Pendidikan berasal dari kata Pedagogi yang berarti “pendidikan” dan Pedagogia yang berarti
“ilmu pendidikan”.1 Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu “pedagogia” yang terdiri dari
kata Paedos, artinya “anak” dan Agoge, artinya membimbing, jadi pedagogia yaitu bimbingan
yang diberikan kepada anak”.2 Kemudian, orang yang memberikan bimbingan dan tuntunan
kepada anak itu disebut paedagogos.3 Dari istilah tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan
merupakan seorang yang tugasnya membimbing anak di dalam proses pertumbuhannya sehingga
Paedagogos mempunyai tugas dan pertanggungjawaban yang penuh terhadap anak yang
dibimbing, sebab ia bukan hanya mengajari si anak dengan memberikan pengetahuan dan
juga bertanggung jawab untuk menjemput si anak dari rumah kemudian mengantarkannya
kembali ke rumah. Kata itu kemudian diambil alih oleh bahasa Belanda menjadi Paedagogiek.
Kata pendidikan dalam bahasa inggris yaitu Education yang berasal dari bahasa latin yang
berarti menggali hal-hal yang tersimpan di dalam diri dan jiwa si anak dengan memberikan
Dalam proses pendidikan, hal yang utama adalah tugas si pendidik yang memberi tuntunan
kepada anak didik. Pendidik dituntut untuk menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan
1
Tholib Kasan, Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Studia Press, 2009), 7.
2
H. Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 69.
3
H.R. Panjaitan, “Sekolah Gereja: Keseimbangan Pengetahuan dan Spiritualitas”, dalam Pendidikan dan Lutheran,
peny. Jan S. Aritonang, (Pematang Siantar: Komite Nasional Lutheran World Federation, 2012), 64.
4
Panjaitan, “Sekolah Gereja”, 64.
anak didiknya. Hal itu menjadi conditione sine quanon (kondisi yang tidak boleh tidak dipahami)
Budaya pendidikan atau belajar dan mengajar telah berkembang pada masa sebelum Perjanjian
Baru, yang kemudian berpengaruh bagi kebiasaan Yesus pada masa mudaNya yang tinggal
bersama orang tuaNya di pedesaan Nazaret. Yesus tentu belajar membaca, karena Ia telah
mampu membaca Taurat di Sinagoge Nazaret (Luk 4: 16) dan telah mampu menulis seperti yang
Ia lakukan dalam peristiwa membawa seorang wanita yang berzinah (Yoh 8:6, 8).5
Yesus yang telah mempelajari Firman bukan untuk mencari keuntungan, melainkan agar
mengajari para pengikutnya bagaimana kasih dan kehendak Tuhan (Mat 9: 13). Yesus memberi
perintah agar orang Farisi pergi dan belajar untuk mempelajari Firman Allah lebih lanjut sebab
mereka yang menyombongkan diri karena pengetahuan dan kesesuainnya dengan kitab suci,
perlu pergi dan belajar. Yesus menginginkan mereka agar belajar bagaimana bersimpati kepada
orang-orang yang terpinggirkan dan tidak hanya mementingkan kesucian upacara. Dalam
pendidikan juga khususnya terhadap calon pelayan Tuhan dituntut memiliki kualitas kepribadian
dan kualitas pengajaran. Dalam 1 Timotius 4:6 dikatakan bahwa pemberita Injil pada zaman
Perjanjian Baru harus terdidik dalam ajaran-ajaran sehat, ini menunjukkan agar pelayan Tuhan
diharapkan untuk waspada terhadap ajaran sesat. Paulus dalam menanggapi tugas yang berat di
dalam melawan ajaran sesat, ia memperkuat kedudukan Timotius yang relatip muda dan tidak
mempunyai kuasa rasuli dan memberikan kewibawaan kepadanya, ia menulis kata-kata tersebut. 6
Oleh karena itu, seseorang yang terdidik dalam soal-soal pokok iman dan telah mengikuti ajaran
5
Samuel Benyamin Hakh, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar, Dan Pokok-Pokok Teologisnya, Cetakan-1.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 45.
