Anda di halaman 1dari 3

AKU DATANG UNTUK MELEMPARKAN API KE BUMI

AKU DATANG UNTUK MELEMPARKAN API KE BUMI


(Bacaan Injil Misa Kudus, Hari Biasa Pekan Biasa XXIX – Kamis, 20 Oktober 2016)

“Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan


betapa Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus dibaptis dengan suatu baptisan, dan
betapa susah hati-Ku, sebelum hal itu terlaksana! Kamu menyangka bahwa Aku datang untuk
membawa damai di atas bumi? Bukan, kata-Ku kepadamu, bukan damai, melainkan
pertentangan. Karena mulai sekarang akan ada pertentangan antara lima orang di dalam satu
rumah, tiga melawan dua dan dua melawan tiga. Mereka akan saling bertentangan, ayah
melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya
perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya
perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya.” (Luk 12:49-53)
Bacaan Pertama: Ef 3:14-21; Mazmur Tanggapan: Mzm 33:1-2,4-5,11-12,18-19
Selagi Yesus dengan penuh keyakinan melakukan perjalanan menuju kematian-Nya di
Yerusalem, Ia berbicara mengenai “melemparkan api ke bumi”. Dalam pengertian alkitabiah, api
dimaknai sebagai “pemurnian dan penghakiman”; membersihkan dan menyiapkan kita untuk
membalikkan hati kita sepenuhnya kepada Allah dalam kasih. Api yang dimaksudkan Yesus
adalah api yang sama seperti yang dijanjikan oleh Yohanes Pembaptis, ketika dia berkata: “Aku
membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa daripada aku akan datang dan
membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan
dengan api” (Luk 3:16). Gambaran Roh Kudus dan api mengindikasikan bahwa apabila kita
mengikuti Allah, maka kita dapat mengharapkan untuk mengalami pembersihan dan
penghakiman. Hal ini menyangkut perjuangan, penderitaan, dan bahkan pengejaran serta
penganiayaan atas diri mereka yang mencari Allah.
Sepanjang sejarah Gereja, ada banyak sekali orang, baik perempuan maupun laki-laki yang –
karena iman-kepercayaan mereka kepada Yesus Kristus – mengalami penderitaan, malah sampai
kepada kematian. Seorang tokoh awam yang patut dicontoh adalah Thomas More. Sebagai
seorang anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus di negeri Inggris, Thomas More adalah tanda-
lawan pada zamannya. Kehidupan-saleh yang dijalaninya, kesetiaannya kepada Gereja yang tak
tergoyahkan; dan semuanya itu dibayar dengan darahnya sendiri. Kehidupannya seharusnya
menjadi teladan bagi para awam Kristiani yang berkiprah di dunia sosial-politik. Ia adalah putera
dari seorang ksatria dan sejak kecil sudah hidup saleh.

ST. THOMAS MORE OFS [1478-1535]


Karir Thomas More sebagai negarawan dimulai pada tahun 1510, karir ini terus menanjak
dengan pesat sampai mencapai puncaknya pada tahun 1529 ketika dia diangkat menjadi Lord
High Chancellor menggantikan Kardinal Wolsey. Meskipun sudah menjadi pejabat negara
puncak, dia masih menjalankan hidup rohaninya seperti sediakala. Sementara itu raja Henry VIII
sudah merasa bosan dengan permaisurinya yang sah (Katarina dari Aragon) dan dia berahi pada
salah seorang dayang-dayang di istana (sudah menikah) yang bernama Anna Boleyn dan ingin
menikahinya. Henry VIII sudah mencoba mendapatkan izin dari Sri Paus agar dia boleh
menceraikan permaisurinya dan menikah dengan Anna Boleyn. Sri Paus tidak setuju. Takhta Suci
dengan benar menghukum Henry VIII itu, namun sang raja malah memperburuk hubungannya
dengan Takhta Suci dan mengangkat dirinya menjadi kepala dari Church of England (Gereja
Inggris = Anglikan). Persetujuan atas undang-undang yang mengatur pengangkatan raja sebagai
kepala Gereja Inggris dimungkinkan karena parlemen yang lemah. Para uskup dan imam harus
mengangkat sumpah untuk mengakui sang raja sebagai atasan mereka. Siapa saja yang tidak
setuju dengan keputusan raja ini akan dihukum mati. Orang pertama yang menentang raja
adalah pejabat tinggi negara yang selama ini sangat setia kepada raja, Thomas More.
Thomas More yakin dan percaya, bahwa tidak seorang pun pemimpin negara yang dapat
mempunyai yurisdiksi atas Gereja Kristus. Hal inilah yang menjadi “biaya kemuridan” bagi
dirinya dalam mengikuti jejak sang Guru, Yesus Kristus. Meskipun berhadapan dengan raja
sebagai penguasa tertinggi negeri Inggris yang juga menguasai parlemen yang lemah, sebagai
pejabat tinggi negara Thomas More dengan gigih menolak memberi persetujuannya atas
perceraian raja Henry VIII. Ia juga tidak mau mengakui Henry VIII sebagai kepala Gereja Inggris
yang memutuskan hubungan dengan Takhta Suci di Roma dan menolak Sri Paus sebagai
pemimpin Gereja, padahal banyak sekali uskup dan imam memberi persetujuan mereka ……
karena takut mati. Dia setia kepada Kristus lewat kesetiaannya kepada Gereja (lihat Ef 5:25 dsj).
Thomas More tidak mau mundur sedikit pun dalam kesetiaannya kepada Kristus; sikap dan
perilaku ini membawanya ke dalam kegelapan ruang penjara dan akhirnya kematian. Thomas
More adalah contoh dari seseorang yang memperkenankan api Kristus membakar dirinya.
Seorang saksi (martir) Kristus yang sejati!
DOA: Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk mengasihi-Mu dengan benar, dan untuk berani
menyingkirkan segala hasratku akan kenyamanan dan kenikmatan dunia, serta hasrat agar
selalu dapat diterima oleh orang-orang lain walaupun dengan mengorbankan prinsip-prinsip
kebenaran iman. Ajarlah aku juga untuk dapat tetap sabar dan penuh sukacita dalam
menghadapi berbagai tentangan, tantangan dan serangan dari siapa saja yang tidak menyukai
aku oleh karena Engkau-lah yang aku imani, sebagai Tuhan dan Juruselamat-ku. Buatlah agar
aku dapat berjuang dengan tekun dan berani selagi turut mengambil bagian dalam menegakkan
kerajaan-Mu di dunia ini. Amin.
Catatan: Untuk mendalami Bacaan Injil hari ini (Luk 12:49-53), bacalah tulisan yang berjudul
“BUKAN DAMAI, MELAINKAN PERTENTANGAN” (bacaan tanggal 20-10-16) dalam situs/blog
SANG SABDA http://sangsabda.wordpress.com; kategori: 16-10 BACAAN HARIAN OKTOBER
2016.
(Tulisan ini bersumberkan sebuah tulisan saya di tahun 2009)
Cilandak, 19 Oktober 2016
Sdr. F.X. Indrapradja, OFS

Anda mungkin juga menyukai