seseorang sebagai individu
sebenarnya. Being terdiri tiga sub-domain yaitu: (1) physical being, yang meliputi aspek kesehatan
fisik, kebersihan diri, gizi, olahraga, perawatan, pakaian, dan penampilan fisik secara umum; (2)
psychological being, meliputi kesehatan dan penyesuaian psikologi seseorang, kognisi, perasaan, dan
evaluasi tentang diri, dan pengendalia diri; dan (3) spiritual being yang mencerminkan nilai pribadi,
standar perilaku pribadi dan kepercayaan spiritual.

Belonging, domain yang menunjukkan kesesuaian individu dengan kondisi lingkungannya, domain ini
juga memiliki tiga sub-domain yaitu, (1) physical belonging, didefinisikan sebagai koneksi yang
dimiliki seseorang dengan lingkungan fisiknya seperti rumah, tempat kerja, lingkungan, sekolah, dan
masyarakat; (2) social belonging, mencakup hubungan dengan lingkungan sosial dan mencakup rasa
penerimaan oleh orang lain, keluarga, teman, rekan kerja lingkungan, dan masyarakat sekitar; dan
(3) community belonging, merupakan akses terhadap sumber daya yang biasanya tersedia bagi
anggota masyarakat, seperti pendapatan yang memadai, layanan kesehatan dan sosial, program
ketenagakerjaan, pendidikan dan rekreasi, dan acara dan aktivitas masyarakat.

Become, domain ini mengacu pada kegiatan yang dilakukan yang bertujuan untuk mencapai
harapan, dan keinginan pribadi. Aspek become juga dibagi menjadi tiga sub domain yakni: (1)
practical become, yakni kegiatan sehari-hari yang terarah yang harus dilakukan seseorang seperti
kegiatan rumah tangga, pekerjaan yang dibayar, kegiatan sekolah atau sukarelawan, dan kebutuhan
kesehatan atau sosial; (2) Leisure Become, domain ini mencakup kegiatan pada waktu senggang
yang mendorong relaksasi dan pengurangan stres. Ini termasuk aktivitas durasi pendek seperti
permainan kartu, jalan lingkar, atau kunjungan keluarga, atau kegiatan durasi lebih lama seperti
liburan atau liburan; dan growth become, yaitu sub domain mencakup kegiatan mempromosikan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan.

Sedangkan dimensi kualitas hidup yang dikemukakan oleh World Health Organization (WHOQOL-
BRIEF, 1997) terdiri empat dimensi yaitu:
Kesehatan fisik. Kesehatan fisik mencakup aktifitas sehari-hari, ketergantungan pada obat dan
bantuan medis, energi dan kelelahan, mobilitas, adanya rasa nyeri dan ketidaknyamanan, waktu
tidur dan istirahat serta kapasitas kerja seseorang.

Psikologis. Kualitas hidup seseorang meliputi gambaran seseorang tentang dirinya, perasaan negatif,
perasaan positif, harga diri, kepercayaan yang dianut atau agama, serta proses kognitif.

Hubungan Sosial. Hubungan sosial terdiri dari tiga bagian yaitu, hubungan personal, dukungan sosial,
dan aktivitas seksual.

Lingkungan. Kualitas hidup seseorang mencakup sumber pendapatan, kebebasan dan keamanan,
kepedulian sosial akan kesehatan, lingkungan tempat tinggal, kesempatan untuk mendapatkan
informasi baru, peluang untuk melakukan rekreasi, kondisi lingkungan fisik dan transportasi.

Berdasarkan penjelasan WHO di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi kualitas hidup terdiri
dari kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkugan.

2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

WHO (1997) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang
yaitu faktor fisik seperti energi dan rasa sakit yang dirasakan pasien, faktor psikologis seperti depresi
dan kesulitan dalam berkonsentrasi, faktor klinis seperti efek samping dari pengobatan, dan faktor
sosial ekonomi seperti pendapatan, status pernikaham, serta dukungan dari keluarga dan orang
terdekat.

Lassey & Lassey (2001) juga mengemukakan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu
sebagai berikut

Tingkat mikro. Tingkat mikro berhubungan dengan interaksi individu dan sosial dengan keluarga dan
masyarakat yang diantaranya yakni: (1) biologis atau genetik, lahir dengan karakteristik fisik,
kecerdasan dan potensi keterampilan maka kualitas hidup hidup cenderung tinggi; (2) status
kesehatan, berkaitan dengan kesehatan fisik seperti rasa sakit dan ketidaknyamanan, kemampuan
fungsional dan kesehatan mental seperti depresi, demensia, psikosis yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang; (3) kepribadian yang unik dan konsep diri yang positif, sikap, nilai dan
kepercayaan akan melayani kebanyakan orang dengan baik sepanjang hidup; (4) hubungan sosial
dan kepuasan dengan keluarga dan masyarakat memiliki efek yang mendalam pada rasa memiliki,
merasa dicintai, harga diri, dan merasa hidup berharga dan pengalaman sosial kemungkinan akan
meningkat; (5) pengalaman sosial seperti status ekonomi, pendidikan, penghasilan, jabatan adalah
indikator cara dimana kedudukan individu dinilai oleh orang lain di masyarakat. Bagi individu yang
memiliki status ekonomi tinggi memiliki sumber daya yang lebih besar dan lebih banyak kesempatan
memilih dikemudian hari; dan (6) gaya hidup, memungkinkan individu untuk mengerjakan apa yang
diinginkan, tetap aktif di masyarakat, menikmati waktu luang, dan mencapai potensi kehidupan yang
berkualitas tinggi
Tingkat makro. Tingkat makro mencakup faktor-faktor dalam masyarakat luas yaitu: (1) sistem
dukungan sosial, dukungan dari keluarga, teman, lingkungan dan kegiatan yang terorganisir dapat
memberikan kesempatan untuk interaksi sosial serta relasi yang penting untuk memiliki dan
kesejahteraan; (2) layanan kesehatan, yang dapat diakses dan merespon kebutuhan kesehatan fisik,
mental dan penyakit kronis sangat penting bagi kesejahteraan individu; (3) lembaga dan lingkungan
masyarakat, sangat penting untuk kenyamanan, keamanan, kondisi kehidupan yang sehat dan akses
yang mendukung seperti dekat dengan keluarga dan teman; dan (4) jaminan keuangan, dianggap
penting, dimana orang dapat memiliki kesehatan psikologis, fungsi kognitif atau status kesehatan
yang dirasakan, namun dapat berubah seiring dengan bertambahnya usia.

Selain itu, Economic and Social Research Council (ESRC) (2004) menyebutkan bahwa kualitas hidup
individu dipengaruhi oleh dukungan sosial yang baik dengan keluarga, teman dan tetangga, tandar
harapan hidup, keterlibatan dalam kegiatan sosial dan kegiatan amal, kegiatan hobi dan kesukaan,
kesehatan yang baik dan kemampuan fungsional, rumah dan lingkungan yang baik serta perasaan
aman, kepercayaan/nilai diri positif, kesejahteraan psikologis dan emosional, pendapatan yang
cukup, akses yang mudah dalam transportasi dan pelayanan, dan perasaan dihargai dan dihormati
orang lain.

Anda mungkin juga menyukai