6
R. Budiman, Surat 1 & 2 Timotius dan Titus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 37.
Suatu sistem pendidikan membutuhkan dasar konseptual, ini bertujuan agar cita-citanya dapat
direalisasikan. Adapun dasar pendidikan budaya dewasa ini terletak dalam konsep nilai moral
dan rohani.7 Dalam hal ini, para pendidik sepakat dalam menegaskan bahwa itulah landasan yang
padanya demokrasi dapat dipertahankan secara efektif sebagai suatu cara hidup. Nilai-nilai
tersebut lazim dikenal sebagai hal-hal yang “benar, bagus dan baik”.
Adapun maksud dari pendidikan adalah mempersiapkan anak untuk hidup di dalam masyarakat
dan bangsa
1. J.J. Rousseau menjelaskan bahwa pendidikan adalah memberi seseorang pembekalan yang
tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi orang tersebut membutuhkannya pada waktu
dewasa.8
2. Langeveld menjelaskan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan
bantuan yang diberikan kepada arah tertuju kepada pendewasaan anak itu atau membantu agar
cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
(atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan
Dari beberapa pandangan ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
proses yang datang dari dua belah pihak yaitu individu yang memiliki potensi untuk berkembang
dan individu lain yang memiliki potensi untuk mempengaruhi perkembangan individu secara
7
Iris V. Cully, Dinamika Pendidikan Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 12.
8
Ahmadi dan Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, 69.
9
Kasan, Dasar-Dasar Pendidikan, 9.
interaktif. Ini adalah sebuah penekanan kepada individu lain yang memiliki potensi untuk
Adapun yang menjadi tombak pendidikan di Indonesia abad ke-19 adalah kolonial Belanda. Di
zaman penjajahan Belanda sistem pendidikan yang diberlakukan sejak diterapkannya politik etis
adalah sebagai berikut: (1) Pendidikan dasar mencakup jenis sekolah menggunakan pengantar
Bahasa Belanda yaitu, ELS (Europese Lagere School), HCS (Hollandsch Chineesche), HIS
(Hollands Inlandsche School), sekolah menggunakan pengantar bahasa wilayah (IS, VS, VgS),
serta sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum yaitu, MULO
(Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), HBS (Hogere Burger School), AMS (Algemene Middelbare
School) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi. Beberapa tokoh politik etis tersebut
telah bersikap etis terhadap rakyat pribumi, namun perusahaan Belanda/Eropa bertindak tidak
berdasarkan politik etis, melainkan karena kepentingan ekonomi. Hal inilah yang menyebabkan
para pemilik modal sangat mendukung didirikannya pendidikan tinggi guna menghasilkan tenaga
kerja agar mudah didapatkan dengan upah rendah, agar menjamin keuntungan maksimal bagi
Pendidikan sebelum masuknya kekristenan di Tapanuli Utara berada pada Adat. Adat-adat yang
dilakukan masyarakat Batak Toba adalah suatu proses pendidikan yang dilangsungkan kepada
masyarakatnya. Hal ini tampak jika dilihat bahwa pendidikan hanya didapat dari apa yang
disebut sebagai guru dan muridnya yang terdiri atas tiga sampai lima orang. Pelajaran yang
mereka dapatkan ialah membaca, menulis, dan mengarang, bernyanyi tanpa not, teka-teki,
10
H. Hendri, “Kebijakan Politik Pendidikan Tinggi Pemerintah Kolonial Belanda Di Indonesia (1920-
1942)”, Diakronika, (2017), 40.
