LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN NON STERIL II
OLEH:
gaperlu pake nomer
DAFTAR ISI…………………………………...…………………………………ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 2
ii
3.6.3.3 Uji Indeks Tap ........................................................................................... 14
LAMPIRAN ......................................................................................................... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 Prinsip Percobaan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dibuat granulat dengan metode
granulasi basah yang digunakan pada zat aktif yang tahan terhadap panas dan
lembap. Granulat yang dihasilkan diayak dengan mesh no. 12 untuk granulat
basah dan kemudian dikeringkan, selanjutnya diayak dengan dan mesh no. 14
untuk granulat kering. Setelah itu dilakukan uji preformulasi dan uji evaluasi
sampai tablet siap dicetak.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
batch. Obat itu biasanya disebut sebagai bahan aktif farmasi.Yang mana bahan
terebut bisa lebih dari satu bahan aktif yang ada di tablet. Sekitar 70% dari semua
obat diberikan sebagai tablet. Tablet diproduksi dengan mengisi cetakan dengan
bubuk dan mengompres menggunakan pukulan kaku, diikuti dengan ejeksi.
Selama proses ini, bubuk lepas dalam cetakan diubah menjadi tablet dengan
bentuk dan struktur mikro tertentu. Pemadatan tipikal tekanan lebih dari 100 MPa.
Tablet juga harus cukup kuat untuk menahan operasi selanjutnya, seperti sebagai
pelapis, pengemasan, pengangkutan dan penanganan pasien, tetapi cukup lemah
untuk hancur atau larut dalam tubuh untuk mencapai bioavailabilitas yang
diinginkan karakteristik. Tablet memiliki keunggulan kemudahan pemberian
dengan cara pasien (Tovey, 2018).
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Tablet
Sediaan tablet karena popularitasnya yang besar dan penggunaannya yang
sangat luas sebagai sediaan obat, tablet terbukti menunjukan suatu bentuk yang
efisien, sangat praktis, dan ideal untuk pemberian zat aktif secara oral. Hal ini
mengidikasikan bahwa tablet mempunyai keuntungan. Dari berbagai referensi,
berbagai keuntungan terhadap pemberian obat dalam bentuk sediaan tablet, antara
lain: Praktis dan efisien. Artinya waktu peresepan dan pelayanan di apotek dapat
lebih cepat, lebih mudah dibawa, dan disimpan. Mudah digunakan dan tidak
memerlukan keahlian khusus. Dosis mudah diatur karena merupakan sistem
satuan dosis (unit dose system). Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur, yaitu
dapat lepas lambat, extended release, enteric tablet, orros, dan sebagainya. Bentuk
sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar. Dapat
menutupi rasa dan bau yang tidak enak yaitu dengan penambahan salut
selaput/salut gula. Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia,
mekanik, dan mikrobiologi yang cenderung lebih baik dibanding bentuk sediaan
lain (Murtini dan Elisa, 2018).
Selain memiliki beberapa keuntungan seperti yang telah dijelaskan, tablet
juga memiliki kelemahan atau kekurangan-kekurangan. Dari berbagai referensi
diperoleh informasi bahwa kekurangan-kekurangan tablet adalah sebagai berikut.
Dapat menimbulkan kesulitan dalam terapi individual. Mengapa demikian. Ya,
karena obat yang berbentuk tablet biasanya pahit dan terlalu besar. Akibat terlalu
4
besar biasanya sulit ditelan dan juga dapat berakibat rasa sakit di tenggorokan,
dan sebagainya. Waktu hancur lebih lama dibanding bentuk sediaan lain, seperti
yang berbentuk larutan, injeksi, dan sebagainya. Tidak dapat digunakan terhadap
pasien yang dalam kondisi tidak sadar atau pingsan. Sasaran kadar obat dalam
plasma lebih sulit tercapai (Murtini dan Elisa, 2018).
2.3 Metode Pembuatan Tablet
Granulasi basah, yaitu memproses campuran partikel zat aktif dan
eksipien menjadi partikel yang lebih besar dengan menambahkan cairan pengikat
dalam jumlah yang tepat sehingga terjadi massa lembab yang dapat digranulasi.
Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif tahan terhadap lembab dan panas.
Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung karena sifat aliran dan
komprebilitasnya tidak baik (Nurjanatun dan Balfas, 2019).
Secara prinsip pembuatan tablet dengan metoda granulasi basah ini adalah
membuat granul terlebih dahulu. Granul yang dimaksud disini termasuk sebagai
komponen dalam. Jadi, diawal pembuatannya mula-mula hitung terlebih dahulu
jumlah masing-masing komponen dalam. Kemudian timbang masing-masing
komponen tersebut dan setelah itu campur komponen dalam tersebut dalam suatu
wadah. Buat larutan pengikat, bila terdapat zat warna dapat dicampur ke dalam
larutan pengikat. Aduk komponen dalam dengan larutan pengikat, dan campur
homogen sampai didapat granulat yang homogen dapat dilihat dengan pewarnaan
yang merata. Kemudian ayak granulat menjadi butiran-butiran. Keringkan granul
di oven pada suhu 40 – 60 C. Setelah granul kering, kemudian timbang seluruh
granulat untuk menghitung jumlah komponen luar. Timbang komponen luar lalu
campur dengan granul hingga homogen. Lakukan uji granul. Jika pada saat
melakukan pengujian ternyata semua granul memenuhi syarat, maka dapat
dilanjutkan dengan melakukan pencetakan tablet. Hasil tablet yang dicetak
kemudian dilakukan uji sediaan tablet (Murtini dan Elisa, 2018).
