Anda di halaman 1dari 11

SATWIKA: Jurnal Kajian Budaya dan Perubahan Sosial http://ejournal.umm.ac.id/index.

php/JICC
Volume 3, Nomor 1, April 2019
PISSN 2580-8567 EISSN 2580-4431

Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban


Pada Produk Kopi Ala Starbucks
Nadya Afdholy
Universitas Negeri Surabaya
nadyaafdholy@yahoo.com

Abstrak
Kopi Starbucks merupakan produk kopi yang menandakan nilai prestise yang tinggi
bagi para penikmatnya karena harganya yang tergolong mahal. Bagi konsumen
yang berpendapatan tinggi, tentu bukan hal yang sulit untuk mengonsumsi kopi
Starbucks, namun bagi yang berpendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang
untuk mengonsumsi produk tersebut. Munculnya brand kopi ala Starbucks
menunjukkan bahwa saat ini banyak animo masyarakat yang menginginkan kopi
tetapi mereka juga melihat keadaan ekonomi mereka yang seutuhnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan identitas yang dimunculkan oleh
para konsumen pada produk imitasi ala Starbucks dengan memanfaatkan teori
simulakrum dari Jean Baudrillard. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif. Penelitian dilakukan di Kafe Starmug’s, Kelurahan Keputih, Kecamatan
Sukolilo, Kota Surabaya. Sumber data penelitian yaitu hasil wawancara dengan
berbagai informan yang merupakan beberapa orang pekerja dan juga mahasiswa di
Surabaya yang disebut masyarakat urban. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan interpretasi. Analisis data
dilakukan dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang telah diperoleh. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik konsumsi kopi ala Starbucks
merupakan bentukan konsumerisme postmodern, yakni pola konsumsi yang tidak
sesuai dengan arti harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi
simbol-simbol. Kata kunci: imitasi, konsumsi, kopi, posmodernisme, Starbucks.
Kata kunci: kopi; konsumsi; starbucks; urban

Abstract
Starbucks coffee is a coffee product that signifies high prestige for the customers
due to the price that is quite expensive. For high-income consumers, it is certainly
not a difficult to buy Starbucks coffee, but for those who are not have the high-
income they might think to buy the product. The emergence of Starbucks-style
coffee brands shows that there are now a lot of public interest in asking for coffee
but they also see their full economic situation. The pattern of this study is to identify
the raised formation by consumers in Starbucks-style imitation products using the
theory of simulacrum by Jean Baudrillard. This study use qualitative descriptive.
This study was conducted at the Starmug’s Coffee, Keputih Village, Sukolilo
District, Surabaya City. The source of data is the result of interviews with various
informants representing several workers and also students in Surabaya called urban
society. This study uses data collection techniques with observation, interviews,
and interpretations. Data analysis is done by describing and interpreting the data
that has been obtained. The results of this study showed that Starbucks-style coffee
consumption is a form of postmodern consumerism, namely consumption patterns
that are not in accordance with the meaning of consumption from consumption, but
rather on consumption of symbols. Keywords: imitation, consumption, coffee,
postmodernism, Starbucks.
Keywords: coffee; consumption; starbucks; urban

