Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM POLA TANAM

“NILAI NISBAH KESETARAAN LAHAN”

Disusun Oleh :
Diannisa’ Hanifah Az-Zahra
19025010046
Golongan B1

Dosen Pengampu:
Ir. Didik Utomo Pribadi, MP.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningkatkan produksi pertanian diperlukan untuk mengoptimalisasi
produktivitas lahan menjadi prioritas dalam pengembangan budidaya pertanian
agar memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini menuntut penggunaan lahan yang
diperlukan dengan seefisien mungkin sehingga diperlukan upaya peningkatan
pelaksanaan intensifikasi lahan. Intensifikasi lahan dilakukan karena upaya
ekstensifikasi lahan tidak memungkinkan untuk dilakukan dalam keadaan saat ini.
Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam suatu areal lahan hendaknya
diupayakan lebih dari satu jenis tanaman dengan sistem pola tanam yang
memberikan sinergisme satu dengan lainnya. Pola tanam tersebut biasa disebut
dengan pola tanam tumpangsari atau polikultur yang saat ini diperlukan
dibandingkan monokultur karena lebih menguntungkan.
Penerapan teknologi budidaya tanaman pola tanam tumpangsari dapat
meningkatkan optimalisasi produktivitas lahan dan efisiensi penggunaan lahan.
Lahan yang ditanam tanaman tumpangsari dengan monokultur berbeda dalam
hasil dan pertumbuhannya. Tumpangsari menjadi program intensifikasi pertanian
alternatif yang tepat untuk memperoleh hasil pertanian yang optimal. Keuntungan
pola tanam tumpangsari selain diperoleh frekuensi panen lebih juga berfungsi
untuk efiensi penggunaan lahan. Efisiensi penggunaan lahan yang digunakan
dalam pola tanam monokultur dan tumpangsari dapat diketahui dengan
menghitung Nilai Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL).
Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah jumlah nisbah hasil antara tanaman
yang ditumpangsarikan terhadap hasil tanaman secara tunggal atau monokultur
pada tingkat manajemen yang sama. Hal ini menjadi salah satu cara untuk
menghitung produktivitas lahan yang ditanam dua atau lebih jenis tanaman yang
ditumpangsarikan. Dengan melakukan penghitungan NKL maka akan mengetahui
analisis keberhasilan dalam pola tanam yang diterapkan. Ketika sudah mengetahui
nisbah kesetaraan lahan pada hasil pola tanam tumpangsari dan monokultur maka
dapat membantu petani dalam memilih keputusan penerapan pola tanam yang
lebih efisien serta memberikan keuntungan secara ekonomi.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan praktikum ini Nilai Nisbah Kesetaraan Lahan
(NKL) yaitu agar mahasiswa dapat menghitung Nilai NKL suatu sistem pola
tanam dan mampu menganalisis hasil Nilai NKL yang didapatkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pola tanam merupakan merupakan ujung tombak dari sistem produksi


tanaman. Pola tanam yang baik harus dapat memanfaatkan dan mengintegrasikan
komponen-komponen yang tersedia, seperti lahan, iklim, air, jenis, dan varietas
tanaman, teknik budidaya, dan pasar (Firdaus, 2013). Rekayasa pola tanam
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Pola
tanam berdasarkan kebutuhan curah hujan dan jenis varietas merupakan kunci
dalam meningkatkan produktivitas lahan, mengingat setiap jenis tanaman
membutuhkan kondisi agroekosistem yang berbeda, terutama curah dan pola
hujan. Pola tanam dengan menanam tanaman berdasarkan kebutuhan air melaui
data curah dan pola hujan maka tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan
optimal (Syafruddin dkk., 2015).
Penunjang keberhasilan pada suatu sistem pola tanam salah satunya dengan
melakukan penggunaan lahan secara efisien. Agar penggunaan lahan dapat efisien
maka perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan pelaksanaan intensifikasi
lahan. Hal tersebut dilakukan karena upaya ekstensifikasi lahan tidak
memungkinkan untuk dilaksanakan karena keterbatasan luas lahan. Petani yang
mempunyai lahan garapan yang sempit harus bisa memilih dengan benar tanaman
apa yang akan diusahakan agar dapat memanfaatkan lahan yang sempit tersebut
secara maksimal sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani (Tri, 2016).
Sehingga diperlukan suatu pengaturan pola tanam tumpangsari yang
menguntungkan dibandingkan sistem monokultur. Pola tanam tersebut merupakan
pola tanam yang paling menguntungkan, efisiensi dalam penggunaan lahan, dan
efisiensi secara ekonomi serta memiliki keuntungan bersih tertinggi di atas
ambang minimum adopsi (Santoso dkk., 2021).
Salah satu upaya tanam untuk meningkatkan produksi yaitu melalui
tumpangsari. Pengelolaan teknologi budidaya tanaman sistem tumpangsari
berdampak pada efisiensi penggunaan lahan karena dapat memaksimalkan
penggunaan lahan tanpa perlu menggunakan lahan yang luas. Sistem tumpangsari
merupakan sistem pertanaman dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman
secara serentak pada lahan yang sama dalam waktu satu tahun (Yuwariah dkk.,
2017). Dengan sistem ini diperoleh manfaat yaitu tingkat produktivitas lahan lebih
tinggi. keuntungan budidaya tumpangsari adalah adanya kemungkinan untuk
memperoleh lebih dari satu komoditas dan terlaksananya pemanfaatan uang secara
optimal, peningkatan daya dukung lahan, perbaikan kualitas lingkungan yang
dapat mengurangi resiko kegagalan panen dibanding sistem budidaya monokultur.
Penerapan polikultur menjamin berhasilnya penanaman menghadapi iklim yang
tidak menentu, serangan hama dan penyakit, serta fluktuasi harga. Selain itu,
polikultur sangat baik dilakukan di wilayah yang padat tenaga kerja, luas
pertanian terbatas dan modal pembelian sarana produksi yang juga terbatas. Maka
pola tanam polikultur dapat meminimalkan resiko dan memaksimalkan
keuntungan (Ariani dan Rifin, 2017). Sedangkan pertanaman tunggal atau
monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam
satu jenis tanaman pada satu areal. Kelemahan keseragaman kultivar
mempercepat penyebaran organisme pengganggu tanaman (OPT, seperti hama
dan penyakit tanaman) serta hasil produksi yang didapatkan dalam satu lahan
kurang maksimal (Syahputra dkk., 2017). Sehingga dalam meningkatkan
pelaksanaan intensifikasi lahan lebih memberikan efisiensi penggunaan lahan
lahan menggunakan pola tanam sistem tumpangsari.
Kedelai (Glycine max) adalah sejenis tanaman kacangkacangan yang
berfungsi sebagai sumber utama protein dan minyak nabati di dunia. Kedelai
merupakan salah satu tanaman palawija yang sangat penting bagi Indonesia
dengan kebutuhan mencapai angka 2,2 juta ton/tahun. Tebu merupakan tanaman
utama penghasil gula di Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini produksi gula
lokal belum mampu memenuhi semua kebutuhan dalam negeri. Menghadapi
masalah tersebut, dibutuhkan suatu introduksi teknologi guna meningkatkan
produksi dan produktivitas kedelai dan gula dalam negeri. Untuk menambah areal
pertanaman kedelai, dapat dilakukan metode tumpang sari dengan tanaman lain
yang berumur lebih panjang (Rifai dkk., 2014). Sehingga penerapan pola tanam
tumpangsari perlu dilakukan agar produktivitas meningkat.
Efisiensi penggunaan lahan yang digunakan dalam pola tanam monokultur
dan tumpangsari dapat diketahui dengan menghitung Nilai Nisbah Kesetaraan
Lahan (NKL). Untuk melihat apakah tanaman yang ditumpangsari
menguntungkan atau tidak dapat dianalisis dengan pendekatan indeks
tumpangsari. Keuntungan secara agronomis dari pelaksanaan sistem tumpangsari
dapat dievaluasi dengan menghitung nisbah kesetaraan lahan (Rusbiyati dkk.,
2018). Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah cara menilai manfaat dari
menyatukan dua tanaman atau lebih secara bersamaan (tumpangsari), dengan
membandingkan sistem tanam monokultur dan tumpangsari. Bila NKL > 1 bearti
sistem tumpangsari lebih efisien dan lebih menguntungkan secara agronomis.
Apabila nilai NKL=1 menunjukan tidak ada perbedaan produktivitas lahan antara
sistem pertanaman monokultur dan polikultur (Nasamsir dan Usman, 2019).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pola Tanam materi mengenai “Nilai Nisbah Kesetaraan Lahan”
dilakukan pada Kamis, 4 November 2021 pukul 07.30-09.10 WIB dirumah
mahasiswa masing-masing (Jalan Sunan Giri Gang Pusaka No. 31 Kecamatan
Lamongan, Kabupaten Lamongan) dengan metode daring.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. Alat hitung
2. Alat tulis
3.2.2 Bahan
1. Artikel/jurnal tentang pola tanam tumpangsari dan monokultur