Secara rinci dapat dikatakan bahwa tujuan proses granulasi adalah sebagai
berikut: 1. Membentuk partikel menjadi berbentuk spheris (bundar), sehingga titik
kontak antar partikel menjadi minimal, sehingga relatif bebas dari muatan listrik
menyebabkan partikel tidak saling berikatan; 2. Membentuk partikel–partikel
kasar yang mempunyai diameter yang ukurannya sama; 3. Terbentuknya distribusi
5
bahan aktif di dalam setiap granul yang merata, sehingga menjadi homogen; 4.
Membentuk komponen yang bisa dan mudah dicetak (Murtina dan Elisa, 2018).
Di antara berbagai metode granulasi, granulasi basah adalah yang paling
menarik dan teknik pengembangan produk yang umum digunakan karena kontrol
yang lebih baik dari keseragaman obat, peningkatan flowability, peningkatan bulk
density, dan porositas. Selain itu, granulasi basah Teknik ini cocok untuk obat
dosis tinggi, seperti metformin hidroklorida. Berbagai teknik granulasi basah,
termasuk granulasi basah geser tinggi, granulasi sekrup kembar (Thapa, dkk.,
2018).
2.4 Ukuran dan Bobot Tablet
Tablet terdapat dalam berbagai bentuk, ukuran, bobot, kekerasan,
ketebalan, sifat solusi dan disintegrasi dan dalam aspek lain, tergantung pada
penggunaan yang di maksud dan metode pembuatannya. Tablet biasanya
berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus, sepert
kaplet, segitiga, lonjong, empat persegi, dan enam persegi ( heksagonal ) telah di
kembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya untuk
membedakan produknya terhadap produk pabrik lainnya. Tablet dapat dihasilkan
dalam berbagai bentuk, dengan membuat pons dan lubang kempa (lesung tablet)
cetakkan yang di desain khusus. Berikut adalah penjelasan mengenai ukuran
tablet yang diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: Menurut R.Voigt
(sebutkan tahunnya), tablet memiliki garis tengah yang pada umumnya berkisar
antara 15 - 17 mm dengan bobot tablet pada umumnya berkisar 0.1 - 1 gram.
Menurut Lachman (sebutkan tahunnya), tablet oral biasanya berukuran 3/16 - 1/2
inc dengan berat tablet berkisar antara 120 - 700 mg ≥ 800 mg dan
berdiameternya 1/4 - 7/6 inci. Sementara itu, menurut FI III dan Formularium
Nasional kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak
kurang dari 1 1/3 kali tebal tablet (Murtini dan Elisa, 2018).
2.5 Bahan Tambahan Dalam Formulasi Tablet
Kualitas sediaan obat tidak hanya berfokus pada bahan aktif saja, tetapi
berkaitan pula dengan pemilihan bahan tambahan yang tepat. Pengembangan
eksipien perlu dilakukan baik di tingkat penelitian maupun realisasi pabrikasi di
industri yang bertujuan untuk memperbaiki sifat fisika kimia sediaan obat,
6
sehingga diperoleh formula yang optimum dalam ketersediaan farmasetik,
ketersediaan hayati dan efek yang dihasilkan (Kusuma dan Prabandari, 2020).
Eksipien merupakan bahan selain zat aktif yang ditambahkan dalam
formulasi suatu sediaan untuk berbagai tujuan atau fungsi. Bahan tambahan bukan
merupakan bahan aktif, namun secara langsung atau tidak langsung akan
berpengaruh pada kualitas/mutu tablet yang dihasilkan. Eksipien mempunyai
peranan atau fungsi yang sangat penting dalam formulasi tablet. Hal ini karena
tidak ada satupun zat aktif yang dapat langsung dikempa menjadi tablet tanpa
membutuhkan eksipien. Eksipien dalam sediaan tablet dapat diklasifikasikan
berdasarkan peranannya dalam produksi tablet (Huda dan Sari, 2021).
Bahan pengisi/Fillers/Diluent; Bahan pengisi dibutuhkan untuk membuat
bulk (menambah bobot sehingga memiliki bobot yang sesuai untuk dikempa),
memperbaiki kompresibilitas dan sifat alir bahan aktif yang sulit dikempa serta
untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung. Bahan pengisi
dapat dibagi berdasarkan katagori: material organik (karbohidrat dan modifikasi
karbohidrat), material anorganik (kalsium fosfat dan lainnya), serta coprocessed
diluents. Jumlah bahan pengisi yang dibutuhkan bervariasi, berkisar 5 - 80% dari
bobot tablet (tergantung jumlah zat aktif dan bobot tablet yang diinginkan). Bila
bahan aktif berdosis kecil, sifat tablet (campuran massa yang akan ditablet) secara
keseluruhan ditentukan oleh sifat bahan pengisi. Bahan pengisi yang dapat
digunakan untuk kempa langsung disebut dengan filler-binders. Filler-binders
adalah bahan pengisi yang sekaligus memiliki kemampuan meningkatkan daya
alir dan kompaktibilitas massa tablet. Filler-binders digunakan dalam kempa
langsung (Murtini dan Elisa, 2018).
Persyaratan suatu material dapat berfungsi sebagai filler-binders adalah
mempunyai fluiditas dan kompaktibilitas yang baik. Material yang mempunyai
sifat demikian biasanya mempunyai ukuran partikel yang relatif besar (bukan
fines) dengan bentuk yang sferis. Bahan pengisi yang dapat berfungsi sebagai
filler-binders biasanya hasil modifikasi, termasuk co-processed diluents.
