Anda di halaman 1dari 42

Skema PPh Pasal 26

Agenda 9

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono,
Ak., CA., MBA 8
Skema PPh Pasal 26
• Ketentuan PPh Pasal 26 tidak mengalami perubahan di UU HPP. Terkait dengan siapa saja yang wajib
melakukan pemotongan PPh Pasal 26, UU PPh mengatur sbb.:
“Pasal 26
(1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan,
disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak
sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan
• Objek PPh Pasal 26 merupakan gabungan objek PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.
• Perbedaannya hanya terletak pada Subjek Pajak sebagai pihak yang menerima penghasilan.
• Jika penerima penghasilannya merupakan Wajib Pajak luar negeri, pengenaan pajaknya mengacu
pada Pasal 26 UU PPh.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 9
Skema PPh Pasal 26
• Sama halnya dengan saat pemotongan PPh Pasal 23, ketentuan Pasal 26 ayat (1) UU PPh juga mengatur
bahwa saat pemotongan PPh adalah (a) saat dibayarkan, (b) saat disediakan untuk dibayarkan, atau (c)
saat telah jatuh tempo pembayarannya. Ketentuan ini ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah No.
94/2010.
• Pemotongan PPh dilakukan sesuai dengan Pasal 15 ayat (4) Peraturan Pemerintah No. 94/2010, yaitu
pada akhir bulan:
1. dibayarkannya penghasilan;
2. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau
3. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
• Pasal 26 UU PPh berkaitan dengan pengaturan PPh dengan konteks pajak internasional yang berkaitan
dengan pemberi dan penerima penghasilan berada di dua negara yang berbeda.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 10
Skema PPh Pasal 26
• Kedua negara tersebut biasa disebut sebagai berikut::
• Negara sumber (source country) merupakan negara tempat penghasilan tersebut bersumber;
• Negara domisili (domicile/residence country merupakan negara tempat penerima penghasilan tersebut
berkedudukan.
• Transaksi lintas negara di atas berkembang seiring dengan peningkatan perdagangan internasional setelah
Perang Dunia II karena banyak negara merdeka. Kedua istilah di atas memunculkan konsep pemajakan
berdasarkan:
• Source principle yang memberikan hak pemajakan kepada negara sumber (source country)
• Residence principle yang memberikan hak pemajakan kepada negara domisili (residence country).
• Karena dua prinsip di atas, masing-masing negara merasa berhak mengenakan pajak atas penghasilan
yang melibatkan transaksi lintas negara (cross-border transaction).
• Negara sumber merasa berhak untuk mengenakan pajak yang bersumber dari negara tersebut sesuai
prinsip manfaat (benefit principle) yang menjadi bagian dari prinsip keadilan (equity principle).
• Negara domisili merasa berhak untuk mengenakan pajak atas penerima penghasilan karena posisinya
sebagai resident taxpayer (wajib pajak dalam negeri)
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 11
Skema PPh Pasal 26
• Karena terjadi benturan hak pemajakan seperti di atas, lahir gagasan untuk membuat tax treaty yang
disepakati secara bilateral oleh kedua negara di atas.
• Di dalam perjalanan selanjutnya tax treaty menjadi P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) yang
diadopsi oleh Indonesia dengan negara mitranya. Rujukan P3B mencakup OECD Model & UN Model.
• Di dalam praktik, negara maju lebih memilih OECD Model dari UN Model karena taxing right di OECD
Model lebih condong ke domicile country, sedangkan taxing right di UN Model lebih condong ke source
country.
• Kedudukan P3B di suatu negara tergantung pada sistem perundang-undangan di negara tersebut. Untuk
konteks P3B di Indonesia, sesuai Pasal 32A UU PPh, berlaku lex specialis derogate legi generali.
• P3B merupakan lex specialis, sedangkan
• UU PPh merupakan lex generali.
• Jadi, ketentuan di dalam P3B bersifat khusus dan mengesampingkan aturan di UU PPh jika ada
pertentangan di antara keduanya.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 12
Skema PPh Pasal 26
• Untuk dapat menerapkan P3B, wajib pajak di Indonesia • Konsep “physical presence” tersebut melahirkan
harus meyakinkan otoritas pajak Indonesia bahwa lawan pengertian “permanent establishment” atau Bentuk Usaha
transaksinya yang mendapatkan penghasilan dari Tetap (BUT) di P3B dan UU PPh.
Indonesia sebagai source country merupakan resident • Pengaturan jenis penghasilan di P3B mengacu pada
taxpayer di negara domisilinya. Alat pembuktiannya schedular taxation system sehingga P3B membagi
berupa Certificate of Residence (CoR) atau Certificate of beberapa jenis penghasilan beserta pengaturan hak
Domicile (CoD) atau Surat Keterangan Domisili (SKD). pemajakannya (taxing right) ke dalam kelompok-
• Prinsip utama pengenaan pajak di negara sumber kelompok (schedule) yang berbeda (lihat tabel di slide
mengacu pada nexus rule, yaitu aturanya yang halaman berikut).
mengaitkan antara subjek, objek, dan tempat penghasilan
bersumber. • Saat ini G20 bersama OECD sudah menyepakati
perubahan konsep nexus rules dari physical presence ke
• Secara umum, karena P3B dirumuskan ketika belum ada substantial economic presence (kehadiran substansi
transaksi digital (digital economy) dan masih mengacu ekonomi) yang tergambar di dalam pengertian BUT di
pada transaksi barang berwujud, konsep nexus rule Pillar One dan amandemen P3B dilakukan secara
merujuk pada “physical presence” (kehadiran fisik) multilateral melalui MLI (Multilateral Instrument).
penerima penghasilan (yang berkedudukan di negara
domisili) di negar sumber.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 13
Perbandingan Model P3B
Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
1.Scope of the 1. Persons Covered 1. Persons covered Ruang lingkup P3B meliputi subjek pajak, yaitu
Convention orang pribadi & badan
2. Taxes covered 2. Taxes covered Ruang lingkup objek pajak meliputi
penghasilan dan modal
2.Definitions 3. General definitions 3. General definitions Pengertian umum & istilah
4. Resident 4. Resident Pengertian penduduk
5. Permanent 5. Permanent establishment Bentuk Usaha Tetap (BUT)
establishment
3.Taxation of 6. Income from immovable 6. Income from immovable Penghasilan dari harta tak gerak dipajaki di
income property property negara sumber tempat properti tersebut
berkeduduan.
7. Business profits 7. Business profits Penghasilan laba usaha dipajaki di negara
domisili, kecuali ada BUT di negara sumber

