Anda di halaman 1dari 157

AKUNTANSI SEKTOR

PUBLIK

Oleh :
Fajar Syaiful Akbar, SE, M.Aks
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan
hidayahNya sehingga buku ajar ini dapat disusun.
Buku ajar ini dimaksudkan untuk menambah wawasan pada
mahasiswa mengenai kewirausahaan terlebih dalam hal-hal membangun
jiwa wirausaha.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
banyak memberikan bantuannya dalam penyelesaian buku ajar ini.
Harapan penulis, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
khususnya mahasiswa diharapkan dapat memberikan semangat dalam
berwirausaha.
Penulis menyadari bahwa penulisan buku ini masih jauh dari
sempurna dan dengan penuh kerendahan hati penulis mohon maaf serta
mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari
pembaca.

Januari 2020
Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI ......................................................................................... ii

BAB I MENGENAL SEKTOR PUBLIK.................................................. 1

BAB II ORGANISASI PEMERINTAH INDONESIA .............................. 7

BAB III PERKEMBANGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK ................ 32

BAB IV ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ......... 52

B A B V ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH ......... 66

BAB V I STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK ............................ 89

BAB VII LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH .................. 100

BAB VIII LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT.................... 106

BAB IX AUDIT SEKTOR PUBLIK ........................................................ 113

BAB X ANTI KORUPSI DAN GOOD GOVERNANCE .......................... 130

BAB XI ORGANISASI NON PROFIT ................................................... 142

BAB XII PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON PROFIT ....... 147

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
MENGENAL SEKTOR PUBLIK

Sektor Publik???? Orang seringkali langsung menyebut sektor


publik itu adalah terkait dengan pemerintah. Istilah sektor publik tertuju
pada sektor Negara, usaha-usaha Negara. Selain itu organisasi sektor
publik sering kali merujuk pada organisasi pemerintahan, mulai dari
pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, atau kota.
Organisasi sektor publik tidak boleh diabaikan dan tidak mungkin
dihapuskan keberaadaanya dalam suatu kehidupan bernegara. Kita semua
sebagai warga Negara membutuhkan sektor publik. Sekalipun kita bukan
pegawai pemerintah, kita tetap membutuhkan sektor publik . kita tidak
akan mampu melepaskan diri dari tidak berinteraksi dengan sektor publik
sama sekali. Suatu saat kita akan membutuhkan dokumen-dokumen terkait
dengan ijin usaha, kewarganegaraan dan perpajakan yang semua itu
mengharuskan kita untuk bersinggungan dengan sektor publik. Setidaknya
kita semua membutuhkan keamanan, iklim ekonomi, sosial dan politik yang
kondusif, dan beberapa fasilitas public yang semua itu dihasilkan oleh
organisasi sektor public.
Organisasi sektor publik harus ada karena organisasi swasta tidak
bisa melayani kebutuhan masyarakat. Umumnya organisasi swasta hanya
melanyani kebutuhan masyarakat apabila terjadi transaksi yang
menghasilkan laba bagi perusahaan/organisasi.

DEFINISI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


Definisi tentang sektor publik dalam perkembangannya menjadi
perdebatan sendiri, khususnya sejak disiplin ilmu akuntansi sektor publik
berkembang. Istilah publik makna yang berbeda di setiap bidang ilmunya.
Pengertian publik di bidang ekonomi tentu berbeda dengan pengertian
public di ranah politik, hokum atau lainnya. Hal ini menyebabkan tidak
mudah memberikan pemahaman yang kuat kepada masyarakat mengenai
sektor publik.
Keberadaan organisasi sektor publik sangat dibutuhkan oleh
masyarakat. Hal ini didasarkan pada kondisi-kondisi berikut :

1|Akuntansi Sektor Publik


1. Organisasi sektor publik merupakan penyedia barang publik (public
goods)
2. Organisasi sektor publik diperlukan dalam rekayasa struktur sosial.
Barang publik merupakan barang yang memiliki dua karakteristik
yaitu komoditas yang keberadaanya tidak melalui persaingan antar
penyedianya serta tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian bagi para
penggunanya sehingga semua masyarakat dapat menggunakannya.
Jika setiap asepek kehidupan didominasi oleh pasar, maka dampak
kesenjangan semakin lama semakin lebar. Hal tersebut disebabkan
mekanisme pasar tidak mungkin seorang individu di struktural sosial
tertentu berkesempatan pindah ke struktur di atasnya tanpa kekutan
ekonomi. Dalam konteks inilah, peran organisasi sektor publik diperlukan
untuk menjadi jembatan antar struktur sosial yang dimaksud.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi sektor publik adalah
sebuah entitas ekonomi yang menyediakan barang dan atau jasa publik
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan bukan untuk mencari
keuntungan finansial.

JENIS JENIS ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


Organisasi sektor publik sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Organisasi sektor publik dibagi menjadi dua, yaitu organisasi
pemerintah dan organisasi non profit. Organisasi pemerintah merupakan
organisasi sektor publik yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat / pelayanan publik. Sedang organisasi non
profit merupakan suatu lembaga atau kumpulan dari beberapa individu
yang memilikitujuan tertentu dan bekerjasama untuk mencapai suatu
tujuan, dalam pelaksanaannya kegiatan yang mereka lakukan tidak
berprientasi pada pemupukan laba atau kekayaan semata (Pahal
Nainggolan, 2005).
Organisasi Pemerintah dibagi dua, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (termasuk Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota /
Kabupaten). Organisasi Non Profit sendiri juga dibagi dua, yaitu Organisasi
Non Profit Milik Pemerintah dan Organisasi Non Profit Milik Swasta.
Organisasi Non Profit milik Pemerintah merupakan bagian organisasi
sektor publik yang bentuknya bukan instansi pemerintah, tetapi dimiliki
pemerintah, misalnya Universitas Airlangga, RSUD Dr. Soetomo, Palang
Merah Indonesia (PMI) dan lain-lain. Organisasi Non Profit merupakan
bagian organisasi sektor publik yang dimiliki dan dikelola oleh pihak

2|Akuntansi Sektor Publik


swasta, misalnya Universitas Surabaya, Panti Asuhan Nurul Hayat, Rumah
Sakit Islam dan lain-lain.

CIRI-CIRI ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


Ciri-ciri organisasi pemerintah antara lain :
1. Pemerintah tidak perlu menyusun Laporan Laba Rugi karena tujuan
utama pemerintah adalah melayani masyarakat bukan mencari laba.
2. Pemerintah tidak perlu mencatat kepemilikan modal karena pemerintah
tidak dimiliki secara pribadi / golongan.
3. Bentuk pertanggungjawaban keuangan pemerintah berbeda antar
suatu Negara dengan Negara karena sistem akuntansi pemerintah
suatu Negara dipengaruhi oleh sistem pemerintahan Negara
bersangkutan.
Sedangkan ciri-ciri organisasi non profit antara lain :
1. Sumber daya entitas berasal dari penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
2. Menghasilkan barang dan atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba,
dan kalau suatu entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak
pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik entitas tersebut.
3. Tidak ada kepemilikan seperti organisasi sektor swasta, dalam arti
bahwa kepemilikan dalam organisasi non profit tidak dapat dijual,
dialihkan atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak
mencerminkan proporsi pembagian sumber daya entitas pada saat
likuidasi atau pembubaran entitas.

KARAKTERISTIK ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


Dalam melakukan aktivitasnya, suatu organisasi memiliki tujuan
tertentu yang kemudian diarahkan untuk mencapai hasil tertentu, dan hasil
tersebut harus memiliki manfaat. Dalam beberapa hal, organisasi sektor
publik beerbeda dengan organisasi sektor swasta. Perbedaan karakteristik
tersebut disebabkan oleh beberapa indikator.

3|Akuntansi Sektor Publik


Tabel 1.1 : Perbedaan Karakteristik Organisasi Sektor Publik dengan
Organisasi SektorSwasta
Indikator Organisasi Sektor Publik Organisasi Sektor
Swasta
Tujuan Untuk mensejahterakan Untuk menghasilkan laba
masyarakat secara bertahap sebanyak-banyaknya
Aktivitas Pelayanan publik Menjual barang atau jasa
Sumber pembiayaan Berasal dari dana masyarakat Berasal dari pemilik /
pemegang saham
Pola Bertanggungjawab kepada Bertanggungjawab
Pertanggungjawaban masyarakat kepada pemilik /
pemegang saham
Kultur organisasi Bersifat birokratis, formal dan Lebih fleksibel
berjenjang
Penyusunan Bersifat terbuka Bersifat tertutup
Anggaran

PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ORGANISASI SEKTOR PUBLIK


DENGAN ORGANISASI SEKTOR SWASTA
Ada beberapa persamaan dan perbedaan yang dapat dibandingkan
antara organisasi sektor publik dengan organisasi sektor swasta. Sebelum
membahas perbedaannya, kita perlu memahami bahwa organisasi sektor
publik tetap memiliki irisan yang menjadi persamaan dengan organisasi
sektor swasta.
Beberapa persamaan tersebut antara lain :
1. Keduanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah
sistem perekonomian nasional yang secara bersama-sama
menggunakan sumber daya dalam sistem perekonomian tersebut, baik
sumber daya finansial, modal, maupun manusia. Keduanya juga saling
berinteraksi dan membutuhkan.
2. Keduanya sama-sama menghadapi sumber daya ekonomi yang
terbatas untuk mencapai tujuannya. Oleh karena itu, keduanya sama-
sama memiliki kebutuhan untuk melakukan manajemen keuangan
dengan baik.
3. Keduanya mempunya pola manajemen keuangan yang sama yang
dimulai dari perencanaan sampai pengendalian di mana penggunaaan
akuntansi menjadi kebutuhan dalam hal ini.
4. Dalam beberapa hal, keduanya mempunyai keluaran produk yang
sama. Misalnya, panti asuhan “Nurul Hayat” memiliki usaha catering.
Sedang di sektor swasta banyak berkembang usaha yang sejenis.

4|Akuntansi Sektor Publik


Di samping persamaan tersebut di atas, ada juga yang
membedakan antara organisasi sektor publik dengan organisasi sektor
swasta, antara lain :
1. Tujuan Organisasi
Organisasi sektor swasta bertujuan memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham / pemilik melalui penciptaan keuntungan. Sedangkan
organisasi sektor publik bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pelayanan.
2. Sumber-sumber Pendanaan
Organisasi sektor swasta didanai melalui hasil operasi perusahaan
bersangkutan, selain investasi dari pemegang saham / pemilik.
Sementara itu, organisasi sektor publik berupa organisasi pemerintah,
sumber pendanaan diperoleh melalui penerimaan pajak, retribusi,
hibah atau pendapatan lain yang telah disahkan sesuai dengan hukum
yang berlaku. Untuk organisasi sektor publik berbentuk organisasi non
profit mendanai operasinya tidak melalui laba usaha melainkan melalui
iuran anggota, , sumbangan atau donasi bersifat sukarela.
3. Peraturan Perundangan
Organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah, harus
melakukan aktivitasny sesuai dengan peraturan perundangn yang
berlaku. Bagi organisasi sektor swasta, mereka bisa memilih aktivitas
yang akan dilakukan atau produk yang dibuat berdasarkan
pertimbangan untung atau rugi.

SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


Sejarah organisasi sektor publik sebenarnya telah ada sejak ribuan
tahun lalu. Dalam bukunya, Vernon Karn (1989) dalam Indra Bastian
(2010) menjelaskan bahwa praktek akuntansi sektor publik sebenarnya
telah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Kemunculannya lebih
dipengaruhi ada interaksi yang terjadi di dalam masyarakat dan kekuatan
sosial dalam masyarakat. Kekuatan sosial masyarakat yang umumnya
berbentuk organisasi sektor publik ini dapat diklsifikasikan dalam semangat
kapitalis, peristiwa politik dan ekonomi serta inovasi teknologi.
Sejarah juga menunjukkan bahwa praktek pencatatan telah
dilakukan sejak jaman Mesir Kuno. Menteri-menteri kerajaan melakukan
praktek laporan bulanan terkait hasil pemungutan pajak. Saat itu,
pemerintahan Mesir tersusun atas distrik-distrik. Setiap distrik diawasi oleh
gubernur yang bertugas menyimpan catatan kekayaan setiap distrik

5|Akuntansi Sektor Publik


sebagai dasar pemungutan pajak. Di masa Babilonia, praktek pencatatan
juga telah dilakukan untuk setiap kegitan pendapatan dan produksi.
Pada masa Yunani, pemerintahan yang berkuasamembagi
berbagai sumber pendapatan yang diterima secara adil. Phartenon,
sebutan bagi organisasi kementerian yang bertugas, telah
mengembangkan berbagai metode pencatatan untuk barang-barang
berharga. Di masa Roma, praktek akuntansi untuk mendukung mekanisme
pajak dilakukan oleh semua pejabat, baik gubernur maupun kekaisaran.
Di masa selanjutnya, di akhir abad ke-14, praktek pencatatan
transaksi keuangan ditemukan di Genoa. Temuan ini diperkirakansebagai
bukti transaksi keuangan antara pemerintah yang berkuasas dan rakyat.
Berbagai temuan akhirnya menunjukkan bahwa proses pencatatan
berkembang dalam proses perdagangan antar Negara.
Reformasi di banyak Negara, khususnya di Indonesia juga
memberikan dampak signifikan dalam perkembangan akuntansi sektor
publik. Tuntunan agar pemerintah dikelola secara profesional dan efisien
membuka kesadaran bagi setiap orang terutama pemerintah untuk
senantiasa tanggap aka tuntutan lingkungannya dengan berupaya
memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan berakuntabilitas.
Dari aspek pencatatan, pemerintah Indonesia sebenarnya telah
melakukan pencatatan keuangan Negara mengikuti tata cara yang
dikenalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Namun, teknik yang
digunakan masih berorientasi pad akas belaka. Sistem pengendalian juga
tidak berkembang sehingga tidak tercipta akuntabilitas yang baik.
Reformasi keuangan Negara, yang ditandai dengan lahirnya Undang-
Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
mengamanatkan bahwa bentuk pertanggungjawaban anggaran setidak-
tidaknya dalam bentuk Laporan Keuangan.

6|Akuntansi Sektor Publik


BAB II
ORGANISASI PEMERINTAH
INDONESIA

Definisi Negara dan Pemerintahan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Negara” didefinisikan
sebagai organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat atau kelompok sosial yang
menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di lembaga
politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat
sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.
Sedangkan kata “pemerintah” didefinisikan sebagai sistem menjalankan
wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik
suatu Negara atau bagian-bagiannya atau sekelompok orang yang secara
bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan
kekuasaan.
Sehingga dari definisi tersebut jelas bahwa pemerintahan Negara
Indonesia dibentuk dalam rangka pencapaian tujuan bernegara
sebagaimana tercantum dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 dan
menjalankan berbagai fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Definisi-definisi Negara
 John Locke dan Rousseau, negara merupakan suatu badan atau
organisasi hasil dari perjanjian masyarakat.
 Max Weber, negara adalah sebuah masyarakat yang memiliki
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam
wilayah tertentu.
 Mac Iver, sebuah negara harus memiliki tiga unsur poko, yaitu
wilayah, rakyat, dan pemerintahan.
 Roger F.Soleau, negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang
yang mengendalikan dan mengatur persoalan-persoalan yang
bersifat bersama atas nama masyarakat.
 Prof. Mr. Soenarko, Negara adalah organisasi masyarakat yang
mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan negara berlaku
sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan, sedangkan Prof. Miriam
Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam

7|Akuntansi Sektor Publik


suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah
terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Jadi Negara
adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan
diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah, yang umumnya
mempunyai kedaulatan (keluar dan ke dalam).

Pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut yaitu:


1. Negara sebagai organisasi kekuasaan
Negara adalah alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk
mengatur hubungan antara manusia dalam masyarakat tersebut.
Pengertian ini dikemukakan oleh Logemann dan Harold J. Laski.
Logemann menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan
yang bertujuan mengatur masyarakatnya dengan kekuasaannya itu.
Negara sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan
suatu tata kerja sama untuk membuat suatu kelompok manusia berbuat
atau bersikap sesuai dengan kehendak negara itu.
2. Negara sebagai organisasi politik
Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam
masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh
suatu pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa. Dari sudut
organisasi politik, negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik
atau merupakan organisasi pokok dari kekuasaan politik. Sebagai
organisasi politik negara Bidang Tata Negara berfungsi sebagai alat
dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan
antar manusia dan sekaligus menertibkan serta mengendalikan gejala–
gejala kekuasaan yang muncul dalam masyarakat. Pandangan tersebut
nampak dalam pendapat Roger H. Soltou dan Robert M Mac Iver.
Dalam bukunya “The Modern State”, Robert M Mac Iver menyatakan:
“Negara ialah persekutuan manusia (asosiasi) yang menyelenggarakan
penertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem
hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang dilengkapi
kekuasaan memaksa. Menurut RM Mac Iver, walaupun negara
merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai ciri khas yang
dapat digunakan untuk membedakan antara negara dengan
persekutuan manusia yang lainnya. Ciri khas tersebut adalah :
kedaulatan dan keanggotaan negara bersifat mengikat dan memaksa.

8|Akuntansi Sektor Publik


3. Negara sebagai organisasi kesusilaan
Negara merupakan penjelmaan dari keseluruhan individu. Menurut
Friedrich Hegel : Negara adalah suatu organisasi kesusilaan yang timbul
sebagai sintesa antara kemerdekaan universal dengan kemerdekaan
individu. Negara adalah organisme dimana setiap individu menjelmakan
dirinya, karena merupakan penjelmaan seluruh individu maka negara
memiliki kekuasaan tertinggi sehingga tidak ada kekuasaan lain yang
lebih tinggi dari negara. Berdasarkan pemikirannya, Hegel tidak
menyetujui adanya : Pemisahan kekuasaan karena pemisahan
kekuasaan akan menyebabkan lenyapnya negara. Pemilihan umum
karena negara bukan merupakan penjelmaan kehendak mayoritas
rakyat secara perseorangan melainkan kehendak kesusilaan. Dengan
memperhatikan pendapat Hegel tersebut, maka ditinjau dari organisasi
kesusilaan, negara dipandang sebagai organisasi yang berhak mengatur
tata tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sementara
manusia sebagai penghuninya tidak dapat berbuat semaunya sendiri.
4. Negara sebagai integrasi antara pemerintah dan rakyat
Negara sebagai kesatuan bangsa, individu dianggap sebagai bagian
integral negara yang memiliki kedudukan dan fungsi untuk menjalankan
negara. Menurut Prof. Soepomo, ada 3 teori tentang pengertian negara:
a) Teori Perseorangan (Individualistik)
Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun
berdasarkan perjanjian antar individu yang menjadi anggota
masyarakat. Kegiatan negara diarahkan untuk mewujudkan
kepentingan dan kebebasan pribadi. Penganjur teori ini antara lain :
Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques Rousseau, Herbert
Spencer, Harold J Laski.
b) Teori Golongan (Kelas)
Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang
mempunyai kedudukan ekonomi yang paling kuat untuk menindas
golongan lain yang kedudukan ekonominya lebih lemah. Teori
golongan diajarkan oleh : Karl Marx, Frederich Engels, Lenin.
c) Teori Intergralistik (Persatuan)
Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara
semua golongan, semua bagian dari seluruh anggota masyarakat
merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara
integralistik merupakan negara yang hendak mengatasi paham
perseorangan dan paham golongan dan negara mengutamakan

9|Akuntansi Sektor Publik


kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori persatuan
diajarkan oleh : Bendictus de Spinosa, F. Hegel, Adam Muller.

Unsur-unsur Negara
1. Penduduk
Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal
dan juga memiliki kesepakatan diri untuk bersatu. Warga negara
adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan penduduk negara
lain yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu.
2. Wilayah
Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial
dari sebuah kedaulatan. Wilayah adalah salah satu unsur
pembentuk negara yang paling utama. Wilayah terdiri dari darat,
udara dan juga laut.
3. Pemerintah
Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk
menjalankan roda pemerintahan.
4. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat
undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara.
Disamping ketiga unsur pokok (konstitutif) tersebut masih ada unsur
tambahan (disebut unsur deklaratif) yaitu berupa Pengakuan dari
negara lain. Unsur negara tersebut diatas merupakan unsur negara
dari segi hukum tata negara atau organisasi negara

Pengertian Sistem Pemerintahan


Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang
mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhan. Dengan demikian
dalam usaha ilmiah sistem adalah suatu tatanan atau susunan yang
berupa suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian atau komponen yang
berkaitan antara satu dengan lainnya secara teratur dan terencana untuk
mencapai suatu tujuan. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah
segala bentuk kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang
dilakukan oleh organ-organ negara yang mempunyai otoritas atau
kewenangan untuk menjalankan kekuasaan. Pengertian pemerintahan
seperti ini mencakup kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang
dilakukan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam arti yang
sempit, pemerintahan adalah aktivitas atau kegiatan yang diselenggarakan
oleh fungsi eksekutif, presiden ataupun perdana menteri, sampai dengan

10 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
level birokrasi yang paling rendah tingkatannya. Dari dua pengertian
tersebut, maka dalam melakukan pembahasan mengenai pemerintahan
negara titik tolak yang dipergunakan adalah dalam konteks pemerintahan
dalam arti luas. Yaitu meliputi pembagian kekuasaan dalam negara,
hubungan antar alat-alat perlengkapan negara yang menjalankan
kekuasaan tersebut.
Dengan demikian, jika pengertian pemerintahan tersebut dikaitkan dengan
pengertian sistem, maka yang dimaksud dengan sistem pemerintahan
adalah suatu tatanan atau susunan pemerintahan yang berupa suatu
struktur yang terdiri dari organ-organ pemegang kekuasaan di dalam
negara dan saling melakukan hubungan fungsional di antara organ-organ
tersebut baik secara vertikal maupun horisontal untuk mencapai suatu
tujuan yang dikehendaki. Jadi, sistem pemerintahan negara
menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar
lembaga negara, dan bekerjanya lembaga Negara dalam mencapai tujuan
pemerintahan negara yang bersangkutan. Tujuan pemerintahan negara
pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya,
tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
1.Organisasi Sistem Pemerintahan Negara
Dibedakan menjadi 2 yaitu :
A. Organisasi Pemerintahan Dalam Garis Horizontal
Menurut konsep trias politica kekuasaan didalam negara dapat dibagi
menjadi tiga cabang kekuasaan utama,yaitu:
a) kekuasaan legislative : kekuasaan untuk membentuk undang-
undang
b) kekuasaan eksekutif : kekuasaan untuk menjalankan undang-
undang
c) kekuasaan yudikatif : kekuasaan untuk melaksanakan peradilan

Kekuasaan ini dilakukan oleh badan-badan peradilan dengan susunan


bertingkat-tingkat sesuai dengan kewenangan masing-masing tingkat
dan berpuncak pada Mahkamah Agung.
B. Organisasi Sistem Pemerintahan Dalam Garis Vertikal
Menurut Kranenburg kedua satuan pemerintahan yang lebih rendah
dibawah pemerintah pusat, baik yang terdapat di negara kesatuan

11 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
maupun serikat, masing-masing mempunyai ciri-ciri yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lain bedasarkan hukum positif, yaitu :
1) negara bagian yang terdapat di dalam Negara Serikat memiliki
wewenang untuk membentuk UUD sendiri serta mempunyai
wewenang untuk membentuk organisasi sendiri dalam rangka dan
batas-batas konstitusi federal. Sedangkan dalam negara Kesatuan
organisasi bagian-bagian negara (pemerintah daerah) secara garis
besar telah ditetapkan oleh pembentuk undang-undang pusat.
2) dalam negara federal (serikat), wewenang membentuk Undang-
undang Pusat untuk bidang tertentu telah diperinci satu persatu
dalam konstitusi federal.
2. Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
1. Sistem pemerintahan parlementer.
Pada prinsipnya sistem pemerintahan parlementer menitik
beratkan pada hubungan antara organ negara pemegang
kekuasaan eksekutif dan legeslatif. Sistem ini merupakan sisa-sisa
peninggalan sistem pemerintahan dalam arti paling luas yakni
monarkhi. Dikatakan demikian karena kepala negara apapun
sebutanya mempunyai kedudukan yang tidak dapat di ganggu
gugat. Sedangkan penyelenggara pemerintah sehari-hari
diserahkan kepada menteri.
2.Sistem pemerintahan Presidensial
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan
legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan
tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem
pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara
terpisah.

3.Sistem Pemerintahan Indonesia


1) Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Konstitusi RIS
Sistem Pemerintahan Indonesia menurut konstitusi RIS adalah sistem
Pemerintah Parlementer yang tidak murni. Pasal 118 konstitusi RIS
antara lain :
a. Presiden tidak dapat di ganggu gugat
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah Ketentuan pasal tersebut menunjukkan bahwa RIS
mempergunakan sistem pertanggung jawaban menteri.

12 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2) Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950
UUDS 1950 masih tetap mempergunakan bentuk sistem
pemerintahan seperti yang diatur dalam konstitusi RIS. Di dalam
pasal 83 UUDS 1950 dinyatakan :
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama- sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
3) Sistem Pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum diamandemen:
1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6. BPK sebagai pengaudit keuangan.
4) Sistem Pemerintahan setelah amandemen
1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD
yang dipilih oleh rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.

Negara indonesia adalah negara yang berbentuk republik.


Pemerintahan republik adalah suatu pemerintahan dimana seluruh atau
sebagian rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di dalam negara.
Oleh karena itu, kadaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar.

Lembaga-Lembaga Negara
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR tugas wewenangnya adalah mengubah dan menetapkan UUD
1945, disamping itu wewenang dan tugas lainnya adalah melantik
Presiden dan Wakil presiden berdasar hasil pemilu.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
DPR adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan lembaga perwakilan
rakyat. DPR terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum

13 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
yang dipilih melalui pemilihan umum. DPR dianggap sebagai salah
satu lembaga yang paling korup di Indonesia.
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Sebelum 2004 disebut Utusan Daerah, adalah lembaga tinggi negara
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang anggotanya merupakan
perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum.
DPD memiliki fungsi:
a. Pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan memberikan
pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi tertentu
b. Pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang tertentu.
4. Presiden dan Wakil Presiden
Sebagai konsekuensi dari sistem pemerintahan Indonesia yang
menganut presidensiil , maka presiden memiliki dua kekuasaan
sekaligus yaitu sebagai kepala pemerintahan (eksekutif) dan sebagai
kepala negara.Wewenang, kewajiban, dan hak Presiden antara lain:
a. Sebagai kepala pemerintahan (UUD 1945 pasal 4 ayat 1)
b. Mengangkat menteri
5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945, BPK
merupakan lembaga yang bebas dan mandiri. Anggota BPK dipilih
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Daerah, dan diresmikan oleh Presiden. Hasil
pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD.
6. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas
dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung
membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara. Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
kewajiban dan wewenang MA adalah:
a. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai
wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
b. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi

14 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
c. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi
dan rehabilitasi.
7. Komisis Yudisial (KY)
Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
UU no 22 tahun 2004 yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon hakim agung. Komisi Yudisial berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
serta perilaku hakim.
Tugas Komisi Yudisial = Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung,
dengan tugas utama:
a. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
b. Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung
c. Menetapkan calon Hakim Agung
d. Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR
e. Menjaga dan Menegakkan Kehormatan, Keluhuran Martabat Serta
Perilaku Hakim.
8. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan
kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Pasal 24 ayat
(2) UUD 1945 menyatakan, Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian,
Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai
cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu
yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945.
9. Bank Sentral
Bank Sentral Indonesia adalah Bank Indonesia (BI), yang merupakan
lembaga negara independent, bebas dari campur tangan pemerintah
dan pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Tujuan Bank Sentral
adalah mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. BI memiliki
wewenang :
a) Menetapkan sasaran moneter dengan memperhatikan laju inflasi
b) Melakukan pengendalian moneter
c) Melaksanakan kebijakan nilai tukar
d) Mengelola cadangan devisa

15 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
10. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Lembaga ini berfungsi sebagai penyelenggara pemilihan umum,
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Terdiri dari KPU pusat, KPU
provinsi, dan KPU kota. Anggota KPU pusat sebanyak 7 orang, KPU
provinsi 5 orang, dan KPU kabupaten juga 5 orang. Masa jabatan KPU
semua jenjang 5 tahun terhitung sejak mengucapkan sumpah atau
janji.

Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia


Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah-
daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten
dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam
undang-undang.
Jadi Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagai yang
dimaksud dalam UUD 1945. Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas
Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi, dan Pemerintah
Daerah kabupaten/kota terdiri atas Pemerintah Daerah kabupaten/kota
dan DPRD kabupaten/kota. Pimpinan pemerintah daerah provinsi
adalah gubernur, kabupaten bupati, dan kota adalah wali kota.
Sistem Pemilihan Umum di Indonesia
Pemilu di Indonesia sejak pertama kali diadakan pada tahun 1995
adalah untuk memilih anggota legislatif untuk memilih anggota
legislatif, yang sekarang disebut pemilu legislatif untuk memilih
anggota DPR,DPD, dan DPRD, baik DPRD provinsi kabupaten
maupun kota. Sejak tahun 2004 pemilu dilakukan untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden, dan beberapa tahun kemudian pemilu
juga untuk memilih Gubernur, Bupati, dan wakil walikota. Pemilu inilah
kemudian disebut dengan pemilu eksekutif
Tahapan Penyelenggara pemilu legislatif sebagaimana diatur UU. No.
10 Tahun 2008 meliputi :

16 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
1. Pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih
2. Pendaftaran peserta pemilu
3. Penetapan peserta pemilu
4. Penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan
5. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD provinsi atau daerah
6. Masa kampanye
7. Masa tenang
8. Pemungutan dan penghitungan suara
9. Penetapan hasil pemilu
10. Pengucapan janji anggota DPR, DPD, DPRD provinsi atau daerah

Elemen Pemerintah Daerah


secara filosofis elemen-elemen dasar yang membentuk Pemerintahan
Daerah sebagai suatu entitas pemerintahan. Sedikitnya ada 7 elemen
dasar yang membangun entitas pemerintahan daerah dan ketujuh elemen
dasar tersebutlah yang juga akan menjadi sasaran utama dalam
melakukan review terhadap perjalanan otonomi daerah di Indonesia.
Adapun ketujuh elemen dasar tersebut adalah sebagai berikut:
(1). Kewenangan atau Urusan Pemerintahan.
Elemen dasar pertama dari Pemerintahan Daerah adalah "urusan
pemerintahan" yaitu kewenangan daerah untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan yang diserahkan ke Daerah
berdasarkan pengaturan dalam UU 32/2004. Dalam Pasal 11 ayat (1)
UU 32/2004 ada tiga kriteria yang dipakai dalam membagi urusan
pemerintahan yaitu; eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi.
Berdasarkan kriteria tersebut akan tersusun pembagian kewenangan
yang jelas antar tingkatan pemerintahan (Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dari setiap bidang atau sektor pemerintahan. Dalam
koridor otonomi luas setidaknya terdapat 31 sektor pemerintahan
yang merupakan urusan pemerintahan yang di-desentralisasikan ke
Daerah baik yang terkait dengan urusan yang bersifat wajib untuk
menyelenggarakan pelayanan dasar maupun urusan yang bersifat
pilihan untuk menyelenggarakan pengembangan sektor ekonomi
yang menjadi unggulan dari daerah.
Adapun urusan-urusan pemerintahan yang di desentralisasikan ke
daerah adalah
sebagai berikut:

Urusan wajib:

17 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Lingkungan Hidup
4. Pekerjaan Umum
5. Penataan Ruang
6. Perencanaan Pembangunan
7. Perumahan
8. Kepemudaan dan Olah Raga
9. Penanaman Modal
10. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
11. Kependudukan dan Catatan Sipil
12. Ketenaga kerjaan
13. Ketahanan Pangan
14. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak
15. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
16. Perhubungan
17. Komunikasi dan Informatika
18. Pertanahan
19. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
20. Otonomi daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan
Daerah,
Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian
21. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22. Sosial
23. Kebudayaan
24. Statistik
25. Kearsipan dan
26. Perpustakaan

Urusan Pilihan:
1. Kelautan dan Perikanan
2. Pertanian,
3. Kehutanan
4. Energi dan Sumber daya Mineral
5. Pariwisata
6. Industri
7. Perdagangan dan
8. Transmigrasi

18 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Sebenarnya urusan pemerintahan yang didesentralisasikan berjumlah
31 urusan. Namun ketika urusan pemerintahan tersebut di
kelompokkan kedalam urusan wajib dan urusan pilihan, maka ada
beberapa urusan pemerintahan yang terbagi kedalam kelompok
urusan pemerintahan yang berbeda yaitu:
1. Urusan Tenaga kerja dan transmigrasi dimana urusan tenaga
kerja masuk dalam kategori urusan wajib karena terkait dengan
pelayanan dasar masyarakat; sedangkan urusan transmigrasi
masuk kedalam urusan pilihan karena tidak mungkin setiap
daerah mempunyai potensi transmigrasi.
2. Urusan Kebudayaan dan Pariwisata; urusan kebudayaan masuk
dalam urusan wajib sedangkan urusan pariwisata masuk kedalam
urusan pilihan.
3. Urusan Pertanian dan Ketahanan Pangan; urusan pertanian masuk
kedalam urusan pilihan sedangkan urusan ketahanan pangan
masuk kedalam urusan wajib.

Penentuan urusan pemerintahan yang di desentralisasikan


didasarkan atas urusan-urusan yang ada kelembagaannya di tingkat
pusat baik dalam bentuk Departemen atau Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND). Argumennya adalah jangan sampai ”ada
lembaga Pusat” yang menangani urusan tersebut, tapi tidak ada
kejelasan lembaga mana yang menangani urusan tersebut di daerah.
Kebijakan yang dibuat di tingkat Pusat harus jelas lembaga mana
yang mengoperasionalkannya di daerah. Namun tidak pula berarti
semua urusan harus dibuat kelembagaannya di daerah, karena akan
membengkakkan overhead cost daerah. Yang penting adalah
”fungsi” tersebut ada yang bertanggung jawab melaksanakannya di
daerah. Untuk efisiensi, maka perlu ada perumpunan terhadap
urusan-urusan pemerintahan yang sejenis yang diakomodasikan
dalam kelembagaan daerah.
(2). Kelembagaan
Elemen dasar yang kedua dari Pemerintahan Daerah adalah
kelembagaan daerah. Kewenangan daerah tidak mungkin dapat
dilaksanakan kalau tidak diakomodasikan dalam kelembagaan
daerah. Ada dua kelembagaan penting yang membentuk
Pemerintahan Daerah yaitu: kelembagaan untuk pejabat politik
(elected officer) yaitu kelembagaan Kepala Daerah dan DPRD; dan
kelembagaan untuk pejabat karir (appointed officer) yang terdiri dari

19 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
perangkat daerah (dinas, badan, kantor dan sekretariat, Kecamatan,
Kelurahan dll).
(3). Personil
Elemen dasar yang ketiga yang membentuk Pemerintahan Daerah
adalah adanya personil yang menggerakkan kelembagaan daerah
untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi domain
daerah. Personil daerah (PNS Daerah) tersebut yang pada gilirannya
menjalankan kebijakan publik strategis yang dihasilkan oleh pejabat
politik (DPRD dan KDH) untuk menghasilkan barang dan jasa (goods
and services) sebagai hasil akhir (end product) dari Pemerintahan
Daerah.
(4). Keuangan Daerah
Elemen dasar yang keempat yang membentuk Pemerintahan Daerah
adalah keuangan daerah. Keuangan daerah adalah sebagai
konsekuensi dari adanya urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah. Hal tersebut sesuai dengan prinsip "money follows
functions". Davey dan Devas menyatakan bahwa efektifitas
pembiayaan otonomi daerah tergantung dari sejauhmana daerah
diberikan sumber-sumber keuangan untuk membiayai tanggung
jawab pemerintahan yang diserahkan ke daerah dan sejauhmana
elastisitas sumber-sumber keuangan tersebut berkorelasi dengan
peningkatan pembiayaan pelayanan publik akibat pertumbuhan
penduduk (Davey, 1983, Devas, 1986). Daerah harus diberikan
sumber-sumber keuangan baik yang bersumber pada pajak dan
retribusi daerah (desentralisasi fiskal) maupun bersumber dari dana
perimbangan (subsidi dan bagi hasil) yang diberikan ke daerah.
Adanya sumber keuangan yang memadai akan memungkinkan
daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah.
(5). Perwakilan Daerah
Elemen dasar yang kelima yang membentuk Pemerintahan Daerah
adalah perwakilan daerah. Secara filosofis, rakyat yang mempunyai
otonomi daerah tersebut. Namun secara praktis, tidak mungkin
masyarakat untuk memerintah bersama. Untuk itu maka dilakukan
pemilihan wakil-wakil rakyat untuk menjalankan mandat rakyat dan
mendapatkan legitimasi dari rakyat daerah untuk melaksanakan
otonomi daerah. Dalam sistem pemerintahan di Indonesia, ada dua
kelompok yang mewakili pelaksanaan otonomi daerah yang dipilih
rakyat. Pertama yaitu DPRD yang dipilih melalui Pemilihan Umum

20 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
(Pemilu) untuk menjalankan fungsi legislasi daerah. Kedua adalah
Kepala Daerah yang dipilih melalui pemilihan Kepala Daerah yang
dilakukan secara langsung oleh rakyat daerah yang bersangkutan
untuk menjalankan fungsi eksekutif daerah. Dengan demikian Kepala
Daerah dan DPRD adalah pejabat yang dipilih oleh rakyat melalui
proses pemilihan, yang mendapat mandat untuk mengatur dan
mengurus rakyat dalam koridor kewenangan yang dimiliki daerah
yang bersangkutan. Dalam elemen perwakilan tersebut mengandung
berbagai dimensi didalamnya yang bersinggungan dengan hak-hak
dan kewajiban masyarakat. Termasuk dalam dimensi tersebut adalah
bagaimana hubungan DPRD dengan Kepala Daerah; bagaimana
hubungan keduanya dengan masyarakat yang memberikan mandate
kepada mereka dalam upaya artikulasi dan agregasi kepentingan
masyarakat; pengakomodasian pluralisme lokal kedalam kebijakan-
kebijakan daerah; penguatan civil society dan isu-isu lainnya yang
terkait dengan proses demokratisasi di tingkat lokal.
(6). Pelayanan Publik
Elemen dasar yang keenam yang membentuk Pemerintahan Daerah
adalah "pelayanan publik". Hasil akhir dari pemerintahan daerah
adalah tersedianya "goods and services" yang dibutuhkan
masyarakat. Secara lebih detail goods and services tersebut dapat
dibagi dalam dua klasifikasi sesuai dengan hasil akhir (end products)
yang dihasilkan Pemerintahan Daerah. Pertama Pemerintahan
Daerah menghasilkan public goods yaitu barang-barang (goods)
untuk kepentingan masyarakat lokal seperti jalan, jembatan, irigasi,
gedung sekolah, pasar, terminal, rumah sakit dsb yang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Kedua, Pemda menghasilkan
pelayanan yang bersifat pengaturan publik (public regulations) seperti
menerbitkan Akte Kelahiran, KTP, KK, IMB, HO, dan sebagainya.
Pada dasarnya pengaturan publik dimaksudkan untuk menciptakan
ketentraman dan ketertiban (law and order) dalam masyarakat.
Isu yang paling dominan dalam konteks pelayanan publik tersebut
adalah bagaimana kualitas dan kuantitas pelayanan publik yang
dihasilkan Pemda dalam rangka mensejahterakan masyarakat lokal.
Prinsip-prinsip standard pelayanan minimal dan pengembangan
pelayanan prima (better, cheaper, simpler and faster) serta
akuntabilitas akan menjadi isu utama dalam pelayanan publik
tersebut.

21 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
(7). Pembinaan dan Pengawasan (Binwas)
Elemen dasar ketujuh yang membentuk Pemerintahan Daerah adalah
"pengawasan'. Argumen dari pengawasan adalah adanya
kecenderungan penyalah-gunaan kekuasaan sebagaimana adagium
dari Lord Acton yang menyatakan bahwa "power tends to corrupt and
absolute power will corrupt absolutely". Untuk mencegah hal tersebut
maka elemen pengawasan mempunyai posisi strategis untuk
menghasilkan pemerintahan yang bersih. Berbagai isu pengawasan
akan menjadi agenda penting seperti sinergi lembaga pengawasan
internal, efektifitas `pengawasan eksternal, pengawasan sosial,
pengawasan legislatif dan juga pengawasan melekat (built in control).
Dalam konteks pembinaan adalah berbagai fasilitasi yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat terhadap pemerintahan daerah agar Pemda
dapat menjalankan otonominya secara efektif, efisien, ekonomis dan
akuntabel.
Ketujuh elemen dasar diatas merupakan elemen "generik" yang
membentuk Pemerintah Daerah. Setiap perubahan kebijakan
desentralisasi pada dasarnya akan berpengaruh terhadap ketujuh
elemen dasar tersebut. Ketika pemerintahan nasional dikelola secara
sentralistik pada masa Orde Baru, ketujuh elemen dasar tersebut
sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan intervensi Pusat. Setelah
reformasi, daerah mempunyai diskresi yang tinggi dalam pengelolaan
ketujuh elemen dasar tersebut. Namun seluas apapun otonomi
daerah di Indonesia, penyelenggaraannya tetap dalam koridor
Konstitusi UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah


Ditinjau dari sudut hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dapat dilihat dari Adanya hubungan dalam penyelenggaraan
pemerintahan; Kebijakan desentralisasi dimaksudkan untuk memberikan
kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Bahwa tanggung jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah adalah menjadi tanggung
jawab Pemerintah Nasional (Pusat) karena externalities (dampak) akhir
dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab
negara. Peran Pusat dalam kerangka otonomi Daerah akan banyak bersifat
menentukan kebijakan makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi,

22 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
kontrol dan pemberdayaan (capacity building) agar Daerah dapat
menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran daerah akan
lebih banyak pada tataran pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam
melaksanakan otonominya Daerah berwenang membuat kebijakan Daerah.
Kebijakan yang diambil Daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang
diserahkan kepadanya dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan
Perundangan yang lebih tinggi yaitu norma, standard dan prosedur yang
ditentukan Pusat.
Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan
daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi:
a). Hubungan wewenang
b). Keuangan
c). Pelayanan umum
d). Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.

Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam,


dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. Hubungan
wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam
dan sumber daya lainnya menimbulkan hubungan administrasi dan
kewilayahan antarsusunan pemerintahan.
A. Hubungan Wewenang
1. Pembagian urusan Pemerintahan
Ketentuan hukum yang mengatur lebih lanjut hubungan antara
pempus dan pemda sebagai penjabaran dari dasar konstitusioanal
adalah Pasal 10-18 UU Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam kaitannya dengan hubungan pempus dan pemda maka
adanya pembagian wewenang urusan pemerintahan. Pembagian
urusan pemerintahan di Indonesia, pada hakekatnya dibagi dalam 3
kategori, yaitu :
a). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat
(pemerintah)
b). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
provinsi
c). Urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Kabupaten/Kota

23 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2. Kriteria Pembagian urusan antar Pemerintah, daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang concurren
(artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian
atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
Pemerintah dan pemerintah daerah) secara proporsional antara
Pemerintah, Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota maka
disusunlah kriteria yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas dan
efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar
susunan pemerintahan sebagai suatu sistem antara hubungan
kewenangan pemerintah, kewenangan pemerintah daerah provinsi
dan pemerintah Kabupaten/kota, atau antar pemerintahan daerah
yang saling terkait, tergantung dan sinergis.
a). Eksternalitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan mempertimbangkan dampak/akibat yang ditimbulkan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila
dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan
pemerintahan tersebut menjadi kewenangan kabupaten/kota,
apabila regional menjadi kewenangan provinsi, dan apabila
nasional menjadi kewenangan Pemerintah.
b). Akuntabilitas
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang
menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan
yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan
yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas
penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada
masyarakat akan lebih terjamin.
c). Efisiensi
Adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil,
dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian,
dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan
bagian urusan. Artinya apabila suatu bagian urusan dalam
penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan
berhasilguna dilaksanakan oleh daerah Provinsi dan/atau
Daerah Kabupaten/Kota dibandingkan apabila ditangani oleh
Pemerintah maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada

24 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Daerah Provinsi dan/atau Daerah Kabupaten/Kota. Sebaliknya
apabila suatu bagian urusan akan lebih berdayaguna dan
berhasil guna bila ditangani oleh Pemerintah maka bagian
urusan tersebut tetap ditangani oleh Pemerintah. Untuk itu
pembagian bagian urusan harus disesuaikan dengan
memperhatikan ruang lingkup wilayah beroperasinya bagian
urusan pemerintahan tersebut. Ukuran daya guna dan hasil
guna tersebut dilihat dari besarnya manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dan besar kecilnya resiko yang harus dihadapi.
Sedangkan yang dimaksud dengan keserasian hubungan yakni
bahwa pengelolaan bagian urusan pemerintah yang dikerjakan
oleh tingkat pemerintahan yang berbeda, bersifat saling
berhubungan (inter-koneksi), saling tergantung (inter-
dependensi), dan saling mendukung sebagai satu kesatuan
sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.
3. Urusan Pemerintah yang menjadi urusan pempus
Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan
pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan. Dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan yang menjadi urusan
Pemerintah meliputi:
a. Politik luar negeri; mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional,
menetapkan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan
negara lain, menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri, dan
sebagainya
b. Pertahanan; misalnya mendirikan dan membentuk angkatan
bersenjata, menyatakan damai dan perang, menyatakan negara
atau sebagian wilayah negara dalam keadaan bahaya,
membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan
persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela
negara bagi setiap warga negara dan sebagainya;
c. Keamanan; misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian
negara, menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak
setiap orang yang melanggar hukum negara, menindak kelompok

25 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara
dan sebagainya
d. Yustisi; misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat
hakim dan jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan,
menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberikan
grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, Peraturan
Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah,
dan peraturan lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya
e. Moneter dan fiskal nasional; misalnya mencetak uang dan
menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang dan sebagainya
f. Agama; misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku
secara nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan
suatu agama, menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan dan sebagainya.
Urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan yaitu semua urusan
pemerintahan di luar urusan pempus meliputi :
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum
d. perumahan;
e. penataan ruang;
f. perencanaan pembangunan;
g. perhubungan;
h. lingkungan hidup;
i. pertanahan;
j. kependudukan dan catatan sipil;
k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m. sosial;
n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o. koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p. penanaman modal;
q. kebudayaan dan pariwisata;
r. kepemudaan dan olah raga;
s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan
daerah, perangkat daerah kepegawaian, dan persandian;

26 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
u. pemberdayaan masyarakat dan desa;
v. statistik;
w. kearsipan;
x. perpustakaan;
y. komunikasi dan informatika;
z. pertanian dan ketahanan pangan;
aa. kehutanan;
bb. energi dan sumber daya mineral;
cc. kelautan dan perikanan;
dd. perdagangan; dan
ee. perindustrian.

4. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan


Dalam menyelenggarakan 6 urusan pemerintahan (pasal 10 ayat 3 UU
No.32/2004) Pemerintah :
a). menyelenggarakan sendiri
b) dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada
perangkat Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau
c). dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau
pemerintahan desa.

Di samping itu, penyelenggaraan di luar 6 urusan pemerintahan (Pasal


10 ayat 3) Pemerintah dapat :
a). menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan, atau
b). melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur
selaku wakil pemerintah,
c). atau menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah
dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

5. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda


Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah,
yang diselenggarakan berdasarkan kriteria-kriteria, terdiri atas urusan
wajib dan urusan pilihan.
a). Urusan wajib artinya : Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal
dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Urusan wajib menurut penjelasan UU No.32/2004 artinya suatu
urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar warga negara seperti perlindungan hak konstitusional,
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal,

27 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
prasarana lingkungan dasar; perlindungan kepentingan nasional,
kesejahteraan masyarakat, ketentraman dan ketertiban umum dalam
kerangka menjaga keutuhan NKRI; dan pemenuhan komitmen
nasional yang berhubungan dengan perjanjian dan konvensi
internasional.
b). Urusan pilihan artinya : baik untuk pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota, meliputi urusan pemerintahan
yang secara nyata ada dan berpetensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,kekhasan dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan pilihan
menurut PP No 38/2007 meliputi :
a. kelautan dan perikanan;
b. pertanian;
c. kehutanan;
d. energi dan sumber daya mineral;
e. pariwisata;
f. industri;
g. perdagangan; dan
h. ketransmigrasian

Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan


sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian
sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan. Urusan pemerintahan
yang dilimpahkan kepada Gubernur juga disertai dengan pendanaan
sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi
merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi (Pasal 13 UU No 32
tahun 2004):
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah
termasuk lintas kabupaten/kota;

28 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum
dapatdilaksanakan oleh kabupaten/kota
p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-
undangan.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk


kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota (psl 14)
meliputi:
a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan sarana dan prasarana umum;
e. penanganan bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan pendidikan;
g. penanggulangan masalah sosial;
h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
j. pengendalian lingkungan hidup;
k. pelayanan pertanahan;
l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
l. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
m. pelayanan administrasi penanaman modal;
n. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

a. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-


undangan.
Pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota
dalam melaksanakan urusan pemerintahan wajib dan pilihan berpedoman
kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh
Menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen untuk pelaksanaan
urusan wajib dan urusan pilihan.
Pembagian urusan antar pemerintah, pemprov dan pemkab diatur lebih
lanjut dalam PP No 38 tahun 2007.

29 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2. Hubungan Dalam bidang keuangan
• Hubungan keuangan antara pempus dan pemda Pasal 15 ayat 1 UU
No.32/2004 meliputi :
a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah;
b. pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c. pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah

• Hubungan dalam bidang keuangan antar pemerintahan daerah meliputi


a. bagi hasil pajak dan nonpajak antara pemerintahan daerah provinsi
dan. pemerintahan daerah kabupaten/kota;
b. pendanaan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab
bersama;
c. pembiayaan bersama atas kerja sama antar daerah; dan
d. pinjaman dan/atau hibah antar pemerintahan daerah.

3. Hubungan dalam bidang pelayanan umum


• Antara Pempus dan pemda (vertikal) meliputi :
a. kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan
minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi
kewenangan daerah; dan
c. fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan umum.
• Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a. pelaksanaan bidang pelayanan umum yang menjadi kewenangan
daerah;
b. kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelengaraan
pelayanan umum; dan
c. pengelolaan perizinan bersama bidang pelayanan umum.

4. Hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber


daya lainnya
• Antara Pemerintah dan pemerintahan daerah
a. kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan,
pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;

30 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya; dan
c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan

• Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :


a. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
b. Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam.
dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
c. Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya.

Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola


sumber daya di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas
pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah untuk
mengelola sumber daya di wilayah laut) meliputi:
a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b. pengaturan administratif;
c. pengaturan tata ruang;
d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.

Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12


(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke
arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila wilayah laut antara 2
(dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk
mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur
sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan
untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi dimaksud.

31 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB III
PERKEMBANGAN AKUNTANSI
SEKTOR PUBLIK

Definisi Akuntansi Sektor Publik


Definisi akuntansi Sektor Publik adalah mekanisme teknik dan
analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di
lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemen di
bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial
pada proyek-proyek kerja sama sektor publik dan swasta ( Indra Bastian,
2010).
Pada masa modern, akuntansi sektor publik terus berkembang
sebagai sebuah alat pengawasan dan pelaporan dalam rangka
akuntabilitas publik (Nordiawan, dkk, 2010 : 6). Teknik-teknik berkembang
mengikuti perkembangan organisasi pemerintahan, seperti adanya mazhab
New Public Management yang lebih menuntut pertanggungjawaban
kinerja. Di Indonesia, perkembangan sektor publik tidak bisa dilepaskan
dari peran pemerintah mengingat pemerintah merupakan entitas sektor
publik yang paling besar dan dominan di Negara ini.
Lebih lanjut Deddi Nordiawan mengemukakan bahwa Reformasi di
banyak Negara, khususnya Indonesia, juga memberikan dampak signifikan
dalam perkembangan akuntansi sektor publik. Tuntutan agar pemerintah
mengelola secara profesional dan efisien membuka kesadaran bagi setiap
orang, terutama aparat pemerintah untuk senantiasa tanggap akan
tuntutan lingkungannya dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik
secara transparan dan berakuntabilitas. Reformasi keuangan Negara yang
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara, lebih cepat mendorong perkembangan akuntansi sektor
publik, tidak hanya pada pengembangan standar akuntansi yang lebih
baku, tetapi juga pada pengembangan teknik dan sistem yang lebih andal.
(Meliala, dkk., 2011 : 1 – 2) mengemukakan akuntansi sektor publik
terdiri atas : (1) Akuntasi Pemerintahan, yaitu Akuntansi Pusat dan
Akuntansi Daerah; (2) Akuntansi Rumah Sakit; (3) Akuntansi Pendidikan;
dan (4) Akuntansi Lembaga Sosial Masyarakat (LSM).

32 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
(Meliala, dkk., 2011:3) mengemukakan akuntansi adalah suatu
system informasi, mengidentifikasi, pencatatan, klasifikasi,
mengikhtisarkan, dan mengkomunikasikan kegiatan perusahaan. Literatur
lain mengatakan bahwa akuntansi adalah suatu proses pengumpulan,
pencatatan, pengklasifikasian, peringkasan, penganalisaan dan pelaporan
transaksi keuangan dari satu kesatuan ekonomi untuk menyediakan
informasi keuangan bagi para pemakai laporan yang berguna untuk
pengambilan keputusan. Lebih lanjut Meliala, dkk menyatakan jika
organisasi publik (entitas) nya bukan pemerintah tetapi entitas yang lain ,
maka batas tentang akuntansi sektor publik sebagai berikut :
(1) Definisi Akuntansi Sektor Publik adalah suatu proses pengumpulan,
pencatatan, pengklasifikasian, penganalisaan, dan pelaporan
transaksi keuangan dari suatu organisasi publik yang menyediakan
informasi keuangan yang berguna untuk mengambil keputusan; dan
(2) Definisi Akuntasi Pemerintah adalah suatu proses pengumpulan,
pencatatan, pengklasifikasian, penganalisaan, dan pelaporan
transaksi keuangan dari suatu pemerintahan yang menyediakan
informasi keuangan bagi para pemakai laporan keuangan yang
berguna untuk mengambil keputusan.

Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi


Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari
pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di
Daerah. Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I
yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau
kabupaten. Disamping itu, ada beberapa peraturan pelaksanaan yang
diturunkan dari perundang-undangan,antara lain:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan,
Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan
APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan
Perhitungan APBD
3. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 900-099 Tahun 1980 tentang
Manual Administrasi Keuangan Daerah
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan APBD
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang pajak Daerah dan
Retribusi Daerah

33 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
6. Keputusan Mendagri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan
Susunan Perhitungan APBD

Karakter Pengelolaan Keuangan Daerah di Era Pra Reformasi


Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi Peraturan
dan karakter pengelolaan keuangan daerah yang ada pada masa Era pra
Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut :
1. UU 5/1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan
Pengawasan Keuangan Daerah
2. PP 6/1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator
kinerja Pemda,yaitu meliputi :
1. Perbandingan anggaran dan realisasi
2. Perbandingan standar dan realisasi
3. Target persentase fisik proyek
3. Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah. Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi
diperkenalkan double entry bookkeeping.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang Pelaksanaan
APBD.
5. UU 18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6. Kepmendagri 3/1999 tentang Bentuk dan susunan Perhitungan APBD.
Bentuk laporan perhitungan APBD :
a) Perhitungan APBD
b) Nota Perhitungan
c) Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan
(PP/1975)

Dijelaskan dalam (Suhardjo, 2004) Reformasi Pengelolaan


Keuangan Daerah ditandai dengan digantinya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dengan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut berisi tentang perlunya
dilaksanakan otonomi daerah yaitu pemberian wewenang kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Otonomi daerah
merepresentasikan adanya keterbukaan dan kemandirian dalam
pengelolaan keuangan daerah.

34 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Pengelolaan keuangan daerah di era pra-reformasi dilaksanakan
mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 1974. Selain regulasi tersebut,
beberapa regulasi yang digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan
keuangan daerah di era pra-reformasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 5
Tahun 1975, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975, Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 900-099 Tahun 1980 tentang Manual
Administrasi Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2
Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBD, Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Keputusan
Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1999 tentang Bentuk dan Susunan
Perhitungan APBD.
Regulasi-regulasi tersebut memunculkan karakteristik pengelolaan
keuangan daerah di era pra-reformasi sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah belum secara tegas dipisahkan ke dalam lembaga
eksekutif dan lembaga
legislatif daerah.
b. Perhitungan APBD bukan merupakan bagian integral dari
pertanggungjawaban Kepala
Daerah.
c. Laporan Perhitungan APBD mencakup: Perhitungan APBD, Nota
Perhitungan APBD serta Perhitungan Kas dan Pencocokan antara Sisa
Kas dengan Sisa Perhitungan yang dilengkapi dengan Lampiran
Ringkasan Perhitungan Pendapatan dan Belanja.
d. Pinjaman Daerah diakui sebagai pos Penerimaan Pembangunan
artinya merupakan pendapatan daerah.
e. Dalam penyusunan APBD, masyarakat belum dilibatkan.
f. Kinerja pemerintah daerah diukur melalui:
- Perbandingan antara anggaran dengan realisasi.
- Perbandingan antara standar biaya dengan realisasi.
- Target dan prosentase phisik proyek yang tercantum dalam
penjabaran Perhitungan
APBD.
g. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan
Perhitungan APBD tidak memiliki konsekuensi terhadap masa jabatan
Kepala Daerah.

Pengelolaan keuangan daerah di era pra-reformasi dalam


penyusunan APBD menggunakan pendekatan anggaran tradisional.
Pendekatan ini banyak digunakan di negara berkembang. Terdapat 2 (dua)

35 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
ciri khas dalam pendekatan tradisional yaitu anggaran bersifat
incrementalism dan struktur maupun susunan anggaran bersifat line-
item. Incrementalism artinya penyusunan anggaran hanya menambah
atau mengurangi jumlah nominal (rupiah) pada item-item anggaran yang
sudah ada di periode anggaran sebelumnya tanpa melalui pengkajian yang
mendalam. Line-item artinya struktur anggaran didasarkan pada sifat
(nature) dari penerimaan dan pengeluaran sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan penghapusan pada item-item penerimaan
atau pengeluaran yang sudah ada dalam struktur anggaran meskipun
secara riil sebenarnya item-item tertentu tersebut sudah tidak relevan lagi
untuk digunakan di periode terkini.

Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Reformasi politik di Indonesia telah mengubah sistem kehidupan
negara. Tuntutan good governance diterjemahkan sebagai terbebas dari
tindakan KKN. Pemisahan kekuasaan antareksekutif, yudikatif, dan
legislatif dilaksanakan. Selain itu, partisipasi masyarakat akan mendorong
praktik demokrasi dalam pelaksanaan akuntabilitas publik yang sesuai
dengan jiwa otonomi daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah adalah dua undang-undang yang berupaya
mewujudkan etonomi daerah yang lebih luas. Sebagai penjabaran otonomi
daerah tersebut di bidang administrasi keuangan daerah,berbagai
peraturan perundangan yang lebih operasional dalam era reformasipun
telah dikeluarkan. Beberapa regulasi yang relevan antara lain :
1. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara Yang Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
2. Peraturan pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah Dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952)
3. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara

36 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4022)
5. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Daerah
6. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala Daerah

Karakteristik Pengelolaan Keuangan Daerah Era Reformasi


Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah maka dimulailah era reformasi dalam pengelolaan keuangan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah tidak lagi menggunakan anggaran
tradisional namun menggunakan anggaran kinerja (performance budget)
yang merupakan jenis anggaran sektor publik dengan pendekatan New
Public Management.
Era reformasi dimulai tahun 1998 dengan adanya pergantian rezim
dari rezim orde baru ke rezim reformasi. Dalam pengelolaan keuangan
daerah, reformasi dimulai dengan adanya penerapan kebijakan otonomi
daerah. Kebijakan otonomi daerah diterapkan dengan diterbitkannya UU
Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Selain kedua UU
tersebut di muka, terdapat sejumlah regulasi yang merupakan derivasi dari
kedua UU tersebut yaitu:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana
Perimbangan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman
Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara
Pertanggungjawaban Kepala
Daerah.
e. Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 17 November
2000 Nomor 903/2735/SJ tentang Pedoman Umum Penyusunan dan
Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2001.

37 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Dengan adanya sejumlah regulasi mengenai otonomi daerah
termasuk regulasi yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan
daerah, maka pengelolaan keuangan daerah di era reformasi memiliki
karakteristik yang membedakannya dengan pengelolaan keuangan daerah
di era pra-reformasi. Perbedaan tersebut menimbulkan adanya perubahan
yang mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah di era reformasi
dibandingkan dengan di era pra-reformasi. Perubahan fundamental dalam
pengelolaan keuangan daerah terutama terkait dengan diterapkannya
prinsip partisipasi,akuntabilitas dan transparansi. Adapun karakteristik
tersebut yaitu:
a. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota atau
Pemerintah Kabupaten. Istilah sebelumnya adalah Pemerintah Daerah
Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II.
b. Terdapat pemisahan antara Lembaga Eksekutif
c. Perhitungan APBD merupakan bagian dari Pertanggungjawaban
Kepala Daerah.
d. Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun Kepala Daerah mencakup:
Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan Aliran
Kas dan Neraca Daerah berikut Penilaian Kinerja berdasarkan
Rencana Strategis Daerah.
e. Pinjaman Daerah dikeluarkan dari unsur Pendapatan Daerah. Pinjaman
merupakan unsur Pembiayaan Daerah.
f. Dalam penyusunan APBD, masyarakat memiliki hak untuk berperan
serta secara aktif.
g. Kinerja pemerintah daerah diukur melalui:
- Perbandingan antara anggaran dengan realisasi.
- Perbandingan antara standar biaya dengan realisasi.
- Target dan prosentase phisik proyek yang tercantum dalam
penjabaran Perhitungan
APBD.
- Capaian masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak dari setiap
kegiatan yang
direncanakan dan dilaksanakan.
- Capaian Standar Pelayanan Publik.
h. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan Laporan
Perhitungan APBD memiliki konsekuensi terhadap masa jabatan
Kepala Daerah.

38 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Terkait dengan penyusunan dan pertanggungjawaban APBD,
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah menyebabkan adanya sejumlah
perubahan mendasar. Perubahan-perubahan dalam penyusunan dan
pertanggungjawaban APBD tersebut yaitu seperti berikut:
a. Pertanggungjawaban APBD berubah dari akuntabilitas vertikal ke
akuntabilitas horisontal. Pada era pra-reformasi,
pertanggungjawaban APBD menekankan pada
pertanggungjawaban ke pemerintah atasan yaitu Pemerintah
Daerah Tingkat II
b. Pendekatan penyusunan APBD berubah dari pendekatan anggaran
tradisional ke anggaran kinerja. Penyusunan APBD pada era
pra-reformasi menggunakan pendekatan tradisional yaitu
pendekatan anggaran yang penilaiannya menekankan pada unsur
input
c. Pengendalian APBD berubah dari pengendalian keuangan ke
pengendalian keuangan dan pengendalian kinerja. Karena hanya
menekankan pada unsur input, maka pengendalian APBD di era
pra-reformasi hanya menekankan pada pengendalian keuangan.
Sedangkan di era reformasi, karena penyusunan APBD
menekankan pada unsur-unsur kinerja yang meliputi input,
output,outcome, benefit dan impact maka pengendaliannya tidak
hanya pengendalian keuangan,melainkan pula diterapkan
pengendalian kinerja.
d. Penyusunan APBD menerapkan konsep value for money
e. Penetapan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam pengelolaan
APBD. Pada era pra-reformasi, dalam pengelolaan APBD tidak
dibentuk pusat-pusat pertanggungjawaban karena konsepsi yang
belum secara tegas membedakan pendapatan dengan penerimaan
pembiayaan. Sedangkan pada era reformasi, karena konsepsi
APBD sudah secara tegas membedakan pendapatan dengan
penerimaan pembiayaan maka dalam pengelolaan APBD
ditetapkan pusat-pusat pertanggungjawaban. Adapun pusat-pusat
pertanggungjawaban tersebut meliputi pusat pendapatan, pusat
biaya dan pusat laba. Pusat pendapatan bertanggungjawab atas
keberhasilan dalam mencapai target pendapatan yang
direncanakan. Satuan Kerja yang berfungsi sebagai pusat
pendapatan adalah Dinas Pendapatan Daerah. Pusat biaya
bertanggungjawab atas keberhasilan dalam mencapai target biaya

39 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
yang direncanakan atau efisiensi biaya. Unit Kerja yang berfungsi
sebagai pusat biaya adalah unit kerja Bagian Keuangan yang
merukan unit kerja di Satuan Kerja Sekretariat Daerah. Pusat laba
bertanggungjawab atas keberhasilan dalam meraih laba sesuai
dengan target yang direncanakan. Pusat laba merupakan badan
usaha yang dibentuk Pemerintah Daerah untuk mengelola
kekayaan daerah yang dipisahkan, misalnya Perusahaan Daerah
Air Minum.
f. Pelaporan transaksi-transaksi APBD berdasarkan sistem, prosedur
dan metode akuntansi. Pada era pra-reformasi, transaksi-transaksi
APBD dicatat menggunakan sistem pembukuan yaitu single entry
bookkeeping dengan basis kas. Sedangkan pada era reformasi,
transaksi-transaksi APBD dicatat menggunakan sistem, prosedur
dan metode akuntansi yaitu double entry bookkeeping dengan basis
kas modifikasian. Pada era pra-reformasi, pemerintah daerah hanya
menyusun Laporan Perhituangan APBD sedangkan Neraca Daerah
dan Laporan Arus Kas belum disusun. Namun dalam era
reformasi,pemerintah daerah selain menyusun Laporan
Perhitungan APBD juga berkewajiban menyusun Neraca Daerah
dan Laporan Arus Kas.

Reformasi Akuntansi Sektor Publik


Reformasi akuntansi sektor publik dalam hal ini dimaksudkan
adalah reformasi akuntansi pemerintahan di Indonesia disebabkan oleh
pengaruh eksternal dan internal. Faktor eksternal diakibatkan oleh
pengaruh globalisasi yang demikian kuat. Reformasi akuntansi sektor
publik dalam dunia internasional terjadi di banyak negara. Buruknya kinerja
pemerintahan di banyak negara pada masa lalu seperti semakin
meningkatnya hutang negara, pemborosan, ketidakefisienan, buruknya
pelayanan publik mendorong reformasi sektor publik, berbagai istilah pada
tahun 1990-an mencerminkan adanya perubahan di sektor publik seperti
reinventing government, value for money,
good governance dan new publik management. Pada umumnya reformasi
akuntansi sektor publik di negara-negara dunia, bermula dari fase
akuntansi tradisional menuju akuntansi modern. Pada awalnya pembukuan
akuntansi pemerintahan secara tradisional menganut basis akuntansi kas
dengan pencatatan single entry. Reformasi menuju akuntansi modern
merubah cash basis menjadi accrual basis. Accrual accounting dianggap
mampu menyajikan informasi akuntansi lebih akurat dan informatif

40 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
(Simanjuntak, 2002). Berikut beberapa Negara yang menggunakan accrual
accounting.

Sebuah simposium internasional di Beijing tahun 2001 diadakan


untuk mempelajari berbagai upaya reformasi anggaran dan akuntansi
sektor publik di banyak negara. Pada simposim tersebut, Chan, 2001,
menyatakan bahwa pada dasarnya reformasi akuntansi sektor publik
dapat dikelompokkan dalam dua model. Model Anglo-American dan Model
Continental European. The anglo-american model is rooted in the English
traditions and has its modern manifestation in Great Britain itself, the United
States, New Zealand and among others. The Continental-European model
appears have two variants: the “Latin” version is practiced in France, Italy
and Spain, and perhaps elsewhere and the “German” version, for example
Germany, Switzerland and perhaps the Nederlands.
Model Continental percaya bahwa akuntabilitas eksekutif terhadap
parlemen adalah cukup, sedangkan model Anglo-American menekankan
akuntabilitas dilakukan baik eksekutif maupun parlemen kepada publik.
Sebelas artikel yang menggambarkan perjalanan reformasi sebelas Negara
pada konferensi Beijing tersebut selalu berbicara bahwa akuntabilitas
pelaporan sebagai tujuan reformasi akuntansi sektor publik. Menurut
Simanjuntak, Akuntabilitas, disamping partisipasi dan transparansi adalah
ciri utama dari konsep good governance. Akuntansi pada hakikatnya
adalah proses pencatatan secara sistematis atas transaksi keuangan yang
bermuara pada pelaporan untuk dapat dimanfaatkan oleh para pemakai
untuk berbagai kebutuhan. Partisipasi, transparansi dan akuntabilitas akan
semakin membaik apabila didukung oleh suatu sistem akuntansi yang
menghasilkan informasi tepat waktu dan tidak menyesatkan. Sebaliknya
sistem akuntansi yang usang, tidak informatif, tidak akurat dan
menyesatkan akan menghancurkan sendi-sendi partisipasi masyarakat,
transparansi dan akuntabilitas.
Isu reformasi akuntansi dan penganggaran sektor publik di era
2000-an saat ini mengedepankan pada masalah kualitas pelaporan, yang
diistilahkan dengan sustainability reporting. The Chartered Institute of
Publik Finance and Accountancy (CIPFA), 2004 mendefinisikan
sustainability reporting sebagai a publik account of an organisation’s
sustainability performance achieved through a combination of: leadership;
strategic partenering; stakeholder engagement; policy outcomes; and tha
management of the organisation’s impacts on the local environment, social
well being and economic prosperity. Reformasi Akuntansi Sektor Publik di

41 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Indonesia Krisis ekonomi Indonesia tahun 1997, diikuti oleh era reformasi
tahun 1998,pelaksanaan otonomi daerah tahun 1999 sering disebut-sebut
sebagai trigger dari reformasi keuangan dan akuntansi pemerintahan.
Mahmudi dalam Bastian, 2006 menyebutkan bahwa perjalanan manajemen
keuangan Negara/daerah di Indonesia dapat dibagi dalam tiga fase yaitu:
1) era sebelum otonomi daerah,
2) era transisi otonomi (reformasi tahap 1) dan
3) era pasca transisi (reformasi tahap 2). Perubahan dalam tiap fase ini
jelas terlihat dalam perkembangan perundang-undangan keuangan
Negara/daerah.

Konsep Dasar Pengelolaan Keuangan Negara


Akhir-akhir ini masalah pengelolaan keuangan negara banyak
mendapat sorotan. Media massa terutama surat kabar hampir tiap hari
menampilkan kasus-kasus yang menyangkut korupsi pada berbagai
instansi pemerintah dari tingkat pusat sampai daerah terpencil terkait
dengan permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara. Pemahaman
tentang konsep dasar keuangan negara antara pejabat publik dengan
penegak hukum dan masyarakat bisa jadi memiliki berada dalam persepsi
yang berbeda. Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan
Negara pada Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 saat ini adalah dari
sisi objek, subjek, proses dan tujuan. Dari sisi objek, yang dimaksud
dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta
segala sesuatu baikberupa uang, maupun barang yang dapat dijadikan
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari sisi subjek, yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh
objek sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, dan atau dikuasai
oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah,
dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi
proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang
berkaitan dengan pengelolaan objek sebagaimana tersebut diatas mulai
dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan
pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan, keuangan negara meliputi seluruh
kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan
dan atau penguasaan objek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan Negara.

42 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Dalam ilmu keuangan negara, bidang pengelolaan keuangan
negara yang demikian luas kemudian dikelompokan dalam sub bidang
pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter dan sub bidang
pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Dasar Pengelolaan Keuangan Negara


1. Dasar filosofis, Terdapat dalam pembukaan UUD NKRI 1945, alinea IV
2. Dasar hukum konstitusional, Pasal-pasal dari konstitusi yang menjadi
pegangan untuk membuat aturan lebih lanjut di bidang keuangan
negara. Yaitu pasal 23 s.d. 23 c UUD NKRI 1945.

3. Dasar hukum operasional, Yaitu aturan-aturan pelaksanaan, semisal


UU, PP, KEPRES, PERDA, dll. Ex : UU no.17/2003, UU No.1/2004, UU
No.15/2004.

Ketiga dasar inilah yang menjadi legalitas pemerintah untuk melakukan


pengelolaan keuangan negara.
Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,
pengelolaan keuangan negara diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-
undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam Pasal 23C disebutkan
bahwa hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-
undang.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, saat ini
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Undang-Undang menggantikan banyak ketentuan
peninggalan jaman kolonial Belanda yang sebelumnya berlaku, yakni:
 Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan nama ICW
Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 selanjutnya diubah dan
diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49,
dan terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan
pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867;
 Indische Bedrijvenwet (IBW) Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 jo.
Staatsblad Tahun 1936 Nomor 445; dan
 Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Staatsblad Tahun
1933 Nomor 381

43 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan
keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 meliputi pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas
umum pengelolaan keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara, pendelegasian
kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan
Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan
dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara
pemerintah pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan
pemerintah/lembaga asing, pengaturan hubungan keuangan antara
pemerintah dengan perusahaan negara, perusahaan daerah dan
perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat, serta
penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 juga telah mengantisipasi
perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di Indonesia
yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan
pemerintahan secara internasional.

Ruang Lingkup Keuangan negara meliputi:


1. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan
mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
3. Penerimaan Negara;
4. Pengeluaran Negara;
5. Penerimaan Daerah;
6. Pengeluaran Daerah;
7. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh
pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-
hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang
dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
8. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
9. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas
yang diberikan pemerintah.

Yang dimaksud dengan “kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan


menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah” meliputi kekayaan yang

44 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah,
yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau
perusahaan negara/daerah.

Prinsip-prinsip Keuangan Negara adalah sebagai berikut:


1. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan. Jelasnya, setiap penyelenggara negara wajib mengelola
keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan
perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan
pertanggung-jawaban.
2. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
3. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
4. APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
5. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
6. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang
bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
7. Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
8. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah untuk membentuk
dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah
harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
Fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi yang dimiliki oleh APBN/APBD mengandung arti sebagai berikut:
1. Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan.

45 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara
menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara
menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus
diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran
negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.

Tahun Anggaran dan Mata Uang. Tahun Anggaran meliputi masa


satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember. Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan
pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah. Penggunaan
mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri
Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku.

Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara di Tangan Presiden


Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara dimaksud
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat
khusus:
 Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah,
kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN,
antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan
rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan
tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
 Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan
teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain
keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan

46 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan
aset dan piutang negara.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden:
 dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan.
 dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.
 diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
 tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara
lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan
undang-undang.

Yang dimaksud dengan lembaga dalam frase “kementerian


negara/lembaga” adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah
nonkementerian negara. Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud
dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas
pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai
tujuan bernegara. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan
untuk mencapai tujuan bernegara dimaksud setiap tahun disusun APBN
dan APBD.

Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi

Peraturan dan karakter pengelolaan keuangan daerah yang ada pada


masa Era pra Reformasi dapat dirincikan sebagai berikut :
1. UU 5/1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban dan
Pengawasan Keuangan Daerah
2. PP 6/1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha
Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD. Indikator
kinerja Pemda,yaitu meliputi :
a. Perbandingan anggaran dan realisasi
b. Perbandingan standar dan realisasi
c. Target prosentase fisik proyek

47 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
3. Kepmendagri No.900-099 tahun 1980 tentang Manual Administrasi
Keuangan Daerah.
· Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi diperkenalkan
double entry bookkeeping.
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2/1994 tentang Pelaksanaan
APBD.
5. UU 18/1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
6. Kepmendagri 3/1999 tentang Bentuk dan susunan Perhitungan APBD.
· Bentuk laporan perhitungan APBD :
a. Perhitungan APBD
b. Nota Perhitungan
c. Perhitungan Kas dan Pencocokan sisa Kas dan sisa Perhitungan
(PP/1975)

Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi


Tujuan dari regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi adalah untuk
mengelola keuangan negara/daerah menuju tata kelola yang baik
Bentuk Reformasi yang ada meliputi :
1. Penataan peraturan perundang-undangan;
2. Penataan kelembagaan;
3. Penataan sistem pengelolaan keuangan negara/daerah; dan
Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan

Implikasinya terhadap Akuntansi Pemerintahan dan Profesi Akuntan


Sektor Publik
Berdasarkan perkembangan regulasi yang mengatur tentang
pengelolaan keuangan sektor pemerintahan tersebutlah istilah akuntansi
menjadi sangat familiar dan menjadi suatu hal yang wajib diselenggarakan
untuk dapat menyusun laporan keuangan sebagai wujud
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara maupun daerah.
Karenanya kebutuhan akan akuntan pun menjadi suatu hal yang urgen dan
harus segera dipenuhi untuk dapat memenuhi amanat Undang-Undang
tersebut. Anggaran dan Akuntansi pemerintahanpun mengalami banyak
perubahan yang berarti, sejak awal lahirnya akuntansi di sektor
pemerintahan. Perubahan-perubahan tersebut antara lain:
1. Perubahan dari single entry system menjadi double entry system.
2. Perubahan peride tahun anggaran/fiskal menjadi sama dengan
tahun kalender, yaitu yang semula 1 April-31 Maret menjadi 1
Januari-31 Desember.

48 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
3. Perubahan dari bentuk T account menjadi I account.
4. Perubahan dari Balance and Dynamic Budget menjadi Deficit
Budget
5. Pembatasan Siklus Anggaran menjadi 2,5 Tahun
6. Anggaran tahun tunggal menjadi Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM)
7. Anggaran Tradisional menjadi Anggaran Kinerja
8. Dual budget menjadi Unified Budget, dll.
Oleh karena itu, untuk dapat memenuhi akuntansi yang sesuai dengan
peraturan yang ada dibutuhkan para akuntan yang paham betul bukan saja
tentang akuntansi melainkan juga memahami peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia. Para akuntan tersebut tidak hanya
dibutuhkan sebagai pelaksana pengelolaan keuangan negara/daerah saja,
melainkan juga sebagai pengawas pelaksanaan pengelolaan keuangan
negara/daerah, seperti akuntan di Badan Pengawas Keuangan (BPK),
BPKP, inspektorat jenderal, dll. Oleh karenanya kompetensi dan
keterampilan para akuntan di sekor pemerintahan juga harus selalu
ditingkatkan dan diupgrade dengan perkembangan regulasi yang ada

Paradigma Baru Regulasi Akuntansi Sektor Publik


Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik”
adalah penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah untuk kegunaan
Good Governance.
Terdapat tiga Undang-undang yang digunakan untuk penerapannya, yaitu :
1. UU No.17/2003 tentang keuangan negara.
mengatur mengenai semua hak dan kewajiban Negara mengenai
keuangan dan pengelolaan kekayaan Negara, juga mengatur
penyusunan APBD dan penyusunan anggaran kementrian/lembaga
Negara (Andayani, 2007)
2. UU No.1/2004 tentang kebendaharawanan
mengatur pengguna anggaran atau pengguna barang, bahwa
undang-undang ini mengatur tentang pengelolaan keuangan Negara
yang meliputi pengelolaan uang, utang, piutang, pengelolaan
investasi pemerintah dan pengelolaan keuangan badan layanan
hukum. (Andayani, 2007)
3. UU no.15/2004 tentang pemeriksaan keuangan negara
mengatur tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan Negara yang dilaksanakan oleh BPK. BPK menyampaikan
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kepada DPR dan

49 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
DPD. Sedangkan laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan
kepada DPRD. (Andayani, 2007)

Empat Prinsip Pengelolaan Keuangan Negara yang didasarkan pada


ketiga Undang-undang di atas, yaitu :
1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kineja.
2. Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah.
3. Adanya pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri dalam
pelaksanaan pemeriksaan.
4. Pemberdayaan manajer profesional.

Selain ketiga UU di atas, juga terdapat peraturan lain, yaitu :


1. UU No.25/2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan
Nasional.
2. UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah.
3. UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dengan Daerah.
4. UU No.24/2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Paradigma baru reformasi dalam manajemen keuangan negara


diawali dengan diberlakukannya paket Undang-Undang Keuangan Negara,
yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Dalam ketiga
Undang-Undang disebutkan bahwa pemerintah (baik pusat maupun
daerah) wajib menyelenggarakan akuntansi dan melakukan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangannya melalui penyajian laporan
keuangan. Laporan Keuangan tersebut kemudian diperiksa terlebih dahulu
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelum kemudian disampaikan
kepada DPR/DPRD paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Dengan lahirnya paket Undang-Undang Keuangan Negara
tersebutlah bidang akuntansi pemerintahan mulai berkembang karena
akuntansi menjadi wajib untuk diselenggarakan oleh setiap instansi
pemerintah. Paket Undang-Undang tersebut juga merupakan arahan bagi
penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan di indonesia. Dengan
adanya tuntutan pelaksanaan akuntansi di sektor pemerintahan dalam
rangka pertanggungjawaban, berbagai hal berkaitan dengan akuntansi

50 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pemerintahanpun mulai diatur. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Basis akuntansi yang digunakan dalam PP Nomor 24
Tahun 2005 tersebut adalah basis kas menuju akrual (cash toward acrual),
di mana untuk akun-akun yang terdapat dalam Laporan Realisasi
Anggaran (LRA) digunakan basis kas, sedangkan untuk akun-akun yang
terdapat di Neraca menggunakan basis akrual. Penggunaan basis kas
dalam akun-akun yang terdapat pada LRA dikarenakan penyusunan
anggaran pemerintahan juga disusun dengan basis kas.
Namun kemudian muncul Standar Akuntansi Pemerintahan yang
baru yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah. PP ini terdiri dari dua lampiran, yaitu lampiran I
yang merupakan SAP berbasis cash toward acrual dan lampiran II yang
merupakan SAP berbasis akrual. Dalam PP ini juga diatur bahwa penerpan
SAP berbasis akrual selambat-lambatnya harus dilakukan lima tahun
setelah PP ini dikeluarkan, yaitu tahun 2015.
Untuk Pemerintah Daerah sendiri pada tahun 2005 muncul Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah. Yang kemudian diikuti dengan munculnya Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang akuntansi pemerintah
daerah.

51 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB IV
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA NEGARA

Pendapatan dan Belanja Negara(APBN)


Adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31
Desember). APBN, perubahan APBN, dan Anggaran pertanggungjawaban
APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.APBN merupakan
instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan,
mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
Pengertian APBN
 APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang
ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang. APBN terdiri atas
anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan.
 Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan
bukan pajak, dan hibah. Dalam pungutan perpajakan tersebut
termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
 Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan
tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara
dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Rincian belanja negara menurut organisasi disesuaikan
dengan susunan kementerian negara/lembaga
pemerintahan pusat.
2. Rincian belanja negara menurut fungsi antara lain terdiri dari
pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan,
ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,

52 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan
perlindungan sosial.
3. Rincian belanja negara menurut jenis belanja (sifat ekonomi)
antara lain terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan
belanja lain-lain.
Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling
tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu
pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-
undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Bunyi pasal 23:
ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan
undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
ayat (2):Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan
Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Daerah.
ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh
Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun yang lalu”.
Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan
pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan
pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan
menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak
dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun
anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara
dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran
berikutnya.

53 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi
dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun
yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau
pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara
dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan
pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan
sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan
dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan
dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil
tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan
dengan lancar.
 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan
tertentu itu dibenarkan atau tidak.
 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan
untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya
serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian.

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara


Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara di Tangan Presiden
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan. Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara dimaksud
meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang
bersifat khusus:
 Kewenangan yang bersifat umum meliputi penetapan arah,
kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam pengelolaan APBN,
antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan

54 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
rencana kerja kementerian negara/lembaga, penetapan gaji dan
tunjangan, serta pedoman pengelolaan Penerimaan Negara.
 Kewenangan yang bersifat khusus meliputi keputusan/kebijakan
teknis yang berkaitan dengan pengelolaan APBN, antara lain
keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN, keputusan
rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan
aset dan piutang negara.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden:
 dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan
Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan.
 dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya.
 diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala
pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah
yang dipisahkan.
 tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara
lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan
undang-undang.
Yang dimaksud dengan lembaga dalam frase “kementerian
negara/lembaga” adalah lembaga negara dan lembaga pemerintah
nonkementerian negara. Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud
dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas
pengelolaan keuangan lembaga yang bersangkutan.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk
mencapai tujuan bernegara. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara dimaksud setiap tahun
disusun APBN dan APBD.
Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas
sebagai berikut:
 menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya;
 menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
 melaksanakan anggaran kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya;

55 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
 melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan
menyetorkannya ke Kas Negara;
 mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
 mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
 menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya;
 melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya
berdasarkan ketentuan undang-undang.
Yang dimaksud dengan piutang dan utang negara adalah sebagai berikut:
 Yang dimaksud dengan piutang adalah hak negara dalam rangka
penerimaan negara bukan pajak yang pemungutannya menjadi
tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang bersangkutan.
 Yang dimaksud dengan utang adalah kewajiban negara kepada
pihak ketiga dalam rangka pengadaan barang dan jasa yang
pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian
negara/lembaga berkaitan sebagai unit pengguna anggaran
dan/atau kewajiban lainnya yang timbul berdasarkan undang-
undang/keputusan pengadilan.
Adapun penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah dalam
rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara, termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.
Perencanaan dan penganggaran APBN
Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah
rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat
anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran
disahkan dengan undang-undang. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus
APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5
(kelima) dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap
kedua penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga
legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban
dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan
lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus
APBN adalah sebagai berikut:
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut
dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun

56 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran.
Tahap perencanaan dimulai dari:
 penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional
 Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi
pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun
rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran
 Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan
mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang
berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas
pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi
indikasikebutuhan dananya
 Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
ditetapkan;
 K/L menyusun rencana kerja (Renja);
 Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L,
Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
 Rancangan awal RKP disempurnakan;
 RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah
dengan DPR; RKP ditetapkan.
Tahap penganggaran dimulai dari:
 penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu
indikatif;
 penetapan pagu indikatif penetapan pagu anggaran K/L;
 penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
 penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan
dan rancangan undang-undang tentang APBN;
 penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan
UU tentang APBN kepada DPR.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan
penyetoran.
 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan
penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN
adalah:
 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

57 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri
dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam
negeri.
 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
 Penajaman prioritas pembangunan
 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1,
sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa
pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN
serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR,
Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN
ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai
lampiran UU APBN dimaksud.
Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1,
kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember
pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun
anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember
2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini
kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian
APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan.
DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah
para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna
Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai
macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.
Pelaporan dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan
dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan
keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan
sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta
catatan atas laporan keuangan.