Coprocessed diluents merupakan material hasil modifikasi dan kombinasi 2 atau
lebih material dengan proses yang sesuai. Material coprocessed diluents lebih baik
7
untuk kempa langsung dibandingkan hasil modifikasi 1 macam diluents saja
(Murtini dan Elisa, 2018).
Pengikat/Binders; Binders atau bahan pengisi dapat ditambahkan dalam
bentuk kering dan bentuk larutan (lebih pengikat berfungsi memberi daya adhesi
pada massa serbuk pada granulasi dan kempa langsung serta untuk menambah
daya kohesi yang telah ada pada bahan efektif). Bahan pengikat secara umum
dapat dibedakan menjadi: pengikat dari alam, polimer sintetik/semisintetik dan
gula. Pada granulasi basah, 6 bahan pengikat biasanya ditambahkan dalam bentuk
larutan (dibuat solution, musilago atau suspensi), namun dapat juga ditambahkan
dalam bentuk kering, setelah dicampur dengan massa yang akan digranul baru
ditambahkan pelarut. Pada proses granulasi, dengan adanya bahan pengikat dalam
bentuk cair maka bahan pengikat akan membasahi permukaan partikel,
selanjutnya terbentuk jembatan cair (liquid bridges) antar partikel. Selanjutnya
partikel yang berikatan akan semakin banyak sehingga terjadi
pertumbuhan/pembesaran granul. Setelah proses pengayakan dilakukan proses
pengeringan yang mengakibatkan terbentuknya jembatan padat antara partikel
yang saling mengikat membentuk granul. Banyaknya larutan pengikat yang
dibutuhkan dalam proses granulasi bervariasi tergantung pada: jumlah bahan,
ukuran partikel, kompresibilitas, luas permukaan, porositas, hidrofobisitas,
kelarutan dalam larutan pengikat, dan cara/metode penggranulan. Perkiraan
volume larutan pengikat yang dibutuhkan untuk menggranul berbagai bahan
pengisi. Pada pembuatan tablet dengan metode granulasi kering dan kempa
langsung, bahan pengikat ditambahkan dalam bentuk kering (Murtini dan Elisa,
2018).
Penghancur/Disintegrans; Bioavailabilitas suatu tablet tergantung pada
absorpsi obatnya. Absorpsi obat tergantung pada kelarutan obat dalam cairan
gastrointestinal dan permeabilitas obat melintasi membran. Kecepatan kelarutan
suatu obat dalam tablet tergantung pada sifat fisika-kimia obat, dan juga
kecepatan disintegrasi dan disolusi dari tablet. Untuk mempercepat disintegrasi
tablet, maka ditambahkan disintegran/bahan penghancur. Bahan penghancur akan
membantu hancurnya tablet menjadi granul, selanjutnya menjadi partikel partikel
penyusun sehingga akan meningkatkan kecepatan disolusi tablet. Bahan
8
penghancur dapat ditambahkan langsung (pada kempa langsung) atau dapat
ditambahkan secara intragranular, ekstragranular serta kombinasi intra-ekstra pada
granulasi, ada beberapa mekanisme, yaitu: aksi kapiler, swelling/pengembangan,
heat of wetting, particle repulsive forces, deformation, release of gases, enzymatic
action (Murtini dan Elisa, 2018).
Bahan pelicin; Bahan pelicin sebagai eksipien mempunyai 3 fungsi, yaitu:
1. Lubricants. Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi
antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama kompresi dan
ejeksi. Lubrikan ditambahkan pada pencampuran akhir/final mixing, sebelum
proses pengempaan. Lubrikan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya
dalam air yaitu larut dalam air dan tidak larut dalam air. Pertimbangan pemilihan
lubrikan tergantung pada cara pemakaian, tipe tablet, sifat disintegrasi dan
disolusi yang dinginkan, sifat fisika-kimia serbuk/granul dan biaya; 2. Glidants.
Glidants ditambahkan dalam formulasi untuk menaikkan atau meningkatkan
fluiditas massa yang akan dikempa, sehingga massa tersebut dapat mengisi die
dalam jumlah yang seragam. Amilum adalah glidan yang paling populer karena
disamping dapat berfungsi sebagai glidan juga sebagai disintegran dengan
konsentrasi sampai 10%. Talk lebih baik sebagai glidan dibandingkan amilum,
tetapi dapat menurunkan disintegrasi dan disolusi tablet; 3. Antiadherents.
Antiadherents adalah bahan yang dapat mencegah melekatnya (sticking)
permukaan tablet pada punch atas dan punch bawah. Talk, magnesium stearat dan
amilum jagung merupakan material yang memiliki sifat antiadherent yang sangat
baik (Murtini dan Elisa, 2018).
2.6 Persyaratan Tablet
Tablet yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan yang sudah
ditentukan, dapat sesuai persyaratan Farmakope Indonesia atau persyaratan yang
ditentukan sendiri oleh industri yang memproduksi tablet tersebut: 1.
Keseragaman ukuran Setiap tablet yang dihasilkan harus seragam ukurannya,
Farmakope memberikan persyaratan, kecuali dinyatakan lain diameter tablet tidak
lebih dari 3 dan tidak kurang dari 4/3 tebal tablet (dapat diukur dengan jangka
sorong); 2. Keseragaman bobot. Penentuan keseragaman bobot tablet dilakukan
dengan menimbang 20 tablet sekaligus, hitung rata-rata tablet. Timbang kembali
9
tablet satu persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot
rata-rata; 3. Waktu hancur a. Menentukan waktu hancur tablet tidak besalut Alat
berupa tabung gelas panjang 80-100 mm, diameter kira-kira 28 mm, diameter luar
31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat, lubang sesuai pengayak
no 4, Berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan searah di tengah-tengah tabung
kaca, diameter 45 mm dicelupkan ke dalam air suhu 36-38ᴼ kira-kira 1000 ml,
sedalam tidak kurang 15 cm dan dapat dinaikturunkan dengan teratur. Kedudukan
kawat kasa pada posisi tertinggi tepat di atas pemukaan air dan kedudukan
terendah mulut keranjang tepat di permukaan air (Murtini, 2016).
