Anda di halaman 1dari 4

Secara konsep, bisnis digital dapat merujuk pada dua bentuk usaha: bisnis tradisional yang

melakukan transformasi digital dan rintisan bisnis baru yang telah melibatkan teknologi
digital sejak awal dikembangkan. Keduanya dapat disandingkan dalam satu kategori yang
sama asalkan memenuhi prinsip-prinsip bisnis digital berikut ini:

Melibatkan teknologi populer atau paling mutakhir yang banyak digunakan publik. Teknologi
tersebut berfungsi untuk mengumpulkan data, mengurangi biaya produksi atau distribusi,
hingga menghadirkan pengalaman terbaik bagi konsumen. Penggunaannya berfokus pada
penambahan nilai jual sekaligus pengurangan budget tambahan yang biasanya harus
dikeluarkan oleh jenis bisnis tradisional.

Memadukan konsep transformasi digital dan budaya global. Salah satu prinsip utama yang
harus dilibatkan dalam pengembangan usaha digital adalah penerapan teknologi berskala
global. Hal ini bisa dimulai dari manajemen layanan digital, pengaturan organisasi bisnis,
hingga aplikasi konsep Information Technology (IT) pada setiap langkah transformasinya.

Mengeksplorasi model bisnis baru. Menerapkan transformasi digital berarti juga


mengeksplorasi model bisnis baru yang disesuaikan dengan transformasi tersebut.
Umumnya, yang paling sesuai dengan konsep ini adalah model bisnis yang berfokus pada
peningkatan pengalaman konsumen. Akses yang lebih mudah, cepat, serta dapat dilakukan
kapan dan di mana saja menjadi tujuan utamanya.

Tipe-tipe Transformasi Digital


Mengutip MIT Sloan Management Review, ada tiga area utama bagi transformasi digital
untuk perusahaan, yaitu:

1. Customer experience
Customer experience adalah aspek untuk memahami pelanggan lebih mendalam dengan
teknologi.

Teknologi ini berfokus untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan membuat customer
touchpoint yang lebih banyak.

2. Operational process
Proses ini diharapkan bisa meningkatkan operasi internal dengan digitisasi dan automasi.

Para karyawan didorong untuk bisa menggunakan tool-tool digital dan menggunakan data
untuk membuat keputusan bisnis.

3. Business model
Business model adalah aspek transformasi yang merubah bisnis dengan menawarkan
produk digital dan menggunakan teknologi untuk menawarkan produk secara lebih luas.