58 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan
pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan
berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN
dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya
dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK).
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN
secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Penyusunan dan Penetapan APBN
Penyusunan APBN
 APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun
pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud,
diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan
dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
 Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud
berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
 Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang
tentang APBN. Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3%
dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal
60% dari Produk Domestik Bruto.
 Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat
mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan
Perwakilan Rakyat. Penggunaan surplus anggaran perlu
mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi
sehingga penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang,
pembentukan dana cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal
 Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan
Mei tahun berjalan. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan
Rakyat membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok

59 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
kebijakan fiskal yang diajukan oleh Pemerintah Pusat dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran
berikutnya.
 Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat
membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan
usulan anggaran.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
 Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-
K/L) tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana
dimaksud disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
Rencana kerja dan anggaran disertai dengan prakiraan belanja
untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang
disusun. Rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan
rancangan APBN.
 Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan
undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Saat artikel ini terakhir disunting, Peraturan Pemerintah
yang berlaku adalah Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010.
Pembentukan Undang-Undang APBN
 Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang
APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan
Agustus tahun sebelumnya. Pembahasan Rancangan Undang-
undang tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang
yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran
dalam Rancangan Undang-undang tentang APBN.
 Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambat-
lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan

60 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
dilaksanakan. Perubahan Rancangan Undang-undang tentang
APBN dapat diusulkan oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan
peningkatan defisit anggaran.
 APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan Undang-
undang sebagaimana dimaksud, Pemerintah Pusat dapat
melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN
tahun anggaran sebelumnya.
Struktur APBN
1. Pendapatan Negara
a.penerimaan perpajakan
b.penerimaan Negara bukan pajak
2. belanja Negara
a. belanja pemerintah pusat
b.transfer ke daerah
3. pembiayaan
a.pembiayaan dalam negeri
b.pembiayaan luar negeri
Secara garis besar struktur APBN adalah :
 Pendapatan Negara dan Hibah,
 Belanja Negara,
 Keseimbangan Primer,
 Surplus/Defisit Anggaran,
 Pembiayaan.
Struktur APBN dituangkan dalam suatu format yang disebut I-account.
Dalam beberapa hal, isi dari I-account sering disebut postur APBN.
Beberapa faktor penentu postur APBN antara lain dapat dijelaskan sebagai
berikut :

Pendapatan Negara
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro
ekonomi;
 kebijakan pendapatan negara;
 kebijakan pembangunan ekonomi;
 perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
 kondisi dan kebijakan lainnya.

61 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Contohnya, target penerimaan negara dari SDA migas turut dipengaruhi
oleh besaran asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, ICP, dan asumsi nilai
tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta
kebijakan pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran
pendapatan tidak kena pajak (PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan
jumlah wajib pajak dan lainnya.
Penerimaan Perpajakan
 Pendapatan Pajak Dalam Negeri
1. pendapatan pajak penghasilan (PPh)
2. pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak
penjualan atas barang mewah
3. pendapatan cukai
4. pendapatan pajak lainnya
 Pendapatan Pajak Internasional
1. pendapatan bea masuk
2. pendapatan bea keluar

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Penerimaan Negara Bukan Pajak
 Penerimaan sumber daya alam
1. penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi
(SDA migas)
2. penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas
bumi (SDA nonmigas)
 Pendapatan bagian laba BUMN
1. pendapatan laba BUMN perbankan
2. pendapatan laba BUMN non perbankan
 PNBP lainnya
1. pendapatan dari pengelolaan BMN
2. pendapatan jasa
3. pendapatan bunga
4. pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana
korupsi
5. pendapatan pendidikan
6. pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
7. pendapatan iuran dan denda
 pendapatan BLU
1. pendapatan jasa layanan umum

62 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2. pendapatan hibah badan layanan umum
3. pendapatan hasil kerja sama BLU
4. pendapatan BLU lainnya
Belanja Negara
Subsidi 2004 s.d 2015
Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 asumsi dasar makro ekonomi;
 kebutuhan penyelenggaraan negara;
 kebijakan pembangunan;
 resiko (bencana alam, dampak kirisi global)
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Contohnya, besaran belanja subsidi energi dipengaruhi oleh asumsi ICP,
nilai tukar, serta target volume BBM bersubsidi.
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :
1. fungsi pelayanan umum
2. fungsi pertahanan
3. fungsi ketertiban dan keamanan
4. fungsi ekonomi
5. fungsi lingkungan hidup
6. fungsi perumahan dan fasilitas umum
7. fungsi kesehatan
8. fungsi pariwisata
9. fungsi agama
10. fungsi pendidikan
11. fungsi perlindungan sosial
Belanja Pemerintah Pusat menurut jenis adalah
1. belanja pegawai
2. belanja barang
3. belanja modal
4. pembayaran bunga utang
5. subsidi
6. belanja hibah
7. bantuan sosial
8. belanja lain-lain

Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah dan dana desa 2004 s.d 2015
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :

63 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
 Dana Perimbangan
1. Dana Bagi Hasil
2. Dana Alokasi Umum
3. Dana Alokasi Khusus
4. Dana Otonomi Khusus
 Dana Otonomi Khusus
 Dana Penyesuaian

Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
 asumsi dasar makro ekonomi;
 kebijakan pembiayaan;
 kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :
 Pembiayaan perbankan dalam negeri
 Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
1. Hasil pengelolaan aset
2. Surat berharga negara neto
3. Pinjaman dalam negeri neto
4. Dana investasi pemerintah
5. Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :
1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan
Pinjaman Proyek
2. Penerusan pinjaman
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh
Tempo dan Moratorium.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran
komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :
 pertumbuhan ekonomi,
 nominal produk domestik bruto,
 inflasi y-o-y,
 rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,
 nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
 harga minyak (USD/barel),
 produksi/lifting minyak (MBPD),

64 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
 lifting gas (MBOEPD),
Indikator lainnya :
 jumlah penduduk
 pendapatan perkapita
 tingkat kemiskinan
 tingkat pengangguran

65 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB V
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DAERAH

Definisi APBD
APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Suatu daerah tidak akan dapat
menjalankan kegiatan pemerintahan tanpa adanya anggaran, oleh karena
itu setiap tahunnya APBD ditetapkan guna meningkatkan efektifitas dan
efisiensi perekonomian daerah berdasarkan fungsi alokasi APBD.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 tahun 2011
Pedoman penyusunan APBD Tahun Anggaran 2012, meliputi:
1. Sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan kebijakan pemerintah
daerah;
2. Prinsip penyusunan APBD;
3. Kebijakan penyusunan APBD;
4. Teknis penyusunan APBD;
APBD merupakan kependekan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.APBD adalah anggaran pendapatan dan belanja daerah
setiap tahun yang telah disetujui oleh anggota DPRD (Dewan perwakilan
Rakyat Daerah). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
Pendapatan Daerah, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Struktur
APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan
organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan..
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003
pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).Semua Penerimaan Daerah dan
Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.Penerimaan
dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas desentralisasi.Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang

66 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan
tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu
tahun anggaran.APBD merupakan rencana pelaksanaan semua
Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan
semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan
ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.Karena
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan
pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu
mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang
bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu
tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran
yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan
yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara
rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan.Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah
ditetapkan.Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan
merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja.Jadi, realisasi belanja
tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah
ditetapkan.Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.Setiap
pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas
beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran
untuk membiayai pengeluaran tersebut.
APBD terdiri dari anggaran pendapatan dan pembiayaan,
pendapatan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan
penerimaan lain-lain. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi
Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, kemudian
pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. Pembiayaan
yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran

67 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Fungsi – fungsi APBD


Fungsi APBD jika ditinjau dari kebijakan fiskal yaitu:
1. Fungsi otorisasi yaitu bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun
yang bersangkutan.
3. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan
efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah
harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah
menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan
fundamental perekonomian daerah.

Prinsip – prinsip APBD


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan
Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara
/ Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan, azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja
Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas, azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan, azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu
tahun tertentu.
4. Spesialitas, azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan
terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan

68 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun
sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas.
6. Kas, azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani
pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke kas daerah.

Kekuasaan atas Pengelolaan APBD


Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
(1) Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam
kepemilikan kekayaan daerah yangdipisahkan.
(2) Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara
pengeluaran;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
utang dan piutang daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan
barang milik daerah; dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas
tagihan dan memerintahkan pembayaran.
(3) Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan
daerah;
b. kepala SKPKD selaku PPKD; dan
c. kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna
barang.
(4) Pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
dengan keputusan kepala daerah berdasarkan prinsip pemisahan
kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan
yangmenerima atau mengeluarkan uang.

69 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah
(1) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud dalamPasal 5 ayat (3) huruf a berkaitan
dengan peran clan fungsinya dalam membantu kepala
daerahmenyusun kebijakan dan mengkoordinasikan
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerahtermasuk pengelolaan
keuangan daerah.
(2) Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah
sebagaimana dimaksud padaayat (1) mempunyai tugas koordinasi di
bidang:
a. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;
b. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang
daerah;
c. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;
d. penyusunan Raperda APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;
e. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat
pengawas keuangan daerah; dan
f. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3) Selain mempunyai tugas koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) sekretaris daerahmempunyai tugas:
a. memimpin TAPD;
b. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;
c. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;
d. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD/DPPA-SKPD;
dan
e. melaksanakan tugas-tugas koordinasi pengelolaan keuangan
daerah lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala
daerah.
(4) Koordinator pengelolaan keuangan daerah bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
kepada kepala daerah.

Kebijakan APBD.
Kebijakan Umum Anggaran (KUA) menjadi acuan dalam
perencanaan operasional anggaran. Kebijakan anggaran berkaitan dengan
analisa fiskal sedangakan operasional anggaran berkaitan dengan sumber
daya.

70 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 Tahun 2011 KUA
mencakup hal-hal yang sifatnya kebijakan umum dan tidak menjelaskan
hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal yang sifatnya kebijakan umum, seperti:
a. Gambaran kondisi ekonomi makro termasuk perkembangan indikator
ekonomi makro daerah;
b. Asumsi dasar penyusunan Rancangan APBD Tahun Anggaran
termasuk laju inflasi, pertumbuhan PDRB dan asumsi lainnya terkait
dengan kondisi ekonomi daerah;
c. Kebijakan pendapatan daerah yang menggambarkan prakiraan
rencanasumber dan besaran pendapatan daerah untuk tahun
anggaran serta strategi pencapaiannya;
d. Kebijakan belanja daerah yang mencerminkanprogram dan langkah
kebijakan dalam upaya peningkatan pembangunan daerah yang
merupakan manifestasi dari sinkronisasi kebijakan antara pemerintah
daerah dan pemerintah serta strategi pencapaiannya;
e. Kebijakan pembiayaanyang menggambarkan sisi defisit dan surplus
anggaran daerah sebagai antisipasi terhadap kondisi pembiayaan
daerah dalam rangka menyikapi tuntutan pembangunan daerah serta
strategi pencapaiannya. (Peraturan Menteri Dalam Negeri No 22 th
2011).

Sumber penerimaan APBD.


Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi
terdiri dari :
a. Pendapatan asli daerah (PAD).
Adalah penerimaan yang diperoleh dari pungutan-pungutan daerah
berupa :
1. Pajak daerah.
2. Retribusi daerah.
3. Hasil pengolahan kekayaan daerah.
4. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan milik daerah.
5. Lain-lain PAD.
b. Dana perimbangan.
Adalah dana yang dialokasikan dari APBN untuk daerah sebagai
pengeluaran pemer intah pusat untuk belanja daerah, yang meliputi :
1. Dana bagi hasil.
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah sebagai hasil dari pengelolaan sumber daya
alam didaerah oleh pemerintah pusat.

71 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2. Dana alokasi umum.
Yaitu dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah dengan tujuan sebagai wujud dari
pemerataan kemampuan keuangan antara daerah.
3. Dana alokasi khusus.
Yaitu dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai
kegiatan khusus daerah yang disesuaikan dengan prioritas
nasional.
c. Pinjaman daerah.
d. Penerimaan lain-lain yang sah, berupa:
1. Penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro
dan pendapatan bunga.
2. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing.
3. Komisi, penjualan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

Belanja Daerah.
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening
Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan
pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta
jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31
ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan
urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi,
program kegiatan, serta jenis belanja.
1. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib.
Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2),
klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
1. Pendidikan
2. Kesehatan
3. Pekerjaan Umum
4. Perumahan Rakyat
5. Penataan Ruang
6. Perencanaan Pembangunan

72 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
7. Perhubungan
8. Lingkungan Hidup
9. Kependudukan dan Catatan Sipil
10. Pemberdayaan Perempuan
11. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
12. Sosial
13. Tenaga Kerja
14. Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
15. Penanaman Modal
16. Kebudayaan
17. Pemuda dan Olah Raga
18. Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri
19. Pemerintahan Umum
20. Kepegawaian
21. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
22. Statistik
23. Arsip, dan
24. Komunikasi dan Informatika.

2. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan.


1. Pertanian
2. Kehutanan
3. Energi dan Sumber Daya Mineral
4. Pariwisata
5. Kelautan dan Perikanan
6. Perdagangan
7. Perindustrian
8. Transmigrasi

3. Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Organisasi,


Fungsi, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja.Belanja daerah
tersebut mencakup :
1. Belanja Tidak Langsung, meliputi :
a. Belanja Pegawai.
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan
kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok
dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan
penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.

73 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
b. Bunga.
Digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga
utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal
outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
c. Subsidi.
Digunakan untuk menganggarkan subsidi kepada
masyarakat melalui lembaga tertentu yang telah diaudit,
dalam rangka mendukung kemampuan daya beli
masyarakat untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan
kesejahteraan masyarakat. Lembaga penerima belanja
subsidi wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban
penggunaan dana subsidi kepada kepala daerah.
d. Hibah.
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk
uang, barang dan/atau jasa kepada pihak-pihak tertentu
yang tidak mengikat/tidak secara terus menerus yang
terlebih dahulu dituangkan dalam suatu naskah perjanjian
antara pemerintah daerah dengan penerima hibah, dalam
rangka peningkatan penyelenggaraan fungsi pemerintahan
di daerah, peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
peningkatan layanan dasar umum, peningkatan partisipasi
dalam rangka penyelenggaraan pembangunan daerah.
e. Bantuan Sosial.
Untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk
uang dan/atau barang kepada masyarakat yang tidak
secara terus menerus/berulang dan selektif untuk
memenuhi instrumen keadilan dan pemerataan yang
bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
termasuk bantuan untuk PARPOL.
f. Belanja Bagi Hasil.
Untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber
dari pendapatan provinsi yang dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota yang
dibagihasilkan kepada pemerintahan desa sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
g. Bantuan Keuangan.
Untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat
umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota,

74 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya
atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah
desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka
pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan.
h. Belanja Tak Terduga.
Untuk menganggarka belanja atas kegiatan yang sifatnya
tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang
tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian
atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun
sebelumnya yang telah ditutup.

2. Belanja Langsung, meliputi :


a. Belanja Pegawai.
Digunakan untuk menganggarkan belanja penghasilan
pimpinan dan anggota DPRD, gaji pokok dan tunjangan
kepala daerah dan wakil kepala daerah serta gaji pokok
dan tunjangan pegawai negeri sipil, tambahan
penghasilan, serta honor atas pelaksanaan kegiatan.
b. Belanja Barang dan Jasa.
Digunakan untuk menganggarkan belanja barang yang
nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau
pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan.
c. Belanja Modal.
Digunakan untuk menganggarkan belanja yang digunakan
untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap
berwujud yang mempunyai nilai manfaatnya lebih dari 12
(duabelas) bulan.Honorarium panitia dalam rangka
pengadaan dan administrasi pembelian atau
pembangunan untuk memperoleh aset dianggarkan dalam
belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

Proses Penyusunan APBD


APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus
pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari:

75 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
1. Penyusunan dan Penetapan APBD
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara.Dalam menyusun APBD,
penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.Pendapatan, belanja
dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan
dianggarkan secara bruto dalam APBD.

Penyusunan Rancangan APBD


Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin
kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya.
Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan
pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas
beban APBN.
c. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang
penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau
desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas
beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik
dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.Penganggaran penerimaan
dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran.Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk
melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.
1) Rencana Kerja Pemerintahan Daerah.
Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja
Pemerintah Daerah.Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD

76 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD).Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan
menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat.

RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas


pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah,
pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi
masyarakat.Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi
capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan
dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan
Mei sebelum tahun anggaran berkenaan.RKPD ditetapkan dengan
peraturan kepala daerah.

2) Kebijakan Umum APBD


Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah
daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan
Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan
pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap
tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri
tersebut memuat antara lain:
a. Pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan
pemerintah dengan pemerintah daerah
b. Prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran
berkenaan
c. Teknis penyusunan APBD
Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur
dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah
untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi
pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan
pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Program-
program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh

77 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pemerintah pusat.Sedangkan asumsi yang mendasari adalah
pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-
pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim


Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris
daerah.Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris
daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala
daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.

Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling


lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas
dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran
berikutnya.Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran
DPRD.Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi
KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

3) Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara


Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah
daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
(PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai
berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan
pilihan
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing
program

Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun


kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun
anggaran berjalan.Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia
anggaran DPRD.Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya
disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran
berjalan.

KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan


ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala
daerah dengan pimpinan DPRD.Dalam hal kepala daerah berhalangan,

78 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk
menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS.Dalam hal kepala daerah
berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.

4) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD


Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD
menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun
RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut
rencana pendapatan dan pembiayaan
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja
SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal
yang ditetapkan
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD
terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas,
tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam
rangka pencapaian prestasi kerja
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening
APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar
satuan harga
Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan
RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran
berjalan.Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD
menyusun RKA-SKPD.

RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka


pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan
penganggaran berdasarkan prestasi kerja.Pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun
prakiraan maju.Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan
anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun
anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.

79 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan
seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan
pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana
kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja
dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan
keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang
diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran
tersebut.

RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk


masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk
tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan,
belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah,
organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program
dan kegiatan.RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan
kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5) Penyiapan Raperda APBD


Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh
SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD.
Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara
RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun
anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis
belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian,
kepala SKPD melakukan penyempurnaan.RKA-SKPD yang telah
disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai
bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri
dari:
a. ringkasan APBD
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan
organisasi

80 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja dan pembiayaan
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program dan kegiatan
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan
urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka
pengelolaan keuangan negara
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan
g. daftar piutang daerah
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap
daerah
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang
belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun
anggaran ini
l. daftar dana cadangan daerah
m. daftar pinjaman daerah

Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun


rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan
peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri
dari:
a. ringkasan penjabaran APBD
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah,
organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian
obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan

Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD


wajib memuat penjelasan sebagai berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang
direncanakan, tarif pungutan/harga
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok
ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan
kegiatan
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber
penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan

81 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun
oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah.Selanjutnya rancangan
peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD
disosialisasikan kepada masyarakat.Sosialisasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai
hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam
pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan.Penyebarluasan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris
daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

6) Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang


APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu
pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama.Pengambilan
keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan


nota keuangan.Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan
daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama,
disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.Pembahasan
rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA
yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan
DPRD.Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan
pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD
berkenaan kepada kepala daerah.

Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun


anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan
kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka
kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan
setiap bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan
tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
yang bersifat wajib.Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang
dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah

82 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam
tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja
barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja
untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar
masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan
kewajiban kepada pihak ketiga.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD dapat


dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dari gubernur bagi
kabupaten/kota.Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala
daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi
kabupaten/kota.

7) Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan


Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang
telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3
(tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk
dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan:
a. Persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD
terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan
pimpinan DPRD
c. Risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD
d. Nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian
pengantar nota keuangan pada sidang DPRD

Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan


daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan
kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD
Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan
yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh
Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi,
Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
yang terkait.

83 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan
disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja
terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur
menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud
menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.

Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada


sidang paripurna berikutnya.Sidang paripurna berikutnya yakni setelah
sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan
peraturan daerah tentang APBD.

8) Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan


Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi
ditetapkan oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD
dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.Penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.

Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang


ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku
penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan
daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD.Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi
kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.

9) Perubahan APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan
keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah
dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun
anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA

84 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan
d. keadaan darurat
e. keadaan luar biasa

Penetapan APBD
Penetapan anggaran merupakan tahapan yang dimulai ketika pihak
eksekutif menyerahkan usulan anggaran kepada pihak legislatif,
selanjutnya DPRD akan melakukan pembahasan untuk beberapa waktu.
Selama masa pembahasan akan terjadi diskusi antara pihak Panitia
Anggaran Legislatif dengan Tim Anggaran Eksekutif dimana pada
kesempatan ini pihak legislatif berkesempatan untuk menanyakan dasar-
dasar kebijakan eksekutif dalam membahas usulan anggaran tersebut.

Penetapan APBD dilaksanakan dengan melalui tiga tahap sebagai berikut:


A. Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD.
Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006,
Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan
disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan
oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama
bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang
direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan
keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai.Atas dasar
persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan
nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana
pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru
dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah
mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.

B. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala


Daerah tentang Penjabaran APBD.
Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan
rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD
sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada

85 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja.
Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan
daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik
dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD
kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum,
peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil
evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan
disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari
kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

C. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang


Penjabaran APBD.
Tahapan terakhir inidilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember
tahun anggaran sebelumnya.Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala
Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota
kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal
ditetapkan.

Peraturan Yang Mengatur Tentang Penetapan APBD


Prosedur tentang penetapan APBD diatur dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003) dan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
(PP 58/2005) sebagai berikut:
1. APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah (Pasal 16 (1) UU
17/2003).
2. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember. (Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (PP 58/2005)
3. Tahun anggaran APBD meliputi masa 1 (satu) tahun mulai tanggal 1
Januari sampai dengan 31 Desember (Pasal 19 PP 58/2005).
4. Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD
tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan RAPBD
kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun
anggaran berjalan. Rancangan kebijakan umum APBD yang telah
dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan
Umum APBD (Pasal 34 ayat (2) dan (3) PP 58/2005).

86 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
5. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati,
pemerintah daerah dan DPRD membahas rancangan prioritas dan
plafon anggaran sementara paling lambat minggu kedua bulan Juli
tahun anggaran sebelumnya (Pasal 35 ayat (1) dan (2) PP 58/2005).
6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen
pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya (Pasal 20 (1) UU 17/2003 dan Pasal 43 PP
58/2005).
7. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan (Pasal 20
(4) UU 17/2003 dan Pasal 45 PP 58/2005).
8. Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Perda sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap bulan
Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-
tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya (Pasal
20 (6) UU 17/2003 dan Pasal 46 PP 58/2005).

Struktur APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur
APBD
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah ;
2. Belanja Daerah; dan
3. Pembiayaan Daerah.

Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan


organisasi yang
bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan
peraturan perundangundangan.

PELAKSANAAN APBD
Azas Umum Pelaksanaan APBD
(1) Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka
pelaksanaan urusan
pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
(2) Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau
menerima pendapatan daerah wajib

87 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan dalamperaturan perundang-undangan.
(3) Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan.
(4) Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening
kas umum daerah paling lama1 (satu) hari kerja.
(5) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan baths
tertinggi untuk setiap
pengeluaran belanja.
(6) Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika
untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia
dalam APBD.
(7) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat
dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan
dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan
dalamlaporan realisasi anggaran.
(8) Kriteria keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(9) Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban
anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam
APBD.
(10) Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak
mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

PERUBAHAN APBD
(1) Perubahan APBD dapat dilakukan apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis
belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun
sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
(2) Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran, kecualidalam keadaan luar biasa.

88 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB V I
STANDAR AKUNTANSI SEKTOR
PUBLIK
Partisipasi masyarakat yang lebih besar merupakan perwujudan
dari tuntunan Akuntanbilitas Publik dan Otonomi Daerah. Akuntanbilitas
adalah mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta
pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalm
mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik (Kawedar,
2011:11). Arti penting akuntanbilitas dalam tata pemerintahan yang baik
sudah disadari dan sudah direflesikan dalam berbagai peraturan
pemerintah diatas. Akan tetapi rincian penyajian Laporan
Pertanggungjawaban Kepala Daerah yang antara lain berisikan Neraca
Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas masih harus
ditingkatkan kualitasnya. Sehingga secara teknis, pemahaman konsep,
sisten dan prosedur akuntansu masih perlu diperdalam. Pada akhirnya
muncul reformasi regulasi yang terlihat dari berbagai peraturan pelaksana/
Ide pembaharuan tersebut berupa reformasi anggaran, pendanaan
dan pelaporan. Di dalam reformasi pelaporan diperlukan diperlukan
pengembangan standar akuntansi. Kata kunci dari seluruh agenda
reformasi keuangan diatas adalah orientasi hasil. Pada intinya standar
akuntansi dibutuhkan untuk meningkatkan hasil berupa kinerja keuangan
sektor publik. Selain itu terdapat batas waktu bagi pemerintah daerah untuk
dapat menyajikan laporan keuangan tersebut sehingga diperlukan
pedoman akuntansi berupa “Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik”.

DEFINISI STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


Standar akuntansi sektor publik memberikan kerangka demi
berjalannya fungsi-fungsi tahapan siklus akuntansi sektor publik, yaitu
perencanaan, penganggaran, realasi anggaran, pengadaan barng dan
jasa, pelaporan, audit dan pertanggungjawaban publik. Sementara itu,
standar akuntansi yang telah digunakan dalam praktek keuangan di
Indonesia seperti Standar Nomenklatur, Standar Akuntansi Keuangan
(SAK), Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), dan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
merupakan panduan bagi pemakainya dalam melaksanakan fungsi terkait.

89 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Standar merupakan acuan yang telah disepakati dan ditetapkan oleh
organisasi yang berkompetensi dan berwenang dalam bidang terkait.
Standar yang dikembangkan untuk organisasi sektor swasta seperti SAK
dan SPAP, biasanya juga digunakan untuk organisasi publik sebagai
pelengkap penggunaan standar-standar di sektor publik itu sendiri. Standar
umumnya diterbitkan dalam bentuk Pernyataan Standar dan Interpretasi
Pernyataan Standar.