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 14
Perbandingan Model P3B
Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
3.Taxation of 8. Shipping, inland 8. Shipping, inland Penghasilan dari pengoperasian pesawat dan
income waterways transport waterways transport and kapal dalam jalur internasional dipajaki di
and air transport air transport (alternatives negara domisili. Khusus kawasan ASEAN,
A and B) pemajakannya di negara sumber dengan tarif
khusus
9. Associated enterprises 9. Associated enterprises Hubungan istimewa
10. Dividends 10. Dividends Passive income biasanya dikenakan pajak di
11. Interest 11. Interest negara domisili dan negara sumber sehingga
12. Royalties 12. Royalties ada tarif tertentu yang disepakati di P3B.
13. Capital gains 13. Capital gains Hak pemajakan dapat di negara sumber atau
negara domisili
14. Independent Personal 14, Independent personal Penghasilan pekerjaan bebas dikenai pajak di
Service [Deleted] services negara domisili, kecuali ada BUT di Indonesia
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 15
Perbandingan Model P3B
Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
3.Taxation 15. Income from employment 15. Dependent personal services Hak pemajakannya secara umum ada di
of 16. Directors' fees 16. Directors’ fees and negara sumber
income remuneration of top-level
managerial officials
17. Artistes and sportsmen 17. Artistes and sportspersons
18. Pensions 18. Pensions and social security
payments (alternatives A & B)
19. Government Service 19. Government service
20. Students 20 Students Hak pemajakan biasanya ada di negara
domisili untuk sampai jumlah tertentu.
21. Other income 21. Other income Hak pemajakan dapat di negara sumber
atau domisili atau bahkan pasal ini
ditiadakan sehingga pemajakannya
mengacu pada negara masing-masing
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 16
Perbandingan Model P3B
Bab Pasal-pasal OECD Model Pasal-pasal UN Model Penjelasan umum & ringkas
4.Taxation of 22. Capital 22. Capital Sebagian P3B Indonesia dengan negara
capital lain tidak memasukkan klausul ini
5.Methods for 23. Exemption method & 23A. Exemption method Metode penghapusan pajak berganda
elimination of Credit Method 23B. Credit method bisa berupa pembebasan pajak atau
double kredit pajak
taxation
6.Special 24. Non-discrimination 24. Non-discrimination Klausul ini mengeliminasi diskriminasi
provisions pajak
25. Mutual agreement 25. Mutual agreement Jika terdapat perbedaan penafsiran atau
procedure procedure (alternatives A penerapan yang bertentangan dengan
and B) P3B antara kedua negara, diperlukan
adanya mutual agreement procedure