Menurut Kenneth Laudon, ada 4 indikator yang harus dipenuhi untuk menjadi perusahaan
digital, yaitu sistem pengelolaan rantai pasokan, sistem pengelolaan relasi pelanggan,
sistem perusahaan dan sistem pengelolaan pengetahuan.
1. Pengelolaan Rantai Pasokan
Komputerisasi sistem pengelolaan rantai pasokan berarti melakukan otomatisasi terhadap
sistem yang mengalirkan informasi dari perusahaan kepada pemasoknya dan sebaliknya.
Otomatisasi itu dilakukan dalam usaha untuk mengoptimalkan perencanaan, persediaan
bahan baku, produksi, pengiriman produk dan jasa. Jika aliran informasi ini berlangsung
dengan lancar dan cepat, maka perusahaan tidak perlu memiliki gudang sendiri untuk
menyimpan bahan baku. Hal ini disebabkan kebutuhan itu dapat dipenuhi oleh pemasok
dalam waktu yang singkat, karena pemasok dapat memperoleh informasi dari perusahaan
secara cepat. Boleh jadi, sudah terbentuk sistem informasi terintegrasi antara perusahan
dan pemasok. Dengan melakukan komputerisasi sistem pengelolaan rantai pasokan, maka
perusahaan dapat menghemat investasi, sehingga bisa lebih kompetitif dalam memasarkan
produk jadinya.
2. Sistem Pengelolan Relasi Pelanggan
Indikator kedua menunjukkan suatu kebutuhan perusahaan untuk membangun relasi yang
baik dengan para pelanggannya. Oleh karena, perusahaan tidak dapat menjaga
kelangsungan hidupnya tanpa adanya pelanggan, maka pelanggan merupakan faktor
penting yang harus dikelola dengan baik. Untuk membangun hubungan yang terintegrasi
antara perusahaan dengan pelanggan, maka harus dibentuk suatu sistem informasi yang
dapat memfasilitasi komunikasi dan hubungan antara kedua belah pihak. Penyelenggaraan
fasilitas chatting atau e-mail bahkan suatu sistem database untuk menampung umpan balik
dari pelanggan merupakan suatu bentuk minimal yang perlu disediakan, sehingga informasi
itu dapat mengalir dengan lancar.
3. Sistem Perusahaan
Indikator ketiga ini biasanya sudah lebih dahulu dibangun oleh perusahaan, misalnya
dengan membuat aplikasi sistem informasi penjualan, pembelian, persediaan barang,
keuangan dan akuntansi.Ada perusahaan yang sudah lengkap mendigitalkan sistem
perusahaannya, namun juga banyak yang melakukannya secara parsial, bagian per bagian
secara bertahap. Memang tidak mudah untuk melakukan komputerisasi dari seluruh sistem
perusahaan. Oleh karena itu, kunci keberhasilan dari proses komputerisasi ini terletak pada
kemampuan pimpinan perusahaan dalam merumuskan suatu rencana induk pembangunan
sistem informasi yang terpadu antar bagian atau lini manajemen perusahaan tersebut.
Tanpa perencanaan yang terpadu, maka hasil yang diperoleh adalah sistem yang ‘compang
camping’, sehingga nantinya akan sulit untuk mengintegrasikannya secara keseluruhan.
Misalnya sistem penjualan dibuat dengan bahasa komputer Visual Basic. Sementara itu,
sistem pembelian dibuat dengan bahasa Visual FoxPro, dan sistem yang lain dibuat dengan
bahasa Borland Delphi. Belum lagi masalah model jaringan komputer yang akan digunakan,
seperti penggunaan sistem kabel atau nirkabel alias wireless. Apalagi sistem wireless kini
semakin berkembang dengan pesat, dimana personal digital assistant (PDA) dan ponsel
sudah dapat difungsikan sebagai terminal akses dalam suatu sistem informasi perusahaan.
Di samping itu,pemilihan sistem operasi jaringan,seperti Microsoft, Novell atau Linux, juga
sering melahirkan konflik. Selain itu, perkembangan peripheral komputer juga perlu
dipertimbangkan. Tawaran penggunaan sistem barcode untuk pembacaan kode barang
seperti yang dilakukan di kasir-kasir supermarket, atau sistem presensi kehadiran pegawai
dengan menggunakan pendeteksi sidik jari perlu dipertimbangkan. Oleh karena itu, sebelum
melangkah terlalu jauh dalam melakukan komputerisasi per bagian dalam perusahaan,
maka para pengelola harus merumuskan suatu rencana induk yang akan mengintegrasikan
dari semua projek komputerisasi tersebut.
RINGKAS: (Indikator ketiga ini biasanya dibangun oleh perusahaan terlebih dahulu,
misalnya dengan membuat aplikasi sistem informasi penjualan, pembelian, persediaan,
keuangan dan akuntansi. Ada perusahaan yang sudah sepenuhnya mendigitalkan sistem
perusahaannya, namun banyak juga yang melakukannya secara parsial, sebagian demi
sebagian secara bertahap. . Tidak mudah untuk mengkomputerisasi seluruh sistem
perusahaan. Oleh karena itu, kunci keberhasilan proses komputerisasi ini terletak pada
kemampuan pimpinan perusahaan dalam merumuskan rencana induk pengembangan
sistem informasi yang terintegrasi antar bagian atau lini manajemen perusahaan.)

4.Manajemen Pengetahuan
Indikator keempat merupakan puncak dari gelombang inovasi teknologi informasi dalam
suatu perusahaan digital, yaitu dengan membangun sistem yang mendukung untuk
menciptakan kreasi solusi, mencatat, menyimpan dan menyebarkan pengetahuan dan
keahlian. Salah satu bentuk sistem ini sering disebut dengan istilah sistem pendukung
keputusan (SPK) dan sistem pakar. SPK merupakan sistem yang digunakan untuk
menyediakan altenatif-alternatif keputusan yang diperoleh dari hasil pengolahan yang rumit.
Beberapa aplikasi yang sudah pernah dibuat dalam skripsi mahasiswa S1 Teknik
Informatika, antara lain: SPK pengucuran kredit perumahan, perekrutan pegawai, penilaian
kinerja pegawai intelektual, optimalisasi penyertaan modal dalam berbagai bidang bisnis dan
lain sebagainya. Sementara itu, aplikasi-aplikasi sistem pakar juga telah dikembangkan,
khususnya untuk mengatasi kekurangan pakar atau pengelola perusahaan yang
berpengalaman. Para pakar dan orang berpengalaman itu dapat dihadirkan lewat sistem
pakar ini, sehingga para manajer muda dapat memanfaatkannya baik untuk konsultasi,
maupun melakukan deteksi terhadap suatu kasus.

