Anda di halaman 1dari 5

John Milton

"Tujuan dari segala pembelajaran adalah untuk mengenal Allah, dan hasil dari pengetahuan itu
adalah untuk mengasihi dan meniru Dia." (John Milton)

Penyair dan Pengarang Esai Inggris

Penyair Inggris, John Milton, adalah seorang pembela kebebasan. Sebagai seorang Protestan, dia
percaya bahwa setiap pembaca Alkitab harus menafsirkannya juga. Dia sangat terkenal dengan syair
kepahlawanannya (puisi panjang tentang pahlawan legendaris) yang berjudul Paradise Lost, serta
oleh pembelaannya atas terbitan yang tidak disensor (tidak diperiksa apakah isinya bisa
membahayakan).

Latar Belakang dan Pendidikan

John Milton lahir pada 9 Desember 1608, di London, Inggris. Ayah dari sang calon penyair ini, yaitu
John Milton, Sr., adalah seorang notaris (orang yang membuat akta dan surat wasiat). Sekitar tahun
1600, dia menikah dengan Sara Jeffrey, putri dari seorang pengusaha pakaian yang kaya. Tiga anak
mereka yang bertahan hidup: Anne, John, dan Christopher.

Milton ketika masih muda.

Milton kecil terkenal dengan kesungguhannya pada studinya dan ketertarikannya pada puisi sejak
awal. Dari ayahnya, yang merupakan seorang komposer amatir (penulis lagu), John muda
mengembangkan kecintaan akan musik, yang kemudian tersebar melalui puisinya. Setelah mengikuti
pelajaran privat, dia masuk ke St. Paul’s School pada 1620-an. Terdaftar di Christ’s College pada usia
lima belas tahun, dia ingin menjadi seorang imam di Church of England. Karena perselisihan dengan
guru pribadinya, dia diskors (dikeluarkan untuk sementara) pada 1626. Kembali ke Cambridge sekitar
April 1626, Milton didaftarkan pada guru pribadi lain dan melanjutkan pelajaran logika, etika, bahasa
Yunani, bahasa Latin, dan bahasa Ibrani. Dia mengarang puisi dan epigram dalam bahasa Latin
(epigram adalah syair pendek yang mengandung gagasan atau peristiwa yang biasanya diakhiri
dengan lompatan pemikiran yang menarik).

Pada 1628, Milton menulis puisi besar bahasa Inggrisnya yang pertama, On the Death of a Fair
Infant, Dying of the Cough, tentang kematian bayi saudara perempuannya. Setahun kemudian, dia
menulis On the Morning of Christ's Nativity, merayakan kekuatan kasih ilahi yang menyatukan.

Milton, dalam salah satu orasinya (pidato) di kampus, mendobrak kebiasaan berorasi yang dilakukan
dalam bahasa Latin, dengan membacakan syair bahasa Inggris, diawali dengan kalimat Hail native
language (agunglah bahasa ibu). Sejak saat itu, sesekali dia menulis syair dalam bahasa Latin dan
serangkaian soneta (puisi yang terdiri dari empat belas bait dengan pola rima/sajak yang khusus)
dalam bahasa Italia, tetapi dia semakin banyak mengarang dalam bahasa Inggris.

Usia Tiga Puluhan yang Penuh Anugerah

Setelah menerima gelar sarjana untuk seni dan gelar master untuk seni pada 1629 dan 1632, Milton
tinggal di rumah keluarganya di pinggiran kota di Hammersmith, Inggris, dan kemudian di tanah milik
mereka di Horton, Buckinghamshire, Inggris. Dia melanjutkan studi teologi, sejarah, matematika, dan
sastra, dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan budaya di London dan negeri itu. Pada waktu
inilah, dia menulis soneta, sajak, dan A Mask (lebih dikenal dengan Comus; perpaduan antara lagu,
tarian, pertunjukan arak-arakan kebesaran, dan puisi).

Tahun-Tahun yang Kritis, 1640 -- 1660

Dengan menulis prosa, Milton mendapat kesempatan untuk melayani Allah dan negaranya. Terjadi
perang sipil di Inggris yang berlangsung dari 1642 sampai 1648. Raja Charles I (1600 -- 1649), yang
adalah seorang Katolik, ditentang oleh sejumlah besar warga negaranya, yang merupakan orang-
orang Protestan Puritan. Raja Charles kalah dan dibunuh. Pada 1641 dan 1642, Milton
mengeluarkan traktat (selebaran) yang menentang kontrol atas agama yang dilakukan oleh para
biarawan Katolik. Dia merasa bahwa kekuasaan mereka didasarkan pada tradisi buatan manusia,
kepentingan diri sendiri, dan kombinasi dari ketidakpedulian, takhayul, dan tipuan terencana.
Milton di tengah-tengah para penyalin dan penerjemah karyanya.

