G3a021210 - Rani - Manuskrip Kian
G3a021210 - Rani - Manuskrip Kian
Abstrak
Penyakit gagal ginjal Kronik setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup
tinggi dan penderita harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah atau
Hemodialisa. Proses Hemodialisa menimbulkan efek psikologis seperti kecemasan.
Oleh karena itu, Pasien yang menjalani hemodialisa memerlukan dukungan. Adapun
dukungan yang diberikan salah satunya adalah dukungan (support group). Tujuan:
mengetahui pengaruh terapi Support Group dalam menurunkan Tingkat Kecemasan
Pasien Hemodialisa. Metode: Deskriptif dengan pendekatan studi kasus proses asuhan
keperawatan. Studi kasus ini meliputi Pengkajian, Diagnosa keperawatan, Rencana
atau Intervensi keperawatan, Implementasi serta Evaluasi. Subjek terdiri dari 2 orang
yang memenuhi kriteria pasien yang melakukan hemodialisa kurang dari tiga bulan.
Alat ukur HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale). Pengukuran dilakukan
dengan cara pre-post test. Hasil Studi menunjukkan nilai tingkat kecemasan sebelum
dilakukan pemberian terapi Support Group kedua pasien mengalami
Kecemasan/Depresi Berat Pasien satu dengan skor 18 dan pasien dua skor 12.
Sedangkan nilai setelah dilakukan pemberian terapi Support Group Pasien satu
dengan skor 10 dan Pasien dua skor 8 dengan kategori Kecemasan Ringan. Artinya
terjadi penurunan tingkat kecemasan pada kedua pasien yang menjalani hemodialisa
setelah diberikan intervensi support group. Maka dapat disimpulkan Ada pengaruh
pemberian terapi Support Group terhadap tingkat kecemasan pasien.
Gagal Ginjal Kronik merupakan kelainan ginjal yang bersifat reversibel dengan
kelainan struktur maupun fungsi ginjal itu sendiri, yang membuat tubuh tidak dapat lagi
menjaga metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit sehingga menyebabkan
terjadinya uremia. Kegagalan dari fungsi ginjal berupa penurunan sekresi dan ekskresi
sehingga terjadinya penumpukan toksik dalam tubuh yang kemudian berlangsung
mengakibatkan sindroma uremia. Keadaan ini kemudian dapat mengganggu sistem
organ tubuh lain seperti kardiovaskular, sistem neurologis, sistem gastrointestinal serta
sistem tubuh lainnya (Prajayanti & Sari, 2020).
Berdasarkan data WHO (2013), jumlah pasien gagal ginjal kronis dengan
intervensi Hemodialisa diperkirakan lebih dari 1,4 juta orang dan berkembang sekitar
8% pertahun (Ipo, 2016). Angka morbiditas gala ginjal kronik seluruh dunia sekitar 500
juta orang dan harus diitervensi hemodialisa sekitar 1,5 juta orang (Yuliana, 2015). Di
Indonesia penderita gagal ginjal dengan intervensi hemodialisa bertambah pada tahun
2011 sebesar 32.612 kasus, tahun 2015 naik sebesar 51.604. Tahun 2018 berjumlah
sebanyak 198.575 dengan 66433 pasien baru dan 132142 pasien aktif menjalani HD. Di
Jawa Barat penderita gagal ginjal jumlahnya mencapai 48.599 dengan 14771 pasien
baru dan 33828 pasien aktif (IRR, 2018). Pravalensi penyakit ginjal di indonesia 3,8%,
dengan prevalensi terendah 1.8% dan Prevalensi tertinggi 6.4%. Di Jawa Barat
prevalensi 5.5%. (Riskesdas, 2018). Data ini menunjukkan bahwa kasus Gagal ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup
tinggi dan penderita harus menjalani hidup dengan bergantung pada cuci darah atau
Hemodialisa.
Hemodialisa merupakan suatu bentuk terapi pengganti pada pasien
dengankegagalan fungsi ginjal baik yang bersifat akut maupun kronik dengan
bantuan mesin hemodialisa yang mengambil alih fungsi ginjal. Pasien gagal ginjal
yang menjalani terapi hemodialisa membutuhkan waktu 12-15 jam untuk
hemodialisa setiap minggunya atau paling sedikit 3-4 jam per kali terapi
(Smeltzer & Bare, 2002). Selama menjalani terapi hemodialisa terjadi berbagai
perubahan respon tubuh baik fisiologis maupun psikologis. Pada umumnya, proses
hemodialisa di Rumah Sakit dapat menimbulkan stress fisiologis fisik yang
mengganggu system neurologi seperti kelemahan, (fatigue), penurunan kosentrasi,
tremor, kelemahan pada lengan, nyeri pada telapak kaki dan perubahan tingkah
laku sedangkan psikologis akan mengalami kecemasan (Smeltzer & Bare, 2008,
Dalam Musniati, 2017).
