Anda di halaman 1dari 10

BACAAN ALKITAB:

Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru. Pada
waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa,dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci
semua bangsa oleh karena nama-Ku, dan banyak orang akan murtad dan mereka akan saling
menyerahkan dan saling membenci.Banyak nabi palsu akan muncul dan menyesatkan
banyak orang. Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan , maka kasih kebanyakan
orang akan menjadi dingin. Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan
selamat.
Puji nama tuhan pada hari ini pembacaan firman tuhan kepada kita.Tuhan yesustelah
berpesan kepada murit muritnya pada waktu itu bahwa semuanya itu barulah permulaan
penderitaan menjelang jaman yg baru.firman tuhan berkata kamu akan diserahkan dan
disiksa bukan hanya disiksa kamu akan dibunuh bahkan dibenci oleh bangsa karna nama
tuhan yesus.jadi dapat kita lihat dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen kita harus
pahami bahwa memang Ketika ada orang yang tidak suka dgn kita,tuhan yesus pernah
berpesan semua itu adalah permulaan jaman yang baru.jika kita lihat yang Namanya yang
menjadi pengikutnya tuhan yesus kita memang harus berani menerima resiko apapun itu
meskipun nyawa taruhanya.Tuhan yesus pernah berkata barang siapa yang saying akan
nyawanya dia akan kehilanya nyawanya,tetapi Ketika ia tidak tidak takut kehilangan
nyawanya sebenarnya ia sudah mendapatkanya.
Pengantar:
Setelah kita belajar tentang Roh Kudus, kini kita akan mengkaji bagaimana kuasa Roh Kudus
dapat memberdayakan hamba-hamba Tuhan untuk mampu melakukan hal-hal yang
menurut perhitungan manusia tidak mungkin.
Jadi pada bab VII kita akan belajar bagaiman kuasa roh kudus itu bekerja dalam tubuh
manusia.dimaana dalam pekerjaan roh kudus melakukan hal hal yg menurut logika manusia
tidak dapat dilakukan. Mungkin kamu pernah mendengar istilah mati syahid, artinya, orang
yang mati karena mempertahankan iman percayanya, walau pun untuk mempertahaknan
hal itu ia akan diancam dan atau terbunuh. Kita mulai dengan memikirkan tentang hal yang
paling berharga dalam hidup ini? Apakah itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, coba pikirkan
pertanyaan berikut ini, lalu tulis jawabanmu di bawahnya. (Jawaban bisa lebih dari satu)
“Kalau ada sebatang baja (yang lebarnya 6 Inci) diletakkan di antara dua Gedung pencakar
langit, apakah kamu bersedia menyeberang dari satu gedung ke Gedung lainnya dengan
menggunakan baja tersebut? Apa yang mendorongmu untuk melakukannya? Apakah demi
uang? apakah demi menyelamatkan orang atau hewan yang kamu sayangi? atau apakah
hanya demi mendapatkan ketenaran semata?”

ABEL DAN JUNIDAR


B. kisah para martir yang menginspirasi

1.polikarpus

Latar belakang dari Kemartiran Polikarpus adalah salah satu karya Bapa-Bapa Apostolik, dan salah
satu penulisan dari masa penindasan. Polikarpus adalah Uskup Smyrna pada sekitar tahun 155-160
M (mungkin 170-180 M). Surat tersebut secara keseluruhan mengambil pengaruh dari teks-teks
kemartiran Yahudi dalam Perjanjian Lama dan Injil-injil. Selain itu, Kemartiran Polikarpus
mempromosikan ideologi kemartiran, dengan memajukan kisah martir.