PENDAHULUAN dalam tubuh, tetapi terdapat nilai-nilai sosial


Kopi memang telah menjadi bagian erat yang prestise dalam kegiatan minum kopi. Hal
dalam kehidupan masyarakat Indonesia, ini terbukti dengan menjamurnya kafe-kafe
terutama lima tahun belakangan ini, dengan yang dikemas eksklusif khusus untuk
masuknya salah satu kedai kopi asing seperti menikmati minuman favorit mereka. Dalam
Starbucks ke Indonesia ternyata membawa hal ini, kopi telah menjadi minuman favorit
pengaruh besar terhadap gaya hidup penduduk dunia, dan telah dilirik oleh
masyarakat urban. Untuk menjadi objek pengusaha untuk dikembangkan menjadi
konsumsi, suatu barang harus diubah menjadi sebuah komoditas untuk diambil
tanda (Baudrillard, 2000: 200). Kopi juga keuntungannya. Kopi Starbucks berhasil
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan menjadi ikon kopi dunia yang mampu
konsumen sehari-hari. Dapur orang-orang di menjamah pecinta kopi hampir di seluruh
Indonesia adalah sebuah ruang di mana kopi dunia.
seakan-akan ‘harus’ ada. Tidak komplet Kopi Starbucks tentunya sudah tidak
rasanya jika kopi absen dari dapur orang asing lagi di telinga masyarakat urban. Produk
Indonesia. Apalagi akhir-akhir ini berbagai dari Amerika yang saat ini sudah menjamur di
kedai kopi bermunculan di berbagai tempat Indonesia ini sudah banyak penikmatnya.
yang membuat mengonsumsi kopi menjadi Seiring dengan berkembangnya budaya
sebuah gaya hidup tersendiri. Tak dapat konsumen yang dimiliki oleh masyarakat
dipungkiri bahwa kehadiran gerai kopi asing urban perkotaan, salah satu alternatif adalah
juga membuat nama kopi lokal dan budaya memilih hidup yang nyaman dan memiliki
minum kopi pun menjadi naik daun. prstise tinggi untuk tetap menjaga dan
Kehadiran kedai kopi adalah bagian tak membawa identitas mereka. Kopi Starbucks
terpisahkan dari gaya hidup masyarakat urban. memang suatu produk kopi yang menandakan
Masyarakat urban lebih memilih kedai kopi nilai prestise yang tinggi bagi para
untuk nongkrong sambil berdiskusi dan penikmatnya dibandingkan dengan kopi-kopi
minum kopi. Selain itu, terdapat beragam yang lainnya, karena harga kopi Starbucks
fasilitas yang didapatkan seperti wifi gratis. tergolong sangat mahal harganya. Namun
Budaya minum kopi saat ini bukan lagi tidak semua masyarakat urban dapat
sebagai aktivitas primordial, yaitu aktivitas mengosumsi produk kopi mewah Starbucks.
biologis dalam memindahkan minuman ke

44 Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks


Dalam mengonsumsi kopi Starbucks pola pembentukan identitas yang dimunculkan
tentunya bagi orang-orang yang mempunyai oleh para konsumen dalam mengonsumsi
nilai ekonomi yang tinggi tidaklah sulit untuk produk ala Starbucks dengan memanfaatkan
menjangkau harga pergelas setiap produk teori simulakrum dari Jean Baudrillard.
Starbucks, namun bagi konsumen produk Dalam kapitalisme global kegiatan
Starbucks yang pendapatan rendah mungkin produksi sudah bergeser dari penciptaan
akan berpikir ulang sebelum mereka barang konsumsi, ke penciptaan tanda.
mengonsumsi produk Starbuks. Minum kopi Baudrilland melihat bahwa konsumen lebih
dikenal lebih dari sekadar aktivitas ketika menyukai permainan tanda (status, prestise
Starbucks berhasil memberi tambahan dan simbol) ketimbang nilai guna, artinya
‘identitas’ kepada para konsumennya. dalam era postmodern tanda dianggap telah
Beberapa saat kemudian, muncul beberapa mati, yang hadir adalah relasi penanda yang
kedai yang juga terpengaruh oleh Starbucks. disebut Baudrilland dengan istilah simulakra
Hal tersebut mengikat konsumen yang telah (Baudrillard, 1998: 60). Baudrilland sepakat
tersegmentasi, atau berkehendak untuk dengan konsep milik Barthes, keberkaitan
membentuk segmennya sendiri. tanda-tanda di masyarakat kapitalisme ada di
Marx mengatakan bahwa ada dua aspek tahap penandaan yang bagi Barthes disebut
dalam komoditas, yaitu: use value dan dengan istilah konotasi.
exchange value. Nilai guna merupakan Barthes dan Baudrilland berasumsi
kegunaan suatu objek dalam pemenuhan bahwa kini yang sedang berlangsung dalam
kebutuhan tertentu, sedangkan exchange value proses konsumsi adalah manipulasi tanda.
menekankan pada nilai tukar yang terkait Kode membuat simulasi menjadi penting,
dengan nilai produk itu di pasar, atau objek karena kode memungkinkan kita untuk
yang bersangkutan (Lechte, 2001: 352) Tetapi, menghilangkan realitas, dan hal ini dapat
apa yang dinyatakan oleh Marx berbeda terlihat pada simulasi dan simulakra (Lechte,
dengan Baudrillard. Sebuah objek tidak hanya 2001: 356). Simulasi merupakan dunia yang
memiliki use value dan exchange value, tetapi terbentuk dari hubungan berbagai tanda dan
juga memiliki symbolic value dan sign value kode, tanpa ada referensi yang jelas. “Simulasi
(Pawanti, 2013: 2). Maksud dari pernyataan tidak lagi sebagai suatu wilayah, makhluk
tersebut bahwa orang tidak lagi mengonsumsi referensial, atau substansi. Ini adalah generasi
sebuah objek berdasarkan kegunaan dan nilai oleh model-model nyata tanpa asal atau
tukarnya, tetapi juga adanya nilai simbolik dan kenyataan: hyperreal” (Baudrillard, 1994: 1).
nilai tanda yang bersifat abstrak. Simulakra tidak memiliki acuan, yang
Berdasarkan latar belakang tersebut, merupakan duplikasi dari duplikasi, sehingga
maka rumusan masalah dalam penelitian ini perbedaan antara duplikasi dan yang asli
adalah bagaimana pola pembentukan identitas menjadi kabur.
yang dimunculkan oleh para konsumen dalam Simulakra merupakan sebuah istilah
mengonsumsi produk ala starbuks. Adapun untuk menunjukkan sebuah tanda, simbol, dan
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui citra yang ditampakkan bukan saja tidak