Kecemasan yang sering dijumpai pada pasien hemodialisa. 57,30% dari pasien
End Stage Renal Disease (ESRD) mengalami depresi. Dari 39,2% pasien dialisis
terdapat pasien yang mengalami depresi ringan, 24,49% mengalami depresi sedang dan
13,72% memiliki depresi berat dan 42,69% yang mengalami gangguan kecemasan dari
47,36% pasien yang mengalami kecemasan ringan, 28,94% mengalami kecemasan
sedang dan 23,68% mengalami kecemasan yang parah (Tavir,2013)
Kecemasan yang dialami pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisa dapat disebabkan oleh berbagai stressor, diantaranya pengalaman nyeri
pada daerah penusukan fistula pada saat memulai hemodialisa, ketergantungan pada
orang lain, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, finansial, ancaman
kematian perubahan konsep diri, perubahan peran serta perubahan interaksisosial
(Finnegan, Jennifer & Veronica, 2013). Pada pasien gagal ginjal kronis yang sudah
sering melakukan hemodialisa tingkat kecemasannya lebih ringan, berbeda dengan
pasien gagal ginjal yang baru pertama kali melakukan hemodialisa akan mengalami
kecemasan yang lebih tinggi (Kandpu, 2015)
Selain itu, kecemasan pada pasien hemodialisis dapat terjadi akibat terapi yang
berlangsung seumur hidup dan pasien membutuhkan ketergantungan pada mesin yang
pelaksanaanya rumit dan membutuhkan waktu yang lama serta memerlukan biaya yang
relatif besar (Amalia & Apriliani, 2021). Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang
efektif dan efisien yang mudah untuk dilakukan dalam mengurangi kecemasan,
sehingga pasien mampu beradaptasi terhadap stressor yang ada. Dukungan yang
diperlukan pasien yang memiliki penyakit terminal maupun sedang menjalani
hemodialisa dukungan orang tua, teman- teman, kerabat dan keluarga bahkan orang-
orang memiliki permasalah yang sama bisa memberikan dukungan (support grup)
(Perangin-angin & Silaban, 2020).
Support group merupakan suatu dukungan kelompok yang memiliki masalah
yang sama agar dapat membantu mengenal stressor, mengetahui sumber koping dan
membentuk mekanisme koping dalam mengatasi masalah dengan cara sharing
informasi tentang permasalahan yang dialami serta solusi yang perlu dilakukan
sekaligus proses saling belajar dan menguatkan satu sama yang lain (Prajayanti & Sari,
2020). Oleh karena itu, tujuan dari intervensi Support Group adalah untuk menurunkan
tingkat kecemasan pasien yang menjalani hemodialisa.
METODE
Metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Berfokus pada suatu
kasus tertentu untuk diamati dan dianalisis secara cermat sampai tuntas dengan
menerapkan asuhan keperawatan yang dimulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi (Saputra et al., 2020). Penerapan ini
dilakukan pada bulan Januari 2023 di RSUD Tugurejo Semarang. Subjek pada
studi kasus ini adalah dua orang laki-laki dengan diagnosa medis Gagal Ginjal
Kronik yang sedang melakukan Hemodialisa. Kriteria inklusi yaitu bersedia
menjadi subjek penerapan, menjalani hemodialisa kurang dari 3 Bulan, berusia
lebih dari 20 Tahun.
Instrumen yang digunakan dalam penerapan antara lain alat tulis, lembar
observasi Hospital Anxiety and Depression Scale dengan (HADS), dengan
mengukur tingkat Kecemasan subjek 1 dan 2 dengan menggunakan skala HADS
skor skala 0-7 : Normal, skor skala 8-10: Kecemasan/Depresi sedang, skor skala
11-21 : Kecemasan/Depresi Berat (Friedman, dkk 2008). Pengukuran skala
tingkat kecemasan ini dilakukan secara pre-post test .