3.3 Cara Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menulis data tanaman hasil tumpangsari dan monokultur yang berasal
dari artikel/jurnal.
3. Menghitung nilai NKL dari data yang telah diperoleh.
4. Menganalisis nilai NKL yang diperoleh.
5. Melakukan pembahasan yang dibandingkan dengan literatur.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 3.1 Penghitungan NKL Lahan Tumpangsari dan Monokultur
Tanaman Tebu dan Kedelai
Tanaman Hasil Monokultur Hasil Tumpangsari Kesetaraan Lahan
(Ton/ha) (Ton/ha)
MT1 = 114,58 T1 = 71,48 0,62
T2 = 85,16 0,74
T3 = 100,00 0,87
MT2 = 97,92 T4 = 103,13 1,05
T5 = 103,52 1,06
Tebu T6 = 102,73 1,05
MT3 = 84,64 T7 = 89,45 1,06
T8 = 87,11 1,03
T9 = 91,80 1,08
MT4 = 121,61 T10 = 113,48 0,93
T11 = 111,13 0,91
T12 = 111,33 0,92
MK1 = 1,34 T1 = 1,05 0,79
T2 = 1,21 0,76
T3 = 1,68 0,97
T4 = 1,50 1,12
MK2 = 1,60 T5 = 1,73 1,08
Kedelai T6 = 1,56 0,90
T7 = 1,24 0,92
T8 = 1,38 0,86
MK3 = 1,74 T9 = 1,90 1,10
T10 = 1,56 1,17
T11 = 2,07 1,30
T12 = 1,82 1,04
T1 = 1,41
T2 = 1,50
T3 = 1,84
NKL T4 = 2,17
T5 = 2,14
T6 = 1,95
T7 = 1,98
T8 = 1,89
T9 = 2,18
T10 = 2,10
T11 = 2,21
T12 = 1,96
Keterangan :
MT1 = Monokultur Tanaman Tebu Varietas PSJK 922
MT2 = Monokultur Tanaman Tebu Varietas PS 851
MT3 = Monokultur Tanaman Tebu Varietas PS 881
MT4 = Monokultur Tanaman Tebu Varietas VMC 76-16
MK1 = Monokultur Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo
MK2 = Monokultur Tanaman Kedelai Varietas Kaba
MK3 = Monokultur Tanaman Kedelai Varietas Tanggamus
T1 = Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Argomulyo
T2 = Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Kaba
T3 = Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Tanggamus
T4 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Argomulyo
T5 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Kaba
T6 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Tanggamus
T7 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Argomulyo
T8 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Kaba
T9 = Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Tanggamus
T10 = Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Argomulyo
T11 = Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Kaba
T12 = Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Tanggamus
Penghitungan:
1) Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Argomulyo

1,41 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,41 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
2) Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Kaba

1,50 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,50 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
3) Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Tanggamus

1,84 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,84 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
4) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Argomulyo

2,17 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,17 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
5) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Kaba

1,08
2,14 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,14 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
6) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Tanggamus

1,95 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,95 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
7) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Argomulyo

(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,98 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
8) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Kaba

(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,89 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
9) Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Tanggamus

(menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,18 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
10) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Argomulyo

2,10 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,10 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
11) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Kaba

2,21 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 2,21 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
12) Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Tanggamus

1,96 (menguntungkan)
Analisis Nilai NKL 1,96 berarti menguntungkan, karena nilainya lebih dari 1
4.2 Pembahasan
Pola tanam merupakan sistem penanaman dalam sebidang lahan dengan
menyusun tata letak dan urutan tanaman dalam periode waktu tertentu. Basuki
(2013) mengungkapkan pola tanam terbagi dua yaitu pola tanam monokultur dan
pola tanam polikultur. Monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan
pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Sedangkan
polikultur atau tumpangsari adalah bentuk pola tanam yang membudidayakan
lebih dari satu jenis tanaman dalam satuan waktu tertentu, dan tumpangsari ini
merupakan suatu upaya dari program intensifikasi pertanian dengan tujuan untuk
memperoleh hasil produksi yang optimal, dan menjaga kesuburan tanah.
Nurrachman dkk. (2021) mengungkapkan sistem pola tanam tumpangsari
bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan lahan sempit, hara, air, dan sinar
matahari, serta meningkatkan produktivitas pertanian, dan meningkatkan jumlah
pendapatan. Budidaya polikultur perlu memperhatikan aspek kompetisi tanaman,
baik antar spesies maupun intra spesies dengan melakukan jarak tanam yang tepat
agar tidak terjadi persaingan antar tanaman. Menurut Hartawan dan Hariadi
(2019) pengukuran peubah populasi tanaman per hektar, pertumbuhan tanaman,
serta nisbah kesetaraan lahan dapat digunakan untuk menentukan baik buruknya
pelaksanaan budidaya polikultur.
Peningkatan produktivitas lahan pada pola tanam polikultur dapat dihitung
dengan NKL (Nisbah Kesetaraan Lahan). Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah
cara menilai keuntungan dari menyatukan penanaman dua tanaman atau lebih
secara bersamaan (tumpangsari), dengan membandingkan sistem tanam
monokultur dan tumpangsari. Sistem tumpang sari akan lebih menguntungkan jika
NKL lebih dari 1, apabila nilai NKL sama dengan 1 menunjukkan bahwa pola
tanam sistem tumpang sari dan sistem tunggal memberikan keuntungan yang
sama (Nasamsir dan Usman, 2018). Pinem dkk. (2011) mengungkapkan
ditumpangsarikan. Tanaman yang saling menguntungkan maka nilai NKL didapat
lebih dari satu. Apabila salah satu spesies tanaman tertekan (tidak saling
menguntungkan) maka nilai NKL kurang dari satu. Hasil perhitungan nilai NKL
itu sendiri digolongkan menjadi beberapa kriteria. NKL>1 artinya sistem
tumpangsari menguntungkan, NKL=1 artinya sistem tumpangsari sama dengan
monokultur, dan NKL≤1 artinya sistem tumpangsari tidak menguntungkan.
Penghitungan Nisbah Kesetaraan Lahan digunakan dalam membandingkan
jumlah nisbah tanaman antara tanaman tumpangsari dan motokultur dengan
pengelolaan yang sama untuk mengatahui besarnya keuntungan. Berdasarkan data
yang diperoleh dari jurnal komoditas yang digunakan dalam lahan pertanian
tersebut menanam tanaman tebu dan kedelai. Pada jurnal tersebut pola tanam
sistem tumpangsari dan monokultur dilakukan penghitungan hasil produksi dari
tanaman tebu dan kedelai. Pola tanam tumpangsari yang ditanam dilakukan
dengan 12 perlakuan dengan varietas yang berbeda yaitu T1 (Tumpangsari
Tanaman Tebu PSJK 922 dan Kedelai Argomulyo), T2 (Tumpangsari Tanaman
Tebu PSJK 922 dan Kedelai Kaba), T3 (Tumpangsari Tanaman Tebu PSJK 922
dan Kedelai Tanggamus), T4 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai
Argomulyo), T5 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Kaba), T6
(Tumpangsari Tanaman Tebu PS 851 dan Kedelai Tanggamus), T7 (Tumpangsari
Tanaman Tebu PS 881 dan Kedelai Argomulyo), T8 (Tumpangsari Tanaman
Tebu PS 881 dan Kedelai Kaba), T9 (Tumpangsari Tanaman Tebu PS 881 dan
Kedelai Tanggamus), T10 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai
Argomulyo), T11 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Kaba),
serta T12 (Tumpangsari Tanaman Tebu VMC 76-16 dan Kedelai Tanggamus).
Perhitungan ini dilakukan menggunakan rumus NKL untuk mengetahui potensi
hasil keuntungan produktivitas lahan yang dipolikulturkan.
Hasil penghitungan NKL (Nilai Kesetaraan Lahan) menunjukkan bahwa
pada nilai kesetaraan lahan setiap perlakuan yaitu T1 = 1,41, T2 = 1,50, T3 =
1,84, T4 = 2,17, T5 = 2,14, T6 = 1,95, T7 = 1,98, T8 = 1,89, T9 = 2,18, T10 =
2,10, T11 = 2,21, dan T12 = 1,96. Dari hasil penghitungan tersebut secara
keseluruhan, NKL antara tanaman tebu dan kedelai dari perlakuan tumpangsari 1
hingga perlakuan tumpangsari 12 seluruhnya mempunyai nilai lebih besar dari 1
sehingga menunjukkan bahwa seluruh pola tanam tumpangsari yang dilakukan
lebih efisien, produktif, menguntungkan dibandingkan dengan monokultur. Hal
ini sesuai dengan pendapat Nasamsir dan Irman (2018) yang menyatakan bahwa
nilai rata-rata NKL yang besar dari 1 menggambarkan bahwa pertanaman
campuran menguntungkan jika ditanam secara tumpang sari dibanding
pertanaman tunggal pada luas lahan yang sama. Hasil penelitian menunjukkan
NKL tertinggi sebesar 2,21 pada perlakuan VMC 76-16+Kaba. Rifai dkk. (2014)
mengungkapkan produksi kedelai yang ditanam secara tumpangsari tebu dan
kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam secara monokultur
sehingga menghasilkan NKL yang tinggi pula. NKL terendah sebesar 1,41 adalah
tumpang sari PSJK 922+Argomulyo. Meskipun tumpangsari PSJK
922+Argomulyo memiliki nilai NKL terendah dibandingkan sitem tumpangsari
lainnya, namun tumpangsari ini tetap menguntungkan dibanding monokultur
karena memiliki NKL > 1. Semakin lebih besar dari 1 pada NKL maka semakin
menguntungkan tumpangsari tersebut.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum pola tanam materi nilai
nisbah kesetaraan lahan yaitu:
1. Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) adalah cara menilai keuntungan dari
menyatukan penanaman dua tanaman atau lebih secara bersamaan
(tumpangsari), dengan membandingkan sistem tanam monokultur dan
tumpangsari.
2. Hasil penghitungan Nisbah Kesetaraan Lahan (NKL) tanaman tebu dan
kedelai menunjukkan pada yaitu pelakuan T1 menghasilkan nilai sebesar
1,41; T2 menghasilkan nilai sebesar 1,50; T3 menghasilkan nilai sebesar
1,84; T4 menghasilkan nilai sebesar 2,17; T5 menghasilkan nilai sebesar
2,14; T6 menghasilkan nilai sebesar 1,95; T7 menghasilkan nilai sebesar
1,98; T8 menghasilkan nilai sebesar 1,89; T9 menghasilkan nilai sebesar
2,18; T10 menghasilkan nilai sebesar 2,10; T11 menghasilkan nilai
sebesar 2,21; dan T12 menghasilkan nilai = 1,96.
3. Nilai NKL pada pola tanam tumpangsari mulai dari perlakuan T1 hingga
T2 menunjukkan nilai NKL > 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa
seluruh pola tanam tumpangsari tebu dan kedelai yang dilakukan lebih
efisien, produktif, menguntungkan dibandingkan dengan monokultur.
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, E., dan Rifin, A. 2017. Analisis Usahatani Kakao pada Dua Pola Tanam
Polikultur. In Forum Agribisnis: Agribusiness Forum, 7(2): 173-190.

Basuki, Warsiyah. 2013. Pola Tanam Masyarakat di Sekitar Hutan Bunder


Gunung Kidul. Jurnal Rekayasa Lingkungan, 13(2): 16-30.

Firdaus, Muhammad. 2013. Optimalisasi Ekonomi Pemilihan Pola Tanam


Unggulan di Kabupaten Jember. Relasi: Jurnal Ekonomi, 18(1): 86-97.

Hartawan, R., dan Hariadi, F. 2019. Nisbah Kesetaraan Lahan Polikultur Pinang
(Areca catechu L.) dengan Kelapa Dalam (Cocos nucifera L.) dan Pinang
dengan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq). Jurnal Media Pertanian,
4(1): 8-18.

Nasamsir, N., dan Irman, I. 2018. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pinang
dan Kelapa Sistem Tumpang Sari. Jurnal Media Pertanian, 3(1): 1-9.

Nasamsir, N., dan Usman, U. 2019. Polikultur Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis
quineensis Jacq.) dengan Tanaman Jelutung (Dyera polyphylla). Jurnal
Media Pertanian, 4(2): 52-58.

Nurrachman, Jayapura, Santoso, B. B. 2021. Santoso, B. B. 2021. Transfer


Teknologi Peningkatan Produktivitas pada Lahan Terbatas di Kecamatan
Kayangan, Kabupaten Lombok Utara. Jurnal Siar Ilmuwan Tani, 2(1),
64-69.

Pinem, T., Syarif, Z., dan Chaniago, I. 2011. Studi Waktu Penanaman dan
Populasi Kacang Tanah terhadap Produksi Kacang Tanah dan Jagung
pada Pola Tanam Kacang Tanah dan Jagung. Jurnal Jerami, 4(2): 102-
108.

Rifai, A., Basuki, S., dan Utomo, B. 2014. Nilai Kesetaraan Lahan Budidaya
Tumpang Sari Tanaman Tebu dengan Kedelai: Studi Kasus di Desa
Karangharjo, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang. Widyariset,
17(1): 59-69.

Rusbiyati, A., Rogomulyo, R., dan Muhartini, S. 2018. Pengaruh Proporsi


Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tumpangsari Kubis (Brassica
oleracea Var. Capitata L.) dengan Tomat (Lycopersicum esculentum
Mill.). Vegetalika, 7(4): 26-38.

Santoso, A. B., Kaihatu, S., dan Waas, E. 2021. Analisis Kelayakan Finansial Pola
Tanam Berbasis Padi Gogo di Maluku. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 26(2): 192-200.

Syafruddin, S., Padang, I. S., dan Saidah, S. 2015. Perbaikan Pola Tanam Palawija
pada Lahan Kering di Kabupaten Parigi Moutong Sulawesi
Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 18(3): 263-272.

Syahputra, N., Mawardati, M., dan Suryadi, S. 2017. Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Petani Memilih Pola Tanam pada Tanaman Perkebunan
di Desa Paya Palas Kecamatan Ranto Peureulak Kabupaten Aceh
Timur. Agrifo: Jurnal Agribisnis Universitas Malikussaleh, 2(1): 41-49.

Tri, Hermawati Diah. 2016. Kajian Ekonomi Antara Pola Tanam Monokultur dan
Tumpangsari Tanaman Jagung, Kubis dan Bayam. Jurnal Inovasi, 18(1):
66-71.

Yuwariah, Y., Ruswandi, D., dan Irwan, A. W. 2017. Pengaruh Pola Tanam
Tumpangsari Jagung dan Kedelai Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Jagung Hibrida dan Evaluasi Tumpangsari di Arjasari Kabupaten
Bandung. Kultivasi, 16(3): 514-521.
NILAI KESETARAAN LAHAN BUDI DAYA TUMPANG SARI
TANAMAN TEBU DENGAN KEDELAI: STUDI KASUS DI DESA
KARANGHARJO, KECAMATAN SULANG, KABUPATEN REMBANG

LAND EQUIVALENT RATIO CULTIVATION OF SUGARCANE AND


SOYBEAN INTERCROPPING: CASE STUDY AT KARANGHARJO
VILLAGE, SULANG DISTRICTS, REMBANG REGENCY
Ahmad Rifai, Seno Basuki, dan Budi Utomo

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah


Jalan BPTP No. 40, Bukit Tegalepek, Kotak Pos 101,Ungaran 50501
Pos-el: ahmadrifai08@gmail.com

ABSTRACT
Self-sufficiency of soybeans and sugar is one of main targets of the Ministry of Agriculture’s strategic plan
in 2014. This government’s target may not be achieved due to the lack of land for cultivation. This research aims
to analyze the efficiency of land use by using monoculture and intercropping methods for growing sugarcane
and soybean. The results of experiment studies showed that the Land Equivalent Ratio (LER) between sugarcane
and soybean has a value greater than 1in overall, indicating that the intercropping pattern is more efficient and
productive than the monocultures cropping. The highest LER is VMC76-16+Kaba varieties intercropped, which
is 2.21, while the lowest LER is intercropped PSJK922+Argomulyo, which is 1.41. Based on financial analysis,
the highest NPV is Rp126,852,727,00, the B/C ratio is 2.56 for intercropping of VMC 76-16 + Argomulyo. Based
on these results, the area of ​​64501.99 ha sugarcane in Central Java can potentially increase the soybean area
32250.995 ha and its production 56,700 tons per year.
Keywords: LER, Intercropping, Sugarcane, Soybean

ABSTRAK
Swasembada kedelai dan gula merupakan salah satu target utama dari rencana strategis Kementerian
Pertanian pada tahun 2014. Target pemerintah tersebut terancam tidak terealisasi karena kurangnya lahan untuk
budi daya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi pemanfaatan lahan sistem tanam monokultur dan
tumpang sari antara tanaman tebu dan kedelai. Hasil penelitian eksperimen menunjukkan bahwa Nilai Kesetaraan
Lahan (NKL) secara keseluruhan antara tanaman tebu dan kedelai mempunyai nilai lebih besar dari satu sehingga
pola tanam tumpang sari lebih efisien dan produktif dibandingkan dengan monokultur. NKL tertinggi adalah
tumpang sari varietas VMC 76-16+Kaba sebesar 2,21, sedangkan NKL terendah sebesar 1,41 adalah tumpang
sari PSJK 922+Argomulyo. Berdasarkan analisis finansial, NPV tertinggi sebesar Rp126.852.727,00 dengan B/C
Ratio 2,56 untuk perlakuan tumpang sari VMC 76-16+Argomulyo. Luas areal tebu rakyat 64.501,99 ha di Jawa
Tengah berpotensi menambah luas areal pertanaman kedelai 32.250,995 ha dan produksi 56.700 ton per tahun.
Kata kunci: NKL, Tumpang sari, Tebu, Kedelai

| 59
PENDAHULUAN Tebu merupakan tanaman utama penghasil
gula di Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini
produksi gula lokal belum mampu memenuhi
Latar Belakang
semua kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2010,
Swasembada kedelai dan gula merupakan produksi tebu secara nasional tercapai 2,267 juta
salah satu target utama dari rencana strategis ton (Basis Data Statistik Pertanian) sehingga
Kemen­terian Pertanian pada tahun 2014. Kedelai dengan asumsi peningkatan 10,80% yang telah
(Glycine max) adalah sejenis tanaman kacang- ditetapkan, target produksi 3,4 juta ton pada tahun
kacangan yang berfungsi sebagai sumber utama 2014 akan tercapai.5
protein dan minyak nabati di dunia. Kedelai Hasil kalkulasi yang dilakukan Menteri
merupakan salah satu tanaman palawija yang Pertanian (Mentan) Suswono menyebutkan bahwa
sangat penting bagi Indonesia dengan kebutuhan target swasembada kedelai, gula, dan daging sapi
mencapai angka 2,2 juta ton/tahun. Sementara itu, akan meleset, sedangkan beras dan jagung masih
produksinya hanya 851.647 ton sehingga terjadi memungkinkan memenuhi target swasembada
kekurangan kedelai yang sebagian besar masih tahun 2014. Kementerian Pertanian menargetkan
dipenuhi dari impor. Indonesia harus mengimpor swasembada pangan pada 2014, yaitu produksi
kedelai sebanyak 2.087.986 ton untuk memenuhi padi hingga 76,57 juta ton, jagung 20,82 juta ton,
71% kebutuhan kedelai dalam negeri.1 Pada tahun kedelai 2,7 juta ton, gula 3,4 juta ton, dan daging
2012, kebutuhan kedelai yang diserap untuk sapi 530 ribu ton. Lahan masih menjadi kendala
pangan atau perajin sebesar 83,7%, industri bagi terwujudnya swasembada pangan tersebut.
kecap, tauco, dan lainnya 14,7%, benih 1,2%, Untuk kedelai dibutuhkan lahan baru seluas 500
dan untuk pakan 0,4%. Impor kedelai terbesar ribu hektare, dan untuk gula 350 ribu hektare.6
Indonesia berasal dari Amerika Serikat dengan
Menghadapi masalah tersebut, dibutuhkan
jumlah 1.847.900 ton pada 2011, kemudian, impor
suatu introduksi teknologi guna meningkatkan
dari Malaysia 120.074 ton, Argentina 73.037 ton,
produksi dan produktivitas kedelai dan gula
Uruguay 16.825 ton, dan Brasil 13.550 ton.2
dalam negeri. Untuk menambah areal pertanaman
Jawa Timur masih menjadi penyumbang kedelai, dapat dilakukan metode tumpang sari
terbesar produksi kedelai nasional, yaitu sebesar dengan tanaman lain yang berumur lebih panjang.
200 ribu ton per tahun. Untuk meningkatkan Sistem tumpang sari merupakan salah satu pola
produksi, pemerintah daerah tengah melakukan tanam yang dapat meningkatkan produktivitas
intensifikasi pertanian tanaman kedelai, an- lahan. Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah
tara lain dengan memasok bibit unggul dan pola efisiensi penggunaan air dan lahan, pengurangan
penanaman intensif.3 Usaha peningkatan produksi populasi gulma, dan peningkatan pendapatan total
kedelai sangat sulit karena harga jual kedelai pada sistem usaha tani.7
lokal masih rendah. Biaya produksi kedelai per
kg saat ini sebesar Rp6.500, 00 ditambah margin
PERUMUSAN MASALAH
30% sehingga harga bisa mencapai Rp8.500,00.
Jadi, apabila ada jaminan dari pemerintah untuk Berdasarkan latar belakang tersebut, luas lahan
membeli kedelai lokal sesuai harga tersebut, untuk budi daya yang masih kurang merupakan
pasti petani akan menanam kedelai. Setelah keran masalah utama yang menghambat percepatan
impor kedelai dibuka, tidak ada lagi pengendalian swasembada gula dan kedelai di Indonesia.
atau proteksi sehingga harga kedelai menjadi Sistem tanam tumpang sari antara tanaman tebu
Rp4.500,00 per kg. Sementara itu, petani lokal dan kedelai merupakan salah satu cara untuk
baru bisa untung jika minimal harga kedelai di memperluas lahan budi daya kedelai. Cara tanam
level Rp6.500,00 per kg. Oleh karena itu, petani tumpang sari ini dilakukan ketika tebu masih
memilih komoditas lain yang menguntungkan berumur muda (baru tanam) atau setelah dikepras
untuk dibudidayakan. Saat ini, komoditas yang (panen). Agar dapat diadopsi petani, diperlukan
menguntungkan secara berturut-turut adalah tebu, sebuah analisis efisiensi penggunaan lahan dan
padi, jagung, lalu kedelai.4 secara finansial.