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 45


memiliki referensi dalam realitas, justru tanda, mengonsumsi kopi ala Starbucks. Fenomena
simbol dan citra yang dibentuk dan dianggap yang dikaji dalam penelitian ini adalah praktik
sebagai representasi dari tanda, simbol dan konsumsi ala Starbucks pada masyarakat
tanda yang juga merupakan hasil dari simulasi. urban di Surabaya. Masyarakat urban
Citraan dalam simulakra yang tidak memiliki Surabaya adalah subjek utama pada objek
referensi secara bertahap menjadi simulakrum. yang sedang dikaji. Informasi yang
Simulakrum merupakan proses perubahan dikumpulkan dengan berbicara langsung
citra yang tidak ada kaitannya sama sekali kepada orang-orang dan melihat mereka
dengan realitas (Pawanti, 2013: 7). bertingkah laku dalam konteks natural inilah
Hiperealitas menciptakan fungsi yang menjadi karakteristik utama penelitian
distinction, yang menurut Baudrillard adalah kuantitatif (Creswell, 2016: 261).
terciptanya jarak sosial akibat kontruksi suatu Praktik konsumsi kopi ala Starbucks
kelompok sosial. Individu akan merasa dicap merupakan bentukan konsumerisme
sebagai masyarakat modern, kelas sosial postmodern, yakni pola konsumsi yang tidak
menengah ke atas ketika mereka meminum sesuai dengan arti harfiah dari konsumsi,
Starbucks dibanding meminum kopi merek namun lebih mengarah pada konsumsi
lainnya. Tujuan distinction adalah demi simbol-simbol. Konsumerisme digunakan
mempertahankan prestise/harga untuk untuk menganalisa bagaimana perilaku
mengejar kehormatan (Ritzer dan Goodman, konsumsi posmodern khususnya yang terjadi
2008: 529). Berdasarkan pemaparan pada latar pada masyarakat urban. Lokasi yang dipilih
belakang tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai tempat penelitian adalah Kota
untuk mengetahui pola pembentukan identitas Surabaya, kemudian dilakukan di salah satu
yang dimunculkan oleh para konsumen pada kopi ala Starbucks yaitu Starmug’s Kopi.
produk imitasi ala Starbucks dengan Fokus penelitian ini adalah untuk
memanfaatkan teori simulakrum dari Jean memahami bagaimana fenomena praktik
Baudrillard. konsumsi kopi ala Starbucks dimaknai oleh
masyarakat urban golongan sosial menengah
METODE di Surabaya. Makna dan pengaruhnya menjadi
Penelitian ini merupakan kajian budaya titik balik peneliti membuat hipotesis untuk
tentang praktik konsumsi yang difokuskan menemukan identitas yang terbentuk dari
dalam ranah budaya pecinta kopi, yaitu konsumsi jenis ini. Dengan pendekatan secara
masyarakat urban di Surabaya. Penelitian ini deskriptif dan penganalisaan dalam bentuk
menggunakan kajian literatur dan wawancara studi kasus untuk menemukan gambaran
sebagai sarana pendukung tentang praktik bagaimana masyarakat urban mengonsumsi
konsumsi kopi ala Starbucks. Batasan usia kopi ala Starbucks sebagai salah satu bentuk
yang ditetapkan pada narasumber berusia pola konsumsi mereka.
sekitar kurang lebih 25 tahun. Analisa dari Bentuk penelitian ini adalah kualitatif.
empat responden akan diarahkan untuk Metode kualitatif dipilih dikarenakan
menemukan identitas mereka dalam fenomena yang diambil sebagai bahan

46 Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks


penelitian adalah fenomena yang sedang tatkala tanda tidak lagi mewakili sesuatu apa
menjamur. Metode ini digunakan untuk pun, tetapi justru seolah-olah menciptakan
menganalisa kedalaman fenomena, kenyataan baru (Arsita, 2017: 90). Konsumsi
mempelajari perilaku individu yang terlibat yang dilakukan masyarakat urban bukan lagi
dalam fenomena secara lebih intensif. Dalam sekadar kegiatan pemenuhan kebutuhan-
metode kualitatif yang disebutkan, peneliti kebutuhan dasar dan fungsional manusia.
menggunakan tiga teknik pengumpulan data Masyarakat hanya mengonsumsi citra
yaitu observasi, wawancara, dan interpretasi. yang melekat pada barang tersebut (bukan lagi
pada kegunaannya) sehingga masyarakat
HASIL DAN PEMBAHASAN sebagai konsumen tidak pernah merasa puas
Littlejohn dalam bukunya yang berjudul dan akan memicu terjadinya konsumsi secara
Theories of Human Communication terus menerus, karena kehidupan sehari-hari
mengemukakan bahwa sosial budaya tempat setiap individu dapat terlihat dari kegiatan
kita tinggal akan menentukan apa yang kita konsumsinya, barang dan jasa yang dibeli dan
kehendaki dan apa yang kita butuhkan yang dipakai oleh setiap individu, yang juga
kemudian akan merembet pada masalah cita didasarkan pada citraan-citraan yang diberikan
rasa, pilihan, dan keinginan (Arsita, 2017: 90- dari produk tersebut (Murti, 2005: 38).
91). Douglas dan Isherwood dalam Masyarakat tidak cukup hanya mengonsumsi
Featherstone juga berpendapat, bahwa dalam sandang, pangan, dan papan saja untuk bisa
masyarakat saat ini barang-barang digunakan bertahan hidup.
untuk membangun hubungan-hubungan sosial Sebagai suatu budaya, konsumsi
(Featherstone, 1992: 14). Tanda-tanda pada mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan
objek konsumsi pada kenyataannya mampu menstruktur praktik keseharian masyarakat.
menandai relasi-relasi sosial. Objek konsumsi Nilai-nilai, pemaknaan dan harga dari segala
tersebut menentukan status dan simbol sosial sesuatu yang dikonsumsi menjadi semakin
tertentu bagi penggunanya. Barang-barang penting dalam pengalaman personal dan
yang bermerek tertentu menunjukkan nilai kehidupan sosial masyarakat. Konsumsi telah
sosial yang lebih tinggi. Pada barang-barang terinternalisasi dalam rasionalitas berpikir
tersebut terdapat kode-kode nilai eksklusifitas masyarakat dan teraplikasikan dalam
yang kemudian menjadi penanda bagi kehidupan sehari-hari. Masyarakat
pemakainya. konsumeris adalah masyarakat yang
menciptakan nilai-nilai yang berlimpah ruah
Konstruksi Kedai Kopi yang Mendukung melalui barang- barang konsumeris, serta
Gaya Hidup menjadikan konsumsi sebagai pusat aktivitas
Edkins dalam bukunya yang berjudul kehidupan (Piliang, 2003: 17). Setiap harinya,
Critical Theorists and International Relations sekian banyak waktu bisa dihabiskan untuk
mengemukakan bahwa pada era simulasi saat berkonsumsi, berpikir tentang apa yang
ini, manusia dihadapkan pada makna dikonsumsi dan menyiapkan apa yang akan
kehidupan yang seolah-olah semu belaka dikonsumsi sebagai gaya hidup.

