Disusun Oleh :
Diannisa’ Hanifah Az-Zahra
19025010046
Golongan B1
Dosen Pengampu:
Ir. Didik Utomo Pribadi, MP.
1,41 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,41 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
2) Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Kaba
1,50 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,50 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
3) Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Tanggamus
1,84 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,84 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
4) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Argomulyo
2,17 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,17 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
5) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Kaba
1,08
2,14 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,14 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
6) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Tanggamus
1,95 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,95 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
7) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Argomulyo
(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,98 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
8) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Kaba
(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,89 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
9) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Tanggamus
(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,18 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
10) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Argomulyo
2,10 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,10 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
11) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Kaba
2,21 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,21 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
12) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Tanggamus
1,96 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,96 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
4.2 Pembahasan
Pola tanam merupakan sistem penanaman dalam sebidang lahan dengan
menyusun tata letak dan urutan tanaman dalam periode waktu tertentu. Basuki
(2013) mengungkapkan pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan
pola tanam polikultur. Monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan
pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Sedangkan
polikultur atau tumpangsari adalah bentuk pola tanam yang membudidayakan
lebih dari satu jenis tanaman dalam satuan waktu tertentu, dan tumpangsari ini
merupakan suatu upaya dari program intensifikasi pertanian dengan tujuan untuk
memperoleh hasil produksi yang optimal, dan menjaga kesuburan tanah.
Nurrachman dkk. (2021) mengungkapkan sistem pola tanam tumpangsari
bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan sempit, hara, air, dan sinar
matahari, serta meningkatkan produktivitas pertanian, dan meningkatkan jumlah
pendapatan. Budidaya polikultur perlu memperhatikan aspek kompetisi tanaman,
baik antar spesies maupun intra spesies dengan melakukan jarak tanam yang tepat
agar tidak terjadi persaingan antar tanaman. Menurut Hartawan dan Hariadi
(2019) pengukuran peubah populasi tanaman per hektar, pertumbuhan tanaman,
serta nisbah kesetaraan lahan dapat digunakan untuk menentukan baik buruknya
pelaksanaan budidaya polikultur.
Peningkatan produktivitas lahan pada pola tanam polikultur dapat dihitung
dengan NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah
cara menilai keuntungan dari menyatukan penanaman dua tanaman atau lebih
secara bersamaan (tumpangsari), dengan membandingkan sistem tanam
monokultur dan tumpangsari. Sistem tumpang sari akan lebih menguntungkan jika
NKL lebih dari 1, apabila nilai NKL sama dengan 1 menunjukkan bahwa pola
tanam sistem tumpang sari dan sistem tunggal memberikan keuntungan yang
sama (Nasamsir dan Usman, 2018). Pinem dkk. (2011) mengungkapkan
ditumpangsarikan. Tanaman yang saling menguntungkan maka nilai NKL didapat
lebih dari satu. Apabila salah satu spesies tanaman tertekan (tidak saling
menguntungkan) maka nilai NKL kurang dari satu. Hasil perhitungan nilai NKL
itu sendiri digolongkan menjadi beberapa kriteria. NKL>1 artinya sistem
tumpangsari menguntungkan, NKL=1 artinya sistem tumpangsari sama dengan
monokultur, dan NKL≤1 artinya sistem tumpangsari tidak menguntungkan.
Penghitungan Nisbah Kesetaraan Lahan digunakan dalam membandingkan
jumlah nisbah tanaman antara tanaman tumpangsari dan motokultur dengan
pengelolaan yang sama untuk mengatahui besarnya keuntungan. Berdasarkan data
yang diperoleh dari jurnal komoditas yang digunakan dalam lahan pertanian
tersebut menanam tanaman tebu dan kedelai. Pada jurnal tersebut pola tanam
sistem tumpangsari dan monokultur dilakukan penghitungan hasil produksi dari
tanaman tebu dan kedelai. Pola tanam tumpangsari yang ditanam dilakukan
dengan 12 perlakuan dengan varietas yang berbeda yaitu T1 (Tumpangsari
Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Argomulyo), T2 (Tumpangsari Tanaman
Tebu PSJK 922 dan Kedelai Kaba), T3 (Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922
dan Kedelai Tanggamus), T4 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai
Argomulyo), T5 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Kaba), T6
(Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Tanggamus), T7 (Tumpangsari
Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Argomulyo), T8 (Tumpangsari Tanaman
Tebu PS 881 dan Kedelai Kaba), T9 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan
Kedelai Tanggamus), T10 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai
Argomulyo), T11 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Kaba),
serta T12 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Tanggamus).