JENIS - JENIS STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


1. STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAH
Standar akuntansi pemerintahan atau SAP adalah prinsip-
prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan
Laporan Keuangan Pemerintah yang telah ditentukan melalui aturan.
Laporan tersebut seperti misalnya Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD).Standarisasi ini dilakukan dalam rangka transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi pemerintahan. Sekaligus
untuk memberikan peningkatan kualitas dari LKPP dan LKPD.
Secara umum SAP berbentuk Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintahan (PSAP) yang memiliki judul, nomor, dan tanggal efektif
berlaku standar tersebut. Selain itu SAP juga memiliki Kerangka
Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang menjadi rangka
penyusunan.Dalam membantu penerapannya, PSAP ini dibarengi
dengan Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
(IPSAP) atau Buletin Teknis SAP. Gunanya adalah untuk menghindari
salah arti ari penggunaan PSAP dan mengatasi permasalahn teknis.
IPSAP dan Buletin Teknis SAP disusun dan diterbitkan oleh
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) dan diberitahukan
kepada Pemerintah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Rancangan IPSAP disampaikan kepada BPK paling lambat empat
belas hari kerja sebelum IPSAP diterbitkan. Standar Akuntansi
Pemerintahan bertujuan untuk:
a. Akuntabilitas: Mempertanggungjawabkan pengelolaan dan
pelaksanaan kebijakan sumber daya dalam mencapai tujuan.
b. Manajemen: Memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian atas aset, kewajiban dan ekuitas dana pemerintah.
c. Transparansi: Memberikan informasi keuangan yang terbuka, jujur,
menyeluruh kepada stakeholders.

90 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
d. Keseimbangan Antargenerasi: Memberikan informasi mengenai
kecukupan penerimaan pemerintah untuk membiayai seluruh
pengeluaran, dan apakah generasi yang akan datang ikut
menanggung beban pengeluaran tersebut.

2. STANDAR AKUNTANSI ORGANISASI NONPROFIT


Organisasi nirlaba adalah merupakan bagian dari organisasi non
komersial (sektor publik). Organisasi ini biasanya didirikan oleh
masyarakat, baik dalam bentuk yayasan, organisasi non-profit
(Lembaga Swadaya Masyarakat), partai politik, maupun organisasi
keagamaan. Secara operasional organisasi ini tidak mencari laba dan
tidak diselenggarakan oleh pemerintah. Pengelolanya adalah orang-
orang yang dipercaya oleh masyarakat, dan pemiliknya adalah
masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka karakteristik dari
organisasi nirlaba berbeda dengan organisasi bisnis. Karakteristik
tersebut antara lain :
a. Suatu entitas nirlaba menerima kontribusi sumber daya dalam
jumlah yang signifikan dari pemberi sumber daya yang tidak
mengharapkan imbalan yang setimpal
b. Suatu entitas nirlaba dijalankan dengan tujuan selain untuk
menyediakan barang danjasa untuk memperoleh laba, dan
c. Suatu entitas nirlaba tidak memiliki bagian kepemilikan seperti
halnya dalam perusahaan bisnis biasa.
Identifikasi ini perlu untuk kita lakukan, karena pada
kenyataanya organisasi sektor publik (terutama organisasi nirlaba) juga
bisa menawarkan produk/jasa yang berbeda dengan organisasi bisnis.
Standar Akuntansi yang berlaku untuk Organisasi Nirlaba yaitu
organisasi nirlaba menggunakan basis akuntansi akrual untuk
mengakui pendapatan dan bebannya. Aktiva bersih dikelompokkan
dalam 3 kategori yang masing-masing tergantung pada ada tidaknya
pembatasan:
a. Aktiva bersih terikat permanen adalah bagian dari aktiva bersih
yang penggunaannya dibatasi oleh donatur (donor-imposed
stipulation) yang tidak memiliki pembatasan waktu dan tidak dapat
dipindahkan oleh organisasi.
b. Aktiva bersih terikat temporer adalah bagian dari aktiva bersih yang
penggunaanya dibatasi oleh donatur (donor-imposed stipulation)
yang memiliki pembatasan waktu atau dapat dipindahkan oleh

91 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
organisasi dengan melakukan stipulation (pembatasan
penggunaan).
c. Aktiva bersih tidak terikat adalah bagian dari aktiva bersih yang
tidak dibatasi penggunaanya oleh donatur.
Dengan demikian aktiva bersih organisasi, pendapatan, beban,
keuntungan, dan kerugian dikelompokkan menurut ketiga jenis aktiva
bersih. Pembagian aktiva bersih dalam tiga kategori tersebut
merupakan bentuk penyajian paling utama untuk organisasi nirlaba.

LINGKUP STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


Berdasarkan kebutuhan tersebut, pedoman akuntansi ini disusun dengan
tujuan sebagai berikut:
1. Menyediakan organisasi sectorpublic suatu pedoman akuntansi yang
diharapkan dapat diterapkan bagi pencatatan transaksi keuangan
organisasi sectorpublic yang berlaku dewasa ini.
2. Menyediakan organisasi sectorpublic suatu pedoman akuntansi yang
dilengkapidengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan
sertajurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan
organisasi sectorpublic, yang mencangkup penganggaran,
perbendaharaan, dan pelaporannya.

KEBUTUHAN STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA


Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik
dikembangakansesuaidengan standar yang berlaku di tingkat internasional,
dengan harapan dapat tercapainya informasi keuangan yang konsisten dan
dapat dibandingkan bagi semua yuridiksi. Walaupun praktek dan aplikasi-
aplikasi prinsip akuntansi serta manajemen keuangan pada entitas
sectorpublic dapat terjadi baikpada entitas dengan level yuridiksi yang
sama maupun berbeda. Semuanya tergantung pada kebijakan dan praktek
yang ada.
Manfaat Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik (SAKSP) adalah:
a. Meningkatkan kualitas dan realibilitas laporan akuntansi dan
keuanganorganisasisector publik, khususnya dalam hal ini organisasi
pemerintahan.
b. Meningkatkan kinerja keuangan dan perekonomian.
c. Mengusahakan harmonisasi antara persyaratan atas laporan ekonomis
dan keuangan.
d. Mengusahakan harmonisasi antar yurisdiksi dengan menggunakan
dasar akuntansi yang sama.

92 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Penerapan SAKSP akan menghasilkan system akuntansi dan
manajemen keuangan pemerintahan yang lebih baik, sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan mempunyai informasi yang lebih baik.
Sementara itu, peramalan serta penganggaran menjadi lebih terpercaya,
sama baiknya dengan manajemen terhadap sumber daya ekonomis dan
kewajiban.

TEKNIK PENYUSUNAN STANDAR


Untuk mencapai kualitas yang tinggi dan andal, proses penyusunan
standar akuntansi harus dilakukan melalui tahap-tahap prosedur yang
seksama dan teliti. Hal ini diperlukan mengingat dokumen yang dihasilkan
akan mempunyai status sebagai standar resmi dengan tingkat otoritas
yang tinggi. Berikut adalah tahap – tahap dalam menyusun standar
akuntansi (Suwardjono,2006:109):
1. Evaluasi masalah pada tahap awal
2. Mengadakan riset dan analisis
3. Menyusun dan mendistributifkan memorandum diskusi (discussion
memorandum) kepada setiap pihak yang berkepentingan
4. Mengadakan Dengar Pendapat Umum (publichearing)
5. Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan publik atas
memorandum diskusi
6. Menerbitkan draft awal standar yang telah diusulkan
7. Menganalisis dan mempertimbangkan tanggapan tertulis
8. Memutuskan (keputusan penerbitan)
9. Menerbitkan (penerbitan pernyataan)

PERBEDAAN PP 71 TAHUN 2010 DENGAN PP 24 TAHUN 2005


1. Ruang Lingkup dan Basis Akuntansi
Laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan
dengan basis akrual. Pernyataan Standar ini berlaku untuk entitas
pelaporan dalam menyusun laporan keuangan suatu entitas
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan laporan keuangan
konsolidasian, tidak termasuk perusahaan negara/daerah.

2. Komponen – komponen dalam Laporan Keuangan


Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan
keuangan terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary

93 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
reports) dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi
sebagai berikut:
a. Laporan Realisasi Anggaran
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
c. Neraca
d. Laporan Operasional
e. Laporan Arus Kas
f. Laporan Perubahan Ekuitas
g. Catatan atas Laporan Keuangan
Laporan Arus Kas hanya disajikan oleh entitas yang
mempunyai fungsi perbendaharaan umum dan Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh Bendahara Umum
Negara dan entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan
konsolidasiannya.
PP NOMOR 24 TAHUN 2005 PP NOMOR 71 TAHUN 2010
LAPORAN PERUBAHAN SAL LAPORAN PERUBAHAN SAL
Tidak ada laporan tersendiri Laporan Perubahan SAL menyajikan
secara komparatif dengan periode
sebelumnya pos-pos berikut:
1. Saldo Anggaran Lebih awal;
2. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih;
3. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan
Anggarantahun berjalan;
4. Koreksi Kesalahan Pembukuan
tahun Sebelumnya; danLain-lain;
5. Saldo Anggaran Lebih Akhir.
NERACA NERACA
Ekuitas Dana terbagi; Hanya Ekuitas, yaitu kekayaan bersih
 Ekuitas Dana Lancar: selisih antara pemerintah yang merupakan selisih
aset lancar dan kewajiban jangka antara aset dan kewajiban pemerintah
pendek, termasuk sisa lebih pada tanggal laporan.
pembiayaan anggaran/saldo Saldo ekuitas di Neraca berasal dari
anggaran lebih saldo akhir ekuitas pada Laporan
 Ekuitas Dana Investasi: Perubahan Ekuitas
mencerminkan kekayaan pemerintah
yang tertanam dalam investasi jangka
panjang, aset tetap, dan aset lainnya,
dikurangi dengan kewajiban jangka
panjang
 Ekuitas Dana Cadangan:
mencerminkan kekayaan pemerintah
yang dicadangkan untuk tujuan
tertentu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

94 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
LAPORAN ARUS KAS LAPORAN ARUS KAS
 Disajikan oleh unit yang mempunyai  Disajikan oleh unit yang mempunyai
fungsi perbendaharaan (Par 15) fungsi perbendaharaan umum (Par 15)
Arus masuk dan keluar kas  Arus masuk dan keluar kas
diklasifikasikan berdasarkan aktivitas diklasifikasikan berdasarkan
operasi, investasi aset non keuangan, aktivitasoperasi, investasi, pendanaan,
pembiayaan, dan non anggaran dan transitoris
LAPOAN KINERJA KEUANGAN LAPORAN OPERASIONAL
 Bersifat optional  Merupakan Laporan Keuangan
 Disusun oleh entitas pelaporan Pokok
yang menyajikan laporan berbasis  Menyajikan pos-pos sebagai berikut:
akrual 1. Pendapatan-LO dari kegiatan
 Sekurang-kurangnya menyajikan operasional;
pos-pos : 2. Beban dari kegiatan operasional ;
1. Pendapatan dari kegiatan 3. Surplus/defisit dari Kegiatan Non
operasional; Operasional, bila ada;
2. Beban berdasarkan klasifikasi 4. Pos luar biasa, bila ada;
fungsional dan klasifikasi 5. Surplus/defisit-LO.
ekonomi;
3. Surplus atau defisit.
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
 Bersifat optional  Merupakan Laporan Keuangan
 Sekurang-kurangnya menyajikan Pokok
pos-pos:  Sekurang-kurangnya menyajikan
1. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan pos-pos:
Anggaran; 1. Ekuitas awal;
2. Setiap pos pendapatan dan 2. Surplus/defisit-LO pada periode
belanja beserta totalnya seperti bersangkutan;
diisyaratkan dalam standar- 3. Koreksi-koreksi yang langsung
standa lainnya, yang diakui menambah/mengurangi ekuitas,
secara langsung dalam ekuitas; misalnya: koreksi kesalahan
3. Efek kumulatif atas perubahan mendasar dari persediaan yang
kebijakan akuntansi dan koreksi terjadi pada periode-periode
kesalahan yang mendasar diatur sebelumnya dan perubahan nilai
dalam suatu standar terpisah . aset tetap karena revaluasi aset
tetap.
4. Ekuitas akhir.
CALK CALK
Sama dengan PP baru. Perbedaan yang muncul hanya
dikarenakan komponen laporan
keuangan yang berbeda dengan PP
lama.

95 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
RAGAM DAN HUBUNGAN ANTAR STANDAR AKUNTANSI SEKTOR
PUBLIK
Secara umum terdapat 4 ragam standar yang mengatur organisasi
sectorpublic yaitu:
1. Standar Nomenklatur
2. Standar Akuntansi Sektor Publik
3. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
4. Standar Akuntansi Biaya
Standar Nomenklatur memandu proses perencanaan dan
pertanggungjawaban yang terkait dengan pengkodean aktivitas public atau
transaksi publik yang terjadi, serta berbagai barang dan jasa yang telah
dihasilkan.
Sementara itu, standar akuntansi biaya merupakan dasar pengukuran
besarnya investasi yang akan dilakukan. Belanja investasi biasanya
dilakukan dalam jumlah yang besar. Karena itu proses
pertanggungjawaban investasi membutuhkan dasar formulasi perhitungan
yan lebih rinci dan pasti.
Standar pada tahap pelaporan dan audit mencakup hubungan yang
saling mengaitkan satu sama lain, karena standar audit memberikan
pedoman bagi pelaksanaan audit atas pelaporan sectorpublic dan standar
akuntansi keuangan memberikan pedoman untuk menghasilkan pelaporan
yang memenuhi syarat untuk diaudit. Kedua hal itu sangat menentukan
bagi kelangsungan siklus akuntansi sektor publik secara keseluruhan.

PSAK no 45 sebagai Standar Akuntansi bagi Organisasi Non Profit


Organisasi Nirlaba menyediakan jasa dan tidak beritikad untuk
memperoleh laba, organisasi ini umumnya dibiayai dari kontribusi,
perolehan dana dari endowment atau investasi, pengenaan tarif atas jasa
yang diberikan dan pemberian bantuan dari pemerintah. Dalam
pelaksanaan pengelolaan keuangannya suatu organisasi nirlaba dapat
memperoleh suatu surplus yang merupakan selisih antara aliran kas masuk
dengan aliran kas keluar.
Organisasi nirlaba pada umumnya memilih pemimpin, pengurus
atau penanggungjawab yang menerima amanat dari para stakeholdernya,
terkait dengan konsep akuntabilitas, akuntansi sebagai sarana
pertanggungjawaban akuntabilitas merupakan bagian yang integral dengan
organisasi nirlaba, sehingga suatu laporan keuangan perlu disajikan oleh
organisasi nirlaba untuk menilai entitas organisasi nirlaba dalam
memberikan pelayanannya dan keberlanjutan dalam pemberian pelayanan

96 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
serta menilai pertanggungjawaban dari pengurus/manajemen atas tugas,
kewajiban dan kinerja yang diamanatkan kepadanya.
IAI menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45
tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba , dalam PSAK tersebut
antara lain menguraikan tentang:
1. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama laporan keuangan organisasi nirlaba pada
dasarnya memiliki kesamaan dengan tujuan laporan keuangan
organisasi komersial, yaitu menyajikan informasi yang relevan atas
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut. Namun,
dikarenakan adanya perbedaan tujuan organisasi, menyebabkan
adanya perbedaan pada kalangan pemakai laporan keuangan dan isi
dari laporan keuangan tersebut. PSAK Nomor 45 memberikan
pengertian tujuan laporan keuangan organisasi nirlaba adalah untuk
menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan
para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, dan pihak lain yang
menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba.
2. Sifat Pembatasan Dana
Menurut PSAK Nomor 45 Laporan keuangan untuk organisasi
nirlaba terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan aktivitas, laporan
arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Dalam melakukan
penyusunan laporan keuangan memperhatikan sifat pembatasan
dana, menurut PSAK Nomor 45 mendefinisikan sebagai berikut:
a. Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber
daya yang ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya
tersebut dipertahankansecara permanen, tetapi organisasi
diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan
atau manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya
tersebut.
b. Pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber
daya olehpenyumbang yang menetapkan agar sumber daya
tersebut dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau
sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu.
c. Sumbangan terikat adalah sumber daya yang penggunaannya
dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Pembatasan
tersebut dapat bersifat permanen atau temporer.
d. Sumbangan tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya
tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang.

97 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
SEJARAH PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi sektor publik ini:
1. Menjelang diaktifkan Pasar Modal pada tahun 1973, dibentuk cikal
bakal badan penyusun standar akuntansi yang menghasilkan “Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI)”
2. Komite PAI yang dibentuk tahun 1974 melakukan revisi mendasar PAI
’73 untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan dunia usaha.
Hasil revisi ini dikodifikasi dalam “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”
3. Pada tahun 1994, komite PAI melakukan revisi total terhadap PAI
1984. hasil revisi ini dikodifikasi dalam “Standar Akuntansi Keuangan
(SAK) per 1 Oktober 1994.
Standar akuntansi di Indonesia disusun oleh Dewan Standar
Akuntansi dimana penyusunanya terdapat PSAK, PSAK ETAP dan PSAK
Syariah. Dewan Standar Akuntansi Keuangan berada dibawah Ikatan
Akuntan Indonesia bukan dibawah IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia).
Pengurus Pusat IAI, sebagai Dewan Pengawas yang bertugas memilih
anggota DSAK, DKSAK, menetapkan mekanisme Kerja. Dewan Konsultatif
Standar Akuntansi Keuangan bertugas memberikan masukan dan arahan
kepada DSKA.
Pada tahun 2012, Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen
Akuntansi Sektor Publik (IAI-KASP) telah mengembangkan serangkaian
standar-standar akuntansi yang direkomendasikan untuk digunakan pada
entitas-entitas sektor publik yang dinamakan Standar Akuntansi Keuangan
Sektor Publik (SAKSP). Dalam standar ini, IAI-KASP telah berusaha
melakukan harmonisasi terhadap akuntansi, laporan keuangan dan
auditing antara yurisdiksi dan mana yang paling tepat, antara sektor publik
dengan sektor swasta, dan untuk mengharmonisasikan laporan keuangan
antara accounting basis dan economic basis.
SAKSP dikembangkan sesuai dengan standar yang berlaku
ditingkat internasional dengan harapan tencapainya informasi keuangan
yang konsisten dan dapat dibandingkan untuk semua yurisdiksi. Walaupun
dalam praktek dan aplikasi prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen
keuangan pada entitas sektor publik dapat terjadi baik pada entitas dengan
level yurisdiksi yang sama maupun yang berbeda. Semuanya tergantung
pada kebijakan dan praktik yang ada.
Selama ini aktivitas sektor publik dikelola dengan kualitas informasi
keuangan yang belum baik. Tidak terdapat informasi atas asset dan
liabilities dan hanya memperlihatkan item revenue seperti penjualan atas
unit bisnis atau aset pemerintah. Sehingga informasi yang tersedia acap

98 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
kali tidak andal, tidak diaudit dan hanya dapat dipakai sebagai
pertimbangan keputusan untuk periode setelah periode pelaporan tersebut.
Penerapan SAKSP akan mengarahkan sistem akuntansi dan
manajemen keuangan pemerintah yang lebih baik. Jadi laporan keuangan
yang dihasilkan mempunyai informasi yang lebih baik dan forecasting serta
budgeting yang lebih realiabel sama seperti manajemen terhadap sumber
daya ekonomis (Bastian, 2005:130-131).

99 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB VII

LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH DAERAH

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH


Laporan Keuangan merupakan laporan terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan suatu entitas pelaporan.
Tujuan umum laporan keuangan adalah untuk menyajikan informasi
mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja
keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna
dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber
daya. Secara spesifik, tujuan laporan keuangan pemerintah adalah
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan
menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya.
Kewajiban pemerintah daerah untuk menyelenggarakan akuntansi
dan pelaporan keuangan dilakukan dalam rangka meningkatkan
akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan
daerah yang akuntabel dan transparan, setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD)
wajib menyampaikan laporan keuangan yang mencakup : (i) Laporan
Realisasi Anggaran, (ii) Neraca Keuangan Daerah, (iii) Laporan Arus Kas
dan (iv) Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan tersebut
harus disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum
dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan harus
diperiksa terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Penyusunan laporan keuangan dilakukan tiap-tiap SKPD.
Selanjutnya laporan keuangan tersebut akan dikonsolidasikan oleh SKPKD
menjadi Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi/Kota/Kabupaten. Laporan
keuangan adalah produk akhir dari proses akuntansi yang telah dilakukan.
Laporan keuangan yang disusun harus memenuhi prinsip-prinsip yang
dinyatakan Standar Akuntansi Pemerintahan.

100 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
PENTINGNYA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH

Era transparansi dan globalisasi merupakan suatu fenomena bagi


setiap entitas organisasi dalam mempertanggungjawabkan setiap
pekerjaan yang dilakukan baik pada lingkup organisasi swasta maupun
organisasi publik. Pemerintah daerah adalah suatu entitas pelaporan
keuangan publik yang harus mempertanggungjawabkan tata kelola
keuangan daerah kepada para stakeholder sebagaimana ditur dalam
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan
Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Laporan keuangan pemerintah daearah adalah suatu bentuk
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada stakeholder yang di
dalamnya mencakup berbagai pekerjaan yang membutuhkan keuangan,
termasuk komponen aset yang tercermin dalam neraca daerah di mana
setiap tahun dibuatkan laporannya setelah pelaksanaan anggaran.
Pembuatan laporan keuangan ini dilakukan setelah adanya laporan
keuangan SKPD dengan batasan waktu dua bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Sebelum diserahkan kepada DPRD, laporan keuangan pemerintah
daerah terlebih dahulu diaudit olehlembaga negara yang independen yaitu
BPK RI dalam waktu paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Selanjutnya, DPRD akan melakukan pembahasan atas laporan
pertanggungjawaban pemerintah daerah. Apabila DPRD menyejui laporan
keuangan tersebut, maka kepala daerah menetapkannya menjadi
Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah
Daerah.
Laporan keuangan merupakan tindak lanjut paket undang-undang
tentang keuangan negara. Hal ini menjadisuatu fenomena baru bagi
pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan
keuangan agar menjadi lebih baik, walaupun dalam waktu singkat masih
banyak yang kurang yakin bahwa pengelolaan keuangan sesuai paket
undang-undang tersebut dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini
dibuktikan dengan adanya pemerintahan daerah yang belum mampu
melakukan pelaporan keuangan sesuai pelaporan yang ada. Secara
kuantitas, hal ini tercermin melalui jumlah pemerintah daerah yang
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK mengenai
pelaksanaan laporan keuangan, dimana hasilnya sangat belum memenuhi
harapan masyarakat.

101 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Badan Pemeriksa Keuangan merupakan suatu lembaga negara
independen yang berwenang memeriksa keuangan negara termasuk di
dalamnya keuangan daerah sebagaimana amanat Undang Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara, pemeriksaan keuangan tersebut meliputiArus Kas, Neracxa,
Realisasi Anggaran, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Pemeriksaan ini
baru dikenal sejak adanya Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, namun untuk pelaksanaan laporan keuangan
pemerintah daerah sebelum lahirnya Undang Undang tersebut telah
terlebih dahulu diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun
2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah,
namun peraturan itupun belum sempat dilaksanakan dengan sempurna
tetapi telah terbit Undang Undang sebagaimana tersebut di atas.
Dengan tidak sempurnanya pengelolaan keuangan daerah
sebagiamana yang diharapkan oleh masyarakat karena banyaknya
komponen laporan keuangan yang perlu dimasukkan sehingga sulit
menidentifikasi secara wajar. Hal ini mengakibatkan opini BPK RI terhadap
laporan keuangan Pemerintah Daerah masih sangat sedikit yang
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian. Para pengguna yang
membaca laporan keuangan akan mempertanyakan apakah penurunan ini
terjadi akibat penyimpangan di daerah atau ketidakmampuan pemerintah
dalam mengelola keuangan atau mungkin karena adanya peraturan-
peraturan tentang tata cara pengelolaan keuangan yang belum dapat
memberikan pemahaman yang sama dengan pembuat aturan tersebut.
Asumsi-asumsi pertanyaan tersebut tidak harus menyalahkan pihak-
pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan keuangan daerah, namun
diperlukan adanya pemahaman yang sama anatar pengambil kebijakan,
pelaksana pengelolaan keuangan daerah, maupun para auditor sehingga
pemerintah daerah akan lebih leluasa dalam memperbaiki mekanisme
pengelolaan keuangan agar setiap tahun ada perbaikan.

LAPORAN KEUANGAN DAN PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN


PEMERINTAH DAERAH
Selama puluhan tahun bahkan sejak Indonesia merdeka, laporan
keuangan pemerintah belum pernah dikelola dengan transparan sehingga
masyarakat sulit untuk memperoleh informasi keuangan negara maupun
keuangan daerah sesuai mekanisme pengelolaan. Namun, dala era
transparansi dan globalisasi sekarang, tuntutan transparansi terhadap

102 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pertanggungjawaban keuangan daerah mutlak diperlukan agar stakeholder
mengetahui kebijakan pengelolaan keuangan selama satu tahun anggaran.
Sistem akuntansi atau penetausahaan keuangan di masa lalu
dilakukan dengan sistem pembukuan tunggal yang berbasis kas, mengakui
pendapatan pada saat diterimanya kas, dan mengakui belanja atau biaya
pada saat dikeluarkannya kas. Hal tersebut akan mengakibatkan
terbatasnya informasi yang dapat diberikan kepada stakeholder, seperti
kas masuk, kas keluar dan saldo kas. Sementara informasi yang kompleks,
relevansi laporan keuangan bagi para pengambil keputusan sangat sedikit
karena basis kas hanya berfokus pada arus kas dengan mengabaikan
pada alokasi sumber daya lainnya, pertanggungjawaban kepada publik
terbatas pada penggunaan kas, dan tidak mencantumkan
pertanggungjawaban atas pengelolaan aktiva lainnya serta utang atau
kewajiban.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka informasi keuangan yang
dituangkan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh
stakeholder. Informasi tresebut tidak hanya sebatas pada transaksi masa
lalu yang melibatkan penerimaan dan pengeluaran kas, melainkan juga
kewajiban yang membutuhkan penyelesaian kas di masa depan dan
informasi lain yang mempresentasikan kas yang akan diterima di masa
depan. Dengan melihat penyampaian informasi keuangan yang
disampaikan kepada stakeholder melalui laporan keuangan, maka sistem
akuntansi atau penetausahaan keuangan dilakukan perubahan dari basis
kas menjadi sistem akuntansi berbasis akrual sebgaimana tertulis dalam
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003.
Adanya peraturan tersebut diharapkan terjadi pemahaman yang
sama tentang pengelolaan keuangan sehingga pihak yang menggunakan
laporan keuangan daerah akan mempunyai standar yang sama dalam
menilai tingkat kewajaran pengelolaan keuangan daerah. Adanya
pemahaman yang sama tersebut semua stakeholder seperti masyarakat,
para Wakil Rakyat, Lembaga Pengawas dan lembaga Pemeriksa, pihak-
pihak yang berperan dalam proses donasi, investasi dan pinjaman kepada
pemerintah daerah, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap
laporan keuangan pemerintahdaerah seperti pemerintah pusat akan dapat
menilai dengan standar yang sama.
Penggunaan standar akuntansi yang sama mengakibatkan
pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Daerah dalam hal distribusi
alokasi sumber daya sudah dapat dipercaya karena sesuai dengan visi dan
misi pemerintah daerah dalammemberikan pelayanan kepada stakeholder.

103 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Alokasi sumber daya tersebut setiap tahun dituangkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD. Pada akhir tahun anggaran akan dilakukan audit
oleh BPK, audit tersebut akan disimpulkan dalam bentuk opini-opini BPK
sebagaimana telah dijelaskan di atas.

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH


Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, kepala
daerah menyampaikan laporan tahunan kepada DPRD yang terlebih
dahulu diperiksa oleh BPK. Laporan pertanggungjawaban tersebut harus
disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD selambat-lambatnya enam
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan yang
disampaikan meliputi :
Laporan Realisasi APBD. Laporan ini menyajikan informasi perbandingan
antara realisasi dengan anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan
setiap fungsi, organisasi dan jenis selama satu tahun anggaran.
Neraca. Neraca menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah daerah
mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal akhir tahun
anggaran.
Laporan Arus Kas. Laporan ini menyajikan informasi kas sehubungan
dengan aktivitas operasional, investasi dan pembiayaan yang
menggambarkan saldo awal penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas
pemerintah daerah selama satu tahun anggaran.
Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas laporan keuangan
menyajikan informasi yang meliputi penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam laporan realisasi APBD, neraca dan Laporan
Arus Kas.
Kepala SKPKD bertugas untuk menggabungkan laporan keuangna
dari SKPD-SKPD sehingga menjadi laporan keuangan konsolidasian
pemerintah daerah untuk disampaikan kepada kepala daerah. Tahap-tahap
penyusunan laporan keuangan tersebut adalah :
a. Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/barang menyusun dan
menyampaikan laporan keuangan yang meliputi realisasi anggaran,
neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
b. Laporan keuangan SKPD disampaikan kepada kepala daerah melalui
sekretaris daerah selambat-lambatnya 2 bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
c. Kepala SKPKD selaku Bendahara Umum Daerah menyusun Laporan
Arus Kas Pemerintah Daerah.