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 47


Gaya hidup selanjutnya merupakan cara- dalam produk. Baudrilland menyempurnakan
cara terpola dalam menginvestasikan aspek- bahwa era kapitalis dapat dilihat dari produksi
aspek tertentu kehidupan sehari-hari dengan tontonan, yaitu tontonan apa yang bisa
nilai sosial atau simbolik; tetapi ini juga berarti disajikan dari secangkir kopi Starbucks?
bahwa gaya hidup adalah cara bermain Tanda-tanda apa yang dicari konsumen dari
identitas (Chaney, 1996: 92). Oleh karena itu, secangkir kopi tersebut. Starbucks dimaknai
masyarakat harus bekerja untuk dapat dengan wujud materil berupa kopi yang
memenuhi kebutuhan konsumsinya, memberi diminum, namun dalam konsep simulakra
penilaian kepada orang lain berdasarkan apa- kopi yang bersifat konkret ini mampu berubah
apa yang dikonsumsinya, menandakan menjadi abstrak (imajinasi) dengan penunjang
identitas diri dengan benda-benda konsumsi, harga jual yang tinggi sehingga menciptakan
berhubungan dengan orang lain berdasarkan imajinasi lain atau biasa yang disebut
keterikatan pada benda konsumsi, yang dari Baudrillard dengan hiperealitas ketika ketika
kesemuanya itu merupakan cara berpikir untuk para konsumen meminum kopi dengan merek
pemenuhan gaya hidup konsumerisme. Starbucks dibanding kopi dengan merek
Dunia memerlukan cara memandang lainnya.
kehidupan dengan kacamata yang berbeda. Baudrilland mengatakan bahwa massa
Dari era modernisme, posmodernisme hadir hanya menginginkan tontonan, mereka hanya
untuk menentang modernisme itu sendiri, menginginkan permainan tanda, stereotip dan
yang bagaikan membunuh rasionalitas mengidolakan kandungan isi (Baudrilland,
manusia (Arsita, 2017: 96). Posmodernisme 1983: 10). Dalam konteks tersebut dapat
yang merupakan sebuah aliran pemikiran, lalu diartikan bahwa kopi tidak lagi dibeli sebagai
berkembang menjadi semacam paradigma minuman penghilang kantuk belaka, namun
baru yang merupakan antitesis dari ada nilai-nilai simbolik yang melekat dan
modernisme yang dinilai telah gagal dan tidak harus dibayar mahal untuk mendapatkannya.
lagi relevan dengan perkembangan zaman. Selanjutnya, Baudrillard memiliki konsep
Posmodernisme muncul dengan berbagai bernama simulakra. Simulakra yaitu duplikasi
instrumennya sebagai dukungan atas yang aslinya tidak pernah ada, sehingga
kebudayaan massal yang makkin merasuki perbedaan antara duplikasi dan yang asli
kehidupan manusia masa kini. menjadi kabur. Konsumerisme yang selama
Fenomena membeli kopi di Starbucks ini diartikan sebagai tindakan membeli sebuah
erat kaitanya dengan pergeseran konsep status produk berdasarkan nilai fungsinya menjadi
of object milik Baudrillard, yaitu hilangnya tertindih oleh fungsi-fungsi sosial lain.
nilai fungsi kopi yang sebenarnya. Jika Marx Berdasarkan hal tersebut, masyarakat
selalu menekankan bahwa kapitalis tugasnya konsumeris mulai melirik kedai kopi serupa
memproduksi barang, sedangkan bagi Starbucks.
Baudrilland kapitalis memproduksi tontonan,
karena konsumen menginginkan sebuah
differensiasi melalui permainan tanda-tanda di

48 Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks


Pola Konsumsi Kopi Ala Starbucks di kebutuhan minum kopi sebagai suatu gaya
Surabaya hidup baru banyak dialami oleh para pekerja
Surabaya merupakan salah satu kota yang hidup di perkotaaan. Beberapa sampel
industri terbesar di Indonesia. Salah satu yang kami wawancarai merupakan variasi dari
konsekuensi dari kemajuan kota adalah beberapa orang pekerja dan juga mahasiswa di
menjamurnya usaha-usaha di berbagai bidang, Surabaya.
termasuk usaha jasa di bidang kuliner yang Konsumen pertama yaitu Novitasari
sedang menjamur. Menjamurnya kedai kopi (karyawan Jakarta Pos). Novitasari kerap
yang mirip dengan Starbucks dinilai dapat menghabiskan waktu untuk sekadar
menarik minat konsumen. Ada beberapa berkumpul dengan teman-temanya di kopi
tempat kopi yang mempunyai logo, warna, dan Starmug’s. Hal tersebut dilakukan karena
nama yang mengingatkan dengan jaringan ketika ia mengonsumsi kopi Starbucks, ia
kopi internasional, Starbucks. Salah satunya merasa bukan kelasnya dan terlalu tingginya
adalah warung kopi yang bernama Starmug’s nilai harga jual yang ditawarkan Starbuks,
yang berada di daerah Surabaya Timur, sehingga ia tidak mengkosumsi kopi Starbuks
tepatnya di Kelurahan Keputih, Kecamatan dan memilih kopi Starmug’s. “Nggak cukup
Sukolilo, Kota Surabaya. Berikut adalah kantongku kalau ngopi di Starbucks, bukan
contoh logo Starbucks Coffee dengan kelasku, mending di sini (Starmug’s) sama-
Starmug`s Coffee. sama ngopi tapi harganya tetap bisa
terjangkau dan tidak kelihatan terlalu wah”.
Mengonsumsi kopi Starmug’s dipilih
Novitasari sebagai alternatif untuk minum
kopi di tempat yang tidak menjadi icon high
class. Di samping itu, faktor ekonomi juga
mempengaruhi cara Novitasari memilih
Gambar 1. Perbandingan logo strabucks tempat untuk mengonsumsi kopi.
dan Starmug’s Konsumen kedua yaitu Fajrin, seorang
guru di salah satu sekolah swasta di Surabaya.
Kopi Starmug’s adalah salah satu kopi Fajrin mengonsumsi kopi ala starbuks
yang logonya memiliki kemiripan dengan kopi dikarenakan dia ingin tercitrakan sebagai
Starbuks. Jika dibandingkan, perbedaan logo seseorang yang memiliki gaya hidup elite
Starbucks dan Starmug’s Coffee hanya sedikit. namun tetap dengan harga yang bersahabat.
Gambar putri duyung yang terdapat di logo “Rasanya ngak jauh beda dengan kopi
Starbucks diganti dengan gambar cangkir Starbucks, yang penting tetap bisa ngopi di
kopi. Dalam beberapa konsumen yang kami tempat yang nyaman dan harganya juga
wawancarai dalam pengumpulan data ini ada terjangkau”. Hampir sama juga dengan apa
beberapa hal yang menarik dalam upaya yang disampaikan oleh konsumen-konsumen
pemenuhan identitas mereka dalam lain, Fajrin memilih untuk mengonsumsi kopi
mengonsumsi kopi Starbucks. Pemenuhan Starmug’s yang mirip dengan Starbucks

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 49


dengan alasan rasa yang tidak jauh berbeda Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban
dengan harganya yang cukup terjangkau. pada Produk Imitasi
Konsumen ketiga yaitu Febbry, salah Tatanan masyarakat dewasa ini menurut
satu mahasiswa ITS yang juga pencinta kopi. Jean Baudrillard telah disasari oleh
“Ngopi di Starbucks sama saja rasanya, itu rasionalitas hedonisme yang bertumpu pada
hanya untuk pemenuhan status sosial lagi pemuasan kebutuhan dan kesenangan melalui
pula kalau ngopi di Starbucks ribet keluar konsumsi. Jika kita amati di sekeliling kita,
masuk mall, mending di kopi biasa aja, lebih kehidupan tradisional yang penuh dengan
terjangkau”. Menurut Febbry, ngopi di tempat ajaran-ajaran kesalehan, kesederhanaan, sifat-
Starbuks tidak lebih adalah untuk pemenuhan sifat altruistic dan pengekangan hasrat atau
status sosial saja, kalau dari segi rasa sama saja nafsu telah mengalami banyak pergeseran
dengan kopi-kopi biasa. menjadi kehidupan yang bertumpu pada moral
Konsumen keempat adalah Fani, seorang hedonik yang mengedepankan pemborosan
mahasiswi dari sebuah universitas di yang disebarkan oleh media massa
Surabaya. “Ngopi tetap harus jalan, tapi nyari (Baudrillard, 1998: 25).
tempatnya harus tetep bersahabat, nggak Masyarakat urban yang memiliki
harus mahal, yang penting nyaman dan banyak variasi dalam jumlah pendapatan
kelihatan bermerek tempatnya”. Meskipun dia tentunya menjadi salah satu faktor dalam
belum berpenghasilan rutin namun dia kerap menentukan tempat mereka memilih apa yang
menjalankan ritual ngopi bersama teman- mereka konsumsi. Upaya mendapatkan
temanya untuk memenuhi gaya hidup. sesuatu yang memiliki nilai tinggi tidak
Mengonsumsi merek terkenal bukan selamanya harus mencari yang original lagi
salah satu pilihan bagi orang yang bagi masyarakat urban. Banyak tempat-tempat
berpendapatan untuk menghabiskan waktunya yang mampu menujukan kelas-kelas elit dari
untuk sekadar minum kopi di tempat yang tempat-tempat atau produk yang tidak
mahal. Identitas yang dibangun pada kafe original. Originalitas bagi sebagian
Starbucks juga tentunya sudah memberi image masyarakat urban memang sesuatu yang sulit
kelas tinggi bagi para penikmatnya. Penikmat di dapatkan.
kopi Starbucks hanya dapat dijangkau oleh Fenomena mengonsumsi produk imitasi
orang-orang yang memiliki pendapatan yang dilakukan oleh masyarakat urban
tinggi. Oleh karena itu, dari konsumen menunjukkan adanya negosiasi dari identitas
pertama yang kami wawancarai, mereka lebih sosial satu dengan yang lainnya. Identitas
memilih kafe yang serupa dengan Kafe sosial tinggi menjadi suatu hal yang pastinya
Starbucks utuk membentuk image mereka ingin dimiliki semua orang. Hal tersebut
sebagai orang yang tidak berada di kelas dilakukan dengan cara mengonsumsi barang-
tinggi. Namun mereka tetap bisa merasakan barang atau produk yang mahal dan bernilai
kopi yang tampilannya hampir sama dengan tinggi. Namun, dari sisi lain terdapat faktor
kopi Starbucks. lain yang menjadi hal yang butuh
dinegosiasikan untuk tetap mendapatkan

50 Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks


identitas tersebut meskipun dari tempat yang merek suatu kafe menjadi salah satu penentu
tidak sama dengan aslinya. status sosial dan menunjukan identitas
Peminum kopi memiliki pandangan dan masyarakat tersebut. Munculnya kopi-kopi
penilaian dari rasa minum kopi yang enak, yang serupa dengan brand kopi yang terkenal
suasana yang nyaman, fasilitas lengkap dan menyatakan bahwa saat ini bayak sekali animo
pelayanan yang baik yang ditawarkan oleh masyarakat yang menginginkan kopi namun
setiap kedai kopi (Solikatun, 2018: 72). mereka juga harus melihat bagaimana upaya
Dikaitkan nilai guna kopi Starbucks untuk atau keadaan mereka yang seutuhnya.
penghilang kantuk dan penambah stamina, Membangun citra dan identitas diri
nilai tukar yaitu dengan harga kopi Starbucks tentunya sangat penting bagi kehidupan sosial
yang mahal setara dengan bahan-bahan kopi masyarakat. Apa yang dikonsumsi oleh
berkualitas, fasilitas seperti wifi dibanding masyarakat menjadi suatu hal yang dapat
kopi pinggiran dengan harga jauh lebih murah mencerminkan diri kita. Begitu juga dalam
dan fasilitas seadanya, kemudian berlanjut ke penelitian ini. Para konsumen kopi ala
nilai simbolik yaitu kopi Starbucks identik Starbucks ingin menggeser identitas kelas
dengan gaya hidup modern dan pada tahap tinggi dengan meninggalkan kafe Starbucks
akhir pertukaran nilai objek tanda yaitu objek dan memilih merek yang serupa. Hal tersebut
seperti kopi dapat menjadi petanda pembeda tidak sejalan dengan pendapat Baudrillard
sosial antar kelompok masyarakat dan yang menyebutkan bahwa konsumen telah
sebagainya. disasari oleh rasionalitas hedonisme yang
Setiap individu ingin mendapatkan bertumpu pada pemuasan kebutuhan dan
pengakuan dari lingkungan sosialnya. Banyak kesenangan melalui konsumsi. Jadi, jika
cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan diamati di sekeliling kita kehidupan yang
pengakuan tersebut, salah satunya adalah tradisional yang penuh dengan ajaran-ajaran
dengan memiliki barang-barang yang kesalehan, kesederhanaan, sifat-sifat altruistic
dianggap berkelas dan mahal. Barang dan pengekangan hasrat atau nafsu telah
bermerek seringkali dikaitkan dengan status mengalami banyak pergeseran menjadi
sosial seseorang. Para pemakainya sering kehidupan yang bertumpu pada moral hedonik
dipersepsikan sebagai pribadi kelas atas, yang mengedepankan pemborosan yang
elegan, dan terpandang. Merek adalah jaminan disebarkan oleh media massa.
tidak langsung sebuah kualitas. Merek yang Dalam masyarakat konsumsi,
dibanderol harga tinggi dianggap memiliki masyarakat hidup di suatu bentuk relasi subjek-
kualitas tinggi pula. subjek yang baru, yaitu relasi konsumerisme.
Munculnya tempat-tempat yang menjadi Bentuk relasi sosial tersebut menggiring
tempat untuk minum kopi menjadikan kopi masyarakat urban guna mempelajari dan
sebagai suatu penanda status atau identitas menginternalisasikan kode-kode sosial dari
masyarakat. Saat ini bukan kopi saja yang berbagai objek konsumsi melalui media massa
menjadi penentu identitas sosial masyarakat dan lingkungan sosial. Perkembangan budaya
tetapi tempat juga menjadi penentu. Brand dari konsumsi yang berjalan seiring perkembagan

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 51


media massa menghasilkan dampak yang DAFTAR PUSTAKA
signifikan dalam kehidupan manusia, terutama Arsita, A. (2017). Simulakra Baudrillard
yang berkaitan dengan relasi sosial dalam Multidimensi Posmodernisme:
berdasarkan rasionalitas konsumsi. Fenomena Kajian Fotografi Makanan dalam
mengonsumsi produk imitasi yang dilakukan Media Sosial Instagram. Rekam Vol.
oleh masyarakat urban menunjukan adanya 13 No. 2.
negosiasi dari identitas sosial yang satu dengan Baudrillard, J. (1983). The Precession of
yang lainnya. Identitas sosial yang tinggi Simulacra. New York: Semiotext.
menjadi suatu hal yang pastinya ingin dimiliki Baudrillard, J. (1994). Simulacra and
semua orang, salah satunya dengan cara Simulation. London: University of
mengonsumsi barang-barang atau produk Michigan Press.
mahal dan bernilai prestise yang tinggi. Baudrillard, J. (1998). The Consumer Society;
Namun, dari segi lain banyak juga faktor lain Myth and Structure. London: Sage
yang menjadi hal yang butuh dinegosiasikan Publication.
untuk tetap mendapatkan identitas tersebut Baudrillard, J. (2000). The Systems of Objects.
meskipun dari tempat yang tidak sama dengan London: New York Verso.
yang aslinya. Chaney, D. (1996). Lifestyle : Sebuah
Pengantar Komprehensif. Yogyakarta:
KESIMPULAN Jalasutra.
Berdasarkan penelitian dan pembahasan Creswell, J. W. (2016). Research Design:
yang dilakukan terhadap praktik konsumsi Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
masyarakat urban pada produk ala Starbucks, Mixed. California: SAGE Publications.
maka dapat disimpulkan bahwa para konsumen Edkins, J. (2009). Critical Theorists and
tidak hanya mengejar identitas sosial, tetapi International Relations. Abingdon:
ada hal lain yaitu kenyamanan dan ekonomis. Routledge.
Uang menjadi salah satu faktor paling kuat Featherstone, M. (1992). Consumer Culture
dalam mengonsumsi produk imitasi. Faktor and Postmodernism. London: Sage
ekonomi menjadi dasar yang kuat saat ini Publication.
dalam pemenuhan gaya hidup. Bukan lagi Lechte, J. (2001). 50 Filsuf Kontemporer.
identitas diri yang ingin didapatkan namun Yogyakarta: Kanisius.
kenyamanan serta kemiripan produk yang Littlejohn, S. W. (2008). Theories of Human
meskipun bukan produk original yang menjadi Communication. Belmont: Thomson
salah satu keinginan yang ingin dicapai dalam Wadsworth.
mengonsumsi produk imitasi. Artinya Murti, A. (2005). Perbandingan Konsep
masyarakat urban saat ini bukan hanya Consumer Society dalam Pemikiran
mengedepankan identitasnya, tetapi lebih Jean Baudrillard dan Herbert
mengutamakan faktor ekonomi dalam setiap Marcuse. Depok: Universitas
tindak konsumsi. Indonesia.

52 Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks


Pawanti, M. H. (2013). Masyarakat
Konsumeris Menurut Konsep
Pemikiran Jean Baudrillard. Depok:
Universitas Indonesia.
Piliang, Y. A. (2003). Hipersemiotika; Tafsir
Cultural Studies Atas Matinya Makna.
Yogyakarta: Jalasutra.
Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2008). Teori
Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Solikatun, Kartono, D. T., & Demartoto, A.
(2018). Perilaku Konsumsi Kopi
sebagai Budaya Masyarakat
Konsumsi: Studi Fenomenologi pada
Peminum Kopi di Kedai Kopi Kota
Semarang. Jurnal Analisa Sosiologi,
60-74.

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 53

Anda mungkin juga menyukai