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 17
Penerapan ALP di P3B
• Article 9 Associated enterprises di P3B, baik UN Model maupun
OECD Model, berasal dari pemikiran tentang bagaimana
mengalokasikan laba yang berasal dari laba usaha (business profit)
dari transaksi lintas negara di antara para pihak afiliasi (hubungan
istimewa / pihak berelasi / related party).
• Secara konseptual, ada dua pendekatan untuk mengalokasikan laba
yang berasal dari transaksi afiliasi, yaitu:
1. Formulary apportionment (FA) atau unitary taxation
• Laporan laba rugi perusahaan afiliasi dikonsolidasikan ke
entitas induk
• Laba konsolidasian dialokasikan ke masing-masing
negara/jurisdiksi tempat perusahaan afiliasi berkedudukan
sesuai formula tertentu yang disepakati.
• PPh dikenakan berdasarkan ketentuan yang berlaku di
masing-masing negara tempat perusahaan afiliasi
berkedudukan.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 18
Penerapan ALP di P3B
2. Separate Accounting (SA) atau Arm’s Length Principle (ALP)
• Transaksi afiliasi diperlakuan sebagai transaksi antar pihak independen sehingga perlu
pembukuan terpisah (separate accounting) dan harus ada pembanding independen.
• Keharusan pembanding indenpenden tersebut memunculkan konsep ALP yang diterapkan melalui
analisis kesebandingan (comparability analysisi)
• Analisis kesebandingan diterapkan dengan menjabarkan lima elemen kesebandingan, yaitu:
a. Rincian kontrak (yang berisi pengaturan kesepakatan tentang hak dan kewajiban para
pihak);
b. Analisis fungsional yang menjabarkan: (1) fungsi yang dijalankan, (2) aset yang digunakan,
dan (3) risiko yang mungkin muncul dari fungsi yang dijalankan dan/atau aset yang
digunakan;
c. Spesifikasi produk berupa barang atau jasa;
d. Lingkungan ekonomi tempat tested party (perusahaan yang diuji transaksi afiliasinya)
melakukan kegiatan bisnisnya; dan
e. Strategi bisnis untuk mengoptimalkan laba operasi.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 19
Penerapan ALP di P3B
2.Separate Accounting (SA) atau Arm’s Length Principle (ALP) (lanjutan)
• Tujuan akhir dari penjabaran lima elemen kesebandingan di atas adalah agar tested party memiliki
pembanding yang bisa berupa
a. Harga transaksi sehingga digunakan CUPM (Comparable Uncontrolled Price Method);
b. Laba transaksi yang berasal dari
1) laba kotor, sehingga digunakan CPM (Cost Plus Method) atau RPM (Resale Price Method), atau
2) laba neto, sehingga digunakan TNMM (Transactional Net Margin Method), sebagai modifikasi
dari metode CPM atau RPM.
• Dari dua pendekatan di atas, pada akhirnya banyak negara memilih ALP untuk mengalokasi laba yang berasal dari
transaksi afiliasi sehingga model P3B menggunakan hanya ALP.
• Sementara itu, negara yang telah menerapkan FA adalah Amerika Serikat dan Kanada untuk pemajakan berbasis
penghasilan yang melibatkan negara bagian.
• Perkembangan dari penerapan ALP yang awalnya difokuskan hanya pada transaksi afiliasi lintas negara sesuai Pasal
9 P3B, otoritas pajak di Indonesia menerpakan ALP untuk semua transaksi afiliasi, baik domestik ataupun lintas
negara.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 20
21