Tantangan Perusahaan Digital


Memang tidak mudah dalam membangun perusahaan digital. Beberapa tantangan
menghadang perusahaan-perusahaan dalam usaha transformasi dari manual menuju digital.
Penciptaan strategi bisnis merupakan tantangan pertama untuk dapat menggunakan
teknologi sebagai keunggulan kompetitif. Bukan sebaliknya justru menjadi beban investasi
yang sangat berat. Sementara itu, gelombang globalisasi juga memicu lahirnya tuntutan
standarisasi baik sistem perusahaan, maupun produk dan jasa yang dihasilkannya.
Sejumlah hotel, perusahaan dan perguruan tinggi yang kompetitif, telah mengupayakan
perolehan sertifikat standarisasi itu agar produk dan jasanya dapat didistribusikan secara
luas hingga ke manca negara. Apalagi dengan menggunakan sistem e-Business, maka
perusahaan akan dapat diakses dari seluruh penjuru dunia. Tanpa standar global, maka
perusahaan akan sulit untuk memasarkan produknya.
Pekerjaan yang tidak ringan tentu juga dihadapi oleh para ahli komputer yang harus
merancang infrastruktur dan arsitektur informasi di dalam perusahaan. Rancangan itu harus
bisa menjawab sejumlah kondisi, khususnya perubahan cepat di bidang teknologi informasi.
Selain itu, para ahli komputer juga harus mampu untuk menentukan nilai bisnis dari
pembangunan sistem informasi itu. Jangan sampai pembangunan sistem itu tidak
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Tantangan yang terakhir, yaitu masalah kontrol
dan respon. Dua hal ini sering diremehkan, sehingga kurang mendapatkan perhatian,
padahal sangat penting untuk menentukan keberhasilan sistem.
E-BUSINESS
E-Business kerap didefinisikan sebagai “aktivitas yang berkaitan secara langsung maupun
tidak langsung dengan proses pertukaran barang dan/atau jasa dengan memanfaatkan
internet sebagai medium komunikasi dan transaksi”. Perkembangan teknologi komputer dan
telekomunikasi (teknologi informasi) yang sangat pesat dewasa ini telah mengakibatkan
terjadinya revolusi di dunia perdagangan dan industri. Syarat utama yang harus dipenuhi
oleh sebuah perusahaan yang ingin mengimplementasikan konsep e-Bussiness adalah
bahwa manajemen perusahaan benarbenar memahami filosofi dasar dari konsep e-
Business (bukan sekedar ikut-ikutan atau latah belaka). Setelah itu, barulah dua hal penting
yang harus dimiliki, masing-masing adalah: kemauan dan kemampuan.
Pada prinsipnya, seluruh perusahaan – tanpa perduli ukuran dan jenisnya – dapat
menerapkan konsep e-Business. Hal ini disebabkan karena dalam proses penciptaan
produk maupun jasanya, setiap perusahaan pasti membutuhkan sumber daya informasi.
Karena berbagai fungsi dan proses bisnis membutuhkan data/informasi, maka bagaimana
informasi tersebut diciptakan dan didistribusikan merupakan hal yang krusial untuk dikelola
perusahaan. Salah satu fitur dari konsep e-Business adalah menawarkan caracara
penciptaan, penyimpanan, pengolahan, dan pendistribusian informasi yang efisien dan
efektif di dalam sebuah perusahaan maupun antara perusahaan dengan stakeholdernya
(supplier, customer, mitra bisnis, vendor, dan pihak lain yang berkepentingan).

Kegiatan e-business dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan perilaku


bisnis yang saling berhubungan yaitu (Budi Sutedja,2001:96):
1. Business to Business (B2B): merupakan hubungan bisnis antar perusahaan.
2. Business to Customer (B2C): merupakan hubungan bisnis antara perusahaan dengan
konsumen.
3. Customer to Customer (C2C): merupakan hubungan bisnis antar perorangan konsumen.
4. Customer to Business (C2B): merupakan hubungan bisnis antara perorangan dengan
perusahaan.
5. Business to Government (B2G): merupakan hubungan bisnis antara perusahaan dengan
pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai