Anda di halaman 1dari 6

NIRMANA, Vol. 17, No. 1, Januari 2017, 53-58 DOI: 10.9744/nirmana.17.1.

53-58
ISSN 0215-0905

Kafe sebagai Gaya Hidup Masyarakat Konsumerisme


(Studi Kasus pada Starbucks)

Mendy Hosiana Melkisedek


Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain,
Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia
E-mail: mendy@petra.ac.id

Abstrak

Akhir-akhir ini perubahan sosial terjadi pada masyarakat kota besar di Indonesia seiring berkembangnya
teknologi dan informasi yang begitu cepat. Pola hidup masyarakat kota besar kian bersifat konsumtif
akibat serangkaian iklan televisi atau pun sosial media yang menawarkan berbagai produk yang
dimaknai secara simbolik. Pola konsumtif masyarakat kini tak hanya sekedar bertujuan untuk
pemenuhan kebutuhan dasar atau nilai guna dari produk yang dibeli tetapi lebih pada nilai dan prestise
yang didapatkan dengan membeli produk tersebut. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai perilaku
konsumerisme masyarakat kota terhadap kafe ditinjau dari teori konsumerisme dan fetisisme komoditi.

Kata kunci: Kafe, konsumerisme, fetisisme komoditi.

Abstract

Lately, as technology and information rapidly develop, social change has occurred in large urban
communities in Indonesia. The life pattern of the big city people is increasingly consumptive due to a series
of television advertisements or social media that offer a variety of products that are symbolically interpreted.
The consumptive pattern of the community is now not only to fulfill the basic needs or the usefulness of the
product purchased but rather the value and prestige gained by buying the product. This paper will discuss
about the behavior of urban society’s consumerism towards kafes according to the theory of consumerism
and commodity fetishism.

Keywords: Kafe, consumerism, commodity fetishism.

Pendahuluan gaya hidup konsumerisme yang tak lagi memen-


tingkan nilai guna suatu produk tetapi bagaimana
Perkembangan teknologi dan informasi yang tak produk tersebut dapat meningkatkan citra diri,
lain adalah tiang penopang kapitalisme perekono- prestise penggunanya di hadapan khalayak.
mian di Barat saat ini membanjiri masyarakat Masyarakat cenderung memaknai penggunaan
perkotaan dan memaksa terjadinya transformasi produk seperti pakaian, mobil, sepatu, bahkan
pola pikir dan gaya hidup masyarakat perkotaan. makanan dan minuman sebagai pembentukan
Berbagai media seperti televisi, internet, sosial simbol sosial dan identitas kultural.
media berlomba-lomba hadir untuk menawarkan
berbagai macam tontonan hiburan dan juga infor- Kopi adalah salah satu minuman yang digemari
masi bagi masyarakat. Sehingga perilaku masya- masyarakat di dunia. Budaya minum kopi bukan
rakat tanpa sadar terbentuk dari berbagai macam saja dinikmati oleh masyarakat Indonesia tetapi
informasi dari tontonan yang mereka saksikan juga di berbagai negara lain. Umumnya budaya
tersebut. Pembangunan citra diri masyarakat me- minum kopi di Indoensia dilakukan sambil mem-
lalui media-media massa ini membangun penga- baca koran di pagi hari sebelum memulai aktivitas
laman dalam satu ruang dan waktu yang mem- atau di sore hari saat berkumpul bersama seluruh
batasi yang disebut realitas semu (Yasraf, 2010). keluarga. Akan tetapi keterbatasan waktu oleh
aktivitas perkotaan yang padat membuat tradisi
Seperti terhipnotis oleh kemuktahiran yang ada ini menjadi memudar.
saat ini, identitas masyarakat tercermin melalui
pemaknaan simbolik dari penggunaan produk- Bagi masyarakat konsumer, minuman kopi se-
produk yang sarat akan kecanggihan teknologi bagai objek konsumsi tidak lagi dipandang dari
dan informasi. Gaya hidup masyarakat menjadi nilai guna atau kebutuhan dasar individu itu

53
54 Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, Vol. 17, No. 1, Januari 2017: 53-58

untuk mengkonsumsi kopi, tetapi juga dipandang Starbucks yang merupakan kafe khusus yang
sebgai medium untuk mencitrakan dirinya. Bukan menyajikan berbagai minuman kopi bertaraf
seberapa enak rasa kopi itu tetapi pandangan internasional dan memiliki banyak cabang di
tentang kopi apa yang diminum, di mana sese- hampir seluruh belahan dunia, termasuk di Indo-
orang itu minum kopi dan bersama siapa itulah nesia. Umumnya gerai Starbucks berlokasi di
yang membangun suatu citra individu konsumer. pusat-pusat perbelanjaan besar. Kafe yang me-
Berada di sebuah kafe ternama dalam sebuah mall mulai kiprahnya sejak tahun 1971 ini berawal dari
dapat dimaknai secara simbolik untuk menandai etalase sempit di Seattle‟s historic Pike Place
status sosial, ekonomi dan prestise seseorang. Hal Market, Starbucks menawarkan beberapa biji kopi
ini menjadi suatu budaya baru yakni budaya terbaik di dunia. Dua hal yang ingin selalu di-
populer. harapkan yakni berbagi kopi yang berkualitas
dengan sesama dan membuat dunia menjadi lebih
Kata “kafe” atau “café” tentu tak asing lagi bagi baik.
masyarakat kota besar. Kafe sendiri memiliki
makna sebuah kedai kecil yang menjajakan segala
jenis minuman kopi. Namun dalam perkem-
bangannya, kafe saat ini tak sekedar kedai penye-
dia minuman kopi tetapi juga didesain begitu rupa
dengan berbagai tema dan keunikan serta ber-
bagai fasilitas penunjang untuk menarik para
konsumennya. Banyak kafe di ibukota yang se-
ngaja mengundang band-band ternama untuk
tampil menemani para konsumen minum kopi dan
bersantai. Ada juga yang melengkapi kafe dengan
fasilitas wi-fi dan stop kontak bagi para konsumen Gambar 1. Starbucks di awal berdirinya
agar dapat sekaligus mengerjakan tugas atau
pekerjaannya dengan laptop atau i-pad-nya. Pada tahun 1981, Howard Schultz selaku Star-
bucks chairman, president and chief executive
Tradisi Minum Kopi di Indonesia officer pertama kali masuk ke toko Starbucks. Dari
cangkir pertama Sumatra, Howard tertarik ke
Indonesia yang terkenal sebagai salah satu negara Starbucks dan bergabung setahun kemudian.
penghasil dan pengekspor kopi di dunia, memiliki Keterpikatan pada sebuah kedai kopi ketika ia
banyak jenis kopi yang berkualitas. Salah satu melakukan perjalanan ke Italia tahun 1983 me-
kopi yang terkenal adalah kopi Arabica dari munculkan visi untuk membawa tradisi kedai kopi
Italia tersebut ke Amerika Serikat. Sebuah konsep
sumatera dan kopi luwak (http://www.kopisiana.
kedai kopi sebagai ruang ke tiga antara rumah
com).
dan kantor yang menawarkan tempat untuk
bercakap-cakap dan bersantai bersama komunitas.
Hal ini menunjang tradisi minum kopi di masya-
Sejenak Howard meninggalkan Starbucks untuk
rakat Indonesia. Minum kopi atau „ngopi‟ adalah
membuka kedai kopi II Giornale miliknya sendiri
salah satu tradisi turun temurun yang diwarisi
pada tahun 1985 dan pada Agustus 1987, Howard
oleh masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat
kembali untuk membeli Starbucks dengan bantu-
terbiasa minum kopi di pagi hari, sebelum me- an investor lokal. (www.starbucks.com)
mulai aktivitas bekerja. Namun, ada pula yang
meminum kopi di sore/malam hari bersama Sejak awal, Starbucks dibentuk dengan konsep
keluarga, untuk melepas penat setelah bekerja yang berbeda dengan kafe-kafe lainnya. Tidak
seharian. (nationalgeographic.co.id). Umumnya hanya diciptakan untuk sekedar merayakan
budaya minum kopi ini juga ditemani dengan tradisi minum kopi dengan menyajikan kopi-kopi
kudapan seperti kue atau roti. berkualitas di dunia, tetapi lebih difokuskan pada
perasaan kebersamaan yang saling terkait.
Budaya minum kopi Pada waktu-waktu ini, kedai Misinya adalah menginspirasi dan menumbuhkan
kopi juga akan ramai pengunjung. Masyarakat semangat manusia - satu orang, satu cangkir, dan
biasa menikmati kopi sembari bersosialisasi satu lingkungan pada suatu waktu.
dengan kawan-kawannya atau sekadar bersantai.
Salah satu kopi yang disajikan di Starbucks
Starbucks adalah kopi Arabica yang berasal dari daerah
Sumatera, Indonesia. Kopi ini dijadikan bahan
Salah satu kafe ternama yang tak asing lagi bagi utama dalam penyajian kopi di setiap gerai
masyarakat kota-kota besar di Indonesia adalah Starbucks (www.kompasiana.com).
Mendy H. M.: Kafe sebagai Gaya Hidup Masyarakat Konsumerisme 55

Saat ini dengan memiliki lebih dari 17.000 kedai di Indonesia terkenal dengan biji kopinya yang
55 negara, menjadikan Starbucks sebagai roaster berkualitas tinggi hingga dapat dinikmati oleh
utama dan peritel kopi spesial di dunia. Dengan penikmat kopi hampir di seluruh dunia. Masya-
setiap cangkirnya, Starbucks berusaha membawa rakatnya pun memiliki beragam tradisi minum
kedua warisannya dan pengalaman yang luar kopi. Salah satu contohnya adalah minum kopi
biasa untuk hidup. tubruk. Budaya ngopi dengan memasukkan air ke
dalam gelas yang sudah berisi bubuk biji kopi.
Analisis Diamkan beberapa menit, atau silakan diaduk
langsung, dan secara konvensional disepakati
Menurut Yasraf (2010) konsumsi diartikan sebagai bahwa ampas dari penyeduhannya tidak dibuang
suatu sistem diferensiasi yakni suatu sistem di atau dikeluarkan dari gelas, inilah yang dikenal
mana terjadi pembentukan tingkatan status, dengan sebutan kopi tubruk (http://jakartavenue.
simbol dan prestis sosial sebagai tanda hadirnya com/2011/07/tradisi-minum-kopi-khas-indonesia/).
masyarakat konsumer. Sedangkan dalam masya-
rakat konsumer yang sudah maju, menurut Willis Setiap teknik penyeduhan kopi memang mempe-
(1991, 31) konsumsi tidak lagi membutuhkan tran- ngaruhi rasa dari kopi itu sendiri. Berbeda dengan
saksi atau pertukaran secara ekonomis. Masya- kopi tubruk, kopi espresso yang banyak dijual di
rakat mengkonsumsi dengan mata, menginter- kafe-kafe dan juga di Starbucks diolah dengan
nalisasikannya dan mengkonsumsi komoditas teknologi modern dan paduan topping ala barat
setiap kali masyarakat mendorong troli bolak-balik yang sangat dibanggakan oleh masyarakat. Dalam
sepanjang supermarket, atau menonton TV, atau hal ini pemaknaan simbolik dari cara pembuatan
menyetir lewat jalan besar yang menampilkan kopi yang mukhtahir menjadi objek konsumsi
logo di mana-mana. masyarakat, bukan mengenai sekedar rasa kopi
yang enak. Namun kecenderungan masyarakat
Dalam masyarakat konsumer, objek-objek kon- kota yang telah dipengaruhi budaya barat meng-
sumsi dipandang sebagai ekspresi diri atau ekster- anggap budaya menyeduh kopi seperti halnya
nalisasi para konsumer (bukan melalui kegiatan minum kopi tubruk sudah ketinggalan jaman.
penciptaan), dan sekaligus sebagai internalisasi Masyarakat lebih menyukai minum kopi di kedai
nilai-nilai sosial budaya yang terkandung di kopi atau kafe ternama seperti Starbucks yang
dalamnya (Yasraf : 148). Dengan berada di Star- menyajikan kopi dengan serangkaian alat pem-
bucks, sebuah kafe internasional bergaya Barat buat kopi yang mukhtahir. Tanpa sadar masyara-
yang menawarkan berbagai minuman kopi dan kat telah masuk dalam budaya urban dan sedikit
snack ala Barat, secara tidak sadar masyarakat demi sedikit meninggalkan budaya lokalnya.
merasa diangkat citra dirinya. Yang dikonsumsi
masyarakat bukanlah sekedar minuman dan Jika kita melihat dari beberapa jenis biji kopi yang
makanan yang ditawarkan di dalamnya tetapi disajikan di Starbucks seperti kopi Sumatra, kopi
esensi nama besar Starbucks sendiri. Tidak semua Toraja, Kopi Bali yang tak lain adalah warisan
masyarakat dari berbagai kalangan dapat men- dari hasil kekayaan alam Indonesia seharusnya
cicipi nikmatnya kopi di Starbucks karena harga- kita patut berbangga dengan kopi buatan Indo-
nya relatif mahal. Maka setiap individu yang nesia. Bukan berpikir sebaliknya dengan meng-
berada di dalamya secara tidak langsung menyata- konsumsi kopi-kopi ekspreso buatan Itali. Kebang-
kan diri sebagai anggota kelas sosial menengah ke gaan akan budaya lokal seolah sirna oleh ke-
atas dengan acuan tradisi Barat. kaguman masyarakat kota terhadap budaya barat
yang masuk melalui berbagai media massa yang
juga hasil peradaban budaya barat.

Adanya relasi konsumerisme memaknai perilaku


masyarakat kota yang lebih senang menikmati
kopi di sebuah kafe daripada di rumah sebagai
penanda citra diri, kelas atau tingkatan sosial
individu tersebut. Dengan harga yang relatif
mahal untuk sekedar minum kopi dan makan
snack di Starbucks merupakan harga yang harus
dibayar masyarakat untuk mendapatkan gengsi
atau prestise. Mereka dapat mencitrakan dirinya
sebagai konsumer teknologi tinggi, berkelas, ber-
beda dengan seseorang yang minum kopi tubruk
Gambar 2. Starbucks Tunjungan Plaza, Surabaya di warung kopi pinggir jalan. Kebanggaan dan
56 Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, Vol. 17, No. 1, Januari 2017: 53-58

prestise yang didapat merupakan hiper-realitas (unconsious). Konsumsi meraih kembali ingatan
dari kenyataan minum kopi tubruk yang ada di seseorang tentang rangsangan-rangsangan tak
pinggir jalan. Perbedaan tempat, teknologi pengo- sadar yang dialami pertama kali secara primor-
lahannya dan cita rasa yang diagungkan di dial. Kebersamaan bersama keluarga dan teman-
Satarbucks mencairkan kebanggaan masyarakat teman di sekolah yang tak dapat dinikmati kem-
akan budaya lokal. bali karena padatnya pekerjaan dan tuntutan
hidup mengakibatkan seseorang ingin mengganti-
Tak terlepas dari citarasa yang diagungkan, kan kesenangan yang hilang tersebut dengan
konsep Starbucks Coffee yakni berbagi kopi ber- minum kopi bersama komunitas mereka.
kualitas dengan sesama (kebersamaan) dan
membuat dunia sedikit lebih baik turut berperan Ada semboyan yang berkata “mangan ga mangan
dalam relasi konsumerisme masyarakat kota asal kumpul” yang berarti makan atau tidak yang
besar di Indonesia. Seperti yang dikatakan Yasraf penting adalah berkumpul bersama. Hal ini erat
dalam bukunya Dunia yang dilipat (2010), budaya sekali dengan kehidupan anak muda saat ini.
konsumerisme pada masyarakat konsumer Indo- Yang dijunjung tinggi adalah kebersamaan dalam
nesia dibentuk melalui strategi komunikasi pe- suatu komunitas tertentu yang bagi mereka men-
masaran. Komunikasi pemasaran Starbucks yang jadi simbol sosial bahwa ia mempunyai relasi
mendengungkan tentang berbagi kopi berkualitas tertentu. Kapan pun dan di mana pun para remaja
dengan sesama (kebersamaan) dan membuat dan kawula muda menginginkan adanya pengaku-
dunia sedikit lebih baik kepada setiap konsumen an dan penghargaan terhadap suatu relasi antara
terus menerus. Sehingga muncullah suatu per- dirinya dengan komunitas yang ia sukai. Sebagai
sepsi di benak khalayak jika ingin merasakan contoh sekelompok mahasiswa yang sengaja
kebersamaan, santai bersama teman dan mem- belajar bersama di Starbucks Coffee. Kebanggaan
buat dunia lebih baik, minumlah kopi di akan kepemilikan relasi inilah yang kemudian
Starbucks. diaktualisasikan dan dicitrakan melalui keber-
samaan minum kopi di Starbucks. Yang dikejar
bukanlah belajar bersama atau minum kopi tetapi
bagaimana orang-orang di sekitar mereka dapat
melihat kebersamaan mereka dan Starbucks
menjadi mediumnya. Dengan kata lain Starbucks
menjadi medium untuk mencitrakan hubungan
atau relasi dari para kawula muda di kota-kota
besar.

Kebersamaan terbangun dalam satu medium


berupa objek konsumsi. Suatu kenyataan semu
yang didapat ketika masyarakat menginginkan
kesenangan dan kebersamaan dalam satu ruang
dan waktu tertentu yang kemudian lenyap.
Kenyataan aslinya atau realitasnya adalah
Gambar 3. Kebersamaan di Starbucks Coffee kehidupan sehari-hari di mana para mahasiswa
tadi harus kuliah, belajar dan menyelesaikan
Strategi komunikasi tersebut direspon cukup baik semua tugasnya. Namun demi kesenangan dan
oleh sebagian besar masyarakat kota besar di penghargaan secara simbolik terhadap kelas sosial
Indonesia. Bukan saja untuk bersantai bersama dan pengakuan dari identitas diri para mahasiswa
teman atau komunitas tetapi juga merayakan rela mengeluarkan sejumlah uang untuk duduk,
ulang tahun, keberhasilan bahkan melakukan menikmati kopi di Starbucks.
pertemuan kerja (bertemu dengan klien) atau
kerja kelompok dilakukan di Starbucks Coffee, Setelah mampu meyakinkan konsumen bahwa
seperti yang tercermin pada gambar 3. Tidak Starbucks adalah satu-satunya kafe yang mampu
menjadi masalah jenis kopi apa yang akan membagikan kopi yang berkualitas dengan
diminum, snack apa yang akan dibeli ketika kebersamaan, strategi komunikasi pemasaran
berada di dalamnnya. Kebersamaan yang di- Starbucks juga merambah bidang merchandise.
dengungkan Starbucks menjadi poin utama yang Beraneka ragam merchandise yang berhubungan
ingin didapat oleh para konsumen khususnya oleh dengan menikmati kopi diciptakan, seperti mug
kalangan muda, baik itu mahasiswa atau pun putih dengan logo Starbucks yang telah menjadi
eksekutif muda. Dalam bukunya, Yasraf (2010) semacam simbol yang mencitrakan dirinya, botol
menjelaskan konsumsi sebagai satu fenomena minum khusus untuk minuman kopi dengan
dalam wacana psikoanalisis yakni ketidaksadaran segala desainnya dan sebagainya.
Mendy H. M.: Kafe sebagai Gaya Hidup Masyarakat Konsumerisme 57

Gambar 4. Merchandise Starbucks Coffee Gambar 5. Halaman Website Starbucks tentang Merc-
handise
Merchandise seperti yang nampak pada gambar di
atas dirancang khusus agar konsumen dapat Pada akhirnya budaya konsumerisme masyarakat
membawa pengalaman nikmatnya minum kopi di kota besar di Indonesia dalam kaitannya dengan
Strbucks ke rumah, pada saat berpergian dan Starbucks Coffee sebagai objek konsumsi mau
untuk kebersamaan bersama teman dan keluarga. mengatakan bahwa objek konsumsi dapat menjadi
Konsumen menyadari bahwa kopi terbaik hanya media hiper-realitas masyarakat kota. Konsumsi
ada di Starbucks, sehingga Starbucks mulai mem- tak lagi sebagai satu lalu lintas budaya benda
bentuk pola pikir konsumen dalam alam tak tetapi lebih sebagai panggung sosial yang di-
sadarnya, bahwa pengalaman menikmati kopi di dalamnya makna-makna sosial diperebutkan.
Starbucks juga dapat dibawa pulang dan di- Terjadi perang posisi di antara konsumen yang
nikmati di rumah. Minum kopi dengan meng- berada di dalamnya. Semua menginginkan suatu
gunakan mug atau berpergian dengan membawa status sosial tinggi dan adanya pengkauan ter-
sebotol minuman kopi yang merupakan merc- hadap citra dirinya.
handise Starbucks akan membawa kenikmatan
tersendiri. Kesimpulan