60 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70


Pertanyaan penelitian yang ingin dijawab produksi kedelai yang ditanam secara tumpang
pada penelitian ini adalah: sari dengan tebu (1,7–3,2 ton/ha).11
1) Apakah usaha tani tumpang sari tanaman tebu Umumnya, lahan kering merupakan lahan
dan kedelai lebih efisien dalam penggunaan tanaman pangan bagi petani. Kegairahan petani
lahan? menanam tebu dapat dirangsang dengan cara
2) Apakah usaha tani tumpang sari tanaman memadukan tebu dengan beberapa jenis tanaman
tebu dan kedelai ini menguntungkan secara semusim lain termasuk tanaman pangan dalam
finansial? pola pertanaman tumpang sari.12 Dalam bertanam
tebu dan tanaman semusim lain secara tumpang
3) Berapa potensi pengembangan sistem tanam
sari, ada dua kepentingan. Kepentingan pertama,
tumpang sari tebu dan kedelai di Jawa
bila pihak pabrik gula menyewa tanah petani,
Tengah?
yang penting tanaman sela tidak menurunkan
hasil tebu karena jarak antarbaris tetap, meski-
TUJUAN PENELITIAN pun hasilnya rendah tetap menguntungkan, yang
Penelitian ini bertujuan untuk: disebut additive series. Kepentingan kedua, bila
1) menganalisis efisiensi pemanfaatan lahan petani menanam tebu di lahannya sendiri, hasil
sistem monokultur dan tumpang sari tanaman tebu boleh turun karena jumlah baris berkurang,
tebu dan kedelai, asal hasil tanaman sela cukup tinggi, yang penting
hasil total tanaman penyusun tinggi, yang disebut
2) menganalisis keadaan finansial usaha tani
replacement series.13,14
budi daya tebu berdasarkan sistem tumpang
sari,
PENELITIAN SEBELUMNYA
3) mengetahui potensi pengembangan tumpang
sari tanaman tebu dan kedelai di Jawa Tengah. Telah dicoba lima varietas kedelai yang di-
tumpangsarikan dengan tebu keprasan dan
LANDASAN TEORI dilaksanakan di lahan sawah Jatiroto mulai bulan
Juni 1991 sampai dengan Juni 1992, dengan
Tumpang sari sering dijumpai di daerah sawah rancangan petak terbagi dan tiga kali ulangan.
tadah hujan, tegalan dataran rendah maupun Pola penanaman tumpang sari sebagai petak
dataran tinggi. Tumpang sari di dataran rendah utama terdiri atas seluruh gulud dan selang seling,
biasanya terdiri atas berbagai macam pala- sedangkan varietas kedelai sebagai anak petak
wija atau kombinasi antara padi dan palawija, yang terdiri atas Tinjani, Lompo Batang, MSC
sedangkan di dataran tinggi biasanya terdiri atas 8306-I-IM, MLG 2675, dan Wilis. Pertumbuhan
berbagai macam tanaman hortikultura (sayuran).8 kedelai tidak dipengaruhi oleh pola penanaman
Tumpang sari adalah praktik budi daya pertanian tumpang sari, tetapi hasil biji kedelai per hektar
yang dapat meningkatkan daya guna input yang tergantung jarak tanam yang digunakan. Hasil
diberikan maupun sumber daya alam yang ada.9 biji kedelai juga dipengaruhi oleh interaksi antara
Pertanaman secara tumpang sari mempunyai pola penanaman dan varietasnya. Hasil kedelai
empat aspek pengelolaan, yaitu (1) pengelolaan tertinggi dihasilkan oleh varietas kedelai MSC
jarak tanam dan pola tanam, (2) pengelolaan 8306-I-IM pada pola penanaman di seluruh
populasi tanaman, (3) pengelolaan waktu yang gulud. Pertumbuhan dan hasil tebu keprasan tidak
tepat, dan (4) pengelolaan pemupukan.10 dipengaruhi oleh pola penanaman tumpang sari
Pemanfaatan lahan tanaman tebu (0–3 bulan) dan varietas kedelai.15
merupakan suatu usaha untuk memaksimalkan Tanaman sela dalam tumpang sari tebu
fungsi lahan pertanian supaya berhasil guna dapat menurunkan hasil tebu. Hasil percobaan
dan berdaya guna. Penanaman kedelai tumpang menunjukkan bahwa tanaman sela tidak berpe­
sari dengan tebu (Bulai) merupakan salah satu ngaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman
usaha untuk memaksimalkan fungsi lahan tebu, tetapi jagung menyebabkan berat batang dan
tersebut. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), hasil hablur tebu lebih rendah daripada kacang
yang efektif dan efisien, dapat memaksimalkan tanah dan kedelai. Pelebaran jarak antarbaris

Nilai Kesetaraan Lahan... | Ahmad Rifai... | 61


tebu dari 100 cm ke 110 cm menurunkan berat jagung dan ubi jalar. Rata-rata nisbah kompetisi
batang dan hasil total tanaman penyusun, tetapi tanaman tebu/tumpang sari pada minggu ke-4, ke-
penyempitan dari 100 cm ke 90 cm tidak berpe­ 8, dan ke-12 setelah tanam adalah 0,50; 0,13; dan
ngaruh nyata. Perubahan jarak antarbaris tunggal 0,20 untuk perlakuan tumpang sari tebu-jagung;
100 cm ke jarak antarbaris ganda (160+40) tidak 0,86; 1,29; dan 2,01 untuk perlakuan tumpang
memengaruhi berat batang dan hasil hablur. sari tebu-kedelai; serta 0,56; 0,11; dan 0,19 untuk
Kacang tanah dan kedelai pada jarak antarbaris perlakuan tumpang sari tebu-ubi jalar. Analisis
tebu 90, 100, dan (160+40) cm menunjukkan hasil korelasi menunjukkan bahwa laju pertumbuhan
total tanaman penyusun dan nisbah setara lahan tanaman tebu sangat ditentukan oleh tinggi batang
lebih tinggi daripada jarak antarbaris 110 cm.16 dan produktivitas tanaman tumpang sari serta
Pada penelitian yang menggunakan rancang­ intensitas cahaya matahari dan kadar fosfor tanah.
an percobaan acak kelompok oleh Sugiyarto17
dengan menggunakan jagung, kedelai, dan ubi KERANGKA PEMIKIRAN
jalar sebagai tanaman tumpang sari pada tebu,
Sitem tanam tumpang sari dilakukan untuk
hasilnya menunjukkan bahwa perbedaan jenis
mening­katkan pendapatan petani dibandingkan
tanaman tumpang sari sangat berpengaruh ter-
dengan sistem tanam monokultur. Peningkatan
hadap pertumbuhan awal tanaman tebu, sedang
hasil dapat dilihat dari Nilai Kesetaraan Lahan
perbedaan tingkat kerapatannya menunjukkan
(NKL) yang lebih besar dari 1, antara kedua sistem
pengaruh yang relatif kecil. Jika dibandingkan
tanam tersebut. Analisis finansial dilakukan untuk
dengan perlakuan tebu monokultur, produktivitas
mengetahui tingkat kelayakan usaha tani tebu.
tebu rata-rata turun 76%, 17% dan 57%, masing-
Secara garis besar, kerangka pemikiran penelitian
masing untuk perlakuan tumpang sari tebu-jagung,
ini disajikan pada Gambar 1.
tebu-kedelai, dan tebu-ubi jalar. Tanaman tebu
menunjukkan kemampuan berkompetisi yang
relatif lebih kuat dibandingkan tanaman kedelai,
tetapi relatif lebih lemah dibandingkan tanaman

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

62 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70


METODE PENELITIAN mengetahui produktivitas lahan yang ditanam
secara monokultur dan tumpang sari. Jika pada
hasil analisis diperoleh nilai NKL lebih besar
Waktu dan Lokasi Penelitian
1 (> 1), hal tersebut menunjukkan bahwa pola
Penelitian dilakukan di Desa Karangharjo, Keca- tanam tumpang sari lebih produktif dibandingkan
matan Sulang, Kabupaten Rembang, mulai bulan monokultur.18 Untuk menghitung peningkatan
April 2012–Agustus 2013.Lahan yang digunakan produksi lahan yang dihasilkan dalam penelitian
dalam penelitian adalah sawah lahan kering tadah ini, digunakan rumus sebagai berikut.
hujan. Petani pelaksana kegiatan tergabung dalam HA1 HB1
Kelompok Tani Sido Luhur. NKL
= +
(1) HA2 HB2
HA1 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam
Perlakuan Penelitian secara tumpang sari.
Varietas tebu yang diujiadaptasikan pada pene- HB1 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam
litian ini adalah PSJK 922, PS 851, PS 881 dan secara tumpang sari.
VMC 76-16 yang termasuk jenis tebu masak awal HA2 = Hasil jenis tanaman A yang ditanam
(masak pada bulan Mei–Juni). Untuk varietas secara monokultur.
kedelai yang diujiadaptasikan pada budi daya tum- HB2 = Hasil jenis tanaman B yang ditanam
pang sari dengan tebu adalah varietas Argomulyo, secara monokultur
Kaba, dan Tanggamus. Masing-masing varietas Analisis usaha tani dilakukan dengan
kedelai ditanam di antara juringan tanaman tebu menghitung pemasukan, pengeluaran, dan keun-
yang juga berbeda varietasnya sehingga terdapat tungan. Tingkat keberlanjutan sistem tumpang
empat petak dengan luasan ±80 m2. Untuk sistem sari ditentukan dengan analisis Benefit/Cost ratio
monokultur, dilakukan penanaman pada luas areal (B/C ratio) dan Net Present Value (NPV). Sistem
yang sama untuk masing-masing varietas baik usaha tani ini layak dikembangkan jika R/C ratio
tanaman tebu maupun kedelai. ≥ 1 dan NPV positif.
Perlakuan sistem tanam tumpang sari tebu Keuntungan
B / C ratio =
dan kedelai yang diamati, yaitu Pengeluaran (2)
1) PSJK 922 + Argomulyo Keterangan:
2) PSJK 922 + Kaba B = Keuntungan
3) PSJK 922 + Tanggamus C = Pengeluaran
4) PS 851 + Argomulyo n
Bt − Ct
5) PS 851 + Kaba NPV = ∑
t =1 (1 + i ) t
6) PS 851 + Tanggamus (3)
7) PS 881 + Argomulyo Keterangan:
8) PS 881 + Kaba Bt = penerimaan kotor petani pada tahun t
9) PS 881 + Tanggamus Ct = biaya usaha tani pada tahun t
10) VMC 76-16 + Argomulyo n = umur ekonomis usaha tani
11) VMC 76-16 + Tanggamus i = discount rate
12) VMC 76-16 + Kaba
HASIL DAN PEMBAHASAN
METODE ANALISIS
Pengambilan data produksi dilakukan pada saat Efisiensi Pemanfaatan Lahan
panen tanaman kedelai dan tanaman tebu. Salah Sistem tanam tumpang sari merupakan sistem
satu cara untuk membandingkan tingkat efisiensi budi daya tanaman yang dapat meningkatkan
lahan yaitu dengan indikator efisiensi peng- produksi lahan. Sistem usaha pertanian ini ber-
gunaan lahan atau NKL. Nilai dari NKL dapat tujuan untuk mendapatkan hasil panen lebih dari