Hal yang diperjuangkan oleh polikarpus adalah Pada zaman itu, banyak orang Kristen yang dibunuh
oleh pemerintah Romawi karena menolak untuk menyembah kaisar dan dewadewa Romawi. Orang-
orang Kristen yang memilih untuk menyembah Tuhan Yesus dikejar-kejar dan dianiaya secara kejam
karena mereka dianggap sebagai orang-orang kafir. Salah satu korban dari penganiyaan tersebut
adalah Polikarpus. Polikarpus adalah uskup yang disegani dan dihormati pada saat itu. Oleh sebab
itu, banyak dari temannya yang meminta dia bersembunyi. Tetapi, pada akhirnya Polikarpus pun
ditangkap. Ada kejadian menarik Ketika Polikarpus ditangkap. Dia tidak memberontak atau melawan
melainkan menyambut para prajurit bak tamu yang agung, Dia menjamu para prajurit yang akan
menangkapnya dengan makanan dan meminta diri agar diizinkan berdoa terlebih dahulu. Perlakuan
Polikarpus kepada prajurit Romawi tersebut membuat mereka meminta maaf kepadanya karena
mereka harus menangkapnya. Bahkan sang kepala prajurit sempat mengatakan “Apa salahnya
menyebut Tuhan Kaisar dan mempersembahkan bakaran kemenyan?” Maksudnya, agar Polikarpus
diselamatkan dari penganiayaan. Setelah Polikarpus ditangkap dan diserahkan kepada Gubernur
Romawi,beberapa kali dia ditantang agar meninggalkan imannya. “Celalah Kristus dan aku akan
melepaskanmu?” “Hormatilah usiamu, Pak Tua,” seru gubernur Romawi itu. “Bersumpahlah demi
berkat Kaisar. Ubahlah pendirianmu serta berserulah, “Enyahkan orangorang kafr!” “Angkatlah
sumpah dan saya akan membebaskanmu. Hujatlah Kristus!” Pada saat itu Polikarpus bisa saja
menyangkal Kristus tetapi dia tidak mau melakukannya, dan dia berkata “Delapan puluh enam tahun
saya telah mengabdi dan melayani Kristus; Dia tidak pernah berbuat salah dan menyakitiku.
bagaimana mungkin saya mengkhianati Raja yang telah menyelamatkan saya?”

Akir dari hidup polikarpus adalah ia dibakar hidup-hidup di tengah pasar.dia tewas sebagai seorang
martir bagi kristus pada usia 87 tahun
2.John Bunyan

ohn Bunyan lahir pada tahun 1628 di sebuah kota kecil bernama Elstow, dekat Bedford, sebelah
selatan Inggris. Dia putra seorang tukang patri, yaitu seseorang yang bekerja memperbaiki panci dan
belanga, menajamkan pisau, serta melakukan pekerjaan menempa lainnya yang tidak memerlukan
tempat usaha luas. Pekerjaan ini diwariskan dari generasi ke generasi, sama seperti peralatan sehari-
hari yang dipakai turun-temurun.