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
Kupas Tuntas PPh Pasal 26 &
Pajak Internasional: Jilid 2
Free Webinar | 2 November 2022 | Pratama-Kreston Tax Research Institute |
Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA, MBA.
Cakupan Pajak Internasional
Agenda 10

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono,
Ak., CA., MBA 23
Conventional
Commerce

Perdagangan Internasional
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono,
Ak., CA., MBA 24
e-Commerce

Perdagangan Internasional
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono,
Ak., CA., MBA 25
Prinsip Perpajakan Internasional
• Seringkali muncul pertanyaan sederhana tentang • Contoh pertanyaan di Free Webinar ke-95:
perpajakan internasional yang tidak dapat dijawab • #1 Ijin bertanya Pak, untuk menentukan bahwa
karena pertanyaan tersebut masih umum. jasa dari luar negeri tsb bisa menggunakan
• Selain itu, informasi yang tersedia tidak spesifik tarif P3B bagaimana ya pak?
sehingga masih digali lagi. • #2 Ketika kita dapat proyek ke malayasia
• Untuk memahami bagaimana perpajakan dengan konsep hanya profit saja :
internasional, perlu dipahami konsep yang 1. Perpajakan seperti apa (di negara
melandasi pengaturan di ranah perpajakan Malaysia)?
internasional. 2. Dan tarif nya berapa?
• Ketentuan perpajakan internasional itu disusun 3. Efek terhadap perpajakan indonesia gmn?
berdasarkan prinsip-prinsip perpajakan yang Mohon penjelasannya pak pri..
disepakati bersama.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 26
Prinsip Perpajakan Internasional
• Contoh pertanyaan di Free Webinar ke-95: • Contoh pertanyaan di Free Webinar ke-95:
• #3 izin bertanya jika ada transaksi dengan • #5 Izin bertanya pak, PT A bekerja kontrak
vendor luar negeri dengan jangka waktu di kerjasaman dgn PT (anak cabang PT C di
kontrak 1 tahun. pelaksanaan pekerjaannya amerikan) atas pekerjaan perbaikan mesin.
dilakukan di negara yang bersangkutan atau dalam pelaksanaannya mesin dikirim ke PT C
diremote dari negara tersebut. di kontrak di Amerika untuk diperbaiki disana? Apakah
terdapat issue BUT. Bagamaina dari segi transaksi tsb merupakan obyek pph 26?
perpajakannya? apakah PT A dianggap impor mesin dari PT C
• #4 Bagaimana aturan pajaknya pada contoh di Amerika? Form DGT apakah tetap
kasus hubungan bilateral antara negara dibutuhkan dari PT C?
Indonesia dengan negara China seperti • #6 Mohon pencerahannya terkait registrasi
pembangunan kereta cepat? sertifikasi pada Asosiasi di Singapura, apakah
merupakan Objek PPh 26?, dan apakah objek
PPN juga?