Kembali budaya konsumerisme masyarakat di- Dari hasil analisis mengenai perilaku konsumeris-
pengaruhi oleh permainan komunikasi pemasaran me masyarakat kota besar di Indonesia terhadap
untuk membentuk suatu gaya hidup yang tanpa Starbucks coffee sebagai objek konsumsi dapat
sadar dikonsumsi oleh masyarakat konsumer. ditarik beberapa kesimpulan yakni:
Konsumer seakan diam dan memposisikan diri  Budaya konsumerisme tak terlepas dari hiper-
dalam relasi subjek-objek, bukan sang pencipta, realitas gaya hidup
yang diilustrasikan oleh Yasraf (2010 : 149) layak-  Masyarakat kota besar di Indonesia cenderung
nya jaring laba-laba, yang menjaring dan membentuk simbol sosial dan identitas kultu-
mengkonsumsi apa pun yang ada di hadapan ral melalui produk atau objek konsumsi yang
mereka. digunakannya (dalam hal ini Starbucks Coffee,
bukan sekedar kopinya tetapi nama Starbucks
Sekali lagi kecenderungan hiper-realitas terlihat yang dibutuhkan).
pada budaya konsumtif masyarakat dengan  Pengaruh kemuktahiran teknologi dan infor-
membeli merchandise untuk membawa penga- masi saat ini mempengaruhi budaya consume-
laman minum kopi yang terbaik ke rumah. Yang risme masyarakat berkiblat ke tradisi Barat
ada hanyalah kopi biasa yang dapat dinikmati di dan menganggap tradisi lokal ketinggalan jaman.
cangkir atau mug. Realitas semu disuguhkan Akibatnya budaya lokal pun memudar dan
hanya dengan membayangkan berada di Star- pada akhirnya terjadi kematian budaya lokal.
bucks melalui merchandise yang digunakan. Atau  Budaya konsumerisme masyarakat kota besar
sebuah ilusi yang merubah citarasa kopi biasa di Indonesia turut dibentuk melalui strategi
menjadi setara dengan kopi di kafe. Jika berpergi- komunikasi pemasaran suatu produk. Masya-
an atau berkumpul bersama teman dan keluarga rakat mudah sekali mempercayai teks-teks
di rumah merchandise Starbucks membentuk citra yang mampu meningkatkan status sosialnya.
sang empunya di mata orang lain. Menunjukkan  Masyarakat menggunakan objek konsumsi
kelas sosial, gaya hidup dan prestise seseorang sebagai media hiper-realitas yang merupakan
melalui medium merchandise. objek pengganti kesenangan masyarakat.
58 Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, Vol. 17, No. 1, Januari 2017: 53-58

Daftar Pustaka Starbucks (http://www.starbucks.com/about-us/our-


heritage), diunduh tanggal 20 Desember 2012
Jakarta Veneu (http://jakartavenue.com/2011/07/ Starbucks (http://www.starbucks.co.id/en-US/_Merc-
tradisi-minum-kopi-khas-indonesia/), diunduh handise+and+Gifts/), diunduh tanggal 20
tanggal 20 Desember 2012. Desember 2012.
Piliang, Yasraf Amir. (2010). Dunia yang Dilipat: Lima Tradisi Minum Kopi di Dunia. https://natio-
Konsumerisme dan Hiper-Realitas Gaya hidup. nalgeographic.co.id/berita/2017/07/lima-tradisi-
Bandung: Matahari. minum-kopi-di-dunia.
Piliang, Yasraf Amir. (2010). Dunia yang Dilipat: Rebellion (26 Februari 2017). Kopi Arabica di
Terkurung dalam Realitas Semu. Bandung: Kedai Starbucks. http://www.kopisiana.com/
Matahari. kopi-arabika-sumatera-di-kedai-starbucks/

Anda mungkin juga menyukai