berumpama dan media yang digunakan ialah tolot (semacam daun lontar), kulit hewan, dan kayu
atau bambu.11
tersebut masih bersifat asli pribumi atau primitif yang belum mengenal sistem barat yang sudah
sangat maju. Orang Tarutung masih dididik untuk mengutamakan pengetahuan praktis sesuai
dengan kebutuhan hidup mereka pada masa itu. Orang Tarutung bekerja sebagai Petani, mereka
Adapun sistem pengajaran yang masyarakat Tarutung dapatkan ialah secara lisan atau langsung
peragaan.12 Seluruh ajaran tersebut diperoleh secara turun temurun dari ayah dan ibu, nenek atau
saudara dekat serta orang-orang yang tinggal bersama mereka (satu kampung). Pengetahuan
yang mereka dapat merupakan pengetahuan yang bersifat praktis seperti, laki-laki yang pergi
kesawah untuk menebang pohon, menyingkirkan sisa-sisa kayu jatuh, menggali tanah,
pekerjaan rumah, menjahit, menenun keranjang atau tikar dari daun pisang. Mereka juga
bertugas menyiapkan makanan dan memberi makan hewan ternak mereka, yakni ayam dan babi
Kemudian, pengetahuan yang dimiliki masyarakat batak ialah tentang keamanan dan pertahanan
mereka. Mereka belajar kepada orang yang pandai dan kuat, kebal serta berkarisma, itulah yang
mereka sebut sebagai datu. Datu tersebut bertugas untuk mengobati orang yang sakit dan
menjauhkan penyakit dari orang sehat. Kemudian, bertugas mewariskan pengetahuan gaib secara
11
Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945: Suatu Pendekatan
Antropologi Budaya dan Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), 60-61.
12
K. M. Sinaga dan T. Simarmata, “Sejarah Pendidikan Perempuan di Tapanuli Utara (1868-1945)”, JUPIIS: Jurnal
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, (Desember 2012), 64-65.
13
E. Loeb, Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya, (Yogyakarta: Ombak, 2013), 32.
turun-temurun. Pendidikan ilmu tersebut sangat sulit dilakukan sehingga sangat mahal. Setiap
orang tua yang menginginkan putranya menjadi datu harus mampu membiayai pendidikannya.
Kemudian, orang tua akan mengundang datu tersebut ke sebuah perjamuan di mana calon murid
yang nantinya akan memberikan makanan kepada datu tersebut. Setelah diterima jadi murid
maka mereka pertama-tama akan mempelajari karakter utama dalam aksara batak, kemudian
tanda baca, dan belajar membaca. Setelah itu mereka tinggal belajar ilmu gaib.14
Kemudian, perkembangan pendidikan bagi orang batak oleh Belanda, mereka mengikuti gerakan
pembaharuan yang telah dilakukan oleh para zending. Para zending yang berhasil mendekati
rakyat batak serta berhasil mengkristenkan orang batak, hal ini membantu Belanda dalam
menguasai Tapanuli Utara. Pemerintah Belanda turut mendirikan sekolah-sekolah, hal ini
dilakukan untuk memperluas daerah kekuasaan dan mempercepat proses perubahan kultural.
dibangun beberapa sekolah dan rumah sakit oleh pemerintah Belanda. Oleh karna itu, orang
Batak semakin berkembang dan mulai mengenal dunia luar, mereka sudah berinteraksi serta
terjadi perdagangan dengan daerah luar. Mereka telah banyak mengetahui huruf serta
mengetahui angka dan mereka telah banyak yang berpendidikan dan ada yang melanjutkan
pendidikan ke Batavia.15
Kemudian, terdapat perkembangan terhadap pendidikan di Tarutung, hal itu tidak dilakukan oleh
pemerintah Belanda melainkan zending dari Jerman. Pemerintah Belanda hanya memberikan
14
Loeb, Sumatra Sejarah dan Masyarakatnya, 32.
15
Oktavia Nasrani Tampubolon dan Ayu Rizkiya & Abdul Haris Nasution, “Perkembangan Pendidikan Di Tarutung
Masa Kolonial”, Mukadimah, Medan: Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Medan (Agustus
2022), 200.
subsidi terhadap sekolah-sekolah yang dibangun oleh zending yang memenuhi standar. Pihak
zending mengelola sekolah-sekolah tersebut secara penuh, sebab merekalah yang menentukan
Para zending memberi pendidikan khusus guna untuk perkembangan penginjilan di Tarutung.
Walaupun dikhususkan untuk pelajaran Agama Kristen, tetapi mutu pendidikan yang diberikan
kepada rakyat Tarutung lebih tinggi dari sekolah yang dibuka oleh pemerintah kolonial Belanda.