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 27
Prinsip Perpajakan Internasional
• Berdasarkan gambar di samping, Seller di Negara A
menjual produknya, baik berupa barang ataupun jasa,
ke Buyer di Negara B.
• Seller berada di Negara A yang menjadi Domicile
Country (Capital Exporting Country atau Home
Country), tempat Seller berkedudukan dan menjadi
residen taxpayer (Wajib Pajak dalam negeri di Negara
A)
• Buyer berada di Negara B yang menjadi Source
Country (Capital Importing Country atau Host Country),
tempat Seller berkedudukan dan menjadi residen
taxpayer (Wajib Pajak dalam negeri di Negara A).
Negara A Negara B • Pertanyaan yang muncul adalah laba usaha Seller akan
dikenakan di Negara A atau Negara B
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 28
Prinsip Perpajakan Internasional
• Berdasarkan konsep pajak berbasis penghasilan (income-based
taxation), pajak ditanggung oleh penerima penghasilan sehingga
PPh sering disebut sebagai “Direct Tax”.
Penerima Pemberi • Sesuai dua istilah di atas (residence/domicile country & source
Penghasilan Penghasilan) country), muncul dua prinsip pemajakan yang terjadi atas
transaksi lintas negara (selanjutnya disebut “perpajakan
internasional”, yaitu:
• Residence principle,
Withholding Tax Self Assessment • Hak pemajakan (taxing right) ada di Negara A sebagai
domisili dari Seller selaku penerima penghasilan.
System System
• Sistem pemajakannya adalah self assessment
• Source principle,
Negara B • Hak pemajakan ada di Negara B selaku sumber
Negara A penghasilan Seller.
(Domicile) (Source)
• Sistem pemajakannya adalah withholding tax

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 29
Prinsip Perpajakan Internasional
• Berdasarkan konsep pajak berbasis pengeluaran
(expenditure-based taxation), misalnya PPN, Negara A
• tempat Seller di Negara A menjual produknya (Origin)
menjadi tempat asal produk (origin);
• tempat Buyer di Negara B menerima produk yang
dibeli dari Seller menjadi tempat tujuan produk
(destination);
• Kedua istilah di atas memunculkan istilah origin
principle dan destination principle di dalam
penentuan siapa menjadi penanggung PPN (tax
incidence).
• Karena PPN menempel pada transaksi produk
(barang/jasa), penanggung PPN dapat mengacu pada Negara B
salah satu dari kedua prinsip tersebut (indirect tax). (Destination)

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 30
Prinsip Perpajakan Internasional
• Jika digunakan origin principle, tarif pajak mengacu pada aturan No Jenis Prinsip Pajak Internasional
pajak di Negara A tempat Seller berkedudukan dan sebagai asal 1. Direct Tax • Residence Principle
produk: • Source Principle
• Ekspor terutang PPN di Negara A sehingga PPN ditanggung 2. Indirect Tax • Origin Principle
oleh Seller; • Destination Principle
• Impor tidak terutang PPN di Negara B.
• Jika digunakan destination principle, tarif pajak mengacu pada
aturan pajak di Negara B tempat tujuan produk dikirim ke Buyer:
• Ekspor tidak terutang PPN atau terutang PPN 0% di Negara
A; dan
• Impor terutang PPN di Negara B sehingga PPN ditanggung
Buyer.
• Berdasarkan dua opsi di atas, penerapan origin principle akan
menyebabkan produk ekspor tidak bersaing sehingga banyak
negara menerapkan destination principle

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 31
Prinsip Perpajakan Internasional
• Berdasarkan prinsip perpajakan internasional di atas, terdapat konsekuensi berbeda dari sistem PPh dan sistem PPN
di ranah perpajakan internasiona.
• Sistem PPh memunculkan potensi benturan sistem pemajakan karena Negara A dan Negara B dapat memiliki hak
pemajakan secara bersamaan.
• Negara A (domicile) merasa berhak mengenakan PPh atas Seller yang menjadi resident taxpayer (WPDN) sesuai
prinsip keadilan (berupa ability to pay principle) dan global taxation system.
• Negara B (source) juga merasa berhak mengenakan PPh atas Seller yang mendapatkan penghasilan dari
Negara B sebagai sumber berdasarkan asas keadilan (berupa benefit principle) dan withholding tax system.
• Sistem PPN tidak memunculkan benturan sistem pemajakan karena
• jika digunakan origin principle, hanya Negara A memiliki taxing right; dan
• jika digunakan destination principle, hanya Negara B memiliki taxing right.
• Kondisi di atas menyebabkan P3B yang mengacu pada dua model P3B (OECD Model dan UN Model) hanya
mengatur taxing right untuk PPh dan tidak mengatur taxing right untuk expenditure-based taxation (contohnya PPN).

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 32
Prinsip Perpajakan Internasional
• P3B atau “tax treaty” (juga sering disebut sebagai
konvensi perpajakan berganda atau perjanjian
pajak berganda) merupakan perjanjian
internasional yang dibuat oleh negara-negara
• Tax treaty tunduk pada hukum internasional umum
tentang perjanjian yang dikodifikasi di dalam “the
Vienna Convention on the Law of Treaties” (VCTL)
yang ditandatangani di 1969 dan berlaku mulai 27
January 1980.
• Sebagian besar P3B masih bersifat bilateral
dengan hanya melibatkan dua negara, dan
mencakup pajak penghasilan dan modal, meskipun
ada beberapa contoh perjanjian pajak multilateral.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 33
Prinsip Perpajakan Internasional
• Bab 3 P3B menetapkan aturan substantif utama dari model
perjanjian dengan membagi penghasilan ke dalam
kelas/kelompok dan menetapkan aturan untuk masing-masing
kelas.
• Aturan-aturan di P3B tersebut pada umumnya memberikan
unlimited taxing right kepada domicile country atas
penghasilan dan sekaligus membatasi atau menghilangkan
hak pemajakan (limited or omitted taxing right) di source
country
• Taxing right di negara sumber yang paling besar berkenaan
dengan active income (usaha, profesi, dan pekerjaan) dan
pendapatan dari harta tak bergerak, dan yang paling sedikit
sehubungan dengan passive income dari aset tidak berwujud.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 34
Prinsip Perpajakan Internasional
• P3B mengakui hak sebelumnya untuk mengenakan pajak
di source country dengan mewajibkan domicile country
untuk membebaskan pengenaan pajak berganda untuk
WPDN di domicile country jika ada pajak yang dikenakan
di source country sesuai dengan P3B.
• P3B yang disetujui secara bilateral memberikan hak dan
membebankan kewajiban pada kedua Negara treaty Taxing right Taxing Right
partners, tetapi tidak pada pihak ketiga seperti wajib di Negara A di Negara B
pajak.
• Asas timbal balik (reciprocity) menjadi prinsip dasar
yang melandasi P3B, meskipun makna tepatnya tidak
jelas. Ketentuan hampir semua P3B bilateral bersifat
timbal balik (resiprokal).
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 35
Prinsip Perpajakan Internasional
• Vann (International Aspects of Income Tax, 1998) menyebut
bahwa di ranah perpajakan internasional, sudah ada
konsensus internasional tentang struktur rezim PPh
internasional, yaitu
“The income tax is typically levied by a country on (1) the
domestic and foreign income of its residents and (2) the
domestic income of nonresidents” (Vann, 1998).
• Dengan kata lain, PPh dikenakan oleh suatu jurisdiksi pajak
atas:
• Penghasilan WPDN yang bersumber dari domestik dan
luar negeri (global taxation system); dan
• Penghasilan WPLN yang bersumber dari domestik
(schedular taxation systsem)
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 36
Prinsip Perpajakan Internasional
• Untuk menentukan apakah taxing right ada di Negara
A atau Negara B di dalam sistem PPh, P3B mengatur
Nexus Rules, yaitu
“The term "nexus" is used in tax law to describe a
situation in which a business has a tax presence in a
particular state. A nexus is basically a connection
between the taxing authority and an entity that must
collect or pay the tax” (sumber: .
https://www.thebalancemoney.com/what-is-a-tax-
nexus-398356)
• Istilah “nexus” digunakan di dalam hukum pajak untuk
menggambarkan situasi tempat bisnis memiliki Sumber: https://blog.accountingprose.com/hs-
fs/hubfs/What%20creates%20sales%20tax%20nexus%3F.png?width=
kehadiran pajak (tax presence) di suatu negara. 800&name=What%20creates%20sales%20tax%20nexus%3F.png

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 37
Prinsip Perpajakan Internasional
• Nexus pada dasarnya merupakan hubungan antara otoritas
pajak dan entitas yang harus memungut atau membayar
pajak. Hubungan tersebut dapat dikaitkan dengan
kehadiran: (1) orang, (2) properti, (3) barang, atau (4)
penjualan.
• Nexus merupakan hubungan yang diperlukan antara wajib
pajak dan suatu negara sebelum negara tersebut memiliki
jurisdiksi untuk mengenakan pajak kepada wajib pajak.
• Di P3B, nexus rules ini tertuang di dalam definisi
Permanent Establishment (PE) atau Bentuk Usaha Tetap.
• Karena P3B dirumuskan ketika transaksi perdagangan
internasional masih berupa barang berwujud, nexus rules
yang diadopsi adalah “Physical Presence”
Sumber: https://velocityglobal.com/blog/what-is-permanent-establishment/

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 38
Tips Praktis Menerapkan P3B
1. Secara prinsip, P3B membagi hak pemajakan di antara domicile country (misalnya Negara A) dan source
country (misalnya Negara B atau Indonesia) di Bab 3 P3B (Pasal 6-21) yang mengatur “the distributive
rules of the treaty”
2. Jika hak pemajakan ada di negara sumber (Negara B atau Indonesia), pengenaan pajaknya mengacu
pada ketentuan domestik tentang PPh di negara sumber (UU PPh).
a. Di dalam hal ini, tidak diperlukan Surat Keterangan Domilisi (SKD) yang menunjukkan bahwa Seller
merupakan resident taxpayer di Negara A.
b. Pengenaan pajaknya mengacu pada Pasal 26 UU PPh dan menggunakan withholding tax yang
dilakukan oleh Buyer selaku WPDN dan payor.
3. Jika hak pemajakan ada di negara domisili (Negara A atau non-Indonesia), pengenaan pajaknya
mengacu pada ketentuan domestik tentang PPh di negara domisili (bukan UU PPh).
a. Di dalam hal ini, diperlukan Surat Keterangan Domilisi (SKD) atau dokumen sejenisnya yang
menunjukkan bahwa Seller merupakan resident taxpayer (WPDN) di Negara A.
b. Buyer tidak mengenakan PPh sesuai skema withholding tax di Pasal 26 UU PPh

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 39
Tips Praktis Menerapkan P3B
4. Jika hak pemajakan ada di negara domisili (Negara A
atau non-Indonesia) dan negara sumber (Negara B
atau Indonesia) khusus untuk passive income, P3B
membatasi tarif tertinggi yang boleh dikenakan oleh
masing-masing negara.
a. Di dalam hal ini, diperlukan Surat Keterangan
Domilisi (SKD) atau dokumen sejenisnya yang
menunjukkan bahwa Seller merupakan resident
taxpayer (WPDN) di Negara A agar tarif
pemotongan PPh-nya mengacu pada tarif di P3B.
b. Jika tidak ada SKD atau dokumen sejenis lainnya
yang valid & reliable, Buyer harus memotong PPh
sesuai tarif di Pasal 26 UU PPh.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 40
Perubahan UU PPh: Pajak Internasional
No Pasal Deskripsi Ringkas
1 Pasal 18 (1) Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan keputusan mengenai besarnya perbandingan antara
utang dan modal perusahaan mengatur batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk
keperluan penghitungan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
(3e) Dihapus.Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3b), ayat (3c), dan ayat (3d)
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2 Pasal Pemerintah berwenang untuk melakukan membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau
32A kesepakatan di bidang perpajakan dengan pemerintah negara lain mitra atau yurisdiksi mitra secara
bilateral maupun multilateral dalam rangka:
a. penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
b. pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba;
c. pertukaran informasi perpajakan;
d. bantuan penagihan pajak; dan
e. kerja sama perpajakan lainnya.
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 41
Perubahan UU PPh: Pajak Internasional
No Pasal Deskripsi Ringkas
3 - BAB VIIA
PENDELEGASIAN KEWENANGAN
4 Pasal Ketentuan lebih lanjut mengenai:
32C t. batasan jumlah biaya pinjaman yang dapat dibebankan untuk keperluan penghitungan pajak dalam
Pasal 18 ayat (1);
u. penetapan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada
badan usaha luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2);
v. penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3);
w. pelaksanaan perjanjian pembentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a);
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 42
Perubahan UU PPh: Pajak Internasional
No Pasal Deskripsi Ringkas
5 Pasal x. penetapan pihak yang sebenarnya melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak
32C lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3b)
y. penetapan penjualan atas pengalihan saham badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3c);
z. penentuan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari
pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3d);
aa. kriteria hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4);
bb. pembentukan dan/atau pelaksanaan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A ayat (1),
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 43
44