John Bunyan

John Bunyan lahir pada tahun 1628 di sebuah kota kecil bernama Elstow, dekat Bedford, sebelah
selatan Inggris. Dia putra seorang tukang patri, yaitu seseorang yang bekerja memperbaiki panci dan
belanga, menajamkan pisau, serta melakukan pekerjaan menempa lainnya yang tidak memerlukan
tempat usaha luas. Pekerjaan ini diwariskan dari generasi ke generasi, sama seperti peralatan sehari-
hari yang dipakai turun-temurun.Pada ulang tahunnya yang ke-16, Bunyan diharuskan mengikuti
wajib militer dan bergabung dengan tentara parlementer. Walaupun pandangan politiknya tidak
kuat, keikutsertaannya dalam pasukan parlementer membuat dirinya menjadi musuh Raja Charles I.
Tahun 1648, dia menikah. Beberapa orang berpendapat bahwa istrinya bernama Mary, sama dengan
nama putri pertama mereka, tetapi hal ini tidak pasti. Putrinya, Mary, lahir dalam keadaan buta, dia
mewarisi kelembutan dan kehangatan yang merupakan ciri khas John.Istri John adalah seorang
Puritan yang memberikan dorongan kuat dalam diri John sehingga dia bertobat. Kemudian,
pertobatan itu menuntun dirinya menjadi seorang pengkhotbah biasa dalam denominasi-
denominasi non-Konformis di kota Bedford.Ciri khas John saat berkhotbah adalah langsung dan
penuh kuasa sehingga dia dapat menjadi pengkhotbah favorit di seluruh kota. Jika kebangkitan
gereja-gereja non-Konformis di bawah pemerintahan Oliver Cromwell tidak pernah terjadi,
munculnya seorang tukang patri yang dapat berkhotbah pun tidak akan pernah terjadi. Pada waktu
sistem kerajaan kembali dijalankan, pemerintah melakukan segala cara untuk membasmi para
pengkhotbah dan gereja-gereja yang independen itu.Istri pertama John meninggal pada tahun 1658
setelah melahirkan empat orang anak. Sebagai seorang pria yang tumbuh menjadi dewasa karena
pernikahan, kematian istrinya membuat hidupnya hancur, dan dia membutuhkan bantuan untuk
membesarkan keempat anaknya yang masih kecil. Putri sulungnya masih berusia delapan tahun dan
buta. Kurang dari setahun kemudian, dia menikahi Elizabeth. Orang-orang menyarankan John untuk
menikahi Elizabeth karena dia adalah sepupu keduanya sehingga dia sangat mengenal John dan
keempat orang anaknya.Apa pun alasannya, Elizabeth adalah seorang istri dan ibu yang setia. Dia
melahirkan dua orang anak bagi John. Sepanjang kehidupan John, Elizabeth senantiasa mendukung
suami dan pelayanannya.Pada masa itu, perubahan besar terjadi di bidang politik. Tahun 1640,
Revolusi Inggris pecah, terbentuklah aliansi-aliansi politik dan terjadilah pertempuran berdarah
antara tentara Raja Charles I dan tentara parlemen. John Bunyan dan sebagian besar anak muda di
Bedford dijaring untuk menjadi tentara parlemen. Selama sepuluh tahun Perang Sipil berkecamuk,
menyebabkan keluarga berperang melawan keluarga, dan kota melawan kota. Kesetiaan tidak ada
yang kekal, dan pengkhianatan pun sering terjadi.Ciri khas John saat berkhotbah adalah langsung
dan penuh kuasa sehingga dia dapat menjadi pengkhotbah favorit di seluruh kotam Akhirnya,
tentara parlemen memenangkan pertempuran, negara di bawah kekuasaan Oliver Cromwell. Sistem
kerajaan disingkirkan, Charles I dihukum gantung, dan gerakan-gerakan pembaharuan disahkan,
membuat Gereja Inggris kehilangan pengaruhnya atas orang-orang awam.oliver Cromwell muncul
dari peperangan dan kekacauan politik, menjadi Tuan Pelindung Bangsa Inggris dan menjadi
penguasa terkuat selama delapan tahun.Sebagai seorang Puritan yang setia, dia mengizinkan
kebebasan untuk melakukan ibadah bagi kaum Puritan, Quaker, Baptis, Presbiterian, dan gereja-
gereja non-Konformis lainnya. Beberapa uskup Gereja Anglikan (banyak uskup Anglikan yang
semihak raja selama Perang Sipil berlangsung) disingkirkan dari jabatannya dan beberapa gereja
jatuh ke tangan para non-Konformis. "Orang-orang Beragama" bangkit dan menyebar ke seluruh
negeri. Gerakan seperti inilah yang membuka kesempatan bagi John Bunyan untuk menjadi seorang
pengkhotbah.Akan tetapi tentu saja, semua perubahan itu membangkitkan kebencian orang-orang
yang pernah berkuasa. Orang-orang ini sedang menanti saatnya mereka dapat membalikkan meja
dan kembali memegang tampuk kekuasaan.ketika Cromwell meninggal tanggal 3 September 1658,
keadaan negara menjadi kacau karena diperintah oleh anaknya, Richard, yang tidak mampu
menjalankan tugasnya dengan baik. Richard hanya bertahan sampai Jenderal George Monck,
pemimpin pasukan Skotlandia, menyerbu Inggris dengan berjalan sepanjang jalan menuju London
pada bulan Februari 1660. Revolusi pun berakhir.Jenderal Monck membentuk Parlemen Long dan
parlemen ini menghubungi Charles II. Dia berada di pengasingan di kota Breda, Belanda. Bulan April
1660, Charles II memproklamasikan Deklarasi Breda, yang berisi janji bahwa jika Parlemen
mengizinkannya kembali bertakhta di Kerajaan Inggris, dia akan menerima bentuk pemerintahan
parlementer dan memberikan pengampunan kepada semua musuh-musuhnya. Akhirnya, Charles II
kembali ke Inggris dan takhtanya dikembalikan kepadanya pada tanggal 8 Mei 1660.Pada
kenyataannya, Charles II tidak menepati janjinya. Semua pengkhotbah sederhana dan musuh
politiknya dimasukkan ke dalam penjara di seluruh negeri itu. Menurut Charles II, ada sebuah
kelompok revolusioner baru yang sedang menginjakkan kakinya di Inggris, karena itu dia mempunyai
alasan untuk cemas. Kelompok itu menyebut dirinya The Fifth Monarchy dan mereka ingin
menggulingkan raja dari takhtanya serta membentuk pemerintahan baru di bawah kekuasaan "Raja
Yesus", tentunya mereka sendiri yang memegang kekuasaan.Khotbah Bunyan Alasan utama yang
membuat John Bunyan dipenjarakan adalah karena dia berkhotbah tanpa surat izin. Tentu saja,
sebagai seorang non-Konformis, dia tidak akan memperoleh surat izin walaupun dia sudah bertahun-
tahun menjadi gembala di suatu gereja. Urutan penangkapan dan hukuman yang dijatuhkan, secara
hukum meragukan, dan Bunyan mempunyai alasan tepat untuk mengajukan permohonan agar
diadakan pengadilan ulang.Selama bulan-bulan pertama di dalam penjara, John White, si sipir
penjara, sering mengizinkan dia keluar untuk menghadiri kebaktian. Dan, bahkan pada suatu hari,
Bunyan diizinkan pergi ke London. Kemudian para hakim mengambil tindakan keras, dan dia harus
menjalani hukuman selama dua belas tahun.
3.William Tyndale