104 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
d. Kepala Daerah (Gubenur/Bupati/Walikota) selaku wakil pemerintah
daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan,
menyusun ikhtisar laporan keuangan perusahaan daerah.
e. Kepala SKPKD menyelesaikan penyusunan laporan keuangan
konsolidasian pemerintah daerah dan menyampaikannya kepada
kepala daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Selanjutnya, kepala daerah menyampaikannya kepada BPK
untuk diperiksa selama kurang lebih dua bulan.
f. Kepala daerah menyampaikan laporan keuangan (dalam Raperda
Pertanggungjawaban APBD) yang telah diperiksa oleh BPK kepada
DPRD paling lambat enam bulan setealh rahun anggaran berakhir.
Kepala SKPD selaku pengguna anggaran / pengguna barang
memberikan pernyataan tangungjawab bahwa mpengelolaan APBD telah
diselenggarakan berdasarka sistem pengendalian intern yang memadai
dan akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan akuntansi
pemerintahan. Bentuk dan isi laporan keuangan disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

105 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB VIII
LAPORAN KEUANGAN
PEMERINTAH PUSAT

LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT


Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu
perusahaan pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut. Laporan keuangan adalah
bagian dari proses pelaporan keuangan. Haruslah dibedakan antara
pengertian Pelaporan keuangan (Inggris: financial reporting) dan laporan
keuangan (Inggris: financial reports). Pelaporan Keuangan meliputi segala
aspek yang berkaitan dengan penyediaan dan peyampaian informasi
keuangan. Aspek-aspek tersebut antara lain lembaga yang terlibat
(misalnya penyusunan standar, badan pengawas dari pemerintah atau
pasar modal, organisasi profesi, dan entitas pelapor), peraturan yang
berlaku termasuk PABU (prinsip akuntansi berterima umum atau generally
accepted accounting principles/GAAP). Laporan keuangan hanyalah salah
satu media dalam penyampaian informasi.
Di Indonesia, pedoman penyusunan laporan keuangan bagi
organisasi sektor publik adalah :
1. Pernyataan standar Akuntansi Keuangan Nomor 45 (PSAK 45) tentang
Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba.
2. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang dituangkan dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005.
Pedoman pertama (PSAK 45) sering menjadi pedoman organisasi sektor
publik yang bergerak di berbagai sektor baik berupa yayasan, LSM
termasuk institusi-institusi pendidikan. Sedangkan pedoman kedua (SAP)
menjadi pedoman wajib bagi seluruh komponen pemerintahan baik dipusat
maupun di daerah.
Pemerintah Indonesia, sebagai pemegang amanat rakyat,
mempunyai kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan
APBN dan APBD dalam bentuk laporan keuangan. Hal ini telah ditegaskan
dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Dalam pasal 30 UU Nomor 17 Tahun 2003 dinyatakan :

106 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
1. Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
2. Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi laporan realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya.
Sementara itu, pasal 31 UU Nomor 17 Tahun 2003 secara senada juga
menyatakan :
1. Gubenur / Bupati / Walikota menyampaikan rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
berupa Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
2. Laporan Keuangan yang dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Laporan keuangan yang dituntut oleh Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tersebut merupakan laporan keuangan jenis General Purpose
Financial Statement (GPFS).Yang selanjutnya kita sebut dengan Laporan
Keuangan Umum. Laporan keuangan umum adalah laporan yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pengguna.

JENIS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT


1. Laporan Realisasi Anggaran
Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang berisi tentang
informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan dari
suatu entitas yang dibandingkan dengan anggaran pendapatan, belanja
dan pembiayaan. Melalui laporan realisasi anggaran dapat diketahui
prediksi tentang sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai
kegiatan pemerintah pusat dan daerah serta resiko ketidakpastian atas
sumber daya ekonomi tersebut. Selain itu, laporan realisasi anggaran juga
memberikan informasi tentang indikasi apakah sumber daya ekonomi yang
diperoleh dan digunakan telah dilaksankan sesuai prinsip ekonomis, efisien
dan efektivitas, sesuai dengan anggaran yang ditetapkan serta sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Informasi tambahan, termasuk informasi non keuangan, yang
berkaitan dengan laporan realisasi anggaran disajikan dalam Nota

107 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Perhitungan APBN/APBD. Laporan realisasi anggaran disajikan selambat-
lambatnya 6 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Elemen-elemen yang terdapat dalam laporan realisasi anggaran
adalah sebagai berikut:
a. Pendapatan (basis kas) yaitu semua penerimaan kas umum negara/
kas daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun
bersangkutan yang menjadi hak pemerintah (basis kas). Sedangkan
pendapatan (basis akrual) yaitu hak pemerintah yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih.
b. Belanja (basis kas) yaitu semua pengeluaran kas umum Negara/daerah
yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh
pemerintah. Sedangkan belanja (basis akrual) yaitu kewajiban
pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
c. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas
pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain , termasuk dana
perimbangan.
d. Pembiayaan yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan
atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya,
yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus
anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari
pinjaman dan hasil divestasi, sedangkan pengeluaran pembiayaan
antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman,
pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh
pemerintah.
2. Neraca
Neraca merupakan salah satu bentuk laporan keuangan yang
memberikan informasi tentang posisi keuangan perusahaanpada tanggal
tertentu. Neraca menunjukkan posisi asset, kewajiban dan ekuitas dana
pemerintah pada tanggal tertentu.
Elemen-elemen yang terdapat di dalam neraca :
a. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasi dan atau dimiliki oleh
pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dari mana manfaat
ekonomi/sosial di masa depan yang diharapkan dapat diperoleh, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan
uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan untuk pemeliharaan
sumber-sumber daya karena alasan sejarah dan budaya. Aset

108 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan aset nonlancar. Aset lancar
meliputi kas dan setara kas,investasi jangka pendek, piutang dan
persediaan. Sedangkan aset nonlancar meliputi investasi jangka
panjang, aset tetap, dana cadangan dan aset lainnya.
b. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan terjadinya pengorbanan
sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. Kewajiban
dikelompokkan dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka
panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang
diselesaikan dalam jangka waktu kurang dari dua belas setelah tanggal
pelaporan. Sedangkan kewajiban jangka panjang merupakan kewajiban
yang diselesaikan setelah dua belas bulan sejak tanggal pelaporan.
c. Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan
selisih antara asetb dan kewajiban pemerintah.
3. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas adalah salah satu bentuk laporan keuangan yang
menyajikan informasi kas sehubungan dengan kegiatan operasional ,
investasi, pembiayaan dan transaksi non anggaran yang menggambarkan
saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah
pusat/daerah selama periode tertentu.
Elemen-elemen yang terdapat di dalam laporan arus kas terdiri dari:
a. Penerimaan kas adalah semua aliran kas masuk ke bendahara umum
Negara/daerah.
b. Pengeluaran kas adalah semua aliran kas keluar dari bendahara umum
Negara/daerah
4. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif atau
rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca
dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup
informasi tet\ntang kebijkan akuntansi yang dipergunakan entitas pelaporan
dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkanuntuk diungkapka sesuai
Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang
diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan secara wajar.
Hal-hal yang diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan
adalah :
a. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi mikro,
pencapaian target Undang-Undang APBN/ Perda APBD, serta
kendaladan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.

109 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
b. Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan.
c. Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-
transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya.
d. Informasi yang diharuskan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan yang
belum disajikan dalam laporan keuangan.
e. Informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan
dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan
rekonsiliasinya dengan penerapan kas.
f. Informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian wajar, yang tidak
disajikan dalam Laporan Keuangan.

PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT


Anthony (1999) dalam Mardiasmo (2002) mengelompokkan
pengguna laporan keuangan sektor publik menjadi lima kelompok, yaitu :
1. Lembaga Pemerintah
2. Investor dan kreditor
3. Penyedia sumber daya
4. Badan pengawas
5. Konstituen
Sedangkan Henley (1992) mengelompokkan pengguna laporan
keuangan sektor publik menjadi dua belas kelompok, yaitu :
1. Anggota terpilih
2. Masyarakat sebagai pemilih dan atau pembayar pajak
3. Pelanggan/klien
4. Karyawan/ pegawai
5. Pelanggan dan [emasok
6. Pemerintah
7. Pesaing
8. Regulator
9. Pemberi pinjaman
10. Donor dan sponsor
11. Investor atau partner bisnis
12. Kelompok penekan lainnya.
Borgonovi dan Anessi-Pessina (1977) dalam Mardiasmo (2002)
mengelompokkan laporan keuangan sektor publik ke dalam 11 kelompok,
yaitu :
1. Masyarakat pengguna jasa publik
2. Masyarakat pembayar pajak

110 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
3. Perusahaan dan organisasi sosial ekonomi yang menggunakan
pelayanan publik sebagai input atas aktivitas organisasi.
4. Bank dan masyarakat sebagai kreditor pemerintah.
5. Badan-badan internasional, seperti Bank Dunia, IMF, ADB, PBB dan
sebagainya.
6. Investor asing dan country analyst.
7. Generasi yang akan datang.
8. Lembaga negara.
9. Kelompok partai (parpol politik)
10. Manajer publik (Gubenur, Bupati, Direktur BUMN/BUMD)
11. Pegawai pemerinta.
Serikat dagang sektor publik GASB (1999, pB184) dalam Bastian
(2003) mengelompokkan pemakai laporan keuangan pemerintah menjadi
tiga kelompok besar, yaitu :
1. Masyarakat yang kepadanya pemerintah bertanggungjawab
2. Legislatif dan Badan Pengawasan yang secara langsung mewakili
rakyat.
3. Investor dan kreditor yang memberi pinjaman dan atau berpartisipasi
dalam proses pemberian pinjaman.
Menurut Bastian (2003), pemakai laporan keuangan sektor publik
adalah sebagai berikut :
1. Legislatif dan manajemen sektor publik
2. Masyarakat
3. Investor dan kreditor
4. Institusi Internasional
5. Pengamat
6. Aparat sektor publik
Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan, terdapat beberpa
kelompok pengguna lapora keuangan, yaitu :
1. Masyarakat
2. Para wakil rakyat, lembaga, pengawas dan lembaga pemeriksa.
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi dan
pinjaman.
4. Pemerintah

TUJUAN DAN FUNGSI LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT


Mardiasmo (2002) menyebutkan tujuan dan fungsi laporan keuangan
sektor publik sebagai berikut :

111 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
1. Kepatuhan dan Pengelolaan (Compliance and Stewardship).
Laporan keuangan digunbakan untuk memberikan jaminan kepada
pengguna laporan keuangan dan pihak otoritas penguasa bahwa
pengelolaan sumber daya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum dan peraturan lain yang ditetapkan.
2. Akuntabilitas dan Pelaporan Retrospektif (Accountability and
Retrospective Reporting)
Laporan keuangan digunakan sebagai bentuk peertanggungjawaban
kepada publik. Laporan keuangan digunakan untuk memonitor kerja
dan mengevaluasi manajemen, memberkan dasar untuk mengamti
tren antar kurun waktu, pencapaian atas tujuan yang telah ditetapka
dan membandingkannnya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis
jika ada. Laporan keuangan juga memungkinkan pihak luar untuk
memperoleh informasi biaya atas barang dan jasa yang diterima, serta
memungkinkan bagi mereka untuk menilai efisiensi dan efektivitas
penggunaan sumber daya organisasi.
3. Perencanaan dan Informasi Otorisasi (Planning and Authorization
Information).
Laporan keungan berfungsi untuk memberikan dasar perencanaan
kebijakan dan aktivitas di masa yang akan datang. Laporan keuangan
berfungsi untuk memberikan informasi pendukung mengenai otorisasi
penggunaan dana.
4. Kelangsungan Organisasi (Viability).
Laporan keuangan berfungsi untuk membantu pengguna dalam
menentukan apakah suatu organisasi atau unit kerja dapat
meneruskan menyediakan barang dan jasa (pelayanan) di masa yang
akan datang.
5. Hubungan Masyarakat (Public Relation).
Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan kesempatan kepada
organisasi untuk mengemukakan pernyataan atas prestasi yang telah
dicapai kepada pengguna yang dipengaruhi karyawan dan
masyarakat. Laporan keuangan berfungsi sebagai alat komunikasi
dengan publik dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
6. Sumber Fakta dan Gambaran (Source of Facts and Figures).
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi kepada
berbagai kelompok kepentingan yang ingin mengetahui organisasi
secara lebih dalam.

112 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB IX
AUDIT SEKTOR PUBLIK

Secara etimologi, audit (pemeriksaan) berasal dari bahasa latin


dengan kata “auderee” yang berarti mendengar. Mendengar yang efektif
adalah sebuah aktivitas menyerap informasi dalam suatu media dengan
menggunakan alat pendengaran yang diikuti dengan respon yang
terprogram. Dengan demikian agar kegiatan mendengar terjadi maka:
 Harus ada informasi
 Harus ada media
 Harus ada alat pendengaran
 Harus direspon
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pemeriksaan adalah suatu
kegiatan menyerap, mengolah, dan merespon data yang dilakukan oleh
pihak yang dapat dipercaya dan disampaikan kepada pihak yang
berkepentingan untuk ditindaklanjuti. Dari pengertian tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pemeriksaan:
 Terdiri dari beberapa kegiatan;
 Dilakukan oleh orang yang dapat dipercaya;
 Disampaikan kepada pihak yang berkepentingan;
 Pihak yang berkepentingan menindaklanjutinya.
Terkait dengan praktek akuntansi sebuah entitas, auditing lebih
dikenal sebagai suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan
bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat
kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang ditetapkan. Arens dan
Loebbecke mendefinisikan auditing sebagai pengumpulan dan evaluasi
bukti-bukti dari informasi yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen, untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

PENGERTIAN AUDIT SEKTOR PUBLIK


Istilah pemeriksaan seringkali diidentikkan dengan istilah audit,
seperti halnya istilah pemeriksaan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Menurut UU tersebut, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah,
analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif dan

113 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
profesional berdasarkan standar pemeriksaan untuk menilai kebenaran,
kecermatan, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara. Dapat dilihat bahwa pengertian
pemeriksaan yang terkandung dalam UU tersebut tidak berbeda dengan
pengertian audit. Definisi yang digunakan Arens dkk. lebih lengkap unsur-
unsurnya.
Dalam audit ada beberapa konsep yang perlu dipahami. Freeman dan
Shoulder menekankan tiga hal, yaitu:
 Auditan merupakan pihak yang bertanggungjawab atas kejadian-
kejadian, aktivitas-aktivitas dan transaksi-transaksi, dan membuat
asersi tentang pertanggungjawaban hal-hal tersebut secara langsung
maupun tidak langsung.
 Auditor membandingkan asersi auditan terhadap kriteria yang
ditetapkan – dengan mengikuti proses-proses dan standar-standar
audit yang sesuai – dan melaporkan suatu pendapat atau pertimbangan
lain berkenaan dengan hasil audit. Auditor ini dapat merupakan auditor
eksternal atau internal.
 Pengguna laporan memperoleh informasi dari auditan (dalam hal
asersi) dan auditor (dalam hal pendapat atau pertimbangan) untuk
digunakan dalam membuat evaluasi-evaluasi atau pengambilan
keputusan berkenaan dengan pertanggungjawaban auditan.
Adapun mengenai hubungan audit antara pihak pertama
(Auditor/BPK), pihak kedua (Entitas Pelaporan) dan pihak ketiga (Para
Pemakai Laporan Keuangan) dapat dilihat pada Gambar 6.1.

Pihak Pertama : Auditor/BPK

Fungsi Fungsi
Atestasi Audit

Pihak Ketiga: Pihak Kedua :


Para Pemakai Lap. Keu Entitas Pelaporan
Fungsi Akuntabilitas

Gambar 6.1 : Hubungan Audit


Sumber : Leo Herbert, Auditing the Performance of Management, (Belmont, California:
Wadsworth, Inc, 1970), hlm 5.

114 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Pihak pertama kepada pihak kedua hubungannya adalah fungsi
pemeriksaan . sementara itu, dari pihak kedua kepada pihak ketiga
menunjukkan hubungan pertanggungjawaban atas kepercayaan untuk
mengelola dana-dana publik. Pihak kedua yaitu organisasi pemerintahan
mempertanggungjawabkan pengelelolaan keuangan kepada pihak ketiga
yaitu para pemakai laporan keuangan. Sementara pihak pertama ke pihak
ketiga adalah fungsi atestasi. Pihak ketiga akan merasa percaya setelah
melihat laporan keuangan yang sudah diaudit oleh pihak pertama.

KARAKTERISTIK AUDIT SEKTOR PUBLIK


Ditinjau dari proses dan teknik audit, tidak ada perbedaan
mendasar antara audit sektor publik dan sektor swasta. Namun demikian,
karena karaktristik manajemen sektor publik yang berkaitan erat dengan
kebijakan dan pertimbangan politik serta ketentuan peraturan perundang-
undangan, auditor sektor publik harus memberikan perhatian yang
memadai pada hal-hal tersebut.
Dalam hal proses politik, auditor harus secara jelas dapat
membedakan hal-hal berkaitan dengan kebijakan yang ditetapkan dan
dapat dikendallikan oleh entitas yang bersangkutan serta kebijakan yang
ditetapkan di luar organisasi. Dalam hal ketentuan yang harus ditaati,
auditor sektor public dalam melaksanakan pekerjaannya banyak terikat
dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku
mengingat hampir semua kegiatan pada sektor publik diatur dengan
undang-undang dan ketentuan. Oleh karena itu, aspek kepatuhan terhadap
peraturan sangat menonjol pada setiap pelaksanaan audit sektor publik.
Perbedaan yang paling mendasar antara audit sektor publik dan
swasta adalah pertimbangan kebijakan politik. Dalam akhir proses audit,
khususnya dalam audit keuangan, auditor akan menggunakan objektivitas
terbaiknya dan rekomendasi secara menyeluruh. Auditor yang kurang
berpengalaman dalam sektor publik biasanya memberikan rekomendasi
yang kontroversial seperti
meningkatkan harga untuk mengimbangi kenaikan beban. Hal yang penting
untuk membedakan audit sektor publik dan swasta adalah perbedaan
kepentingan antara kebijakan politik dan rasional ekonomi, kebijakan politik
biasanya diprioritaskan dalam sektor publik setidaknya dalam jangka
pendek.

115 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Tabel 6.1 Perbedaan antara Audit Sektor Swasta dan Audit Sektor
Publik di Indonesia
Uraian Audit Sektor Swasta Audit Sektor Publik
Pelaksana Audit Kantor Akuntan Publik Lembaga audit pemerintah dan juga
KAP yang ditunjuk oleh lembaga
audit pemerintah.
Obyek Audit Perusahaan / entitas Entitas, program, kegiatan dan
swasta fungsi yang berkaitan dengan
pelaksanaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan Negara,
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Standar audit Standar Profesional Standar Pemeriksaan Keuangan
yang digunakan Akuntan Publik (SPAP) Negara (SPKN) yang dikeluarkan
yang dikeluarkan IAI oleh BPK.
Kepatuhan Tidak teralu dominan Merupakan faaktor dominan karena
terhdap dalam audit. kegiatan din sektor publik sangat
peraturan dipengaruhi oleh peraturan dan
perundang- perundang-undangan.
undangan

TUJUAN AUDIT SEKTOR PUBLIK


Organisasi sektor publik mendapat amanah dan kepercayaan dari
masyarakat untuk menggunakan sumber daya publik. Oleh karena itu,
mereka dituntut mengelola sumber daya tersebut secara akuntabel dan
transparan. Untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi
pengelolaan sumber daya tersebut, diperlukan audit pada sektor publik.
Informasi yang diperlukan dari hasil audit sektor publik dapat
digunakan oleh pihak internal (entitas yang diaudit) untuk melaksanakan
perbaikan internal. Di samping itu, hasil audit juga diperlukan oleh pihak
eksternal (diluar entitas yang diaudit) untuk mengevaluasi apakah :
1. Sektor publik mengelola sumber daya publik dan menggunakan
kewenangannya secara tepat dan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan.
2. Program yang dilaksankan mencapai tujuan dan hasil yang
diinginkan.
3. Pelayanan publik diselenggarakan secara efektif, efisien,
ekonomis, etis dan berkeadilan.
Tujuan audit sektor publik dipertegas dalam UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. UU ini menyatakan bahwa pemeriksaan berfungsi untuk

116 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
mendukung keberhasilan upaya pengelolaan keuangan Negara secara
tertib dan taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK


Berdasarkan UU No. 15 Tahun 2004 dan SPKN, terdapat tiga jenis
audit keuangan Negara, yaitu audit keuangan, audit kinerja dan audit
dengan tujuan tertentu.

Audit Keuangan adalah audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance), apakah
laporan keuangan telah disajikan secara wajar, dalam semua hal yang
material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia atau
basis akuntansi komprehensif selain prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.

Audit Kinerja adalah audit yang dilakukan secara objektif dan sistematis
terhadap berbagai macam bukti untuk menilai kinerja entitas yang diaudit
dalam hal ekonomi, efisiensi dan efektivitas, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerja dan entitas yang diaudit dan meningkatkan
akuntabilitas publik.

Audit dengan Tujuan Tertentu adalah audit khusus, di luar audit


keuangan dan audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan
atas hal yang diaudit. Audit dengan tujuan tertentu dapat bersifat
eksaminasi (examination), reviu (review) atau prosedur yang disepakati
(agreed-upon procedurs). Audit dengan tujuan tertentu mencakup audit
atas hal-hal lain di bidang keuangan, audit investigatif, dan audit atas
sistem pengendalian internal.

Meskipun terdapat beberapa jenis audit pada sektor publik,


lembaga audit pemerintah tidak harus melaksanakan audit tersebut
sekaligus. Selain membutuhkan waktu yang cukup lama dan menyerap
sumber daya yang cukup besar, pelaksanaan audit tersebut tidak akan
memberikan nilai tambah yang besar sehingga hasil yang diperoleh tidak
seimbang dengan sumber daya yangn dikeluarkan. Dengan demikian,
selain dilaksankan oleh KAP untuk dan atas nama lembaga audit
pemerintah tersebut.

117 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
STANDAR AUDIT
Standar audit adalah ukuran mutu berupa persyaratan minimum
yang harus dipenuhi oleh seorang auditor. Pasal 5 UU No. 15 Tahun 2004
menyatakan bahwa standar audit keuangan negara disusun oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Saat ini, BPK telah menetapkan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) sebagai standar audit di
lingkungan keuangan negara. SPKN ini merupakan revisi dari Standar
Audit Pemerintahan (SAP) 1995, yang secara resmi dikeluarkan oleh BPK
pada tanggal 19 April 2007.
SPKN merupakan patokan untuk melakukan audit atas pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan Negara. SPKN berlaku untuk semua audit
yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang
berkaitan dengan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
SPKN berlaku bagi BPK dan akuntan publik atau pihak lainnya yang
melakukan audit keuangan Negara untu dan atas nama BPK. Sementara
itu, Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) seperti BPKP, Itjen dan
Bawasda dapat menggunakan SPKN sebagai acuan dalam menyusun
standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.

AUDITOR EKSTERNAL PEMERINTAH


Auditor eksternal pemerintah yang dilaksanakan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) sebagai perwujudan dari pasal 23E ayat 1 Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbunyi bahwa untuk memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Dalam
UUD tersebut juga disebutkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan Negara
diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenanganya.
Peraturan baru yang mengatur BPK adalah UU nomor 15 tahun
2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. UU ini memberikan tanggung jawab pemeriksaan keuangan
negara kepada BPK, yang meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan
pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan. Jenis pemeriksaan yang
dapat dilaksanakan oleh BPK adalah (Pasal 4 UU No. 15/2004):
1. Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan.
2. Pemeriksaan kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara yang terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan aspek efektivitas.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.

118 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BPK berbentuk dewan dengan tujuh orang yang terdiri atas seorang
ketua merangkap anggota dan seorang wakil ketua merangkap anggota.
Berdasarkan SK BPK nomor 11/SK/K/1993 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Pelaksana BPK, dewan dibantu pejabat sebagai pembantu utama
dewan terdiri atas:
(1) Sekretariat Badan. Sekjen menyelenggarakan pelayanan kepada
seluruh jajaran BPK, menyelenggarakan pembinaan administrsi, dan
mengkoordinasikan secara administratif pelaksanaan kegiatan seluruh
unsur pelaksana BPK.
(2) Inspektur Utama. Inspektur utama (IRUTAMA) terdiri atas; IRUTAMA
Perencana, Analisa, Evaluasi dan Pelaporan, (IRUTAMA RENALEV) dan
IRUTAMA Intern dan Khusus (IRUTAMA WANINSUS).
IRUTAMA RENALEV bertugas menyusun rencana kerja, analisa dan
evaluasi hasil pemeriksaan atas tanggung jawab pemerintah tentang
keuangan negara, serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan
sistem, metode, dan teknik pemeriksaann keuangan negara.
IRUTAMA WANINSUS bertugas melakukan pengawasan atas
pelaksanaan kegiatan satuan kerja pelaksana BPK dan melakukan
pemeriksaan khusus atas temuan pemeriksaan, LAPIP, dan
pengaduan masyarakat yang menimbulkan kerugian negara.
(3) Auditor Utama Keuangan Negara (AUDITAMA KEUANGAN
NEGARA). Mempunyai tugas; melaksanakan pemeriksaan atas tanggung
jawab pemerintah tentang pelaksanaan APBN/APBD, BUMN/BUMD dan
melaksanakan pemeriksaan atas penguasaan dan pertanggungjawaban
kekayaan negara.

Dalam melaksanakan tugas BPK mempunyai fungsi:


1). Fungsi Operasional yaitu melaksanakan pemeriksaan dan tanggung
jawab keuangan negara dan pelaksanaan APBN. Fungsi ini dilaksanakan
oleh AUDITAMA Keuangan Negara.
2). Fungsi Yudikatif yaitu melakukan peradilan komtabel dalam hal tuntutan
perbendaharaan. Fungsi ini dilaksanakan oleh IRUTAMA WANINSUS.
3). Fungsi Rekomendasi yaitu memberi saran/pertimbangan pada
pemerintah berhubungan dengan keuangan negara. Fungsi ini
dilaksanakan oleh IRUTAMA RENALEV.
Menurut tujuannya pemeriksaan BPK bertujuan untuk:
- Pemeriksaan atas penguasaan dan pengurusan keuangan;
- Pemeriksaan atas ketaatan pada peraturan perundangan yang berlaku;

119 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
- Pemeriksaan atas penghematan dan efisiensi dalam penggunaan
keuangan negara;
- Pemeriksaan atas efektivitas pencapaian tujuan.
Dalam melaksanakan pemeriksaan BPK memperhatikan laporan
aparat pengawasan intern pemerintah. Laporan hasil pemeriksan BPK atas
pelaksanaan APBN pada unit organisasi departemen/lembaga pemerintah
non departemen diserahkan kepada menteri/kepala lembaga yang
bersangkutan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Setelah melalui
pemeriksaan yang disebut pemutakhiran data antara menteri dan anggota
BPK, laporan yang mencakup seluruh LHP BPK dalam semester tertentu
kemudian dihimpun dalam buku hasil pemeriksaan semesteran badan
(HAPSEM). HAPSEM atas departemen/lembaga diserahkan kepada DPR
RI dan penyampaiannya dilakukan dalam rapat paripurna DPR RI.

AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH


Biasa dikenal dengan Aparat Pengendalian Intern Pemerintah (APIP) terdiri
dari BPKP, Itjen Departemen/Unit Pengawasan LPND, Satuan
Pengawasan Intern BUMN/BUMN. Tujuan pengawasan APIP adalah
mendukung kelancaran dan ketepatan pelaksanaan kegiatan pemerintah
dan pembangunan sedangkan ruang lingkup pemeriksaannya adalah
pemeriksaan operasional dan pemeriksaan komprehensif. Disamping itu
berdasarkan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengawasan, pada semua satuan organisasi pemerintahan termasuk
proyek pembangunan di lingkungan departemen/LPND diciptakan
pengawasan atasan langsung/pengawasan melekat.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


BPKP dibentuk berdasarkan Keppres No. 31 tahun 1983, pada saat
itu BPKP merupakan peningkatan fungsi pengawasan yang sebelumnya
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara,
Departemen Keuangan. berdasarkan Keputusan Kepala BPKP No Kep-
06.00.00-080/K/2001 tentang Struktur Organisasi dan Tatakerja BPKP,
BPKP berkedudukan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada presiden. Disamping itu terdapat
peraturan baru berkenaan dengan BPKP yaitu Keppres No 42 tahun 2002.
Dalam melaksanakan tugasnya BPKP menyelenggarakan fungsi:
1). Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dibidang pengawasan
keuangan dan pembangunan.