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA
Kupas Tuntas PPh Pasal 26 &
Pajak Internasional: Jilid 3
Free Webinar | 9 November 2022 | Pratama-Kreston Tax Research Institute |
Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA, MBA.
Studi Kasus P3B Ind-Singapura
Agenda 11

Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono,
Ak., CA., MBA 46
Kedudukan Perjanjian Pajak Int’l
No Pasal Deskripsi Ringkas
1a Pasal 32A Pemerintah berwenang untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian dan/atau kesepakatan di
bidang perpajakan dengan pemerintah negara lain mitra atau yurisdiksi mitra secara bilateral maupun
multilateral dalam rangka:
a. penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak;
b. pencegahan penggerusan basis pemajakan dan pergeseran laba;
c. pertukaran informasi perpajakan;
d. bantuan penagihan pajak; dan
e. kerja sama perpajakan lainnya.
1b Penjelasan Dalam rangka meningkatkan hubungan ekonomi, khususnya di bidang perpajakan, dengan negara mitra
Pasal 32A atau yurisdiksi mitra dan seiring dengan perkembangan lanskap perpajakan internasional yang dinamis,
Pemerintah Indonesia diberikan kewenangan untuk membentuk dan/atau melaksanakan perjanjian
dan/atau kesepakatan dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra, baik secara bilateral
maupun multilateral melalui perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis) untuk penghindaran
pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan
penggeseran laba, pertukaran informasi perpajakan, bantuan penagihan pajak, dan kerja sama
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 47
perpajakan lainnya
Studi Kasus P3B Indonesia-Singapura
Article 9 such adjustment, due regard shall be had to the
ASSOCIATED ENTERPRISE other provisions of this Agreement and the
competent authorities of the Contracting States
2. Where a Contracting State includes in the profits of shall if necessary consult each other.
an enterprise of that State - and taxes accordingly -
profits on which an enterprise of the other 3. The provisions of paragraph 2 shall not apply
Contracting State has been charged to tax in that where judicial or other legal proceedings have
other State and the profits so included are profits resulted in a final ruling that by actions giving rise
which would have accrued to the enterprise of the to an adjustment of profits under paragraph 1, one
first-mentioned State if the conditions made of the enterprises concerned is liable to penalty
between the two enterprises had been those which with respect to fraud, gross negligence or wilful
would have been made between independent default.
enterprises, then that other State shall make an
appropriate adjustment to the amount of the tax
charged therein on those profits. In determining
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 48
Kedudukan Perjanjian Pajak Int’l
No Pasal Deskripsi Ringkas
2 Pasal 32C Ketentuan lebih lanjut mengenai:
bb. pembentukan dan/atau pelaksanaan perjanjian dan/atau kesepakatan di bidang perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32A,
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah

Keterangan: 3. lex posteriori legi priori (aturan terakhir


• Di dalam asas hukum, dikenal tiga istilah berikut: mengesampingkan aturan sebelumnya)
1. lex specialis derogat legi generali (aturan • Sesuai kaidah pertama di atas, pengaturan menurut
khusus mengesampingkan aturan umum), P3B harus lebih diprioritaskan dari ketentuan di UU
2. lex superiori derogat legi inferiori (aturan lebih PPh dan peraturan turunannya.
tinggi mengesampingkan aturan di
bawahnya), dan
Free Webinar | Pratama-Kreston Tax Research Institute | Dr. Prianto Budi Saptono, Ak., CA., MBA 49

Anda mungkin juga menyukai