Tyndale dilahirkan sekitar tahun 1494, diduga di salah satu desa dekat Dursley, Gloucestershire. Di
kalangan kerabat dekatnya, keluarga Tyndale saat itu dikenal sebagai Hychyns (Hitchins), dan
William Tyndale menggunakan nama William Hychyns sewaktu bersekolah di Magdalen Hall, Oxford
(sekarang bagian dari Hertford College, Oxford). Keluarga Tyndale pindah ke Gloucestershire di
sekitar masa kelahirannya, kemungkinan akibat Wars of the Roses (Perang Antar Agama), dan
diketahui bahwa keluarganya berasal dari Northumberland tetapi baru pindah ke East Anglia.
Pamannya, Edward, adalah penerima tanah dari Lord Berkeley dan inilah fakta yang membuktikan
asal usul keluarga ini. Edward Tyndale dicatat dalam dua silsilah[9] sebagai saudara laki-laki dari Sir
William Tyndale, KB (Order of the Bath), dari Deane, Northumberland, dan Hockwald, Norfolk, yang
diangkat menjadi bangsawan (knighted) pada pernikahan Arthur, Prince of Wales dengan Katherine
of Aragon. Jadi keluarga Tyndale adalah keturunan Baron Adam de Tyndale, seorang penyewa tanah
utama (tenant-in-chief) dari Raja Henry I of England (dan yang sejarah keluarganya berhubungan
dengan Tyndall). Keponakan perempuan William Tyndale, Margaret Tyndale, menikah dengan
Rowland Taylor yang dikenal sebagai "The Martyr".Tyndale meraih gelar Bachelor of Arts dari Oxford
University pada tahun 1512 dan tahun itu juga ia menjadi subdeacon. Ia menjadi Master of Arts
(Oxbridge and Dublin) pada bulan Juli 1515, 3 bulan setelah diangkat menjadi pendeta. Gelar M.A.
memungkinkannya mulai belajar teologi, tetapi pelajaran resminya tidak termasuk studi Alkitab. Hal
ini mengejutkan Tyndale, sehingga ia mengorganisir kelompok privat untuk mengajar dan
mendiskusikan Alkitab.Ia berbakat dalam bidang bahasa (fasih dalam bahasa Prancis, bahasa Yunani,
bahasa Ibrani, bahasa Jerman, bahasa Italia, bahasa Latin, bahasa Spanyol ditambah bahasa ibunya,
bahasa Inggris). Ia kemudian kuliah di University of Cambridge (kemungkinan belajar kepada
Desiderius Erasmus, yang karyanya Enchiridion Militis Christiani — "Panduang untuk Pejuang
Kristen" (tahun 1503) diterjemahkan oleh Tyndale ke dalam bahasa Inggris). Diyakini bahwa Tyndale
berjumpa Thomas Bilney dan John Frith di Cambridge.Tyndale menjadi pendeta di rumah Sir John
Walsh di Little Sodbury sekitar tahun 1521, dan menjadi tutor untuk anak-anak tuan rumah.
Sejumlah pendapatnya membuatnya terlibat dalam kontroversi dengan pendeta-pendeta
sejawatnya, dan sekitar tahun 1522 ia dipanggil di hadapan Kanselir (Chancellor) Anglican Diocese of
Worcester dengan tuduhan "sesat" (heresy).Segera sesudah itu, ia memutuskan untuk
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris. Ia yakin bahwa jalan kepada Allah adalah melalui
Firman-Nya dan Alkitab seharusnya tersedia juga untuk orang-orang biasa. John Foxe melukiskan
sebuah argumen dengan seorang pendeta yang "terpelajar" tetapi "penghujat", yang mengatakan
kepada Tyndale bahwa, "Lebih baik kita tanpa hukum Allah daripada tanpa hukum Paus." Dengan
emosi yang meluap, Tyndale menyampaikan jawabannya: "Aku menantang Paus, dan semua hukum-
hukumnya; dan jika Allah memberikan usia kepadaku, sebelum banyak tahun aku akan
menyebabkan seorang anak yang membajak ladang untuk tahu lebih banyak tentang Alkitab
daripada Paus sendiri!"Tyndale meninggalkan London pada tahun 1523 untuk meminta izin
menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Inggris dan untuk meminta bantuan lain dari Gereja.
Khususnya, ia mengharapkan dukungan dari Uskup Cuthbert Tunstall, ahli klasik (classicist) terkenal,
yang dipuji oleh Erasmus setelah bekerja sama dengannya dalam hal Perjanjian Baru bahasa Yunani.
Namun uskup ini memandang rendah kredensial ilmiah Tyndale, curiga akan teologinya dan
sebagaimana pejabat gereja berkedudukan tinggi, merasa kurang suka dengan gagasan adanya
Alkitab dalam bahasa daerah. Saat itu Gereja tidak menganggap Alkitab terjemahan bahasa Inggris
akan membantu. Tunstall mengatakan kepada Tyndale bahwa ia tidak mempunyai tempat untuknya
di rumahnya.Tyndale berkhotbah dan mempelajari "bukunya" di London selama beberapa waktu,
menggantungkan bantuan pedagang kain, Humphrey Monmouth. Kemudian ia meninggalkan Inggris
dengan nama samaran dan mendarat di Hamburg pada tahun 1524 dengan karya Perjanjian Barunya
sejauh itu. Ia melengkapi terjemahannya pada tahun 1525, dengan bantuan biarawan Franciscan,
William Roy.Pada tahun 1525, penerbitan karyanya oleh Peter Quentell di Cologne diinterupsi oleh
pengaruh anti-Lutheran, dan baru pada tahun 1526 edisi lengkap Perjanjian Baru diproduksi oleh
percetakan milik Peter Schoeffer di Worms, Jerman, kota imperial merdeka yang sedang dalam
proses menganut Lutheranisme.[13] Kemudian, lebih banyak lagi dicetak di Antwerpen. Buku itu
diselundupkan ke Inggris dan Skotlandia, dan dicela pada bulan Oktober 1526 oleh Tunstall, yang
mengeluarkan peringatan kepada para penjual buku serta membakar buku-buku itu di depan
umum.dengan terbitnya Perjanjian Baru karya Tyndale, Kardinal Thomas Wolsey mengutuk Tyndale
sebagai "heretik" (kaum sesat) dan meminta agar Tyndale ditangkap..
4.John Wycliffe

John Wycliffe dilahirkan di desa yang sekarang bernama Hipswell di daerah North Riding, Yorkshire,
Inggris. Tahun lahirnya secara umum dianggap 1324, tetapi "Hudson dan Kenny state" hanya
mencatat "ia dianggap lahir di tengah-tengah tahun 1320-an.” Keluarganya sudah lama tinggal di
Yorkshire, dan karena besar jumlahnya, menempati wilayah yang luas dengan pusat sekitar Wycliffe
(atau Wycliffe-on-Tees), County Durham, sekitar 10 mil (16 km) di sebelah utara Hipswell.Wycliffe
menerima pendidikan dasarnya di dekat rumahnya.[7] Tidak diketahui pasti kapan ia tiba di
Universitas Oxford; yang jelas ia sudah ada di sana sekitar tahun 1345. Ia dipengaruhi oleh Roger
Bacon, Robert Grosseteste, Thomas Bradwardine, William of Ockham (William of Occam), dan
Richard FitzRalph. Wycliffe banyak berhutang budi kepada karya dan pemikiran William of Occam. Ia
menunjukkan minat terhadap ilmu alam dan matematika, tetapi memusatkan diri belajar teologi,
ilmu hukum gereja (Canon law/ecclesiastical law), dan filosofi. Lawan-lawannya mengakui ketajaman
dialektiknya dan tulisan-tulisannya membuktikan bahwa ia mempunyai dasar kuat dalam hukum
Romawi dan Inggris, serta sejarah Inggris.Dalam masa ini terjadi konflik antara perkumpulan
mahasiswa bagian utara (Boreales) dan selatan (Australes) di Oxford. Wycliffe termasuk golongan
Boreales, yang bertendensi anticurial (tidak diatur oleh Paus), sedangkan yang lain curial. Pada masa
itu juga terjadi pemisahan tajam antara Nominalisme dan Realisme. Wycliffe menguasai sebagian
besar teknik yang ada.Wycliffe kemudian menjadi kecewa terhadap teologi akademik pada
zamannya, serta keadaan gereja terutama pemimpin-pemimpinnya. Hal ini semakin kuat dalam
hidupnya, sehingga pada tahun-tahun terakhir hidupnya, ia lebih gigih mengemukakan bahwa
Alkitab merupakan otoritas utama dalam Kekristenan, bahwa kekuasaan Paus tidak mempunyai
dasar sejarah, bahwa kehidupan biara itu telah menjadi rusak tanpa harapan untuk pulih, dan bahwa
kebobrokan moral para pendeta menodai jabatan dan sakramen yang mereka lakukan.