Cara kerja penentuan waktu hancur : Masukkan 6 tablet ke dalam
keranjang dan diturun-naikian secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan
hancur, jika tidak ada bagian yang tertinggal di atas kasa, kecuali fragmen dari zat
penyalut. Bila tidak dinyatakan lain, waktu untuk menghancurkan ke 6 tablet
tidak lebih dsari 15 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit
untuk tablet bersalut gula atau selaput. Jika tidak memenuhi syarat, pengujian
diulang dengan menggunakan tablet tablet satu-persatu, kemudian diulangi lagi
menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun, dan tablet harus memenuhi
persyaratan yang sudah ditentukan di atas (Murtini, 2016).
Distribusi awal cairan pengikat dapat berpengaruh nyata pada distribusi
ukuran butiran biji, atau inti, yang terbentuk dari serbuk halus. Pembasahan yang
buruk menyebabkan peleburan jatuh, dan dalam jumlah yang lebih sedikit, inti
yang lebih besar dengan bubuk yang tidak berranulasi dan massa yang dibasahi
berlebihan, yang mengarah ke distribusi inti yang luas. Granulasi dapat
mempertahankan memori, dengan distribusi ukuran inti mempengaruhi distribusi
ukuran butiran akhir. Oleh karena itu, pembasahan awal dapat menjadi kritis
untuk pembentukan inti yang seragam dan seringkali produk yang seragam dan
sempit. Distribusi inti yang luas dapat menyebabkan distribusi ukuran butiran
yang luas. Ketika ukuran bahan umpan partikulat lebih besar dari ukuran tetesan,
dinamika pembasahan mengontrol distribusi bahan pelapis yang memiliki
pengaruh kuat pada tahap pertumbuhan selanjutnya. Fenomena pembasahan juga
mempengaruhi redistribusi bahan individu dalam butiran, proses pengeringan, dan
redispersi butiran dalam fase fluida (Parikh, 2005).
10
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
Alu, ayakan mesh no.12, ayakan mesh no.14, batang pengaduk, beaker
glass 250 mL (Pyrex), bulk density apparatus (Bexco), corong alir, disintegration
tester, friabilator, gelas ukur 25 mL (Pyrex), hardness tester, hotplate, kaca arloji,
kertas label, kertas perkamen kajang, kertas perkamen potong, lemari pengering,
loyang, lumpang, moisture balance (Ohaus), neraca analitik (Boeco Germany),
penggaris, pot plastik 100 cc, serbet, spatel, spatula, sudip, tisu 250 lembar (Nice)
3.2. Bahan
Amilum manihot, aquades, laktosa, Mg stearat, mucilago amily,
paracetamol, talkum
R/ Paracetamol 500 mg
Mucilago amily 8% b/v 30%
Amilum manihot 5%
Talkum 1%
Mg stearat 2%
Laktosa q.s.
m.f. dtd tab No. C
11
3.5. Perhitungan bahan
Zat berkhasiat: Paracetamol : 500 mg x 100 = 50 g
5
Pengembang : Amilum manihot : 100 x 60 g = 3 g
12
2
Mg stearat : 100 x 53,17 g = 1,0634 g
13
3.6.3.2 Uji Waktu Alir
Ditimbang granul yang sudah dikeringkan, dibersihkan corong dan alas,
kemudian dialirkan granul kering yang akan dicetak kedalam corong alir yang
ditutup bagian bawahnya, dibuka tutup bagian bawah dan dibiarkan granul
mengalir hingga seluruh granul mengalir, ditentukan waktu alir mulai dari granul
mengalir sampai seluruh granul mengalir keluar yang mana memiliki persyaratan
t<10 detik untuk bobot 100 gr. Dilakukan berulang sebanyak 3 kali.
3.6.3.3 Uji Indeks Tap
Dimasukkan sejumlah granul ke dalam gelas ukur sebanyak 25 ml,
kemudian ditapping sebanyak 20 kali, lalu ditentukan Vo dan V tap, yang mana
memiliki persyaratan I ≤ 20 dan dilakukan tapping sampai hasil penurunan granul
stabil sebanyak 3 kali.
3.6.3.4 Uji Moisture Balance
Dihidupkan alat Moisture Balance, lalu diatur waktu, temperature, dan
persen pada alat, ditekan tombol start, dibuka tutup alat dan dimasukkan piringan
aluminium, ditekan tombol tare hingga terlihat tanda panah 1 di layar, kemudian
dimasukkan granul dengan cara disebar di piring aluminium hingga terlihat tanda
panah 2 di layar, ditutup alat. Uji ini memiliki persyaratan 2-5 %.
3.6.4 Uji Evaluasi Tablet Paracetamol
3.6.4.1 Uji Keseragaman Bobot
Dibersihkan tablet dan diambil 20 tablet serta ditimbang, ditentukan bobot
rata-rata, ditimbang tablet satu per satu dan hitung deviasi serta diambil 3 tablet
dengan deviasi tertinggi yang mana memiliki persyaratan jika ditimbang satu per
satu tidak boleh lebih dr 2 tablet menyimpang lebih besar dari kolom A,tidak
boleh satu pun tablet pun lebih dari kolom B.