Nilai Kesetaraan Lahan... | Ahmad Rifai... | 63


satu kali dari jenis atau beberapa jenis tanaman pertumbuhan (± 3 bulan pertama), tanaman tebu
pada sebidang tanah yang sama dalam satu tahun. belum cukup rapat dengan tanaman tumpang sari.
Pilihan ini diambil untuk mengurangi tingkat Panjang tiap juringan tebu 8 m. Tanaman kedelai
resiko kegagalan produksi, menyerap tenaga kerja sebagai tanaman tumpang sari ditanam dengan
yang lebih merata sepanjang tahun, meningkatkan jarak tanam 40 x 15 cm 2 biji perlubang. Teknik
produktivitas lahan, dan menjadikan lebih efisien penanaman tumpang sari tebu dengan kedelai
penggunaan energi atau cahaya matahari serta yang dilakukan di Desa Karangharjo, Kecamatan
dalam penggunaan air. Sulang, Kabupaten Rembang pada penelitian
Pada penelitian ini, penanaman tebu di- ini dapat dilihat pada Gambar 2. Sementara itu,
lakukan pada bulan Mei 2012, sedangkan varietas kedelai yang ditumpangsarikan dengan
kedelai ditanam setelah umur tebu mencapai tebu di Desa Karangharjo, Kecamatan Sulang,
2–3 minggu setelah tanam, yaitu pada bulan Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Gambar 3.
Juni 2012. Teknologi budi daya yang diterapkan Pemanenan kedelai dilakukan pada bulan
pada penelitian ini adalah sistem Colombia. Agustus 2012, sedangkan tebu dilakukan pada
Sistem budi daya ini menggunakan jarak tanam bulan Agustus 2013. Hasil penelitian yang
antar juringan yang lebar (pusat ke pusat/pkp dilakukan selama satu kali masa panen pada
160 cm) sehingga memberi kesempatan untuk tanaman kedelai dan tebu disajikan pada Tabel
dilaksanakannya sistem tumpang sari. Pada awal 1 dan Tabel 2.

Gambar 2. Teknik Penanaman Kedelai Pada Areal Tumpang Sari

A B C

Gambar 3. Varietas Kedelai dan Areal Tumpang Sari

64 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70


Tabel 1. Produksi Tanaman Tebu dan Kedelai dalam Sistem Monokultur (ton/ha)
Jenis Tanaman Hasil
Tebu:
- PSJK 922 114,58
- PS 851 97,92
- PS 881 84,64
- VMC 76-16 121,61
Kedelai:
- Argomulyo 1,34
- Kaba 1,60
- Tanggamus 1,74
Sumber: Data yang Diolah
Tabel 2. Produksi Tanaman Tebu dan Kedelai dalam Sistem Tumpang Sari (ton/ha)
Perlakuan Tumpang Sari Hasil Tebu Hasil Kedelai NKL
PSJK 922 + Argomulyo 71,48 1,05 1,41
PSJK 922 + Kaba 85,16 1,21 1,50
PSJK 922 + Tanggamus 100,00 1,68 1,84
PS 851 + Argomulyo 103,13 1,50 2,17
PS 851 + Kaba 103,52 1,73 2,14
PS 851 + Tanggamus 102,73 1,56 1,95
PS 881 + Argomulyo 89,45 1,24 1,98
PS 881 + Kaba 87,11 1,38 1,89
PS 881 + Tanggamus 91,80 1,90 2,18
VMC 76-16 + Argomulyo 113,48 1,56 2,10
VMC 76-16 + Kaba 111,13 2,07 2,21
VMC 76-16 + Tanggamus 111,33 1,82 1,96
Sumber: Data yang Diolah

Pada Tabel 1, dapat diketahui bahwa air, terutama pada awal pertumbuhan, sangat
produksi tebu varietas VMC 76-16 sebanyak menentukan perkembangan tanaman selanjutnya.
121,61 ton/ha adalah yang tertinggi dibandingkan Fase pertumbuhan generatif (pengisian polong)
dengan varietas tebu lainnya yang ditanam secara pada kedelai merupakan fase yang sangat kritis
monokultur. Tebu varietas PS 881, produksinya dalam menentukan produksi. Kekurangan air
paling rendah, yaitu hanya sebanyak 84,64 ton/ha. menyebabkan pengisian polong tidak optimal
Varietas Tanggamus merupakan kedelai yang sehingga produksi kedelai tidak dapat maksimal.
berproduksi tertinggi sebanyak 1,74 ton/ha pada Hasil penelitian yang disajikan pada Tabel
sistem tanam monokultur. Potensi hasil menurut 2 menunjukkan NKL tertinggi sebesar 2,21 pada
deskripsi yang dikeluarkan oleh Balitkabi19 adalah perlakuan VMC 76-16+Kaba. Produksi kedelai
sebagai berikut: varietas Argomulyo mencapai Kabayang yang ditanam secara tumpang sari
3,1 ton/ha, sedangkan varietas Tanggamus dan lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditanam
Kaba mencapai 2,6 ton/ha. Secara keseluruhan, secara monokultur sehingga menghasilkan NKL
rata-rata produksi kedelai masih lebih tinggi bila yang tinggi pula. NKL terendah sebesar 1,41
dibandingkan dengan rata-rata produktivitas adalah tumpang sari PSJK 922+Argomulyo. NKL
kedelai nasional yang hanya 1,3 ton/ha2. yang dihasilkan oleh PSJK 922+Argomulyo ini
Pemilihan varietas kedelai yang tepat lebih rendah karena produksi secara tumpang
sesuai kondisi lahan yang akan digunakan sebagai sari juga lebih rendah dibandingkan dengan yang
areal tumpang sari sangat menentukan besarnya monokultur. Secara keseluruhan, NKL antara
produktivitas tanaman. Ketersediaan sumber tanaman tebu dan kedelai mempunyai nilai lebih