120 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
2). Perumusan pelaksanaan kebijakan dibidang pengawasan keuangan
dan pembangunan.
3). Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPKP.
4). Pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan terhadap kegiatan
pengawasan keuangan dan pembangunan.
5). Penyelenggaraan, pembianaan, dan pelayanan administrasi umum
dibidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandingan, perlengkapan, dan
rumah tangga.
Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut BPKP mempunyai
kewenangan:
1). Penyusunan rencana nasional secara makro dibidang pengawasan
keuangan dan pembangunan.
2). Perumusan kebijakan dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan untuk mendukung pembangunan secara makro.
3). Penetapan sistim informasi dibidang pengawasan keuangan dan
pembangunan.
4). Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah
yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan, dan
supervisi dibidang pengawasan keuangan dan pembangunan.
5). Penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi
tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan dibidang pengawasan
keuangan dan pembangunan.
6). Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pasal 71 Keppres No. 42 tahun 2002 dinyatakan bahwa
BPKP melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran negara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping
itu juga menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan
APBN.

Inspektorat Jenderal (Itjend) Departemen/Unit Pengawasan LPND


Itjen Dep./Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND) dibentuk berdasarkan Keppres RI No 44 dan 45 tahun 1974.
Keppres tersebut telah dicabut dengan Keppres No 177 tahun 2000 dan
Keppres No 173 tahun 2000 yang mengatur organisasi dan tatakerja Itjen
Dep./UP. LPND. Ketentuan perundang-undangan lain yang mengatur tugas
Itjen adalah Inpres No 15 tahun 1983 dan Keppres No 42 tahun 2002.

121 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Berdasarkan KMK No 2/KMK/2001 tentang Organisasi dan
Tatakerja Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal bertugas
melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen
Keuangan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan peraturan perundangan yang
berlaku.
Dalam melaksanakan tugasnya Itjen menyelenggarakan fungsi:
1). Penyiapan, perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan.
2). Pemeriksan, pengujian, penilaian dan pengusutan terhadap kebenaran
pelaksanaan tugas, pengaduan, penyimpangan, dan penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan unsur-unsur Departemen.
3). Pembinaan dan pengembangan sistem dan prosedur serta teknis
pelaksanaan pengawasan.
4). Penyampaian hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian
penyelesaian tindak lanjut hasil pengawasan.
5). Pelaksanaan urusan administrasi Itjen.
Dalam pengawasan APBN, pasal 70 Keppres No 42 tahun 2002
menyatakan bahwa Itjen Departemen/Unit Pengawasan LPND melakukan
pengawasan atas pelaksanaan anggaran negara yang dilakukan oleh
kantor/satuan kerja/proyek/bagian proyek dalam lingkungan
departemen/lembaga yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Hasil pemeriksaan Itjen/UP. LPND tersebut disampaikan kepada
menteri/pimpinan lembaga yang membawahkan proyek yang bersangkutan
dengan tembusan disampaikan kepada Kepala BPKP.

Badan Pengawasan Daerah


Sejalan dengan UU No. 32 tentang Pemerintah Daerah, paragraf 9
tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD; maka dalam Pasal 184
ayat (1) disebutkan bahwa Kepala daerah menyampaikan rancangan
Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Namun demikian, dalam
rangka pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah
daerah, maka akan senantiasa diadakan kegiatan pengawasan atas
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah; dan pengawasan terhadap
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Pengawasan sebagaimana
dimaksud dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

122 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Sesuai dengan Pasal 222 UU tentang Pemerintah Daerah maka
telah diatur bahwa:
1). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
2). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
sebagaimana dimaksud untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh
Gubernur.
3). Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa
dikoordinasikan oleh Bupati/Walikota.
4). Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dapat melimpahkannya kepada camat.
Atas dasar ketentuan di atas lah maka aparat pengawasan intern
Pemerintah di suatu Daerah (provinsi, kabupaten/kota) dilakukan oleh
Badan Pengawasan Daerah yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku di daerah masing-masing.

PROFESI AUDITOR
Seiring dengan perkembangan lingkungan dan kebutuhan akan
profesi akuntansi dan auditing sektor publik, IAI sebagai organisasi profesi
akuntansi di Indonesia sejak tahun 2000 lalu telah membentuk
Kompartemen Akuntan Sektor Publik (KASP), yang mempunyai tujuan
untuk mengembangkan profesi akuntansi sektor publik, yang didalamnya
terdapat pengembangan profesi auditing sektor publik.
KASP bekerja bersama-sama dengan instansi dan lembaga-
lemabaga negara yang berkaitan untuk mengembangkan kelengkapan
profesi akuntansi sektor publik antara lain pembentukan Standar Akuntansi
Keuangan Sektor Publik, Standar Auditing, dan Kode Etik. Profesi
Akuntansi sektor publik saat ini mencakup pengembangan profesi auditing
pada sektor keuangan negara atau pemerintahan.
Terkait dengan audit pengelolaan keuangan negara, sesuai dengan
amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001, maka BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) akan menjadi ”supreme audit institution” yang harus mengambil
bagian terdepan dalam melakukan perbaikan dan penyempurnaan
peraturan perundangan yang berlaku.
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara perlu dilakukan pemeriksaan
oleh suatu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan mandiri. Dalam

123 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pelaksanaan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara BPK harus berpedoman pada Undang-Undang Nomor
15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Negara.
Pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab mengenai
keuangan negara mencakup seluruh unsur keuangan neagara
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara. BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3
jenis pemeriksaan, yakni pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan
pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pelaksanaan pemeriksaan harus
didasarkan pada suatu standar pemeriksaan. Standar tersebut disusun
oleh BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit
secara internasional. Sebelum standar tersebut ditetapkan, BPK perlu
mengonsultasikannya dengan pemerintah serta dengan organisasi profesi
di bidang pemeriksaan.
BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap
pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil
pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan mencakup kebebasan
dalam menentukan obyek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang
obyeknya telah diatur tersendiri dalam undang-undang atau pemeriksaan
berdasarkan permintaan khusu dari lembaga perwakilan.
Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat
memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat pengawas intern pemerintah,
memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan, serta informasi
dari berbagai pihak. Sementara itu, kebebasan dalam penyelenggaraan
kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi kebebasan dalam penentuan
waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode
pemeriksaan yang bersifat investigatif. Selain itu, kemandirian BPK dalam
pemeriksaan keuangan neagara mencakup ketersediaan sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana pendukung lainnya yang memadai.
BPK dapat memanfaatkan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh
aparat pengawas intern pemerintah. Dengan demikian, luas pemeriksaan
yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-
bidang yang secara potensial berdampak pada kwajaran laporan keuangan
serta tingkat efisiensi dan efektivitas penegeloaan keuangan negara. Untuk
itu, aparat pengawas intern pemerintah wajib menyampaikan hasil
pemeriksaannya kepada BPK.
BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen, dan
keterangan dari pihak yang diperiksa, kesempatan untuk memeriksa

124 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi
yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan
uang, barang dan/atau dokumen pengelolaan keuangan negara pada saat
pemeriksaan berlangsung.
Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan
disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) segera setelah kegiatan
pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini,
pemeriksaan kinerja akan mengahasilkan temuan, kesimpulan dan
rekomendasi, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan
kesimpulan. Setiap laporan hasil pemeriksaan BPK disampaikan kepada
DPR/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti, antara lain
dengan membahasnya bersama pihak terkait.
Selain disampaikan kepada lembaga perwakilan, laporan hasil
pemeriksaan juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Dalam
laporan hasil pemriksaan keuangan, hasil pemerikaan BPK digunakan oleh
pemerintah untuk melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan,
sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial
statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada
DPR/DPRD. Pemerintah diberikan kesempatan untuk menanggapi temuan
dan kesimpulan yang dikemukakan dalam laporan hasil pemeriksaan.
Tanggapan dimaksud disertakan dalam laporan hasil pemeriksaan BPK
yang disampaikan kepada DPR/DPRD. Apabila pemeriksa menemukan
unsur pidana, Undang-Undang No. 15 tahun 2004 mewajibkan BPK
melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BPK diharuskan menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang
dilakukan selama 1 (satu) semester. Ikhtisar dimaksud disampaikan
kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan kepada
Presiden serta gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan agar
memperoleh informasi
secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan.
Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik,
ditetapkan juga bahwa setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah
disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan terbuka untuk umum.
Denagan demikian, masyarakat dapat memeperoleh kesempatan untuk
mengetahui hasil pemeriksaan, antara lain melalui publikasi dan situs web
BPK.

125 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
LAPORAN HASIL AUDIT DAN OPINI

Laporan Audit dapat didefinisikan sebagai sarana untuk


mengkomunikasikan pekerjaan audit dan temuan audit secara
komprehensif, yang diberikan oleh tim audit kepada organisasi audit.
Laporan Audit adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan auditor
agar hasil audit dapat bermanfaat bagi pengguna Laporan Audit.
Selain sebagai ringkasan dari pekerjaan audit dan temuan audit,
Laporan Audit juga merupakan dasar dalam membuat Surat Opini Audit,
Rekomendasi, dan membuat Keputusan Audit. Peranan utama dari
Laporan Audit adalah:
a). Laporan Audit adalah jalan utama bagi institusi audit untuk memahami
informasi tentang proses audit. Tim audit harus menyerahkan laporan
kepada institusi audit yang menugaskan pada saat audit selesai sehingga
institusi audit dapat memahami proses dan hasil dari audit yang dilakukan
oleh tim audit tersebut.
b). Laporan Audit adalah dasar dalam pembuatan Surat Opini Audit dan
Keputusan Audit. Laporan Audit mengevaluasi kewajaran, ketaatan dan
kinerja dari auditan dan memberikan opini dan rekomendasi berdasarkan
temuan audit. Berdasarkan informasi tersebut institusi audit membuat Surat
Opini Audit dan Keputusan Audit.
c). Laporan Audit adalah dasar yang penting untuk mengumpulkan dan
mengolah informasi audit. Laporan Audit menyampaikan informasi dan
masalah yang berhubungan dengan belanja dan pendapatan serta
kegiatan-kegiatan ekonomi yang relevan dari institusi atau proyek yang
diaudit. Institusi audit dapat memproses lebih lanjut informasi yang penting
dan masalah yang disajikan dalam Laporan Audit dan melalui Laporan
Audit ini institusi audit dapat menyediakan informasi tentang isu-isu
individual atau informasi yang terintegrasi kepada institusi pemerintah yang
berhubungan lainnya, institusi audit di tingkat yang lebih tinggi, dan
departemen yang berkompeten lainnya.
Laporan audit tertulis berfungsi untuk:
a). Mengkomunikasikan hasil audit kepada pejabat pemerintah, yang
berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b). Membuat hasil audit terhindar dari kesalahpahaman
c). Membuat hasil audit sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh
instansi terkait; dan
d). Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan yang semestinya telah dilakukan.

126 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Pada setiap akhir pelaksanaan audit, auditor harus menyiapkan
konsep Laporan Audit. Isi konsep Laporan Audit tersebut harus mudah
dimengerti dan bebas dari penafsiran ganda serta memenuhi standar
pelaporan yaitu:
a). Lengkap. Laporan harus memuat semua informasi yang dibutuhkan
untuk memenuhi tujuan audit, meningkatkan pemahaman yang benar dan
memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan.
Hal ini berarti bahwa laporan harus memasukkan informasi mengenai latar
belakang permasalahan secara memadai. Data pendukung yang rinci tidak
perlu dimasukkan, kecuali apabila diperlukan untuk membuat penyajian
Laporan Audit menjadi lebih meyakinkan.
b). Akurat. Laporan harus menyajikan bukti yang benar dan
mengambarkan temuan dengan tepat. Satu ketidakakuratan dalam laporan
dapat menimbulkan keraguan atas validitas seluruh laporan dan dapat
mengalihkan perhatian pembaca dari substansi laporan tersebut. Laporan
harus memasukkan hanya informasi, temuan, dan simpulan yang didukung
bukti kompeten dan relevan dalam KKP. Bukti yang dilaporkan harus
mencerminkan kebenaran logis atas masalah yang dilaporkan.
c). Obyektif. Laporan harus disajikan secara seimbang dalam isi dan nada.
Ini berarti auditor harus menyajikan hasil audit secara netral dan
menghindari kecenderungan melebih-lebihkan atau terlalu menekankan
kinerja yang kurang. Nada laporan harus mendorong pengambilkeputusan
untuk bertindak atas dasar temuan dan rekomendasi dari auditor.
d). Meyakinkan. Laporan audit harus menjawab tujuan audit, temuan
disajikan secara persuasif, dan kesimpulan serta rekomendasi disusun
secara logis berdasarkan fakta yang disajikan. Laporan yang
meyakinkan membuat pembaca mengakui validitas temuan, kewajaran
simpulan, dan manfaat penerapan rekomendasi.
e). Jelas. Laporan audit harus mudah dibaca dan dipahami. Laporan harus
ditulis dengan bahasa yang jelas dan sesederhana mungkin, sepanjang hal
ini dimungkinkan. Jika digunakan istilah teknis, singkatan, dan akronim
yang tidak begitu dikenal, hal itu harus didefinisikan dengan jelas.
Penggunaan akronim diusahakan seminimal mungkin. Pengorganisasian
materi laporan secara logis dan keakuratan serta ketepatan dalam
menyatakan fakta dan dalam mengambil simpulan, adalah penting untuk
kejelasan dan pemahaman bagi pembaca Laporan Audit. Penggunaan
judul, subjudul, dan kalimat topik secara efektif akan membuat laporan
lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar,

127 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
bagan, grafik dan peta) harus digunakan secara tepat untuk menjelaskan
dan memberikan ringkasan materi yang rumit.
f). Ringkas. Laporan audit harus disajikan secara ringkas, tidak lebih
panjang dari yang diperlukan untuk mendukung pesan. Jika terlalu rinci,
dapat menurunkan kualitas laporan bahkan dapat menyembunyikan pesan
yang sesungguhnya dan mengurangi minat pembaca. Pengulangan yang
tidak perlu juga harus dihindari.
Tipe opini/pendapat auditor yang dapat digunakan dalam laporan
audit atas laporan keuangan adalah:
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian. Pendapat wajar tanpa
pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan auditan, menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan paragraph penjelasan.
Keadaan tertentu mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu
paragraf penjelasan dalam Laporan Audit. Keadaan-keadaan tersebut
antara lain meliputi pembatasan ruang lingkup audit atas bagian tertentu
dalam laporan keuangan, adanya hal-hal tertentu yang perlu ditekankan,
adanya keadaan dimana suatu bagian dalam laporan keuangan auditan
tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum tetapi
penyajian tersebut adalah lebih memadai dalam menyajikan informasi
keuangan auditan,
3. Pendapat wajar dengan pengecualian. Pendapat wajar dengan
pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan auditan menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil
usaha, dan arus kas entitas tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan.
4. Pendapat tidak wajar. Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa
laporan keuangan auditan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan,
hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.
5. Pernyataan tidak memberikan pendapat. Pernyataan tidak
memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan
pendapat atas laporan keuangan, jika bukti audit tidak cukup untuk
membuat kesimpulan.
Di lingkungan pemerintahan, audit kinerja dilakukan dalam rangka
menilai suatu departemen apakah pimpinan departemen/kantor/lembaga

128 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
telah menerapkan anggaran belanjanya secara ekonomis, efisien, efektif,
dan dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum, audit kinerja harus
dapat menjawab pertanyaan: 1) apakah kegiatan yang kita lakukan sudah
tepat (Are we doing the right things?), 2) apakah kegiatan yang kita lakukan
sudah efektif dan efisien (Are we doing things efficiently and effectively?),
dan apakah hasil yang dicapai sesuai dengan yang direncanakan (Did we
get the results that we wanted?).
Berbeda dengan audit keuangan, audit kinerja tidak diatur dalam
PSA-IAI.Dalam beberapa literatur dikemukakan bahwa audit kinerja muncul
terlebih dalam sektor publik kemudian diikuti oleh audit kinerja pada sektor
privat yang lebih dikenal sebagai audit yang dilakukan oleh divisi audit
internal. Government Auditing Standard 2003 Revision mengemukakan
standar pelaporan audit kinerja yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Auditor harus membuat Laporan Audit untuk dapat
mengkomunikasikan setiap hasil audit.
b) Laporan Audit harus mencakup tujuan, lingkup dan metodologi
audit; hasil audit termasuk temuan audit, simpulan, dan
rekomendasi yang tepat, pernyataan standar audit; tanggapan
pejabat yang bertanggungjawab, dan jika mungkin informasi yang
bersifat istimewa dan rahasia.
c) Laporan Audit harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif,
meyakinkan,serta jelas dan ringkas sepanjang hal ini dimungkinkan.
d) Laporan Audit diserahkan oleh organisasi audit kepada: (1) pejabat
yang berwenang dalam auditan, (2) pejabat yang berwenag dalam
organisasi yang meminta atau mengatur pemeriksaan, termasuk
organisasi luar yang memberikan daa, kecuali dilarang oleh
ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku; (3) pejabat
lain yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk
menindaklanjuti temuan dan rekomendasi audit; dan (4) pihak lain.

129 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB X

ANTI KORUPSI DAN GOOD


GOVERNANCE

DEFINISI KORUPSI
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni
berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang
sebaliknya (Azhar, 2003:28). Sedangkan kata corruptio berasal dari kata
kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar
balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap (Nasir, 2006:281-
282).
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi
(Anwar, 2006:10). Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah
korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang
atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan
merugikan orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi
bagi masyarakat umum adalah penekanan pada penyalahgunaan
kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam Kamus Lengkap Oxford (The Oxford Unabridged
Dictionary) korupsi didefinisikan sebagai penyimpangan atau perusakan
integritas dalam pelaksanaan tugas-tugas publik dengan penyuapan atau
balas jasa. Sedangkan pengertian ringkas yang dipergunakan World Bank,
korupsi adalah penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi
(the abuse of public office for private gain).
Definisi lengkap korupsi menurut Asian Development Bank (ADB) adalah
korupsi melibatkan perilaku oleh sebagian pegawai sektor publik dan
swasta, dimana mereka dengan tidak pantas dan melawan hukum
memperkaya diri mereka sendiri dan atau orang-orang yang dekat dengan
mereka, atau membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut,
dengan menyalahgunakan jabatan dimana mereka ditempatkan.
Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
korupsi secara implisit adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan
atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan atau
manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.

130 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Dari beberpa definisi tersebut juga terdapat beberapa unsur yang
melekat pada korupsi. Pertama, tindakan mengambil, menyembunyikan,
menggelapkan harta negara atau masyarakat. Kedua, melawan norma-
norma yang sah dan berlaku. Ketiga, penyalahgunaan kekuasaan atau
wewenang atau amanah yang ada pada dirinya. Keempat, demi
kepentingan diri sendiri, keluarga, kerabat, korporasi atau lembaga instansi
tertentu. Kelima, merugikan pihak lain, baik masyarakat maupun negara.
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah
dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo.UU No.
20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan
kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang dapat
dikelompokkan; kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan
dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam
pengadaan, gratifikasi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena
korupsi (KPK, 2006: 19-20).
Dalam UU No. 20 Tahun 2001 terdapat pengertian
bahwa korupsi adalah tindakan melawan hukum dengan maksud
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang berakibat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Ada sembilan
tindakan kategori korupsi dalam UU tersebut, yaitu: suap, illegal profit,
secret transaction, hadiah, hibah (pemberian), penggelapan, kolusi,
nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan dan wewenang serta fasilitas
negara.
.
JENIS – JENIS KORUPSI
Ciri-ciri dari Korupsi antara lain :
a. Selalu melibatkan lebih dari satu orang. Inilah yang membedakan
antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
b. Pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuatan korupsi tersebut.
c. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
d. Berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
e. Mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki kekuasaan
atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
f. Pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau pada masyarakat umum.

131 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
g. Setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan tersebut.
h. Dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum dibawah kepentingan pribadi.
i. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
j. Perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam masyarakat.
Jenis-jenis dari Korupsi antara lain :
a. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara.
b. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap.
c. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan.
d. Korupsi yang terkait dengan pemerasan.
e. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.
f. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan.
g. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi.

a) Merugikan Keuangan Negara


Yang menilai/menetapkan adanya kerugian negara adalah Badan
Pemeriksa Keuangan (“BPK”). Ini sesuai dengan pasal 10 UU No. 15
Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (“UU BPK”):

“BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang


diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai
yang dilakukan oleh bendahara, pengelola Badan Usaha Milik Negara/
Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”

Kerugian Negara sendiri adalah kekurangan uang, surat berharga, dan


barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan
melawan hukum baik sengaja maupun lalai (lihat pasal 1 ayat [15] UU
BPK). Penilaian kerugian tersebut dilakukan dengan keputusan BPK
(lihat pasal 10 ayat [2] UU BPK).
Selain BPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(“BPKP”) juga berwenang untuk menetapkan mengenai adanya
kerugian negara. Ini terkait dengan fungsi BPKP yaitu melaksanakan
pengawasan terhadap keuangan dan pembangunan (lihat pasal 52
Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen)
Jadi, yang menilai/menetapkan kerugian negara, adalah BPK dan
BPKP. Adapun perhitungan kerugian negara sendiri bersifat kasuistis,
atau dilihat per kasus. Dalam kasus yang Anda tanyakan, di mana

132 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
pembayaran sudah terjadi 100% padahal pekerjaannya baru selesai
55%, dan pencairan pembayaran dilakukan atas dasar dokumen fiktif,
maka di sini terjadi pencairan secara melawan hukum. Yang dihitung
menjadi kerugian negara adalah besarnya pencairan yang terjadi
secara melawan hukum tersebut, yaitu 45%.

b) Penyuapan
Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan
sejumlah pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa
sehingga bertentangan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Sesuatu
yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa berupa
barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji
tindakan, suara atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan
publik.

c) Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau penggelembungan


(froud).
Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan
pencurian uang, properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang
diberi amanat untuk menjaga dan mengurus uang, properti atau
barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada praktik
penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang
secara suka rela.

d) Pemerasan (Extorion)
Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan
informasi yang menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau
bekerjasama. Dalam hal ini pemangku jabatan dapat menjadi pemeras
atau korban pemerasan.

e) Nepotisme (nepotism)
Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan
pertimbagan hubungan kekeluargaan, bukan karena
kemampuannya. Kata nepotisme ini berasal dari kata
Latin nepos, berarti "keponakan" atau "cucu".
Dalam UU RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyebutkan
bahwa, nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara
secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan
keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat,
bangsa, dan Negara, (Pasal 1 Angka 5). Contoh nepotisme,misalnya
seorang pejabat Negara mengangkat anggota keluarganya menduduki
jabatan tertentu, tanpa memperhatikan aturan hukum yang berlaku.[3]

133 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
f) Gratifikasi
Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian
uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-
cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di
dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan
menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik
(Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor).[4]
Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama
tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya
kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang
wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.[5]

Korupsi Dalam Berbagai Perspektif


Dalam perspektif agama korupsi dipandang sebagai suatu
perbuatan yang sangat tercela. Dalam perspektif ajaran islam, korupsi
termasuk perbuatan fasad atau perbuatan yang merusak kemslahatan,
kemanfaatan hidup, dan tatanan kehidupan. Pelakunya dikategorikan
melakukan jinayah kubro (dosa besar). Dalam konteks ajaran islam yang
lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip
keadilan (al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab.[6]
Dalam perspektif sosial korupsi dipandang suatu perbuatan yang dapat
meningkatkan angka kemiskinan, perusakan moral bangsa, hilangnya rasa
percaya terhadap pemerintah, akan timbul kesenjangan dalam pelayanan
umum dan menurunnya kepercayaan pemerintah dalam pandangan
masyarakat. Dalam sistem ini, menerima sesuatu dari rakyat, walaupun
untuk rakyat itu sendiri harus berkorban dan menderita, tanpa diketahui
oleh rakyat itu sendiri mereka telah diperlakukan tidak adil oleh oknum-
oknum korupsi yang tidak bertanggung jawab, merupakan perbuatan
tercela dan penerimaan itu jelas dapat dimasukkan sebagai perbuatan
korupsi.
Dalam perspektif budaya korupsi dipandang suatu perbuatan yang
akan membentuk pandangan buruk terhadap reputasi negara, dan secara
perlahan akan memutus budaya luhur bangsa. Almarhum Dr. Mohammad
Hatta yang ahli ekonomi pernah mengatakan bahwa korupsi adalah
masalah budaya. Pernyataan bung Hatta tersebut dapat diartikan bahwa
korupsi di Indonesia tidak mungkin diberantas kalau masyarakat secara
keseluruhan tidak bertekad untuk memberantasnya. Masalah hukum dapat

134 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
ditangani dengan hukum, sedangkan masalah budaya tentu saja ditangani
dengan tindakan – tindakan dibidang kebudayaan juga. Inilah hal yang
tidak mudah. Berbeda kalau masyarakat secara keseluruhan sudah
menganut ukuran yang sama dalam hal rasa keadilan, maka usaha
pengenalan dan pengendalian korupsi akan jauh lebih mudah.
Dalam perspektif teknologi korupsi dipandang sebagai sesuatu
yang dapat menghambat perkembangan teknologi yang ada,
penyalahgunaan tindakan yang merugikan negara, dan terorisme yang
terus merajalela.Dalam perspektif hukum korupsi menimbulkan pandangan
ketidak konsistenan terhadap hukum yang berlaku, timbul pandangan
bahwa hukum bisa diperjual belikan, kepercayaan masyarakat terhadap
hukum menurun, timbul gambaran orang-orang yang berkuasa dan kaya
sebagai pemilik hukum, timbul pemikiran bahwa hukum terlalu bobrok, dan
timbul rasa ketidakadilan didalam diri masyarakat.
Dalam perspektif politik korupsi dapat mempersulit demokrasi dan tata cara
pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal,
sistem politik akan terganggu cenderung tidak dipercaya oleh masyarakat,
akan timbul aklamasi-aklamasi untuk menguatkan kekuatan politik
(menjaga keberlangsungan korupsi) dan akan timbul ketidakpercayaan
rakyat terhadap lembaga-lembaga politik.
Dalam perspektif ekonomi korupsi berdampak pada pembangunan
infrastruktur yang tidak merata, tidak sesuai dengan yang dianggarkan
sebelumnya. Pemerataan pendapatan yang buruk, membuat pengusaha
asing takut untuk berinvestasi di Indonesia, pendapatan negara mengalami
penurunan dan membuat beban lebih berat pada masyarakat.
Korupsi dalam perspektif pancasila
a. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dalam hal ini jelas perilaku tindak pidana korupsi ini tidak
mencerminkan perilaku tersebut karena perilaku tindak pidana korupsi
adalah perilaku yang tidak percaya dan taqwa kepada Tuhan. Dia
menafikan bahwa Tuhan itu Maha Melihat lagi Maha Mendengar.[7]
b. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dalam sila ini perilaku tindak pidana korupsi sangat melanggar bahkan
sama sekali tidak mencerminkan perilaku ini, seperti mengakui
persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan serta membela kebenaran dan
keadilan.