Dapat dilihat dari pendidikan yang diberikan pemerintah kolonial Belanda yang hanya sampai
kelas 3, sementara pendidikan yang diberikan zending sampai kelas 6. Namun, dalam
mengenai statistik perkembangan pendidikan di Tanah Batak sejak 1883-1933, 18 ialah sebagai
berikut:
Dari table di atas dapat dilihat telah terjadi perkembangan pendidikan yang cukup pesat, akan
tetapi sejak tahun 1923 terjadi penurunan jumlah sekolah rakyat (sekolah dasar). Demikian juga
persentase perbandingan jumlah murid dengan jumlah warga Kristen. Turunnya persentase
jumlah murid disebabkan oleh kenaikan yang pesat jumlah warga Kristen.19
Istilah “teologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu theos dan logos. Theos yang berarti “Allah”
atau “ilah” dan logos yang berarti ”perkataan/firman/wacana”. Dalam Kamus Besar Bahasa
Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama terutama berdasarkan pada kitab-kitab
suci).20 Jadi, makna istilah teologi adalah ilmu yang membahas segala yang berkaitan tentang
Dalam gereja Kristen, pada awalnya teologi hanya membahas ajaran tentang Allah, kemudian
pengertiannya semakin luas, yaitu membahas keseluruhan ajaran dan praktik Kristen. Oleh karna
itu, Drewes dan Mojau mendefenisikan bahwa ilmu teologi adalah bidang studi ilmiah yang
melayani gereja yang diutus ke dalam dunia dalam usahanya untuk memahami dan menghayati
19
Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, 193.
20
B. F. Drewes dan Julianus Mojau, Apa itu Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 16.
21
Drewes dan Mojau, Apa itu Teologi, 17.
Teologi sebagai pengetahuan pasti berurusan dengan usaha memberi pertanggungjawaban batin
dengan bersungguh-sungguh tentang pengtalaman iman dan menempatkan dirinya dalam tugas
mempelajari habis-habisan berbagai aspek iman dan teks-teks suci. 22 Oleh karena itu, yang
menjadi kata kunci dari pemahaman ini adalah analisa. Semakin halus pembedaan itu, semakin
Teologi juga sebagai praksis dimana belakangan ini muncul sebagai suatu bentuk penting dari
refleksi teologis. Praksis di sebagian besar sejarah Barat dikontraskan dengan theoria dan
poiesis. Praksis adalah perpaduan hubungan-hubungan sosial yang mencakup dan menentukan
struktur-struktur kesadaran sosial. Oleh karna itu, pemikiran dan teori dianggap sebagai
perangkat-perangkat hubungan dalam jaringan hubungan-hubungan sosial yang lebih luas. Teori
mewakili momen dialektis dalam praktek, sebagaimana halnya tindakan. Tugas teori adalah
menerangi sifat sesungguhnya dari hubungan-hubungan sosial.23 Oleh karena itu, membuat teori
bisa menunjuk pada hubungan-hubungan yang palsu dan menindas dalam tatanan sosial.
Teologi juga menjadi program dalam studi dimana pada waktu penginjil Barat pergi keluar dari
Indonesia terjadi upaya pembenahan teologi yang dilakukan gereja yaitu mengirim para pendeta
atau calon pendeta belajar teologi ke Barat. Program ini disebut dengan theological “sandwich”
studies program yang berarti belajar teologi di Barat dan di Indonesia. 24 Maksudnya, seseorang
belajar atau mengambil pendidikan di Indonesia juga di beri kesempatan untuk belajar teologi di
Barat dalam beberapa bidang studi. Atau, mengambil pendidikan di Barat akan tetapi harus
22
Robert J. Schreiter, Rancang Bangun Teologi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996), 149-150.
23
Schreiter, Rancang Bangun Teologi, 154.
24
Darwin Lumbantobing, Teologi di Pasar Bebas, (Pematang Siantar: L-SAPA, 2007), 6.
Adapun tujuan pengiriman untuk belajar teologi ke Barat ialah untuk memperoleh pengetahuan
teologi Barat, tetapi menerimanya dengan budaya dan pola pikir Asia. Dengan demikian orang
(Asia) yang telah belajar teologi Barat akan mempraktekkannya di dalam konteks Asia.