Prosedur Pelaksanaan EBN sesuai dengan artikel penelitian yang
dilakukan dimaulai dengan membentuk kelompok antara 5-8 anggota, membuat
kontrak dengan anggota kelompok, menyiapkan instrument untuk menggukur
tingkat, kecemasan pasien hemodialisa menggunakan Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS), mempersiapan kursi dan Alat Tulis. Terapi ini
diberikan sebanyak 2 kali dalam 1 minggu yaitu pada hari Selasa dan Jumat,
terdiri dari dua sesi. Setiap sesinya memiliki tema sendiri-sendiri. Sesi pertama
melakukan perkenalan dengan anggota kelompok, menceritakan pengalaman
selama melakukan hemodialisa, mengkaji pengalaman pasien tentang
kecemasan/stress saat melakukan hemodialisa. Sesi kedua yaitu mengkaji sumber
pendukung yang terdapat di dalam diri pasien. Mengkaji sumber pendukung yang
terdapat diluar pasien. Kedua sesi ini menekankan pada sikap saling terbuka,
kenyamanan sehingga pasien menjadi lebih satau atau rileks, serta memberi
dukung satu dengan lain (Rahmawati, Muharyani & Tarigan 2019).
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 02 Januari 2023 didapatkan
data, pasien 1 berusia 65 tahun jenis kelamin laki-laki, menderita penyakit Gagal
ginjal kronik sudah 3 bulan dan sedang menjalani Hemodialisa 23 kali. Pasien
merasa takut dan cemas dengan kondisinya saat ini. Kesadaran pasien : compos
mentis, pasien tampak tegang, pasien tampak gelisah, suara pasien bergetar saat
berbicara, muka pasien tampak pucat, kontak mata kurang, tanda-tanda vital,
tekanan darah: 197/125 mmHg, N: 101 x/menit, RR: 21x/menit. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi dan jantung. Didapatkan perhitungan skor skala
HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale) pada pasien sebelum diberikan
intervensi keperawatan Reduksi Ansietas dan Support Group yaitu skala ansietas
18 (Kecemasan/Depresi Berat).
Pasien 2 berusia 59 tahun jenis kelamin laki-laki, menderita penyakit Gagal
ginjal kronik sudah 1 bulan dan sedang menjalani Hemodialisa 4 kali. Pasien
merasa takut dan cemas dengan kondisinya saat ini. Kesadaran pasien : compos
mentis, pasien tampak tegang, Pasien tampak gelisah, konsentrasi kurang, kontak
mata kurang, tanda-tanda vital, tekanan darah: 173/115 mmHg, N: 97 x/menit,
RR: 20x/menit. pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Didapatkan
perhitungan skala HADS (Hospital Anxiety and Depression Scale) pada pasien
sebelum diberikan intervensi keperawatan reduksi ansietas dan support group
yaitu skala ansietas 18 (Kecemasan/Depresi Berat).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada kedua pasien adalah ansietas
berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan pasien mengeluh takut dan
cemas dengan kondisinya, wajah tampak tegang, gelisah, merasa khawatir dengan
kondisinya, nadi diatas batas normal, tekanan darah meningkat (D.0080) (PPNI,
2016). Intervensi keperawatan yang diberikan Reduksi Ansietas dengan
intervensi pendukung Support Group. Tahapan pemberian antara lain Identifikasi
Tingkat Ansietas, Monitor tanda Ansietas, Identifikasi kelompok memiliki
masalah yang sama, Identifikasi masalah yang sebenarnya dialami kelompok,
Identifikasi hambatan menghadiri sesi kelompok (Misalnya, Cemas, stigma &
tidak aman) berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri seperti
: Dukungan Emosi, Terapi relaksasi, teraoi hypnosis, terapi music, Teknik
imajinasi terbimbing, teknik menenagkan, terapi kelompok dan lain-lain (SIKI
PPNI, 2018).
Implementasi dilakukan sebanyak 2 kali dalam 1 minggu dengan durasi
pemberian 20-30 menit, setelah itu tingkat kecemasan kedua pasien diukur
dengan menggunakan pengkajian skala Hospital Anxiety and Depression Scale
(HADS). Setelah diukur dan diberikan pemberian terapi Support Group untuk
mengurangi Kecemasan.
Hasil evaluasi dari penerapan terapi yang diberikan menunjukkan adanya
perubahan penurunan tingkat kecemasan pasien rata – rata sebelum dan sesudah
diberikan intervensi keperawatan terapi support group, pada kedua pasien
didapatkan data post-test skor skala tingkat kecemasan pasien sebagai berikut :
Pengaruh pemberian terapi Support Group terhadap tingkat kecemasan
pasien Hemodialisa.