Nilai Kesetaraan Lahan... | Ahmad Rifai... | 65


besar dari satu sehingga menunjukkan bahwa pola Penelitian ini terdapat kecenderungan yang
tanam tumpang sari lebih efisien dan produktif sama dengan hasil penelitian yang menyatakan
dibandingkan dengan monokultur. bahwa pertumbuhan dan hasil tebu keprasan tidak
Kedelai varietas Kaba yang ditumpangsari- dipengaruhi oleh pola penanaman tumpang sari
kan dengan tebu PSJK 922, produksinya 1,21 ton/ dan varietas kedelai.15 Produksi dan pertumbuhan
ha terendah di antara kedelai varietas Kaba yang tebu sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air,
ditumpangsarikan dengan tebu varietas lainnya. terutama pada masa-masa awal pertumbuhan
Produksi kedelai tertinggi adalah varietas Kaba setelah ditanam dan varietas tebu itu sendiri.
yang ditanam tumpang sari dengan tebu varietas Pemeliharaan kedelai sebagai tanaman sela pada
VMC 76-16. Perbedaan yang sangat mencolok tumpang sari ini memberikan keuntungan pada
ditunjukkan oleh kedelai yang sama-sama tanaman tebu, terutama penambahan hara akibat
varietas Kaba. Hal tersebut terjadi karena pada pemberian pupuk pada kedelai serta mengurangi
saat proses pengisian polong, kedelai varietas gulma.
Kaba yang ditanam tumpang sari dengan tebu
PSJK 922 kekurangan air sehingga produksi tidak Analisis Finansial Usaha Tani Tebu
dapat maksimal. Kedelai yang ditanam tumpang
Analisis finansial usaha tani menggunakan dua
sari dengan tebu VMC 76-16 produksinya
kriteria, yaitu NPV dan B/C Ratio. Pada penelitian
rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan yang
ini, yang akan dilakukan perhitungan analisis
ditanam tumpang sari dengan tebu varietas lain.
finansial usaha tani hanya tanaman tebu karena
Letak petakan tebu VMC 76-16 yang berada
merupakan tanaman utama dalam sistem tumpang
paling bawah memungkinkan, pada saat lahan
sari ini. Analisis usaha tani tebu diasumsikan
dilakukan pengairan, banyak yang mengalir ke
selama lima tahun. Pergantian bibit atau bongkar
petakan tersebut. Oleh karena itu, ketersediaan
ratoon yang dilakukan setelah kepras/panen
air relatif lebih banyak dibandingkan dengan
empat kali biasanya akan menurunkan rendemen
petakan lainnya.
tebu. Usaha tani tebu membutuhkan biaya yang
Secara keseluruhan, kedelai varietas Argo- sangat besar pada permulaannya, terutama
mulyo produksinya terendah di antara kedelai untuk pengolahan lahan, pembelian bibit, dan
varietas lainnya untuk setiap perlakuan tumpang penanaman. Biaya tersebut tidak diperlukan lagi
sari dengan tanaman tebu. Potensi produksi untuk tahun selanjutnya karena yang dikeluarkan
kedelai Argomulyo berdasarkan deskripsinya hanyalah biaya rutin yang meliputi pemupukan,
merupakan yang tertinggi di antara kedelai lain kletek, pembumbunan, pengairan, pengendalian
yang diujicobakan pada penelitian ini. Rendahnya hama penyakit, dan pemanenan.
produksi kedelai argomulyo disebabkan pada
Berdasarkan informasi dari pabrik gula yang
masa pengisian polong (pertumbuhan generatif),
menjadi mitra petani dalam budi daya petani di
lahan mengalami kekeringan, sehingga pema­
desa Karangharjo, diketahui bahwa rendemen
nenan dilakukan 15–10 hari lebih awal, yang
tebu yang diperoleh dalam sistem tanam ini
seharusnya berkisar 80–88 hari dari saat tanam.
sebesar 7% dan harga hablur Rp9.900,00/kg.
Produksi tebu varietas VMC 76–16 meru- Rendemen adalah kadar kristal gula atau kan­
pakan varietas yang mempunyai produksi dungan kristal gula (hablur) yang berada dalam
tertinggi, baik yang ditanam secara monokultur batang tebu. Jumlah rendemen dipengaruhi oleh
maupun tumpang sari. Begitu juga dengan kedelai beberapa faktor, di antaranya faktor dalam pabrik
varietas Tanggamus yang mempunyai produksi (peralatan giling, peralatan pemasakan gula, dan
rata-rata tertinggi dibandingkan dengan varietas sanitasi alat yang digunakan) dan faktor tanaman
lainnya, baik ditanam secara monokultur maupun (varietas tebu, umur tebu, hama penyakit, dan
tumpang sari. Pemilihan varietas kedelai, yang mutu tebangan/keprasan). Agar rendemen tidak
cocok untuk sawah lahan kering, harus dipertim- turun pada waktu pemanenan, tebu hendaknya
bangkan dalam rangka mengembangkan sistem tidak dibiarkan bertumpuk lama karena kadar
tanam tumpang sari tanaman tebu dan kedelai gula bisa menguap. Dengan memperhitungkan
agar produksinya dapat maksimal. semua komponen budi daya, analisis finansial

66 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70


Tabel 3. Analisis Finansial Budi Daya Tebu Sistem Tumpang Sari dengan Kedelai
Perlakuan NPV (Rp) B/C R (%)
PSJK 922 + Argomulyo 49.730.187 1,61
PSJK 922+ Kaba 74.849.464 1,92
PSJK 922 + Tanggamus 102.101.760 2,25
PS 851 + Argomulyo 107.848.987 2,32
PS 851 + Kaba 108.564.409 2,33
PS 851 + Tanggamus 107.112.367 2,31
PS 881 + Argomulyo 82.727.060 2,01
PS 881 + Kaba 78.431.876 1,96
PS 881 + Tanggamus 87.043.442 2,07
VMC 76-16 + Argomulyo 126.852.727 2,56
VMC 76-16 + Kaba 122.538.994 2,50
VMC 76-16 + Tanggamus 122.904.655 2,51
Sumber: Data yang Diolah

budi daya tebu yang ditumpangsarikan dengan Bongkar ratoon diharapkan bisa dilakukan setiap
tanaman kedelai disajikan pada Tabel 3. lima tahun sekali.
Dari Tabel 3, dapat diketahui bahwa NPV Selama menunggu tanaman tebu tumbuh
tertinggi sebesar Rp126.852.727 dengan B/C besar, pada awal tanam maupun setelah dilakukan
Ratio 2,56 adalah perlakuan tumpang sari antara pengeprasan, lahan tersebut bisa ditumpangsari-
VMC 76-16+Argomulyo. Tingkat besaran NPV kan dengan tanaman kedelai. Syarat utama agar
dan B/C Ratio yang dihasilkan berbanding tanaman tebu bisa ditumpangsarikan dengan
lurus dengan produksi tebu yang dihasilkan. kedelai adalah penggunaan jarak tanam PKP tiap
B/C Ratio yang dihasilkan dari sistem tanam juringan tebu yang lebar. Pertumbuhan kedelai
tumpang sari secara keseluruhan lebih dari satu dipengaruhi oleh pola penanaman tumpang sari,
sehingga sistem tanam tumpang sari tebu dan tetapi hasil biji kedelai per hektare tergantung
kedelai ini layak dikembangkan. Keuntungan pola penanamannya. Hasil biji kedelai juga
secara finansial yang bisa diperoleh adalah petani dipengaruhi oleh interaksi antara pola penanaman
dapat mengurangi biaya pemeliharaan tanaman dan varietasnya.15
tebu (pengendalian gulma) sebagai akabat dari Program bongkar ratoon untuk peng-
pemeliharaan tanaman kedelai. Petani dapat gantian bibit sebenarnya telah diluncurkan oleh
pula memperoleh pendapatan dari hasil kedelai pemerintah sejak  tahun 2003. Hingga tahun
selama menunggu panen tebu tanpa mengurangi 2013, kegiatan bongkar ratoon ditargetkan telah
produksi tebu pada sistem tumpang sari tebu dan bisa dilaksanakan di sepuluh provinsi dan 71
kedelai yang dilakukan penelitian ini. Tumpang kabupaten wilayah pengembangan tanaman tebu.
sari merupakan sistem budi daya tanaman yang Tujuan utama bongkar ratoon adalah mendorong
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan peningkatan produksi dan produktivitas tebu agar
menguntungkan secara finansial. tercapai swasembada gula tahun 2014.16
Pada tahun 2011, luas panen kedelai di Jawa
Potensi Pengembangan Tumpang Sari Tengah adalah 97.112 ha dengan produksi sebesar
Tebu dan Kedelai di Jawa Tengah 152.416 ton dan produktivitasnya 1,569 ton/ha.
Salah satu cara untuk meningkatkan rendemen­tebu Berdasarkan data BPS Jawa Tengah,17 luas areal
adalah dengan bongkar ratoon atau penggantian tanaman tebu rakyat di Jawa Tengah tahun 2011
bibit. Tebu yang sudah dikepras berulang-ulang adalah 64.501,99 ha. Dari luasan tersebut, apabila
akan mengalami penurunan rendemen, serabutnya digunakan untuk tanam tumpang sari dengan
akan menjadi tinggi, batang menjadi kecil dan tanaman kedelai, terdapat potensi penambahan
kerdil, dan terdapat akumulasi penyakit-penyakit luas areal pertanaman kedelai seluas 32.250,995
sistemik yang menjadi inang hama penyakit. ha atau terjadi peningkatan 33% dari luas panen