135 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
c. Sila persatuan indonesia
Tindak pidana dan tipikor bila dilihat dalam sila ini, pelakunya itu
hanya mementingkan pribadi, tidak ada rasa rela berkorban untuk
bangsa dan Negara, bahkan bisa dibilang tidak cinta tanah air karena
perilakunya cenderung mementingkan nafsu, kepentingan pribadi atau
kasarnya kepentingan perutnya saja.
d. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyarawatan perwakilan
Dalam sila ini perilaku yang mencerminkannya seperti, mengutamakan
kepentingan Negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak,
keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan
Yang Maha Esa, serta menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan
keadilannya. Sangat jelaslah bahwa tindak pidana korupsi tidak pernah
ada rasa dalam sila ini.
e. Keadilan sosial bagi seluruh bangsa indonesia
Rata-rata bahkan sebagian besar pelaku tindak pidana korupsi itu,
tidak ada perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan
suasana gotong royong, adil, menghormati hak-hak orang lain, suka
memberi pertolongan, menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain,
tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, serta
tidak ada rasa bersama-sama untuk berusaha mewujudkan kemajuan
yang merata dan keadilan sosial.
Jadi semua perilaku tindak pidana dan tipikor itu semuanya melanggar
dan tidak mencerminkan sama sekali perilaku pancasila yang katanya
ideologi bangsa ini. Selain bersifat mengutamakan kepentingan
pribadi, juga tidak adanya rasa kemanusiaan, keadilan, saling
menghormati, saling mencintai sesama manusia, dan yang paling
riskan adalah tidak ada rasa ‘percaya dan taqwa’ kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

CARA PENCEGAHAN KORUPSI


A. Upaya Pencegahan
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
melakukan pemberantasan korupsi adalah melalui tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan ini dimaksudkan agar masyarakat memiliki benteng
diri yang kuat guna terhindar dari perbuatan yang mencerminkan tindakan
korupsi di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Upaya pencegahan
tindakan korupsi dilakukan oleh permerintah berdasarkan nilai-nilai dasar
Pancasila agar dalam tindakan pencegahannya tidak bertentangan dengan

136 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri. Adapun tindakan pencegahan yang
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka melakukan upaya pemberantasan
korupsi di wilayah negara Indonesia diantaranya:
1. Penanaman Semangat Nasional
Penanaman semangat nasional yang positif dilakukan oleh pemerintah
Indonesia dalam bentuk penyuluhan atau diksusi umum terhadap nilai-
nilai Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia. Kepribadian yang
berdasarkan Pancasila merupakan kepribadian yang menjunjung tinggi
semangat nasional dalam penerapan Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari. Dengan adanya penanaman semangat nasional Pancasila dalam diri
masyarakat, kesadaran masyarakat akan dampak korupsi bagi negara dan
masyarakat akan bertambah. Hal ini akan mendorong masyarakat
Indonesia untuk menghindari berbagai macam bentuk perbuatan korupsi
dalam kehidupan sehari-hari demi kelangsungan hidup bangsa dan
negaranya.
2. Melakukan Penerimaan Pegawai Secara Jujur dan Rerbuka
Upaya pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan korupsi yang
dilakukan oleh pemerintah dapat dilakukan melalui penerimaan aparatur
negara secara jujur dan terbuka. Kejujuran dan keterbukaan dalam
penerimaan pegawai yang dilakukan oleh pemerintah menunjukkan usaha
pemerintah yang serius untuk memberantas tindak pidana korupsi yang
berkaitan dengan suap menyuap dalam penerimaan pegawai. Pemerintah
yang sudah berupaya melakukan tindakan pencegahan dalam penerimaan
pegawai perlu disambut baik oleh masyarakat terutama dalam mendukung
upaya pemerintah tersebut.
Jika pemerintah telah berupaya sedemikian rupa melakukan tindakan
pencegahan korupsi dalam penemerimaan aparatur negara tapi
masyarakat masih memberikan peluang terjadinya korupsi, usaha
pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dapat menjadi sia-sia. Selain
itu, jika perilaku masyarakat yang memberikan peluang terjadinya tindakan
korupsi dalam penerimaan pegawai diteruskan, maka tidak dapat dipungkiri
praktik tindakan korupsi akan berlangsung hingga dapat menimbulkan
konflik diantara masyarakat maupun oknum pemerintah.
3. Himbauan Kepada Masyarakat
Himbauan kepada masyarakat juga dilakukan oleh pemerintah dalam
upaya melakukan pencegahan sebagai bentuk upaya pemberantasan
korupsi di kalangan masyarakat. Himbauan biasanya dilakukan oleh
pemerintah melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan di lingkup masyarakat
kecil dan menekankan bahaya laten adanya korupsi di negara Indonesia.

137 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Selain itu, himbauan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat
menekankan pada apa saja yang dapat memicu terjadinya korupsi di
kalangan masyarakat hingga pada elite pemerintahan.
4. Pengusahaan Kesejahteraan Masyarakat
Upaya pemerintah dalam memberantas korupsi juga dilakukan melalui
upaya pencegahan berupa pengusahaan kesejahteraan masyarakat yang
dilakukan pemerintah. Pemerintah berupa mensejahterakan masyarakat
melalui pemberian fasilitas umum dan penetapan kebijakan yang mengatur
tentang kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat yang diupayakan oleh
pemerintah tidak hanya kesejahteraan secara fisik saja melain juga secara
lahir batin. Harapannya, melalui pengupayaan kesejahteraan masyarakat
yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dapat memberikan
penguatan kepada masyarakat untuk meminimalisir terjadinya perbuatan
korupsi di lingkungan masyarakat sehingga dapat mewujudkan masyakarat
yang madani yang bersih dari tindakan korupsi dalam kehidupan sehari-
hari.
5. Pencatatan Ulang Aset
Pencatan ulang aset dilakukan oleh pemerintah dalam rangka memantau
sirkulasi aset yang dimiliki oleh masyarakat. Pada tahun 2017 ini,
pemerintah menetapkan suatu kebijakan kepada masyarakatnya untuk
melaporkan aset yang dimilikinya sebagai bentuk upaya pencegahan
tindakan korupsi yang dapat terjadi di masyarakat. Pencatatan aset yang
dimiliki oleh masyarakat tidak hanya berupa aset tunai yang disimpan di
bank, tetapi juga terhadap aset kepemilikan lain berupa barang atau tanah.
Selain itu, pemerintah juga melakukan penelurusan asal aset yang dimiliki
oleh masyarakat untuk mengetahui apakah aset yang dimiliki oleh
masyarakat tersebut mengindikasikan tindak pidana korupsi atau tidak.

B. Upaya Penindakan
Upaya penindakan dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap
pelaku tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan upaya penindakan
korupsi, pemerintah dibantu oleh sebuah lembaga independen
pemberantasan korupsi yaitu KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Penindakan yang dilakukan oleh KPK semenjak KPK berdiri pada tahun
2002 telah membuahkan hasil yang dapat disebut sebagai hasil yang
memaksimalkan. Upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK terhadap
tindak pidana korupsi merupakan upaya yang tidak main-main dan tidak
pandang bulu.

138 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Siapapun yang terindikasi melakukan tindak pidana korupsi akan ditindak
oleh lembaga independen ini tanpa terkecuali. Dalam melaksanakan
tugasnya, KPK membutuhkan peranan lembaga peradilan dalam
menegakkan keadilan di Indonesia terutama yang berkaitan dengan tindak
pidana korupsi. Tentunya pelaksanaan proses peradilan dilakukan sesuai
dengan mekanisme sistem peradilan di Indonesia dan berdasarkan hukum
dan undang-undang yang berlaku. Penindakan yang dilakukan pemerintah
melalui KPK terhadap pelaku tindak pidana korupsi dimaksudkan agar
memberikan efek jera kepada para pelakunya dan secara tidak langsung
memberikan shock therapy pada orang-orang yang berniat untuk
melakukan tindak pidana korupsi baik itu di dalam pemerintahan maupun di
dalam kehidupan sehari-hari.

C. Upaya Edukasi
Upaya edukasi yang dilakukan pemerintah dalam usahanya untuk
memberantas korupsi adalah upaya yang dilakukan melalui proses
pendidikan. Proses pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jenis yaitu
pendidikan formal, informal, dan non formal. Melalui proses edukasi,
masyarakat diberikan pendidikan anti korupsi sejak dini agar masyarakat
sadar betul akan bahaya korupsi bagi negara-negara khususnya negara
Indonesia.
Selain itu, melalui edukasi yang diberikan oleh pemerintah, peranan
mahasiswa dalam pemberantasan korupsi juga dapat dimaksimalkan
sehingga para mahasiswa ini dapat memberikan contoh yang baik bagi
adik-adiknya maupun bagi masyarakat umum terhadap cara
pemberantasan korupsi dari dalam diri masing-masing. Upaya edukasi
yang dilakukan oleh pemerintah juga termasuk sebagai upaya membangun
karakter bangsa di era globalisasi untuk memberantas pertumbuhan
budaya korupsi yang dapat merugikan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Itulah beberapa upaya pemerintah dalam melakukan upaya pencengahan
pemberantasan korupsi. Sebagai masyarakat yang mencintai Indonesia,
sudah sepantasnya kita menanamkan budaya anti korupsi sedini mungkin
di dalam kehidupan sehari-hari kita agar kita terhindar dari bentuk-bentuk
tindakan korupsi yang semakin hari semakin merajelela. Kiranya artikel ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

139 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
DEFINISI GOOD GOVERNANCE
Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan
politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu
kepada proses pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat
dipertanggungjawabkan secara bersama. Sebagai suatu konsensus yang
dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan
diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut
telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut proses
demokrasi yang bersih sehingga Good Governancemerupakan salah satu
alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan
tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan
selama 15 tahun ini, penerapan Good Governance di Indonesia belum
dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita Reformasi
sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam
pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama
Good Governance.

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA


Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis
dan diterapkan sejak meletusnya era Reformasi yang dimana pada era
tersebut telah terjadi perombakan sistem pemerintahan yang menuntut
proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance merupakan
salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan
baru. Akan tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah
berjalan selama 12 tahun ini, penerapan Good Governance diIndonesia
belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita – cita
Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan
kebocoran dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan
dua produk utama Good Governance.
Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak
upaya yang dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good
Governance yang baik, diantaranya ialah mulai diupayakannya

140 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan
kebijakan dan dalam proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN.
Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus menjadi acuan terhadap
akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik
dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga –
lembaga penunjang pelaksanaan Good governance pun banyak yang
dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika dibandingkan dengan sektor publik
pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir pengelolaannya dan juga pada
era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagaiagent of
development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental
dengan rezim yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan
berbasis Good Governance.
Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa
dampak positif dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut
mampu membawa dampak positif terhadap badan usaha non-pemerintah
yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance. Dengan landasan
yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu
pemerintahan yang bersih dan amanah.

141 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB XI

ORGANISASI NON PROFIT

DEFINISI ORGANISASI NON PROFIT


Organisasi nirlaba atau organisasi non profit adalah suatu
organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal
di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil,
tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).
Organisasi nirlaba meliputi gereja, sekolah negeri, derma publik, rumah
sakitdan klinik publik, organisasi politis, bantuan masyarakat dalam hal
perundang-undangan, organisasi jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi
profesional, institutriset, museum, dan beberapa para petugas pemerintah.
Tujuan utama dari organisasi ini dapat didefinisikan dalam hal
sosial, politik, budaya, pendidikan dan tujuan non-profit lainnya. Untuk
entitas asing, mendirikan sebuah organisasi non-profit dapat
membingungkan karena beberapa perubahan dalam peraturan pemerintah.

JENIS ORGANISASI NON PROFIT


Yayasan (Foundation)
Yayasan adalah suatu badan hukum atau organisasi nirlaba yang didirikan
berdasarkan pemisahan aset yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat
sosial, keagamaan dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota dan
didirikan dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam
undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan mendefinisikan dasar sebagai badan hukum
non-anggota
Perkumpulan (Association)
Perkumpulan adalah suatu badan hukum atau organisasi nirlaba yang
merupakan kumpulan orang yang bersama-sama mewujudkan kesamaan
maksud dan tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan serta tidak ada pembagian keuntungan kepada anggotanya
Lembaga (Institute)
Institute adalah sebuah organisasi nirlaba yang bertujuan untuk mencapai
tujuan dalam hal pendidikan, sosial, budaya dan humaniora. Contohnya
seperto Institut Strategi Nasional (LSN), Pusat Studi Strategis dan

142 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Internasional (CSIS), dll. Lembaga atau Institute harus memilih bentuk
badan hukum antara lain foundation,asosiasi atau korporasi sebagai badan
hukum. Hal ini dikarenakan Lembaga tidak dapart berdiri sendiri sebagai
badan hukum tunggal.

CONTOH ORGANISASI NON PROFIT


Contoh organisasi jenis ini adalah gereja, sekolah negeri, derma
publik, rumah sakit dan klinik umum, organisasi politik, bantuan
masyarakat, jasa sukarelawan, serikat buruh, asosiasi profesional,
lembaga kajian, museum, dsb.
Bentuk Organisasi Rumah Cemara Saat didirikan pada 2003,
Rumah Cemara beroperasi di bawah naungan Yayasan Insan Hamdani,
sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial yang berdomisili di Kota
Bandung. Namun, pada 1 Januari 2014, para pengurus Rumah Cemara
berinisiatif mendaftarkan Rumah Cemara sebagai organisasi mandiri
dengan bentuk perkumpulan.
Dalam arti luas, perkumpulan meliputi suatu persekutuan, koperasi,
dan perkumpulan yang saling menanggung. Perkumpulan dipandang
sebagai subjek hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum,
menyandang hak dan kewajiban, yaitu dapat digugat maupun menggugat
di pengadilan. Selain itu, perkumpulan wajib mendaftarkan organisasinya
kepada instansi yang berwenang untuk mendapat status badan hukum.
Rumah Cemara merupakan perkumpulan dengan Akta Notaris dan
terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM RI c.q. Direktorat Jenderal
Administrasi Hukum Umum.

KARAKTERISTIK ORGANISASI NON PROFIT


Dalam PSAK No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi
Nirlaba, dijelaskan beberapa karakteristik organisasi nirlaba yaitu :
a. Sumber daya organisasi berasal dari para penyumbang yang tidak
mengharapkan pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang
sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan.
b. Menghasilkan barang dan jasa tanpa bertujuan memupuk laba, dan
jika suatu organisasi menghasilkan laba, maka jumlah tidak pernah
dibagikan kepada para pendiri atau pemilik organisasi tersebut.
c. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam
arti bahwa kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dijual, dialihkan,
atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan

143 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
proposi pembagian sumber daya organisasi pada saat likuidasi atau
pembubaran organisasi.

PERBEDAAN ORGANISASI NON PROFIT DENGAN ORGANISASI


PEMERINTAH
Orientasi
Organisasi public berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat (tidak
mencari untung). Sementara organisasi nirlaba hanya sebagai suatu
organisasi yang didirikan untuk mendukung satu isu di dalam menarik
perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada
perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba (moneter).
Kepemilikan
Kepemilikan organisasi nirlaba tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’
organisasi apakah anggota, klien, atau donator. Sementara pemilikan
organisasi public adalah milik Negara yang dimana telah diatur oleh
konstitusi.
Dalam Hal Donatur
Organisasi nirlaba membutuhkannya sebagai sumber pendanaan,
sedangkan organisasi public didanai oleh pendapatan Negara atau daerah
yang didapat dari pajak.
Dalam Hal Penyebaran Tanggung Jawab
Pada organisasi nirlaba, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan
Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi, sementara di organisasi public
yang bertanggung jawab adalah Negara yang didelgasikan kepada pejabat
atau orang tertentu untuk mengelolanya dan kalau tidak maka dikenai
sanksi.

SUMBER PENDANAAN ORGANISASI NON PROFIT


Sumber Pendanaan Organisasi Non Profit berasal dari berberapa sumber,
yaitu :
Berasal dari Kegiatan Program
Suatu organisasi nirlaba tidak dianjurkan untuk mencari pendapatan dari
kegiatan yang dilakukan, hal tersebut dapat menunjukkan bahwa
organisasi beroperasi komersial. Pendapatan organisasi dapat bersumber
dari kegiatan organisasi dengan memperhatikan beberapa hal dasar,
seperti :
a. Pendapatan dilakukan untuk keberlangsungan hidup organisasi nirlaba;
Hal ini dikarenakan dukungan dana dari para donatur tidak dapat

144 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
diharapkan terus-menerus. Oleh karena itu, organisasi harus dapat
mandiri dalam mengelola kegiatan yang dilakukan
b. Perluasan pelayanan masyarakat; Dalam upaya memberikan kontribusi
melalui kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi nirlaba,
diharapkan dengan adanya sumber pendapatan dari kegiatan yang
dilakukan dapat menjangkau lebih banyak cakupan masyarakat sesuai
dengan sasaran kegiatan.
c. Penghargaan atas kinerja yang dilakukan organisasi nirlaba; Jenis
kegiatan yang dilakukan organisasi nirlaba yang melibatkan partisipasi
masyarakat dan memberikan tanggung jawab untuk pemeliharaan dan
operasional dengan pendanaan melalui pengenaaan tarif yang
diberlakukan berdasarkan kesepakatan.

Berasal dari Donasi/Sumbangan (fundraising)


Donasi merupakan pendapatan organisasi yang diperoleh tanpa harus
menyajikan suatu balas jasa/produk sebagai pemberian murni dari niat baik
dari pemberinya (donatur). Donasi dapat diberikan secara reguler atau
hanya sekali, yang dilakukan melalui kegiatan penggalangan dana
(fundraising) misalnya melalui kegiatan filantropi.

Berasal dari Hibah (grant)


Hibah diberikan oleh suatu organisasi nirlaba untuk mendukung suatu
kegiatan tertentu. Pemberian hibah sangat spesifik mulai dari organisasi
pemberi, jenis kegiatan, pelaksanaan hingga konteks kegiatan yang
dilakukan. Seperti pembuatan proposal, rincian kegiatan, dan rincian dana
yang dibutuhkan. Sehingga dana hibah murni sebagai donor bukan
pelaksana suatu kegiatan karena diberikan sesuai proposal yang diajukan.
Biasanya jumlah dana yang diberikan lebih besar dibandingkan dengan
jenis donasi/sumbangan.

Berasal dari Bunga dan Hasil Investasi Lainnya (capital income)


Merupakan pendapatan yang diperoleh dari suatu modal atau aset
organisasi yang tergantung dari besaran jumlah nilai investasi. Pada
umumnya, organisasi nirlaba tidak diperkenankan untuk melakukan
investasi dengan resiko tinggi karena dana yang diinvestasikan tidak boleh
berkurang dan harus meningkat jumlahnya. Sehingga organisasi nirlaba
harus lebih berhati-hati/konservatif dalam memperhitungkan resiko dan
keuntungan dalam berinvestasi.

145 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Berasal dari Iuran Anggota
Dalam suatu komunitas atau organisasi nirlaba dengan beberapa anggota
biasanya mewajibkan anggota untuk memberikan iuran. Besaran iuran
disesuaikan dengan kesepakatan bersama atau dapat juga bersifat
sukarela. Kesulitan dari pendapatan berbasis iuran anggota ini adalah pada
anggotanya sendiri, iuran yang bersifat individual sulit dikumpulkan sulit
dikumpulkan apabila sifatnya individual dibandingan dengan keanggotaan
yang bersifat profesi atau badan.

Berasal dari Usaha Komersil


Pendapatan langsung dapat diperoleh suatu organisasi nirlaba
melalui usaha komersil dengan membentuk unit khusus dalam menangangi
atau memiliki saham/kepemilikan badan usaha komersil. Penting untuk
diketahui adalah pemisahan pengelolaan unit komersial dengan program
organisasi nirlaba. Sehingga kegiatan komersial dapat berjalan tanpa
keterlibatan dari organisasi nirlaba dalam operasional harian. Pemisahan
ini penting dilakukan untuk menghindarkan kerancuan tentang penggunaan
sumber daya organisasi nirlaba.

146 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
BAB XII
PELAPORAN KEUANGAN
ORGANISASI NON PROFIT

STANDAR PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON PROFIT


IAI menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor
45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba , dalam PSAK tersebut
antara lain menguraikan tentang:
Tujuan Pelaporan Keuangan
PSAK Nomor 45 memberikan pengertian tujuan laporan keuangan
organisasi nirlaba adalah untuk menyediakan informasi yang relevan untuk
memenuhi kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur,
dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba.
Sifat Pembatasan Dana
Dalam melakukan penyusunan laporan keuangan memperhatikan sifat
pembatasan dana, dimana :
a. Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya
yang ditetapkan oleh penyumbang agar sumber daya tersebut
dipertahankansecara permanen, tetapi organisasi diizinkan untuk
menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat
ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut.
b. Pembatasan temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya
olehpenyumbang yang menetapkan agar sumber daya tersebut
dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan tertentu.
c. Sumbangan terikat adalah sumber daya yang penggunaannya dibatasi
untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Pembatasan tersebut dapat
bersifat permanen atau temporer.
d. Sumbangan tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya
tidak dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang.

TUJUAN LAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON PROFIT


Menilai Kemampuan Perusahaan
Laporan keuangan perusahaan nirlaba dibuat untuk menyediakan informasi
yang relevan untuk memenuhi kepentingan para donatur, anggota

147 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
organisasi, kreditur, dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi
organisasi nirlaba. Laporan keuangan ini memiliki kepentingan bersama
dalam rangka menilai beberapa hal seperti:
a. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk
terus memberikan jasa tersebut.
b. Cara manajer melaksanakan tanggungjawabnya dan aspek lain dari
kinerja mereka.

Menyajikan Informasi
Laporan keuangan dibuat untuk menyajikan beberapa informasi mengenai
beberapa hal seperti:
a. Jumlah dan sifat aktiva, kewajiban, dan aktiva bersih suatu organisasi.
b. Pengaruh transaksi, peristiwa dan situasi lainnya yang mengubah nilai
dan sifat aktiva bersih.
c. Jenis dan jumlah arus masuk dan arus keluar sumber daya dalam satu
periode dan hubungan antara keduanya.
d. Cara suatu organisasi mendapatkan dan membelanjakan kas,
memperoleh pinjaman dan melunasi pinjaman, dan faktor lainnya yang
berpengaruh pada likuiditasnya.
e. Usaha jasa suatu organisasi.
f. Setiap laporan keuangan menyediakan informasi yang berbeda, dan
informasi dalam suatu laporan keuangan biasanya melengkapi
informasi dalam laporan keuangan yang lain.

PENGGUNA LAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON PROFIT


Para pengguna laporan keuangan organisasi nirlaba memiliki
kepentingan bersama yang tidak berbeda dengan organisasi bisnis, yaitu
untuk menilai:
a. Jasa yang diberikan oleh organisasi nirlaba dan kemampuannya untuk
terus memberikan jasa tersebut.
b. Cara manajer melaksanakan tanggung jawabnya dan aspek kinerja
manajer.

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON PROFIT


Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba - IAI (2004) di
dalam PSAK Nomor 45 menjelaskan bahwa komponen laporan keuangan
organisasi nirlaba meliputi :

148 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Laporan Posisi Keuangan
Informasi dalam laporan posisi keuangan yang digunakan bersama
pengungkapan dan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat
membantu para penyumbang, anggota organisasi , kreditur, dan pihak-
pihak lain untuk menilai:
a. Kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan;
b. Likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi
kewajibannya;
c. Kebutuhan pendanaan eksternal.
Laporan Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai:
a. Pengaruh transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat
aktiva bersih.
b. Hubungan antar transaksi, dan peristiwa lain.
c. Bagaimana penggunaan sumber daya dalam pelaksanaan berbagai
program atau jasa.
Informasi dalam laporan aktivitas, yang digunakan bersama dengan
pengungkapan informasi dalam laporan keuangan lainnya, dapat
membantu para penyumbang, anggota organisasi kreditur dan pihak
lainnya untuk:
a. Mengevaluasi kinerja dalam suatu periode.
b. Menilai upaya, kemampuan dan kesinambungan organisasi dan
memberikan jasa
c. Menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.
Laporan Arus Kas
Tujuan laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai
penerimaan dan pengeluaran kas dalam suatu periode. Perusahaan harus
melaporkan arus kas dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah
satu dari aktivitas operasi dengan menggunakan salah satu dari metode
berikut:
a. Metode langsung. Dengan metode ini kelompok utama dari
penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto diungkapkan.
b. Metode tidak langsung. Dengan metode ini laba atau rugi bersih
disesuaikan dengan mengkoreksi pengaruh dari transaksi bukan kas,
penangguhan (deferral) atau akrual dari penerimaan atau pembayaran
kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan unsur
penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi
atau pendanaan.

149 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
Catatan Atas Laporan Keuangan
Catatan Atas Laporan Keuangan adalah penjelasan yang dilampirkan
besama-sama dengan laporan keuangan dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dengan neraca, perhitungan laba/rugi, laporan perubahan
modal, laporan perubahan posisi keuangan. Catatan Atas Laporan
Keuangan memuat hal-hal berikut:
a. Informasi umum mengenai Lembaga.
b. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan.
c. Penjelasan dari setiap akun yang dianggap memerlukan rincian lebih
lanjut.
d. Kejadian setelah tanggal neraca.
e. Informasi tambahan lainnya yang dianggap perlu, baik bersifat
kuantitatif maupun kualitatif.

KLASIFIKASI AKTIVA BERSIH


Aset Bersih Tidak Terikat
Aset bersih jenis ini umumnya meliputi pendapatan dari jasa, penjualan
barang, sumbangan, dan deviden atau hasil investasi, dikurangi beban
untuk memperoleh pendapatan tersebut. batasan terhadap penggunaan
aset bersih tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan
operasi, dan tujuan organisasi yang tercantum dalam akte pendirian, serta
dari perjanjian kontraktual dari pemasok, kreditur dan pihak lain yang
berhubungan dengan organisasi.

Aset Bersih Terikat Temporer


Contohnya pembatasan temporer ini bisa berlaku terhadap sumbangan
berupa aktivitas operasi tertentu, investasi untuk jangka waktu tertentu,
penggunaan selama periode waktu tertentu dimasa depan, pemerolehan
aset tetap. informasi jenis pembatasan ini dapat disajikan sebagai unsur
terpisah dalam kelompok aset bersih terikat temporer atau disajikan.
Aset Bersih Terikat Permanen
Pemabatasan ini bisa dilakukan terhadap (1) aset seperti tanah atau karya
seni yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk dirawat dan tidak
untuk dijual (2) aset yang disumbangkan untuk investasi yang
mendatangkan pendapatan secara permanen. kedua jenis pembatasan ini
dapat disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih yang
penggunaannya dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan
atas laporan keuangan.

150 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
ISU-ISU MENGENAI PELAPORAN KEUANGAN ORGANISASI NON
PROFIT
Akhir-akhir ini sering kita mendengar isi-isu Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM / Non Government Organization) digunakan sebagai
kedok bagi sejumlah orang untuk meraup keuntungan pribadi. Mungkin
anda pernah menerima amplop atau kotak di bus umum yang mengatas
namakan panti asuhan tertentu namun setelah ditelusuri keberadaan panti
tersebut tidak jelas, hal tersebut merupakan salah satu contohnya. Sebagai
satu contoh konkrit yang terungkap sekitar September 2011, kasus Panti
Sosial Tresna Wedha di Pare-pare Sulawesi dan menjadi headline di
berbagai media selama lebih dari tiga hari. Betapa mirisnya para penghuni
disuguhi makanan basi oleh pengelola panti. Tak cukup sampai disitu
dikabarkan pula bahwa tempat huni yang tidak layak tinggal bahkan
redaksi yang mengabarkan mengatakan lebih nyaman di penjara daripada
di panti sosial tersebut yang notabane nya adalah organisasi nirlaba. Atas
beberapa kasus dan ilustrasi yang telah disebutkan di atas dirasa perlu dan
hal tersebut merupakan suatu alasan mengapa laporan keuangan menjadi
penting.
Sadar atau tidak sering kali kita berhadapan dengan organisai
nirlaba, dan perkembangannya juga cukup pesat di Indonesia terutama di
bidang keagamaan dan pendidikan. Gereja-gereja baru berdiri, lembaga
infaq yang semakin menjamur dan meningkat pesatnya jumlah sekolah dari
tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Perkembangan tersebut terjadi
karena kebutuhan masyarakat akan organisasi nirlaba berkembang pesat.
Melalui perkembangan tersebut dan kemudahan akses informasi membuat
publik sadar bagaimana organisasi nirlaba melakukan pengelolaan
keuangan, bagaimana pemerintah sebagai regulator mengawasi kegiatan
organisasi nirlaba. Memang pada akhirnya semua hal tersebut akan
bertumpu pada masyarakat bagaimana untuk menyikapi hal tersebut dan
melakukan aksi tentunya.

151 | A k u n t a n s i S e k t o r P u b l i k
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim & Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik


: teori, konsep dan aplikasi. Salemba Empat : Jakarta.

Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar Edisi


Ketiga. Penerbit. Erlangga :Jakarta.

IAI,2004. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas Hertianti. 2010. Akuntansi Sektor


Publik.Edisi Kedua. Jakarta:Salemba Empat

Mardiasmo, 1999. Pengelolaan Keuangan Daerah yang Berorientasi Pada


Kepentingan Publik, PAU Studi Ekonomi UGM, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2006 tentang Pengelolaan


Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 23 Tahun 2005. Tentang


Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Nomor 23.
Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar. Akuntansi


Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.

Ritonga, Irwan Taufiq. 2010. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Yogyakarta

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.


Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan. Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang-undang No. 36 Tahun 2009tentang Kesehatan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan


DPRD

Undang-Undang Dasar 1945 (versi amandemen). Dan susunan Kabinet


2009

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 tentang


Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006 tentang


Badan Pemeriksa Keuangan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan. Negara

Anda mungkin juga menyukai