Pada 1644, karya Milton yang berjudul Of Educationmembahas jenis lain dari kebebasan dalam
negeri: bagaimana mengembangkan disiplin, pemakaian rasio, budaya yang luas, kemampuan
menyeluruh, dan kemandirian dalam menilai di sekolah-sekolah anak laki-laki. Pada tahun yang
sama, Areopagitica, pembelaannya terhadap hak manusia untuk berbicara dan berdiskusi dengan
bebas, dipandang sebagai alat terbaik untuk mengedepankan kebenaran. Ketika perang sipil
berakhir, Milton berbalik mengutuk tirani kerajaan (penyalahgunaan kekuasaan). The Tenure of
Kings and Magistrates (1649) menyuarakan bahwa manusia memiliki hak alami untuk bebas dan
bahwa perjanjian yang mereka buat dengan para penguasa adalah bersifat sukarela dan bisa
dihentikan. Segera setelah itu dipublikasikan, Milton memulai karier sebagai sekretaris pemerintah
yang bekerja sukarela untuk bahasa asing selama satu dekade. Tugas utamanya adalah
menerjemahkan surat-surat negara ke dalam bahasa Latin. Meski demikian, selama beberapa tahun,
Milton telah mulai kehilangan penglihatannya, dan pada awal 1652, dia mengalami kebutaan total.

Milton menikah dengan Mary Powell pada Mei 1642. Pada 1656, empat tahun setelah kematian
istrinya yang pertama, Milton menikah dengan Kathrine Woodcock. Dua tahun kemudian, dia
meninggal setelah melahirkan seorang anak, dan Milton mengenang dia dalam sebuah soneta, To
My Late Departed Saint. Pada 1663, dia menikah dengan Elizabeth Minshell.

Milton tetap berjuang secara kesatria meskipun ditimpa kemalangan. Selama krisis, sebelum
pemulihan kerajaan, dia menulis beberapa traktat. Dalam A Treatise of Civil Power (1659), dia
kembali mendesak adanya toleransi dan pemisahan antara gereja dan negara. Ready and Easy
Way (1660) memberikan pendapat untuk terpeliharanya suatu pemerintahan republik tempat warga
negaranya memegang kekuasaan dan memiliki suara untuk memilih para pejabat sebagai wakil
mereka dalam pemerintahan.

Kemenangan dalam Kekalahan

Ketika Charles II, putra Charles I yang dibunuh, naik takhta pada 1660, Milton berada dalam bahaya
karena mendukung penggulingan kerajaan. Milton ditekan dan dipenjara, beberapa bukunya juga
dibakar. Akan tetapi, dia dimasukkan dalam daftar orang yang mendapatkan pengampunan umum.
Paradise Lost

Syair kepahlawanan Paradise Lost, yang diterbitkan pada 1667, terinspirasi dari kisah di Alkitab
tentang penciptaan, kejatuhan Adam dan Hawa, pemberontakan Iblis melawan Allah, dan Iblis yang
dibuang keluar dari surga. Di dalamnya, Milton berusaha menyampaikan beberapa pemahaman
akan hikmat dan pemeliharaan Allah, tetapi tidak memaksudkannya untuk diterima secara
harfiah. Paradise Lost secara umum dianggap suatu puisi syair kepahlawanan terhebat dalam bahasa
Inggris. Pada 1671, sekuelnya, Paradise Regained, muncul dalam satu volume dengan Samson
Agonistes. Paradise Regained berbicara tentang penolakan Yesus terhadap godaan Iblis. Gagasan
utamanya adalah bahwa pahlawan sejati menang bukan dengan paksaan, melainkan melalui
kerendahan hati dan iman dalam Allah. Samson Agonistesmengangkat tema godaan dengan
mendramatisasi bagaimana seorang pria Ibrani yang gagah perkasa dikalahkan oleh gairah dan
kepentingan diri yang tidak tulus.

Pada 1673, Milton kembali melakukan kontroversi publik (membuka perdebatan) dengan tulisan Of
True Religion, pembelaan singkat tentang Protestanisme. Sebelum kematiannya, dia berencana
untuk menerbitkan tulisan-tulisannya secara anumerta (setelah kematian), catatan/dokumentasi
pemerintah bahasa Latinnya (1676) dan sejarah singkat tentang Moscovia (1682). Pada 1694,
keponakannya, Edward Phillips, menerbitkan kisah hidup pamannya dengan terjemahan bahasa
Inggris dari arsip-arsip negara.
Pada awal abad ke-20, naskah bahasa Latin Milton berjudul Christian Doctrineditemukan dan
diterjemahkan (1825). Di situ, dia secara sistematis membebaskan Kitab Suci dari kesalahan tafsir
dengan mencari tahu apa yang dikatakan sendiri oleh Alkitab tentang hal-hal, seperti: takdir,
malaikat, dan iman.

Reputasi dan Pengaruh

Milton memengaruhi banyak penulis. Sejumlah orang mengagumi karyanya dan memakainya
sebagai dasar tulisan mereka sendiri, misalnya John Dryden (1631 -- 1700). Yang lain, termasuk
Alexander Pope (1688 -- 1744), membuat lelucon tentang itu. Yang lainnya lagi, seperti Samuel
Johnson (1709 -- 1784), mengakui kelayakan karya Milton, tetapi tidak setuju dengan pandangan
religius dan politiknya.

Pada umumnya, para penyair abad ke-18 memujinya karena dia memiliki nilai spiritual, intelektual,
dan moral yang luar biasa. William Blake (1757 -- 1827) dan Percy Bysshe Shelley (1792 -- 1822)
memuji tokoh Satan sebagai pemberontak yang romantis. Samuel Taylor Coleridge (1772 -- 1834)
memuji kedalaman dan keterampilan seniman Milton. Pada 1920-an, T.S. Eliot (1888 -- 1965)
mengkritik sajak-sajak Milton, terutama karena pengaruhnya. Namun, sejak sekitar 1930, Milton
kembali disanjung karena karya-karyanya.

Anda mungkin juga menyukai