3.6.4.2 Uji Friabilitas (Uji Kerapuhan)
Dibersihkan alat friabilator, dibersihkan tablet dari debu, dimasukkan 20
tablet dalam wadah alat, ditutup wadah dan dipasangkan pada alat, diatur 100
putaran dan kecepatan rotasi 25 rpm, dijalankan alatnya, setelah selesai,
diberhentikan alat. Dikeluarkan tablet, diambil tablet yang masih utuh dan
dibersihkan, ditimbang tablet untuk di dapatkan berat akhir, yang mana memiliki
persyaratan, berat yg kurang tidak boleh lebih dari 0.8%
14
3.6.4.3 Uji Kekerasan
Diriset alat menjadi 000,0, dibersihkan tablet dan diletakkan ke alat,
Dijalankan alat dengan menekan tombol start, diperoleh hasil kekerasan tablet
41,1 N dan harus dikonversi ke kg sehingga kekerasan yang didapat adalah 4,11
kg. Setelah selesai, alat diberikan, uji ini dilakukan 4 kali dengan dicari rata-rata
nya yang mana memiliki persyaratan dari uji kekerasan adalah berat tablet di
rentang 4-8 kg.
3.6.4.4 Uji Waktu Hancur
Diukur suhu air 37° C dengan termometer, diletakkan air ke alat,
dimasukkan 1 per 1 tablet kedalam tabung keranjang. Dimasukkan cakram
penuntun, tabung keranjang diletakkan ke alat dan alat dijalankan. Dipause alat
untuk melihat tablet yg hancur dan dicatat waktunya, jika masih ada tablet yang
belum hancur maka dijalankan kembali alatnya. Tablet dinyatakan hancur jika
tidak ada tablet yang tertinggal pada kawat kasa, jika semua tablet telah hancur
maka dimatikan dan dibersihkan alat. Syarat: 6 tablet tidak boleh lebih dari 15
menit untuk tablet biasa dan untuk bersalut 60 menit waktu hancurnya. Bila tidak
hancur, ulangi dengan 12 tablet yang mana memiliki persyaratan dipenuhi jika 18
tablet tidak lebih dari 2 tablet yg tidak hancur.
15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Uji Formulasi
Pada formulasi tablet paracetamol dengan metode granulasi basah diperoleh
hasil :
Berat granulat basah = 52,92 g
Berat granulat kering = 50,25 g
Jumlah tablet yang tercetak = 100 tablet
θ = 26,01o
Kesimpulan: Berdasarkan hasil yang diperoleh yaitu, θ = 26,01o, sudut
diam telah memenuhi syarat, yang mana syarat tersebut adalah 20o < θ <
40o.
16
10 𝑔 𝑥
Massa granul kering: 100 𝑔 = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐺𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
10 𝑔 𝑥
= 50,25 𝑔
100 𝑔
𝑥 = 5,025 detik
Kesimpulan: Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh waktu alir yaitu
5,025 detik. Hal ini tidak memenuhi syarat waktu alir yaitu t < 4,5 detik
untuk 50,25 g
17
26 mg s/d 150 mg 10% 20%
151 mg s/d 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
50,5
A1= 639,5 x 100% = 7,89 %
49,5
A2= 639,5 x 100% = 7,74 %
50,5
B1= 639,5 x 100% = 7,89 %
18
2. 4 menit 3 detik
3. 4 menit 22detik
4. 5 menit 0 detik
5. 6 menit 12 detik
6. 6 menit 30 detik
Rata-Rata 4 menit 53 detik
195 detik + 243 detik + 262 detik + 300 detik + 372 detik + 390 detik
Rata-Rata = 6
= 5,058 kg
Kesimpulan: Berdasarkan uji evaluasi kekerasan tablet, diperoleh rata-rata
kekerasan tablet yang dimiliki tablet yang diuji adalah 5,058 Kg yang
mana sudah memenuhi persyaratan uji kekerasan tablet karena berada pada
rentang 4-8 kg
19
B= 12,61 g
𝐴−𝐵 12,69 g − 12,61 g
x 100 % = x 100% = 0,6 %
𝐴 12,69 𝑔
4.2 Pembahasan
Tablet merupakan bentuk sediaan padat yang terdiri dari satu atau lebih bahan
obat yang dibuat dengan pemadatan. Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat
secara kempa-cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua
permukaannya rata atau cembung, serta mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang di gunakan dapat berfungsi
sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau
zat lain yang cocok. Kebanyakan tipe atau jenis tablet dimaksudkan untuk ditelan
dan kemudian dihancurkan dan kemudian melepaskan bahan obat yang ada di
dalam tablet tersebut ke dalam saluran pencernaan (Murtini dan Elisa, 2018).
Parasetamol merupakan obat analgesik dan antipiretik. Sediaan tablet
paracetamol diproduksi dengan metode granulasi basah. Granulasi basah
(aglomerasi) merupakan teknologi formulasi dengan cara pengadukan (agitasi)
serbuk atau campuran serbuk dengan keberadaan cairan sebagai bahan pengikat
yang dicampurkan dengan serbuk kering. Granul adalah suatu produk yang
dihasilkan melalui proses granulasi. Bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan
granulasi basah paracetamol, yaitu bahan pengisi, bahan pengikat, bahan
penghancur dan bahan pelicin. Pada percobaan kali ini digunakan laktosa sebagai
bahan pengisi, mucilago amily sebagai bahan pengikat, amilum manihot sebagai
bahan pengembang, dan magnesium stearat dan talkum sebagai bahan pelicin
(Fatmawati, dkk., 2020).