Perhitungan ini dilakukan menggunakan rumus NKL untuk mengetahui potensi
hasil keuntungan produktivitas lahan yang dipolikulturkan.
Hasil penghitungan NKL (Nilai Kesetaraan Lahan) menunjukkan bahwa
pada nilai kesetaraan lahan setiap perlakuan yaitu T1 = 1,41, T2 = 1,50, T3 =
1,84, T4 = 2,17, T5 = 2,14, T6 = 1,95, T7 = 1,98, T8 = 1,89, T9 = 2,18, T10 =
2,10, T11 = 2,21, dan T12 = 1,96. Dari hasil penghitungan tersebut secara
keseluruhan, NKL antara tanaman tebu dan kedelai dari perlakuan tumpangsari 1
hingga perlakuan tumpangsari 12 seluruhnya mempunyai nilai lebih besar dari 1
sehingga menunjukkan bahwa seluruh pola tanam tumpangsari yang dilakukan
lebih efisien, produktif, menguntungkan dibandingkan dengan monokultur. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nasamsir dan Irman (2018) yang menyatakan bahwa
nilai rata-rata NKL yang besar dari 1 menggambarkan bahwa pertanaman
campuran menguntungkan jika ditanam secara tumpang sari dibanding
pertanaman tunggal pada luas lahan yang sama. Hasil penelitian menunjukkan
NKL tertinggi sebesar 2,21 pada perlakuan VMC 76-16+Kaba. Rifai dkk. (2014)
mengungkapkan produksi kedelai yang ditanam secara tumpangsari tebu dan
kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur
sehingga menghasilkan NKL yang tinggi pula. NKL terendah sebesar 1,41 adalah
tumpang sari PSJK 922+Argomulyo. Meskipun tumpangsari PSJK
922+Argomulyo memiliki nilai NKL terendah dibandingkan sitem tumpangsari
lainnya, namun tumpangsari ini tetap menguntungkan dibanding monokultur
karena memiliki NKL > 1. Semakin lebih besar dari 1 pada NKL maka semakin
menguntungkan tumpangsari tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum pola tanam materi nilai
nisbah kesetaraan lahan yaitu:
1. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah cara menilai keuntungan dari
menyatukan penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan
(tumpangsari), dengan membandingkan sistem tanam monokultur dan
tumpangsari.
2. Hasil penghitungan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) tanaman tebu dan
kedelai menunjukkan pada yaitu pelakuan T1 menghasilkan nilai sebesar
1,41; T2 menghasilkan nilai sebesar 1,50; T3 menghasilkan nilai sebesar
1,84; T4 menghasilkan nilai sebesar 2,17; T5 menghasilkan nilai sebesar
2,14; T6 menghasilkan nilai sebesar 1,95; T7 menghasilkan nilai sebesar
1,98; T8 menghasilkan nilai sebesar 1,89; T9 menghasilkan nilai sebesar
2,18; T10 menghasilkan nilai sebesar 2,10; T11 menghasilkan nilai
sebesar 2,21; dan T12 menghasilkan nilai = 1,96.
3. Nilai NKL pada pola tanam tumpangsari mulai dari perlakuan T1 hingga
T2 menunjukkan nilai NKL > 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa
seluruh pola tanam tumpangsari tebu dan kedelai yang dilakukan lebih
efisien, produktif, menguntungkan dibandingkan dengan monokultur.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, E., dan Rifin, A. 2017. Analisis Usahatani Kakao pada Dua Pola Tanam
Polikultur. In Forum Agribisnis: Agribusiness Forum, 7(2): 173-190.
Hartawan, R., dan Hariadi, F. 2019. Nisbah Kesetaraan Lahan Polikultur Pinang
(Areca catechu L.) dengan Kelapa Dalam (Cocos nucifera L.) dan Pinang
dengan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Jurnal Media Pertanian,
4(1): 8-18.
Nasamsir, N., dan Irman, I. 2018. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pinang
dan Kelapa Sistem Tumpang Sari. Jurnal Media Pertanian, 3(1): 1-9.
Nasamsir, N., dan Usman, U. 2019. Polikultur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
quineensis Jacq.) dengan Tanaman Jelutung (Dyera polyphylla). Jurnal
Media Pertanian, 4(2): 52-58.
Pinem, T., Syarif, Z., dan Chaniago, I. 2011. Studi Waktu Penanaman dan
Populasi Kacang Tanah terhadap Produksi Kacang Tanah dan Jagung
pada Pola Tanam Kacang Tanah dan Jagung. Jurnal Jerami, 4(2): 102-
108.
Rifai, A., Basuki, S., dan Utomo, B. 2014. Nilai Kesetaraan Lahan Budidaya
Tumpang Sari Tanaman Tebu dengan Kedelai: Studi Kasus di Desa
Karangharjo, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang. Widyariset,
17(1): 59-69.
Santoso, A. B., Kaihatu, S., dan Waas, E. 2021. Analisis Kelayakan Finansial Pola
Tanam Berbasis Padi Gogo di Maluku. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 26(2): 192-200.
Syafruddin, S., Padang, I. S., dan Saidah, S. 2015. Perbaikan Pola Tanam Palawija
pada Lahan Kering di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi
Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 18(3): 263-272.
Syahputra, N., Mawardati, M., dan Suryadi, S. 2017. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Petani Memilih Pola Tanam pada Tanaman Perkebunan
di Desa Paya Palas Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh
Timur. Agrifo: Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 2(1): 41-49.
Tri, Hermawati Diah. 2016. Kajian Ekonomi Antara Pola Tanam Monokultur dan
Tumpangsari Tanaman Jagung, Kubis dan Bayam. Jurnal Inovasi, 18(1):
66-71.
Yuwariah, Y., Ruswandi, D., dan Irwan, A. W. 2017. Pengaruh Pola Tanam
Tumpangsari Jagung dan Kedelai Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Jagung Hibrida dan Evaluasi Tumpangsari di Arjasari Kabupaten
Bandung. Kultivasi, 16(3): 514-521.
NILAI KESETARAAN LAHAN BUDI DAYA TUMPANG SARI
TANAMAN TEBU DENGAN KEDELAI: STUDI KASUS DI DESA
KARANGHARJO, KECAMATAN SULANG, KABUPATEN REMBANG
ABSTRACT
Self-sufficiency of soybeans and sugar is one of main targets of the Ministry of Agriculture’s strategic plan
in 2014. This government’s target may not be achieved due to the lack of land for cultivation. This research aims
to analyze the efficiency of land use by using monoculture and intercropping methods for growing sugarcane
and soybean. The results of experiment studies showed that the Land Equivalent Ratio (LER) between sugarcane
and soybean has a value greater than 1in overall, indicating that the intercropping pattern is more efficient and
productive than the monocultures cropping. The highest LER is VMC76-16+Kaba varieties intercropped, which
is 2.21, while the lowest LER is intercropped PSJK922+Argomulyo, which is 1.41. Based on financial analysis,
the highest NPV is Rp126,852,727,00, the B/C ratio is 2.56 for intercropping of VMC 76-16 + Argomulyo. Based
on these results, the area of 64501.99 ha sugarcane in Central Java can potentially increase the soybean area
32250.995 ha and its production 56,700 tons per year.