Teologi, gereja dan kekristenan tidak akan mungkin lepas dari dunia kelahirannya, yaitu
program studi teologi berlapis (sandwich). Teologi barat ini dapat menjadi khasanah dan wacana
pergumulan analitis-rasional dan teologis, dan menjadi materi teologi untuk menemukan teologi
yang relevan di Indonesia.25 Tujuan semuanya ini sangat positif, yaitu berteologi di bumi sendiri
Sekolah menengah teologi adalah jenis lembaga pendidikan yang berfokus pada studi dan
pelatihan agama bagi siswa yang tertarik untuk mengejar karir di bidang teologi, pelayanan, atau
bidang terkait.26 Pendidikan teologi hidup dari Firman Allah dan berlaku bagi semua pendidikan
teologi gereja/denominasi manapun, sekalipun sistem, bentuk, cara yang dapat dibutuhkan untuk
Di sekolah menengah teologi, siswa biasanya mempelajari berbagai topik yang berkaitan dengan
iman mereka dan tradisinya, termasuk kitab suci, teologi, sejarah gereja, filsafat, dan etika.
Mereka juga dapat menerima pelatihan keterampilan pelayanan seperti berkhotbah, konseling
pada institusi dan afiliasi keagamaannya. Beberapa sekolah menengah teologi mungkin meminta
siswa untuk berpartisipasi dalam layanan keagamaan dan kegiatan lain sebagai bagian dari
pendidikan mereka.
Lembaga pendidikan teologi harus memperhatikan metode pengajarannya, karena hanya dengan
demikian mampu benar-benar menjadi satu pendidikan teologi yang kreatif dan kritis dalam
mempersiapkan serta memperkembangkan calon-calon pelayan, baik dari segi ilmu pengetahuan,
maupun dari segi pelayanan yang nyata (realistis) terhadap masalah-masalah yang dihadapi
Lulusan sekolah menengah teologi dapat melanjutkan ke pendidikan lanjutan dalam teologi atau
pelayanan, atau mereka dapat memasuki karir di berbagai bidang seperti pendidikan agama,
pekerjaan sosial, atau konseling. Beberapa siswa juga dapat memilih untuk mengejar karir di
Secara keseluruhan, sekolah menengah teologi dapat memberi siswa pemahaman yang
mendalam tentang iman dan tradisinya, serta keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk mengejar karir di berbagai bidang yang berkaitan dengan agama dan pelayanan.
Dalam pendidikan teologi, para mahasiswa berasal dari dan merupakan utusan resmi dari gereja-
gereja, karena itu sama seperti dosen, bahwa seseorang tidak dapat menjadi mahasiswa di
sekolah teologi tanpa diutus atau direkomendasi oleh gerejanya.27 Bentuk-bentuk hubungan
gereja dengan pendidikan teologi dapat hidup, apabila didasarkan atas kerjasama oikumenis.
Khusus mengenai hubungan gereja dengan pendidikan teologi perlu ditekankan bahwa
27
Aritonang, “Tunas-tunas Bumi ”, 22.
pendidikan teologi dengan gereja tidak terpisah satu dengan yang lain, sekalipun dapat
dibedakan antara kedua lapangan itu. Dapat diakui bahwa gereja/denominasi itu sendiri yang
gereja itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam proses pendidikan berlangsung, setiap mahasiswa
Pendidikan teologi juga harus bekerja sama dengan gereja untuk mencari kemungkinan-
Adapun perkembangan pendidikan teologi di Indonesia kini telah sampai kepada pendidikan
teologi akademis. Dimulai dari pendekatan awal pendidikan teologi yaitu sejak periode VOC
berakhir, Pada abad ke-19 berdiri badan-badan PI di negeri Belanda yang mencontoh London
Missionary Society pada tahun 1795. Setelah perang Perancis-Inggris (Napoleon) selesai, karya
Zendingsvereniging (UZV), Java Comite (JC) dan lain-lain.28 Dalam proses penginjilan melalui
pendidikan, dimulailah sistem ‘anak piara’ atau ‘murid’ yang dipraktikkan oleh hampir semua
pekabar Injil sejak awal. Adapun pendidikan yang diberikan kepada mereka adalah pendidikan