Metode granulasi basah biasanya digunakan apabila bahan aktif tahan
terhadap lembab dan panas. Umumnya untuk bahan aktif yang sulit dicetak
langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik. Prinsip dari
metode granulasi basah adalah membasahi masa tablet dengan larutan pengikat
tertentu sampai mendapat tingkat kebasahan tertentu kemudian massa yang basah
20
tersebut digranulasi. Tehnik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang
mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat
juga bahan tersebut dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan
dimasukan terpisah (Murtini dan Elisa, 2018).
Prosedur pembuatan tablet paracetamol dengan metode granulasi basah
dimulai dengan menyiapkan alat dan bahan. Setelah itu dilakukan pembuatan
mucilago amily dengan cara melarutkan amilum manihot sebanyak 1,44 gram ke
dalam aquadest, kemudian dipanaskan di atas hotplate sambil diaduk sampai
mucilago amily berwarna bening/transparan dan membentuk masa kental. Setelah
itu dimasukkan paracetamol sebanyak 50 g ke dalam lumpang dan digerus hingga
homogen, ditambahkan laktosa sebanyak 3,76 g ke dalam lumpang dan digerus
homogen, ditambahkan amilum manihot sebanyak 1,5 g ke dalam lumpang dan
digerus homogen (massa I), ditambahkan mucilago amily jika semua bahan telah
homogen, dengan cara meletakkannya pada ujung alu dan ditekan/dikempa hingga
kompak ke massa I, diayak dengan ayakan mesh No.12 menggunakan spatel,
disebar granul diatas loyang hingga merata, ditimbang granul (granul basah) dan
dikeringkan di dalam lemari pengering selama 24 jam dengan suhu 40-80C,
diambil granul kering lalu diayak dengan ayakan mesh No.14 dengan
menggunakan spatel, ditimbang granul kering, lalu dimasukkan amilum manihot
sebanyak 1,5 g, lalu talkum sebanyak 0,6 g, dan Mg stearat 1,2 g, dimasukkan ke
dalam pot besar dan diberi label dan didapat berat granulat basah sebesar 52,92
gram sedangkan berat granulat kering sebesar 50,25 gram serta tablet paracetamol
yang dihasilkan sebanyak 100 tablet.
Lalu, dilakukan uji preformulasi pada granulat, yaitu uji sudut diam dengan
cara ditimbang granul yang sudah dikeringkan, dibersihkan corong dan alas,
kemudian dialirkan granul kering yang akan dicetak kedalam corong alir yang
ditutup bagian bawahnya, dibuka tutup bagian bawah dan dibiarkan granul
mengalir, lalu diukur diameter dan tinggi tumpukan granul dengan menggunakan
penggaris, kemudian dihitung sudut diam dengan rumus Tgϴ = 2h/D dan didapat
hasil 26,01 o
yang mana memenuhi persyaratan 20o < θ < 40o yang dilakukan
berulang sebanyak 3 kali.
21
Setelah itu, dilakukan uji waktu alir dengan cara ditimbang granul yang
sudah dikeringkan, dibersihkan corong dan alas, kemudian dialirkan granul kering
yang akan dicetak kedalam corong alir yang ditutup bagian bawahnya, dibuka
tutup bagian bawah dan dibiarkan granul mengalir hingga seluruh granul
mengalir, ditentukan waktu alir mulai dari granul mengalir sampai seluruh granul
mengalir keluar dan didapat waktu alir 5,025 detik untuk 50,25 g berat granulat
kering yang mana tidak memenuhi persyaratan t < 4,5 detik untuk berat granulat
kering 50,25 g yang dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Hal ini dapat disebabkan
faktor-faktor yang mempengaruhi sifat alir yaitu bentuk granul, bobot jenis dan
keadaan permukaan granul. Waktu alir merupakan salah satu faktor penting dalam
pembuatan granul karena dalam waktu alir yang baik akan menjamin
keseragaman bobot (Balfas dan Nandi, 2019).
Lalu, dilakukan uji indeks tap dengan cara dimasukkan sejumlah granul ke
dalam gelas ukur sebanyak 25 ml, kemudian ditapping sebanyak 20 kali, lalu
ditentukan Vo dan V tap, dan didapat 13,33 % yang mana memenuhi persyaratan
I ≤ 20 yang dilakukan sebanyak 3 kali (Apriyanto, dkk., 2017).
Setelah uji preformulasi dilakukan, dilanjutkan dengan pencetakan tablet
menggunakan mesin punch and die dan dilakukan uji evaluasi pada tablet
paracetamol yang dilakukan untuk menentukan apakah tablet yang dicetak telah
memenuhi syarat-syarat baik secara teknis maupun syarat biologis/farmakologis.
Terdapat 4 uji evaluasi tablet, yaitu uji keseragaman bobot, waktu hancur,
kekerasan tablet, dan friabilitas tablet (Apriyanto, dkk., 2017).
Uji evaluasi keseragaman bobot dilakukan dengan cara dibersihkan tablet
dan diambil 20 tablet serta ditimbang, ditentukan bobot rata-rata, kemudian
ditimbang tablet satu per satu dan hitung deviasi serta diambil 3 tablet dengan
deviasi tertinggi. Berdasarkan uji keseragaman bobot diperoleh hasil
A1=B1=7,89% dan A2=7,74%, dimana dari data tersebut dapat dilihat bahwa
tablet yang telah dibuat (dicetak) tidak memenuhi syarat keseragaman bobot.