Keywords: LER, Intercropping, Sugarcane, Soybean
ABSTRAK
Swasembada kedelai dan gula merupakan salah satu target utama dari rencana strategis Kementerian
Pertanian pada tahun 2014. Target pemerintah tersebut terancam tidak terealisasi karena kurangnya lahan untuk
budi daya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemanfaatan lahan sistem tanam monokultur dan
tumpang sari antara tanaman tebu dan kedelai. Hasil penelitian eksperimen menunjukkan bahwa Nilai Kesetaraan
Lahan (NKL) secara keseluruhan antara tanaman tebu dan kedelai mempunyai nilai lebih besar dari satu sehingga
pola tanam tumpang sari lebih efisien dan produktif dibandingkan dengan monokultur. NKL tertinggi adalah
tumpang sari varietas VMC 76-16+Kaba sebesar 2,21, sedangkan NKL terendah sebesar 1,41 adalah tumpang
sari PSJK 922+Argomulyo. Berdasarkan analisis finansial, NPV tertinggi sebesar Rp126.852.727,00 dengan B/C
Ratio 2,56 untuk perlakuan tumpang sari VMC 76-16+Argomulyo. Luas areal tebu rakyat 64.501,99 ha di Jawa
Tengah berpotensi menambah luas areal pertanaman kedelai 32.250,995 ha dan produksi 56.700 ton per tahun.
Kata kunci: NKL, Tumpang sari, Tebu, Kedelai
| 59
PENDAHULUAN Tebu merupakan tanaman utama penghasil
gula di Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini
produksi gula lokal belum mampu memenuhi
Latar Belakang
semua kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2010,
Swasembada kedelai dan gula merupakan produksi tebu secara nasional tercapai 2,267 juta
salah satu target utama dari rencana strategis ton (Basis Data Statistik Pertanian) sehingga
Kementerian Pertanian pada tahun 2014. Kedelai dengan asumsi peningkatan 10,80% yang telah
(Glycine max) adalah sejenis tanaman kacang- ditetapkan, target produksi 3,4 juta ton pada tahun
kacangan yang berfungsi sebagai sumber utama 2014 akan tercapai.5
protein dan minyak nabati di dunia. Kedelai Hasil kalkulasi yang dilakukan Menteri
merupakan salah satu tanaman palawija yang Pertanian (Mentan) Suswono menyebutkan bahwa
sangat penting bagi Indonesia dengan kebutuhan target swasembada kedelai, gula, dan daging sapi
mencapai angka 2,2 juta ton/tahun. Sementara itu, akan meleset, sedangkan beras dan jagung masih
produksinya hanya 851.647 ton sehingga terjadi memungkinkan memenuhi target swasembada
kekurangan kedelai yang sebagian besar masih tahun 2014. Kementerian Pertanian menargetkan
dipenuhi dari impor. Indonesia harus mengimpor swasembada pangan pada 2014, yaitu produksi
kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi padi hingga 76,57 juta ton, jagung 20,82 juta ton,
71% kebutuhan kedelai dalam negeri.1 Pada tahun kedelai 2,7 juta ton, gula 3,4 juta ton, dan daging
2012, kebutuhan kedelai yang diserap untuk sapi 530 ribu ton. Lahan masih menjadi kendala
pangan atau perajin sebesar 83,7%, industri bagi terwujudnya swasembada pangan tersebut.
kecap, tauco, dan lainnya 14,7%, benih 1,2%, Untuk kedelai dibutuhkan lahan baru seluas 500
dan untuk pakan 0,4%. Impor kedelai terbesar ribu hektare, dan untuk gula 350 ribu hektare.6
Indonesia berasal dari Amerika Serikat dengan
Menghadapi masalah tersebut, dibutuhkan
jumlah 1.847.900 ton pada 2011, kemudian, impor
suatu introduksi teknologi guna meningkatkan
dari Malaysia 120.074 ton, Argentina 73.037 ton,
produksi dan produktivitas kedelai dan gula
Uruguay 16.825 ton, dan Brasil 13.550 ton.2
dalam negeri. Untuk menambah areal pertanaman
Jawa Timur masih menjadi penyumbang kedelai, dapat dilakukan metode tumpang sari
terbesar produksi kedelai nasional, yaitu sebesar dengan tanaman lain yang berumur lebih panjang.