Pada tahun 1371 doktrin-doktrin Wycliffe mengenai kekayaan gereja dianggap cocok bagi
pemerintah sekuler saat itu, sebab gereja sangat kaya dan memiliki kurang lebih sepertiga dari
seluruh tanah di Inggris.[3] Namun demikian, gereja masih menuntut kebebasan pajak dari
pemerintah.[3] Doktrin-doktrin Wycliffe cocok dipakai untuk memaksa para rohaniawan yang segan
membayar, sehingga dengan begitu pemerintah dapat membiayai perang yang mahal melawan
Prancis.[3]Wycliffe menikmati perlindungan John dari Gaunt, adipati Lancaster.[3] Namun, pada
1377 Raja Edward III meninggal dan kekuasaan John dari Gaunt berkurang, sehingga turut
memengaruhi kehidupan Wycliffe juga.[3] Di samping itu, pada 1378 dimulai skisma besar ketika dua
atau lebih paus yang bersaingan dapat diadu satu dengan yang lain.[3] Pemerintah Inggris tidak lagi
memerlukan doktrin Wycliffe untuk mengontrol gerakan gereja.[3] Pada 1378 Wycliffe tidak lagi
diperlukan dalam pemerintahan sehingga bisa kembali pada studinya.[3] Ia mulai mengembangkan
paham yang lebih radikal lagi, sehingga mengakibatkan dirinya diusir dari Universitas Oxford.[3] Ia
mengundurkan diri ke Lutterworth dekat Rugby, tempat ia bertahun-tahun menjadi pastor walaupun
dirinya tidak pernah hadir

Wycliffe meninggal di Lutterworth, karena peradangan otak pada 1384


5.DIETRICH BONHOEFFER

Dietrich Bonhoeffer [ˈdiːtrɪç ˈboːnhœfɐ] ( 4 Februari 1906 – 9 April 1945 ) adalah seorang pendeta
dan teolog Lutheran Jerman dan seorang anggota dalam gerakan perlawanan Jerman terhadap
Nazisme. Ia terlibat dalam sebuah komplotan yang dirancang oleh anggota-anggota Abwehr (Kantor
Intelijen Militer Jerman) untuk membunuh Adolf Hitler. Ia ditangkap pada bulan Maret 1943, ditahan
dan akhirnya digantung, tak lama sebelum berakhirnya Perang Dunia II di Eropa.Bonhoeffer
dilahirkan di Breslau, Jerman (kini Wrocław Polandia ) dalam sebuah keluarga profesional menengah
ke atas. Ia dan saudara perempuannya Sabine adalah kembar dan anak keenam dan ketujuh dari 8
bersaudara. Kakak lelakinya, Walter terbunuh pada Perang Dunia I. Saudara perempuannya menikah
dengan Hans von Dohnanyi dan menjadi ibu dari dirigen Christoph von Dohnanyi serta bekas wali
kota Hamburg Klaus von Dohnanyi. Ayahnya, Karl Bonhoeffer adalah seorang psikiater terkemuka
Jerman di Berlin; ibunya, Paula mendidik di rumah semua anaknya. Meskipun Dietrich mulanya
diharapkan akan mengikuti jejak ayahnya dalam bidang psikologi, sejak masa muda ia telah
memutuskan untuk menjadi seorang pendeta. Kedua orangtuanya mendukung keputusannya. Ia
belajar di sekolah tinggi di Tübingen dan kemudian ia memperoleh gelar doktornya dalam teologi
dari Universitas Berlin. Karena Dietrich pada waktu itu baru berusia 24 tahun, ia tidak dapat
ditahbiskan [menurut aturan gerejanya, ia harus berusia minimal 25 tahun untuk ditahbiskan].
Namun, hal ini memberikan Dietrich kesempatan untuk pergi ke luar negeri. Ia kemudian tinggal
selama setahun di luar negeri untuk belajar di program pasca-sarjana di Seminari Teologi Union.
Pada masa itu, ia sering kali berkunjung ke Gereja Baptis Abisinia di Harlem dan di situ ia berkenalan
dengan bentuk musik yang disebut oleh para etnomusikolog musik spiritual orang-orang Afrika-
Amerika. Ia mengumpulkan banyak sekali koleksi musik jenis ini yang kemudian dibawanya kembali
ke Jerman.Bonhoeffer kembali ke Jerman pada 1931, dan di sana ia mengajar teologi di Berlin serta
menulis beberapa buku. Sebagai seorang penentang Nazisme yang keras, ia terlibat, bersama-sama
dengan Martin Niemöller, Karl Barth dan lain-lainnya, dalam membentuk "Gereja yang Mengaku".
Antara akhir tahun 1933 sampai 1935, ia melayani sebagai pendeta dari dua gereja Protestan
berbahasa Jerman di London, St. Paul dan Sydenham. Ia kembali ke Jerman untuk memimpin sebuah
seminari yang ilegal untuk para pendeta "Gereja yang Mengaku", mula-mula di Finkenwalde dan
kemudian di daerah von Blumenthal dari Gross Schlönwitz yang ditutup ketika perang meletus.
Gestapo juga melarangnya berkhotbah, lalu mengajar, dan akhirnya ia dilarang untuk berbicara di
depan umum dalam bentuk apapun. Pada masa ini Bonhoeffer bekerja sama dekat sekali dengan
banyak musuh Adolf Hitler.Pada Perang Dunia II Bonhoeffer memainkan peranan penting dalam
memimpin Gereja yang Mengaku yang menentang kebijakan-kebijakan anti-Semitik Adolf Hitler.
Bonhoeffer adalah salah seorang yang menyerukan perlawanan gereja yang lebih luas terhadap
perlakuan Hitler terhadap orang-orang Yahudi. Sementara Gereja yang Mengaku tidak besar, Gereja
ini merupakan sumber perlawanan Kristus utama terhadap pemerintahan Nazi di Jerman.Pada 1939,
Bonhoeffer bergabung dengan sebuah kelompok gelap yang terdiri dari sejumlah perwira militer
berpangkat tinggi yang berbasis di Abwehr atau Kantor Intelijen Militer, yang ingin menggulingkan
rezim Sosialis Nasional dengan membunuh. Bonhoeffer ditangkap pada April 1943 setelah uang yang
digunakan untuk menolong orang-orang Yahudi melarikan diri ke Swiss berhasil ditelusiri kepadanya.
Ia dituduh berkomplot dan dipenjarakan di Berlin selama satu setengah tahun. Setelah gagalnya
"Rencana 20 Juli", yaitu upaya pembunuhan Hitler, pada tahun 1944, hubungan Bonhoeffer dengan
para anggota komplotan itu terbongkar. Ia dipindahkan ke serangkaian penjara dan kamp
konsentrasi dan berakhir di Flossenburg. Di sini, ia dihukum mati dengan digantung pada fajar
tanggal 9 April 1945 hanya tiga minggu sebelum pembebasan kota itu. Juga digantung karena
peranan mereka dalam komplotan itu saudaranya, Klaus, serta iparnya, Hans von Dohnanyi, dan pula
Rüdiger Schleicher.
RANGKUMAN