Persyaratan menurut standar farmakope (1979), yaitu tablet dikatakan memiliki
keseragaman bobot yang baik apabila penyimpangan bobot dua tablet tidak lebih
dari kolom A (5%) dan tidak satupun tablet penyimpangannya lebih dari kolom B
(10%) terhadap bobot rata-rata. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseragaman
22
bobot adalah ketelitian penimbangan granul dan keseragaman pengisian ke die
tablet yang berkaitan dengan jumlah bahan yang dimasukkan ke dalam cetakan.
Proses pengisian ini membutuhkan granul dengan sifat alir yang baik untuk
memastikan pencampuran yang efisien dan keseragaman bobot yang dapat
diterima (Mindawarnis dan Hasanah, 2017).
Selanjutnya dilakukan uji evaluasi friabilitas (uji kerapuhan) dengan cara
dibersihkan alat friabilator, kemudian dibersihkan tablet dari debu dan
dimasukkan 20 tablet dalam wadah alat, ditutup wadah dan dipasangkan pada alat,
lalu diatur 100 putaran dan kecepatan rotasi 25 rpm, kemudian dijalankan alatnya.
Setelah selesai, diberhentikan alat dan dikeluarkan tablet, diambil tablet yang
masih utuh dan dibersihkan, kemudian ditimbang tablet untuk di dapatkan berat
akhir. Berdasarkan uji friabilitas tablet diperoleh friabilitas tablet sebesar 0,6%
dimana hasil tesebut sudah memenuhi syarat karena kehilangan berat tidak boleh
lebih dari 0,8%. Kerapuhan tablet dipengaruhi oleh konsentrasi pengikat, tablet
dengan konsentrasi pengikat yang besar memiliki tingkat kerapuhan yang kecil,
begitupun sebaliknya tablet dengan konsentrasi pengikat yang rendah akan
memiliki kerapuhan yang lebih besar. Kerapuhan tablet juga dapat dipengaruhi
oleh kekerasan tablet dan ikatan antar partikel tablet, dimana tablet dengan
kekerasan yang tinggi memiliki ikatan kuat antar partikelnya sehingga akan
dihasilkan kerapuhan yang kecil dan begitu pula sebaliknya (Mindawarnis dan
Hasanah, 2017).
Lalu dilakukan uji evaluasi kekerasan tablet dengan cara diriset alat
menjadi 000,0, dibersihkan tablet dan diletakkan tablet ke alat, dijalankan alat
dengan menekan tombol start dan diperoleh hasil kekerasan tablet 41,1 N. Hasil
yang diperoleh harus dikonversi ke kg sehingga kekerasan tablet yang didapat
adalah 4,11 kg. Setelah selesai alat dibersihkan, uji ini dilakukan pengulangan
sebanyak 4 kali dan dicari rata-ratanya. Berdasarkan uji kekerasan tablet diperoleh
rata-rata kekerasan tablet yang dimiliki tablet yang diuji adalah 5,058 kg dimana
hasil tersebut sudah memenuhi persyaratan uji kekerasan tablet karena berada
pada rentang 4-8 kg. Faktor yang dapat mempengaruhi kekerasan tablet adalah
tekanan pada saat pencetakan tablet dan konsentrasi pengikat. Semakin kuat
tekanan saat pencetakan tablet, maka akan dihasilkan tablet yang semakin keras.
23
Secara teori, kekerasan tablet akan semakin besar apabila konsentrasi dari bahan
pengikat ditingkatkan. Kekerasan tablet berhubungan langsung dengan kerapuhan
dan waktu hancur, apabila kekerasannya besar maka tablet memiliki nilai
kerapuhan yang kecil dengan waktu hancur yang lama (Mindawarnis dan
Hasanah, 2017).
Setelah itu dilakukan uji evaluasi waktu hancur dengan cara diukur suhu
air 37° C dengan termometer, diletakkan air ke alat, dimasukkan satu per satu
tablet ke dalam tabung keranjang. Dimasukkan cakram penuntun, tabung
keranjang diletakkan ke alat dan alat dijalankan. Dipause alat untuk melihat tablet
yg hancur dan dicatat waktunya, jika masih ada tablet yang belum hancur maka
dijalankan kembali alatnya. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada tablet yang
tertinggal pada kawat kasa, jika semua tablet telah hancur maka dimatikan dan
dibersihkan alat. Berdasarkan uji evaluasi waktu hancur tablet diperoleh waktu
hancur rata-rata tablet yang diuji adalah 4 menit 53 detik dimana hasil tersebut
telah memenuhi syarat waktu hancur, yaitu tidak boleh lebih dari 15 menit. Waktu
hancur tablet dapat dipengaruhi oleh tekanan pada saat pencetakan. Hal ini
dikarenakan jika pada saat pencetakan tablet punch ditekan terlalu kuat maka
atablet yang dihasilkan akan keras dan memiliki waktu hancur yang lama pula
(Mindawarnis dan Hasanah, 2017).
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
- Pembuatan tablet dengan metode granulasi basah dilakukan dengan cara
mencampurkan zat berkhasiat (paracetamol) dengan zat pengisi (laktosa) dan
zat pengembang (amilum manihot), lalu dibasahi dengan larutan bahan
pengikat (mucilago amyli) hingga terbentuk massa yang kompak. Setelah itu
diayak dan dikeringkan dalam lemari pengering pada suhu 40-60°C selama
24 jam, kemudian diayak kembali. Maka didapatkan granul kering sebesar
50,25 gram.