Pre Post
Gambar 1
Evaluasi Gambar 1 Distribusi Data Perbandingan skor Tingkat Kecemasan Pre
dan Post intervensi terapi support group pada kedua pasien
American Psychological Association. (2019, August 10). Why Stress and Anxiety
Aren’t Always Bad. https://www.apa.org/news/press/release s/2019/08/stress-
anxiety
Armiyati, Y., Hadisaputro, S., Chasani, S., & Sujianto, U. (2021). Improving Quality
of Life in Hemodialysis Patients with Intradialysis Hypertension Using
“SEHAT” Nursing Interventions. Media Keperawatan Indonesia, 4(3), 208.
https://doi.org/10.26714/mki.4.3.2021.208-217
Amalia, A., & Apriliani, N. M. (2021). Analisis Efektivitas Single Use dan Reuse
Dialyzer pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di RSUD Mardi Waluyo Kota
Blitar: Analysis of the Effectiveness of Single Use and Reuse Dialyzers in
Patients with Chronic Kidney Failure at Mardi Waluyo Hospital, Blitar
City. Jurnal Sains dan Kesehatan, 3(5), 679-686.
Black, J. M., & Hawks Jane Hokanson. (2014). Keperawatan medikal bedah (8th ed.).
Elsevier.
Cukor, D., Coplan, J., Brown, C., & Friedman, S. (2008). Anxiety disorders in adults
treated by hemodialysis. Clinical Journal of the American Society of
Nephrology : CJASN: 52(1), 128–136. doi:10.1053/j. ajkd.2008.02.300
Hrp, S. A. J., Yustina, I., & Ardinata, D. (2021). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kecemasan pasien hemodialisis di rsud dr. pirngadi
medan. Idea Nursing Journal, 6(3), 1-9.
Intan, V. A., Putri, R. M., & Nisa, H. (2022). Sosiodemografi dan tingkat kecemasan
mahasiswa pada masa pandemi COVID-19. Jurnal Psikologi Sosial, 20(1), 16-
24.
Jamil, J. (2018). Sebab dan akibat stres, depresi dan kecemasan serta
penanggulangannya. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 1(1),
123-138.
Jangkup, J. Y., Elim, C., & Kandou, L. F. (2015). Tingkat kecemasan pada pasien
penyakit ginjal kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis di BLU RSUP
Prof. DR. RD Kandou Manado. e-CliniC, 3(1).
Lestari, W., & Safaria, T. (2021). Support Group Therapy untuk Menurunkan
Kecemasan pada Care Giver Odgj di Desa Srigading. Psyche 165 Journal,
139-147.
Marianna, S., & Astutik, S. (2019). Hubungan Dampak Terapi Hemodialisa Terhadap
Kualitas Hidup Pasien Dengan Gagal Ginjal. Indonesian Journal of Nursing
Sciences and Practice, 1(2), 41-52.
Maija Reblin M, Bert N. Uchino P. Social And Emotional Support And Its
Implication For Health. Nih Public Access. 2009;21(2):201–5.
Rangga, Y. P. P., Irman, O., & Wijayanti, A. R. (2022). Peer Support Group terhadap
Well-Being Pasien Hipertensi Usia Dewasa Muda. JI-KES (Jurnal Ilmu
Kesehatan), 5(2), 221-228.
Saran, R., Robinson, B., Abbott, K. C., Agodoa, L. Y., Bhave, N., Bragg-Gresham, J.,
... & Shahinian, V. (2018). US renal data system 2017 annual data report:
epidemiology of kidney disease in the United States. American Journal of
Kidney Diseases, 71(3), A7.
Syahrizal, T., Kharisna, D., & Putri, V. D. (2020). Analisis Tingkat Stres Pada Pasien
Hemodialisa Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Di Masa Pandemi
COVID-19. HEALTH CARE: JURNAL KESEHATAN, 9(2), 61-67.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
Wahyuni, P., Miro, S., & Kurniawan, E. (2018). Hubungan Lama Menjalani
Hemodialisis dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik dengan
Diabetes Melitus di RSUP Dr. M Djamil Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 7(4), 480-485.
Wakhid, A., & Suwanti, S. (2019). Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Yang
Menjalani Hemodialisa. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES
Kendal, 9(2), 95-102.
Widyastuti, R. H., Andriany, M., Ulliya, S., Rachma, N., & Hartati, E. (2020).
SUPPORTIVE GROUP THERAPY: ALTERNATIF INTERVENSI
PENATALAKSANAAN MASALAH PSIKOGERIATRI PADA LANSIA
DENGAN PENYAKIT TIDAK MENULAR. Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ, 7(3), 232-237.