200 ribu ton per tahun. Untuk meningkatkan Sistem tumpang sari merupakan salah satu pola
produksi, pemerintah daerah tengah melakukan tanam yang dapat meningkatkan produktivitas
intensifikasi pertanian tanaman kedelai, an- lahan. Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah
tara lain dengan memasok bibit unggul dan pola efisiensi penggunaan air dan lahan, pengurangan
penanaman intensif.3 Usaha peningkatan produksi populasi gulma, dan peningkatan pendapatan total
kedelai sangat sulit karena harga jual kedelai pada sistem usaha tani.7
lokal masih rendah. Biaya produksi kedelai per
kg saat ini sebesar Rp6.500, 00 ditambah margin
PERUMUSAN MASALAH
30% sehingga harga bisa mencapai Rp8.500,00.
Jadi, apabila ada jaminan dari pemerintah untuk Berdasarkan latar belakang tersebut, luas lahan
membeli kedelai lokal sesuai harga tersebut, untuk budi daya yang masih kurang merupakan
pasti petani akan menanam kedelai. Setelah keran masalah utama yang menghambat percepatan
impor kedelai dibuka, tidak ada lagi pengendalian swasembada gula dan kedelai di Indonesia.
atau proteksi sehingga harga kedelai menjadi Sistem tanam tumpang sari antara tanaman tebu
Rp4.500,00 per kg. Sementara itu, petani lokal dan kedelai merupakan salah satu cara untuk
baru bisa untung jika minimal harga kedelai di memperluas lahan budi daya kedelai. Cara tanam
level Rp6.500,00 per kg. Oleh karena itu, petani tumpang sari ini dilakukan ketika tebu masih
memilih komoditas lain yang menguntungkan berumur muda (baru tanam) atau setelah dikepras
untuk dibudidayakan. Saat ini, komoditas yang (panen). Agar dapat diadopsi petani, diperlukan
menguntungkan secara berturut-turut adalah tebu, sebuah analisis efisiensi penggunaan lahan dan
padi, jagung, lalu kedelai.4 secara finansial.
A B C
Pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa air, terutama pada awal pertumbuhan, sangat
produksi tebu varietas VMC 76-16 sebanyak menentukan perkembangan tanaman selanjutnya.
121,61 ton/ha adalah yang tertinggi dibandingkan Fase pertumbuhan generatif (pengisian polong)
dengan varietas tebu lainnya yang ditanam secara pada kedelai merupakan fase yang sangat kritis
monokultur. Tebu varietas PS 881, produksinya dalam menentukan produksi. Kekurangan air
paling rendah, yaitu hanya sebanyak 84,64 ton/ha. menyebabkan pengisian polong tidak optimal
Varietas Tanggamus merupakan kedelai yang sehingga produksi kedelai tidak dapat maksimal.
berproduksi tertinggi sebanyak 1,74 ton/ha pada Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel
sistem tanam monokultur. Potensi hasil menurut 2 menunjukkan NKL tertinggi sebesar 2,21 pada
deskripsi yang dikeluarkan oleh Balitkabi19 adalah perlakuan VMC 76-16+Kaba. Produksi kedelai
sebagai berikut: varietas Argomulyo mencapai Kabayang yang ditanam secara tumpang sari
3,1 ton/ha, sedangkan varietas Tanggamus dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam
Kaba mencapai 2,6 ton/ha. Secara keseluruhan, secara monokultur sehingga menghasilkan NKL
rata-rata produksi kedelai masih lebih tinggi bila yang tinggi pula. NKL terendah sebesar 1,41
dibandingkan dengan rata-rata produktivitas adalah tumpang sari PSJK 922+Argomulyo. NKL
kedelai nasional yang hanya 1,3 ton/ha2. yang dihasilkan oleh PSJK 922+Argomulyo ini
Pemilihan varietas kedelai yang tepat lebih rendah karena produksi secara tumpang
sesuai kondisi lahan yang akan digunakan sebagai sari juga lebih rendah dibandingkan dengan yang
areal tumpang sari sangat menentukan besarnya monokultur. Secara keseluruhan, NKL antara
produktivitas tanaman. Ketersediaan sumber tanaman tebu dan kedelai mempunyai nilai lebih
budi daya tebu yang ditumpangsarikan dengan Bongkar ratoon diharapkan bisa dilakukan setiap
tanaman kedelai disajikan pada Tabel 3. lima tahun sekali.
Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa NPV Selama menunggu tanaman tebu tumbuh
tertinggi sebesar Rp126.852.727 dengan B/C besar, pada awal tanam maupun setelah dilakukan
Ratio 2,56 adalah perlakuan tumpang sari antara pengeprasan, lahan tersebut bisa ditumpangsari-
VMC 76-16+Argomulyo. Tingkat besaran NPV kan dengan tanaman kedelai. Syarat utama agar
dan B/C Ratio yang dihasilkan berbanding tanaman tebu bisa ditumpangsarikan dengan
lurus dengan produksi tebu yang dihasilkan. kedelai adalah penggunaan jarak tanam PKP tiap
B/C Ratio yang dihasilkan dari sistem tanam juringan tebu yang lebar. Pertumbuhan kedelai
tumpang sari secara keseluruhan lebih dari satu dipengaruhi oleh pola penanaman tumpang sari,
sehingga sistem tanam tumpang sari tebu dan tetapi hasil biji kedelai per hektare tergantung
kedelai ini layak dikembangkan. Keuntungan pola penanamannya. Hasil biji kedelai juga
secara finansial yang bisa diperoleh adalah petani dipengaruhi oleh interaksi antara pola penanaman
dapat mengurangi biaya pemeliharaan tanaman dan varietasnya.15
tebu (pengendalian gulma) sebagai akabat dari Program bongkar ratoon untuk peng-
pemeliharaan tanaman kedelai. Petani dapat gantian bibit sebenarnya telah diluncurkan oleh
pula memperoleh pendapatan dari hasil kedelai pemerintah sejak tahun 2003. Hingga tahun
selama menunggu panen tebu tanpa mengurangi 2013, kegiatan bongkar ratoon ditargetkan telah
produksi tebu pada sistem tumpang sari tebu dan bisa dilaksanakan di sepuluh provinsi dan 71
kedelai yang dilakukan penelitian ini. Tumpang kabupaten wilayah pengembangan tanaman tebu.
sari merupakan sistem budi daya tanaman yang Tujuan utama bongkar ratoon adalah mendorong
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan peningkatan produksi dan produktivitas tebu agar
menguntungkan secara finansial. tercapai swasembada gula tahun 2014.16
Pada tahun 2011, luas panen kedelai di Jawa
Potensi Pengembangan Tumpang Sari Tengah adalah 97.112 ha dengan produksi sebesar
Tebu dan Kedelai di Jawa Tengah 152.416 ton dan produktivitasnya 1,569 ton/ha.
Salah satu cara untuk meningkatkan rendementebu Berdasarkan data BPS Jawa Tengah,17 luas areal
adalah dengan bongkar ratoon atau penggantian tanaman tebu rakyat di Jawa Tengah tahun 2011
bibit. Tebu yang sudah dikepras berulang-ulang adalah 64.501,99 ha. Dari luasan tersebut, apabila
akan mengalami penurunan rendemen, serabutnya digunakan untuk tanam tumpang sari dengan
akan menjadi tinggi, batang menjadi kecil dan tanaman kedelai, terdapat potensi penambahan
kerdil, dan terdapat akumulasi penyakit-penyakit luas areal pertanaman kedelai seluas 32.250,995
sistemik yang menjadi inang hama penyakit. ha atau terjadi peningkatan 33% dari luas panen