yang bersifat tidak formal, melainkan pendidikan dasar yang dikaitkan dengan pendidikan
dalam keluarga zendeling tersebut. Oleh karena itu, merek dididik membaca dan menulis,
menghitung dan bernyanyi di satu pihak serta cerita-cerita Alkitab dan beberapa pokok penting
seperti Doa Bapa Kami. Kemudian, Para zendeling melalui murid-muridnya juga ikut
mempelajari bahasa setempat serta kultur mereka. Pendidikan teologi yang menjadi bagian dari
ajaran orang Kristen pertama ini pada umumnya tidak terlalu mendalam, akan tetapi dibanyak
tempat cukup untuk menjadi pembantu dalam karya PI setempat di antara kaum bangsawan yang
Titik berat bagi kalangan NZG adalah pendidikan dasar setelah tahun 1867, mereka
menyerahkan lapangan penginjilannya di Minahasa, Maluku dan Timor Barat kepada Indische
Kerk. Kemudian, dibentuklah apa yang disebut STOVIL (School Tot Opleiding Van Inlandsche
Leraren) yaitu sekolah yang dibentuk untuk mendidik guru-guru. Meskipun mendidik guru-guru
adalah titik berat bagi sekolah-sekolah zending, namun guru-guru lulusan sekolah tersebut juga
berfungsi sebagai pemimpin di gereja setempat sebagai Inlandch Leraar (guru agama), suatu
posisi sebagai gembala setempat yang ditetapkan oleh Indische Kerk sejak tahun 1870.
Meskipun, oleh karena titik beratnya sebagai pendidikan guru di sekolah di satu pihak dan di
pihak lain keterbatasan pendidikan teologi yang disebabkan oleh kenetralan Indische Kerk,
Kemudian mengarah kepada pendidikan teologi formal dimana Leem mengatakan bahwa sejak
awal sudah jelas tidak mungkin sekolah yang cukup bermutu dapat didirikan atau dijalankan di
seluruh daerah PI. Oleh karena itu, untuk mengisi lowongan tersebut Centraal Comite Depok
gerejanya. Kemudian, diangkatlah dua orang dosen yaitu, satu untuk pendidikan umum dan satu
untuk pendidikan teologi. Terdapat banyak pencapaian ketika seminari itu didirikan sejak 1878
dimana dapat mendidik murid-murid dari banyak daerah PI di seluruh nusantara dan ini
berfungsi selama 48 tahun. Adapun proses pendidikan ini diberikan dalam bahasa Belanda dan
bahasa Melayu. Hal inilah yang membedakan seminari ini dari banyak institusi pendidikan yang
lain yang sudah dibahas sebelumnya. Pendidikan ini merupakan pendidikan yang dibantu oleh
Centraal Comite Depok maupun oleh badan-badan zending dengan latar belakang yang berbeda.
kebutuhan oleh karena semakin bertambahnya jumlah jemaat gereja, dan juga meningkatnya
tingkat pendidikan secara umum sejak politik etis sekitar tahun 1900, serta terus bertambahnya
gereja-gereja yang berdiri sendiri. Hendrik Kraemer bersama Barend Schuurmann dan Johannes
Warneck (Ephorus Gereja Batak HKBP) merupakan orang yang berpengaruh yang mendorong
Eropa masih enggan terhadap perkembang ini. Hal ini disebabkan oleh pandangan mereka yang
masih didasarkan pada metode konfrontasi etnologis dengan agama-agama tua, dan pendekatan
bertahap sebagai tanda pedagogi pekabaran injil yang mereka anggap lebih baik untuk PI, agar
tidak muncul risiko kekacauan orang Indonesia dan mereka belum siap menerima ide Kraemer
dkk.30
Adapun juga beberapa sekolah teologi yang telah dibentuk yaitu, Hogere Theologische School
(HTS) di Bogor tahun 1934 dengan Dr. Th. Muller-Kruger sebagai rektor pertama. Dua tahun
kemudian dipindahkan ke Jakarta. Pada tahun 1954 HTS mengganti namanya menjadi
30
Lems, “Pandangan Para”, 177-178.
Theologische Hogeschool (Sekolah Theologi Tinggi) dengan kurikulum lebih akademis. Sekolah
ini didukung oleh badan-badan zending yang memanfaatkannya selaku tempat pendidikan
31
Lems, “Pandangan Para”, 178.