- Uji preformulasi granulat terdiri atas 3 jenis, yaitu uji sudut diam, uji waktu
alir, dan uji indeks tap. Dimana persyaratan untuk uji sudut diam adalah 20o <
θ < 40o, untuk uji waktu alir adalah <10 detik untuk 100 g granul, dan uji
indeks tap adalah < 20%. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh sudut diam
sebesar 26,01° yang dimana telah memenuhi syarat, untuk uji waktu alir
diperoleh sebesar 5,025 detik yang dimana belum memenuhi syarat, dan
indeks tap sebesar 13,33% yang telah memenuhi syarat.
- Uji evaluasi tablet terdiri atas 4 jenis, yaitu uji keseragaman bobot, waktu
hancur, kekerasan tablet, dan friabilitas tablet. Dimana persyaratan untuk uji
keseragaman bobot yaitu, penyimpangan bobot dua tablet tidak lebih dari
kolom A (5%) dan tidak satupun tablet penyimpangannya lebih dari kolom B
(10%) terhadap bobot rata-rata, untuk uji waktu hancur tidak boleh lebih dari
15 menit, untuk uji kekerasan, harus berada direntang 4-8 kg, dan untuk uji
friabilitas kehilangan bobot tidak boleh lebih dari 0,8 %. Berdasarkan hasil
percobaan diperoleh keseragaman bobot dengan nilai A1=B1= 7,89% dan
A2=7, 74%, dimana tablet tidak memenuhi syarat, untuk uji waktu hancur
diperoleh waktu hancur rata-rata tablet yang diuji adalah 4 menit 53 detik
yang mana telah memenuhi syarat, untuk uji kekerasan diperoleh rata-rata
kekerasan tablet adalah 5,058 Kg yang mana sudah memenuhi syarat, dan
untuk uji friabilitas diperoleh nilai friabilitas sebesar 0,6 % yang mana sudah
memenuhi syarat.
25
5.2 Saran
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan zat aktif yang lain, seperti
ibuprofen.
- Sebaiknya pada percobaan selanjutnya digunakan bahan pengisi yang lain,
seperti sorbitol.
26
DAFTAR PUSTAKA
Apriyanto, B. H., Rusli, R., & Rahmadani, A. 2017. Evaluasi Pati Umbi Talas
(Colocasia esculenta Schott) Sebagai Bahan Pengisi pada Sediaan Tablet
Parasetamol. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals Conferences.
5:73.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI. Halaman 4.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 6
Fatmawati, A., Emelda., dan Elvana, A. 2020. Optimasi Formula pada Granul
Paracetamol dengan Variasi Komposisi Bahan Pengisi Laktosa dan Avicel
PH 101 serta Evaluasi Parameter Kadar Lembab Moisture Content dan
Loss On Drying. INPHARNMED Journal (Indonesian Pharmacy and
Natural Medicine Journal). 4 (1):26.
Huda, C., dan Sari, T. A. 2019. Buku Ajar Teknologi Sediaan Solida. Malang:
Media Nusa Creative. Halaman 9-11.
Kusuma, I. Y., dan Prabandari, R. 2020. Optimasi Formula Tablet Piroksikam
Menggunakan Eksipien Laktosa, Avicel pH-101, dan Amprotab dengan
Metode Simplex Lattice Design. Jurnal Farmasi Indonesia. 17(1): 32.
Mindawarnis dan Hasanah, D. 2017. Formulasi Sediaan Tablet Ekstrak Daun
Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) Dengan Variasi Polivinil Pirolidon
(PVP) Sebagai Pengikat dan Evaluasi Sifat Fisiknya. JPP (Jurnal
Kesehatan Palembang). 12(1) : 22-24.
Murtini, G., dan Elisa, Y. 2018. Teknologi Sediaan Solid. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. Halaman 3, 84-85, 87-92, 117-119, 207-208.
Nurjanatun dan Balfas, R. F. 2019. Uji Kompresibilitas Granul Pati Talas Dengan
Metode Granulasi Basah. Journal of Pharmacy UMUS. 1(1): 11.
Parikh, D. M. 2005. Handbook of Pharmaceutical Granulation Technology. USA:
Taylor & Francis Group. Halaman 19.
27
Ririn, N. F., & Balfas, R. F. 2020. Uji Waktu Alir Granul Pati Sukun Dengan
Metode Granulasi Basah. Jurnal Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy
UMUS. 1(02): 1-4.
Thapa, P., Tripathi, J., dan Jeong, S. H. 2018.Recent trends and future perspective
of pharmaceutical wet granulation for better process understanding and
product development. Powder Technology. Halaman 4-5.
Tovey, G. D. 2018. Pharmaceutical Formulation The Science and Technology of
Dosage Forms. UK : The Royal Society of Chemistry. Halaman 78.
28
LAMPIRAN
1. Flowsheet
1.1 Pembuatan Mucilago Amily
29
1.2. Pembuatan granul (Granulasi)
Granulbasah (52,92 g)
GranulKering (50,25 g)
30
1.3 Uji Sudut Diam
Granul
Sudut Diam
ϴ = 26,01°
Granul
31
1.5 Uji Indeks Tap
Granul
Indeks Tap
I = 13,33 %
Tablet
32
1.7 Uji Friabilitas (Uji Kerapuhan)
Alat Friabilator
20 Tablet
Dibersihkan tablet dari debu
Dimasukkan ke dalam wadah alat dan
dipasang pada alat
diatur 100 putaran dan kecepatan rotasi 25
rpm
dijalankan alatnya
diberhentikan alat
Dikeluarkan tablet
Diambil tablet yang masih utuh dan
dibersihkan
Ditimbang tablet untuk di dapatkan berat
akhir
33
1.8 Uji Kekerasan
Hardness tester
34
1.9 Uji Waktu Hancur
Air
35
2. Literatur
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83