Nilai Kesetaraan Lahan... | Ahmad Rifai... | 67


yang sudah ada. Dengan produksi tertinggi pada Thoha, M.A., A.P.U. atas bimbingannya dalam
uji adaptasi ini, yaitu varietas Tanggamus, akan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
diperoleh penambahan produksi kedelai sebesar
56.700 ton per tahun di Jawa Tengah atau penam- DAFTAR PUSTAKA
bahan 37,2% dari produksi kedelai tahun 2011. 1
Kebutuhan Kedelai Nasional Tembus 2,2 Juta Ton.
Diakses 30 Juli 2012. www.tribunnews.com/
KESIMPULAN 2012/­1 0/15/kebutuhan-kedelai-nasional-
2013-tembus-22-juta-ton.
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa 2
Kedelai Potret Ketidakberdayaan Negara. Diakses 30
pola tanam tumpang sari lebih efisien dan
Juli 2012. http://www.suarapembaruan.com/
produktif dibandingkan dengan monokultur ekonomidanbisnis/kedelai-potret-ketakberda­
yang ditunjukkan secara keseluruhan oleh NKL yaan-negara/22868.
antara tanaman tebu dan kedelai yang mempunyai 3
Lahan Menyempit, Produksi Kedelai Sulit Meningkat.
nilai lebih besar dari satu. NKL tertinggi adalah Diakses 13 September 20132013. http://www.
tumpang sari varietas VMC 76-16+Kaba sebesar tempo.co/read/news/2013/09/13/092513012/
2,21, sedangkan NKL terendah sebesar 1,41 Lahan-Menyempit-Produksi-Kedelai-Sulit-
adalah tumpang sari PSJK 922+Argomulyo. Meningkat.
4
Mentan: Lahan Kedelai Bertambah 80.000 Ha di
Berdasarkan analisis finansial, NPV tertinggi
NAD dan NTT. 2013. (http://www.beritasatu.
sebesar Rp126.852.727,00 dengan B/C Ratio 2,56 com/ekonomi/137814-mentan-lahan-kedelai-­
untuk perlakuan tumpang sari VMC 76-16+Ar- bertambah-80000-ha-di-nad-dan-ntt.html,
gomulyo. Tingkat besaran NPV dan B/C Ratio diaks­es 12 September 2013).
berbanding lurus dengan produksi tebu yang 5
Kementerian Pertanian. 2011. Rencana Strategis
dihasilkan. B/C Ratio yang dihasilkan dari sistem Kementerian Pertanian 2010–2014 (Edisi
tanam tumpang sari secara keseluruhan lebih dari Revisi). Jakarta: Kementerian Pertanian.
satu sehingga sistem tanam tumpang sari tebu dan 6
Kedelai, Gula, Daging Masih Defisit. 2013. (http://
kedelai ini layak dikembangkan. www.neraca.co.id/harian/article/34136/
Kedelai.Gula.dan.Daging.Masih.Defisit,
Dari luasan 64.501,99 ha areal tebu rakyat
diakses 19 Oktober 2013).
di Jawa Tengah tahun 2011, terdapat potensi 7
Kusmarini E. 2002. Pengembangan Agroforestry
penambahan luas areal pertanaman kedelai seluas untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyara-
32.250,995 ha dan produksi 56.700 ton per tahun kat. Makalah pada Pelatihan Stakeholder
apabila ditanami kedelai varietas Tanggamus. HKm, Ciawi 26–30Agustus 2002. Departemen
Kehutanan.
SARAN
8
Thahir S.M. dan Hadmadi. 1985. Tumpang Gilir.
Jakarta: Yasaguna.
Beberapa saran yang dapat diajukan dari hasil 9
Francis, C.A. 1989. Biological Efficiency in Multiple
penelitian ini adalah perlu dilakukan penanaman Cropping. Dalam Indarto, Rusdi Evizal, Tri
lanjutan kedelai sebagai tanaman tumpang sari Dewi Andalasari, dan Mamat Anwar Pulung.
setelah tebu dipanen dan uji multilokasi terhadap Pemupukan Urea-TSP-KCl pada Kedelai Yang
sistem tanam tumpang sari tebu dan kedelai Ditumpangsarikan dengan Tebu. Prosiding
untuk mengetahui lebih lanjut tingkat keefisien Seminar Nasional Pengembangan Wilayah
Lahan Kering 1993. Hlm. 433–438.
penggunaan lahan. 10
Gliesman, S.R. 1986. Plant Interaction in Multiple
Cropping System. Dalam Indarto, Rusdi Evizal,
UCAPAN TERIMAKASIH Tri Dewi Andalasari, dan Mamat Anwar
Pulung. Pemupukan Urea-TSP-KCl pada
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Sri
Kedelai yang Ditumpangsarikan dengan Tebu.
Rustini, S.P., Gunawan Sejati, Maryono, dan Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Juwahir yang banyak membantu penulis dila- Wilayah Lahan Kering 1993. Hlm. 433–438.
pangan dalam pengambilan data. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Drs. Mahmud

68 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70


11
Widiarti, W. dan Iskandar U. 2012. Optimalisasi Tum- 17
Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam
pang Sari Tebu-kedelai (bulai) menjadi Model Angka 2012. Badan Pusat Statistik Provinsi
Pengelolaan Tanaman Terpadu. Universitas Jawa Tengah dan BAPPEDA Provinsi Jawa
Jember. 78 hlm. Tengah. ISSN 0215-2177.
12
Darmodjo, S. 1992. Falsafah Usaha Tumpang Sari
Tebu dan Non-Tebu dalam Usaha Menyinkro- Acuan yang Lain
nisasikan Kepentingan Pengusaha Tebu dengan
Petani. Pros. Seminar Prospek Industri Gula/ Soejono, A.T. 2004. Kajian Jarak Antarbaris Tebu dan
Pemanis. P3GI Pasuruan. 23 hlm. Jenis Tanaman Palawija Dalam Pertanam­an
13
Palaniappan, S.P. 1984. Cropping System in the Tumpang Sari. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 1
Tropics, Principles and Management. Wiley 2004: 32–41. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Eastern Limited. 215hlm. Mada.
14
Soemartono. 1988. Sistem Pertanaman (Cropping Sugiyarto. 1995. Pengaruh Jenis Kerapatan Tanam­
System) pada Lahan Tadah H.ujan dan Lahan an Tumpang Sari Terhadap Pertumbuhan
Berpengairan. Integrated Land Development Awal Tebu (Saccharum Officinarium L.).
Training Program Faculty of Technology, Departemen Biologi ITB. Diakses 27 Oktober
Gadjah Mada University. Yogyakarta. 2013). http://digilib.sith.itb.ac.id./gdl.php?m
od=browse&op=read&id=jbptitbbi-gdl-s2-
15
Marjayanti, Sih., Arsana, dan Wayan D. 1993. 1995-sugiyarto-693.
Keragaan beberapa varietas kedelai dan tebu
keprasan dalam sistem tumpang sari. Majalah Institut Pertanian Bogor. 2013. Analisis Produktivitas
Penelitian Gula. Vol. 29. No. 3/4/2009. Pusat Lahan dan Analisis Finansial Sistem Agro-
Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. forestridi Berbagai Zona Agroklimat. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
16
Wujudkan Swasembada Gula, Kementan Galakkan
Program Bongkar Ratoon. Diakses 18 Oktober Balai Penelitian Kacang dan Umbi (Balitkabi). 2008.
2013. http://bisniskeuangan.kompas.com/ Deskripsi VarietasUnggulKacang-kacangan
read/2013/10/18/1359478/Wujudkan.Swase- dan Umbi-umbian. Malang.
mbada.Gula.Kementan.Galakkan.Program.
Bongkar.Ratoon?utm_source=WP&utm_
medium=box&utm_campaign=Kekowp.

Nilai Kesetaraan Lahan... | Ahmad Rifai... | 69


70 | Widyariset, Volume 17, Nomor 1, April 2014 59–70

Anda mungkin juga menyukai