Ayat bacaan: Matius 5:11-12

"Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala
yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga."

Apa yang menjadi motivasi atau alasan seseorang untuk menjadi pengikut Kristus? Sejauh yang saya
dengar atau amati, ternyata alasannya bisa macam-macam. Ada banyak orang yang memilih untuk
menjadi seorang Kristen agar terbebas dari masalah, terhindar dari kebangkrutan, sembuh dari sakit
dan berbagai bentuk keuntungan lainnya. Kalau bukan soal bangkrut, minimal kepingin usahanya
diberkati, Kalau bukan lagi ada masalah, minimal supaya hidup jangan lagi ada masalah. Ingin dapat
'berkat' melimpah atau permintaan-permintaan lainnya. Benar, Tuhan menyediakan itu semua
kepada kita seperti yang sudah Dia janjikan. Dia lebih dari sanggup untuk itu. Dan apa yang Tuhan
ingin berikan bukannya seadanya atau ala kadarnya, tapi secara melimpah. Sekali lagi, itu benar. Tapi
sesungguhnya kekristenan bukanlah hanya berbicara mengenai berkat-berkat materi dan jasmani
saja. Akan hal ini, sebenarnya Firman Tuhan sudah dengan jelas mengingatkan kita supaya tidak
keliru. "Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai
sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus." (Roma 14:17).Kerajaan Allah bukan cuma secara sempit
berbicara mengenai berkat-berkat melimpah seperti yang dikejar orang-orang dunia di tempat yang
fana ini, tapi lebih luas lagi berbicara mengenai keselamatan, kebenaran yang memerdekakan, damai
sejahtera dan sukacita yang telah diberikan oleh Roh Kudus. Terlalu picik jika kita menganggap
bahwa menjadi seorang kristen hanya berarti menerima berkat semata tanpa mau menderita apa-
apa. Tidaklah heran kalau ada begitu banyak orang Kristen yang kecewa saat tidak mendapat seperti
yang mereka inginkan. Itu karena mereka belum atau tidak memahami secara benar apa hakekatnya
mengikut Kristus.Kalau banyak orang mengejar berbagai bentuk berkat, apa yang tertulis dalam
Ibrani 11 bisa jadi terlihat sangat menakutkan. Setelah menuliskan tentang saksi-saksi iman, Penulis
Ibrani kemudian menyinggung orang-orang yang menderita aniaya dan siksaan di luar batas
perikemanusiaan demi Kristus. "Ada pula yang diejek dan didera, bahkan yang dibelenggu dan
dipenjarakan. Mereka dilempari, digergaji, dibunuh dengan pedang; mereka mengembara dengan
berpakaian kulit domba dan kulit kambing sambil menderita kekurangan, kesesakan dan siksaan."
(Ibrani 11:36-37). Berbagai siksaan yang mengerikan tentu bukan gambaran yang baik untuk dialami
oleh orang beriman bukan? Tapi lihatlah bahwa mereka ternyata dengan rela hati menerima hal itu.
Mereka bisa terus mempertahankan iman mereka meski resikonya adalah penderitaan luar biasa
yang dilakukan dengan sangat sadis diluar batas.Itulah yang gambaran para pengikut Kristus mula-
mula. Apa yang mereka alami sama sekali jauh dari kenyamanan dan kemudahan seperti yang
banyak diharapkan orang hari ini. Ketika mereka memutuskan untuk menerima Yesus, itu artinya
mereka harus siap untuk sewaktu-waktu ditangkap, dianiaya dan disiksa dengan tidak
berperikemanusiaan sampai mati. Bahkan dikatakan demikian di ayat selanjutnya: "Dan mereka
semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, sekalipun iman mereka telah memberikan kepada
mereka suatu kesaksian yang baik." (ay 39). Itu bukanlah sesuatu yang ada di benak kebanyakan
orang ketika menerima Yesus bukan? Tapi para pengikut Kristus di masa itu tahu konsekuensinya.
Bukan berkat jasmani yang mereka cari di dunia yang fana ini, tapi keselamatan yang kekal. Mereka
tetap teguh terhadap iman mereka apapun resikonya. Paulus mengalami hal tersebut juga. Ketika ia
masih bernama Saulus, semua orang takut padanya. Dan ia pun termasuk sosok yang kerap
menyiksa umat Kristen. Tetapi setelah ia bertobat, hidupnya bukan semakin baik kalau melihat
ukuran standar manusia. Alih-alih jadi semakin kaya dengan segala fasilitas dan kemudahan, ia
malah kerap mengalami penyiksaan, dirajam, disesah, dipenjara dan harus mati sebagai martir. Tapi
itu tidak menyurutkan langkah Paulus dan para saksi iman yang harus rela mengakhiri hidupnya
sebagai martir bagi Kristus.Hari-hari ini kita masih mendengar tentang umat Kristen yang dianiaya
bahkan dibunuh karena mempertahankan iman di berbagai belahan dunia. Mungkin diantara kita
pun pernah mengalami sendiri bagaimana sulitnya untuk diperlakukan secara adil dan baik sebagai
pengikut Kristus, tapi mungkin sebagian besar dari kita belum sampai mengalami aniaya atau
penyiksaan di luar batas kemanusiaan hingga mati seperti yang dialami oleh apa yang disebut dalam
Ibrani sebagai "mereka" seperti yang kita baca di atas.Saya pun berpikir, seandainya hal tersebut
harus kita alami, apa yang akan menjadi keputusan kita? Akankah kita menyerah dan meninggalkan
iman kita atau kita terus bertahan seperti para saksi iman di atas hingga akhir? Saya berharap agar
saya bisa bersikap seperti Paulus yang mengatakan "selain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari
kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan
nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang
ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah."
(Kisah Para Rasul 20:23-24). Dalam bahasa Inggris kata "mencapai garis akhir" itu dikatakan sebagai
"finish my course with joy", alias mencapai garis akhir dengan sukacita. Karena bukan apa yang ada
di atas bumi ini yang harus kita pikirkan, namun sukacita kekal bersama Allah nanti, itulah yang harus
menjadi tujuan kita. Paulus pada akhirnya sanggup berkata: "Aku telah mengakhiri pertandingan
yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman." (2 Timotius 4:7) Semoga
kita semua bisa mengakhiri pertandingan dengan iman yang tetap terpelihara baik apapun
resikonya.Yesus mengatakan "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan
dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena
upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." (Matius
5:9-11). Apapun yang menghadang di depan kita, apapun tawarannya, apapun resikonya, apapun
alasannya, jangan sampai kita meninggalkan iman kita.Terus memelihara iman ketika kita
memperoleh berkat tentu mudah, tetapi sanggupkah kita memiliki sikap yang sama ketika
menghadapi ancaman dan penderitaan? Apakah kita sudah menjalani hidup dengan iman yang
teguh seperti mereka? Ada mahkota kehidupan menanti di depan sana. Semoga kita semua mampu
terus berlari hingga mencapai garis akhir yang penuh kemenangan dan berkata seperti Paulus: "aku
telah mencapai garis akhir dan telah memelihara iman."

"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya
Kerajaan Sorga." (Matius 5:10)

Anda mungkin juga menyukai